perkembangan ekonomi indonesia dan dunia...issn 2580 perkembangan ekonomi indonesia dan dunia...
TRANSCRIPT
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA DAN DUNIA Ancaman Resesi Dunia Akibat Pandemi
Triwulan I Tahun 2020
Edisi Vol.4, No.1 Mei 2020
ISSN 2580-2518
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia
merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh
Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas,
yang didasarkan pada data dan informasi yang sudah
dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, instansi
internasional, asosiasi, maupun hasil dari diskusi terbatas
perkembangan ekonomi yang dilakukan bersama dengan
beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi
ekonomi.
Publikasi triwulan I tahun 2020 ini memberikan gambaran dan
analisis mengenai perkembangan ekonomi dunia dan
Indonesia hingga triwulan I tahun 2020. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan
ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa,
serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian
nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi
Indonesia triwulan I tahun 2020 dari sisi moneter, fiskal,
neraca perdagangan, investasi, industri dalam negeri,
perekonomian daerah, serta proyeksi ekonomi.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna
dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh
sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca
tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan
penerbitan publikasi ini dapat tercapai.
Jakarta, Mei 2020
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada triwulan I tahun 2020 dunia diguncang pandemi COVID-19 yang memaksa berbagai
negara mengurangi aktivitas ekonomi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi semua negara
kembali tertekan. Pertumbuhan beberapa negara mengalami kontraksi, dan sebagian lainnya
masih tumbuh positif meskipun jauh dibawah pertumbuhan normal. Perekonomian Tiongkok
berbalik terkontraksi hingga 6,8 persen. Jepang terkontraksi semakin dalam sebesar 3,4
persen. Sementara itu, Amerika Serikat masih tumbuh positif sebesar 0,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri tertekan menjadi 2,97 persen.
Pertumbuhan ekonomi di sebagian besar wilayah tumbuh lebih lambat. Wilayah Bali Nusra,
Kalimantan, serta Maluku Papua tumbuh di bawah pertumbuhan nasional. Seluruh komponen
pengeluaran menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan. Pertumbuhan konsumsi rumah
tangga melambat menjadi sebesar 2,8 persen. Kinerja ekspor dan impor juga menurun seiring
terhambatnya aktivitas perdagangan antar negara. Impor terkontraksi 2,2 persen sementara
ekspor tumbuh 0,2 persen. Sektor utama Indonesia tumbuh melambat namun sektor jasa
tumbuh lebih cepat. Sektor jasa kesehatan tumbuh hingga 10 persen pada triwulan berjalan.
Kinerja tersebut terkait dengan penyebaran wabah COVID-19 yang mendorong permintaan
jasa kesehatan.
Tahun 2020 diperkirakan akan mejadi tahun yang berat terutama dari sisi perpajakan. Hingga
akhir triwulan I tahun 2020, penerimaan perpajakan melambat 0,02 persen. Namun, secara
keseluruhan realisasi pendapatan negara dan hibah meningkat hingga Rp376,0 triliun.
Sementara itu, belanja negara juga meningkat menjadi Rp452,4 triliun didorong oleh belanja
modal dan belanja sosial. Meskipun meningkat, namun komponen Transfer Ke Daerah dan
Dana Desa mengalami penurunan yang terkendala proses pemenuhan persyaratan
penyaluran TKDD.
Dari sisi moneter, suku bunga acuan diturunkan secara bertahap dari 5,00 persen menjadi
4,50 persen sepanjang triwulan I tahun 2020. Kondisi pasar keuangan global yang tertekan
ketidakpastian pandemi menyebabkan nilai tukar Rupiah melemah cukup dalam selama
Februari hingga Maret. Namun, inflasi domestik tetap terkandali dan stabil pada kisaran 3±1
persen, meskipun inflasi harga bergejolak mencapai 6 persen. Sektor jasa keuangan cukup
terkendali ditopang oleh kondisi permodalan dan likuiditas.
Kinerja neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit disebabkan oleh turunnya surplus
neraca transaksi modal dan finansial sejalan dengan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Sementara itu, defisit neraca transaksi berjalan turun didorong peningkatan neraca
perdagangan barang yang lebih besar dari kenaikan defisit neraca jasa.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 secara keseluruhan diprediksi terkontraksi
yang terutama terjadi di negara-negara maju. Sebagian negara di Asia diprediksi tetap tumbuh
positif. Pertumbuhan Indonesia diproyeksi melambat dalam rentang -0,4 hingga 2,3 persen
dengan puncak perlambatan pada triwulan II tahun 2020. Perlambatan terjadi pada seluruh
komponen pengeluaran terutama konsumsi rumah tangga. Sementara itu, kinerja ekspor dan
impor diprediksi terkontraksi pada keseluruhan tahun ini.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................... II
DAFTAR TABEL ........................................................................ III
DAFTAR GAMBAR .................................................................... V
I. PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ....................................... 7
II. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ................... 13
2.1 Produk Domestik Bruto ....................................................... 14
Investasi ................................................................................. 19
Industri ................................................................................... 19
Pariwisata ............................................................................... 21
2.2 Produk Domestik Regional Bruto ........................................ 26
2.3 Fiskal ................................................................................... 35
2.4 Moneter dan Jasa Keuangan ............................................... 43
Moneter ................................................................................. 43
Jasa Keuangan ........................................................................ 43
2.5 Neraca Pembayaran ............................................................ 55
Neraca Perdagangan .............................................................. 62
Kerjasama Ekonomi Internasional ......................................... 62
III. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI ................................ 74
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global .............................. 75
3.2 Proyeksi Perekonomian Indonesia ...................................... 75
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara ...................................................................... 10 Tabel 2 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor .......................... 15 Tabel 3 Pembentukan Modal Tetap Bruto ................................................................................. 17 Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................................. 18 Tabel 5 Realisasi Investasi ........................................................................................................... 19 Tabel 6 Realisasi Investasi Sektor Sekunder .............................................................................. 19 Tabel 7 Sektor PMA Terbesar ..................................................................................................... 20 Tabel 8 Sektor PMDN Terbesar .................................................................................................. 20 Tabel 9 Realisasi PMA berdasarkan Negara Asal ....................................................................... 20 Tabel 10 Realisasi Investasi berdasarkan Lokasi ........................................................................ 21 Tabel 11 Lokasi PMA Terbesar ................................................................................................... 21 Tabel 12 Lokasi PMDN Terbesar ................................................................................................. 21 Tabel 13 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ................................................................................. 34 Tabel 14 Realisasi Komponen Pendapatan Negara dan Hibah ................................................. 35 Tabel 15 Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan ............................................................ 35 Tabel 16 Realisasi Komponen PNBP ........................................................................................... 36 Tabel 17 Realisasi Komponen Belanja Pemerintah Pusat ......................................................... 38 Tabel 18 Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa ........................................................... 40 Tabel 19 Perkembangan Komponen Pembiayaan .................................................................... 41 Tabel 20 Realisasi APBN s.d 31 Maret 2019 dan 2020 .............................................................. 42 Tabel 21 Perkembangan Reverse Repo Surat Berharga Negara .............................................. 43 Tabel 22 Tingkat Inflasi Domestik............................................................................................... 45 Tabel 23 Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen (YoY) ............................................ 46 Tabel 24 Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM) ......................................................................... 46 Tabel 25 Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional ..................................................... 48 Tabel 26 Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah ........................................................ 54 Tabel 27 Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha ...................................................... 55 Tabel 28 Aset IKNB Syariah 2019 – 2020 ................................................................................... 56 Tabel 29 Neraca Pembayaran..................................................................................................... 60 Tabel 30 Neraca Perdagangan .................................................................................................... 62 Tabel 31 Nilai Ekspor dan Impor Migas ...................................................................................... 62 Tabel 32 Nilai Ekspor Nonmigas berdasarkan Sektor ................................................................ 63 Tabel 33 Nilai Ekspor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar ............................. 63 Tabel 34 Nilai Ekspor berdasarkan Klasifikasi Teknologi ........................................................... 64 Tabel 35 Nilai Ekspor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ........................... 64 Tabel 36 Nilai Impor berdasarkan Golongan Penggunaan Barang ........................................... 65 Tabel 37 Nilai Impor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar............................... 65 Tabel 38 Nilai Impor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ............................ 66 Tabel 39 Kontribusi Ekspor Indonesia ke Uni Eropa .................................................................. 67 Tabel 40 Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia ................................................... 70 Tabel 41 Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA ....................................... 71 Tabel 42 Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia Berdasarkan FTA terhadap
Total Perdagangan Indonesia dengan Dunia .............................................................. 73
iv
Tabel 43 Proyeksi Pertumbuhan Beberapa Negara .................................................................. 75 Tabel 44 Proyeksi Harga Komoditas Global ............................................................................... 76 Tabel 45 Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............................................. 77 Tabel 46 PDB Berdasarkan Pengeluaran .................................................................................... 77 Tabel 47 PDB Berdasarkan Lapangan Usaha ............................................................................. 78
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara......................................... 8 Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Mentah ............................................ 11 Gambar 3 Perkembangan Harga Gas Alam dan Batu Bara .............................. 11 Gambar 4 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ................................................... 14 Gambar 5 Pertumbuhan PDB Sisi Produksi Triwulan I Tahun 2020 ................ 14 Gambar 6 Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran ................................................ 16 Gambar 7 Perkembangan Konsumsi RT dan Investasi terhadap PDB ............. 16 Gambar 8 Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas ................................ 22 Gambar 9 Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas .............. 22 Gambar 10 Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas ............ 23 Gambar 11 Ekspor Produk Industri ................................................................... 23 Gambar 12 PMDN Sektor Industri ..................................................................... 24 Gambar 13 PMA Sektor Industri........................................................................ 24 Gambar 14 Penjualan Mobil .............................................................................. 24 Gambar 15 Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Semen....................... 25 Gambar 16 Indonesia Headline PMI Manufacturing ........................................ 25 Gambar 17 Pertumbuhan dan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara 26 Gambar 18 Kunjungan Wisatawan Mancanegara berdasarkan Asal Negara . 26 Gambar 19 Nilai Ekspor Jasa Perjalanan ........................................................... 27 Gambar 20 Pertumbuhan dan Jumlah Penumpang Transportasi ................... 27 Gambar 21 Tingkat Penghunian Kamar Hotel .................................................. 28 Gambar 22 Tingkat Penghunian Kamar Hotel DKI Jakarta dan Bali ................. 28 Gambar 23 Pertumbuhan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum .............................................................................................. 28 Gambar 24 Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Secara Spasial ................. 29 Gambar 25 Perkembangan Komponen Belanja Negara .................................. 36 Gambar 26 Perkembangan Realisasi Defisit APBN ........................................... 40 Gambar 27 Perkembangan Utang Pemerintah Pusat ...................................... 41 Gambar 28 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, 2019-2020* .. 44 Gambar 29 Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, (2010=100) ................... 44 Gambar 30 Perkembangan Uang Beredar ........................................................ 45 Gambar 31 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti,
2018-2019 ........................................................................................ 46 Gambar 32 Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional,
(2018=100) ...................................................................................... 47 Gambar 33 Kinerja Perbankan Konvensional ................................................... 47 Gambar 34 Pertumbuhan DPK Perbankan Konvensional ................................ 48 Gambar 35 Pertumbuhan Kredit Perbankan Konvensional ............................. 48 Gambar 36 Capaian Penyaluran KUR ................................................................ 50 Gambar 37 Perkembangan Industri Teknologi Keuangan
(peer-to-peer lending) ..................................................................... 50 Gambar 38 Perkembangan Aset Industri Asuransi........................................... 51
vi
Gambar 39 Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana
Pensiun ........................................................................................... 52 Gambar 40 Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham .............. 52 Gambar 41 Perkembangan Outstanding Obligasi Korporasi ........................... 53 Gambar 42 Kinerja Perbankan Syariah ............................................................. 53 Gambar 43 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Perbankan
Syariah ............................................................................................ 54 Gambar 44 Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI, JII dan JII70 .. 55 Gambar 45 Outstanding Sukuk Korporasi ......................................................... 56 Gambar 46 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia ............................ 56 Gambar 47 Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi ...................................... 57 Gambar 48 Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder .................................... 58 Gambar 49 Neraca Transaksi Finansial ............................................................. 58 Gambar 50 Mitra Ekspor Indonesia ke Uni Eropa ............................................ 67 Gambar 51 Mitra Utama Investasi Indonesia Asal Uni Eropa .......................... 68 Gambar 52 Subsektor Tujuan Uni Eropa .......................................................... 68
7
8
I. PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perekonomian global terguncang akibat
pandemi COVID-19.
Setelah ketegangan perang dagang antara
Amerika Serikat dan Tiongkok mereda pada
akhir tahun 2019, ketidakpastian kembali
muncul pada awal tahun 2020. Dunia
dilanda kepanikan akibat menyebarnya
virus COVID-19 dengan sangat cepat. Virus
ini pertama kali terdeteksi pada akhir tahun
2019 di Tiongkok yang menjangkiti puluhan
orang.
Pada bulan Januari, kasus positif telah
mencapai ribuan orang dan mulai
menyebar ke negara di luar Tiongkok dan
mulai mengurangi akses masuk penumpang
yang berasal dari Tiongkok. Seiring
penambahan kasus yang kian meningkat
pada bulan Februari, banyak negara
memberikan peringatan akan wabah ini dan
melarang perkumpulan keramaian serta
menunda berbagai acara besar. Sementara
negara lainnya mulai menjalankan
kebijakan lockdown selama pandemi, pada
bulan Maret Tiongkok mulai melonggarkan
kebijakan lockdown dan mulai menjalankan
aktivitas perekonomian.
Kebijakan lockdown yang diberlakukan
hampir bersamaan di berbagai negara
menyebabkan turunnya permintaan global
dan menghambat aliran barang. Hal
tersebut menyebabkan harga komoditas di
pasar internasional turun.
Obat untuk COVID-19 yang belum
ditemukan hingga akhir triwulan I tahun
2020, memperpanjang kekhawatiran kapan
pandemi ini akan berhenti dan situasi
kembali normal. Ketidakpastian yang
kompleks ini membawa pasar dalam
kepanikan. Pasar keuangan di berbagai
negara tumbang. Nilai tukar berbagai mata
uang juga jatuh. Pada fase ini, berbagai
negara memberikan stimulus fiskal maupun
moneter untuk menahan pelemahan
ekonomi negaranya.
Sebagian negara mengalami kontraksi
ekonomi.
Pandemi yang terjadi pada awal tahun ini
berdampak lebih besar dibandingkan
perang dagang yang terjadi sebelumnya.
Dalam kurun waktu tiga bulan, aktivitas
perekonomian global menyusut tajam.
Ekonomi sebagian negara bahkan
terkontraksi pada triwulan ini. Kondisi ini
mengancam terjadinya resesi global.
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa
Negara
Sumber: CEIC
Penyebaran COVID-19 di Amerika Serikat
yang terjadi begitu cepat menjadikan
Amerika sebagai negara dengan jumlah
kasus terbanyak. Hal ini direspon dengan
pemberlakuan pembatasan aktivitas
dengan segera. Lockdown menghambat
aktivitas perekonomian di AS. Meskipun
demikian, kinerja perekonomian Amerika
-8,0-6,0-4,0-2,00,02,04,06,08,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(per
sen
)
Amerika Serikat Tiongkok
Singapura Jepang
Korea
9
Serikat masih tumbuh positif dibandingkan
tahun sebelumnya meskipun hanya tumbuh
0,3 persen. Pendorong pertumbuhan
berasal dari pengeluaran pemerintah
tumbuh lebih cepat terutama pengeluaran
nonpertahanan yang meningkat hingga 6,4
persen (YoY). Konsumsi masyarakat tumbuh
melambat sebesar 0,4 persen (YoY).
Sementara itu, investasi domestik, ekspor,
dan impor terkontraksi. Inflasi pada
triwulan I tahun 2020 sebesar 1,9 persen
(YoY) melambat dibandingkan periode yang
sama tahun 2019 (2,4 persen, YoY).
Tiongkok terdampak paling besar oleh
pandemi yang terjadi sejak Januari 2020.
Pada triwulan I tahun 2020, perekonomian
Tiongkok terkontraksi hingga 6,8 persen.
Produksi industri Januari dan Februati
masing-masing terkontraksi 13,5 persen
sementara pada bulan Maret terkontraksi
1,1 persen (YoY). Penjualan retail Tiongkok
juga terkontraksi 18,9 persen selama
Januari-Maret 2020. Investasi dan ekspor-
impor masing-masing kontraksi 16,1 dan
6,4 persen. Selain disebabkan oleh
lockdown, sikap negara lain yang
mengurangi barang impor serta
penumpang dari Tiongkok pada masa awal
penyebaran COVID-19 menekan kinerja
perekonomian lebih dalam.
Jepang yang merupakan negara dengan
perekonomian terbesar ketiga di dunia.
Pada triwulan ini, perekonomian Jepang
kembali terkontraksi 3,4 persn (YoY) setelah
pada triwulan IV tahun 2019 terkontraksi
1,9 persen (YoY). Kontraksi yang terjadi
disebabkan oleh turunnya konsumsi dan
ekspor secara tajam. Melambatnya aktivitas
ekonomi pada negara mitra utama Jepang
menyebabkan kinerja ekspor menurun
drastis. Selain itu, sektor pariwisata Jepang
juga terdampak seiring anjloknya
kunjungan wisatawan.
Meskipun terdampak pandemi cukup
parah, Korea Selatan masih tumbuh positif
sebesar 1,3 persen pada triwulan I tahun
2020. Kinerja positif ini didorong oleh
ekspor barang yang tumbuh hingga 6,3
persen (YoY). Selain itu, pengeluaran
pemerintah dan investasi juga tumbuh
masing-masing 7,1 dan 4,4 persen (YoY).
Konsumsi masyarakat yang turun hingga -
4,7 persen (YoY) menahan pertumbuhan
pada triwulan I tahun 2002.
Singapura yang pertumbuhannya ditopang
oleh sektor jasa, pada triwulan ini
terkontraksi 2,2 persen (YoY). Sektor
manufaktur Singapura terkontraksi 0,5
persen (YoY) terutama disebabkan oleh
turunnya produksi elektronik dan kimia
yang lebih besar dibanding peningkatan
yang terjadi pada industri biomedis.
Penurunan tersebut menunjukkan
turunnya permintaan global. Sektor
konstruksi juga terkontraksi 4,3 persen
(YoY) yang disebabkan oleh terganggunya
pasokan dan terhambatnya pekerja asing
untuk kembali. Sementara itu, kinerja jasa
terkontraksi 3,1 persen (YoY) dipengaruhi
kontraksi yang terjadi pada sektor
transportasi, akomodasi, makan minum,
dan perdagangan retail seiring anjloknya
wisatawan. Di saat yang bersamaan,
perdagangan besar serta transportasi dan
pergudangan terkontraksi akibat turunnya
rantai permintaan dan penawaran
internasional. Sementara itu, sektor
informasi dan komunikasi serta jasa
keuangan dan asuransi tetap tumbuh positif
meskipun melambat.
Suku bunga kembali diturunkan sebagai
antisipasi potensi dampak pandemi.
Berbagai negara kembali memotong suku
bunga kebijakan sebagai langkah untuk
meminimalisir dampak pandemi. Kondisi
10
pasar keuangan global yang dilanda
kepanikan membuat bank sentral Amerika
Serikat memangkas suku bunga hingga 150
bps pada bulan Maret dalam dua tahapan.
Tahap pertama, The Fed menurunkan 50
bps menjadi 1,00-1,25 persen. Dua minggu
kemudian, suku bunga kembali dipangkas
ke level 0,00-0,25 persen. Penerapan suku
bunga yang rendah diharapkan akan
kembali meningkatkan kepercayaan pasar
sehingga kinerja sektor keuangan lebih
stabil. Suku bunga kebijakan Amerika
Serikat saat ini berada pada level yang sama
saat terjadi krisis keuangan global 2008.
Tabel 1 Suku Bunga Kebijakan Beberapa
Negara
Jan Feb Mar
BRIC
Brazil 4,50 4,25 3,75
Rusia 6,25 6,00 6,00
India 5,15 5,15 4,40
Tiongkok 4,15 4,05 4,05
ASEAN-5
Indonesia 5,00 4,75 4,50
Thailand 1,25 1,00 0,75
Filipina 4,00 3,75 3,25
Malaysia 2,75 2,75 2,50
Vietnam 6,00 6,00 6,00
Negara Maju
Amerika Serikat
1,50-1,75 1,50-1,75 0,00-0,25
Jepang -0,1 -0,1 -0,1
Korea Selatan
1,25 1,25 0,75
Sumber: Bloomberg, PBoC
Sebelum The Fed memangkas suku bunga,
negara lain terutama negara berkembang
telah melakukannya terlebih dahulu.
Indonesia dan Thailand menurunkan suku
bunga pada bulan Februari dan Maret
masing-masing sebesar 25 bps. Sementara
Malaysia memotong suku bunga 25 bps
pada bulan Maret. India menurunkan
hingga 75 bps pada bulan Maret ke level
4,40 persen.
Tiongkok juga melakukan pemotongan suku
bunga sebanyak 10 bps pada bulan
Februari. Langkah ini dimaksudkan untuk
memulihkan perekonomian yang sempat
terhenti. Pada bulan Maret, bank sentral
Tiongkok memutuskan untuk menahan
suku bunga. Sementara itu, Korea Selatan
menurunkan suku bunga sebesar 50 bps
dalam sebuah rapat darurat pada bulan
Maret.
Harga komoditas internasional melemah.
Seiring dengan berkurangnya aktivitas di
berbagai belahan dunia, permintaan global
terhadap berbagai komoditas turut
melemah. Baik harga komoditas energi
maupun logam secara umum menurun
pada triwulan ini.
Harga minyak mentah turun sejak Januari
2020. Pelemahan harga minyak paling
tajam terjadi pada bulan Maret saat banyak
negara menerapkan lockdown. Pada
periode ini harga minyak mentah rata-rata
hanya sebesar USD32,2 per barel.
Turunnya harga minyak mentah disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama, turunnya
permintaan global hingga 6 persen (YoY).
Kedua, ketegangan antara Arab Saudi dan
Rusia. Kesepakatan OPEC+ untuk
mengurangi produksi berakhir pada Maret
2020, namun Rusia menolak untuk
melakukan pemangkasan produksi kembali.
Arab Saudi justru merespon dengan
meningkatkan produksi pada bulan April di
tengah tingginya produksi Amerika Serikat.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena
pasokan yang tidak terserap oleh pasar
akan semakin tinggi. Akibatnya, harga
minyak mentah pada bulan Maret jatuh
hingga 40 persen (MtM).
Harga minyak mentah rata-rata pada
triwulan I turun menjadi USD49,1 per barel.
11
Harga minyak mentah Brent dan Dubai
turun 20 persen (YoY), masing-masing
menjadi USD50,5 dan USD50,7. Sementara
itu, harga rata-rata WTI sebesar USD46,0
per barel, turun 16,2 persen dibandingkan
triwulan I tahun 2019.
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak
Mentah
Sumber: World Bank
Gambar 3 Perkembangan Harga Gas Alam dan
Batu Bara
Sumber: World Bank
Harga rata-rata gas alam turun 49,8 persen
dibandingkan triwulan I tahun 2019. Pada
triwulan ini, harga gas alam Eropa sebesar
USD3,1 per mmbtu. Sementara gas alam AS
USD1,9 per mmbtu. Perkembangan harga
gas alam terus menunjukkan tren melemah.
Cuaca yang semakin menghangat
menyebabkan turunnya permintaan gas
alam global. Pasokan yang tidak terserap
menjadi kian meningkat dan menurunkan
harga acuan internasional.
Pergerakan harga batu bara lebih stabil
meskipun menunjukkan pelemahan
sepanjang triwulan I tahun 2020. Harga
batu bara acuan internasional turun 29,2
persen (YoY) menjadi USD67,8 per metrik
ton. Harga batu bara sempat naik pada
bulan Januari seiring dengan kesepakatan
dagang antara Amerika Serikat dan
Tiongkok yang diprediksi akan
meningkatkan permintaan. Namun, sebagai
konsumen terbesar, pembatasan aktivitas
yang dilakukan Tiongkok pada bulan
selanjutnya menurunkan permintaan.
Akibatnya harga batu bara kian melemah.
Harga mayoritas komoditas pertanian
meningkat sementara logam turun.
Perkembangan harga minyak kelapa sawit
acuan internasional pada triwulan I tahun
2020 ini masih menguat menjadi USD725
per metrik ton. Komoditas pertanian
lainnya yang mengalami penguatan harga
antara lain beras, gandum, kedelai, cokelat,
kopi Arabika, dan udang. Harga udang rata-
rata naik cukup tinggi sebesar 18,7 (YoY)
menjadi USD14,0 per kilogram. Sementara
itu, harga kopi Robusta, teh, serta karet
melemah. Di sisi lain, harga gula dunia
cenderung stagnan dengan harga USD0,3
per kilogram.
Pembatasan aktivitas menyebabkan
turunnya permintaan industri akan bahan
baku. Turunnya permintaan tersebut turut
menyeret harga logam ke bawah. Harga
alumunium, timah, seng, dan tembaga
turun pada triwulan ini. Timah dan seng
masing-masing turun 22,7 dan 21,6 persen
(YoY). Sementara itu, harga nikel masih
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(USD
)
Brent Dubai WTI
00
50
100
150
0
2
4
6
8
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(USD
)
Gas Alam, Eropa
Gas Alam, AS
12
meningkat 2,2 persen (YoY) menjadi
USD12.690 per metrik ton.
Harga logam mulia terus mengalami
peningkatan. Meningkatnya ketidakpastian
dan volatilitas pasar keuangan yang tinggi
pada triwulan awal tahun 2020 mendorong
permintaan logam mulia. Sepanjang Januari
hingga Maret, harga emas mengalami
peningkatan yang tajam. Rata-rata harga
emas pada triwulan I tahun 2020 mencapai
USD1.593 per troy ons, meningkat 21,4
persen (YoY).
13
14
II. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
2.1 Produk Domestik Bruto
Meski melambat tajam, perekonomian
masih tumbuh positif.
Krisis kesehatan global yang terjadi pada
triwulan pertama tahun 2020 berdampak
pada kinerja perekonomian dalam negeri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh
2,97 persen (YoY). Hampir seluruh sektor
tumbuh melambat. Hal ini disebabkan
oleh turunnya permintaan global dan
domestik serta diiringi dengan
melemahnya harga komoditas
internasional. Kondisi ini masih lebih baik
dibandingkan kinerja negara lainnya.
Gambar 4 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perekonomian Indonesia masih ditopang
oleh sektor industri pengolahan,
perdagangan, dan pertanian meskipun
pertumbuhannya melambat. Beberapa
sektor yang tumbuh lebih cepat adalah
jasa keuangan dan asuransi, informasi dan
komunikasi, jasa pendidikan, serta jasa
kesehatan dan kegiatan sosial.
Industri pengolahan tumbuh 2,1 persen
(YoY), lebih lambat dibandingkan periode
sebelumnya terutama disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan industri
pengolahan nonmigas. Perlambatan ini
diindikasikan oleh terkontraksinya impor
bahan baku sepanjang triwulan I tahun
2020 ,disertai dengan ekspor nonmigas
yang melambat. Mayoritas industri
nonmigas mengalami kontraksi. Industri
makanan dan minuman yang berperan
besar dalam industri nonmigas, tumbuh
melambat dari 6,8 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2019 menjadi 3,9 persen
(YoY). Industri kimia dan industri alat
angkutan juga masih tumbuh positif meski
melambat. Sementara itu, industri batu
bara dan pengilangan migas tumbuh 2,6
persen (YoY) setelah terkontraksi pada
triwulan I tahun 2019. Kinerjanya
didorong oleh peningkatan produksi
bahan bakar minyak dan LPG.
