perencanaan perkebunan kelapa sawit

44
PERENCANAAN PERKEBUNAN 1. TAHAP INVESTIGASI LAHAN DAN PERSIAPAN Menurut Malangyudo (2014) pengkajian secara tahap demi tahap atas semua faktor yang terlibat dalam investigasi lahan dan persiapan pembangunan perkebunan kelapa sawit perlu didalami dengan seksama sebelum membuat keputusan membangun perkebunan kelapa sawit, antara lain : 1. Lokasi dan Kesesuaian Lahan 2. Aspek Sosial 3. Pemilihan Benih 4. Asumsi dan Proyeksi 5. Manajemen Proyek LOKASI DAN KESESUAIAN LAHAN Survey Pendahuluan Sebelum pelaksanaan pembukaan areal dimulai, dilaksanakan studi kelayakan terlebih dahulu. Studi kelayakan ini harus dilakukan melalui survey pendahuluan untuk memeriksa atau melakukan investigasi atas lahan calon perkebunan yang akan dibangun. Pemeriksaan hanya dilakukan sebatas luas yang tercantum pada ijin lokasi dengan kajian tentang kawasan (hutan atau non hutan), aksesibilitas, status dan tata guna kawasan, kesesuaian lahan (antara lain agroklimat, kelerengan, kelas tanah, dll), kondisi sosial ekonomi wilayah dan dukungan masyarakat sekitar calon perkebunan. Bila hasil kajian menyatakan bahwa lahan yang diperiksa itu ternyata tidak layak, maka proyek sebaiknya tidak dilanjutkan. Namun apabila hasil kajian menyatakan lahan tersebut layak, maka proses dapat dilanjutkan (Malangyudo, 2014). Studi Kawasan Investor perlu memahami kawasan yang ditetapkan berdasarkan TGHK dan RTRWP. TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) adalah pembagian hutan negara menurut fungsinya yaitu hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, serta hutan produksi yang dapat dikonversi. TGHK ditetapkan sejak tahun 1983 oleh Departemen Kehutanan yang disepakati oleh Pemerintah Daerah serta sektor lainnya. RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi) adalah pembagian tata ruang wilayah propinsi sebagai penjabaran dari Undang Undang Tata Ruang Tahun 1992. Dalam RTRWP dikenal

Upload: mohammad-rizky

Post on 13-Dec-2015

440 views

Category:

Documents


107 download

DESCRIPTION

Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

TRANSCRIPT

Page 1: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

PERENCANAAN PERKEBUNAN

1. TAHAP INVESTIGASI LAHAN DAN PERSIAPANMenurut Malangyudo (2014) pengkajian secara tahap demi tahap atas semua faktor

yang terlibat dalam investigasi lahan dan persiapan pembangunan perkebunan kelapa sawit perlu didalami dengan seksama sebelum membuat keputusan membangun perkebunan kelapa sawit, antara lain :1.    Lokasi dan Kesesuaian Lahan2.    Aspek Sosial 3.    Pemilihan Benih4.    Asumsi dan Proyeksi5.    Manajemen Proyek

LOKASI DAN KESESUAIAN LAHAN Survey Pendahuluan

Sebelum pelaksanaan pembukaan areal dimulai, dilaksanakan studi kelayakan terlebih dahulu. Studi kelayakan ini harus dilakukan melalui survey pendahuluan untuk memeriksa atau melakukan investigasi atas lahan calon perkebunan yang akan dibangun. Pemeriksaan hanya dilakukan sebatas luas yang tercantum pada ijin lokasi dengan kajian tentang kawasan (hutan atau non hutan), aksesibilitas, status dan tata guna kawasan, kesesuaian lahan (antara lain agroklimat, kelerengan, kelas tanah, dll), kondisi sosial ekonomi wilayah dan dukungan masyarakat sekitar calon perkebunan. Bila hasil kajian menyatakan bahwa lahan yang diperiksa itu ternyata tidak layak, maka proyek sebaiknya tidak dilanjutkan. Namun apabila hasil kajian menyatakan lahan tersebut layak, maka proses dapat dilanjutkan (Malangyudo, 2014).

Studi KawasanInvestor perlu memahami kawasan yang ditetapkan berdasarkan TGHK dan RTRWP.

TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) adalah pembagian hutan negara menurut fungsinya yaitu hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, serta hutan produksi yang dapat dikonversi. TGHK ditetapkan sejak tahun 1983 oleh Departemen Kehutanan yang disepakati oleh Pemerintah Daerah serta sektor lainnya. RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi) adalah pembagian tata ruang wilayah propinsi sebagai penjabaran dari Undang Undang Tata Ruang Tahun 1992. Dalam RTRWP dikenal pembagian ruang sebagai hutan lindung, kawasan budidaya kehutanan dan kawasan budidaya nonkehutanan. Dalam implementasinya, sejak tahun 1993, antara TGHK dan RTRWP dipaduserasikan. Salah satu propinsi yang hingga kini belum paduserasi adalah Kalimantan Tengah. Di propinsi ini, masih 100 % diberlakukan TGHK, sehingga ijin lokasi yang diterbitkan oleh Bupati setempat sering masih tumpang tindih dengan kawasan hutan menurut ketetapan TGHK.

Oleh karenanya, langkah awal yang penting dilakukan dalam memilih atau mengambil alih lahan adalah pemeriksaan kawasan. Di Indonesia terdapat dua kawasan dengan Penggunaan yang berbeda, yakni Kawasan Hutan dan Kawasan Non Hutan atau dikenal oleh kalangan perkebunan sebagai Area Penggunaan Lain (APL). Pada Kawasan Hutan yang ditetapkan berdasarkan TGHK maupun RTRWP, hanya Hutan Konversi yang masih memungkinkan untuk dialih fungsikan menjadi APL apabila memperoleh persetujuan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, namun dengan prosedur yang tidak mudah dan dapat ditolak oleh Menteri Kehutanan dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan APL dapat digunakan untuk pengembangan perkebunan dengan cukup mengajukan permohonan Ijin Lokasi kepada Bupati setempat. Oleh karenanya, dalam perencanaan pembangunan perkebunan sebaiknya tidak

Page 2: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

memilih lokasi yang masuk di dalam Kawasan Hutan dan untuk memastikannya, perlu dilakukan cross check melalui Badan Pemetaan dan Planologi Nasional yang berada di Bogor (Malangyudo, 2014).

  Hutan Lindung

  Hutan Konservasi

KawasanHutan   Taman Hutan Raya

Tata Ruang Indonesia

  Hutan Produksi

  Hutan Konversi

Kawasan Non Hutan    Area Penggunaan Lain(APL)

Studi Bio-physicalPengkajian berikut adalah menyangkut tentang pelestarian lingkungan hidup dan

tentang persyaratan tumbuh untuk produktifitas tanaman kelapa sawit. Letak ketinggian lahan, data agroklimat, kemiringan lahan, gambut dalam dan jenis tanah sangat perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa lahan yang akan dipilih adalah sesuai baik dari tinjauan aspek lingkungan hidup maupun dari aspek persyaratan tumbuh untuk produktifitas. Studi awal untuk memperoleh informasi tentang kondisi diatas dapat dilakukan melalui intepretasi citra satelit dan lain lain, namun sangat disarankan untuk melaksanakan survey lapangan dengan menunjuk konsultan yang sudah berpengalaman (Malangyudo, 2014).

