perkebunan kelapa di halmahera

7
ANCAMAN HAMA BELALANG (Sexava spp.) PADA PERKEBUNAN KELAPA DI HALMAHERA UTARA Oleh: Effendi Wibowo, SP. 1) , Annisrien Nadiah,SP. 2) 1), 2) Calon POPT Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya 35.209 orang atau seperempat penduduk di Halmahera Utara menggantungkan hidupnya pada kopra, sejauh mata memandang dimana mana kita temukan pohon kelapa, tidak salah kiranya kabupaten Halmahera Utara mempunyai sebutan kabupaten kelapa. Kopra adalah sedaging buah kelapa yang dikeringkan. Kopra merupakan salah satu produk turunan kelapa yang sangat penting,karena merupakan bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Hasil dari budidaya kelapa oleh masyarakat Halmahera, mampu mencukupi kebutuhan seharihari, rerata dari empat hektar (ha) dengan hasil tiga ton kopra setiap panen empat bulan sekali, seorang petani mampu meraup pendapatan kotor Rp. 17,4 juta dengan asumsi harga per kilogram Rp. 5.800,-. Jika dikurangi dengan ongkos buruh panen dan biaya angkut pendapatan bersih yang diperoleh masih Rp. 12 juta. Dengan kondisi tersebut tidak mengherankan jika kopra menjadi salah satu komoditas penting penunjang perekonomian di Halmahera Utara, menurut kepala subbagian tata usaha Badan Pusat Statistik Halmahera Utara, hal itu setidaknya terlihat pula pada pendapatan domestik regional bruto tahun 2010 atas dasar harga berlaku Rp. 794 milliar. Lapangan usaha yang memberi kontribusi terbesar 40,62% adalah sektor pertanian dan jika dilihat lebih dalam subsektor perkebunan, salah satu dari lima sektor pertanian dimana didalamnya termasuk penyumbang terbesar yakni, 17,5 persen. Ancaman hama belalang (Sexava spp.) sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang menyerang 1.557 hektar tanaman kelapa dari total areal 50.093 ha di

Upload: teguhpr

Post on 29-Oct-2015

184 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Hama kelapa

TRANSCRIPT

Page 1: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

ANCAMAN HAMA BELALANG (Sexava spp.) PADA PERKEBUNAN

KELAPA DI HALMAHERA UTARA

Oleh: Effendi Wibowo, SP.1), Annisrien Nadiah,SP.2)

1), 2) Calon POPT Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya

35.209 orang atau

seperempat penduduk di Halmahera Utara

menggantungkan hidupnya pada kopra,

sejauh mata memandang dimana mana

kita temukan pohon kelapa, tidak salah

kiranya kabupaten Halmahera Utara

mempunyai sebutan kabupaten kelapa.

Kopra adalah sedaging buah kelapa yang dikeringkan. Kopra merupakan salah satu

produk turunan kelapa yang sangat penting,karena merupakan bahan baku pembuatan

minyak kelapa dan turunannya. Hasil dari budidaya kelapa oleh masyarakat

Halmahera, mampu mencukupi kebutuhan sehari–hari, rerata dari empat hektar (ha)

dengan hasil tiga ton kopra setiap panen empat bulan sekali, seorang petani mampu

meraup pendapatan kotor Rp. 17,4 juta dengan asumsi harga per kilogram Rp. 5.800,-.

Jika dikurangi dengan ongkos buruh

panen dan biaya angkut pendapatan

bersih yang diperoleh masih Rp. 12 juta.

Dengan kondisi tersebut tidak

mengherankan jika kopra menjadi salah

satu komoditas penting penunjang

perekonomian di Halmahera Utara,

menurut kepala subbagian tata usaha

Badan Pusat Statistik Halmahera Utara, hal itu setidaknya terlihat pula pada

pendapatan domestik regional bruto tahun 2010 atas dasar harga berlaku

Rp. 794 milliar. Lapangan usaha yang memberi kontribusi terbesar 40,62% adalah

sektor pertanian dan jika dilihat lebih dalam subsektor perkebunan, salah satu dari lima

sektor pertanian dimana didalamnya termasuk penyumbang terbesar yakni, 17,5

persen.