Gambar 5 Pertumbuhan PDB Sisi Produksi
Triwulan I Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik
5,06 5,07 4,97
2,97
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020
(per
sen
)
7,1
10,4
5,9
3,2
5,4
3,8
10,7
9,8
2,0
1,3
1,6
2,9
4,6
3,9
2,1
0,4
0,0
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan & Keg. Sosial
Jasa Pendidikan
Adm. Pemerintahan
Jasa Perusahaan
Real Estat
Jasa Keuangan & Asuransi
Informasi & Komunikasi
Akomodasi & Mamin
Transportasi & Pergudangan
Perdagangan
Konstruksi
Pengadaan Air
Pengadaan Listrik & Gas
Industri
Pertambangan
Pertanian
(persen)
15
Kinerja sektor pertanian cenderung
stagnan.
Pada triwulan ini, sektor pertanian tidak
banyak berubah. Kontraksi yang terjadi
pada subsektor pertanian, peternakan,
perburuan, dan jasa pertanian diimbangi
dengan pertumbuhan tinggi pada
subsektor kehutanan. Sementara itu,
subsektor perikanan tumbuh melambat.
Kontraksi yang terjadi pada subsektor
pertanian terutama disebabkan oleh
turunnya kinerja produksi tanaman
pangan hingga -10,3 persen (YoY). Kondisi
tersebut disebabkan oleh cuaca ekstrim
dan pergeseran panen raya. Pada tahun
ini, panen raya akan terjadi pada triwulan
kedua. Di sisi lain, tanaman perkebunan
tumbuh lebih tinggi sebesar 4,0 persen
(YoY).
Subsektor kehutanan tumbuh 5,3 persen
(YoY) setelah terkontraksi 2,8 persen (YoY)
pada periode yang sama tahun 2019.
Pertumbuhan ini terutama didorong oleh
kenaikan produksi kayu tanaman.
Sementara subsektor perikanan tumbuh
3,5 persen (YoY).
PDB perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil, dan sepeda motor pada
triwulan I tahun 2020 tumbuh 1,60
persen.
Pada triwulan I tahun 2020, perlambatan
ekonomi akibat pandemi COVID-19
memberikan dampak cukup besar bagi
sektor perdagangan. Pertumbuhan sektor
ini berada di bawah pertumbuhan PDB
yang mencapai 2,97 persen (YoY).
Pertumbuhan sektor perdagangan
utamanya didorong oleh subsektor
Perdagangan Besar dan Eceran bukan
Mobil dan Motor, yaitu sebesar 1,71
persen (YoY).
Secara kumulatif, perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor
pada tahun 2019 mencapai Rp1.440,5
triliun, atau tumbuh sebesar 4,6 persen
(YoY).
Tabel 2 Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Uraian Nilai*
Q1 2020
Growth (%) Share thd
Total PDB (%)
QtQ YoY
PDB Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
517,8 -1,38 1,60 13,2
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya
104,8 -3,01 1,13 2,7
Perdagangan Besar dan Eceran, bukan Mobil dan Motor
413,0 -0,99 1,71 10,5
Produk Domestik Bruto
3.922,6 -2,41 2,97 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik
* dalam miliar Rp (Atas Dasar Harga Berlaku)
Sektor transportasi dan akomodasi
terdampak kebijakan lockdown
berbagai negara.
Sektor transportasi tumbuh 1,3 persen
(YoY), jauh lebih lambat dibandingkan
periode yang sama tahun 2019 yang
tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY).
Perlambatan ini terutama disebabkan
oleh kontraksi pada kinerja angkutan
udara sebesar 13,3 persen (YoY) serta
angkutan rel sebesar 7,0 persen (YoY).
Kontraksi pada angkutan udara
disebabkan oleh adanya kebijakan
lockdown di berbagai negara asal yang
menutup atau membatasi penerbangan
ke negara lain, termasuk Indonesia, sejak
bulan Februari. Sementara itu, angkutan
lainnya tumbuh melambat.
16
Pertumbuhan sektor akomodasi dan
makan minum tumbuh rendah (2,0
persen, YoY) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang selalu tumbuh di atas 5
persen. Turunnya kinerja sektor tersebut
merupakan dampak dari turunnya
wisatawan mancanegara hingga -30,6
persen (YoY). Penyediaan akomodasi
terkontraksi 4,6 persen (YoY). Selain itu,
terjadi pembatalan berbagai kegiatan
seperti pertemuan di hotel oleh instansi
pemerintah dan bisnis.
Jasa keuangan dan jasa kesehatan
tumbuh diatas 10 persen.
Jasa keuangan dan asuransi tumbuh 10,7
persen (YoY), jauh lebih tinggi
dibandingkan triwulan I tahun 2019 yang
sebesar 7,2 persen (YoY). Jasa perantara
keuangan tumbuh hingga 13,7 persen
(YoY) sekaligus sebagai pendorong
pertumbuhan sektor jasa keuangan. Pada
periode yang sama tahun 2019, jasa
perantara keuangan tumbuh 7,0 persen
(YoY). Sementara itu, jasa kesehatan dan
kegiatan sosial tumbuh 10,4 persen (YoY).
Kinerja ini terkait dengan kondisi pandemi
yang mendorong permintaan kesehatan.
Gambar 6 Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik
Mayoritas komponen pembentuk PDB
sisi pengeluaran tumbuh melambat.
Semua komponen pengeluaran tumbuh
lebih lambat dibandingkan triwulan I
tahun 2019 kecuali ekspor. Komponen
sumber pertumbuhan tertekan sangat
dalam. Meskipun kasus pertama di
Indonesia baru diumumkan pada bulan
Maret dan belum dilaksanakan
pembatasan aktivitas secara intensif,
permintaan domestik cukup terpengaruh.
Hal ini meleset dari prediksi yang
memperkirakan dampak pandemi kepada
konsumsi masyarakat belum begitu besar.
Gambar 7 Perkembangan Konsumsi RT dan
Investasi terhadap PDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga
pada triwulan I tahun 2020 tumbuh 2,8
persen (YoY), jauh lebih lambat
dibandingkan periode yang sama tahun
2019 (5,0 persen, YoY). Konsumsi pakaian
dan transportasi terkontraksi masing-
masing 3,3 dan 1,8 persen (YoY).
Penjualan eceran terkontraksi terutama
pada penjualan sandang serta bahan
bakar. Sementara itu, pertumbuhan
konsumsi kesehatan dan pendidikan (7,9
-2,2
0,2
1,7
3,7
-4,9
2,8
-6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0
Impor
Ekspor
PMTB
Konsumsi Pemerintah
LNPRT
Konsumsi RT
(persen)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2017 2018 2019
(per
sen
)
Produk Domestik Bruto
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pembentukan Modal Tetap Bruto
17
persen, YoY) serta perumahan dan
peralatan rumah tangga (4,5 persen, YoY)
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
I tahun 2019. Pertumbuhan konsumsi
kesehatan tidak terlepas dari pandemi
yang meningkatkan kesadaran
masyarakat akan kesehatan secara tajam.
Pertumbuhan Pembentukan Modal
Tetap Bruto tertekan.
Tabel 3 Pembentukan Modal Tetap Bruto
Uraian Nilai*
Q1 2020
Growth (%) Share thd
Total PDB (%)
QtQ YoY
Pembentukan Modal Tetap Bruto
876,32 -7,89 1,70 32,42
Bangunan 663,12 -7,17 2,76 24,53 Mesin dan Perlengkapan
87,88 -14,09 -3,92 3,25
Kendaraan 48,64 -2,97 2,72 1,80 Peralatan lainnya
14,36 -5,28 2,39 0,53
Cultivated Biological Resources
43,49 -14,37 -0,04 1,61
Produk Kekayaan Intelektual
18,84 0,70 -5,88 0,70
Produk Domestik Bruto
2703,07 -2,41 2,97 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik * atas dasar harga konstan, dalam triliun Rp
Laju pertumbuhan PMTB pada triwulan I
tahun 2020 sebesar 1,7 persen (YoY). Hal
ini disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan barang modal bangunan
sebesar 2,8 persen (YoY). Selain itu,
perlambatan juga disebabkan
terkontraksinya kinerja investasi mesin
dan perlengkapan (-3,9 persen), produk
kekayaan intelektual (-5,9 persen) dan
CBR (-0,0 persen). Kinerja investasi mesin
dan kendaraan dipengaruhi oleh turunnya
barang modal mesin baik domestik
maupun impor. Barang modal jenis CBR
terkontraksi karena turunnya nilai
penambahan tanaman perkebunan yang
belum berproduksi. Sementara kontraksi
produk kekayaan intelektual disebabkan
turunnya kegiatan eksplorasi mineral baik
migas maupun nonmigas. Di sisi lain,
barang modal jenis kendaraan masih
tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY), lebih
tinggi dari triwulan I tahun 2019 yang
terkontraksi 7,4 persen (YoY).
Pengeluaran konsumsi pemerintah
tumbuh 3,7 persen (YoY) didorong oleh
realisasi belanja bantuan sosial.
Peningkatan terutama untuk rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, dan belanja bantuan
untuk penanggulangan kemiskinan.
Sementara itu, LNPRT terkontraksi 4,9
persen (YoY) seiring berkurangnya agenda
politik.
Ekspor barang dan jasa tumbuh 0,2 persen
(YoY) lebih baik dari periode sebelumnya
yang terkontraksi 1,6 persen (YoY). Ekspor
migas terkontraksi 15,4 persen (YoY)
sejalan dengan turunnya harga komoditas
serta volume ekspor yang berkurang.
Ekspor nonmigas tumbuh cukup tinggi
yakni sebesar 4,7 persen (YoY), didorong
oleh peningkatan ekspor
perhiasan/permata, mesin/peralatan
listrik, serta besi dan baja. Ekspor jasa
terkontraksi hingga 18,3 persen (YoY)
seiring dengan turunnya jumlah
wisatawan mancanegara.
Impor terkontraksi 2,2 persen (YoY)
terutama disebabkan oleh penurunan
impor nonmigas. Sementara itu, impor
migas meningkat 15,9 persen seiring
dengan peningkatan volume. Impor jasa
juga terkontraksi 9,6 persen (YoY) seiring
pelarangan umroh sejak Februari dan
penutupan akses masuk di beberapa
negara.
18
Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2014 – Triwulan I/2020
(persen, YoY)
2014 2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1
Produk Domestik Bruto 5,0 4,9 5,0 5,1 5,2 5,07 5,05 5,02 4,97 2,97
Konsumsi Rumah Tangga 5,1 5,0 5,0 4,9 5,1 5,0 5,2 5,0 5,0 2,8
Konsumsi LNPRT 12,2 -0,6 6,6 6,9 9,1 17,0 15,3 7,4 3,5 -4,9
Konsumsi Pemerintah 1,2 5,3 -0,1 2,1 4,8 5,2 8,2 1,0 0,5 3,7
PMTB 4,4 5,0 4,5 6,2 6,6 5,0 4,6 4,2 4,1 1,7
Ekspor Barang dan Jasa 1,1 -2,1 -1,6 8,9 6,6 -1,6 -1,7 0,1 -0,4 0,2
Impor Barang dan Jasa 2,1 -6,2 -2,4 8,1 11,9 -7,5 -6,8 -8,3 -8,0 -2,2
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 4,2 3,8 3,4 3,9 3,9 1,8 5,3 3,1 4,3 0,0
Pertambangan dan Penggalian 0,4 -3,4 0,9 0,7 2,2 2,3 -0,7 2,3 0,9 0,4
Industri Pengolahan 4,6 4,3 4,3 4,3 4,3 3,9 3,5 4,1 3,7 2,1
Industri Pengolahan Nonmigas 5,6 5,1 4,4 4,9 4,8 4,8 4,0 4,7 3,9 2,0
Listrik dan Gas 5,9 0,9 5,4 1,5 5,5 4,1 2,2 3,7 6,0 3,9
Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, Daur Ulang 5,2 7,1 3,6 4,6 5,6 8,9 8,3 4,9 5,4 4,6
Konstruksi 7,0 6,4 5,2 6,8 6,1 5,9 5,7 5,6 5,8 2,9
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 5,2 2,5 4,0 4,5 5,0 5,2 4,6 4,4 4,2 1,6
Transportasi dan Pergudangan 7,4 6,7 7,4 8,5 7,1 5,5 5,9 6,7 7,6 1,3
Akomodasi dan Makan Minum 5,8 4,3 5,2 5,4 5,7 5,9 5,5 5,4 6,4 2,0
Informasi dan Komunikasi 10,1 9,7 8,9 9,6 7,0 9,1 9,6 9,2 9,7 9,8
Jasa Keuangan dan Asuransi 4,7 8,6 8,9 5,5 4,2 7,2 4,5 6,1 8,5 10,7
Real Estate 5,0 4,1 4,7 3,6 3,5 5,4 5,7 6,0 5,9 3,8
Jasa Perusahaan 9,8 7,7 7,4 8,4 8,6 10,4 9,9 10,2 10,5 5,4
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,4 4,6 3,2 2,0 7,0 6,4 8,9 1,9 2,1 3,2
Jasa Pendidikan 5,5 7,3 3,8 3,7 5,4 5,6 6,3 7,8 5,5 5,9
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,0 6,7 5,2 6,8 7,2 8,6 9,1 9,2 7,8 10,4
Jasa lainnya 8,9 8,1 8,0 8,7 9,0 10,0 10,7 10,7 10,8 7,1
PDB Harga Berlaku (Rp Triliun) 10.570 11.526 12.402 13.590 14.838 3.784 3.964 4.067 4.019 3.923
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
19
Investasi
Realisasi PMA mencapai Rp112,7 triliun
dan realisasi PMDN Rp98,0 triliun
Total nilai realisasi investasi PMA dan
PMDN triwulan I tahun 2020 mencapai
Rp210,7 triliun, atau meningkat 1,2
persen dari triwulan IV tahun 2019. Nilai
realisasi PMA mengalami penurunan (9,2
persen, YoY), sedangkan nilai realisasi
PMDN tumbuh (29,2 persen YoY).
Sektor yang berperan besar terhadap
realisasi PMA dan PMDN pada triwulan I
tahun 2020 adalah sektor tersier sebesar
55 persen. Namun sektor tersier
mengalami penurunan pertumbuhan
secara YoY karena penurunan realisasi
PMA. Sektor sekunder juga mengalami
penurunan realiasi PMA dan PMDN secara
QtQ karena penurunan realisasi baik PMA
maupun PMDN.
Tabel 5 Realisasi Investasi
Uraian Nilaia
Q1 2020
Growth (%) Share thd Realisasi Investasi
(%) QtQ YoY
Realisasi Investasi 210,7 1,2 8,0 100,0 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
112,7 9,5 29,2 53,5
Penanaman Modal Asing (PMA)b
98,0 -6,9 -9,2 46,5
Berdasarkan Sektor Primer 30,8 6,9 0,0 14,6 Sekunder 64,0 -6,8 44,8 30,4 Tersier 115,9 4,6 -3,5 55,0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal a dalam triliun rupiah | bkurs : Rp15.000/USD
Realisasi investasi terbesar pada sektor
sekunder adalah Industri Logam Dasar,
Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya.
Berdasarkan sektor/bidang usaha,
realisasi investasi di sektor sekunder
disumbangkan oleh: (1) Industri Logam
Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya; (2) Industri Makanan; (3)
Industri Kimia dan Farmasi; (4) Industri
Mineral Non Metal; dan (5) Industri Karet
dan Plastik. Sektor sekunder yang
mengalami pertumbuhan terbesar adalah
Industri Kertas dan Percetakan (201,7
persen, YoY), sedangkan pertumbuhan
terbesar adalah Industri Karet dan Plastik
(128,9 persen, QtQ). Di sisi lain, realisasi
tahunan (YoY) di Industri Makanan,
Industri Barang Kulit dan alas kaki, serta
Industri Lainnya menurun, utamanya
karena penurunan realisasi PMA.
Tabel 6 Realisasi Investasi Sektor Sekunder
Uraian
Nilai Q1 2020 (triliun
Rp)
Growth (%) Share thd Sektor
Sekunder(%)
QtQ YoY
Industri Makanan 11,6 -18,6 -20,9 18,1
Industri Tekstil 1,0 -28,2 37,8 1,6 Industri Barang Kulit dan Industri Alas Kaki
0,8 23,0 -44,2 1,2
Industri Kayu 0,7 -31,5 25,8 1,0 Industri Kertas dan Printing
3,0 110,2 201,7 4,7
Industri Kimia dan Farmasi
9,8 1,7 70,3 15,4
Industri Karet dan Plastik
3,0 128,9 39,8 4,7
Industri Mineral Non Metal
4,3 13,6 67,1 6,8
Industri Kendaraan Bermotor dan Peralatan Transportasi Lainnya
2,1 -61,4 62,7 3,3
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
24,5 2,4 106,9 38,3
Industri Mesin, Elektronik, Instrumen Kedokteran, Presisi, Optik dan Jam
2,0 -44,3 88,8 3,1
Industri Lainnya 1,1 -47,6 -2,9 1,7
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Realisasi PMA terbesar adalah Industri
Logam Dasar, Barang Logam, Bukan
Mesin dan Peralatannya.
Berdasarkan sektor/bidang usaha, lima
sektor dengan kontribusi terbesar pada
20
realisasi PMA pada triwulan I tahun 2020
adalah: (1) Industri Logam Dasar, Barang
Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya;
(2) Listrik, Gas dan Air; (3) Transportasi,
Gudang dan Komunikasi; (4) Real Estate,
Industri Estate dan Kegiatan Bisnis; dan (5)
Industri Kimia dan Farmasi. Pertumbuhan
YoY terbesar pada Industri Logam Dasar,
Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya, sedangkan pertumbuhan
terbesar secara QtQ pada Transportasi,
Gudang dan Komunikasi.
Tabel 7 Sektor PMA Terbesar
Uraian Nilai
Q1 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total PMA (%) QtQ YoY
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
21,9 -2,7 138,7 22,3
Listrik, Gas dan Air 12,5 -44,2 -45,4 12,8 Transportasi, Gudang dan Komunikasi
11,6 163,6 -52,8 11,8
Real Estate, Industri Estate dan Kegiatan Bisnis
8,7 -8,4 -38,7 8,9
Industri Kimia dan Farmasi
8,2 17,5 74,5 8,4
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Realisasi PMDN terbesar adalah
Transportasi, Gudang dan
Telekomunikasi.
Berdasarkan sektor/bidang usaha, lima
sektor dengan kontribusi terbesar pada
realisasi PMDN triwulan I tahun 2020
adalah: (1) Transportasi, Gudang dan
Telekomunikasi; (2) Konstruksi; (3)
Tanaman Pangan, Perkebunan, dan
Peternakan; (4) Real Estate, Industri
Estate dan Kegiatan Bisnis; dan (5) Listrik,
Gas dan Air. Pertumbuhan terbesar YoY
adalah Transportasi, Gudang dan
Komunikasi, sedangkan pertumbuhan
terbesar QtQ adalah Konstruksi.
Tabel 8 Sektor PMDN Terbesar
Uraian Nilai
Q1 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total
PMDN(%) QtQ YoY
Transportasi, Gudang dan Komunikasi
37,6 60,2 196,4 33,4
Konstruksi 14,1 74,1 -26,9 12,5 Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan
10,3 2,6 17,6 9,1
Real Estate, Industri Estate dan Kegiatan Bisnis
9,1 -35,7 98,2 8,1
Listrik, Gas dan Air 5,5 -28,2 -46,3 4,9
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Singapura menjadi negara asal PMA
terbesar.
Lima negara asal PMA dengan realisasi
terbesar pada triwulan I tahun 2020
adalah: Singapura sebesar Rp40,8 triliun;
Tiongkok sebesar Rp19,3 triliun; Jepang
sebesar Rp9,1 triliun; Belanda sebesar
Rp3,0 triliun; dan Hong Kong sebesar
Rp9,5 triliun.
Tabel 9 Realisasi PMA berdasarkan Negara
Asal
Uraian Nilai
Q1 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total
PMA (%) QtQ YoY
Singapura 40,8 140,9 57,8 41,6 Tiongkok 19,3 -10,1 11,0 19,7 Jepang 9,1 -43,6 -46,7 9,2 Belanda 3,0 -60,5 -45,9 3,0 Hong Kong 9,5 -44,6 8,8 9,7
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Realisasi investasi terbesar berada di
Pulau Jawa.
Realisasi investasi di pulau Jawa pada
triwulan I tahun 2020 memberikan
kontribusi lebih besar yaitu 51,4 persen
dari total realisasi investasi, dengan nilai
sebesar Rp108,3 triliun. Realisasi investasi
terbesar adalah pulau Maluku yaitu
Rp11,5 triliun. Kawasan Barat Indonesia
(KBI) yang terdiri dari wilayah Jawa dan
21
Sumatera berkontribusi realisasi investasi
sebesar 78,1 persen. Proporsi realisasi
investasi di luar Jawa pada triwulan I tahun
2020 adalah sebesar 48,6 persen.
Tabel 10 Realisasi Investasi berdasarkan
Lokasi
Uraian Nilai
Q1 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Realisasi Investasi
(%) QtQ YoY
Jawa 108,3 121,5 -0,9 51,4 Luar Jawa 102,4 81,6 19,3 48,6
Sumatera 56,3 39,6 57,7 26,7 Kalimantan 14,2 -33,1 -33,6 6,7 Bali dan Nusa Tenggara
5,3 -23,6 1,9 2,5
Sulawesi 13,0 -53,2 -7,2 6,2 Maluku 11,5 176,8 176,7 5,5 Papua 2,1 -36,6 -60,8 1,0
Kawasan Barat Indonesia
164,6 13,7 13,5 78,1
Kawasan Timur Indonesia
46,1 -27,4 -8,0 21,9
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Realisasi PMA terbesar berada di
Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan lokasi, lima provinsi dengan
realisasi PMA terbesar pada triwulan I
tahun 2020 adalah DKI Jakarta sebesar
Rp13,2 triliun; Jawa Barat sebesar Rp13,2
triliun; Jawa Timur sebesar Rp4,8 triliun;
Banten sebesar Rp4,6 triliun; dan Jawa
Tengah sebesar Rp4,6 trliun.
Tabel 11 Lokasi PMA Terbesar
Uraian Nilai
Q1 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total
PMA (%) QtQ YoY
DKI Jakarta 13,2 68,8 -7,8 13,4 Jawa Barat 13,2 -39,6 -48,9 13,4 Jawa Timur 4,8 20,0 82,5 4,9 Banten 4,6 -30,8 -42,6 4,7 Jawa Tengah 4,6 -46,1 -60,3 4,7
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Realisasi PMDN terbesar berada di
Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan lokasi, lima provinsi dengan
realisasi PMDN terbesar pada triwulan I
tahun 2020 adalah Jawa Timur sebesar
Rp26,6 triliun; Jawa Barat sebesar Rp16,7
triliun; Jawa Tengah sebesar Rp14,6
triliun; DKI Jakarta sebesar Rp7,0 triliun;
dan Banten sebesar Rp2,2 triliun.
Tabel 12 Lokasi PMDN Terbesar
Uraian Nilai
Q1 2020 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total
PMDN(%) QtQ YoY
Jawa Timur 26,6 246,3 166,9 23,6 Jawa Barat 16,7 22,6 44,6 14,8 Jawa Tengah 14,6 296,8 49,8 13,0 DKI Jakarta 7,0 -66,0 -33,2 6,2 Banten 2,2 -72,8 -49,6 2,0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Industri
Sektor industri pengolahan mengalami
tekanan yang cukup besar dari sisi
penawaran dan permintaan, sebagai
akibat dari pandemi COVID-19. Dari sisi
penawaran, aktivitas perdagangan global
yang berkurang mempengaruhi
penurunan pasokan bahan baku.
Pemberlakuan kebijakan social distancing
juga mempengaruhi kapasitas produksi,
sementara depresiasi nilai tukar Rupiah
menambah beban biaya bagi industri yang
berorientasi impor. Dari sisi permintaan,
faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan terhadap produk industri
pengolahan di antaranya pelemahan
perekonomian dunia yang menyebabkan
permintaan global, penurunan harga
minyak dunia yang berimbas pada
penurunan harga Crude Palm Oil (CPO)
dan komoditas lainnya, serta penurunan
daya beli masyarakat terutama untuk
durable goods.
22
Gambar 8 Pertumbuhan Industri Pengolahan
Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berbagai tekanan dari sisi penawaran dan
permintaan tersebut menyebabkan
kinerja industri pengolahan nonmigas
pada triwulan I tahun 2020 menurun
tajam sehingga hanya mampu tumbuh
2,01 persen (YoY). Kinerja tersebut juga
masih dibawah pertumbuhan PDB
nasional (2,97 persen). Nilai tambah
sektor industri pengolahan nonmigas
pada triwulan I tahun 2020 mencapai
Rp700 triliun, atau berkontribusi 17,9
persen dari PDB nasional.
Terlepas dari penurunan kinerja yang
tajam, pertumbuhan industri pengolahan
yang masih positif di masa pandemi
COVID-19 ini ditopang oleh beberapa
faktor sebagai berikut: (i) kebijakan
penurunan harga gas menjadi
USD6/MMBTU bagi subsektor tertentu,
(ii) peningkatan kapasitas produksi,
terutama pada subsektor industri
makanan dan minuman, serta kimia dan
farmasi, (iii) kebijakan stimulus fiskal dari
pemerintah, seperti relaksasi PPh 21, 22,
dan 25 bagi industri pengolahan, dan (iv)
kebijakan stimulus nonfiskal, seperti
peningkatan kemudahan ekspor impor.
Subsektor industri kimia, farmasi, dan
obat tradisional, industri alat angkutan,
serta industri kertas tumbuh paling tinggi
pada triwulan I tahun 2020, masing-
masing sebesar 5,6 persen, 4,6 persen,
dan 4,5 persen. Di sisi lain, subsektor
industri mesin dan peralatan, industri
furnitur, dan industri barang galian
nonlogam mengalami kontraksi masing-
masing sebesar 9,3 persen, 7,3 persen,
dan 5,3 persen.
Gambar 9 Pertumbuhan Subsektor Industri
Pengolahan Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
Subsektor makanan dan minuman, serta
subsektor kimia, farmasi, dan obat-obatan
menjadi penopang utama pertumbuhan
industri pengolahan nonmigas, yaitu
masing-masing sebesar 69,2 dan 26,5
persen.
5,03 5,07 5,17 5,02
2,974,44,9 4,8
4,3
2,0
2016 2017 2018 2019 2020 Q1
(per
sen
)
Pertumbuhan PDB Nasional
Industri Pengolahan Non Migas
-9,3
-7,3
-5,3
-4,7
-3,5
-1,2
-0,8
-0,4
3,2
3,5
3,9
4,0
4,5
4,6
5,6
2,0
2,1
Mesin dan Perlengkapan
Furnitur
Barang Galian Bukan Logam
Pengolahan Lainnya
Barang Logam dll
Tekstil dan Pakaian Jadi
Karet dll
Kulit dll
Kayu dll
Pengolahan Tembakau
Makanan dan Minuman
Logam Dasar
Kertas dll
Alat Angkutan
Kimia dll
Industri Nonmigas
Industri Pengolahan
(persen)
23
Gambar 10 Pertumbuhan Subsektor Industri
Pengolahan Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan subsektor makanan dan
minuman didorong oleh peningkatan
konsumsi masyarakat selama masa
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
dan aktivitas work from home, serta
pasokan bahan baku yang masih terjaga
pada triwulan I tahun 2020. Pertumbuhan
subsektor kimia, farmasi, dan obat-obatan
didorong oleh adanya peningkatan
kapasitas produksi untuk memenuhi
peningkatan permintaan masyarakat
untuk menjaga kesehatan dan daya tahan
tubuh di masa COVID-19.