Page 3: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

TanahKriteria kesesuaian tanah untuk produktifitas tanaman kelapa sawit di klasifikasikan

dalam empat kelas dari sangat sesuai (S1), Sesuai dengan faktor pembatas minor (S2), bisa sesuai dengan banyak faktor pembatas (S3) dan tidak sesuai (N), seperti dipaparkan pada tabel berikut ini :Kondisi Tanah

S1 S2 S3 N

Kedalaman Tanah (cm)

> 90 60 - 90 30 - 60 < 30

Kemiiringan 0 – 12 ° 12 – 16 ° 16 – 24 ° > 24 °

TeksturSandy Clay Loam

Loam, Sandy loam Sandy loam Sand

StrukturStrongly Developed

Moderate.Developed Buruk Sangat Buruk

Konsistensi Gembur Agak Gembur Padat Sangat PadatpH >4 3,5 - 4 3 – 3,5 < 3

Permeabilitas Tidak TergenangTergenang karena sumbat

Tergenang musiman

Tergenang permanen

Fragmen Batuan

Tidak ada Tidak ada s/d 25 % laterit >25 % laterit

Status Hara Subur Cukup Subur Kurang Subur Tidak SuburSumber : Malaysian Society of Soil Science 1977 dalam Malangyudo (2014)

Page 4: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

IklimSalah satu parameter yang sering digunakan mewakili kondisi iklim adalah water

deficit. Water deficit merupakan interaksi kompleks dari elevasi, bulan kering, curah hujan dan penyinaran matahari. Diketahui bahwa dampak signifikan dari besarnya water deficit per tahun sangat tidak suitable untuk kelapa sawit sebab akan menyebabkan turunnya produktifitas hingga 54 – 65 % dan oleh sebab itu, area seperti ini menjadi tidak ekonomis buat perkebunan kelapa sawit. Area tanpa adanya water deficit merupakan area yang ideal untuk kelapa sawit., namun water deficit kurang dari 200 mm masih baik untuk kelapa sawit. Water deficit antara 200 – 300 m menjadi faktor pembatas ringan untuk kelapa sawit, sedangkan area dengan water deficit antara 300 – 500 mm menjadi area marginal land perkebunan kelapa sawit (Caliman dan Southworth, 1998). Berikut ini adalah peta perwilayahan (Zona) agroklimat di Indonesia dalam hubungannya dengan perkebunan kelapa sawit (Malangyudo, 2014).

Zona Karakteristik Distribusi Dampak

1 Curah hujan 1750 – 3000 mm; 1 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sumatera Utara bagian timur, Aceh bagian timur, Bagian utara dan selatan Kepala Burung Papua, Pantai utara Papua dan sebagian di selatan Papua

Water deficit sekitar 200 mm per tahun;

Sangat Sesuai untuk Kelapa Sawit

2 Curah hujan 1750 – 3000 mm; 1 – 2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Hampir seluruh wilayah Riau, Jambi bagian timur Sumatera Selatan, Pulau Aru, sebagian kecil di selatan Papua.

Water deficit rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di musim kemarau.

Page 5: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

3 Curah hujan > 3000 mm ; 1 – 2 bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam per hari

Aceh bagian Barat, Sumatera Utara bagian Barat, Pulau Nias, Sumatera Barat bagian utara.

Water deficit rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di musim kemarau.

4 Curah hujan 2500 - 3000 mm; 1 – 2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Kalimantan Barat dan Papua bagian Barat

Water deficit kurang dari 200 mm per tahun; Sesuai untuk Kelapa Sawit

5 Curah hujan > 3000 mm ; 1 – 2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sumatera Barat bagian selatan dan bagian utara Bengkulu

Water deficit rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di musim kemarau.

6 Curah hujan 1450 – 1750 mm; 1 – 2 bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam per hari

Sebagian kecil di utara Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah (kecuali Palu dan sekitarnya) dan bagian utara Maluku

Water deficit 200 – 300 mm radiasi matahari lemah, sehingga produksi rendah.

7 Curah hujan 1450 – 1750 mm; 1 – 3 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sumatera Selatan bagian selatan, Bangka Belitung,Lampung bagian timur, sebagian kecil Kalimantan Tengah, Hampir seluruh Sulawesi Selatan dan perbatasan Papua dengan Papua Nugini bagian selatan

Water deficit 300 – 400 mm, kontribusinya menyebabkan produksi sawit rendah.

8 Curah hujan 1750 – 3000 mm; 3 – 4 bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari

Lampung bagian barat dan sebagian kecil Jawa Barat

Water deficit 200 – 300 mm, sehingga produksi rendah selama musim kemarau

Page 6: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

9 Curah hujan 1250 – 1450mm ; 3 – 4 bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari

Palu dan sekitarnya, hampir seluruh Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah dan Maluku Selatan

Water deficit 300 – 400mm, menyebabkan produksi sawit rendah.

10 Curah hujan 1250 – 1450mm ; > 4 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Bagian timur Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, bagian selatan Sulawesi Selatan dan bagian selatan Sulawesi Tenggara.

Tidak sesuai untuk Kelapa Sawit

11 Curah hujan < 1250 mm ; > 4 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sebagian Nusa Tenggara Barat dan seluruh Nusa Tenggara Timur

Sangat tidak direkomendasikan untuk Kelapa Sawit.

Sebagai pegangan, disimpulkan bahwa Iklim yang sesuai untuk produktifitas tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut :-    Iklim tropikal basah di daerah rendah (< 500 m dpl).-    Curah hujan 1750 - 3000 mm per tahun dan terdistribusi sepanjang tahun. -    Rata rata temperatur minimum 20 - 23 oC dan Rata rata temperatur maksimum 28o – 32o

C. Bila dimalam hari temperatur udara turun hingga dibawah 19o C, pembentukan tandan buah akan terganggu yang pada akhirnya mempengaruhi yield. Pertumbuhan bibit muda akan berhenti pada temperatur udara dibawah 15o C.

-     Penyinaran matahari rata rata 5 jam per hari setiap bulan dalam setahun dan sebanyak banyaknya 7 jam per hari di bulan bulan tertentu (Malangyudo, 2014).

Suvey Detil dan Tata Ruang KebunPerencanaan luas kebun yang akan dibangun serta tata ruangnya. Luas satu kebun

biasanya disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang akan dibangun. Satu unit pabrik yang berkapasitas 30 ton TBS/jam disuplai oleh tanaman yang luasnya 6.000 ha, sedangkan yang berkapasitas 60 ton TBS/jam membutuhkan areal seluas 11.000 ha-12.000 ha. Satu kebun dibagi dalam beberapa afdeling yang luasnya 600-800 ha/afdeling tergantung kondisi areal dan tiap afdeling terdiri dari blok tanaman yang luasnya 16-40 ha/blok tergantung kondisi areal. Blok ini sangat penting sebagai satuan luas administrasi dan semua pekerjaan akan diperhitungkan dalam satuan blok. Untuk areal yang rata atau berombak mudah membagi blok tersebut, tetapi untuk kondisi bergelombang atau berbukit akan memiliki blok yang lebih kecil dan tidak jarang sebagai batas blok dipakai batas alam seperti sungai, jalan dan lain-lain.

Jadwal atau perencanaan juga harus sudah dibuat, karena banyak pekerjaan atau hal-hal tertentu yang harus dilaksanakan atau dipesan beberapa bulan sebelumnya, misalnya pemesanan kecambah dilakukan 3-6 bulan sebelum pembibitan dimulai dan pembibitan dimulai 1 tahun sebelum penanaman di lapangan. Demikian pula pemesanan alat-alat berat, instalasi penyiraman, pencarian tenaga kerja, penyelesaian ganti rugi, menghubungi calon pemborong dan lain-lain (Malangyudo, 2014).