Ancaman hama belalang (Sexava spp.) sejak tahun 2011 sampai dengan

sekarang menyerang 1.557 hektar tanaman kelapa dari total areal 50.093 ha di

Page 2: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Akibatnya, produksi kelapa berkurang,

bahkan sebagian di antaranya mengakibatkan tanaman kelapa mati. Kepala Dinas

Pertanian Kabupaten Halmahera Utara Ferdinand Hangewa, mengemukakan bahwa

dari areal yang terserang belalang seluas 1.557 ha, 357 ha di antaranya masuk

kategori berat sehingga tanaman tidak menghasilkan kelapa. Adapun sisanya, 1.198

ha, masuk kategori ringan dan sedang yang berimbas pada menurunnya produksi

kelapa. Serangan belalang ini terjadi di seluruh kecamatan di Halmahera Utara, yakni

17 kecamatan. Namun, serangan pada pohon kelapa terbanyak berada di empat

kecamatan, yaitu Kao Utara, Kao Barat, Tobelo Selatan, dan Tobelo Barat.

Lebih Dekat dengan Hama Belalang

Berdasarkan klasifikasi, belalang kelapa termasuk dalam Ordo Orthoptera,

Famili Tettigonidae, Genus Sexava. Di Indoneisa, belalang Sexava terdiri dari empat

spesies yaitu Sexava nubila Stal, Sexava coriacea Linnaeus, Sexava karnyi Leefmans

dan Sexava novae-guineae Brancsik.

Biologi dan Ekologi S. nubila

Hama S. nubila dikenal dengan Belalang Talaud atau boto-boto. Hama ini

makan anak daun mulai dari pingggir ke bagian tengah. Kadang-kadang dimakan

sebagian atau sampai ke lidi. Bekas gigitan biasanya tidak rata. Serangan berat,

terlihat pada pelepah daun bagian bawah tinggal lidi saja. Telur. Bentuk dan warna

telur S. nubila seperti buah padi masak (gabah). Telur yang baru diletakkan sangat

tipis dengan alur yang dalam kemudian embrio berkembang sehingga membengkak.

Telur berumur 2 hari, panjangnya 12 mm dan lebarnya 2 mm. Salah satu ujung telur

lancip dan lainnya bulat. Telur tua, panjangnya sampai 13 mm dan lebarnya 3 mm.

Lama stadium telur di Talaud 45 hari.

Gambar 1. Nimfa Sexava nubila Sumber: http://www.padil.gov.au

Nimfa yang baru ditetaskan,

panjangnya 12 mm dan bentuknya sama

dengan S. coriacea. Antenanya halus seperti

rambut dan panjangnya sampai 9 cm. Nimfa

muda dan tua berwarna hijau, tetapi kadang-

kadang berwarna coklat (gambar 1).

Panjang nimfa jantan tua sampai 6 cm dan

panjang antena 14 cm dan sudah terlihat

bakal sayapnya. Lama stadium nimfa adalah

108 hari.

Page 3: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

Gambar 2. Imago Sexava nubila Sumber: http://www.disbunsulut.org

Belalang dewasa (Imago).

Imago berwarna hijau, antena merah

muda dan matanya abu-abu.

Bentuknya hampir sama dengan S.

coriacea. Alat peletak telur

(ovipositor) berwarna hijau pada

bagian pangkalnya yaitu sepertiga

dari panjang ovipositor, sepertiga lagi

berwarna kemerahan dan bagian

ujungnya berwarna hitam.

Panjang imago betina (kepala+badan+ovipositor)antara 9.5-10.5 cm. Panjang

ovipositor 3-4.5 cm dan panjang antena 16 cm. Panjang imago jantan 6-9.5 cm dan

antenanya 14-16 cm (gambar 2).

Cara hidup. Imago betina terutama meletakkan telurnya pada malam hari di

dalam tanah atau pasir dekat batang kelapa pada kedalaman 1-5 cm. Telur-telur

diletakkan juga diantara perakaran kelapa, di bawah lumut, di sela-sela batang kelapa,

dan di mahkota pohon kelapa yang kotor. Telur yang diletakkan di tanah dapat

mencapai 95%. Tanah yang disukai oleh imago betina untuk meletakkan telur adalah

tanah liat yang lembab bercampur pasir. Satu ekor imago betina yang dipelihara di

laboratorium dapat meletakkan telur sebanyak 53 butir. Pada setiap pohon kelapa

terdapat berbagai stadia, mulai dari nimfa yang baru menetas sampai imago.

Daur hidup S. nubila, mulai telur diletakkan sampai imago meletakkan telur 183

hari. Imago betina turun ke bawah pada malam hari untuk bertelur kemudian memanjat

lagi pohon kelapa. Imago betina mulai melatakkan telur setelah berumur sekitar satu

bulan. Imago Sexava spp. tidak dapat terbang jauh, oleh karena itu serangga tersebut

hanya terdapat ditempat itu saja dan hampir tidak berpindah tempat. Hama ini

melakukan aktivitas pada malam hari baik aktivitas makan dan berkopulasi. Walaupun

demikian, dari hasil pengamatan di laboratorium (insektarium), ternyata hama S. nubila

dapat berkopulasi pada siang hari antara jam 9.00-11.00 pagi.