Di sisi lain, penurunan kinerja subsektor
mesin dan peralatan pada triwulan I
tahun 2020 disebabkan oleh gangguan
rantai pasok global yang disertai dengan
penurunan daya beli masyarakat terhadap
barang-barang durable dan penurunan
aktivitas pabrik seiring dengan penurunan
aktivitas perdagangan dunia.
Nilai ekspor produk industri pengolahan
pada triwulan I tahun 2020 mencapai
USD32,9 miliar, atau meningkat 10,1
persen dibandingkan triwulan I tahun
2019. Peningkatan ini didorong oleh
ekspor logam dasar mulia, dan pada saat
yang sama, depresiasi nilai tukar Rupiah.
Kontribusi ekspor industri pengolahan
terhadap total ekspor pada periode yang
sama adalah sebesar 79,0 persen.
Gambar 11 Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik
Penurunan aktivitas perdagangan global
yang menyebabkan terganggunya rantai
pasok global telah direspon Pemerintah
dengan memberikan kemudahan ekspor
impor. Relaksasi pelarangan dan
pembatasan ekspor impor diharapkan
dapat meningkatkan jaminan pasokan
bahan baku industri, dan pada saat yang
sama meningkatkan kapasitas industri
untuk memenuhi komitmen permintaan
di pasar ekspor. Pelaksanaan strategi ini
juga didukung optimalisasi kerja sama
bilateral, seperti dengan Amerika Serikat,
untuk mempertahankan akses pasar dan
memanfaatkan ceruk pasar baru yang
timbul karena pengurangan ekspor
Tiongkok sebagai akibat penerapan
lockdown.
Pada triwulan I tahun 2020, realisasi
PMDN sektor manufaktur meningkat
sebesar 2,3 persen (YoY), dan
berkontribusi terhadap total PMDN
sebesar 17,6 persen. PMDN sektor
1,390,53
0,44 0,190,17
Makanan danMinuman
Logam Dasar MANUFAKTURNon-MIGAS
33,0
10,1
-8-6-4-2024681012
28
29
30
31
32
33
34
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
Ekspor Produk Industri
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri
24
manufaktur terbesar terdapat pada
subsektor industri makanan sebesar
USD7,3 miliar, yang diikuti dengan industri
barang galian bukan logam, dan industri
logam dasar, dengan masing-masing
sebesar USD2,6 miliar.
Gambar 12 PMDN Sektor Industri
Sumber: BKPM
Gambar 13 PMA Sektor Industri
Sumber: BKPM
Nilai realisasi PMA sektor industri
pengolahan pada triwulan I tahun 2020
mencapai USD3,1 miliar, atau meningkat
sebesar 63,9 persen (YoY). Peningkatan ini
disumbang oleh pertumbuhan subsektor
industri kertas dan percetakan (595,1
persen), industri kayu (277,4 persen),
industri logam dasar, barang logam, bukan
mesin dan peralatannya (149,1 persen),
industri mesin dan elektronik (120,7
persen), subsektor industri tekstil (110,0
persen), serta subsektor industri kimia
dan farmasi (81,4 persen). Pertumbuhan
PMA di sektor-sektor ini berkaitan dengan
komitmen yang telah berjalan sampai
triwulan I tahun 2020 sebelum PSBB
dilaksanakan di beberapa wilayah.
Kontribusi sektor manufaktur terhadap
total PMA mencapai 45,1 persen.
Gambar 14 Penjualan Mobil
Sumber: CEIC
Pada masa pandemi COVID-19, terjadi
pelemahan daya beli masyarakat
terutama pada durable goods, hal ini
ditunjukkan oleh penurunan penjualan
mobil penumpang dan penjualan sepeda
motor. Penurunan penjualan mobil ini
disebabkan oleh realokasi anggaran
masyarakat untuk sektor kesehatan dan
kebijakan PSBB yang menyebabkan
operasional showroom dealer tutup
sementara waktu. Hal ini juga berdampak
pada penurunan kredit pada perusahaan
pembiayaan (leasing).
19,8
22,9
-30
-20
-10
0
10
20
30
0
5
10
15
20
25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
PMDN Pertumbuhan PMDN
3,1
63,9
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
PMA Pertumbuhan PMA
236,8
-6,9
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
0
50
100
150
200
250
300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(per
sen
)
(rib
u u
nit
)
Penjualan Mobil
Pertumbuhan Penjualan Mobil
25
Penjualan mobil pada triwulan I tahun
2020 hanya mencapai 236.825 unit atau
menurun sebesar 6,9 persen. Penurunan
ini utamanya disebabkan oleh penurunan
penjualan pada segmen mobil sport
utilities dengan kapasitas lebih dari 3.000
cc (-17,0 persen) dan segmen truk untuk
kapasitas lebih dari 24 ton (-61,3 persen).
Pandemi COVID-19 juga berdampak
signifikan pada sektor konstruksi.
Beberapa proyek infrastruktur ditunda
atau diberhentikan selama masa PSBB. Hal
ini berdampak pada penjualan semen
pada triwulan I tahun 2020 yang hanya
mencapai 14,9 juta ton, atau menurun
sebesar 4,9 persen. Selain itu, produksi
semen juga menurun sebesar 4,7 persen
(16,3 juta ton). Ekspor semen pada
triwulan I tahun 2020 juga turun sebesar
1,87 persen dan jauh lebih rendah dari
realisasi pertumbuhan ekspor pada
triwulan I tahun 2019 yang mencapai
101,40 persen. Penurunan konsumsi
semen ini juga mengkonfirmasi
pelambatan aktivitas ekonomi secara
umum.
Gambar 15 Produksi, Penjualan Domestik,
dan Ekspor Semen
Sumber: CEIC
Gambar 16 Indonesia Headline PMI Manufacturing
Sumber: CEIC
Penurunan kinerja sektor industri
pengolahan juga dikonfirmasi oleh rata-
rata nilai Purchasing Manager Index (PMI)
Indonesia pada triwulan I tahun 2020
sebesar 48,8. Pada bulan Maret 2020, nilai
PMI berada pada level 45,3 yang
merupakan nilai terendah semenjak
indeks PMI diterbitkan tahun 2011.
Penurunan angka PMI menunjukkan
ekspektasi dunia usaha atas dampak
1
15
17,115,1
21,322,6
16,3
,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)
Ekspor (Juta Ton, sb. kiri)
Produksi Semen (Juta Ton, sb. kiri)
49,3
51,9
45,3
40,0
42,0
44,0
46,0
48,0
50,0
52,0
54,0
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Oct
-16
Jan
-17
Ap
r-1
7
Jul-
17
Oct
-17
Jan
-18
Ap
r-1
8
Jul-
18
Oct
-18
Jan
-19
Ap
r-1
9
Jul-
19
Oct
-19
Jan
-20
Penjualan Semen (juta ton) Ekspor (juta ton)
Produksi Semen (juta ton) Penjualan Semen (juta ton) Ekspor (juta ton)
Produksi Semen (juta ton)
26
pandemi COVID-19 terhadap prospek
aktivitas dan kinerja sektor industri
pengolahan.
Penurunan nilai PMI terbesar terjadi pada
4 subkomponen PMI, meliputi: (i)
subkomponen pemesanan ekspor (new
export order) yang turun sebesar 39
persen (YoY), (ii) subkomponen
pemesanan baru (new order) yang turun
sebesar 25 persen (YoY), (iii)
subkomponen pembelian input produksi
(quantity of purchases) yang turun
sebesar 24 persen (yoy), dan (iv)
subkomponen output produksi yang turun
sebesar 17 persen (YoY).
Tren penurunan PMI Indonesia
menunjukkan bahwa pelemahan kinerja
sektor industri pengolahan di Indonesia
masih akan terus berlanjut. Tantangan
terbesar berada pada efektivitas mitigasi
dampak COVID-19 dan strategi pemulihan
aktivitas industri pengolahan ke depan.
Pariwisata
Gambar 17 Pertumbuhan dan Jumlah
Kunjungan Wisatawan Mancanegara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan I tahun 2020, jumlah
wisatawan mancanegara (wisman) yang
berkunjung ke Indonesia mencapai 2,6
juta orang, atau turun 30,1 persen (YoY)
dari kunjungan wisman pada triwulan I
tahun 2019. Dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (QtQ), jumlah
kunjungan wisman pada triwulan I tahun
2020 turun sebesar 34 persen.
Pada bulan Januari 2020, jumlah
kunjungan wisman masih tumbuh positif
dari periode sebelumnya. Penurunan
jumlah kunjungan wisman mulai terjadi
pada bulan Februari 2020, saat pandemi
COVID-19 melanda seluruh Tiongkok yang
diikuti dengan penghentian perjalanan
global dari dan menuju Tiongkok, dan
mengakibatkan berkurangnya kunjungan
wisman Tiongkok ke Indonesia. Pada
bulan Maret 2020, virus COVID-19 mulai
menyebar ke banyak negara, termasuk ke
Indonesia, dan berakibat dengan
pembatasan aktivitas kepergian
internasional. Kebijakan tersebut,
berdampak secara signifikan pada
aktivitas penerbagan dan penurunan
kunjungan wisman ke Indonesia.
Gambar 18 Kunjungan Wisatawan
Mancanegara berdasarkan Asal Negara
Sumber: Badan Pusat Statistik
2.628
-35%
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020
Jumlah Wisman (ribu orang)Pertumbuhan (%, Y-o-Y)
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020
Malaysia ChinaSingapore AustraliaTimor Leste
27
Penurunan jumlah kunjungan wisman
juga menyebabkan penurunan nilai
ekspor jasa (devisa) pariwisata pada
triwulan I tahun 2020. Nilai devisa
pariwisata pada triwulan I tahun 2020
mencapai USD2,9 miliar, atau menurun 28
persen dari periode sebelumnya (YoY).
Meskipun secara total nilai devisa
pariwisata turun, namun rata-rata
pengeluaran wisman per kunjungan pada
periode ini mencapai USD1.107, lebih
tinggi dari periode sebelumnya yaitu rata-
rata USD1.080 per orang per kunjungan.
Gambar 19 Nilai Ekspor Jasa Perjalanan
Sumber: Bank Indonesia
Peningkatan jumlah kasus COVID-19 di
Indonesia pada akhir triwulan I tahun
2020 berakibat pada pemberlakukan
social distancing dan work from home,
sehingga menekan jumlah perjalanan
penduduk dari satu daerah menuju
daerah lainnya. Aktivitas bepergian
menggunakan kereta api dan pesawat
udara mengalami penurunan (YoY) dari
masing-masing 34,3 juta dan 6,2 juta
orang menjadi 29,9 juta dan 5,6 Juta
orang. Sebaliknya, angkutan laut
mengalami peningkatan jumlah kepergian
(YoY) yakni dari 1,7 juta orang pada
triwulan I tahun 2019, menjadi 2 juta
orang pada triwulan I tahun 2020.
Gambar 20 Pertumbuhan dan Jumlah
Penumpang Transportasi
(a) Kereta Api
(b) Pesawat Domestik
(c) Angkutan Laut
Sumber: Badan Pusat Statistik
-0,4-0,3-0,2-0,10,00,10,20,30,4
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020
Nilai Ekspor Jasa Perjalanan (Juta USD)
Pertumbuhan (%, YoY)
-0,2
-0,1
-0,1
0,0
0,1
0,1
0,2
-
10
20
30
40
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020Jumlah Penumpang Kereta Api (Juta Orang)
Pertumbuhan Penumpang Kereta Api (%,YoY)
-0,3
-0,2
-0,1
0,0
0,1
0,2
-
2
4
6
8
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020
Jumlah Penumpang Pesawat Domestik (JutaOrang)Pertumbuhan Penumpang Pesawat (%,YoY)
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2018 2019 2020Jumlah Penumpang Angkutan Laut (Juta Orang)
Pertumbuhan Penumpang Kapal Laut (%,YoY)
28
Penurunan kunjungan wisman serta
aktivitas bepergian domestik, berdampak
pada Tingkat Penghunian Kamar (TPK)
hotel di Indonesia. Pada triwulan I tahun
2020, TPK Indonesia sebesar 43,5 persen,
atau turun 8,7 poin dari TPK hotel
Indonesia pada triwulan I tahun 2019 yang
sebesar 52,3 persen.
Gambar 21 Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Provinsi DKI Jakarta serta Bali, sebagai
pintu masuk wisman terbesar di Indonesia
mengalami penurunan TPK yang cukup
signifikan. Penurunan TPK hotel di Jakarta
(YoY) yakni dari sebesar 64,3 persen
menjadi hanya 47,5 persen. Penurunan
TPK hotel di Bali yakni dari 55,1 persen
pada triwulan I tahun 2019, menjadi 43,6
persen pada triwulan I tahun 2020.
Penurunan permintaan akomodasi ini
diperkirakan berlanjut hingga triwulan II
tahun 2020, dan akan berakibat pada
tutupnya sebagian hotel baik sementara
maupun permanen. Kondisi ini
meningkatkan kerentanan pasar tenaga
kerja pariwisata dengan kemungkinan
peningkatan pemutusan hubungan kerja
(PHK).
Gambar 22 Tingkat Penghunian Kamar Hotel
DKI Jakarta dan Bali
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai tambah subsektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan minum
pada triwulan I tahun 2020 masing-masing
sebesar Rp23,6 triliun dan Rp86,1 triliun,
atau lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sempat meningkat.
Kondisi ini merupakan akibat dari
pembatasan perjalanan dan penerapan
social distancing selama masa pandemi
COVID-19.
Gambar 23 Pertumbuhan Sektor Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum
Sumber: Badan Pusat Statistik
30
35
40
45
50
55
60
65
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019 2020
TPK Indonesia (%)
30
40
50
60
70
80
90
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2017 2018 2019 2020
TPK Dki Jakarta (%)
TPK Bali (%)
-0,1
0,0
0,0
0,1
0,1
Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q 1
2 0 1 8 2 0 1 9 2 0 2 0
Pertumbuhan Subsektor Akomodasi(%,YoY)Pertumbuhan Subsektor Makan Minum(%,YoY)
29
2.2 Produk Domestik Regional
Bruto
Pertumbuhan ekonomi di sebagian
besar wilayah Indonesia pada triwulan I
tahun 2020 tumbuh lebih lambat
dibandingkan triwulan IV tahun 2019,
kecuali Maluku dan Papua. Pertumbuhan
ekonomi wilayah Sumatera, Jawa, dan
Sulawesi berada diatas pertumbuhan
nasional, sementara wilayah Bali dan Nusa
Tenggara, Kalimantan, serta Maluku dan
Papua berada di bawah pertumbuhan
nasional. Pertumbuhan ini juga lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan I
tahun 2019, kecuali Maluku dan Papua
yang tumbuh lebih tinggi.
Gambar 24 Pertumbuhan dan Kontribusi
Ekonomi Secara Spasial
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan wilayah Maluku dan
Papua membaik.
Secara agregat, provinsi-provinsi yang ada
di Maluku dan Papua tumbuh lebih cepat
dibandingkan triwulan IV tahun 2019.
Papua dan Papua Barat masih berperan
penting dalam perekonomian wilayah
Maluku dan Papua. Provinsi Papua pada
triwulan I tahun 2020 tumbuh sebesar 1,5
persen (YoY), lebih tinggi daripada
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar 3,7 persen (YoY). Kinerja
pertambangan dan penggalian Papua
masih mengalami penurunan sebagai
dampak dari masa transisi PT. Freeport ke
pertambangan bawah tanah.
Pertambangan mengalami kontraksi
sebesar 2,3 persen (YoY) pada triwulan I
tahun 2020, lebih baik dari triwulan
sebelumnya yang terkontraksi hingga 19,0
persen (YoY). Sejalan dengan sektor
pertambangan yang mengalami kontraksi,
industri pengolahan juga terkontraksi
namun lebih baik dari triwulan
sebelumnya. Di sisi lain, pertanian tumbuh
4,2 persen (YoY), lebih baik dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh 0,2 persen
(YoY). Sementara, Papua Barat pada
triwulan I tahun 2020 tumbuh sebesar 5,1
persen (YoY), lebih lambat daripada
triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi
pada industri pengolahan yang tumbuh
1,1 persen (YoY) pada triwulan I tahun
2020, jauh lebih lambat dari triwulan IV
tahun 2019 yang tumbuh 9,8 persen (YoY).
Tren perlambatan juga dialami oleh sektor
jasa, kecuali sektor informasi dan
komunikasi yang tumbuh 9,8 persen (YoY),
sedikit lebih baik dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh 9,7 persen (YoY).
Maluku dan Maluku Utara juga mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan
I tahun 2020, provinsi Maluku tumbuh
lebih rendah dari triwulan IV tahun 2019
yaitu sebesar 4,0 persen (YoY).
Perlambatan pertumbuhan Maluku terjadi
di sektor pertanian yang tumbuh 3,8
persen (YoY). Pertumbuhan Maluku Utara
juga mengalami perlambatan.
Pertumbuhan pada triwulan I tahun 2020
sebesar 3,1 persen (YoY). Perlambatan
terjadi di sektor pertambangan dan
ekspor akibat pemberlakuan larangan
ekspor bijih nikel berkadar rendah yang
berlaku efektif pada tahun 2020
sementara smelter di Maluku Utara hanya
3,2 3,4 0,92,5 3,8 2,9
Sumatera Jawa Bali Nusra Kalimantan Sulawesi MalukuPapua
Kontribusi Pertumbuhan
30
menampung bijih nikel pada kadar
tertentu sehingga perusahaan tambang
perlu menyesuaikan kapasitas
produksinya.
Perlambatan di Sulawesi terjadi merata.
Secara agregat, provinsi-provinsi yang ada
di Sulawesi tumbuh lebih lambat
dibandingkan triwulan IV tahun 2019 yaitu
sebesar 3,8 persen (YoY). Di tengah
perlambatan ini, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat sama-sama tumbuh lebih
tinggi yaitu sebesar 4,9 persen (YoY).
Terjaganya pertumbuhan Sulawesi
Tengah berasal dari tingginya
pertumbuhan sektor industri pengolahan
dan pertambangan yang pada triwulan I
tahun 2020 masing-masing tumbuh
sebesar 16,1 persen (YoY) dan 11,8 persen
(YoY) didorong oleh optimalisasi kapasitas
produksi smelter nickel pig iron baru di
Morowali. Sementara perlambatan di
Sulawesi Tengah terjadi karena sektor
pertanian mengalami kontraksi akibat
menurunnya harga kakao dan minyak
kelapa sawit. Provinsi Sulawesi Barat
mengalami perlambatan akibat
melambatnya sektor-sektor utama yaitu
pertanian, industri pengolahan, dan
perdagangan. Pada triwulan ini produksi
tanaman pangan secara total mengalami
peningkatan karena sudah banyak sawah
yang panen, meskipun puncaknya
diperkirakan jatuh pada triwulan II
mendatang. Sementara, industri
pengolahan tertahan pertumbuhannya
akibat harga CPO yang turun.
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan
provinsi yang tumbuh paling lambat di
wilayah Sulawesi pada triwulan I tahun
2020, yaitu tumbuh sebesar 3,1 persen
(YoY). Perlambatan ada pada sektor
utama yaitu pertanian, perdagangan dan
industri pengolahan. Perlambatan
pertanian terjadi akibat pergeseran
musim panen yang berimbas pada
turunnya produksi tanaman pangan.
Perdagangan dan Industri pengolahan
terdampak oleh kinerja negara mitra
dagang yang melambat akibat COVID-19
yang berimbas pada permintaan turun
serta distribusi bahan baku dari luar negeri
yang berkurang akibat aturan
pembatasan.
Kalsel dan Kaltara tumbuh tinggi
ditengah perlambatan Kalimantan.
Wilayah Kalimantan secara agregat
tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2020, tumbuh lebih
lambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu sebesar 3,7 persen
(YoY). Provinsi Kalimantan Timur menjadi
provinsi yang mengalami peningkatan
pertumbuhan paling lambat dari triwulan
sebelumnya yaitu sebesar 1,3 persen
(YoY), namun kontribusinya terhadap
perekonomian Kalimantan masih
mendominasi yakni sebesar 49,9 persen.
Pertambangan yang merupakan sektor
utama di Kalimantan Timur terkontraksi
pada triwulan I tahun 2020 sebesar 0,5
persen (YoY). Hal ini terjadi akibat kinerja
produksi batu bara Kalimantan Timur yang
turun.
Sementara itu, perekonomian Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Utara tumbuh
tinggi pada triwulan I tahun 2020 masing-
masing sebesar 5,7 persen (YoY) dan 5,0
persen (YoY). Provinsi Kalimantan Selatan
dapat tumbuh tinggi didorong oleh sektor
industri pengolahan, pertanian, dan
pertambangan. Industri pengolahan
tumbuh tinggi yaitu sebesar 11,2 persen
(YoY). Sementara itu, pertumbuhan
Kalimantan Utara didorong oleh sektor
31
pertanian yang memasuki siklus masa
panen sehingga produksi padi, sayur-
sayuran, buah, dan kelapa sawit
meningkat sementara konstruksi tumbuh
lebih lambat dari triwulan IV tahun 2019
walaupun pertumbuhannya tetap tinggi
yaitu 9,9 persen (YoY) seiring dengan
turunnya realisasi pengadaan semen.
Pertumbuhan Bali Nusra melambat.
Secara agregat, wilayah Bali dan Nusa
Tenggara tumbuh sebesar 0,9 persen
(YoY) pada triwulan I tahun 2020.
Perlambatan ekonomi wilayah Bali Nusra
dibandingkan dengan triwulan IV tahun
2019 didorong oleh terkontraksinya
pertumbuhan ekonomi di Bali sebesar 1,1
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2020.
Pandemi COVID-19 berdampak besar
pada penurunan aktivitas pariwisata yang
merupakan kontributor utama ekonomi
Bali. Kategori lapangan usaha yang
memiliki keterkaitan erat dengan
pariwisata mengalami penurunan. Selain
karena siklus industri pariwisata Bali pada
triwulan I yang memasuki periode low
season, penurunan juga disebabkan oleh
turunnya jumlah wisman seiring
ditutupnya penerbangan dari Tiongkok
yang merupakan pangsa terbesar wisman
ke Bali dan kebijakan pemerintah
menutup obyek wisata di seluruh wilayah
Bali mulai 20 Maret 2020.
Meskipun terjadi perlambatan
pertumbuhan, provinsi Nusa Tenggara
Barat menjadi provinsi yang
pertumbuhannya paling tinggi
dibandingkan provinsi lainnya di wilayah
Bali dan Nusa Tenggara dengan
pertumbuhan mencapai 3,2 persen (YoY)
pada triwulan I tahun 2020. Sektor yang
mengalami perlambatan pertumbuhan
ekonomi adalah sektor pertanian yang
terkontraksi hingga 5,5 persen (YoY).
Sementara, sektor pertambangan tumbuh
tinggi hingga 18,8 persen (YoY). Akselerasi
pertumbuhan di sektor pertambangan
didorong oleh aktivitas pertambangan dan
ekspor konsentrat tembaga dan emas
yang dilakukan oleh PT. AMNT perusahaan
pengganti PT. Newmont Nusa Tenggara
yang masih belum terganggu di tengah
pandemi COVID-19.
Industri pengolahan dan perdagangan
wilayah Jawa melambat.
Secara agregat, pertumbuhan ekonomi
wilayah Jawa tumbuh sebesar 3,4 persen
(YoY), melambat dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 5,3 persen (YoY).
Pada umumnya, provinsi-provinsi di
wilayah Jawa pada triwulan I tahun 2020
mengalami perlambatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Provinsi DI
Yogyakarta menjadi provinsi yang
mengalami penurunan palling signifikan
hingga terkontraksi 0,2 persen (YoY).
Provinsi DKI Jakarta yang tumbuh sebesar
5,1 persen (YoY) melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0
persen (YoY). Selain itu, pertumbuhan ini
merupakan yang terendah selama 10
tahun terakhir. Salah satu penyebab
melambatnya perekonomian DKI Jakarta
adalah pandemi COVID-19 yang
dampaknya sudah terasa sejak awal
Februari 2020. Pada triwulan I tahun 2020
DKI Jakarta mengalami perlambatan
karena pertumbuhan pada lapangan
usaha utama mengalami penurunan,
seperti perdagangan (2,0 persen YoY),
konstruksi (2,4 persen, YoY), jasa
perusahaan (3,8 persen YoY), dan industri
pengolahan yang terkontraksi 1,2 persen
(YoY).
32
Provinsi DI Yogyakarta yang mengalami
kontraksi hingga 0,2 persen (YoY),
melambat cukup signifikan dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh mencapai 6,2
persen (YoY). Hal ini disebabkan oleh
adanya beberapa sektor yang
terkontraksi, seperti industri pengolahan
yang mengalami kontraksi sebesar 1,5
persen (YoY). Industri pengolahan
terkontraksi disebabkan oleh menurunnya
industri kayu dan industri furnitur karena
adanya penurunan ekspor luar negeri.
Sektor akomodasi dan penyediaan makan
minum juga mengalami kontraksi 1,3
persen (YoY) akibat dari penutupan obyek
wisata dan kampus seiring dengan adanya
pandemi COVID-19. Selain itu beberapa
sektor yang mengalami kontraksi cukup
besar adalah sektor konstruksi mengalami
kontraksi hingga 9,8 persen (YoY),
pertanian terkontraksi hingga 8,9 persen
(YoY), dan jasa perusahaan yang
terkontraksi hingga 7,5 persen (YoY).
Pertumbuhan wilayah Sumatera
melambat secara merata.
Perekonomian wilayah Sumatera pada
triwulan I tahun 2020 tumbuh 3,2 persen
(YoY), melambat dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh mencapai 4,6 persen (YoY).
Perlambatan yang terjadi di wilayah
Sumatera terjadi menyeluruh di semua
provinsi. Kontribusi tertinggi pada
perekonomian Sumatera masih berada di
provinsi Sumatera Utara (24,0 persen) dan
provinsi Riau (22,1 persen).
Pada triwulan I tahun 2020 provinsi
Sumatera Utara tumbuh sebesar 4,7
persen (YoY) melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh mencapai 5,2
persen (YoY). Sektor pertanian, sektor
dengan kontribusi terbesar yakni 21,2
persen tumbuh sebesar 6,0 persen (YoY)
mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya (4,4 persen, YoY).
Pertumbuhan sektor pertanian mampu
menahan Sumatera Utara untuk tidak
mengalami perlambatan ekonomi lebih
jauh. Sementara itu, industri pengolahan
tumbuh 0,3 persen (YoY), melambat dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 1,2 persen (YoY). Selain itu sektor
utama Sumatera Utara yang mengalami
perlambatan adalah sektor perdagangan
yang tumbuh sebesar 6,1 persen (YoY)
melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh hingga 6,7 persen (YoY).
