Download - Perundingan Linggarjati
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 1/13
Perundingan LinggarjatiPerundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati
adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang
menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini
ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi keduanegara pada 25 Maret 1947.
Misi pendahuluan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke
Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada
tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka
perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini
menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah
perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946
Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili olehtim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J.
van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan
ini.
Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu
Jawa, Sumatera dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari
1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda
sebagai kepala uni.
Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi,
PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut
menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan
Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk
menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan PeraturanPresiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung
perundingan linggarjati
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 2/13
Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947,
Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi denganperjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda
Perjanjian Roem-RoijenPerjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah
perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 danakhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil
dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan
ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelumKonferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Hasil pertemuan ini adalah:
Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan
membebaskan semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai
perjanjian Renville pada 1948
Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela danpersamaan hak
Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada
Indonesia
Pasca perjanjian
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukotasementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van
Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepadaSoekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus)
dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semuamasalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.
Konferensi Meja BundarKonferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2
November 1949.[1]
Latar belakang
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengankegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia
kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan KonferensiMeja Bundar
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 3/13
Hasil konferensi
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia
Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia
Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian
barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusanmengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan
bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu
tahun.
Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai
kepala negara
Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serika
Agresi Militer I
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer I
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14hari, yang berisi:
1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama;
2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki
Belanda;
4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang
memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan
5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selamamasa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras darikalangan parpol-parpol di Republik.
Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban"
dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947)
mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.
Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan
pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung
untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki
Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayahSemarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di
Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara disekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi
perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena
sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antarapemerintah RI dengan Belanda.
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 4/13
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam
kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda,setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya
kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan
membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris
yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belandauntuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.
[sunting] Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri
Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli, pengganti Sjahrir adalah AmirSyarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Dalam kapasitasnya sebagai
Perdana Menteri, dia menggaet anggota PSII yang dulu untuk duduk dalam Kabinetnya.
Termasuk menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk dalam kabinetnya
menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnyakepada Soekarno dan Amir Syarifudin, dia menolak kursi menteri karena "ia belum terlibat
dalam PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi".
S.M. Kartosoewirjo menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada
Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang
politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesiadisebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda. Di samping itu
Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari
sepak terjang Amir Syarifudin selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadiPerdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa Amir Syarifudin
ingin membawa politik Indonesia ke arah Komunis.
Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawalidengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin
oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan
Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang
kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agardekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 5/13
Daftar isi
1 Serangan ke Maguwo
2 Pemerintahan Darurat
3 Pengasingan Pimpinan Republik 4 Gerilya
5 Catatan kaki
6 Pranala luar
7 Lihat pula
[sunting] Serangan ke Maguwo
Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwabesok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang
penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencanapemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi
Kraai."
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka
dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing
terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh JenderalSpoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20
pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat
Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil
melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu,bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di
Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember
1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan
Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera,termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi
Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai
"Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbangMaguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan
mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk . Pertahanan TNI di Maguwo hanyaterdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat
minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam
keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjatalengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo.
Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 6/13
telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas,
sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul
11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang – termasuk dua batalyon, 1.900
orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. vanLangen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan
payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa
penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelahmendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman
mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh
Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet
mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Karena merasa tidak diundang, JenderalSoedirman dan para perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah
mempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia
memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan
yang diambil adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masihsakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak.
Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh
mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden danWakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai
wakil PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan, Presiden
dan Wakil Presiden tetap dalam kota.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipilakan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang
ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada diBukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di
Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih
Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan DaruratRepublik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil
membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.
Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang
sedang berada di New Delhi.
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikuttertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J.
Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto.
Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang
memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono,
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 7/13
Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi,
India.
Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan
kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa
Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, MenteriKehakiman, Menteri Perhubungan
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan
para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan
tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah
setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para
pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang
(sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa merekadiasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan
Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (WakilPresiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR.
AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul
Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatantentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale
Troepen. [1]
Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota.
Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirmankembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencanapertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu
pokok isinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber
wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehinggaseluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19
Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong
yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasalapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka terpaksa
pula menghadapi gerombolan DI/TII.