Page 7: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Tata Guna LahanKajian atas lahan dengan melaksanakan survey detil guna memperlajari tata guna lahan

yang ada di lokasi yang dipilih. Kondisi tata guna lahan ini akan mempengaruhi besarnya luas efektif lahan, ketika ternyata di lokasi tersebut banyak terdapat pemukiman penduduk dan perlanian masyarakat yang tidak mungkin digunakan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Survey detil ini dilakukan terutama untuk menekan seminimal mungkin dampak negatif dari pembukaan kawasan untuk perkebunan dalam skala besar terhadap kepentingan masyarakat lokal, erosi tanah, kesuburan tanah dan biodiversity; melalui upaya upaya menjaga kelestarian alam dan fungsi sosial atas tata ruang alam semula yang sudah terbentuk sebelumnya. Konsep ini selaras dengan standar pengelolaan pembangunan perkebunan pelapa sawit berkelanjutan yang kini telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Ide dasar konsep survey detil ini adalah melakukan prosedur pengkajian dua zona utama : (1)   Zona Fungsional

Fokus pada pengkajian tata guna lahan masyarakat yang sudah ada, keterjalan bukit (slope gradient) atau kedalaman rawa gambut, dan kemungkinan adanya gangguan atas flora dan fauna yang harus dilindungi.

(2)   Zona Spesifik Zona yang meliputi wilayah produksi netto untuk ditata secara spesifik pengelolaan kebun menjadi blok blok homogen yang teratur (Malangyudo, 2014).

Page 8: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Desain Kebun Maksud perencanaan/desain kebun adalah untuk merencanakan tata ruang alam kebun

dan afdeling yang terbagi atas: jaringan jalan, areal pembibitan, saluran air serta lokasi afdeling dan blok.

a. Jaringan Jalan Panjang dan kualitas jalan di kebun merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan dalam menjamin kelancaran pengangkutan bahan, alat dan produksi serta pengontrolan lapangan. Rencana pembuatan jaringan jalan harus selaras dengan desain kebun secara keseluruhan, yang disesuaikan dengan kondisi topografi dan kebutuhan kebun. Berdasarkan kebutuhan di lapangan terdapat beberapa jenis jalan, antara lain: ·

Page 9: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Jalan Utama (Main Road), yaitu jalan yang menghubungkan antara satu afdeling dengan afdeling lainnya maupun dari afdeling ke pabrik serta menghubungkan langsung pabrik dengan jalan luar/umum. Jalan utama dengan lebar 6 & 8 m, dilalui kendaraan lebih sering dan lebih berat, termasuk kendaraan umum, sehingga perlu diperkeras dengan batu. Jalan utama biasanya dibangun secara terpadu dengan infrastruktur lain seperti perumahan, bengkel dan kantor.

Jalan Produksi (Collection Road), yaitu jalan yang berfungsi sebagai sarana untuk mengangkut produksi TBS dari TPH. Jalan ini terdapat diantara blok dan berhubungan dengan jalan utama, dibuat tegak lurus terhadap baris tanaman. Jalan ini lebih kecil dari jalan utama, dengan lebar 5 &ndash; 6 m dan pada tempat tertentu perlu diperkeras. Untuk satu hektar diperlukan sepanjang 50 m.

Jalan Kontrol (Control Road), yaitu jalan yang terdapat di dalam setiap blok. Jalan kontrol berfungsi untuk memudahkan pengontrolan areal pada tiap blok dan sebagai batas pemisah antar blok tanaman. Jalan ini lebarnya 4 & 5 m dan tiap hektar membutuhkan 10 m (Malangyudo, 2014).

b. Saluran Air Perencanaan pembangunan saluran air didasarkan atas topografi lahan, letak sumber air,

dan tinggi muka air tanah. Sistem pengeluaran air berlebih (drainase) dibuat berdasarkan kondisi drainase areal. Untuk lahan gambut, pengelolaan tata air sangat dominan, mengingat karakteristik lahan gambut yang mengering dan mengkerut tidak balik (irreversible shrinkage) apabila mengalami kekeringan (Malangyudo, 2014).

c. Afdeling dan Blok Luas afdeling dan blok disesuaikan dengan keadaan topografi lahan dan efisiensi

pengelolaan areal yang dikaitkan dengan kemudahan perawatan tanaman dan kegiatan panen. Luas areal satu afdeling yang ideal berkisar 750 ha dan luas satu blok adalah 25 ha (500 m x 500 m) untuk topografi datar, sedangkan luas blok untuk daerah dengan topografi bergelombang atau berbukit adalah 16 ha (400 m x 400 m). Luas satu blok tersebut juga dikaitkan terhadap kepentingan penetapan kesatuan contoh daun (KCD) (Malangyudo, 2014).

ASPEK SOSIALPada dasarnya, penguasaan lahan menurut hukum negara maupun adat, memiliki

banyak kesamaan, karena pada hakekatnya disusun atas nilai-nilai sosial dan kesejahteraan bersama di dalamnya. Sehingga penggunaan tanah yang mampu memberi nilai ekonomi lebih, misalnya dengan membangun perkebunan besar, dapat diterima asalkan misalnya dilakukan di atas prinsip keadilan. Jika berdasarkan akal sehat, tidak mungkin suatu masyarakat hukum adat mempertahankan isi dan pelaksanaan hak ulayatnya secara mutlak, seakan-akan ia terlepas dari pada hubungannya dengan masyarakat masyarakat hukum dan daerah-daerah lainnya didalam lingkungan negara sebagai kesatuan, k arena akan berakibat terhambatnya usaha-usaha untuk mencapai kemakmuran rakyat seluruhnya.

Pada umumnya orang hanya memahami bahwa HGU berlaku untuk tanah negara, sebagaimana Pasal 28 ayat 1 UUPA dan Pasal 4 PP No. 40/1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah. Namun Pasal 4 ayat 2 Permenag No. 5/1999 menyatakan bahwa: ”Pelepasan tanah ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b untuk keperluan pertanian dan keperluan lain yang memerlukan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka

Page 10: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

waktu tertentu, sehingga sesudah jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah tersebut tidak dipergunakan lagi atau ditelantarkan sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Pakai yang bersangkutan hapus, maka penggunaan selanjutnya harus dilakukan berdasarkan persetujuan baru dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih ada sesuai ketentuan Pasal 2.

Harus dipahami bahwa di Indonesia secara garis besar hanya dikenal ada dua jenis Hak atas Tanah, yaitu Hak Milik sebagai bentuk dari penguasaan tetap atas tanah dan Hak Pakai dimana penguasaan atas tanah bersifat sementara atau tidak permanen. Hak Pakai dibagi menurut penggunaannya, yang antara lain Hak Guna Bangunan untuk properti, Hak Guna Usaha untuk perkebunan dan Hak Pakai untuk kepentingan lain lain.

Bagi perkebunan, Hak Guna Usaha baik diatas tanah negara maupun diatas tanah adat pada hakekatnya adalah sama, yakni hak penguasaan tanah yang bersifat sementara atau tidak permanen menurut kurun waktu tertentu. Ketika jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah tersebut tidak dipergunakan lagi, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, yaitu kepada negara bila diatas tanah negara atau kepada masyarakat adat bila di atas tanah adat atau pemilik perorangan. Bila penggunaannya akan dilanjutkan, maka harus dilakukan berdasarkan ijin perpanjangan dari negara atau persetujuan baru dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih menghendaki.