Provinsi Riau tumbuh sebesar 2,2 persen
(YoY), melambat dari triwulan sebelumnya
yang dapat tumbuh hingga 2,9 persen
(YoY). Sektor yang mengalami
peningkatan cukup signifikan diantaranya
sektor pengadaan listrik dan gas yang
tumbuh hingga 25,5 persen (YoY),
meningkat siginfikan dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,1
persen (YoY). Peningkatan tersebut
didorong oleh penambahan pasokan gas
ke Perusahaan Gas Negara (PGN)
Pekanbaru dari PT Pertamina Hulu Energi
(PHE) Jambi Merang yang dimulai sejak
triwulan II tahun 2019. Jasa kesehatan dan
kegiatan sosial tumbuh sebesar 18,0
persen (YoY) didorong oleh peningkatan
pendapatan rumah sakit dan klinik akibat
pandemi COVID-19. Sementara itu, sektor
informasi dan komunikasi tumbuh sebesar
17,26 persen (YoY), meningkat signifikan
dari triwulan sebelumnya didorong oleh
adanya pemberlakuan bekerja dan belajar
dari rumah yang memicu peningkatan
penggunaan paket data. Sektor pertanian
tumbuh sebesar 7,8 persen (YoY),
meningkat seiring dengan peningkatan
permintaan CPO dari India yang
mendorong naiknya permintaan Tandan
33
Buah Segar (TBS). Sementara itu,
beberapa sektor mengalami kontraksi
yang menyebabkan perekonomian Riau
melambat, diantaranya sektor
perdagangan yang terkontraksi hingga 7,1
persen (YoY) seiring dengan penurunan
penjualan mobil dan sepeda motor, sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum
yang terkontraksi sebesar 6,2 persen
(YoY), dan sektor pertambangan yang
terus terkontraksi 5,2 persen (YoY) seiring
dengan penurunan alami (natural
declining) produksi minyak mentah
selama beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, provinsi yang mengalami
perlambatan cukup signifikan di wilayah
Sumatera adalah provinsi Lampung yang
tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY)
melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh mencapai 5,1 persen (YoY). Hal
ini disebabkan oleh melambatnya kinerja
sektor-sektor utama di provinsi Lampung.
Sektor pertanian terkontraksi 2,8 persen
(YoY) melambat dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY)
karena adanya gagal panen pada komoditi
cabai merah di Lampung Barat pada bulan
Januari 2020 dan Lampung Utara pada
Februari 22020 akibat hama dan penyakit
kuning. Industri pengolahan tumbuh 1,4
persen (YoY) melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh 3,8 persen
(YoY), dan perdagangan tumbuh sebesar
2,7 persen (YoY), melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh hingga 8,2
persen (YoY). Kinerja sektor konstruksi
melambat (4,2 persen, YoY) dari triwulan
sebelumnya (4,9 persen YoY) yang
tercermin dari penurunan realisasi
pengadaan semen yang terkontraksi
hingga 17,5 persen (YoY). Di sisi lain, jasa
kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh
positif (7,7 persen, YoY) didorong oleh
peningkatan aktivitas rumah sakit dan
klinik kesehatan akibat meningkatnya
jumlah kasus DBD dan pandemi COVID-19.
34
Tabel 13 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Tahun 2014 – Triwulan I tahun 2020 (persen, YoY)
2014 2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1
Sumatera 4,6 3,5 4,3 4,3 4,5 4,6 4,6 4,5 4,6 3,2
Aceh 1,6 -0,7 3,3 4,2 4,6 3,9 3,7 3,8 5,2 3,2
Sumut 5,2 5,1 5,2 5,1 5,2 5,3 5,3 5,1 5,2 4,7
Sumbar 5,9 5,5 5,3 5,3 5,1 4,9 5,0 5,2 5,1 3,9
Riau 2,7 0,2 2,2 2,7 2,3 2,9 2,8 2,7 2,9 2,2
Jambi 7,4 4,2 4,4 4,6 4,7 4,7 4,9 4,5 3,6 1,7
Sumsel 4,8 4,4 5,0 5,5 6,0 5,7 5,8 5,7 5,7 5,0
Bengkulu 5,5 5,1 5,3 5,0 5,0 5,1 5,0 5,0 4,8 3,8
Lampung 5,1 5,1 5,1 5,2 5,3 5,2 5,6 5,2 5,1 1,7
Kep. Babel 4,7 4,1 4,1 4,5 4,5 2,8 3,4 3,0 4,0 1,3
Kep. Riau 6,6 6,0 5,0 2,0 4,6 4,8 4,6 4,9 5,2 2,1
Jawa 5,6 5,5 5,6 5,6 5,7 5,7 5,6 5,5 5,3 3,4
DKI Jakarta 5,9 5,9 5,9 6,2 6,2 6,2 5,5 5,9 6,0 5,1
Jabar 5,1 5,0 5,7 5,3 5,6 5,4 5,7 5,1 4,1 2,7
Jateng 5,3 5,5 5,2 5,3 5,3 5,1 5,5 5,6 5,3 2,6
DI Yogyakarta 5,2 5,0 5,0 5,3 6,2 7,5 6,8 6,0 6,2 -0,2
Jatim 5,9 5,4 5,6 5,5 5,5 5,5 5,7 5,3 5,5 3,0
Banten 5,5 5,4 5,3 5,7 5,8 5,4 5,4 5,4 5,9 3,1
Bali Nusra 5,9 10,4 5,9 3,7 2,7 4,6 4,8 5,3 5,5 0,9
Bali 6,7 6,0 6,3 5,6 6,4 6,0 5,7 5,3 5,5 -1,1
NTB 5,2 21,8 5,8 0,1 -4,6 1,7 2,1 6,5 5,7 3,2
NTT 5,1 4,9 5,1 5,1 5,1 5,3 6,4 3,9 5,3 2,8
Kalimantan 3,4 1,4 2,0 4,3 3,9 5,2 5,4 5,7 3,7 2,5
Kalbar 5,0 4,9 5,2 5,2 5,1 5,2 5,1 5,1 4,7 2,5
Kalteng 6,2 7,0 6,3 6,7 5,6 6,0 7,5 5,2 6,0 2,9
Kalsel 4,8 3,8 4,4 5,3 5,1 4,3 4,2 4,0 3,9 5,7
Kaltim 1,7 -1,2 -0,4 3,1 2,7 5,1 5,1 6,3 2,7 1,3
Kaltara 8,2 3,4 3,6 6,8 6,0 7,2 7,9 6,6 6,0 5,0
Sulawesi 6,9 8,2 7,4 7,0 6,7 6,5 6,7 6,5 6,9 3,8
Sulut 6,3 6,1 6,2 6,3 6,0 6,6 5,5 5,2 5,5 4,3
Sulteng 5,1 15,5 9,9 7,1 6,3 6,5 6,3 6,2 9,6 4,9
Sulsel 7,5 7,2 7,4 7,2 7,1 6,6 7,4 7,2 6,5 3,1
Sultra 6,3 6,9 6,5 6,8 6,4 6,4 6,3 6,4 6,9 4,4
Gorontalo 7,3 6,2 6,5 6,7 6,5 6,8 6,7 5,7 6,5 4,1
Sulbar 8,9 7,3 6,0 6,6 6,2 6,0 5,1 5,2 6,4 4,9
Maluku Papua 4,5 6,3 7,4 4,9 7,0 -9,6 -13,1 -7,4 1,0 2,9
Maluku 6,6 5,5 5,7 5,8 5,9 6,3 6,1 5,3 4,7 4,0
Maluku Utara 5,5 6,1 5,8 7,7 7,9 7,7 7,5 4,1 5,4 3,1
Papua Barat 5,4 4,2 4,5 4,0 6,2 -0,2 -0,5 2,9 8,3 5,1
Papua 3,6 7,3 9,14 4,64 7,33 -18,7 -23,9 -15,1 -3,7 1,5
NASIONAL 5,01 4,88 5,03 5,07 5,17 5,07 5,05 5,02 4,97 2,97
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
35
2.3 Fiskal
Pendapatan dan belanja negara masih
meningkat namun terdapat risiko
potensi pelebaran defisit.
Kondisi awal tahun 2020 dapat dikatakan
masih cukup baik namun ke depannya
patut diwaspadai. Hingga akhir triwulan I
tahun 2020, kondisi penerimaan
perpajakan dan hibah melambat masing-
masing 0,02 persen dan 27,3 persen
dibandingkan periode yang sama pada
tahun sebelumnya. Akan tetapi, secara
keseluruhan realisasi Pendapatan Negara
dan Hibah menunjukkan peningkatan,
mencapai Rp376,0 triliun, lebih tinggi
sebesar 7,4 persen dibandingkan triwulan
I tahun 2019.
Tabel 14 Realisasi Komponen Pendapatan
Negara dan Hibah
(triliun Rp)
Pendapatan Negara dan
Hibah
Realisasi Growth (2019-2020)
Maret 2019
Maret 2020
Pendapatan Dalam Negeri
349,99 375,88 7,4
Penerimaan Perpajakan
279,95 279,89 -0,02
PNBP 70,04 95,99 37,0
Hibah 0,11 0,08 -27,3
Total 350,1 375,96 7,4
Sumber: Kementerian Keuangan
Tahun 2020 diperkirakan akan menjadi
tahun yang berat, terutama dari
perspektif perpajakan. Di tengah ancaman
pandemi COVID-19 yang menyebabkan
ketidakpastian ekonomi secara global,
pada triwulan I tahun 2020 kinerja
penerimaan perpajakan Indonesia
mengalami perlambatan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Penerimaan pajak periode
Januari-Maret 2020 mencapai sebesar
Rp279,9 triliun dari target APBN 2020
sebesar Rp1.865,6 triliun.
Pajak penghasilan (PPh) hingga akhir
Maret 2020 mencapai Rp147,81 triliun
atau lebih rendah 5,4 persen dibanding
periode yang sama tahun 2019. Lebih
rendahnya penerimaan PPh ini ditengarai
karena adanya relaksasi batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh orang
pribadi untuk tahun pajak 2019 dari akhir
Maret menjadi akhir April 2020.
Hingga Maret 2020 penerimaan pajak
mengalami penurunan, utamanya PPh
Migas yang turun sebesar 28,6 persen
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. PPh Non Migas juga
mengalami penurunan sebesar 3,0 persen
(YoY). Sementara itu penerimaan PPn &
PPnBM tumbuh sebesar 2,5 persen.
Pertumbuhan tersebut ditopang oleh
stabilnya penyerahan dalam negeri
Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena
Pajak (JKP) yang menandakan masih
kuatnya konsumsi dalam negeri hingga
akhir Maret 2020.
Tabel 15 Realisasi Komponen Penerimaan
Perpajakan
Penerimaan Perpajakan
Realisasi (triliun Rp) Growth
(2019-2020)
Maret 2019
Maret 2020
Pajak Penghasilan 157,29 147,81 -5,4
PPh Nonmigas 142,81 137,47 -3,0
PPh Migas 14,48 10,34 -28,6
PPn dan PPnBM 89,94 91,97 2,5
PBB 1,75 1,83 6,7 Bea Masuk 8,54 8,41 -1,5
Cukai 21,35 29,14 36,5
Bea keluar 1,08 0,73 -32,4
Total 279,95 279,89
Sumber: Kementerian Keuangan
36
Belanja Pemerintah
Pusat
Transfer Ke Daerah dan
Dana Desa
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga
mengalami pertumbuhan sebesar 6,7
persen dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Realisasi positif
lainnya juga terlihat pada kinerja
penerimaan cukai pada akhir Maret 2020
yang mencapai Rp29,1 triliun. Sementara
itu bea masuk dan bea keluar mengalami
penurunan yang masing-masing turun 1,5
persen dan 32,4 persen dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Tabel 16 Realisasi Komponen PNBP
Komponen PNBP
TA 2020 (triliun Rp) Growth
y-oy (%) APBN
Realisasi s.d. 31 Maret
PNBP 366,9 95,98 36,8
Penerimaan SDA 160,35 35,03 0,4
Pendapatan KND 49,00 23,97 -
PNBP Lainnya 100,94 24,11 -6,9
Pendapatan BLU 56,69 12,86 37,2
Sumber: Kementerian Keuangan
Sementara itu, realisasi Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) tampak
mengalami tekanan akibat pelemahan
aktivitas ekonomi, terutama disebabkan
wabah pandemi COVID-19 yang
berdampak pada perekonomian global.
Pengaruh tersebut berimbas pada
indikator makro ekonomi yang
berpengaruh langsung terhadap PNBP
khususnya penerimaan Sumber Daya
Alam (SDA), baik migas maupun
nonmigas. Hal tersebut memperlihatkan
bahwa PNBP SDA sangat rentan terhadap
volatilitas harga minyak mentah Indonesia
(Indonesian Crude Price/ICP), Harga
Batubara Acuan (HBA), dan nilai tukar
Rupiah terhadap US Dollar. Walaupun
demikian, realisasi Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) hingga bulan Maret
2020 mencapai Rp96,0 triliun atau
tumbuh sebesar 36,8 persen
dibandingkan periode yang sama pada
tahun 2019.
Dari sisi belanja negara, hingga triwulan I
tahun 2020, belanja negara menunjukkan
peningkatan. Sampai akhir Maret 2020,
realisasi Belanja Negara mencapai
Rp452,4 triliun. Realisasi tersebut terdiri
dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) yang
mencapai Rp277,9 triliun dan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang
mencapai Rp174,5 triliun. Dari sisi BPP,
terjadi pertumbuhan sebesar 6,6 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2019. Peningkatan penyerapan BPP
dipengaruhi oleh pertumbuhan belanja
Kementerian/Lembaga (K/L) yang tumbuh
11,0 persen (yoy) dan belanja non-K/L
yang tumbuh 2,2 persen (yoy).
Gambar 25 Perkembangan Komponen
Belanja Negara
Belanja K/L tumbuh positif, dimana
realisasinya hingga Maret 2020 mencapai
Rp143,0 triliun. Peningkatan belanja K/L
utamanya disumbangkan oleh kenaikan
realisasi belanja pegawai, belanja modal,
dan bantuan sosial. Belanja modal
mengalami pertumbuhan tertinggi pada
periode sampai dengan Maret 2020, yakni
tumbuh 32,1 persen (YoY). Peningkatan
kinerja belanja modal didorong oleh
kenaikan realisasi belanja jalan, irigasi dan
Sumber: Kementerian Keuangan
15,95 %APBN
Maret 2019
Maret 2020
16,50
%APBN
23,14
%APBN
20,36 %APBN
37
jaringan, peralatan dan mesin, serta
gedung dan bangunan sehubungan
dengan adanya percepatan pelaksanaan
tender, percepatan revisi, dan pencairan
anggaran pada kegiatan-kegiatan
strategis.
Bantuan sosial hingga Maret 2020 tumbuh
sebesar 27,6 persen (yoy) dengan realisasi
mencapai Rp47,2 triliun. Tingginya
realisasi bantuan sosial terutama
dipengaruhi oleh penyaluran Bantuan
Iuran PBI-JKN pada Kemenkes, karena
adanya kenaikan iuran PBI-JKN dan
penarikan dimuka bantuan iuran PBI-JKN
sampai dengan bulan Mei 2020 dilakukan
pada bulan Maret 2020. Selain itu,
tingginya Bantuan Pangan melalui Kartu
Sembako pada Kementerian Sosial karena
kenaikan indeks Bantuan Pangan semula
Rp110.000/KPM/Bulan (tahun 2019)
menjadi Rp200.000/KPM/Bulan (per
Maret 2020) dan penyaluran PKH tahap
ke-2 serta perbaikan mekanisme
penyaluran bantuan nontunai sehingga
memudahkan administrasi dan
meningkatkan ketepatan waktu
penyaluran bantuan.
Belanja pegawai K/L sampai dengan Maret
2020 mencapai Rp48,6 triliun atau
tumbuh 7,9 persen (yoy). Kinerja
penyerapan belanja pegawai ini
disebabkan antara lain: (i) kenaikan
alamiah (kenaikan pangkat dan golongan);
(ii) pembayaran Tunjangan Profesi Guru
dan Tunjangan Tenaga Pendidik Non-PNS
pada Kemeterian Agama; dan (iv)
pembayaran TPG NonPNS untuk Guru
TK/TLB, Guru Pendidikan Dasar, dan Guru
Pendidikan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Belanja barang sampai dengan akhir
Maret 2020 mencapai sebesar Rp35,2
triliun atau terkontraksi sebesar 6,62
persen (YoY) terhadap realisasi tahun
2019 yang mencapai sebesar Rp37,68
triliun. Penurunan realisasi belanja barang
dipengaruhi oleh kondisi selama bulan
Maret 2020, yaitu meluasnya dampak
pandemi COVID-19 di seluruh wilayah
Indonesia khususnya di DKI Jakarta,
sehingga berdampak pada penundaan
kegiatan pada beberapa program dan
kegiatan belanja barang K/L. Selain itu,
sebagai upaya untuk menangani dampak
pandemi COVID-19, dilakukan kebijakan
refocusing kegiatan sebagaimana telah
diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 4
Tahun 2020 dan Surat Edaran Menteri
Keuangan Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Refocusing Kegiatan dan Realokasi
Anggaran K/L dalam Rangka Percepatan
Penanganan COVID-19. Pengaturan
tersebut mempengaruhi realisasi belanja
barang sejak minggu kedua bulan Maret
2020 karena diindikasi terjadi penundaan
kegiatan atau realokasi anggaran untuk
kegiatan prioritas saat ini.
Sementara itu, realisasi belanja nonK/L
mencapai Rp134,9 triliun sampai dengan
Maret 2020, antara lain untuk
pembayaran kontribusi sosial (pensiun
dan iuran jaminan kesehatan ASN),
pembayaran bunga utang dan subsidi.
Hingga Maret 2020, realisasi pembayaran
bunga utang mencapai Rp73,8 triliun.
Sedangkan realisasi subsidi sampai
dengan Maret 2020 mencapai Rp18,7
triliun atau 10,0 persen dari pagu APBN
2020, dimanfaatkan seluruhnya untuk
subsidi energi. Selain dipengaruhi oleh
realisasi asumsi ICP dan nilai tukar,
realisasi subsidi energi juga dipengaruhi
oleh pembayaran: (i) tagihan JBT minyak
tanah bulan Januari 2020; (ii) tagihan LPG
tabung 3 kg bulan Januari-Februari 2020;
38
(iii) sebagian kurang bayar subsidi BBM
dan LPG tahun 2018 hasil audit BPK; dan
(iv) tagihan listrik bulan Januari-Februari
2020. Adapun volume penyaluran BBM
dan LPG bersubsidi sampai dengan Maret
2020, yaitu solar mencapai 3.814,3 ribu kl,
minyak tanah mencapai 117 ribu kl, dan
LPG tabung 3 kg mencapai 1.717,4 juta kg,
serta penjualan tenaga listrik bersubsidi
mencapai 14,3 Twh untuk 36,3 juta
pelanggan listrik bersubsidi yang
menjangkau hingga pelosok nusantara.
Tabel 17 Realisasi Komponen Belanja
Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat
APBN
Realisasi 2020
Maret 2020
%Growth YoY
Belanja K/L 909,62 142,96 11,0
Belanja Pegawai 261,22 48,64 7,9
Belanja Barang 335,87 35,19 -6,6
Belanja Modal 209,54 11,95 32,1
Bantuan Sosial 102,99 47,17 27,6
Belanja Non K/L 773,86 134,92 2,2
a.l. Pembayaran Bunga Utang
295,21 73,84 4,6
Subsidi 187,61 18,71 -14,3
Total (neto) 1683,48 277,89 6,6
Sumber: Kementerian Keuangan
Catatan: dalam triliun Rp
Lebih lanjut untuk belanja K/L, kinerja
belanja K/L hingga Maret 2020 didorong
oleh penyerapan 15 K/L dengan pagu
terbesar, terutama Kemenkes (Rp23,6
triliun) dan Kemensos (Rp24,3 triliun).
Selain itu, sampai dengan Maret 2020,
outstanding kontrak belanja K/L lebih
tinggi dibanding dengan periode yang
sama tahun 2019. Hal ini didorong oleh
percepatan pelaksanaan lelang kegiatan,
khususnya proyek bidang infrastruktur
pada Kementerian Perhubungan dan
Kementerian PUPR, serta proyek bidang
pertahanan dan keamanan pada
Kementerian Pertanahan, Kementerian
Hukum dan HAM, serta POLRI.
Meskipun secara keseluruhan belanja
negara mengalami pertumbuhan, namun
untuk komponen Transfer Ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) mengalami penurunan.
Hingga akhir Maret 2020, TKDD mencapai
Rp174,5 triliun, turun sebesar 8,8 persen
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2019. Penurunan tersebut
terutama dipengaruhi belum optimalnya
penyaluran dana TKDD sampai dengan
triwulan I tahun 2020, yang disebabkan
oleh kendala proses pemenuhan
persyaratan penyaluran TKDD oleh
pemerintah daerah, serta dampak
pandemi COVID-19 di berbagai daerah di
Indonesia.
Sampai akhir Maret 2020, Dana
Perimbangan telah mencapai Rp167,1
triliun. Sementara itu, Dana Alokasi Umum
(DAU) sebagai komponen terbesar dari
Dana Perimbangan mencapai Rp130,0
triliun pada akhir Maret 2020 atau
mengalami penurunan sebesar 6,1 persen
(YoY). Hal ini karena penyaluran DAU telah
berbasis kinerja sehingga penyaluran
hanya dapat dilakukan setelah Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan menerima
laporan belanja pegawai dari daerah.
Khusus DAU bulan April yang mulai dapat
disalurkan pada akhir bulan Maret 2020,
persyaratan penyalurannya kini ditambah
dengan laporan Belanja Infrastruktur
Daerah, laporan Pemenuhan Indikator
Layanan Pendidikan, dan laporan
Pemenuhan Indikator Layanan Kesehatan
sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) nomor
139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan
39
Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Otonomi Khusus.
Dari total realisasi DAU sebesar Rp130,0
triliun di atas, Rp45,2 miliar diantaranya
adalah realisasi penyaluran DAU
Tambahan Bantuan Pendanaan Kelurahan
(pagu Rp3,0 triliun). Realisasi DAU per 31
Maret 2020 di atas telah
memperhitungkan penyaluran DAU bulan
Februari untuk 3 daerah dan penyaluran
DAU bulan Maret untuk 101 daerah
selama bulan Maret serta penyaluran DAU
bulan April yang disalurkan pada 31 Maret
2020 untuk 402 daerah. Selain itu,
terdapat beberapa hal yang turut
mempengaruhi realisasi DAU tersebut,
antara lain: (i) penundaan penyaluran
DAU bulan April terhadap 6 daerah karena
tidak menyampaikan data/informasi
keuangan daerah (IKD) tepat waktu dan
(ii) penyaluran kembali DAU bulan
Februari dan DAU bulan Maret yang
sebelumnya ditunda masing-masing untuk
3 daerah dan 33 daerah karena telah
menyampaikan laporan IKD bulan
Desember 2019 dan Januari 2020. Untuk
meningkatkan jumlah Pemerintah Daerah
yang memenuhi ketentuan penyaluran,
Kementerian Keuangan terus melakukan
koordinasi intensif dengan Pemerintah
Daerah yang belum melengkapi laporan
Belanja Pegawai dan laporan tambahan
sebagai syarat salur DAU bulan April 2020
agar dapat segera memenuhi ketentuan
penyaluran tersebut.
Sampai dengan akhir Maret 2020, Dana
Bagi Hasil (DBH) telah terealisasi sebesar
Rp12,3 triliun atau 10,5 persen dari pagu
alokasi. Realsiasi DBH tersebut mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Selain karena pagu DBH
regular TA 2020 yang lebih kecil dari pagu
DBH regular TA 2019, penurunan tersebut
juga karena kebijakan penyesuaian alokasi
DBH regular TA 2020 sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Presiden
nomor 78 Tahun 2019 tentang Rincian
APBN TA 2020. Sesuai Perpres tersebut,
baru 76,5 persen pagu DBH saja yang
dialokasikan kepada pemerintah daerah,
dan sisanya akan dialokasikan pada tahun
berjalan dengan mempertimbangkan
perkembangan realisasi penerimaan
negara yang dibagihasilkan.
Adapun Dana Transfer Khusus (DTK)
sampai dengan akhir Maret 2020, DTK
mencapai Rp24,8 triliun. Realisasi
tersebut terdiri Dana Alokasi Khusus (DAK)
Fisik sebesar Rp43,4 Miliar dan DAK Non
Fisik sebesar Rp24,8 triliun. Dari sisi DAK
Fisik, realisasi tersebut mencapai 0,1
persen dari pagu alokasi yang artinya lebih
baik dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya, dimana belum terdapat
penyaluran. Percepatan penyaluran
tersebut karena adanya percepatan
penyelesaian Rencana Kegiatan (RK) yang
pada tahun sebelumnya paling lambat di
minggu pertama Februari 2020 menjadi
minggu pertama Januari 2020. Percepatan
penyelesaian RK ini sekaligus
mempercepat proses pengadaan barang
dan jasa di daerah (kontrak), yang
merupakan salah satu syarat penyaluran.
Namun, dalam rangka pencegahan dan
penanganan dampak COVID-19, DAK Fisik
Bidang Kesehatan masih dimungkinkan
Terdapat perubahan RK sebagaimana
diatur dalam KMK Nomor 6/ KM.7/2020
tentang Penyaluran DAK Fisik Bidang
Kesehatan dan Dana BOK Kesehatan
Dalam Rangka Pencegahan dan/atau
Penanganan COVID-19.
40
Tabel 18 Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Keterangan Maret 2019 Maret 2020
Nominal (triliun Rupiah)
% APBN Nominal
(triliun Rupiah) % APBN
Transfer Ke Daerah 181,23 23,9 167,30 21,3
Dana Perimbangan 176,05 24,3 167,10 22,4
Dana Bagi Hasil 20,00 18,8 12,32 10,5
Dana Alokasi Umum
138,42 33,1 129,97 30,4
Dana Transfer Khusus
17,62 8,8 24,79 12,2
Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
0,18 0,8 0,19 0,8
Dana Insentif Daerah 5,00 50,0 - -
Dana Desa 10,08 15,0 7,20 10,0
Total 548,58 508,87
Sumber: Kementerian Keuangan
Dari sisi DAK Nonfisik, realisasi hingga 31
Maret 2020 mencapai sebesar Rp24,8
triliun, meningkat 40,4 persen (YoY)
dibandingkan periode yang sama tahun
lalu. Capaian ini utamanya karena adanya
perubahan kebijakan penyaluran Dana
BOS, serta langkah realokasi dan relaksasi
penyaluran di bidang kesehatan.
Hingga akhir Maret 2020, penyaluran
Dana Desa telah terealisasi sebesar Rp7,2
triliun. Mulai tahun 2020, Dana Desa
disalurkan langsung ke Rekening Kas Desa
(RKD) sebagaimana diatur dalam PMK
Nomor 205/PMK.07/2019. Selain itu
Kementerian Keuangan bersama-sama
dengan Kementerian Dalam Negeri serta
Kementerian Desa dan Pembangunan
Daerah Tertinggal dengan melakukan
sosialisasi penyaluran Dana Desa secara
besar-besaran kepada seluruh kepala desa
di 34 provinsi. Sosialisasi tersebut
dilaksanakan guna mendukung
percepatan penyaluran Dana Desa melalui
peningkatan pemahaman kepala desa
dalam pengelolaan Dana Desa.
Percepatan penyaluran Dana Desa
tersebut diharapkan dapat mempercepat
pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Gambar 26 Perkembangan Realisasi Defisit
APBN
Sumber: Kementerian Keuangan
Berdasarkan capaian Pendapatan dan
Belanja Negara, hingga akhir Maret 2020,
defisit anggaran mencapai Rp76,4 triliun
atau sekitar 0,45 persen terhadap PDB.