Pengendalian

Biologi dan ekologi serangga merupakan salah satu unsur dasar PHT sebagai

pengetahuan dasar yang harus diketahui, diperhatikan dan dipergunakan untuk

penyusunan komponen pengendalian baik secara tunggal, maupun dalam

Page 4: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

perpaduannya di lapangan dengan komponen lain untuk memperoleh hasil

pengendalian yang optimal. Tanpa pengetahuan tentang unsur-unsur dasar maka

rekomendasi pengendalian yang disusun tidak akan dapat sesuai dengan prinsip dan

tujuan PHT.

Berdasarkan bioekologinya, Sexava spp. termasuk ke dalam tipe 3 yaitu

golongan hama dengan posisi KU di bawah AE dan rata-rata populasinyanya

senantiasa mencapai AE. Misal: hama utama, hama yang selalu menyerang

tananaman pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang berat sehingga

selalu memerlukan pengendalian. Hama utama perhatian utama PHT. Aplikasi

pengendalian sebaiknya dilakukan terus menerus pada saat populasi hama akan

mencapai AE (gambar 1). Dalam hal ini, monitoring populasi hama sangat perlu untuk

dilakukan.

Keterangan: KE : Keseimbangan Ekonomi AE: Ambang Ekonomi KU: Keseimbangan Umum

Gambar 1. Grafik perkembangan hama tipe 3

Dalam setiap program perlindungan tanaman di Indonesia, PHT telah

merupakan dasar kebijaksanaan Pemerintah dengan dasar hukum Inpres no.3 tahun

1986 dan UU no. 12 tahun 1992 (Untung, 1993). Sitepu et al. (1997) menyarankan

dalam melaksanakan kebijakan PHT hendaknya mengutamakan keterpaduan

komponen-komponen yang kompatibel dan serasi dengan lingkungan setempat.

Teknologi PHT yang siap diadopsi oleh petani harus dapat memecahkan masalah

yang dihadapi oleh petani, tidak mahal, sederhana dan memiliki resiko kegagalan kecil.

Adopsi teknologi PHT oleh petani sangat dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi

petani, dengan memberikan pengertian bahwa perlindungan tanaman merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian, dalam hal ini cara-cara

pengendalian seharusnya diintegrasikan pada keseluruhan tahapan budidaya

(Mudjiono, 2010).

Page 5: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

Sejauh ini, sebenarnya telah tersedia beberapa komponen teknologi yang

mempunyai prospek baik untuk petani kelapa dalam mengendaliakan hama Sexava

spp., yaitu dengan penerapan PHT melalui 4 prinsip PHT, dengan cara: (1)

menciptakan tanaman sehat, (2) konservasi dan augmentasi musuh alami, (3)

pengamatan rutin serta (4) petani sebagai pengelola lahan yang baik dan benar.

Menciptakan tanaman kelapa yang sehat dilakukan sejak awal budidaya tanaman

kelapa, mulai dari pemberian unsur hara makro dan mikro yang sesuai dengan dosis

dan kebutuhan tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan unsur hara tersebut, dapat

dilakukan analisis tanah. Penerapan kultur teknis juga termasuk dalam usaha

menciptakan tanaman kelapa yang sehat. Kultur teknis dapat dilakukan dengan

membersihkan segala sesuatu yang menjadi tempat berkembang biak hama. Untuk

Sexava spp., membersihkan tanah atau dengan pembuatan bobokor sejauh 2 meter

dari pangkal batang untuk menghindari betina meletakkan telur, pembabatan gulma

dan tanaman yang dapat menjadi inang alternatif dan tempat berkembang biaknya,

seperti: pisang, sagu, salak, pinang, pandan, manggis dan enau (Kalshoven, 1981).

Pemangkasan 3 atau 4 pelepah tertua untuk menghindari adanya telur pada

pangkal pelepah, pembersihan lubang bekas panjatan pada batang kelapa juga

diperlukan untuk menghindari peletakan telur oleh betina (Darwis, 2006). Usaha lain

yang dilakukan sebagai penerapan kultur teknis adalah penanaman tanaman penutup

tanah (cover crops) terutama pada lahan datar, cotohnya tanaman kacang-kacangan,

umbi-umbian, jagung, padi gogo. Hal ini dilakukan untuk menekan populasi telur yang

diletakkan di tanah dan diharapkan dapat menjadi tempat berkembang biak predator

dan parasitoid sehingga dapat mempertinggi daya mangsa atau daya parasit musuh

alami tersebut (Darwis, 2006).