Konflik sosial yang sering terjadi adalah akibat tidak adanya pemahaman tentang HGU, baik dari pihak investor maupun masyarakat. Pada dasarnya dalam HGU tidak pernah terjadi pengalihan Hak kepemilikan atas tanah, yang ada hanyalah Hak Pakai selama kurun waktu yang di sepakati, yaitu selama usia HGU itu berlaku. Tanpa penjelasan melalui proses sosialisasi, masyarakat menjadi tidak paham dan akan merasa kehilangan. Kompensasi yang diberikan pada hakekatnya bukan GANTI RUGI, akan tetapi semacam BIAYA PINJAM PAKAI dimana pemilik lahan juga akan menerima bagian kebun sesuai proporsi luas lahannya dalam konteks Program Inti Plasma (Malangyudo, 2014).

Dalam hal ini lahan plasma melalui wadah koperasi akan dibuatkan sertifikat HGU atas nama Koperasinya dan bukan sertifikat Hak Milik. Dengan demikian, ketika Ketika jangka waktu HGU itu habis, atau sesudah tanah tersebut tidak dipergunakan lagi, maka tanah tersebut akan mudah untuk dikembalikan kepada pemiliknya atau ahli warisnya yang sah. Melalui pola seperti ini, potensi konflik sosial akan menjadi sangat kecil, namun terlepas dari semua itu,

Page 11: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

pemilihan lokasi sebaiknya diarahkan pada area dimana perkampungan tidak banyak dan pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari hari tidak besar dan pemanfaatan lahan untuk perladangan atau pertanian masyarakat juga tidak luas. Dari pengalaman, dapat dikatakan bahwa, luas efektif yang dapat diperoleh untuk pembangunan perkebunan berkisar 60 % hingga 70 % dari luas ijin lokasi yang diberikan oleh Bupati. Adapun faktor pengurang yang utama dapat dilihat pada contoh berikut ini :

a. Inti PlasmaPola pengembangan yang diterapkan atau dikembangkan oleh perusahaan harus

mengikuti pola pengembangan berdasarkan pola kemitraan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dimana Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B akan membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh per seratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan, artinya adalah jika Perusahaan membangun kebun milik Perusahaan (“Inti”). Komposisi inti dan plasma merupakan sebuah hasil kesepakatan awal antara Pihak Inti dan Masyarakat yang harus dituangkan dalam sebuah perjanjian ikatan kemitraan. Komposisi tersebut bervariasi dari 50 : 50 hingga 70 : 30 , dimana pihak inti menguasai 70 % dan pihak Plasma 30 % (Malangyudo, 2014).

Page 12: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi : Penyediaan Lahan

Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria kesesuaian lahan (suitable) dari aspek teknis, terjamin dari aspek Legal dan kondusif secara sosial. Pembangunan Perkebunan

Inti bertanggung jawab membangun kebun sesuai kriteria pada standar aplikasi agronomis yang baik, menjadi penjamin pasar hasil produksi kebun plasma dengan menyediakan pabrik pengolahan TBS, memberikan kesempatan pertama pada anggota plasma untuk menjadi tenaga kerja perkebunan dll. Pembiayaan

Inti bertanggung jawab mengupayakan sumber dana perbankan untuk plasma dan bertindak selaku avalist serta proses pengembalian hutang petani plasma (Malangyudo, 2014).

Page 13: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

b. Sosialisasi Kegiatan Proyek Perubahan Persepsi Masyarakat

Idealnya ”sosialisasi” dimaknai sebagai proses diseminasi dan pembelajaran tentang norma-norma yang berlaku sehingga dapat berperan dan diakui oleh kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program atau proyek. Pada tingkat implementasi program atau proyek, sosialisasi pada dasarnya merupakan upaya penyebarluasan informasi (program, kebijakan, peraturan) dari satu pihak (pemrakarsa program, kebijakan, peraturan) kepada pihak-pihak lain (aparat, masyarakat yang terkena program, dan masyarakat umum). Isi informasi yang disebarluaskan harus menyeluruh sesuai dengan tujuan program, seperti : Informasi dan materi yang disosialisaikan meliputi : kebijakan operasional program atau rencana usaha pada seluruh tahapan kegiatan baik pada tahap pra-operasi, operasi, panduan dan standar kinerja yang digunakan, hasil kegiatan, lessons learned dari pengalaman baik (best practices) proyek yang sama untung ruginya ada proyek, dampak positip dan negatip proyek, program CD atau CSR yang dirancang untuk masyarakat, pola kemitraan, system rekruitmen tenaga kerja, hak dan kewajiban perusahaan dan masyarakat, kebijakan exit strategy dan rencana pasca operasi (Malangyudo, 2014).

c. Perijinan Pengelolaan Usaha Budidaya Perkebunan

Kebijakan teknis terbaru yang terkait dengan perizinan usaha perkebunan telah diatur secara operasional oleh Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Di dalam permentan tersebut, yaitu Pasal 5 dan

Page 14: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Pasal 6, menginformasikan bahwa untuk usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan lahan lebih dari 25 hektar wajib memiliki izin usaha perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), sedangkan untuk luasan lahan kurang dari 25 hektar cukup didaftarkan dengan bukti Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD-B) dari Bupati atau Walikota. Terkait dengan pola usaha perkebunan, Pasal 22 UU No.18/2004 menyebutkan bahwa Perusahaan perkebunan melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar. Adapun Pola kemitraan usaha perkebunan dapat berupa kerjasama penyediaan sarana produksi, kerjasama produksi, pengolahan dan pemasaran, transportasi, kerjasama operasional, kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya.

Adapun berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Permentan No. No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dinyatakan bahwa Perusahaan yang memiliki IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh persen) dari total luas areal perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun masyarakat untuk masyarakat tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah atau bagi hasil yang dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

UU No.18/2004 memuat ketentuan bahwa usaha industri pengolahan hasil perkebunan adalah kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Pencapaian nilai tambah tersebut dapat dilakukan di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3). Di samping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud.

Guna menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri, sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud. di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3). Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud.

Guna menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri, sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud. Terkait dengan Perizinan usaha, Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur bahwa untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang WAJIB mendapat Izin Usaha Perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) adalah yang memiliki kapasitas produksi pengolahan 5 ton tandan buah segar per jam. Sedangkan untuk yang berkapasitas dibawah dari kapasitas tersebut cukup mendaftarkannya yang kemudian dibuktikan dengan Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.

Page 15: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Dari uraian diatas jelas, bahwa IUP adalah wajib di miliki sebelum mulai melaksanakan pembangunan Perkebunan, namun IUP itu sendiri tidak akan diterbitkan oleh Bupati atau Gubernur sebelum pengusaha melaksanakan AMDAL diatas lahan yang sudah dipilih. Izin Usaha Perkebunan (IUP) diberikan oleh : Gubernur, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada pada lintas wilayah daerah

Kabupaten dan atau Kota; Bupati atau Walikota, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada diwilayah daerah

Kabupaten atau Kota. Izin Usaha Perkebunan berlaku selama perusahaan masih melakukan pengelolaan

perkebunan secara komersial yang sesuai standar teknis dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan. Usaha perkebunan dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia meliputi Koperasi, Perseroaan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Untuk memperoleh izin usaha perkebunan, perusahaan perkebunan wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Akte pendirian atau perubahannya yang terakhir, b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), c. Surat Keterangan Domisili, d. Rencana kerja usaha perkebunan, e. Rekomendasi lokasi dari instansi pertanahan, f. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi kehutanan sepanjang kawasan hutan, g. Rekomendasi teknis kesesuaian lahan dari Kepala Dinas yang membidangi usaha perkebunan

Provinsi, Kabupaten atau Kota setempat yang didasarkan pada perencanaan makro, perwilayahan komoditi dan RUTR,

h. Pernyataan mengenai pola pengembangan yang dipilih dan dibuat dalam akte notaris, i. Peta calon lokasi dengan skala 1: 100.000, j. Surat persetujuan dokumen AMDAL dari komisi AMDAL daerah (Malangyudo, 2014).