Agresi Militer Belanda II
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 8/13
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali
dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin
oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan
Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidangkilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar
dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.
Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa
besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang
penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana
pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi
Kraai."
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka
dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing
terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh JenderalSpoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20
pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat
Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambilmelalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu,
bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di
Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember
1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan
Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera,termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi
Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai
"Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbangMaguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan
mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk . Pertahanan TNI di Maguwo hanya
terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangatminim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalamkeadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata
lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo.
Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo
telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas,sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 9/13
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul
11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang – termasuk dua batalyon, 1.900orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van
Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukanpayung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa
penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelahmendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman
mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
[Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden.
Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta
dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai
siang hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para
perwira TNI lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelahmempertimbangkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak meninggalkan Ibukota.
Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil adalam sidang
kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit,
Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman
menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden
ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan
yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan Wakil Presiden terpaksa
tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan dengan KTN sebagai wakil
PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri yang hadir mengatakan,
Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipilakan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang
ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di
Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di
Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alihPemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasilmembentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.
Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yangsedang berada di New Delhi.
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikuttertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J.
Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto.
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 10/13
Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang
memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono,
Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi,
India.
Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan
kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwaPemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri
Kehakiman, Menteri Perhubungan.
[sunting] Pengasingan Pimpinan Republik
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan
para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkantanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik
angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arahsetelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para
pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang(sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka
diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan
Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil
Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua KNIP) dan MR.
AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul
Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatantentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale
Troepen. [1]
[sunting] Gerilya
Setelah itu Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota.Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah JawaTengah dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman
kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana
pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satupokok isinya ialah : Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber
wingate (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga
seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19
Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 11/13
yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama Long March Siliwangi.
Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa
lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka terpaksa
pula menghadapi gerombolan DI/TII.
Tujuan nica ke Indonesia
Pada tanggal 16 September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di tanjung priok Jakarta dengan
menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin laksamana Muda W.R. Petterson. Dalam rombongan ini
ikut pula C.H.O. Van Der Plas yang mewakili Dr. H.J. Van mook, kepala Nica. Sekutu menugaskan sebuah
komando khusus untuk mengurus Indonesia dengan nama Allied Forces Neherlands East Indies (AFNEI). Komando
khusus yang dipimpin Letnan jenderal Sir Philip Christison ini mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
3. Melucuti dan memulangkan tentara jepang
4. Memulihkan keamanan dan ketertiban
5. Mencari dan mengadili para penjahat perang.
AFNEI mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Passukan ini hanya di Sumatera
dan Jawa, sedangkan daerah Indonesia lainnya diserahkan kepada angkatan perang Australia.
Kedatangan sekutu ke Indonesia semula mendapatkan sambutan hangat dari rakyat Indonesia, seperti kedatangan
Jepang dulu. Akan tetapi setelah diketahui mereka datang disertai orang-orang NICA, sikap rakyat Indonesia
berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA
berniat menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk tatkala NICA mempersenjatai kembali
bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL). Satuan – satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang
kemudian bergabung dengan tentara NICA. Diberbagai daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris/Sekutu
melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para pemimpin nasional sehingga pecahlah berbagai
pertempuran didaerah-daerah seperti Surabaya, Sukabumi, medan, Ambarawa, Menado dan Bandung
Konferensi Malino
Konferensi Malino adalah sebuah konferensi yang berlangsung pada tanggal 15 Juli - 25
Juli 1946 di Kota Malino, Sulawesi Selatan dengan tujuan membahas rencana
pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana
pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. Konferensi
ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan ( Borneo) dan Timur Besa
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 12/13
Konferensi Malino
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konferensi Malinoadalah sebuah konferensi yang berlangsung pada tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 di
Kota Malino, Sulawesi Selatan dengan tujuan membahas rencana pembentukan negara-negara bagian
yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah
di Indonesia bagian Timur. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo)
dan Timur Besar (De Groote Oost ).
