perundingan linggarjati

13
 Perundingan Linggarjati Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947. Misi pendahuluan Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946 Jalannya perundingan Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini. Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi: 1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura. 2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS. 4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia Perjanjian Linggarjati menimb ulkan pro dan kontra di kalangan masyarak at Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-parta i tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaik an permasa lahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati

Upload: fitri-vierania

Post on 12-Jul-2015

465 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 1/13

 

Perundingan LinggarjatiPerundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati 

adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang

menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini

ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi keduanegara pada 25 Maret 1947. 

Misi pendahuluan

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke

Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada

tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka

perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini

menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah

perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946

Jalannya perundingan

Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili olehtim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J.

van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan

ini.

Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:

1.  Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu

Jawa, Sumatera dan Madura.

2.  Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari

1949. 

3.  Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.

4.  Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda

sebagai kepala uni.

Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia

Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan

masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, 

PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut 

menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan

Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk 

menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan PeraturanPresiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional

Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung

perundingan linggarjati

Page 2: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 2/13

 

Pelanggaran Perjanjian

Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, 

Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi denganperjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini

merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda

Perjanjian Roem-RoijenPerjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah

perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 danakhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil

dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan

ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelumKonferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.

Hasil pertemuan ini adalah:

  Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya

  Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar

  Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta

  Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan

membebaskan semua tawanan perang

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:

  Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai

perjanjian Renville pada 1948

  Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela danpersamaan hak 

  Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada

Indonesia

Pasca perjanjian

Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukotasementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van

Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik 

Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepadaSoekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949. 

Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) 

dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semuamasalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.

Konferensi Meja BundarKonferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik 

Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2

November 1949.[1]

Latar belakang

Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengankegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia

kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,

lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan KonferensiMeja Bundar

Page 3: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 3/13

 

Hasil konferensi

Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:

  Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia

Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia

Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian

barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusanmengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan

bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu

tahun.

  Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai

kepala negara

  Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serika

 Agresi Militer I

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer I 

Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14hari, yang berisi:

1.  Membentuk pemerintahan ad interim bersama;

2.  Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;

3.  Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki

Belanda;

4.  Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang

memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan

5.  Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor

Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selamamasa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras darikalangan parpol-parpol di Republik.

Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban"

dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) 

mulailah pihak  Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.

Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan

pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung

untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki

Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayahSemarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di

Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara disekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi

perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena

sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antarapemerintah RI dengan Belanda.

Page 4: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 4/13

 

Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam

kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda,setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya

kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan

membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris

yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belandauntuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.

[sunting] Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli, pengganti Sjahrir adalah AmirSyarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Dalam kapasitasnya sebagai

Perdana Menteri, dia menggaet anggota PSII yang dulu untuk duduk dalam Kabinetnya. 

Termasuk menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk dalam kabinetnya

menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnyakepada Soekarno dan Amir Syarifudin, dia menolak kursi menteri karena "ia belum terlibat 

dalam PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi".

S.M. Kartosoewirjo menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada

Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang

politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesiadisebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda. Di samping itu

Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik  Amir Syarifudin yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari

sepak terjang Amir Syarifudin selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadiPerdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa Amir Syarifudin 

ingin membawa politik Indonesia ke arah Komunis. 

Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawalidengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini

menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin

oleh Sjafruddin Prawiranegara. 

Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan

Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang

kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agardekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Page 5: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 5/13

 

Daftar isi

  1 Serangan ke Maguwo 

  2 Pemerintahan Darurat 

  3 Pengasingan Pimpinan Republik   4 Gerilya 

  5 Catatan kaki 

  6 Pranala luar 

  7 Lihat pula 

[sunting] Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwabesok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang

penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencanapemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi

Kraai."

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka

dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing

terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh JenderalSpoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20

pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat

Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil

melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu,bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di

Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 

1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan

Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera,termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi

Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai

"Aksi Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbangMaguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan

mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk . Pertahanan TNI di Maguwo hanyaterdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat

minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam

keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjatalengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo.

Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo

Page 6: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 6/13

 

telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas,

sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul

11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang – termasuk dua batalyon, 1.900

orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. vanLangen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan

payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa

penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelahmendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman 

mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh

Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet

mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, JenderalSoedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah

mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia

memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan

yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masihsakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak.

Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh 

mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden danWakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai

wakil PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden

dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipilakan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang

ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada diBukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di

Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih

Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan DaruratRepublik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil

membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.

Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang

sedang berada di New Delhi. 

Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikuttertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J.

Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. 

Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang

memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono,

Page 7: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 7/13

 

Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi,

India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan

kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa

Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, MenteriKehakiman, Menteri Perhubungan

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan

para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan

tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah

setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para

pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang

(sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa merekadiasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan

Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (WakilPresiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR.

AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul

Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatantentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale

Troepen. [1] 

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota.

Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam

keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirmankembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. 

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencanapertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu

pokok isinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber

wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehinggaseluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19

Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong

yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasalapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka terpaksa

pula menghadapi gerombolan DI/TII. 

Agresi Militer Belanda II

Page 8: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 8/13

 

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali

dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini

menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin

oleh Sjafruddin Prawiranegara. 

Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan

Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidangkilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar

dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa

besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang

penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana

pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi

Kraai."

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka

dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing

terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh JenderalSpoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20

pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat

Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambilmelalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu,

bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di

Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 

1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan

Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera,termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi

Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai

"Aksi Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbangMaguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan

mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk . Pertahanan TNI di Maguwo hanya

terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangatminim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalamkeadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata

lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo.

Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo

telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas,sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Page 9: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 9/13

 

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul

11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang – termasuk dua batalyon, 1.900orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van

Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukanpayung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa

penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelahmendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman 

mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

[Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden.

Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta

dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai

siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para

perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelahmempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota.

Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang

kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit,

Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman

menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden

ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan

yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa

tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil

PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan,

Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.

Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipilakan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang

ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di

Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di

Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alihPemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat

Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasilmembentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.

Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yangsedang berada di New Delhi. 

Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikuttertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J.

Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. 

Page 10: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 10/13

 

Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang

memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono,

Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi,

India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan

kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwaPemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri

Kehakiman, Menteri Perhubungan.

[sunting] Pengasingan Pimpinan Republik 

Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan

para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkantanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik 

angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arahsetelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para

pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang(sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka

diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan

Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil

Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR.

AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul

Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatantentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale

Troepen. [1]

 

[sunting] Gerilya

Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota.Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah JawaTengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam

keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman

kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. 

Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana

pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satupokok isinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber

wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga

seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19

Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong

Page 11: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 11/13

 

yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. 

Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa

lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka terpaksa

pula menghadapi gerombolan DI/TII. 

Tujuan nica ke Indonesia

Pada tanggal 16 September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di tanjung priok Jakarta dengan

menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin laksamana Muda W.R. Petterson. Dalam rombongan ini

ikut pula C.H.O. Van Der Plas yang mewakili Dr. H.J. Van mook, kepala Nica. Sekutu menugaskan sebuah

komando khusus untuk mengurus Indonesia dengan nama Allied Forces Neherlands East Indies (AFNEI). Komando

khusus yang dipimpin Letnan jenderal Sir Philip Christison ini mempunyai tugas sebagai berikut:

1.  Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.2.  Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu

3.  Melucuti dan memulangkan tentara jepang

4.  Memulihkan keamanan dan ketertiban

5.  Mencari dan mengadili para penjahat perang.

AFNEI mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Passukan ini hanya di Sumatera

dan Jawa, sedangkan daerah Indonesia lainnya diserahkan kepada angkatan perang Australia.

Kedatangan sekutu ke Indonesia semula mendapatkan sambutan hangat dari rakyat Indonesia, seperti kedatangan

Jepang dulu. Akan tetapi setelah diketahui mereka datang disertai orang-orang NICA, sikap rakyat Indonesia

berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA

berniat menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk tatkala NICA mempersenjatai kembali

bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL). Satuan  –  satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang

kemudian bergabung dengan tentara NICA. Diberbagai daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris/Sekutu

melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para pemimpin nasional sehingga pecahlah berbagai

pertempuran didaerah-daerah seperti Surabaya, Sukabumi, medan, Ambarawa, Menado dan Bandung

Konferensi Malino

Konferensi Malino adalah sebuah konferensi yang berlangsung pada tanggal 15 Juli - 25

Juli 1946 di Kota Malino, Sulawesi Selatan dengan tujuan membahas rencana

pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana

pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. Konferensi

ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan ( Borneo) dan Timur Besa 

Page 12: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 12/13

 

Konferensi Malino

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konferensi Malinoadalah sebuah konferensi yang berlangsung pada tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 di

Kota Malino, Sulawesi Selatan dengan tujuan membahas rencana pembentukan negara-negara bagian

yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah

di Indonesia bagian Timur. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo) 

dan Timur Besar (De Groote Oost ).