Dengan telah diperolehnya perijinan dasar yang berupa, Ijin Lokasi, Amdal dan IUP, maka perusahaan perkebunan baru secara sah dapat mulai beroperasi.  Sedangkan proses sosialisasi dalam rangka perolehan lahan sudah dapat dimulai sejak Ijin Lokasi sudah di terbitkan dan laporan hasil survey detil sudah selesai. Diagram proses perijinan untuk kawasan hutan konversi dan kawasan APL dapat dilihat dibawah ini :

Page 16: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

BENIH KELAPA SAWITMenurut Malangyudo (2014) sasaran utama dari perkebunan kelapa sawit adalah

menghasilkan yield atau produktifitas TBS ton per hektar atau produktifitas CPO ton per hektar yang tinggi. Faktor faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas tanaman, diantaranya adalah kualitas dan karakteristik bahan tanaman atau benih yang ditanam. Benih dan Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit dan bersifat monumental, artinya kesalahan memilih benih hari ini, risikonya akan ditanggung selama 30 tahun.

a. Produksi Benih Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera

sebagai induk jantanDURA x PISIFERA (D xP) Kebanyakan berbasis pada Deli dura yang berasal dari – Chemara, Banting, DOA/MARDI/MPOB, Dami, Socfindo, DabouSumber Utama pisifera – AVROS, NIFOR (Calabar), Ekona, Yangambi, La Me

b. Kecambah Kelapa Sawit

Page 17: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

c. Estimasi Produksi Benih Kelapa Sawit Nasional

Sumber : Tony Liwang, PT SMART TBK 2009Pembelian benih harus berasal dari sumber penyedia benih nasional seperti pada daftar

di atas, di luar dari sumber benih diatas, risiko memperoleh benih palsu atau memperoleh benih terkontaminasi Dura dan penyakit akan menjadi kenyataan.

d. Akibat Benih Palsu

Page 18: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

MANAJEMEN PROYEK

Manajemen merupakan kegiatan untuk mengatur dan mengelola suatu aktivitas. Fungsi-fungsi manajemen, antara lain fungsi perencanaan atau planning, fungsi organisasi atau organizing, fungsi pengarahan atau actuating, serta fungsi pengawasan atau controlling.Manajemen perusahaan perkebunan kelapa sawit meliputi visi dan misi, serta komitmen untuk memproduksi minyak sawit secara lestari, memiliki SOP untuk praktek budidaya dan pengolahan hasil perkebunan, memiliki struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas bagi setiap unit pelaksana, memiliki perencanaan untuk menjamin berlangsungnya usaha perkebunan, memiliki sistem manajemen Keuangan Perusahaan dan keamanan ekonomi dan keuangan yang terjamin dalam jangka panjang, serta memiliki sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM).Untuk skala perkebunan dalam kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit, manajemen proyek perkebunan terbagi dalam manajemen jangka pendek dan jangka panjang.

Manajemen jangka pendek merupakan suatu kegiatan pengaturan dan pengelolaan yang berorientasi pada hasil yang akan dicapain dalam waktu ≤ 1 tahun. Sedangkan manajemen jangka panjang merupakan suatu kegiatan pengaturan dan pengelolaan yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai selama periode 1 hingga 5 tahun yang akan datang dengan memperhitungkan potensi, peluang, serta kendala yang kemungkinan akan muncul. Manajemen jangka pendek meliputi :

Melakukan pemupukan dengan pupuk yang dibutuhkan tanaman sesuai dengan prinsip 4T (tepat waktu, tepat dosis, tepat aplikasi, dan tepat jenis);

Memenuhi alat panen serta perbaikan infrastruktur yang mendukung proses panen; Melaksanakan kastrasi untuk merangsang pertumbuhan generatif; Melaksanakan polinasi di daerah yang memerlukan, dll.

Sedangkan, manajemen jangka panjang meliputi :

Peremajaan tanaman yang sudah tua dan tidak terlalu produktif lagi; Pengembangan areal perkebunan baru; Pembangunan dan pengembangan kawasan industri di sekitar lahan perkebunan; Pembangunan dan pengembangan industri hilir berbasis sawit; Pengembangan program riset oleh perusahaan; Penyediaan serta pengembangan IPTEK untuk mempertahankan dan meningkatkan

produksi kelapa sawit serta pengembangan perusahaan; Penyusunan blueprint atau master plan perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Page 19: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Selain itu, kegiatan manajemen proyek jangka panjang dalam perkebunan kelapa sawit meliputi penentuan visi dan misi, serta menyusun sasaran dan strategi untuk mendukung terciptanya visi yang diinginkan. Sedangkan untuk penyusunan blueprint atau master plan perusahaan merupakan landasan ke depan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menjadikan potensi serta peluang yang dimiliki sehingga mampu berkompetisi di tengah persaingan yang ketat dan sangat dinamis, sehingga dengan adanya blueprint atau master plan ini perusahaan mempunyai pijakan agar kinerja perusahaan perkebunan kelapa sawit akan jelas dan terarah serta lebih siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang.

PERENCANAAN KEUANGAN

Perencanaan keuangan dalam perusahaan perkebunan kelapa sawit merupakan suatu kegiatan yang penting untuk mendukung keberlanjutan serta jalannya kinerja dalam perusahaan perkebunan kelapa sawit. Perencanaan keuangan meliputi kegiatan persiapan lahan, kegiatan budidaya, panen dan pasca panen, pengolahan bahan mentah dan limbah, serta kegiatan pendistribusian. Dalam perencanaan perusaan perkebunan kelapa sawit tersedia hasil audit neraca keuangan perusahaan oleh akuntan publik, serta terdapat laporan keuangan yang diperbarui setiap tahun.

SUMBERDAYA MANUSIA

Ruang lingkup manajemen sumberdaya manusia dalam perkebunan meliputi perencanaan sumberdaya manusia, penyajian data analisa tiap pekerjaan, remunerasi atau tunjangan dan gaji, pengembangan karier SDM dalam perusahaan, serta penilaian kerja masing-masing individu.

Perencanaan sumberdaya manusia meliputi perencanaan kebutuhan karyawan dan suplai, inventori tenaga unggul atau kader, serta bagan rencana penggantian posisi serta ringkasannya. Tujuan dari perencanaan SDM dalam perusahaan adalah untuk menyelaraskan aktivitas SDM dengan tujuan perusahaan perkebunan serta meningkatkan pendayagunaan SDM dalam perusahaan. Kegiatan dari perencanaan SDM ini salah satunya untuk pendataan kinerja individu karyawan serta persiapan penggantian tempat untuk promosi jabatan.

Penyajian data analisa pekerjaan meliputi standar pekerjaan yang mempunyai SOP tersendri, uraian pekerjaan, serta spesifikasi pekerjaan. Uraian pekerjaan dari penyajian data analisa pekerjaan ini antara lain memberikan informasi tentang lingkup pekerjaan tiap pemangku jabatan dan penjelasan mengenai kewajiban, tugas dan hubungan tanggungjawab tiap pemangku jabatan, sehingga dapat menghindarkan dari overlapping pekerjaan.