[sunting] Latar belakang
Dalam kerangka SEAC setelah Perang Dunia II, Australia menyerahkan kembali wilayah
Indonesia timur kepada Belanda pada 15 Juli 1946. Dengan demikian pemerintah
Belanda(NICA) mendapatkan kembali wilayah Indonesia timur de jure and de facto. Segera
setelah penyerahan ini, pemerintah NICA dipimpin oleh Letnan Gubernur Jendral Van Mook mengadakan Konferensi Malino pada tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 [1] di Kota Malino, Sulawesi
Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan ( Borneo) dan
Timur Besar ( De Groote Oost ) dengan tujuan membahas rencana pembentukan negara-negarabagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi
daerah-daerah di Indonesia bagian Timur.
Dalam konferensi yang dipimpin Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Mook tersebut
dibentuk Komisariat Umum Pemerintah ( Algemeene Regeeringscommissaris) untuk Kalimantandan Timur Besar yang dikepalai Dr. W. Hoven. Diangkat pula menjadi anggota luar biasa DewanKepala-kepala Departemen ( Raad van Departementshooden) untuk urusan kenegaraan adalah
Sukawati (Bali), Najamuddin (Sulawesi Selatan), Dengah (Minahasa), Tahya (Maluku Selatan),Dr. Liem Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau), Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan) dan Oeray
Saleh (Kalimantan Barat), yang disebut pula "Komisi Tujuh". Peraturan pembentukan negara-negara bagian diputuskan dalam konferensi berikutnya di Denpasar , Bali. Sebelum itu akan
dilangsungkan konferensi dengan wakil golongan minoritas di Pangkal Pinang, Pulau Bangka
Konferensi Denpasar adalah lanjutan dari Konferensi Malino dan Konferensi Pangkal Pinang
yang bertempat di Bali Hotel, Denpasar, Bali dari tanggal 7 sampai 24 Desember 1946. Karenaadanya perbedaan pendapat dan konflik politik antara Kalimantan Barat dan Selatan untuk
bekerja di bawah satu unit pemerintahan, maka peserta konferensi Denpasar hanya terdiri atas
perwakilan daerah-daerah Indonesia timur, menurut perbandingan jumlah penduduk yakni:
Sulawesi Selatan 16 orang
Minahasa 3 orang
Sulawesi Utara 2 orang
Sulawesi Tengah (Donggala) 2 orang
Sulawesi Tengah (Poso) 2 orang
Sangihe dan Talaud 2 orang
Maluku Utara 2 orang
5/11/2018 Perundingan Linggarjati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perundingan-linggarjati 13/13
Maluku Selatan 3 orang
Bali 7 orang
Lombok 5 orang
Timor dan pulau-pulau sekitarnya 3 orang
Flores 3 orang
Sumbawa 3 orang
Sumba 2 orang
Ditambah 15 orang perwakilan golongan minoritas (Belanda, Cina dan Timur Asing lain) yang
diangkat oleh Van Mook , maka seluruh peserta adalah 70 orang.
Konferensi diawali dengan pertemuan tidak resmi sejak 7 Desember dipimpin oleh Komisaris
Pemerintah untuk Kalimantan dan Timur Besar ( Regeeringscommissaris voor Borneo en de
Groote Oost ) Dr. W.Hoven. Pembukaan resmi dilakukan oleh Letnan Gubernur Jenderal Van
Mook pada tanggal 18 Desember dan ditutup pada 24 Desember 1946.
Dalam waktu yang sangat cepat, konferensi menghasilkan dokumen yang membahaspembentukan Komisi Mahkota (perantara dengan Kerajaan Belanda), dewan perwakilan rakyat
sementara (DPRS), pembagian kekuasaan, keuangan dan pendirian daerah otonomi, kepala
negara bagian, kabinet dan menteri Negara Indonesia Timur. Terpilih sebagai Kepala Negara
Indonesia Timur pertama pada tanggal 24 Desember 1946 adalah Cokorda Gde Raka Sukawati,bekas anggota Volksraad dari partai PEB dan sebagai Perdana Menteri adalah Nadjamoedin
Daeng Malewa yang merangkap sebagai Menteri Perekonomian, yang adalah penasehat
perdagangan di Makassar. Sebagai ketua DPRS terpilih Mr. Tadjoeddin Noer, seorang pengacaradan bekas anggota Volksraad dari partai PNI di Makassar.