Besaran defisit ini menurun dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2018
-103,1-76,4
-0,65-0,45
-1,8
-1,3
-0,8
-0,3
0,2
0,7
-400
-350
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0
Maret 2019 Maret 2020
Rp Triliun %PDB
41
yang mencapai Rp103,1 triliun. Sementara
itu posisi keseimbangan primer pada
Maret 2020 berada pada posisi negatif
Rp2,6 triliun, tetapi masih jauh lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya yang
negatif Rp32,5 triliun. Sementara itu, dari
sisi pembiayaan anggaran, realisasi hingga
Maret 2020 ialah sebesar Rp74,2 triliun.
Dengan kondisi defisit anggaran tersebut,
posisi utang Pemerintah per akhir Maret
2020 berada pada posisi Rp5.192,6 triliun,
dengan rasio utang pemerintah terhadap
PDB sebesar 32,1 persen.
Secara nominal terjadi peningkatan atas
jumlah utang Pemerintah per akhir Maret
2020 dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Hal tersebut terutama
disebabkan oleh tekanan dan
ketidakpastian global, termasuk
merebaknya COVID-19. Pada awal Maret
2020, Presiden untuk pertama kalinya
mengumumkan kasus terkonfirmasi
positif COVID-19 di Indonesia, yang setiap
hari kian meningkat. Dampak yang
ditimbulkan oleh pandemi COVID-19
tentunya tidak sederhana, melainkan
begitu kompleks mulai dari kesehatan
sampai dengan gangguan ekonomi, yang
mendorong Pemerintah untuk
memberikan intervensi dan stimulus baik
di sektor kesehatan maupun ekonomi
sehingga memerlukan relaksasi defisit
anggaran diatas 3 persen terhadap PDB.
Selanjutnya, dengan rasio utang
Pemerintah terhadap PDB sampai dengan
Maret 2020 sebesar 32,1 persen,
meskipun meningkat namun masih
berada di bawah batas aman 60 persen. Di
tengah berbagai tekanan domestik dan
global ini, Pemerintah tetap berupaya
mengelola utang dengan pruden dan
akuntabel dalam mendukung APBN yang
semakin kredibel.
Tabel 19 Perkembangan Komponen
Pembiayaan
Jenis Pembiayaan
Maret-2019 Maret-2020
Nominal (triliun
Rp)
% APBN
Nominal (triliun
Rp)
% APBN
Utang (neto) 177,86 49,5 76,48 -
Investasi -2,00 2.6 - -
Pinjaman 1,58 -67,4 -7,42 -
Penjaminan - 100,0 - -
Lainnya 0,004 0,03 - -
Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 27 Perkembangan Utang
Pemerintah Pusat
Sumber: Kementerian Keuangan
3.515,5
4.010,3 4.418,34.756,1
5.192,6
28,329,5
30,0 29,9
32,1
15,00
20,00
25,00
30,00
2000
3000
4000
5000
6000
2016 2017 2018 2019 Maret2020
(per
sen
PD
B)
(tri
liun
Rp
)
Utang Pemerintah Pusat
Rasio utang (%PDB)
42
Tabel 20 Realisasi APBN s.d 31 Maret 2019 dan 2020
(triliun rupiah)
2019 2020
Uraian APBN Realisasi s.d. 31
Maret % terhadap
APBN APBN
Realisasi s.d.31 Maret
% terhadap APBN
A. Pendapatan Negara 2.165,1 350,1 16,2 2.233,2 375,9 16,8
I. Pendapatan Dalam Negeri 2.164,6 349,9 16,2 2.232,7 375,8 16,8
1. Penerimaan Perpajakan 1.786,3 279,9 15,7 1.865,7 279,9 15,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 378,2 70,0 18,5 367,0 96,0 26,2
II. Hibah 0,4 0,1 25,9 0,5 0,1 16,0
B. Belanja Negara 2.461,1 452,0 18,4 2.540,4 452,4 17,8
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.634,3 260,7 15,9 1.683,5 277,9 16,5
1. Belanja K/L 855,4 128,7 15,1 909,6 143,0 15,7
2. Belanja Non K/L 778,8 131,9 16,9 773,9 134,9 17,4
II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 826,7 181,2 23,9 784,9 167,3 21,3
1. Transfer ke Daerah 756,7 181,2 23,9 784,9 167,3 10,0
2. Dana Desa 70,0 10,0 14,4 72,0 7,2 10,0
C. Keseimbangan Primer -20,1 -31,3 156,0 -12,0 -2,6 21,6
D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) -296,0 -101,9 307,3 -76,4
% Surplus/(Defisit) Anggaran thd PDB -1,8 -0,6 -1,8 -0,5
E. Pembiayaan Anggaran 296,0 177,4 59,9 307,2 74,2 24,2
al. Pembiayaan Utang 359,2 177,8 49,5 351,9 76,4 21,7
Sumber: Kementerian Keuangan, 2020
43
2.4 Moneter dan Jasa Keuangan
Moneter
Pada triwulan I tahun 2020, suku bunga
acuan mengalami penurunan secara
bertahap dari 5,00 persen menjadi 4,50
persen.
Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat
suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse
Repo Rate (BI7DRR) sebanyak dua kali
sepanjang triwulan I tahun 2020. Pada
Januari suku bunga acuan BI7DRR sebesar
5,00 persen, kemudian diturunkan 25
basis poin pada Februari menjadi sebesar
4,70 persen dan diturunkan kembali
menjadi 4,50 persen pada Maret. Langkah
ini ditempuh sebagai upaya untuk
menjaga stabilitas nilai tukar di tengah
peningkatan volatilitas dan ketidakpastian
yang dipengaruhi pandemi COVID-19.
Kebijakan penurunan suku bunga acuan
oleh Bank Indonesia sejalan dengan
penurunan suku bunga acuan Amerika
Serikat oleh The Fed yang mendekati 0,00
persen pada Maret 2020. Kebijakan ini
ditempuh dengan mempertimbangkan
inflasi yang terkendali pada tingkat yang
rendah, imbal hasil aset keuangan
domestik yang masih menarik, serta
sebagai langkah menopang pemulihan
ekonomi domestik. Pada triwulan I ahun
2020 telah terjadi perlambatan aliran
modal asing yang masuk ke Indonesia
akibat sentimen negatif yang berasal dari
meluasnya dampak pandemi COVID-19.
Dalam jangka pendek diperkirakan masih
akan terjadi perlambatan aliran modal
asing yang masuk ke Indonesia.
Transmisi suku bunga ke pasar uang
berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan
melalui penurunan suku bunga pasar uang
antar bank (PUAB) O/N sebesar 150 bps
menjadi 4,34 persen sepanjang periode
pelonggaran kebijakan moneter.
Transmisi suku bunga ke perbankan juga
berlanjut pada Februari, baik suku bunga
deposito maupun kredit. Berlanjutnya
transmisi ke melalui suku bunga didukung
oleh injeksi likuiditas ke pasar uang dan
perbankan.
Ke depan, Bank Indonesia masih memiliki
ruang untuk menurunkan kembali
beberapa basis poin suku bunga BI 7DRR,
sebagai upaya mendukung momentum
pemulihan ekonomi domestik ditengah
berlanjutnya dampak pandemi COVID-19
dan pelemahan ekonomi global.
Tabel 21 Perkembangan Reverse Repo Surat
Berharga Negara
Tenor Persen (%)
Jan Feb Mar
7 hari 5,00 4,75 4,00
2 minggu 5,02 4,76 4,51
1 bulan 5,02 4,77 4,52
Sumber: Bank Indonesia
Pelemahan Rupiah bersumber dari
tekanan di pasar keuangan global akibat
pandemi COVID-19.
Sepanjang triwulan I tahun 2020, pandemi
COVID-19 meningkatkan kepanikan di
pasar keuangan global. Kondisi ini
berdampak terhadap pelemahan nilai
tukar Rupiah yang cukup dalam.
Pelemahan Rupiah berlangsung sejak
Februari dan mencapai kisaran Rp 16.000
pada akhir Maret 2020.
Dari sisi eksternal, pelemahan Rupiah
dipengaruhi sentimen negatif di pasar
keuangan global akibat meluasnya
dampak pandemi COVID-19. Kebijakan
The Fed memangkas suku bunga acuan
menjadi 0-0,25 persen menambah sinyal
44
ketidakpastian global serta potensi
terjadinya resesi ekonomi global. Kondisi
ini mendorong pembalikan aliran dana
global dari negara berkembang ke aset
keuangan dan komoditas yang dianggap
aman (flight-to-safety). Pelemahan ini
berlanjut hingga Maret 2020, sejalan
dengan peningkatan aliran keluar modal
asing dari aset keuangan domestik
utamanya dalam bentuk surat berharga
negara (SBN). Dari sisi internal, pelemahan
Rupiah dipengaruhi oleh: (i) Pertumbuhan
ekonomi yang cukup rendah pada
triwulan I tahun 2020 hanya mencapai
2,97 persen, (ii) Perlambatan
pertumbuhan kredit perbankan; (ii)
Berlanjutnya defisit transaksi berjalan;
serta (iii) Defisit neraca perdagangan.
Gambar 28 Perkembangan Nilai Tukar
Rupiah terhadap USD, 2019-2020*
Sumber: Bloomberg, diolah
*Update per Maret 2020
Indeks nilai tukar Rupiah riil relatif
rendah dibandingkan negara peers.
Selama triwulan I tahun 2020 Indeks nilai
tukar Rupiah riil (Real Effective Exchange
Rate/REER) mengalami penurunan.
Dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun 2019, nilai REER Indonesia
menurun dan secara fundamental masih
berada dibawah nilai wajar (undervalued).
Dibandingkan negara peers indeks nilai
tukar Rupiah riil lebih rendah
dibandingkan negara Fillipina, Thailand,
Singapura. Akan tetapi REER Indonesia
berada diatas Malaysia. Relatif rendahnya
nilai REER Indonesia berpengaruh
terhadap peningkatan daya saing
perdagangan Indonesia diantara negara-
negara di kawasan ASEAN. Pada akhir
triwulan I tahun 2020, nilai REER Indonesia
sebesar 87,81 persen. Nilai REER kawasan
ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina
sebesar 112,33 persen, disusul Thailand
sebesar 108,75 persen, Singapura 104,83
persen, dan Malaysia 86,99 persen.
Gambar 29 Real Effective Exchange Rate
ASEAN-5, (2010=100)
Sumber: Bloomberg, diolah
Sepanjang triwulan I tahun 2020
likuiditas perekonomian (M2) terus
meningkat.
Peningkatan likuiditas perekonomian
(M2) selama periode Januari-Maret 2020
masing-masing sebesar 7,09 persen; 7,85
persen; dan 12,10 persen. Kondisi ini lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan I
2019 yang secara berturut-turut sebesar
6,04 persen; 7,06 persen; dan 6,99
persen. Peningkatan M2 dipengaruhi oleh
kenaikan komponen uang beredar dalam
13.000
14.000
15.000
16.000
17.000
Jan-19 Apr-19 Jul-19 Okt-19 Jan-20
Rp16.31031 Mar 2020
80
85
90
95
100
105
110
115
120
Mar-15 Mar-16 Mar-17 Mar-18 Mar-19 Mar-20
INDONESIA THAILAND
MALAYSIA FILIPINA
SINGAPURA
45
arti sempit (M1), uang kuasi, serta surat
berharga selain saham.
Pertumbuhan M1 selama periode Januari-
Maret 2020 masing-masing sebesar 7,76;
8,54; dan 15,58 persen. Akselerasi
pertumbuhan M1 pada Januari 2020
didorong oleh peningkatan pertumbuhan
uang kartal. Selanjutnya peningkatan
pertumbuhan M1 pada Februari
dipengaruhi oleh peningkatan uang kartal
dan giro Rupiah. Uang beredar dalam arti
sempit (M1) kembali meningkat pada
Maret akibat kenaikan pertumbuhan giro
Rupiah.
Pada awal triwulan I tahun 2020
pertumbuhan uang kuasi mencapai 6,75
persen. Pertumbuhan ini sejalan dengan
peningkatan simpanan tabungan
berjangka, tabungan, dan giro valas. Pada
Februari, uang kuasi kembali mengalami
peningkatan pertumbuhan menjadi 7,50
persen. Pada akhir triwulan I tahun 2020,
peningkatan tabungan giro dan valas
mendukung pertumbuhan uang kuasi
menjadi 10,08 persen.
Gambar 30 Perkembangan Uang Beredar
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Inflasi tetap rendah dan stabil pada
kisaran 3 ±1 persen.
Sepanjang triwulan I tahun 2020, inflasi
tahunan (YoY) secara berturut-turut
mencapai 2,68 persen; 2,98 persen; dan
2,96 persen. Kondisi ini mengalami
peningkatan apabila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2019. Secara
bulanan (MtM) pergerakan inflasi Januari-
Maret 2020 masing-masing bulan
mencapai 0,39 persen; 0,28 persen; dan
0,10 persen. Terkendalinya inflasi pada
triwulan I tahun 2020 utamanya
dipengaruhi komponen inflasi inti yang
stabil dan komponen harga diatur
Pemerintah yang mengalami deflasi,
sedangkan inflasi harga bergejolak cukup
tinggi mencapai kisaran 6 persen (YoY).
Tabel 22 Tingkat Inflasi Domestik
Q1 2019 Q1 2020
Jan Feb Mar Jan Feb Mar
YoY 2,8 2,6 2,5 2,7 3,0 3,0
MtM 0,3 -0,1 0,1 0,4 0,3 0,1
YtD 0,3 0,2 0,4 0,4 0,7 0,8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Komponen inflasi inti selalu berada
dibawah kisaran 3 persen (YoY) triwulan I
tahun 2020. Inflasi inti mengalami
peningkatan tipis pada akhir triwulan I
tahun 2020 dipengaruhi oleh
meningkatnya permintaan masyarakat
terhadap barang-barang kebutuhan
Rumah Tangga (RT) selama pandemi
COVID-19. Komponen inflasi inti yang
cenderung stagnan mencerminkan
perlambatan daya beli masyarakat.
Selanjutnya, Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) mengalami penurunan sepanjang
triwulan I tahun 2020. Selama Januari-
Maret 2020 IKK pada masing-masing
bulan secara berturut-turut sebesar
121,70; 117,70; dan 113,80 memberikan
sinyal pelemahan daya beli masyarakat.
7,09%
7,85%
12,10%7,76%
8,54%
15,58%
6,75% 7,50%
10,80%
5%
10%
15%
20%
Jan-20 Feb-20 Mar-20
Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY
Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
46
Gambar 31 Perkembangan Indeks Harga
Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti, 2018-2019
Sumber: BI dan BPS, diolah
Secara tahunan, inflasi komponen volatile
foods selama triwulan I tahun 2020
melonjak mencapai kisaran 6 persen. Pada
Januari-Maret 2020 secara berturut-turut
sebesar 4,13 persen; 6,48 persen; dan
6,48 persen.
Tekanan inflasi komponen volatile foods
dipengaruhi peningkatan permintaan
beberapa komoditas yang tidak diiringi
dengan kecukupan produksi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa komoditas
pangan seperti bawang merah dan beras
mengalami pergeseran masa panen akibat
gangguan cuaca pada awal tahun 2020.
Komponen inflasi harga diatur Pemerintah
terus mengalami penurunan yang
disebabkan meredanya tekanan yang
berasal dari peningkatan bea cukai rokok,
berlanjutnya kebijakan penurunan harga
tiket angkutan udara dan penurunan
minyak dunia yang berdampak pada
penurunan harga bensin jenis pertamax.
Penurunan inflasi harga diatur pemerintah
juga sejalan dengan penerapan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
yang berdampak pada penurunan
kegiatan sektor transportasi.
Tabel 23 Tingkat Inflasi Domestik
berdasarkan Komponen (YoY)
Komponen Persentase (%)
Jan Feb Mar
Inti 2,88 2,76 2,87
Harga
Bergejolak 4,13 6,68 6,48
Harga diatur
pemerintah 0,64 0,54 0,16
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sebagian besar kelompok pengeluaran
mengalami inflasi pada triwulan I tahun
2020. Deflasi terjadi pada kelompok
pengeluaran transportasi sebagai dampak
penerapan PSBB yang membatasi
mobilitas manusia untuk menggunakan
transportasi udara, laut, maupun darat.
Tabel 24 Inflasi Kelompok Pengeluaran
(MtM)
Kelompok Pengeluaran
Persentase (%)
Jan Feb Mar
UMUM (headline) 0,39 0,28 0,10
Bahan Makanan 1,76 1,17 -0,15
Makanan, Minuman, dan Tembakau
1,61 0,95 0,10
Pakaian dan Alas Kaki 0,12 0,21 0,12
Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan bakar Lainnya
0,13 0,09 0,02
Perlengkapan, Peralatan, dam Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga
0,09 0,06 0,28
Kesehatan 0,42 0,34 0,21
Transportasi -0,89 -0,37 -0,43
Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
0,04 -0,01 -0,09
Rekreasi, Olahraga, dan Budaya
0,17 0,07 0,02
Pendidikan -0,13 0,02 0,00
Penyediaan Makanan & Minuman/Restoran
0,19 0,17 0,36
Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya
0,46 0,41 0,99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Selanjutnya, perkembangan indeks harga
pangan strategis nasional pergerakan
inflasi bahan pangan. Sebagian besar
121,70
117,70
113,80110,0
115,0
120,0
125,0
130,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar
2019 2020
Inti IKK
47
komoditas pangan strategis mengalami
peningkatan indeks harga komoditas. Tiga
komoditas yang menduduki posisi teratas
adalah bawang putih, bawang merah, dan
gula pasir.
Gambar 32 Perkembangan Indeks Harga
Pangan Strategis Nasional, (2018=100)
Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan
Strategis Nasional, diolah
Jasa Keuangan
Sektor jasa keuangan masih cukup
terkendali meskipun di bawah tekanan.
Perbankan Konvensional. Kinerja
perbankan menghadapi tantangan besar
dampak penyebaran COVID-19, namun
secara umum masih tetap terkendali,
ditopang oleh kondisi permodalan dan
likuiditas yang terjaga. Meskipun rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR) perbankan mengalami
penurunan, dari 23,5 persen pada
Februari 2019 menjadi 22,3 persen pada
Februari 2020, masih jauh di atas batas
minimum kecukupan modal yaitu 8
persen. Selain itu, likuiditas perbankan
juga relatif terjaga yang tercermin dari
Loan to Deposit Ratio/LDR, yaitu sebesar
92,5 persen pada Februari 2020,
melonggar dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar
94,1 persen. Namun demikian, perbankan
konvensional dihadapkan pada kualitas
kredit yang menurun, tercermin dari
meningkatnya rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL). Pada
Februari 2020, rasio NPL sebesar 2,8
persen, lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yaitu
sebesar 2,6 persen. Perlambatan ekonomi
menjadi salah satu faktor yang
mendorong terhambatnya kemampuan
debitur untuk membayar, khususnya pada
sektor penyedia akomodasi, perdagangan,
dan industri pengolahan yang merupakan
sektor dengan tingkat NPL tertinggi.
Gambar 33 Kinerja Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
pada Februari 2020 tumbuh sebesar 7,8
persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 6,6 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut utamanya
didorong oleh peningkatan pertumbuhan
giro dan tabungan, yaitu masing-masing
tumbuh sebesar 9,0 persen (YoY) dan 8,0
persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
117,69
147,64
186,00
60
100
140
180
220
Jan-19 May-19 Sep-19 Jan-20
Minyak Goreng Daging SapiDaging Ayam Telur AyamBeras Medium Gula PasirCabai Rawit Cabai MerahBawang Merah Bawang Putih
I IV I
2019
2020
LDR 94,1 94,4 92,5
NPL 2,6 2,8 2,8
CAR 23,5 23,4 22,3
0
7
14
21
28
92,0
92,5
93,0
93,5
94,0
NP
L d
an C
AR
(%
)
LDR
(%
)
48
sebelumnya. Sementara itu, deposito
mengalami sedikit perlambatan, yaitu
tumbuh sebesar 5,9 persen (YoY) pada
Februari 2020, lebih rendah jika
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar 7,6 persen
(YoY).
Gambar 34 Pertumbuhan DPK Perbankan
Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Sejalan dengan perlambatan
perekonomian domestik, total kredit
perbankan pada Februari 2020 juga
tumbuh melambat. Total kredit
perbankan tumbuh sebesar 7,0 persen
(YoY), lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 12,0 persen (YoY). Perlambatan
tersebut terjadi pada seluruh jenis kredit,
terutama Kredit Modal Kerja (KMK) yang
mendominasi total kredit perbankan.
Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit
Konsumsi (KK), dan Kredit Investasi (KI)
masing-masing tumbuh sebesar 3,4
persen (YoY); 6,1 persen (YoY); dan 5,9
persen (YoY) pada Februari 2020, lebih
rendah jika dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya yang
tumbuh masing-masing sebesar 12,8
persen (YoY); 9,6 persen (YoY); dan 12,1
persen (YoY). Perlambatan ketiga jenis
kredit tersebut menyumbang
perlambatan total kredit secara
keseluruhan.
Gambar 35 Pertumbuhan Kredit Perbankan
Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Tabel 25 Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional
0%
5%
10%
15%
5.200
5.400
5.600
5.800
6.000
6.200
I IV I
2019 2020
Per
tum
bu
han
DP
K (
%)
Tota
l DP
K (
Rp
Tri
liun
)
Total DPK (Rp) Pertumbuhan Total DPK
Pertumbuhan Deposito Pertumbuhan Tabungan
Pertumbuhan Giro
0%
4%
8%
12%
16%
5.000
5.200
5.400
5.600
5.800
I IV I
2019 2020P
ertu
mb
uh
an K
red
it (
%)
Tota
l Kre
dit
(R
p)
Total Kredit (Rp Triliun)
Pertumbuhan Tot. Kredit
Pertumbuhan KI
Pertumbuhan KMK
Pertumbuhan KK
49
Sektor
Miliar Rp
2019 2020
Q1 Q4 Q1
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 353.645 369.903 372.109
Perikanan 12.229 14.115 14.438
Pertambangan dan Penggalian 136.246 134.315 134.498
Industri Pengolahan 873.270 931.727 904.083
Listrik, gas dan air 176.741 198.255 199.749
Konstruksi 313.968 362.271 350.050
Perdagangan Besar dan Eceran 958.951 1.006.069 974.243
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum
98.688 109.842 111.210
Transportasi, pergudangan dan komunikasi
211.910 246.935 246.485
Perantara Keuangan 226.627 249.782 242.558
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
247.398 269.360 264.190
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
25.714 28.901 29.272
Jasa Pendidikan 12.267 14.194 13.858
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 22.596 33.576 28.526
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya
79.199 82.543 82.680
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga
2.695 3.415 3.243
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
168 280 323
Kegiatan yang belum jelas batasannya 1.462 1.976 2.642
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Ditinjau dari lapangan usaha penerima
kredit, terjadi perlambatan pertumbuhan
kredit di sebagian besar sektor ekonomi
pada Februari 2020. Perlambatan
pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada
sektor pertambangan dan penggalian,
sektor konstruksi, serta sektor
perdagangan besar dan eceran dengan
pertumbuhan kredit masing-masing
sebesar 1,4 persen (YoY), 11,5 persen
(YoY), dan 1,6 persen (YoY). Perlambatan
pertumbuhan kredit pada sektor
perdagangan besar dan eceran
merupakan pendorong utama
perlambatan pertumbuhan kredit secara
keseluruhan mengingat proporsinya yang
mendominasi, yaitu sebesar 24,5 persen,
dari total kredit yang disalurkan.
Namun di sisi lain, masih terdapat
beberapa sektor yang mengalami
peningkatan pertumbuhan, antara lain
sektor perikanan, sektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan
minum, sektor transportasi, pergudangan
dan komunikasi, serta sektor jasa
Kesehatan dan kegiatan sosial. Sektor
perikanan dapat tumbuh sebesar 18,0
persen (YoY), sektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan minum
yang tumbuh sebesar 12,7 persen (YoY),
sektor transportasi, pergudangan dan
komunikasi yang tumbuh sebesar 16,3
persen (YoY), serta sektor jasa kesehatan
dan kegiatan sosial, yang tumbuh sebesar
26,2 persen (YoY).
50
Perbankan berekspektasi, di tengah isu
penyebaran virus COVID-19 ekpansi kredit
bakal ditekan seketat mungkin terutama
kepada sektor-sektor yang kemungkinan
besar terkena imbas dari wabah COVID-
19. Meski demikian sejumlah sektor
industri seperti farmasi, dan
telekomunikasi diyakini masih dapat jadi
andalan penyaluran kredit. Sejak Agustus
2015, pemerintah mencanangkan
program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam
rangka mendorong akses kredit bagi
Usaha Mikro Kecil Menengah dan
Koperasi (UMKM). Pada tahun 2020,
pemerintah menargetkan penyaluran KUR
sebesar Rp190 triliun, meningkat sebesar
Rp50 triliun dari target penyaluran pada
tahun 2019. Berdasarkan realisasinya,
pada triwulan I tahun 2020, KUR yang
telah disalurkan mencapai Rp54 triliun
kepada 1,5 juta debitur. Secara akumulasi,
sejak tahun 2015 sampai dengan triwulan
I tahun 2020, total penyaluran KUR
mencapai Rp473,2 triliun, dengan rasio
kredit bermasalah yang sangat rendah,
yaitu sebesar 1,2 persen.
Dalam penyalurannya, KUR terbagi
menjadi 3 (tiga) skema, yaitu KUR Mikro
(pinjaman ≤Rp25 juta), KUR Kecil
(pinjaman Rp25 juta – Rp200 juta), dan
KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Berdasarkan skema tersebut, pada
triwulan I tahun 2020, KUR Mikro
mendominasi penyaluran KUR yaitu
sebesar 63,7 persen, diikuti oleh KUR Kecil
yaitu sebesar 35,9 persen, dan KUR TKI
sebesar 0,4 persen. Selanjutnya, jika
dilihat berdasarkan sektor ekonomi,
terjadi pergeseran penyaluran KUR dari
sektor nonproduksi ke sektor produksi.
Porsi penyaluran KUR kepada sektor
produksi, mencapai 53,3 persen pada
triwulan I tahun 2020, lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar 40,5 persen.
Meskipun penyaluran kredit kepada
sektor produksi masih di bawah target
yang dihimbau pemerintah yaitu 60
persen, namun peningkatan penyaluran
KUR ke sektor produksi menunjukkan
adanya peningkatan pemerataan akses
pembiayaan untuk usaha mikro yang
produktif. Namun demikian, berdasarkan
wilayah, penyaluran KUR masih
terkonsentrasi di wilayah Jawa dan
Sumatera, dengan porsi masing-masing
sebesar 54,6 persen dan 20,3 persen.
Gambar 36 Capaian Penyaluran KUR
Sumber: Kemenko Perekonomian
Gambar 37 Perkembangan Industri
Teknologi Keuangan (peer-to-peer lending)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
53,3
46,7
0
20
40
60
Sektor Produksi Sektor NonProduksi
(Per
sen
)
0
20
40
60
80
100
120
0
5
10
15
20
25
30
I IV I
2019 2020 Aku
mu
lasi
Rek
enin
g P
emin
jam
(J
uta
)
Aku
mu
lasi
Ju
mla
h P
inja
man
(t
riliu
n R
p)
Akumulasi Penyaluran Pinjaman (Rp Triliun)
Akumulasi Rekening Borrower (JutaRekening)
51
Teknologi Keuangan (Fintech). Di
Indonesia, industri fintech berkembang
sangat pesat, dengan akumulasi jumlah
pinjaman dan akumulasi rekening
peminjam yang terus meningkat. Namun
demikian, industri fintech tidak luput
terkena dampak Pandemi COVID-19, yang
tercermin dari meningkatnya rasio
pembiayaan bermasalah, yaitu dari 2,6
persen pada triwulan I tahun 2019,
menjadi 4,2 persen pada triwulan I tahun
2020. Menurunnya kemampuan
membayar debitur akibat pelemahan
ekonomi dampak COVID-19 memicu
peningkatan rasio pembiayaan
bermasalah tersebut.