Remunerasi meliputi upah, gaji, dan golongan , serta paket tunjangan. Remunerasi bertujuan untuk memikat dan menahan karyawan yang vakap, memotivasi karyawan, serta dapat meningkatkan kepatuhan karyawan pada peraturan perusahaan. Remunerasi meliputi kompensasi finansial dan kompensasi non-finansial.

Pengembangan karier meliputi rencana karier dalam organisasi dan rencana karier secara individu. Pengembangan karier bertujuan untuk kaderisasi karyawan, tersedianya jalur karier bagi tenaga kerja yang cakap dan berbakat, serta untuk memenuhi kepuasan kebutuhan dalam pengembangan pribadi karyawan. Dalam perencanaan karier organisasi, hal-hal yang mencakup di dalamnya, antara lain orang, waktu, serta pangkat atau golongan tiap jabatan. Sedangkan perencanaan karier individu meliputi masa kerja individu, minimum tingkat pendidikan dan pelatihan karyawan, serta adanya peluang promosi.

Page 20: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Penilaian kinerja masing-masing individu meliputi standar dan ukuran kinerja masing-masing individu, teknik penilaian karyawan, serta teknik wawancara dan evaluasi masing-masing individu karyawan. Penilaian kerja bertujuan untuk menghasilkan data yang akurat berkenaan dengan perilaku dan kinerja karyawan sebagai dasar pengambilan keputusan kepersonaliaan, serta dapat menghasilkan alat bantu untuk pimpinan dalam program pengembangan kinerja karyawan.

2. TAHAP PEMBANGUAN DAN KONSTRUKSI

PEMBANGUNAN BANGUNAN UNTUK KEGIATAN PRODUKSI SAWIT (PABRIK) 

Untuk pembangunan Pabrik tahapan-tahapannya adalah sbb:1.Pengurusan Legalitas2. Analisa tanah dan detail topograf3. Penentuan Desain dan Rencana Anggaran Biaya4. Pembuatan Cut and fill5. Pembangunan Pondasi dan Main Building6. Pembangunan station unit processing dan machinery7. Water treatment dan kolam limbah8. Sarana/prasarana9. Commissioning

Perencanaan pabrik kelapa sawit perlu mempertimbangkan beberapa factor antara lain ;

1.   KAPASITAS OLAH PABRIKUkuran besarnya pabrik umumnya dinyatakan dengan kapasitas olah, yaitu

kemampuan pabrik untuk mengolah bahan baku atau menghasilkan produk. Kapasitas olah dinyatakan dalam berat per satuan waktu atau volume per satuan waktu, dan untuk pabrik kelapa sawit ( PKS ) dinyatakan dengan ton TBS/jam. Faktor yang diperhatikan dalam pembangunan pabrik ialah :1.1. Produksi Tandan Buah Segar

Produksi Tandan Buah Segar (TBS) dinyatakan dalam ton/ha, yang berarti jumlah produksi TBS dari areal selama satu tahun yang menjadi bahan baku PKS .Produksi TBS tidak sama untuk setiap bulan atau setiap tahun. Variasi produksi menjadi pertimbangan dalam penetapan kapasitas olah pabrik.

1.2. Jam Operasi PabrikPabrik kelapa sawit selalu diupayakan agar dapat beroperasi selama 20

jam per hari, akan tetapi jam olah pabrik selalu lebih singkat dari jam operasi, hal ini karena jam olah pabrik dinyatakan berdasarkan jam olah screw-press, yang dihitung sejak screw press bekerja hingga berhenti, sedangkan jam operasi dihitung sejak fire up Boiler hingga pabrik shut down. Disamping itu, karena sifatnya yang semi-continuous, dan apabila dalam proses pengolahan terjadi stagnasi pada satu alat atau instalasi tertentu, maka kejadian ini akan berakibat mengganggu pengoperasian alat di lini selanjutnya.

2. LETAK DAN LOKASI PABRIK KELAPA SAWITPertimbangan utama untuk menentukan lokasi pabrik adalah tersedianya sumber

air yang cukup. Mengapa ? Sebab untuk mengolah 1 (satu) ton TBS per jam diperlukan sekitar 1,5 ton air per jam. Selain dari itu, rencana lokasi pabrik bila memungkinkan

Page 21: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

adalah terletak dipusat areal kebun agar relatif berjarak sama dari setiap sudut kebun hingga relatif pabrik cepat dijangkau oleh pengangkut TBS. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah perlu dipertimbangkan juga ketersediaan lokasi pembuangan air limbah yang tidak berdekatan dengan pemukiman, dan terhindar dari gangguan alam seperti banjir dan longsor.Pertimbangan Mendasar untuk menentukan Lokasi Pabrik adalah :1.   Tersedia Sumber Air dengan Debit minimum 20 liter/detik , Tidak Pernah Kering

dan Tidak mengambil dari sumber air yang sama dengan masyarakat.2.   Lokasi Pabrik terletak sekurang-kurangnya 3 Km dari wilayah pemukiman dan tidak

terdapat kali/sungai kecil yang mengalir dari Pabrik ke Pemukiman.3.   Akses jalan keluar-masuk dari kebun menuju Pabrik dan ke Pelabuhan tidak melalui

jalan Desa. 4.   Kondisi Tanah, baik Struktur Tanah maupun Topographynya tidak menimbulkan

bencana Tanah Longsor atau Banjir 5.   Jarak Lokasi Pabrik terjauh dari kawasan kebun sejauh-jauhnya masih dalam radius

10 Km, dengan pertimbangan agar biaya angkut TBS masih Reasonable. 6.   Tidak terlalu jauh dari Jalan Raya atau Sungai Besar untuk Pengeluaran/Pengiriman

hasil produksi CPO dan Kernel ke Pasar.

2.1 Sumber AirAir merupakan bahan yang sangat penting dalam pengoperasian pabrik yaitu

sebagai air umpan boiler untuk pembangkit tenaga dan untuk air pengolahan. Air tersebut masih mendapat perlakuan sesuai dengan tingkat mutu air sumber. Oleh sebab itu dalam perencanaannya perlu dipertimbangkan mutu air dan jaraknya dari lokasi pabrik.

2.2 Keadaan Tanah LokasiLokasi pabrik dipilih pada tanah yang mempunyai sifat mekanik fisik tanah

yang sesuai untuk tempat berdirinya pabrik. Biasanya dipilih tempat yang tinggi dengan tujuan agar terhindar dari banjir dan pengaturan drainase yang lebih mudah. Berbekatan dengan lokasi tersebut harus dimungkinkan pembangunan perumahan karyawan pabrik dan fasilitas lainnya.

2.3 Sumber AirPabrik kelapa sawit banyak menggunakan air pengolah dan air umpan

boiler yaitu 1500 liter/ton TBS, yang berarti membutuhkan air 900 M³ / hari. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah 30 ton TBS / jam akan menghasilkan buangan air limbah sebanyak 360 – 400 M³ setiap harinya. Oleh sebab itu diperlukan sungai

Page 22: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

alam untuk Air Baku Boiler dan sekaligus tempat limpahan Air Limbah yang sudah mendapat perlakuan khusus di Kolam Limbah .