Pengendalian secara mekanis dapat dikategorikan ke dalam penerapan kultur

teknis, yaitu dengan dengan mencari semua stadia hama Sexava spp, baik telur, nimfa

(5 instar) maupun imago, kemudian dimusnahkan. Sebaiknya dilakukan secara

massal, secara periodik dan berkesinambungan pada seluruh lokasi serangan. Dan

pemasangan perangkap Sexava spp. tipe Balitka MLA dipasang pada batang kelapa

sehingga dapat menangkap nimfa dan imago yang lewat pada batang. Perangkap ini

digunakan untuk mengendalikan hama Sexava yang menyerang tanaman muda

(belum berproduksi) dan tanaman kelapa yang sudah berproduksi. Perangkap

dipasang pada batang kelapa dengan ketinggian 1-1,5 m dari permukaan tanah. Setiap

tanaman cukup dipasang satu perangkap. Perangkap ini dapat digunakan lebih dari

satu tahun. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemasangan perangkap Sexava tipe

Page 6: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

Balitka MLA selama satu bulan dapat menangkap 0,9-6,6 nimfa per pohon atau rata-

rata 3.04 nimfa per pohon dan 0.04 imago per pohon (Darwis, 2006; Anonim, 2007).

Konservasi dan augmentasi musuh alami dilakukan untuk menurunkan populasi

Sexava spp.. Di Indonesia (Ambon dan Bangkurung), telah ditemukan serangga

trichogrammatid (Doirania leefmansia Wat.) yang berpotensi sebagai parasitoid telur

Sexava spp. Di Ambon dan Halmahera, ditemukan Tertrastichus dubius Wat. sebagai

parasitoid telur Sexava spp. Prosapegus atrellus Dodd., ditemukan di Irian dekat

dengan Sarmi-Bonggo mampu memarasit telur Sexava spp. yang diletakkan ditanah

hingga 60%. Predator Sexava spp. antara lain: semut rang-rang (Oecophylla

smaragdina), laba-laba, burung dan katak hijau. Pemanfaatan jamur entomopatogen

seperti Verticillium sp. yang telah diaplikasikan di Maluku Utara memiliki rata-rata daya

infeksi sebesar 10,92%. Jamur entomopatogen lain yang mampu menginfeksi Sexava

spp. adalah Metarrhizium anisopliae (Darwis, 2006: Kalshoven, 1981).

Pengamatan rutin perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi Sexava

spp., besar kerusakan dan kerugian akibat Sexava spp. Hal tersebut sebaiknya

dilakukan oleh petani sebagai pemilik kebun sekaligus sebagai pengelola lahan agar

langsung dapat memberikan keputusan adanya tindakan pengendalian lebih lanjut

atau tidak. Masalah yang amat penting dalam PHT adalah dalam menetapkan saat

pengendalian dengan menggunakan pestisida. Pengendalian dengan menggunakan

insektisida secara berjadwal agar sangat dihindari. Aplikasi insektisida harus ditetap-

kan dengan pedoman ”bila perlu”. Perlakuan hanya didasarkan pada bilamana

diperlukan dan tepat waktu. Penggunaan pestisida yang lebih efisien dapat dihasilkan

melalui penetapan waktu aplikasi yang hati-hati yang didasarkan pada perbaikan teknik

monitoring populasi OPT dan perkembangan tanaman (Mudjiono, 2006).

Page 7: Perkebunan Kelapa Di Halmahera

Daftar Pustaka

Anonim. 2007. Teknologi Baru Pengendalian Hama Sexava dengan Perangkap Tipe Balitka MLA. Available at: http://www.balitka.litbang.go.id. diakses 15 Februari 2012.

Anonim. 2012. Belalang. Available at: http://www.id.wikipedia.org/wiki/belalang/.

diakses 15 Februari 2012. Anonim. 2012. Sexava Serang Kelapa Halmahera Utara. Available at:

http://cetak.kompas.com/read/2012/01/19/02485992/hama.belalang.serang.ratusan.hektar.kelapa. diaskes 15 Februari 2012.

Darwis, M. 2006. Upaya Pengendalian Hama Sexava spp. Secara Terpadu. Perspektif

Vol.5 no.2, Desember 2006. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest Of Crops In Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Jakarta. pp.58-62. Mudjiono, G. 2006. Penerapan PHT Dalam Pertanian. Makalah. Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya Malang. Sitepu, D.,A. kardinan dan A. Asman.1997. Hasil Penelitian Dan Peluang Penggunaan

Pestisida Nabati. Seminar Eveluasi Dan Pemantapan Program PHT Tanaman Perkebunan. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor 23-24 April 1997.

Untung, K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta. http://www.padil.gov.au http://www.disbunsulut.org