Pada triwulan I tahun 2019, akumulasi
penyaluran pinjaman meningkat sebesar
208,8 persen (YoY), yaitu dari Rp33,2
triliun pada triwulan I tahun 2019 menjadi
Rp102,5 triliun pada triwulan I tahun
2020. Sejalan dengan peningkatan
akumulasi penyaluran pinjaman,
akumulasi rekening peminjam juga
mengalami peningkatan, yaitu sebesar
247,0 persen (YoY), dari 7,0 juta rekening
pada triwulan I tahun 2019, menjadi 24,2
juta rekening pada triwulan I tahun 2020.
Meskipun masih terpusat di Pulau Jawa,
peningkatan akumulasi rekening
peminjam tersebut menunjukkan
perkembangan yang positif dalam
mendorong inklusi keuangan di Indonesia.
Dilihat dari perkembangannya, akumulasi
rekening peminjam di luar Pulau Jawa
tumbuh sebesar 256,3 persen (YoY), yaitu
dari 1,2 juta rekening pada triwulan I
tahun 2019 menjadi 4,3 juta rekening
pada triwulan I tahun 2020.
Asuransi. Penyebaran COVID-19 yang
meluas berdampak pada kinerja Industri
Keuangan NonBank, salah satunya yaitu
Industri Asuransi. Industri Asuransi
mengalami penurunan jumlah total aset
sebesar 0,1 persen (YoY), yaitu dari
Rp1.249,2 triliun pada triwulan I tahun
2019 menjadi Rp1.248,0 triliun pada
triwulan I tahun 2020. Penurunan kinerja
Industri Asuransi tersebut didorong oleh
penundaan pembayaran premi asuransi
akibat daya beli masyarakat yang
menurun. Menghadapi hal tersebut,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengeluarkan kebijakan countercyclical
dalam menghadapi dampak pandemi
COVID-19 terhadap Lembaga Jasa
Keuangan NonBank, salah satunya Industri
Asuransi, yaitu dengan perhitungan
kembali tingkat solvabilitas perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi Syariah. Perubahan
perhitungan solvabilitas antara lain
diperkenankannya penghitungan aset
investasi berdasarkan nilai perolehan yang
diamortisasi untuk sejumlah aset, serta
diakuinya kontrak sewa pembiayaan
sebagai aset dengan nilai maksimum
sebesar liabilitas yang timbul dari kontrak
tersebut.
Gambar 38 Perkembangan Aset Industri
Asuransi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
-4
1
6
11
16
1.110
1.140
1.170
1.200
1.230
1.260
1.290
1.320
1.350
I IV I
2019 2020
Per
tum
bu
han
(%
)
Tota
l Ase
t (R
p T
riliu
n)
Total Aset Asuransi
52
Gambar 39 Perkembangan Jumlah Aset
Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Dana Pensiun. Kinerja industri dana
pensiun pada triwulan I tahun 2020
mengalami perlambatan, yang didorong
oleh pengaruh perlambatan ekonomi
akibat meluasnya wabah COVID-19. Hal
tersebut tercemin dari jumlah investasi
dan aset neto dana pensiun yang
melambat. Jumlah investasi dana pensiun
pada triwulan I tahun 2020 sebesar
Rp268,9 triliun atau tumbuh melambat
sebesar 1,0 persen (YoY), lebih rendah
dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 3,6 persen (YoY).
Sementara itu, jumlah aset neto dana
pensiun pada triwulan I tahun 2020
sebesar Rp277,1 triliun atau tumbuh
sebesar 1,0 persen (YoY), melambat
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,4
persen (YoY). Menghadapi perlambatan
tersebut, OJK mengeluarkan beberapa
stimulus kebijakan dana pensiun, seperti
perhitungan kualitas pendanaan dana
pensiun yang menyelenggarakan program
pensiun manfaat pasti, serta ketentuan
pengelolaan aset sesuai usia kelompok
peserta (life cycle fund) bagi dana pensiun
yang menyelenggarakan program pensiun
iuran pasti.
Gambar 40 Perkembangan IHSG dan Nilai
Kapitalisasi Pasar Saham
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Pasar Modal. Besarnya sentimen negatif
yang muncul dari penyebaran wabah
COVID-19 baik di dunia maupun di
Indonesia mempengaruhi kondisi pasar
modal, baik pasar saham maupun pasar
obligasi. Ketidakpastian berakhirnya
pandemi COVID-19 mendorong investor
untuk melakukan penyesuaian portfolio
keuangannya, dengan mengalihkan
likuiditas ke safe heaven assets termasuk
pada negara berkembang seperti
Indonesia. Kondisi tersebut memberikan
tekanan pada pasar modal domestik,
meskipun secara umum stabilitas pasar
modal masih dapat dijaga.
Kondisi pasar saham mengalami
pelemahan yang cukup signifikan,
tercermin dari Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang mengalami
kontraksi. IHSG ditutup di level 4.538,9
pada triwulan I tahun 2020, atau melemah
sebesar 29,8 persen (YoY).
Sejalan dengan pergerakan IHSG, nilai
kapitalisasi pasar saham juga mengalami
0
40
80
120
160
200
240
280
320
I IV I
2019 2020
(tri
liun
Rp
)
Jumlah Aset Neto Jumlah Investasi
5.200
5.750
6.300
6.850
7.400
4.500
5.000
5.500
6.000
6.500
I IV I
2019 2020
Nila
i Kap
ital
isas
i Pas
ar
IHSG
Nilai Kapitalisasi Pasar (RpTriliun)
53
tekanan yang relatif tajam. Nilai
kapitalisasi pasar saham pada triwulan I
tahun 2020 sebesar Rp5.247,6 triliun, atau
terkontraksi sebesar 28,7 persen
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2019 (YoY).
Gambar 41 Perkembangan Outstanding
Obligasi Korporasi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Sementara itu, walaupun sedikit melemah
dibandingkan akhir tahun 2019, pasar
obligasi korporasi, pada triwulan I tahun
2020, total nilai obligasi korporasi
mencapai Rp442,9 triliun, atau meningkat
sebesar 4,4 persen (YoY). Peningkatan
tersebut terutama disebabkan oleh biaya
penerbitan obligasi yang lebih murah yang
tercermin dari penurunan kupon
penerbitan obligasi korporasi seiring
dengan diturunkannya suku bunga acuan.
Perbankan Syariah. Selain perbankan
konvensional, perlambatan ekonomi
akibat penyebaran COVID-19 juga
berdampak pada kinerja perbankan
Syariah. Namun demikian, kinerja
perbankan Syariah masih tetap terjaga,
didukung oleh peningkatan rasio
kecukupan modal dan perbaikan kualitas
pembiayaan yang disalurkan.
Gambar 42 Kinerja Perbankan Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Pada bulan Februari tahun 2020, rasio
kecukupan modal Bank Umum Syariah
(BUS) mengalami peningkatan, yaitu
sebesar 20,5 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar 19,9 persen.
Selanjutnya, kinerja positif perbankan
Syariah juga tercermin dari meningkatnya
kualitas pembiayaan yang disalurkan, atau
menurunnya rasio pembiayaan
bermasalah (Non Performing
Financing/NPF). NPF pada BUS mengalami
penurunan sebesar 6 basis poin, yaitu dari
3,44 persen pada bulan Februari tahun
2019 menjadi 3,38 persen pada bulan
Februari tahun 2020. Sementara pada
UUS, NPF sebesar 3,0 persen pada bulan
Februari tahun 2020, lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar 2,4 persen.
Sementara itu, dari segi likuiditas,
likuiditas perbankan Syariah pada bulan
Februari tahun 2020 mengalami sedikit
pelonggaran, baik pada Bank Umum
Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah
(UUS). Rasio pembiayaan terhadap
penghimpunan dana (Financing to Deposit
Ratio/FDR) pada BUS dan UUS masing-
410
420
430
440
450
I IV I
2019 2020
Rp
Tri
liun
Outstanding Korporasi (Rp Triliun)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
19
20
20
20
20
20
21
21
2019 I 2019 IV 2020 I*
FDR
& N
PF
(%)
CA
R (
%)
CAR NPF FDR
54
masing sebesar 77,0 persen dan 101,0
persen, lebih rendah dibandingkan
dengan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 78,4 persen dan
104,1 persen.
Gambar 43 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
dan Pembiayaan Perbankan Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Total Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
pembiayaan perbankan Syariah pada
bulan Februari tahun 2020 mengalami
pertumbuhan, meskipun sedikit
melambat jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Total DPK yang dihimpun dan total
pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan Syariah (BUS dan UUS) tumbuh
masing-masing sebesar 12,3 persen (YoY)
dan 10,7 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 12,6 persen (YoY)
dan 14,1 persen (YoY).
Selanjutnya jika ditinjau lebih lanjut
berdasarkan jenis penggunaan,
pembiayaan perbankan Syariah pada
bulan Februari tahun 2020 masih
didominasi oleh pembiayaan konsumsi,
yaitu sebesar Rp160,4 triliun, atau
tumbuh sebesar 14,1 persen (YoY).
Sementara pembiayaan modal kerja dan
investasi masing-masing sebesar Rp109,9
triliun dan Rp85,0 triliun, atau tumbuh
masing-masing sebesar 5,5 persen (YoY)
dan 11,5 persen (YoY).
Tabel 26 Perkembangan Pembiayaan
Perbankan Syariah
Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad
Triliun Rupiah
2019 2020
Q1 Q4 Q1
Pembiayaan Investasi
78,0 87,0 85,0
Pembiayaan Modal Kerja
106,5 110,6 109,9
Pembiayaan Konsumsi
142,5 157,6 160,4
Total Pembiayaan
327,0 355,2 355,3
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Apabila ditinjau secara sektoral, sektor
perdagangan besar dan eceran, dan
sektor kontruksi masih mendominasi
penyerapan pembiayaan, dengan nilai
penyaluran pembiayaan masing-masing
sebesar Rp36,9 triliun dan Rp31,6 triliun,
atau berkontribusi masing-masing sebesar
22,0 persen dan 16,0 persen dari total
pembiayaan. Sementara itu, sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan
dan jaminan sosial wajib merupakan
sektor dengan penyaluran pembiayaan
terendah, yaitu hanya sebesar Rp17,5
miliar pada bulan Februari tahun 2020,
atau sebesar 8,9 persen dari total
pembiayaan.
Namun demikian, pertumbuhan
pembiayaan perbankan Syariah tidak
terjadi di seluruh sektor ekonomi,
melainkan terdapat enam sektor ekonomi
yang mengalami penurunan penyaluran
pembiayaan antara lain: 1) sektor
0
5
10
15
0
100
200
300
400
500
2019 I 2019 IV 2020 I*
Per
sen
(%
)
DP
K d
an P
emb
iaya
an
(tri
liun
Rp
)
DPK
Pembiayaan
Pertumbuhan DPK (YoY)
Pertumbuhan Pembiayaan (YoY)
55
pertambangan dan penggalian, 2) sektor
listrik, gas, dan air, 3) sektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan dan
minum, 4) sektor real estate, 5) sektor jasa
kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan
dan perorangan lainnya, serta 6) sektor
badan internasional dan badan ekstra
internasional lainnya yang masing-masing
mengalami penurunan sebesar 5,0; 14,0;
1,0; 6,0; 4,0; dan 100,0 persen (YoY).
Tabel 27 Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha
Penerima Pembiayaan Lapangan Usaha
2019 2020
Q1 Q4 Q1
Miliar Rp
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 12.168 13.717 13.475
Perikanan 1.169 1.307 1.366
Pertambangan dan Penggalian 5.306 5.086 5.019
Industri Pengolahan 25.343 26.488 26.020
Listrik, gas dan air 16.274 14.055 13.956
Konstruksi 27.180 31.167 31.631
Perdagangan Besar dan Eceran 33.462 36.752 36.907
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum 4.789 4.988 4.748
Transportasi, pergudangan dan komunikasi 9.254 9.952 10.268
Perantara Keuangan 18.352 19.388 18.846
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 12.903 13.404 12.073
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
9.5 17.7 17.5
Jasa Pendidikan 5.760 6.640 6.237
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.343 7.269 6.659
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya
6.038 6.036 5.794
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 374 885 765
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
1 0 0
Kegiatan yang belum jelas batasannya 757 434 1.153
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Pasar Modal Syariah. Pasar modal Syariah
pada triwulan I tahun 2020 menghadapi
tekanan yang sangat besar, seiring dengan
penyebaran pandemi COVID-19 yang
menjadi isu global saat ini. Index Saham
Syariah bluechip yaitu Jakarta Islamic
Index (JII), Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI), dan Jakarta Islamic Index 70 (JII 70)
pada triwulan I tahun 2020 mengalami
pelemahan, dengan nilai kapitalisasi yang
menurun masing-masing sebesar 31,3
persen (YoY), 29,2 persen (YoY), dan 32,0
persen (YoY).
Gambar 44 Perkembangan Nilai Kapitalisasi
Pasar Saham ISSI, JII dan JII70
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
2019 I 2019 IV 2020 I
KapitalisasiPasar JII
2.302 2.319 1.582
KapitalisasiPasar ISSI
3.799 3.745 2.689
KapitalisasiPasar JII70
2.794 2.800 1.899
0500
1.0001.5002.0002.5003.0003.5004.000
Nila
i Kap
ital
isas
i (t
riliu
n R
p)
56
Berbeda dengan nilai kapitalisasi pada
pasar saham Syariah yang melemah,
penerbitan sukuk korporasi dan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) yang
dikeluarkan pemerintah mengalami
peningkatan. Namun demikian, nilai
outstanding sukuk korporasi masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan nilai
outstanding SBSN, yaitu masing-masing
sebesar Rp29,9 triliun dan Rp487,2 triliun,
atau meningkat masing-masing sebesar
12,0 persen (YoY) dan 21,0 persen (YoY).
Gambar 45 Outstanding Sukuk Korporasi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan DJPR
Kemenkeu
Industri Keuangan Nonbank Syariah
(IKNBS). Pada triwulan I tahun 2020,
Industri Keuangan NonBank Syariah
(IKNBS) secara keseluruhan menunjukkan
tren yang positif. Kondisi tersebut
tercermin dari pertumbuhan total aset
IKNBS yaitu sebesar 7,0 persen (YoY). Jika
ditinjau lebih lanjut, Lembaga Keuangan
Mikro Syariah merupakan IKNBS yang
mengalami pertumbuhan total aset
tertinggi, yaitu sebesar 41,0 persen (YoY).
Selain Lembaga Keuangan Mikro Syariah,
Industri Dana Pensiun Syariah juga
menyumbang peningkatan aset IKNBS
secara keseluruhan, dengan pertumbuhan
aset dana pensiun Syariah sebesar 28,0
persen (YoY).
Tabel 28 Aset IKNB Syariah 2019 – 2020
Uraian
Miliar Rp
2019 2020
Q1 Q4 Q1
Asuransi Syariah 43.442 45.453 41.124
Lembaga
Pembiayaan
Syariah
27.064 27.196 26.723
Dana Pensiun
Syariah 3886 3973 5394
Lembaga Jasa
Keuangan Khusus
Syariah
26.306 28.536 34.491
Lembaga Keuangan
Mikro Syariah 278 403 467.9
Total Aset 100.977 105.612 108.249
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
2.5 Neraca Pembayaran
Gambar 46 Perkembangan Neraca
Pembayaran Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Neraca keseluruhan defisit seiring
dengan defisit pada transaksi finansial.
Neraca pembayaran Indonesia pada
triwulan I tahun 2020 defisit sebesar
USD8,5 miliar, menurun dibandingkan
triwulan I tahun 2019 yang surplus USD2,4
2019I
2019IV
2020I
SBSN 24,63 29,83 29,91
SukukKorporasi
427,28 485,53 478,15
0
100
200
300
400
500
0
10
20
30
40
SBSN
(R
p T
riliu
n)
Suku
k K
orp
ora
si
(Rp
Tri
liun
)
-10
-5
0
5
10
15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Transaksi Berjalan
Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan
57
miliar. Hal ini disebabkan oleh transaksi
finansial yang menurun secara signifikan.
Di sisi lain, transaksi berjalan mengalami
perbaikan dengan mencapai defisit 1,4
persen dari PDB pada triwulan I 2020.
Defisit transaksi berjalan turun menjadi
USD3,9 miliar dibandingkan periode yang
sama pada tahun sebelumnya sebesar
USD6,6 miliar. Perbaikan tersebut
didorong oleh peningkatan ekspor barang
diiringi dengan penurunan impor sehingga
neraca perdagangan barang mengalami
surplus sebesar USD4,4 miliar.
Neraca perdagangan nonmigas meningkat
dari USD2,9 miliar pada triwulan I tahun
2019 menjadi USD5,8 miliar triwulan ini.
Hal ini didorong oleh penurunan kinerja
impor sebesar -7,4 persen (YoY) yang
disebabkan turunnya permintaan global
dan turunnya harga komoditas. Impor
bahan baku dan barang modal
terkontraksi masing-masing 7,7 dan 13,3
persen (YoY). Di sisi lain, ekspor nonmigas
sedikit meningkat sebesar 0,9 persen
(YoY). Selanjutnya, defisit yang terjadi
pada perdagangan migas meningkat
karena disebabkan turunnya ekspor migas
hingga -23,6 persen (YoY) seiring turunnya
harga minyak mentah dunia dan
penurunan volume ekspor.
Sementara itu, defisit neraca jasa
meningkat dari USD1,6 miliar pada
triwulan I 2019 menjadi USD1,9 miliar
pada triwulan I 2020. Turunnya kinerja
neraca jasa disebabkan oleh turunnya
surplus perjalanan serta meningkatnya
defisit jasa telekomunikasi sebesar 46,9
persen (YoY) dan jasa bisnis lainnya 117,8
persen (YoY).
Defisit neraca transportasi turun,
surplus perjalanan turun.
Gambar 47 Neraca Jasa Perjalanan dan
Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
Efek pandemi sudah terlihat pada triwulan
I 2020 yang ditunjukkan oleh turunnya
impor transportasi terutama untuk ekspor
barang dan ekspor perjalanan sejalan
dengan turunnya kunjungan wisatawan
mancanegara. Kinerja ekspor perjalanan
berkurang 28,3 persen (YoY), sedangkan
impor perjalanan terkontraksi 39,0 persen
(YoY). Sementara, kinerja transportasi
dipengaruhi oleh turunnya transportasi
penumpang hingga 61,6 persen (YoY)
dimana ekspor dan impornya masing-
masing terkontraksi 41,7 dan 51,4 persen
(YoY). Defisit transportasi barang yang
turun 15,6 persen (YoY) menahan defisit
neraca transportasi bergerak lebih dalam.
Pada triwulan I tahun 2020, neraca
pendapatan primer mengalami defisit
sebesar USD8,1 miliar, stagnan
dibandingkan periode yang sama tahun
2019. Kinerja ini dipengaruhi oleh kinerja
investasi yang tetap stabil. Meski begitu,
penerimaan pendapatan investasi
mengalami penurunan 17 persen (YoY).
Namun, penurunan pembayaran
pendapatan investasi sebesar 2,9 persen
-4,0-3,0-2,0-1,00,01,02,03,04,05,06,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Ekspor Transportasi Impor Transportasi
Ekspor Perjalanan Impor Perjalanan
58
(YoY) berpengaruh lebih besar pada
keseimbangan. Pendapatan investasi
langsung membaik sejalan dengan
pembayaran modal ekuitas yang
berkurang. Sementara itu pendapatan
investasi portofolio sedikit turun
dipengaruhi peningkatan defisit
pendapatan utang (bunga).
Gambar 48 Neraca Pendapatan Primer dan
Sekunder
Sumber: Bank Indonesia
Surplus neraca pendapatan sekunder
pada triwulan I 2020 turun menjadi
USD1,6 miliar dibandingkan pada triwulan
I 2019 sebesar USD1,8 miliar. Penurunan
tersebut terutama disebabkan oleh
turunnya realisasi transfer personal
sebesar -9,3 persen (YoY) menjadi USD1,8
miliar. Penerimaan transfer personal
dalam bentuk remitansi yang diperoleh
dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) lebih
rendah.
Kepanikan di pasar keuangan global
menyebabkan transaksi modal dan
finansial menurun.
Transaksi finansial yang menjadi salah satu
penopang neraca pembayaran Indonesia
pada triwulan I 2020 defisit USD2,9 miliar
atau -1,1 persen dari PDB. Hal ini terutama
disebabkan oleh turunnya investasi
portofolio secara signifikan.
Gambar 49 Neraca Transaksi Finansial
Sumber: Bank Indonesia
Defisit yang terjadi merupakan salah satu
dampak dari ketidakpastian di pasar
keuangan global seiring menyebarnya
COVID-19 ke berbagai negara. Kondisi
tersebut mendorong aliran modal keluar
dari pasar keuangan domestik dalam
jumlah besar. Selain itu, investasi langsung
juga turun 40,8 persen (YoY) seiring
dengan penurunan aktivitas ekonomi
domestik akibat kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar.
Selama triwulan I tahun 2020, investor
asing melakukan penjualan neto Surat
Utang Negara (SUN) sebesar USD8,9
miliar. Di sisi lain, penerbitan dual
currency bond pemerintah membawa
aliran dana masuk sebesar USD2,0 miliar
dan EUR1,0 miliar. Sementara asing
melakukan jual neto Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) sebesar USD0,2 miliar.
Hingga akhir triwulan I, SBI yang dimiliki
asing turun menjadi 1,6 persen.
-12,0
-7,0
-2,0
3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Penerimaan Pendapatan Primer
Pembayaran Pendapatan Primer
Penerimaan Pendapatan Sekunder
Pembayaran Pendapatan Sekunder
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Investasi Langsung
Investasi Portofolio
Investasi Lainnya
59
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan
I tahun 2020 sebesar USD121,0 miliar,
sedikit lebih rendah dibandingkan periode
yang sama pada tahun 2019 sebesar
USD124,5 miliar. Jumlah tersebut setara
dengan pembiayaan 7,0 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri
pemerintah. Angka tersebut juga lebih
tinggi dari standar kecukupan
internasional yaitu sebesar 3 bulan impor.
60
Tabel 29 Neraca Pembayaran
Tahun 2014 – Triwulan I tahun 2020 (USD miliar)
2014 2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1
TRANSAKSI BERJALAN -27,5 -17,5 -17,0 -16,2 -30,6 -6,6 -8,2 -7,5 -8,1 -3,9
BARANG 7,0 14,0 15,3 18,8 -0,2 1,3 0,6 1,4 0,3 4,4
Ekspor 175,3 149,1 144,5 168,9 180,7 41,2 40,2 43,7 43,4 41,7
Impor -168,3 -135,1 -129,2 -150,1 -181,0 -39,9 -39,6 -42,3 -43,1 -37,3
Barang Dagangan Umum 5,5 13,3 14,7 17,9 -0,2 0,8 0,2 0,7 0,0 3,1
Ekspor 173,8 147,7 143,1 167,0 178,7 40,4 39,4 42,5 42,7 40,0
Impor -168,3 -134,4 -128,4 -149,1 -178,9 -39,6 -39,2 -41,8 -42,7 -37,0
a. Nonmigas 17,3 19,0 19,5 25,3 11,2 2,9 3,1 2,7 3,2 5,8
Ekspor 145,0 130,5 130,2 151,4 161,1 37,4 36,4 39,5 39,7 37,7
Impor -127,7 -111,5 -110,7 -126,2 -149,9 -34,5 -33,3 -36,7 -36,5 -31,9
b. Migas -11,8 -5,7 -4,8 -7,3 -11,4 -2,1 -2,9 -2,1 -3,2 -2,7
Ekspor 28,8 17,2 12,9 15,6 17,6 3,0 2,9 3,0 3,0 2,3
Impor -40,6 -22,9 -17,7 -22,9 -29,0 -5,2 -5,8 -5,1 -6,2 -5,0
Barang Lainnya 1,5 0,7 0,6 0,9 0,0 0,5 0,3 0,7 0,3 1,3
Ekspor 1,5 1,4 1,4 1,9 2,0 0,8 0,8 1,2 0,7 1,7
Impor 0,0 -0,7 -0,8 -1,0 -2,0 -0,3 -0,5 -0,5 -0,4 -0,4
JASA-JASA -10,0 -8,7 -7,1 -7,4 -6,5 -1,6 -1,9 -2,3 -2,0 -1,9
Ekspor 23,5 22,2 23,3 25,3 31,2 7,4 7,4 8,4 8,4 6,0
Impor -33,5 -30,9 -30,4 -32,7 -37,7 -9,0 -9,2 -10,7 -10,4 -7,9
PENDAPATAN PRIMER -29,7 -28,4 -29,6 -32,1 -30,8 -8,1 -8,9 -8,4 -8,3 -8,1
PENDAPATAN SEKUNDER 5,2 5,5 4,5 4,5 6,9 1,8 2,0 1,8 2,0 1,6
TRANSAKSI MODAL 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
TRANSAKSI FINANSIAL 44,9 16,8 29,3 28,7 25,1 9,9 6,8 7,5 12,6 -2,9
Aset -10,8 -21,5 15,9 -18,4 -19,2 -6,6 -3,8 -4,0 -0,2 -3,8
Kewajiban 55,7 38,3 13,4 47,1 44,3 16,4 10,5 11,4 12,8 0,8
INVESTASI LANGSUNG 14,7 10,7 16,1 18,5 12,5 6,0 5,8 5,2 3,2 3,5
Aset -10,4 -9,1 11,6 -2,0 -6,4 -0,8 -1,6 -0,6 -1,4 -0,7
Kewajiban 25,1 19,8 4,5 20,5 18,9 6,8 7,4 5,8 4,6 4,2
INVESTASI PORTFOLIO 26,1 16,2 19,0 21,1 9,3 5,2 4,6 4,9 7,1 -5,8
Aset 2,6 -1,3 2,2 -3,4 -5,2 0,1 0,0 0,0 0,3 -0,1
Kewajiban 23,5 17,5 16,8 24,4 14,5 5,1 4,6 4,9 6,7 -5,7
61
2014 2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1
DERIVATIF FINANSIAL -0,2 0,0 0,0 -0,1 0,0 0,1 0,0 0,1 0,0 -0,1
INVESTASI LAINNYA 4,3 -10,1 -5,8 -10,7 3,3 -1,4 -3,6 -2,7 2,4 -0,5
TOTAL 17,4 -0,7 12,4 12,5 -5,4 3,3 -1,4 0,0 4,5 -6,9
NERACA KESELURUHAN 15,2 -1,1 12,1 11,6 -7,1 2,4 -2,0 0,0 4,3 -8,5
Posisi Cadangan Devisa 111,9 105,9 116,4 130,2 120,7 124,5 123,8 124,3 129,2 121,0
Dalam Bulan Impor 6 7,4 8 8 6,4 6,7 6,7 6,9 7,3 7,0
Transaksi Berjalan/PDB (%) -3 -2,03 -2 -2 -3,7 -2,5 -3,0 -2,6 -2,8 -1,4
Sumber: Bank Indonesia, diolah
62
Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan Indonesia pada
triwulan I tahun 2020 mengalami
surplus sebesar US$2.591,8 juta.