2.4 Aksesibilitas Disamping pertimbangan Tersedianya Sumber Air yang cukup, letaknya

yang sentral, Penanganan Limbah, dan kondisi Tanah, lokasi Pabrik juga perlu memperhitungkan kemudahan akses masuk dan keluar, terutama untuk kelancaran suplai bahan-bahan dan suku cadang serta untuk pengiriman hasil produk ke pasar dengan lancar agar tanki timbun tidak menjadi penuh. Akan menjadi masalah apabila lokasi pabrik yang dipilih sudah ditangah-tengah perkebunan, namun akses masuk keluarnya melalui pemukiman penduduk, atau harus membuat jembatan dengan bentangan yang panjang dan lain-lain. Oleh sebab itu dalam mempertimbangkan lokasi pabrik selalu dicari lokasi yang berpeluang lebih dekat dengan jalan raya atau dekat sungai besar untuk memudahkan angkutan hasil produksi ke pasar.

3. RANCANG BANGUN INSTALASI PABRIK KELAPA SAWIT 3.1 Keseimbangan Kapasitas Antar Alat dan Mesin

Telah diutarakan diatas bahwa kapasitas olah berdasarkan atas kemampuan screw press, sedangkan kapasitas olah alat lainnya dianggap bukan faktor pembatas. Walaupun demikian kapasitas setiap unit alat harus setara dan seimbang dengan kapasitas alat yang berada diawal proses atau di akhir proses. Faktor keseimbangan ini perlu diperhatikan karena erat hubungannya dengan kapasitas pemakaian tenaga ( kebutuhan listrik ) dan investasi. Hal ini sering terlihat pada pabrik yang berkapasitas 20 ton ditemukan alat yang berkapasitas 30 ton sehingga terjadi pemborosan energy Alat dan instrumen yang digunakan di pabrik hendaknya dipasang berdasarkan rekomendasi pada design pabrik tanpa modifikasi, walaupun dalam buku pedoman dicantumkan alternatif, karena alternatif tersebut merupakan prioritas ke dua.

3.2 Keseimbangan Sumber Tenaga dan Kebutuhan PabrikSumber tenaga dalam pabrik kelapa sawit digerakkan oleh Uap yang berasal

dari Boiler yang bahan bakar utamanya menggunakan serat dan cangkang yang merupakan limbah padat Kelapa Sawit. Kebutuhan uap untuk processing tergantung dari mutu TBS dan sistem pengolahannya.

PERENCANAAN SARANA PRASARANA1. Perencanaan lokasi Sarana Penunjang

Untuk kelancaran dalam pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit maka   harus segera dibangun beberapa sarana penunjang antara lain: 1. lokasi kantor, 2. lokasi bibitan, 3. lokasi jalan masuk, 4. lokasi pabrik dan 5. lokasi emplasemen.

Untuk menentukan lokasi kantor dan tempat tinggal pengurus. Pimpinan proyek / manajer kebun segera mengidentifikasi lokasi yang sesuai untuk bangunan kantor dan tempat tinggal sementara. Lokasi yang sudah ditetapkan tersebut diupayakan akan menjadi tempat pembangunan kantor permanen, Gudang dan Emplasemen kebun memasuki masa stabil. Penetapan lokasi harus mendapat persetujuan dari KAWIL (kepala wiayah) dan GM (general manager)  Plantation.

Page 23: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

Setelah penentuan lokasi untuk perkantoran, Pimpinan proyek manajer kebun pjuga mengidentifikasi area yang akan digunakan untuk pembibitan dengan mempertimbangkan persyaratan lokasi bibitan yang ideal. Setelah lokasi bibitan disetujui oleh KAWIL ( kepala wilayah) dan GM (general manager) Plantation, pimpinan proyek / Manager kebun segera menyusun Rencana Kerja dan Anggaran untuk pelaksanaan oprasional pekerja bibitan.

Menentukan lokasi jalan masuk dengan mempertimbangkna hasil survey semi detail. Dalam hal ini Pimpinan proyek / manajer kebun bersama-sama dengan Lahan untuk jalan masuk harus dibebaskan dari kepemilikan masyarakat minimal 50 meter dari kiri kanan jalan. Guna menjaga keamanan dari berbagai gangguan maka perlu dibuat parit 2 x 2 x 1,5 m sebagai pembatas sepanjang sisi kiri dan kanan jalan. Kemudian untuk selanjutnya penentuan lokasi pabrik kelapa sawit (PKS) dan Emplasemen, Pimpinan Proyek / Manager kebun, GIS, dan Enginering malakukan survey untuk menentukan kelayakan tata letak rencana pembangunan PKS serta Emplasemen pada tempat yang ditunjuk. Berdasarkan hasil survey tersebut, managemen memutuskan lokasi terbaik yang akan dibangun. Untuk menghindari kesalahan penanaman pada lokasi yang di rencanakan akan di bangun PKS maupun Emplasemen maka harus segera dibuat tanda di lapangan dengan pemasangan papan nama sekaligus patok batas lokasinya. Pimpinan Proyek/Manajer kebun segera menginformasikan kepada Asisten Pengembangan untuk menghindari penanaman pada lokasi yang sudah dicadangkan tersebut.

2. Pembuatan Prasarana JalanJalan merupakan urat nadi perkebunan karena fungsi jalan sangat vital, Yakni:

sebagai penghubung dari dan keluar kebun/ pabrik, jalur transaportasi TBS, jalur trasportasi pemupukan, karyawan, material bangunan serta sebagai pembatas blok. Putusnya jalan akan menghambat semua aktivitas sehingga dapat mengganggu. Jenis -jenis Jalan:1. Main Road (MR) dibangun dari timur kebarat dengan jarak antar jalan utama

1000M dan lebar badan jalan 9 m. Untuk areal gambut atau rawa jalan dibuat dengan sistem tanggulan dan pembuatan parit pada salah satu sisi badan jalan. Ukuran parit lebar atas 4 m, bawah 3 m, dalam 4 m.

2. Collection Road (CR) dibangun searah utara selatan, jarak antar koleksi 300 m dan lebar badan jalan 7 m.

3. Jalan kontur, jalan yang dibangun padaareal berbukit, dibuat dengn memotong jalur kontur dngn lebar 5-7 m.

PEMBIBITAN KELAPA SAWITUntuk Kualitas bibit dilapangan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :1. Potensi genetik dan asal – usul persilangannya2. Kultur teknis dalam penanaman dan pemeliharaan bibit3. Seleksi bibit4. Umur bibit saat ditanam kelapangan

1.6.1 Penentuan Lokasi Bibitan  Adapun faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi bibitan yaitu :1. Lokasi harus datar dan lapang2. Tersedia air yang cukup minimal 40.000 liter/Ha per hari.

Page 24: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

3. Aman dari gangguan hama penyakit4. Dekat dengan Emplasmen sehingga pengawasan lebih intensif

1.6.2 Persiapan Lahan Bibitan1. Memilih lokasi potensial.2. Membuat jalan tetap menuju bibitan.3. Membersihkan areal penyemaian PN (pre nursery) dan MN (main nursery)

secara mekanis.4.  Membuat drainase dengan baik sehingga air hujan tidak tergenang.5.  Membuat irigasi

 1.6.3 Sistem Irigasi/ PengairanAda beberapa macam sistem irigasi yang biasa digunakan dalam

pembibitan kelapa sawit, diantaranya :1. Sistim irigasi manual2. Sistim irigasi semi manual3. Sistem irigasi tabung dengan selang plastik berlubang (kirico) yang

bertekanan.