[sunting] Latar belakang

Dalam kerangka SEAC setelah Perang Dunia II, Australia menyerahkan kembali wilayah

Indonesia timur kepada Belanda pada 15 Juli 1946. Dengan demikian pemerintah

Belanda(NICA) mendapatkan kembali wilayah Indonesia timur de jure and de facto. Segera

setelah penyerahan ini, pemerintah NICA dipimpin oleh Letnan Gubernur Jendral Van Mook  mengadakan Konferensi Malino pada tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 [1] di Kota Malino, Sulawesi

Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan ( Borneo) dan

Timur Besar ( De Groote Oost ) dengan tujuan membahas rencana pembentukan negara-negarabagian yang berbentuk  federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi

daerah-daerah di Indonesia bagian Timur.

Dalam konferensi yang dipimpin Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Mook  tersebut

dibentuk  Komisariat Umum Pemerintah ( Algemeene Regeeringscommissaris) untuk Kalimantandan Timur Besar yang dikepalai Dr. W. Hoven. Diangkat pula menjadi anggota luar biasa DewanKepala-kepala Departemen ( Raad van Departementshooden) untuk urusan kenegaraan adalah

Sukawati (Bali), Najamuddin (Sulawesi Selatan), Dengah (Minahasa), Tahya (Maluku Selatan),Dr. Liem Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau), Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan) dan Oeray

Saleh (Kalimantan Barat), yang disebut pula "Komisi Tujuh". Peraturan pembentukan negara-negara bagian diputuskan dalam konferensi berikutnya di  Denpasar , Bali. Sebelum itu akan

dilangsungkan konferensi dengan wakil golongan minoritas di Pangkal Pinang, Pulau Bangka

Konferensi Denpasar adalah lanjutan dari Konferensi Malino dan Konferensi Pangkal Pinang 

yang bertempat di Bali Hotel, Denpasar, Bali dari tanggal 7 sampai 24 Desember 1946. Karenaadanya perbedaan pendapat dan konflik politik antara Kalimantan Barat dan Selatan untuk 

bekerja di bawah satu unit pemerintahan, maka peserta konferensi Denpasar hanya terdiri atas

perwakilan daerah-daerah Indonesia timur, menurut perbandingan jumlah penduduk yakni:

  Sulawesi Selatan 16 orang

  Minahasa 3 orang

  Sulawesi Utara 2 orang

  Sulawesi Tengah (Donggala) 2 orang

  Sulawesi Tengah (Poso) 2 orang

  Sangihe dan Talaud 2 orang

  Maluku Utara 2 orang

Page 13: Perundingan Linggarjati

5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 13/13

 

  Maluku Selatan 3 orang

  Bali 7 orang

  Lombok 5 orang

  Timor dan pulau-pulau sekitarnya 3 orang

  Flores 3 orang

 Sumbawa 3 orang

  Sumba 2 orang

Ditambah 15 orang perwakilan golongan minoritas (Belanda, Cina dan Timur Asing lain) yang

diangkat oleh Van Mook , maka seluruh peserta adalah 70 orang.

Konferensi diawali dengan pertemuan tidak resmi sejak 7 Desember dipimpin oleh Komisaris

Pemerintah untuk Kalimantan dan Timur Besar ( Regeeringscommissaris voor Borneo en de

Groote Oost ) Dr. W.Hoven. Pembukaan resmi dilakukan oleh Letnan Gubernur Jenderal Van

Mook  pada tanggal 18 Desember dan ditutup pada 24 Desember 1946.

Dalam waktu yang sangat cepat, konferensi menghasilkan dokumen yang membahaspembentukan Komisi Mahkota (perantara dengan Kerajaan Belanda), dewan perwakilan rakyat

sementara (DPRS), pembagian kekuasaan, keuangan dan pendirian daerah otonomi, kepala

negara bagian, kabinet dan menteri Negara Indonesia Timur. Terpilih sebagai Kepala Negara

Indonesia Timur pertama pada tanggal 24 Desember 1946 adalah Cokorda Gde Raka Sukawati,bekas anggota Volksraad dari partai PEB dan sebagai Perdana Menteri adalah Nadjamoedin

Daeng Malewa yang merangkap sebagai Menteri Perekonomian, yang adalah penasehat

perdagangan di Makassar. Sebagai ketua DPRS terpilih Mr. Tadjoeddin Noer, seorang pengacaradan bekas anggota Volksraad dari partai PNI di Makassar.