Surplus neraca perdagangan pada
triwulan I tahun 2020 disebabkan oleh
penurunan impor yang cukup tinggi, yakni
sebesar -12,2 persen (QtQ) atau -3,7
persen (YoY). Sementara dari sisi ekspor,
meskipun mengalami penurunan dari
triwulan sebelumnya (-3,6 persen),
namun kinerjanya masih sedikit lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun
2019 (2,8 persen, YoY).
Tabel 30 Neraca Perdagangan
Uraian Q1 2019 Q4 2019 Q1 2020
juta USD
Neraca Total -62,8 -1.282,1 2.591,8
Ekspor Total 40.605,7 43.324,3 41.760,8
Impor Total 40.668,5 44.606,4 39.169,0
Neraca Nonmigas 1.213,2 1.657,4 5.658,7
Ekspor Nonmigas 37.120,3 40.240,9 39.486,4
Impor Nonmigas 35.907,1 38.583,5 33.827,7
Neraca Migas -1.276,0 -2.939,5 -3.066,9
Ekspor Migas 3.485,4 3.083,4 2.274,4
Impor Migas 4.761,4 6.022,9 5.341,3
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Surplus neraca nonmigas sebesar
US$5.658,7 juta menjadi penyumbang
surplus perdagangan pada triwulan ini.
Surplus neraca perdagangan nonmigas ini
terjadi akibat kenaikan ekspor nonmigas
sebesar 6,4 persen (YoY) yang disertai
dengan penurunan impor nonmigas
sebesar 5,8 persen (YoY). Sebaliknya,
neraca perdagangan migas mengalami
defisit sebesar US$3.066,9 juta. Defisit
migas yang semakin melebar tersebut
didorong oleh penurunan ekspor migas
yang disertai dengan kenaikan impornya.
Ekspor migas pada triwulan I ahun 2020
turun sebesar 34,7 persen (YoY),
sedangkan impor migas naik 12,2
persen (YoY).
Penurunan ekspor migas utamanya
disebabkan oleh turunnya ekspor gas
sebesar 40,9 persen (YoY), yang
merupakan kontributor terbesar pada
ekspor migas dengan share mencapai 73,8
persen. Penurunan ekspor migas pada
triwulan I tahun 2020 tidak terlepas dari
faktor harga minyak dan gas dunia yang
turun tajam pada periode ini.
Dari sisi impor, meskipun terjadi
penurunan impor pada komoditas hasil
minyak sebesar 7,2 persen (YoY), namun
impor komoditas migas lainnya
menunjukan kenaikan yang cukup tinggi.
Impor gas menunjukkan peningkatan yang
cukup konsisten dari waktu ke waktu,
dengan pertumbuhan sebesar 27,6
persen (QtQ) atau 61,5 persen (YoY).
Impor minyak mentah pada triwulan I
tahun 2020 sebesar USD1.650,8juta, atau
naik 42,2 persen (YoY). Meskipun
demikian, nilainya masih lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sempat mencapai USD1.719,7juta.
Tabel 31 Nilai Ekspor dan Impor Migas
Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth (%) Share thd
Total* (%)
QtQ YoY
Ekspor Migas 2.274,6 -27,0 -34,7 5,4 Minyak Mentah 194,5 -55,9 -44,3 0,5 Hasil Minyak 401,4 -20,9 35,0 1,0 Gas 1.678,7 -22,5 -40,9 4,0
Impor Migas 5.341,3 -11.3 12.2 13.6 Minyak Mentah 1.650,8 -4.0 42.2 4.2 Hasil Minyak 2.869,0 -21.6 -7.2 7.3
Gas 821,5 27.6 61.5 2.1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
* share thd total ekpor/impor
63
Ekspor nonmigas pada triwulan I tahun
2020 mencapai USD39.486,3juta, atau
tumbuh 6,4 persen (YoY).
Tabel 32 Nilai Ekspor Nonmigas berdasarkan
Sektor
Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth (%) Share thd
Total* (%)
QtQ YoY
Ekspor Nonmigas 39.486,3 -1,9 6,4 94,6 Pertanian 910,0 -12,8 16,0 2,2
Industri Pengolahan
32.995,9 0,6 10,1 79,0
Pertambangan dan lainnya
5.580,4 -12,7 -12,3 13,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
* share thd total ekpor/impor
Apabila dilihat berdasarkan sektornya,
pertumbuhan ekspor nonmigas pada
triwulan I tahun 2020 didorong oleh
kenaikan ekspor sektor industri
pengolahan sebesar 10,1 persen (YoY).
Peran ekspor industri pengolahan pada
triwulan I tahun 2020 mencapai 79,0
persen terhadap total ekspor Indonesia.
Sektor lain yang turut berkontribusi
terhadap pertumbuhan ekspor nonmigas
adalah sektor pertanian yang tumbuh 16,0
persen (YoY), meskipun proporsinya
hanya 4,0 persen terhadap total ekspor
nonmigas.
Ekspor nonmigas masih didominasi oleh
golongan Bahan Bakar Mineral (HS 27)
serta Lemak dan Minyak Hewan/Nabati
(HS 15).
Proporsi ekspor kedua golongan barang
tersebut mencapai 25,9 persen terhadap
ekspor nonmigas. Ekspor golongan bahan
bakar mineral pada triwulan I tahun 2020
tumbuh 0,7 persen secara QtQ. Namun
secara YoY mengalami penurunan sebesar
3,6 persen akibat harga batu bara dunia
yang turun tajam hingga mencapai -30,4
persen (YoY). Pertumbuhan ekspor
golongan lemak dan minyak hewan/nabati
mencatat pola sebaliknya, yaitu turun 8,1
persen secara QtQ namun tumbuh 10,8
persen secara YoY. Pertumbuhan ekspor
golongan ini lebih didorong oleh faktor
kenaikan harga minyak sawit dunia yang
mencapai 25,6 persen (YoY), karena dari
sisi volume mengalami penurunan
sebesar 14,9 persen (YoY).
Tabel 33 Nilai Ekspor Nonmigas 10 Golongan
Barang HS 2 Digit Terbesar
Kode HS: Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth (%) Share thd Ekspor
Nonmigas (%)
QtQ YoY
27: Bahan Bakar Mineral
5.454,8 0,7 -3,6 13,8
15 : Lemak & minyak hewan/nabati
4.790,6 -8,1 10,8 12,1
71 : Perhiasan/ Permata
2.301,4 69,4 34,5 5,8
85 : Mesin/peralatan listrik
2.265,3 0,1 24,7 5,7
72 : Besi & Baja 2.263,3 10,1 38,4 5,7 87 : Kendaraan dan Bagiannya
2.023,4 -3,5 8,9 5,1
40 : Karet dan Barang dari Karet
1.498,8 6,8 6,7 3,8
84 : Mesin-mesin/Pesawat Mekanik
1.377,2 -3,2 10,9 3,5
64 : Alas kaki 1.331,4 14,8 16,1 3,4 62 : Pakaian jadi bukan rajutan
1.144,2 5,7 -1,4 2,9
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Barang nonmigas lain yang turut
berkontribusi terhadap pertumbuhan
ekspor nonmigas di triwulan I tahun 2020
ini adalah besi dan baja (HS 72),
perhiasan/ permata (HS 71), serta
mesin/peralatan listrik (HS 85).
Pertumbuhan ekspor ketiga golongan
barang tersebut secara berturut-turut
mencapai 38,4 persen, 34,5 persen, dan
24,7 persen (YoY).
Selain 10 golongan barang HS 2 digit terbesar dalam tabel diatas, beberapa
64
golongan barang mengalami kenaikan ekspor yang tidak kalah tinggi. Ekspor barang lokomotif dan peralatan kereta api (HS 86) kembali tumbuh cukup tinggi di periode ini (sebesar 74,4 persen, YoY), untuk memenuhi kontrak pesanan lokomotif dari Bangladesh. Golongan barang nonmigas lain yang menunjukkan kenaikan tinggi adalah barang kain perca (HS 63) yang mendapatkan keuntungan di tengah pandemi COVID-19 karena tingginya permintaan masker. Pertumbuhan ekspor kain perca dan masker bedah masing-masing mencapai 188,9 persen (YoY) dan 1.842,9 persen (YoY).
Kontribusi ekspor produk manufaktur
high-skill dan berbasis teknologi
terhadap total ekspor sebesar 10,6
persen.
Tabel 34 Nilai Ekspor berdasarkan Klasifikasi
Teknologi
Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth YoY
Q1 2020 (%)
Share thd Ekspor Total (%)
Q1 2019
Q4 2019
Q1 2020
Produk Manufaktur
21.263,1 9,5 47,8 46,5 50,9
High-skill dan berbasis teknologi
4.426,6 -1,4 11,1 10,8 10,6
Medium-skill dan berbasis teknologi
4.463,9 5,2 10,5 10,4 10,7
Low-skill dan berbasis teknologi
3.570,9 29,5 6,8 7,8 8,6
Padat karya dan berbasis SDA
7.082,1 -0,4 17,5 15,8 17,0
Tidak teridentifikasi
1.719,7 107,7 2,0 1,7 4,1
Komoditas Primer
20.497,8 -3,2 52,2 53,5 49,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
berdasarkan kamus agregasi UNCTAD 2016
Penurunan harga komoditas dunia
memberikan keuntungan tersendiri
terhadap struktur ekspor Indonesia. Pada
triwulan I tahun 2020, ekspor komoditas
primer Indonesia turun 3,2 persen (YoY).
Di sisi lain, ekspor produk manufaktur naik
9,5 persen (YoY) sehingga kontribusinya
pada periode ini dapat lebih tinggi
daripada komoditas primer.
Peningkatan kontribusi ekspor produk
manufaktur ini masih didominasi oleh
kelompok produk padat karya dan
berbasis sumber daya alam/SDA (17,0
persen terhadap total ekspor). Sementara
untuk kelompok produk manufaktur high-
skill dan berbasis teknologi, yang
merupakan salah satu target RPJMN
2020—2024, masih mengalami kontraksi
sebesar 1,4 persen (YoY).
Negara tujuan ekspor nonmigas
terbesar pada triwulan I tahun 2020
adalah Tiongkok, Amerika Serikat, dan
Jepang.
Tabel 35 Nilai Ekspor Nonmigas di Beberapa
Negara Mitra Dagang Utama
Uraian Nilai
Q1 2020
(juta USD)
Growth (%) Share thd Ekspor
Nonmigas (%)
QtQ YoY
Tiongkok 5.958,1 -20,4 14,0 15,1 Jepang 3.425,1 -2,7 0,6 8,7 Amerika Serikat 4.830,3 3,1 16,0 12,2 India 2.956,2 -7,6 -1,7 7,5 Australia 505,8 -5,3 12,5 1,3 Korea Selatan 1.445,4 0,7 -17,8 3,7 Taiwan 858,0 -1,5 -1,3 2,2 ASEAN 9.047,6 1,0 9,3 22,9 Singapura 2.730,5 26,4 35,4 6,9 Malaysia 1.737,7 -11,2 -0,8 4,4 Thailand 1.365,3 5,2 -2,1 3,5 Uni Eropa 3.498,4 -4,1 -3,7 8,9 Jerman 642,4 5,2 10,4 1,6 Belanda 756,0 -4,3 -6,9 1,9 Italia 488,3 -1,0 22,5 1,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Ketiga negara tersebut berkontribusi
sebesar 36,0 persen terhadap total ekspor
nonmigas. Negara tujuan ekspor
65
nonmigas terbesar selanjutnya adalah
negara-negara di Kawasan ASEAN,
terutama Singapura (6,9 persen), Malaysia
(4,4 persen), dan Thailand (3,5 persen).
Meskipun pertumbuhan ekonomi
Tiongkok pada triwulan I tahun 2020
mengalami kontraksi sebesar 6,8 persen
(YoY), namun ekspor Indonesia ke negara
tersebut masih tumbuh sebesar 14,0
persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
utamanya didorong oleh kenaikan ekspor
barang kain perca (termasuk masker
bedah) sebesar 7.070,0 persen (YoY),
ekspor besi dan baja sebesar 64,6 persen
(YoY), serta ekspor bahan bakar mineral
sebesar 18,4 persen (YoY)1.
Sementara untuk ekspor ke Amerika
Serikat, kenaikan ekspor Indonesia
sebesar 16,0 persen (YoY) diperkirakan
terjadi karena menurunnya impor barang
asal Tiongkok ke Amerika Serikat (efek
pengalihan perdagangan) sebagai akibat
penurunan aktivitas industri di Tiongkok
selama lockdown. Pertumbuhan ekspor
Indonesia ke Amerika Serikat utamanya
berasal dari ekspor mesin/peralatan listrik
sebesar 71,3 persen (YoY) dan ekspor
furnitur sebesar 68,4 persen (YoY) 1.
Total impor Indonesia turun 3,7 persen
(YoY).
Berdasarkan penggunaan barang,
penurunan impor pada triwulan I tahun
2020 disebabkan oleh penurunan impor
bahan baku/penolong serta impor barang
modal, yang masing-masing turun 2,8
persen dan 13,1 persen (YoY). Hal ini
sejalan dengan melambatnya
pertumbuhan sektor industri pengolahan
pada triwulan I tahun 2020, yang hanya
1 Dihitung melalui proksi data impor Tiongkok dan Amerika
Serikat, sumber: Trademap (2020).
tumbuh 2,06 persen (YoY). Sementara
impor barang konsumsi tercatat naik
sebesar 7,1 persen (YoY).
Tabel 36 Nilai Impor berdasarkan Golongan
Penggunaan Barang
Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth (%) Share thd
Total(%) QtQ YoY
Impor Total 39.169,0 -12,2 -3,7 100 Barang Konsumsi
3.618,3 -23,8 7,1 9,2
Bahan Baku / Penolong
29.668,7 -8,5 -2,8 75,8
Barang Modal 5.862,0 -20,8 -13,1 15,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Impor nonmigas terbesar adalah
golongan Mesin/Pesawat Mekanik (HS
84) serta Mesin/Peralatan Listrik (HS
85)
Tabel 37 Nilai Impor Nonmigas 10 Golongan
Barang HS 2 Digit Terbesar
Kode HS: Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth (%) Share thd Impor
Nonmigas (%)
QtQ YoY
84 : Mesin-mesin/Pesawat Mekanik
6.023,7 -11,8 -7,6 17,8
85 : Mesin/peralatan listrik
4.525,6 -17,4 2,8 13,4
72 : Besi dan Baja 2.116,5 -23,4 -23,4 6,3 39 : Plastik dan Barang dari Plastik
2.018,9 -6,1 -7,5 6,0
87 : Kendaraan dan Bagiannya
1.571,5 -11,3 -12,1 4,6
29 : Bahan kimia organik
1.409,1 2,5 -7,8 4,2
10 : Serealia 892,2 16,1 -4,1 2,6 73 : Benda-benda dari Besi dan Baja
799,4 -15,9 -6,3 2,4
23 : Ampas/Sisa Industri Makanan
681,5 -4,7 8,1 2,0
38 : Berbagai produk kimia
657,8 4,6 -6,0 1,9
Sumber: Badan Pusat Statistik
66
Kedua golongan barang tersebut berperan
sebesar 31,2 persen terhadap total impor
nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, impor
mesin/pesawat mekanik turun sebesar 7,6
persen (YoY), sedangkan mesin/peralatan
listrik masih mengalami kenaikan sebesar
2,8 persen (YoY). Pada 10 golongan barang
HS 2 digit utama, penurunan impor
terbesar terjadi pada golongan besi dan
baja (-23,4 persen, YoY), golongan barang
kendaraan dan bagiannya (-12,1 persen,
YoY), serta golongan barang bahan kimia
organik (-7,8 persen, YoY).
Impor nonmigas terbesar berasal dari Tiongkok dan Jepang.
Meskipun impor nonmigas asal Tiongkok mencatat kontraksi sebesar 14,5 persen (YoY), namun Tiongkok masih menjadi negara asal impor nonmigas utama Indonesia (share 26,3 persen). Kontraksi impor Tiongkok utamanya berasal dari penurunan impor golongan barang mesin-mesin/pesawat mekanik serta golongan besi dan baja, yang masing-masing turun sebesar 9,8 persen dan 28,3 persen (YoY)2.
Impor nonmigas asal Jepang pun mengalami penurunan pada triwulan I tahun 2020, terutama berasal dari golongan barang mesin-mesin/pesawat mekanik serta barang kendaraan dan bagiannya, yang masing-masing turun sebesar 20,0 persen dan 8,8 persen (YoY)2.
Beberapa negara masih mengalami kenaikan impor nonmigas pada triwulan I tahun 2020, yaitu Singapura (27,9 persen, YoY), Taiwan (22,9 persen, YoY), dan Belanda (20,9 persen, YoY).
2 Dihitung melalui proksi data ekspor Tiongkok dan Jepang,
sumber: trademap (2020).
Tabel 38 Nilai Impor Nonmigas di Beberapa
Negara Mitra Dagang Utama
Uraian Nilai
Q1 2020 (juta USD)
Growth (%) Share thd Impor
Nonmigas (%)
QtQ YoY
Tiongkok 8.909,3 -27,2 -14,5 26,3 Jepang 3.596,7 -4,4 -9,4 10,6 Amerika Serikat 1.832,5 -7,4 -6,3 5,4 India 967,7 -3,7 -4,1 2,9 Australia 1.069,9 -10,1 3,3 3,2 Korea Selatan 1.763,3 -3,7 -4,1 5,2 Taiwan 956,2 -16,9 22,9 2,8 ASEAN 7.167,1 -5,9 4,1 21,2 Singapura 2.237,8 -13,2 27,9 6,6 Malaysia 1.427,3 -0,8 -3,4 4,2 Thailand 2.257,7 -4,0 -6,9 6,7 Uni Eropa 2.855,9 -6,0 -5,0 8,4 Jerman 797,3 -2,1 -7,3 2,4 Belanda 220,8 1,6 20,9 0,7 Italia 412,0 2,0 1,0 1,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kerjasama Ekonomi Internasional
Perkembangan Indonesia-Australia
Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IA-CEPA).
Indonesia-Australia Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IA-
CEPA) telah diratifikasi pada Rapat
Paripurna DPR RI yang dilaksanakan pada
6 Februari 2020. Proses ratifikasi telah
selesai dengan diterbitkannya Undang-
Undang No. 1 Tahun 2020 tentang
Pengesahan Persetujuan Kemitraan
Ekonomi Komprehensif Indonesia-
Australia pada 28 Februari 2020.
Menyusul ratifikasi, Menteri Perdagangan
Indonesia dan Menteri Perdagangan,
Investasi, dan Pariwisata Australia telah
menyepakati bahwa IA-CEPA akan berlaku
efektif mulai 5 Juli 2020 yang diumumkan
melalui siaran pers oleh masing-masing
negara.
67
Pelaksanaan IA-CEPA mencakup
diantaranya Economic Cooperation
Program (IA-CEPA ECP). Penyiapan IA-
CEPA ECP mencakup penyusunan dan
pembahasan the Draft of IA-CEPA ECP
Design Report. Kesepakatan yang dicapai
adalah: (1) empat bidang kerja sama
ekonomi, yaitu: (a) IA-CEPA
Implementation, (b) Agrifood Innovation
Partnerships, (c) Powering Advanced
Manufacturing, (d) Co-investing in Skills
and Training; dan (2) pembentukan ECP
Collaborative Hub yang bertindak sebagai
Sekretariat dari Economic Cooperation
Committee (ECC) untuk ECP. Pelaksanaan
IA-CEPA ECC akan didanai melalui
Australian Overseas Development
Assistance (ODA) dengan Bappenas
sebagai koordinator dari sisi Pemerintah
Indonesia.
Perkembangan Terkini Perundingan
Indonesia-European Union
Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IEU-CEPA)
IEU-CEPA telah masuk dalam tahap
negosiasi sejak tahun 2016. Selama
berlangsungnya proses perundingan,
masih banyak isu yang belum mencapai
kesepakatan baik dari internal Indonesia
maupun dari pihak EU. Beberapa
permasalahan yang masih dibahas antara
lain terkait bea keluar, local content, dan
government procurement. Selain itu,
perundingan juga cukup alot karena EU
terdiri dari 27 negara, sehingga berbagai
isu perundingan harus disetujui oleh
semua negara tersebut.
Dari sisi Indonesia, Uni Eropa merupakan
pasar yang cukup penting. Berdasarkan
data ITC Trade Map, pada tahun 2018 Uni
Eropa termasuk Inggris merupakan tujuan
bagi 9,5 persen dari ekspor Indonesia, dan
sekitar 7,5 persen dari total impor
Indonesia berasal dari Uni Eropa.
Sementara dari sisi Uni Eropa,
perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa
cenderung stagnan dengan persentase
tidak lebih dari 0,3 persen baik dari total
impor Uni Eropa maupun total ekspor Uni
Eropa.
Tabel 39 Kontribusi Ekspor Indonesia ke Uni
Eropa
Uraian 2016 2017 2018
Ekspor Indonesia ke Uni Eropa (Juta USD)
14.474 16.377 17.121
Kontrribusi ekspor Indonesia terhadap impor Uni Eropa (%)
0,28 0,28 0,27
Kontribusi ekspor Indonesia ke Uni Eropa terhadap total Ekspor Indonesia (%)
10,02 9,70 9,50
Sumber: ITC Trade Map
Proses perundingan ke depan perlu
didasarkan pada dampak dari perubahan-
perubahan signifikan dalam arah
kebijakan ekonomi di Uni Eropa seperti
standar produk ramah lingkungan, serta
perubahan politik seperti Brexit.
Gambar 50 Mitra Ekspor Indonesia ke Uni Eropa
Sumber: Center for Strategic and International
Studies
Perundingan tersebut tidak saja
difokuskan pada dampak terhadap
perdagangan, namun juga terhadap
68
investasi. Negara utama sumber FDI dari
Uni Eropa ke Indonesia antara lain:
Belanda, Belgia, Inggris, Jerman, dan
Prancis. Sekitar 77,8 persen dari total FDI
berasal dari Belanda. Investasi Uni Eropa
sebagaian besar berada di subsektor: (i)
transportasi dan pergudangan, (ii) listrik,
gas, dan air, (iii) pertambangan, (iv) hotel
dan restoran, serta (v) kimia dan farmasi.
Sebagai catatan, saat ini EU-Vietnam FTA
sudah selesai ratifikasi dan EU-Thailand
FTA sudah memasuki tahap akhir
perundingan. Baik Vietnam maupun
Thailand merupakan kompetitor
Indonesia di pasar Uni Eropa.
Gambar 51 Mitra Utama Investasi Indonesia
Asal Uni Eropa
Sumber: Center for Strategic and International
Studies
Gambar 52 Subsektor Tujuan Uni Eropa
Sumber: Center for Strategic and International
Studies
Perkembangan Terkini Perdagangan dan
Kerjasama Internasional Terkait COVID-19
Deklarasi KTT Khusus ASEAN Terkait
COVID-19
KTT ASEAN membahas kesepakatan
mengenai upaya penanganan situasi
COVID-19 dilaksanakan secara virtual
pada 14 April 2020. Deklarasi tersebut
menghasilkan kesepakatan antara lain: (i)
kerjasama melawan COVID dengan saling
tukar informasi dan best practices serta
pengembangan research, (ii)
perlindungan bagi warga negara ASEAN di
tengah masa pandemic, (iii) memperkuat
komunikasi publik dan memerangi
stigmatisasi, (iv) komitmen untuk
mengambil aksi kolektif dan kebijakan
terkoordinasi untuk mitigasi dampak
ekonomi dan sosial, (v) pentingnya
pendekatan komprehensif yang
melibatkan multi-stakeholders dan multi-
sektoral, (vi) menugaskan para menteri
ekonomi ASEAN untuk memastikan
berjalannya supply chain connectivity
sehingga perdagangan dapat terus
berjalan, (vii) mendukung realokasi Trust
Fund ASEAN guna menangani COVID-19.
World Trade Organization
Terlepas di luar konteks COVID-19,
mundurnya Direktur Jenderal WTO
Roberto Azevêdo merupakan hal yang
mengejutkan. Terlebih berita ini muncul di
tengah kondisi COVID-19 yang berdampak
negatif pada agenda reformasi WTO dan
upaya mendukung multilateralisme serta
menekan tren proteksionisme.
Pada masa COVID-19, hambatan
perdagangan dan jasa meningkat pesat
yang ditunjukkan dengan banyaknya
notifikasi trade measures ke WTO. Sampai
dengan 14 Mei 2020, terdapat 177
notifikasi hambatan perdagangan barang
(dal
am r
ibu
USD
)
69
dan 81 notifikasi hambatan perdagangan
jasa dari berbagai negara.
Sebagai contoh, sejak Februari 2020,
Tiongkok telah mengarahkan sektor bisnis
untuk mengajukan lisensi ekspor-impor
secara digital. Amerika Serikat
menetapkan prioritas dan alokasi Alat
Perlindungan Diri (APD) termasuk masker,
alat bantu pernapasan, dan sejenisnya
untuk penggunaan domestik. Selain itu, AS
juga menerapkan prosedur investigasi
yang komprehensif untuk barang impor
terkait pandemik. Indonesia, Malaysia,
dan Thailand untuk sementara waktu
melarang ekspor antiseptik dan etil
alkohol, masker dan bahan baku
pembuatan masker, serta APD. Sedangkan
Myanmar sementara waktu menunda
penerbitan lisensi ekspor beras untuk
menjamin ketahanan pangan di masa
pandemik.
G20 Trade and Investment Working Group
Indonesia sebagai bagian dari G20 TIWG
telah menyusun draf outcome yang
disepakati sebagai aksi bersama maupun
aksi sukarela oleh kepala negara G20.
Kesepakatan ini meliputi berbagai area
kebijakan, antara lain: (i) fasilitasi
perdagangan dan upaya memastikan
protokol darurat tidak menimbulkan bagi
perdagangan internasional, (ii) upaya
mendukung kelancaran logistik
penggunaan sementara transportasi
umum untuk untuk perdagangan barang
terutama alat-alat kesehatan dan
perlengkapan medis, (iii) mendukung
UMKM dan kolaborasi dengan sektor
swasta, dll.
Diplomasi di Tengah COVID-19
Tiongkok memberikan bantuan peralatan
medis mencakup APD, handsanitizers, dan
ventilator, serta konsultasi dan knowledge
sharing dari tenaga medis Tiongkok untuk
negara-negara Amerika Latin. Tiongkok
juga mengajukan pemberian bantuan
finansial dan memberikan keringanan
pinjaman lunak saat AS menolak
permohonan bantuan dari Venezuela,
serta investor AS menarik investasinya
dari Amerika Latin.
Vietnam melakukan soft diplomacy
dengan mendonasikan masker ke
berbagai negara ASEAN, Amerika Serikat,
Rusia, Jeman, Perancis dan Inggris.
Bantuan sebanyak 250.000 masker
diberikan kepada AS, 550.000 masker
kepada Uni Eropa, Kemampuan produksi
tersebut ditunjang dengan telah
berkembangnya industri garmen dan
tekstil di Vietnam. Hal ini dapat dilihat
sebagai unjuk kesiapan industri di Vietnam
untuk bersaing dengan Tiongkok di pasar
global.
70
Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
Tabel 40 Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 1993
2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 2010
3 ASEAN-Canada FTA Proposed/Under consultation and study
2017
4 ASEAN-EU Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2015
5 ASEAN-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2016
6 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
7 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2010
8 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 2008
9 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2009
10 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2005
11 ASEAN-[Republic of] Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2007
12 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Signed but not yet in effect 2012
13 Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA/ASEAN+6)
Proposed/Under consultation and study
2005
14 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under consultation and study
2004
15 Eurasian Economic Union-Indonesia Proposed/Under consultation and study
2016
16 Free Trade Area of the Asia Pacific Proposed/Under consultation and study
2014
17 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Arrangement
Negotiations launched 2011
18 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
19 Indonesia-Colombia Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2019
20 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement
Signed but not yet In Effect 2018
21 Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement
Negotiations launched 2016
22 Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade Agreement
Proposed/Under consultation and study
2018
23 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 2008
24 Indonesia-Kenya Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2018
25 Indonesia-Morocco Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2019
26 Indonesia-Mozambique Free Trade Agreement Negotiations launched 2018
71
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
27 Indonesia-Nigeria Preferential Trade Agreement Propesed/Under Consultation and study
2017
28 Indonesia-Pakistan Free Trade Agreement Signed and In Effect 2013
29 Indonesia-Peru FTA Proposed/Under consultation and study
2014
30 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched 2012
31 Indonesia-South Africa Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2018
32 Indonesia-Sri Lanka Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2018
33 Indonesia-Taipei,China FTA Proposed/Under consultation and study
2011
34 Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2018
35 Indonesia-Turkey FTA Negotiations launched 2017
36 Indonesia-Ukraine Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
2016
37 Indonesia-United States Free Trade Agreement Proposed/Under consultation and study
1997
38 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries
Signed and In Effect 2011
39 Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched 2013
Sumber: Asia Regional Integration Center (ADB)
Secara umum, kinerja perdagangan
Indonesia dengan negara mitra FTA dalam
satu tahun terakhir sampai triwulan I
tahun 2020 relatif stagnan. Penurunan
nilai impor yang signifikan hanya terjadi
pada impor Indonesia dari Tiongkok yang
turun sebesar USD1,4 miliar yang
dipengaruhi oleh dampak COVID-19.
Kontribusi ekspor Indonesia ke kawasan
Asia Timur yang terdiri dari Jepang, Korea
Selatan, Tiongkok termasuk Hongkong
mencapai 31,30 persen dari total ekspor
Indonesia ke dunia. Pada saat yang sama,
Indonesia juga mengimpor 42,58 persen
produk dari negara-negara tersebut.
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara
berkontribusi terhadap 24,37 persen dari
total ekspor Indonesia, dan 22,56 persen
dari impor Indonesia. Sementara itu,
negara-negara mitra FTA di kawasan Asia
Selatan yang terdiri dari India, Bangladesh,
dan Pakistan menjadi tujuan ekspor dari
10,25 persen produk Indonesia, dan
sumber 3,25 persen dari total impor
Indonesia.
Tabel 41 Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA
Kawasan / Negara
Q1 2019 Q1 2020
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
(juta USD)
Indonesia
terhadap Dunia 40.605,7 40.668,5 -62,8 41.760,9 39.169,0 2.591,9
KAWASAN ASIA TIMUR
Jepang 4.225,0 3.975,3 249,7 3.720,7 3.611,6 109,2
Korea Selatan 2.082,8 2.129,7 -47,0 1.752,7 1.973,5 -220,9
72
Kawasan / Negara
Q1 2019 Q1 2020
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
(juta USD)
R. R. Tiongkok 5.753,9 10.507,2 -4.753,3 6.374,7 9.086,7 -2.712,
Hongkong, Tiongkok
647,7 702,5 54,8 708,9 762,2 53,3
Kontribusi thd total
31.30% 42.58% - 30.07% 39.40% -
KAWASAN ASIA TENGGARA
Thailand 1.635,0 2.437,6 -802,7 1.539,7 2.267,9 -728,2
Singapura 3.178,7 3.593,5 -414,8 3.438,2 3.800,2 -362,0
Filipina 1.604,9 207,5 1.397,4 1.551,3 183,2 1.368,2
Malaysia 1.955,3 1.908,9 46,4 2.016,6 1.901,4 115,3
Myanmar 200,9 38,3 162,6 267,9 62,0 205,9
Kamboja 143,2 12,4 130,8 169,7 15,9 153,9
Brunei Darussalam
16,9 8,1 8,8 29,8 42,6 -12,8
Laos 1,8 9,0 -7,2 1,7 15,9 -14,2
Vietnam 1.160,9 961,1 199,8 1.194,9 957,7 237,2
Kontribusi thd total
24.37% 22.56% - 24.45% 23.61% -
KAWASAN ASIA SELATAN
India 3.019,7 1.146,0 1.873,7 2.959,4 971,1 1.988,3
Pakistan 512,8 92,9 419,9 525,2 67,6 457,6
Bangladesh 628,2 22,1 606,1 619,0 30,1 588,9
Kontribusi thd total
10.25% 3.10% - 9.83% 2.73% -
KAWASAN EROPA
Turki 276,0 91,5 184,4 294,4 80,0 214,3
Kontribusi thd total
0.68% 0.23% - 0.70% 0.20% -
KAWASAN AFRIKA
Mesir 292,3 49,0 243,3 282,2 43,7 238,4
Nigeria 106,3 516,3 -410,0 95,2 578,7 -483,5
Kontribusi thd total
0.98% 1.39% - 0.90% 1.59% -
KAWASAN OCEANIA
Australia 475,2 1.164,0 -688,8 511,6 1.412,0 -900,4
Selandia Baru 101,2 170,9 -69,7 128,2 185,2 -57,0
Kontribusi thd total
1.42% 3.28% - 1.53% 4.08% -
KAWASAN TIMUR TENGAH
Iran 18,9 7,2 11,7 35,5 7,7 27,8
Kontribusi thd total
0.91% 0.34% - 2.02% 0.39% -
Sumber: Kementerian Perdagangan
73
Tabel 42 Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia
Berdasarkan FTA terhadap Total Perdagangan Indonesia dengan Dunia
FTA
Q1 2019 Q1 2020
Ekspor Impor Ekspor Impor
(persen)
ASEAN FTA 24.37 22.56 24.45 22.14
ASEAN-Australia and New Zealand FTA 25.79 25.85 25.98 25.97
ASEAN-Hong Kong, China FTA 25.97 24.29 26.15 23.97
ASEAN-India CEPA 31.81 25.38 31.54 24.47
ASEAN-Japan CEPA 34.78 32.34 33.36 30.79
ASEAN-People's Republic of China CEPA 38.54 48.40 39.71 43.90
ASEAN-Republic of Korea CEPA 29.50 27.80 28.65 26.87
Indonesia-Japan EPA 10.40 9.77 8.91 8.65
Indonesia-Pakistan FTA 1.26 0.23 1.26 0.16
Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries
9.33 6.61 9.26 6.49
Sumber: Kementerian Perdagangan
Perkembangan perdagangan berdasarkan
FTA menunjukkan bahwa FTA yang
melibatkan negara ASEAN berkontribusi
lebih dari 20 persen total ekspor dan
impor Indonesia. FTA dengan kontribusi
terbesar adalah ASEAN-People's Republic
of China Comprehensive Economic
Cooperation Agreement.
74
75
III. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI
3.1 Proyeksi Pertumbuhan
Ekonomi Global
Goncangan yang disebabkan oleh
pandemi mengancam terjadinya resesi
global.
Perekonomian dunia diproyeksi
terkontraksi hingga 3,0 persen pada tahun
2020. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
kebijakan lockdown, situasi keuangan
negara berkembang, serta harga
komoditas yang cenderung melemah.
Pertumbuhan negara-negara maju
diprediksi akan terkontraksi hingga 6,1
persen. Negara berkembang secara
umum juga akan terkontraksi 0,1 persen.
Namun, negara di Asia memiliki
kecenderungan tetap tumbuh positif.
Jumlah kasus yang besar di Amerika
Serikat dan Eropa akan menahan
pertumbuhan kawasan tersebut terkait
dengan pemulihan yang lama. Kebijakan
lockdown dan pembatasan aktivitas
menurunkan aktivitas ekonomi dalam
jumlah yang sangat besar. Negara-negara
tersebut diprediksi terkontraksi jauh lebih
besar dibandingkan negara lainnya.
Aktivitas ekonomi di Tiongkok
diperkirakan kembali berjalan pada
triwulan II. Namun, recovery
perekonomian Tiongkok pada triwulan II
diprediksi akan terhambat turunnya
permintaan global sejalan dengan
diberlakukannya lockdown di berbagai
negara mitra. Dengan topangan stimulus
fiskal dan pemulihan aktivitas bisnis,
ekonomi Tiongkok pada tahun 2020
diproyeksi tetap tumbuh positif sebesar
1,2 persen.
India juga diproyeksikan tetap tumbuh
positif sebesar 1,9 persen pada tahun
2020. Sementara itu, ASEAN-5 secara
keseluruhan akan terkontraksi 0,6 persen.
Indonesia, Filipina, dan Vietnam masing-
masing tetap tumbuh positif. Sementara
Malaysia dan Thailand terkontraksi
masing-masing 1,7 dan 6,7 persen.
Tabel 43 Proyeksi Pertumbuhan Beberapa
Negara
Kawasan 2020 2021
Negara Maju Amerika Serikat -5,9 4,7 Kawasan Eropa -7,5 4,7 Jerman -7,0 5,2 Inggris -6,5 4,0 Jepang -5,2 3,0 Negara Berkembang Tiongkok 1,2 9,2 India 1,9 7,4 ASEAN-5 -0,6 7,8 Amerika Latin dan Karibia Brazil -5,3 2,9 Sub Sahara Afrika -1,6 4,1 Afrika Selatan -5,8 4,0
Global -3,0 5,8
Sumber: IMF, World Economic Outlook, April
2020
Pertumbuhan ekonomi dunia deprediksi
kembali tumbuh sebesar 5,8 persen pada
tahun 2021. Kondisi perekonomian baik
negara maju maupun berkembang akan
lebih baik dibandingkan tahun 2020.
Namun, pertumbuhan tetap lebih rendah
dibandingkan sebelum pandemi. Kondisi
tersebut akan tercapai jika perekonomian
telah kembali berjalan dengan normal.
Kecepatan dalam menangani pandemi
menjadi kunci pertumbuhan.
Harga komoditas energi diprediksi turun
tajam pada tahun 2020.
Berdasarkan data World Bank, prediksi
harga batu bara internasional pada tahun
2020 diturunkan dari USD79,0 menjadi
76
USD65,0 per metrik ton. Sementara pada
2021 direvisi menjadi USD68 dari USD71
per metrik ton. Sementara itu, harga gas
alam diproyeksi sebesar USD3,1 per
mmbtu pada tahun 2020. Pelemahan yang
terjadi disebabkan oleh berkurangnya
konsumsi global terhadap dua komoditas
tersebut.
Tabel 44 Proyeksi Harga Komoditas Global
Komoditas Unit 2020 2021
Energi
Batubara USD/mt 65,0 68,0
Minyak Mentah
USD/bbl 35,0 42,0
Gas Alam, Eropa
USD/mmbtu 3,1 4,1
Non Energi
Minyak Kelapa Sawit
USD/mt 650 668
Karet USD/kg 1,55 1,61
Tembaga USD/mt 5.200 5.500
Emas USD/toz 1.600 1.590
Sumber: World Bank, April 2020
Minyak mentah rata-rata diprediksi turun
hingga 43,0 persen pada 2020 menjadi
USD35,0. Hal ini disebabkan oleh
anjloknya permintaan dunia yang
diperkirakan mencapai -10 persen akibat
pembatasan aktivitas. Dengan penurunan
yang begitu besar, pemotongan produksi
minyak mentah oleh anggota OPEC+ tidak
berpengaruh banyak. Harga minyak
mentah diperkirakan naik pada tahun
2021 seiring dengan permintaan yang
berangsur meningkat. Jika produksi
minyak mentah dapat diturunkan lebih
tajam, kenaikan harga minyk dapat terjadi
lebih cepat.
Harga komoditas pertanian bergerak
cenderung stabil.
Berbeda dengan komoditas lainnya,
pengaruh perlambatan ekonomi global
pada komoditas pertanian tidak sebesar
komoditas lainnya. Meskipun harganya
tetap diprediksi turun. Namun, distribusi
barang yang tehambat dapat
meningkatkan harga komoditas di tingkat
konsumen.
Harga karet diprediksi sebesar USD1,55
per kg pada 2020 dan sedikit meningkat
pada 2021 menjadi USD1,6 per kg. Tidak
banyak berubah dibandingkan harga
tahun 2019. Turunnya harga karet terkait
dengan industri ban yang menghentikan
produksinya untuk sementara waktu.
Turunnya permintaan global diimbangi
dengan turunnya produksi karet. Ekspor
karet oleh negara-negara produsen utama
juga telah menurun hampir 5 persen
(YoY). Oleh karena itu, harga karet akan
lebih stabil.
Minyak kelapa sawit diproyeksikan
meningkat pada tahun 2020 menjadi
USD650 per metrik ton. Sementara harga
kopi Arabika dan Robusta diprediksi turun
masing-masing menjadi sebesar USD2,8
dan USD1,5 per kg. Keduanya akan
meningkat kembali pada tahun 2021.
Permintaan cokelat diprediksi mengalami
penurunan lebih dari 4 persen. Hal
tersebut berdampak pada turunnya harga
cokelat pada tahun 2020 menjadi USD2,3
per kg. Hal serupa terjadi pada harga teh
yang diproyeksi turun hingga 10 persen.
Komoditas logam diproyeksi turun 13
persen.
Lemahnya permintaan dan suplai yang
kembali meningkat dari Australia dan
Brazil akan menyebabkan turunnya harga
bijih besi tahun ini. Harga bijih besi
diprediksi sebesar USD85 per dmt.
Sementara itu, harga nikel diproyeksi
turun 17,3 persen menjadi USD11.500 per
metrik ton. Turunnya permintaan global
berdampak lebih besar daripada efek
77
pengurangan suplai dari Indonesia dan
Filipina. Oleh karena itu, harga nikel
cenderung akan turun pada tahun 2020.
Kondisi berbeda terjadi pada emas yang
diprediksi meningkat hingga 14,9 persen
padda tahun 2020. Ketidakpastian
pandemi yang dihadapi dan kekhawatiran
pasar membuat sejumlah negara
melakukan peloggaran moneter besar-
besaran. Hal ini mendorong peningkatan
permintaan investor akan komoditas
emas. Rata-rata harga emas sepanjang
tahun berjalan diprediksi mencapai
USD1.600 per troy ons.
3.2 Proyeksi Perekonomian
Indonesia
Perekonomian Indonesia pada tahun
2020 diperkirakan mengalami
perlambatan sebagai dampak pandemi
COVID-19.
Tabel 45 Konsensus Proyeksi Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia
Lembaga 2020
IMF1) 0,5 World Bank2) 2,5 ADB3) 5,2 Bappenas4) (0,4) – 2,3 Goldman Sachs Group -2,1 Oxford Economics -0,8 JP Morgan Chase 0,5 Moody’s 2,1 Fitch Rating 1,2 Nomura Securities -3,2
Sumber: 1)World Economic Outlook (WEO),
April 2020 2)Global Economic Prospect (GEP),
Januari 2020 3)Asian Development Outlook
(ADO), April 2020 4)Perkiraan Bappenas dan
Kementerian Keuangan, Mei 2020
Tidak berbeda dengan negara lain di
dunia, pandemi COVID-19 berdampak
besar terhadap ekonomi Indonesia.
Prospek pertumbuhan ekonomi tahun
2020 yang pada awalnya ditargetkan
mencapai 5,3 persen, direvisi ke bawah
menjadi -0,4 – 2,3 persen dengan
mempertimbangkan terjadinya
perlambatan pada hampir semua
komponen PDB. Melihat realisasi
pertumbuhan triwulan I tahun 2020 yang
melambat signifikan menjadi sebesar 3,0
persen, pertumbuhan ekonomi tahun
2020 diperkirakan melambat mendekati
nol dengan puncak penurunan terjadi
pada triwulan II tahun 2020.
Tabel 46 PDB Berdasarkan Pengeluaran
Komponen Pengeluaran
20191)
2020: Sebelum COVID-
192)
2020: COVID-193)
Konsumsi RT & LNPRT
5,2 4,9 (0,6) – 1,8
Konsumsi Pemerintah
3,2 4,3 3,3 – 4,0
PMTB/Investasi 4,4 6,0 (2,8) – 0,3 Ekspor -0,9 3,7 (7,7) – (3,0) Impor -7,7 3,2 (12,0) – (7,5)
PDB 5,0 5,3 (0,4) – 2,3
Sumber: 1)BPS, 2)Sasaran RKP 2020,
3)Perkiraan Bappenas dan Kementerian
Keuangan, Mei 2020
Dari sisi PDB pengeluaran, konsumsi
masyarakat (konsumsi rumah tangga dan
LNPRT) diperkirakan melambat, hanya
tumbuh -0,6 – 1,8 persen pada tahun
2020, lebih rendah dari sasaran RKP 2020
sebesar 4,9 persen. Perlambatan tersebut
salah satunya disebabkan oleh
berkurangnya permintaan masyarakat,
terutama untuk wisata dan hiburan,
sebagai dampak dari pembatasan sosial
(social distancing) untuk menghentikan
penyebaran wabah COVID-19. Daya beli
masyarakat juga turun disebabkan oleh
hilangnya pendapatan sebagian
masyarakat yang kehilangan pekerjaan
dan potensi kenaikan harga karena
gangguan di sisi penawaran. Perluasan
bantuan sosial yang dilakukan pemerintah
78
diharapkan dapat menahan laju
perlambatan konsumsi masyarakat.
Pembentukan modal tetap bruto atau
investasi diperkirakan terkena dampak
negatif yang besar, tumbuh sebesar -2,8 –
0,3 persen pada tahun 2020, lebih rendah
dari sasaran RKP 2020 sebesar 6,0 persen.
Tekanan pada neraca keuangan
perusahaan akibat rendahnya penerimaan
seiring penurunan permintaan,
ketidakpastian penyelesaian COVID-19
yang mendorong investor asing maupun
domestik menunda keputusan investasi,
dan ditunda atau dihentikannya proyek
infrastruktur pemerintah menjadi
beberapa faktor yang mendorong
perlambatan investasi.
Ekspor barang dan jasa yang pada awalnya
ditargetkan tumbuh 3,7 persen
diperkirakan mengalami kontraksi sebesar
7,7 – 3,0 persen pada tahun 2020.
Kontraksi tersebut utamanya didorong
oleh turunnya permintaan dunia akan
barang ekspor Indonesia. Selain ekspor
barang, penurunan ekspor jasa juga akan
mengalami penurunan, terutama jasa
transportasi dan jasa perjalanan.
Turunnya ekspor perjalanan didorong
oleh penurunan wisatawan mancanegara
sebagai dampak penutupan perbatasan
Indonesia dan negara lainnya untuk
mencegah penyebaran wabah COVID-19.
Sementara itu, impor barang dan jasa
diperkirakan juga mengalami kontraksi
sebesar 12,0 – 7,5 persen dari sebelumnya
diperkirakan tumbuh sebesar 3,2 persen,
akibat turunnya aktivitas ekonomi
domestik.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah
sebesar 3,3 – 4,0 persen menjadi satu-
satunya komponen PDB pengeluaran yang
diperkirakan tidak akan terlalu berbeda
dari sasaran dalam RKP 2020 sebesar 4,3
persen. Pertumbuhan konsumsi
pemerintah didorong oleh peningkatan
belanja untuk memberikan stimulus
terhadap kelompok masyarakat dan
industri yang terkena dampak COVID-19.
Tabel 47 PDB Berdasarkan Lapangan Usaha
Komponen Pengeluaran
20191)
2020: Sebelum COVID-
192)
2020: COVID-193)
Pertanian 3,6 3,7 0,8 – 2,5 Pertambangan 1,2 1,9 (2,1) – 0,5 Industri Pengolahan
3,8 5,0 (1,9) – 1,8
Pengadaan Listrik
4,0 4,2 1,6 – 3,4
Pengadaan Air 6,8 4,0 1,7 – 4,5 Konstruksi 5,8 5,7 (0,9) – 2,2 Perdagangan 4,6 5,5 (2,0) – 0,5 Transportasi 6,4 7,0 (7,5) – (3,1) Penyediaan Akomodasi
5,8 6,0 (7,9) – (5,2)
Informasi dan Komunikasi
9,4 7,3 8,3 – 11,2
Jasa Keuangan dan Asuransi
6,6 6,3 2,5 – 5,4
Real Estat 5,7 4,9 (0,2) – 2,5 Jasa Perusahaan
10,3 8,3 1,2 – 3,9
Administrasi Pemerintah
4,7 4,5 4,4 – 5,1
Jasa Pendidikan 6,3 5,1 3,8 – 6,2 Jasa Kesehatan 8,7 7,5 11,2 – 13,3 Jasa Lainnya 10,6 8,9 3,7 – 6,5
Sumber: 1)BPS, 2)Sasaran RKP 2020,
3)Perkiraan Bappenas dan Kementerian
Keuangan, Mei 2020
Dari sisi PDB lapangan usaha, dampak
negatif COVID-19 dirasakan merata di
hampir semua sektor. Sektor penyediaan
akomodasi dan makanan minuman,
perdagangan, industri pengolahan,
perdagangan, transportasi dan
pergudangan, dan konstruksi merupakan
sektor yang merasakan dampak negatif
terbesar pada tahun 2020.
Sebagai gambaran, pada RKP tahun 2020
sektor penyediaan akomodasi dan makan
79
minum merupakan salah satu sektor yang
diharapkan tumbuh tinggi (6,0 persen)
seiring dengan prioritas pembangunan di
sektor pariwisata. Namun pembatasan
pergerakan manusia, penutupan
perbatasan, dan penghentian sebagian
besar penerbangan internasional dan
domestik menyebabkan aktivitas
pariwisata, baik wisatawan mancanegara
maupun domestik, turun tajam. Selain itu,
pembatasan pergerakan manusia
berdampak pula terhadap restoran dan
warung makanan yang hanya bisa
melayani delivery atau take away. Sebagai
akibatnya, pertumbuhan sektor ini
diperkirakan mengalami kontraksi sebesar
7,9 – 5,2 persen.
Sektor industri pengolahan mengalami
tekanan yang cukup besar, baik dari sisi
supply maupun demand. Dari sisi supply,
gangguan pada rantai pasok global
menyebabkan kenaikan biaya produksi
terutama untuk memenuhi pasokan
bahan baku impor. Selain itu, kebijakan
pembatasan pergerakan masyarakat
berdampak pada tenaga kerja sektor
industri pengolahan yang mendorong
turunnya aktivitas produksi.
Dari sisi demand, di satu sisi industri
pengolahan secara keseluruhan
dihadapkan pada turunnya permintaan
masyarakat akan produk industri,
terutama produk yang bukan kebutuhan
dasar. Namun di sisi lain, terdapat juga
industri yang berkembang di antaranya:
industri makanan minuman, produk
kebutuhan sehari-hari, alat kesehatan dan
farmasi. Dengan perkembangan tersebut,
sektor ini diperkirakan akan tumbuh
sebesar -1,9 – 1,8 persen.
Turunnya volume dan aktivitas
perdagangan, baik domestik maupun
internasional, memberikan pengaruh bagi
kinerja sektor perdagangan. Sektor ini
diperkirakan tumbuh melambat sebesar -
2,0 – 0,5 persen.
Sementara itu sektor transportasi dan
pergudangan diperkirakan terkontraksi
sebesar 7,5 – 3,1 persen, sebagai dampak
dari dampak pembatasan pergerakan
masyarakat dan penurunan aktivitas
ekonomi secara keseluruhan terhadap
permintaan angkutan transportasi,
terutama transportasi udara.
Sektor lainnya, sektor konstruksi, terkena
dampak penundaan atau penghentian
berbagai proyek pembangunan
infrastruktur pemerintah yang berdampak
pada melambatnya pertumbuhan hingga
sebesar -0,9 – 2,2 persen.
Sektor lain yang perlu mendapat
perhatian adalah sektor pertambangan,
pertanian, dan pengadaan listrik yang
masing-masing diperkirakan tumbuh
sebesar -2,1 – 0,5; 0,8 – 2,5; dan 1,6 – 3,4
persen pada tahun 2020. Sektor
pertambangan diperkirakan terkena
dampak tidak langsung dari penyebaran
wabah COVID-19 yakni penurunan
permintaan dan harga komoditas di
tingkat internasional. Sementara itu,
sektor pertanian subsektor tanaman
pangan diperkirakan tidak akan
mengalami gangguan dalam jangka
pendek, tetapi gangguan diperkirakan
terjadi pada subsektor perkebunan dan
perikanan, terutama dari sisi ekspor.
Sektor pengadaan listrik terbantu oleh
peningkatan konsumsi listrik rumah
tangga yang meningkat seiring dengan
kebijakan work from home dan
pembebasan tarif listrik, meski
permintaan listrik industri dan bisnis
mengalami penurunan.
80
Sektor jasa kesehatan dan informasi
komunikasi menjadi sektor yang
diperkirakan dapat bertahan di tengah
wabah COVID-19. Jasa kesehatan
merupakan kebutuhan esensial terutama
dalam hal pemenuhan obat-obatan,
farmasi dan alat kesehatan. Selain itu,
permintaan akan produk sektor informasi
dan komunikasi meningkat cukup
signifikan, khususnya pada paket data
untuk memenuhi kebutuhan selama work
from home. Sektor jasa kesehatan dan
informasi dan komunikasi diperkirakan
masing-masing tumbuh sebesar 11,2 –
13,3 persen dan 8,3 – 11,2 persen pada
tahun 2020.
81
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penanggungjawab
Ir. Bambang Prijambodo, MA
Pemimpin Redaksi
Eka Chandra Buana, SE, MA
Dewan Redaksi
Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA
Dr. Onny Noyorono, MIA, MA
Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM
Dr. Haryanto, SE, MA
Ir. Sidqy Lego Pangesthi Suyitno, MA
Ir. Imarita Trihanda, MS
Redaktur Pelaksana
Cut Sawalina, SE, Msi
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Toni Priyanto J, S.Kom, ME
Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc
Tari Lestari, S.Si, SE, MS
Muhammad Fahlevy, SE, MA
P.N. Laksmi Kusumawati, SE, MSE, MSc, Ph.D
Octal Pramudito, SE, MA
Dra. Dwi Martini, ME
Yunus Gastanto, SE, PG.Dip
Istasius Angger Anindito, SE, MA
Yogi Harsudiono, SE, MPA
Ibnu Yahya, SE, M.Ec. Pol
Fajar Hadi Pratama, ST
Sukhad, S.IP
Drs. Muhammad Arif, Msi
82
Penulis
Filza Amalia, SE
Rakhmi Fadillah, SE
Mario Rosario Wisnu Aji, SE
Haqiqi Masnatin, SE
Rahma Hanii Maulida, SE
Rinda Komalasari, SE
Firdaussy Yustiningsih, STP, ME
Hillary Tanida Stephany Sitompul, S.HI
Richard Lorenz Hasiholan Silitonga, SE
Aris Saputra, SE
Aldi Turindra Rachman, SE
Deni Apriyanto, SE
Hilda Roseline, SE
Mutiara Maulidya, SE
Widyastuti Hardaningtyas, SE
Widath Chaerunissa Ayuningtyas, SE
Zakka Farisy, SE
Imroatul Amaliyah, SE
Muhammad Fikri Masteriarsa, S.Stat
Distributor/Sirkulasi
Imam Musadad
Tulus Sujadi
Administrasi
Dina Fitriani, SPd
Riris Karisma Kholid, SE
Editor
Rahma Hanii Maulida, SE
Grafis dan Layout
Zaid Fadhlurrahman, S.Kom
83
Untuk memberikan hasil laporan terbaik,
kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
84
KEDEPUTIAN BIDANG EKONOMI
KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
Gedung Madiun Lt. 5, Jl. Taman Suropati No. 2,
Menteng, Jakarta Pusat, 1030
Telp. (021) 31934267