1.6.4 Macam-macam tahapan Pembibitana) Pembibitan satu tahap

Pada perkebunana yang sudah mapan ( established ) atau yang mempunyai topografi area datar cukup luas, dapat digunakan pembibitan satu tahap         (single stage). Pada pembibitan ini kecambah langsung ditanam dalam largebag di main nursery yang sudah dilakukan penjarangan (spacing) dengan jarak tanam 70cm segitiga sama sisi (dalam 1 ha bisa menampung 17.000 sd 20.000 bibit). Sebelum dilakukan penanaman kecambah maka instalasi air harus sudah terpasang pada seluruh areal pembibitan yang sudah direncanakan.

b) Pembibitan Dua Tahap 1)  Pre Nursery

Tujuan pre nursery adalah memberi waktu lebih longgar untuk membuat persiapan area bibitan dan mempersempit tempat pemeliharaan bibit selama 3 bulan pertama atau setelah bibit memiliki 4-5 helai daun. Pre Nursery  juga bertujuan untuk mengoptimalkan dalam pemeliharaan.

2)  Main NurseryTransplanting ke Main Nursery dilakukan pada bibit yang berumur 3 – 4 bulan atau setelah bibit memiliki 4 – 5 helai daun.

1.6.5 Kegiatan Perawatan BibitanKegiatan yang dilakukan di Pre Nursery (PN) antara lain  pengairan

atau penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, konsolidasi bibit, pengendalian hama dan penyakit (PHPT) dan seleksi bibit. Penyiraman di Pre Nursery (PN) dilakukan 2x dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali bila hujan dengan curahan 8 mm maka penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan. Kebutuhan air untuk setiap bibit adalah 0,2 – 0,3 Liter/potre per hari.

Page 25: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

1.6.7 Transplanting Bibit                        Kegiatan transplanting yaitu kegiatan pemindahan bibit dari

pembibitan awal ke pembibitan utama. Adapun kegiatan – kegiatannya antara lain :

1. Persiapan lokasi bibitan utama, yaitu instalasi irigasi2. Pengisisan media tanam berupa tanah mineral ke dalam largebag3. Penyusunan largebag4. Pembuatan lubang tanah.

PEMBUKAAN LAHAN

II. DEFINISI DAN TUJUANPembukaan lahan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan  dalam usaha tani

yang didalamnya terdapat perencanaan tata ruang dan tata letak yang kegiatannya melifuti pengukuran areal, pembangunan impra struktur, dan pembersihan lahan sampai dengan lahan siap ditanami kelapa sawit. Tujuan pembukaan lahan  adalah agar bibit yang ditanam mendapatkan ruang dan tempat tumbuh yang normal terhindar pengganggu baik berupa gulma, hama, ataupun penyakit.

III. PERENCANAAN TATA LETAK DAN TATA RUANG2.1 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan tata ruang dan tata

letak1.      Tofografi2.      Iklim3.      Status dan tataguna lahan4.      Tanah5.      Jaringan saluran air dan sungai6.      Jaringan jalan7.      Perkampungan dan kependudukan

2.2 Jenis dan Asal lahan1. jenis lahan

a. lahan mineralb. lahan gambut

2. Asal lahana. Hutan primerb. Hutan sekunderc. Semak belukard. Padang alang-alange. Areal konversif. Areal tanaman ulang

2.3 System Pembukaan Lahan1. Manual2. Mekanis3. Khemis4. Kombinasi

III. TAHAPAN PEMBUKAAN LAHANA. Tahapan Persiapan Lahan

Page 26: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

1. Survei lahan2. Imas (pembabatan)3. Menumbang4. Merencek dan menumpuk5. Membersihkan areal

B. Penataan kebun1. Tujuan2. Standar kebun dan afdeling3. Jaringan jalan4. Jembatan dan gorong-gorong5. Parit drainase

IV. PENGAWETAN TANAH1. Bentuk pengawetan tanah2. Benteng dan rorak3. Teras Indipidu (tapak kuda)4. Teras bersambung

PEMANENAN DAN PERAWATAN

Pemanenan adalah pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan bagi  perusahaan. Tugas utama tenaga kerja panen di lapang yaitu menurunkan buah dari pokok dengan tingkat kematangan yang telah ditentukan dan mengantarkannya ke TPH dengan cara dan waktu yang tepat. Keberhasilan pemanenan bergantung kepada sistem yang digunakan, rotasi,tenaga kerja, peralatan panen, dan pengangkutan.Sistem panen merupakan cara untuk mempermudah  pengaturan panen dalam pembagian hanca, penentuan tenaga  panen, pengawasan panen, dan pengangkutan TBS. Sistem  panen yang digunakan sistem hanca giring tetap dimana sistem ini merupakan modifikasi dari sistem hanca tetap dan giring.Rotasi panen yang digunakan adalah 7/8 yang berarti terdapat tujuh hari panen dan seksi yang sama dipanen pada hari kedelapan.Kriteria yang diberikan kepada pemanen yaitu buah yang membrondol 5di pokok dan 10 buah di TPH. Alat-alat yang digunakan yaitu alat pemotong TBS (dodos besar dan  pisau egrek), alat bongkar TBS (gancu) dan alat mengangkut TBS dan berondolan ke TPH (angkong). Ten aga ke r j a pa nen ada l a h f ak to rpen t i ng ya ng diperlukan dalam kegiatan pemanenan, dibutuhkan perencanaan dan pengorganisasian tenagakerjapanen. Kebutuhan tenaga  panen ditentukan berdasarkan luas areal tanaman yang telah siap  panen. Luas hanca panen yang harus diselesaikan pada taksasi normal (20-25%) antara 3 –4 ha bergantung pada kemampuan masing-masing pemanen.

PENGENDALIAN GULMA

Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada piringan (circle) gawangan hidup (path) dan tempat pengumpulan hasil (TPH).Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dilakukan pemberantasan gulma secara kombinasi manual dan kimiawi dengan rotasi yang telah ditentukan. Pengendalian gulma yang efektif menaikkan  produktivitas tanaman dan menekan biaya pemeliharaan tanaman. Tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berasal dari perumahan kebun dengan sistempekerjaharian lepas. Pengendalian gulma secara manual yang dilakukan adalah babatgawangan, dongkel anak kayu (DAK) dan circleweeding manual (CWM). Rotasi pengendalian gulma secara manual dilakukan tiga kali

Page 27: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

dalam setahun. Alat yang digunakan dalam pekerjaan ini, yaitu:parang, cangkul, arit, dan sarung tangan. Pembabatan dilakukan setiap orang untuk tiap jalan  pikul lalu pindah ke jalan pikul selanjutnya sampai norma kerja tercapai.

Norma yang digunakan untuk babatgawangan adalah 0.6 ha/HK, sedangkan prestasi kerja penulis 0.4 ha/HK. DAK adalah kegiatan mencabut anak kayu hingga ke akar secara selektifdi sekitar gawangan dan piringan. Alat yang digunakan untuk pekerjaan ini cangkul dodos (cados). Pekerja mendongkel semua anak kayu yang ada di pasar pikul dan  piringan lalu membuangnya di gawangan mati. Norma kerja DAK 1ha/3HK dan prestasi kerja penulis 0.3 ha/HK.Pengendalian gulma secara kimia dilakukanmenggunakan herbisida, knapsack sprayer kapasitas 15 liter dengan nozzle hitam tipe polijet (kipas), dan ember wadah air. Sebelum melakukan penyemprotan, para pekerja melakukan  pencampuran herbisida dengan air dengan perbandingan 1:1 dikantor afdeling. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan  pada piringan (circle), pasar pikul (path) dan tempat  pengumpulan hasil (TPH). Tujuan pengendalian gulma secara kimiadi piringanuntuk mempermudah pengutipan brondolan saat panen dan sebagai tempat aplikasi pupuk. Standar kondisi  piringan yang harus dipertahankan yaitu bersih dari gulma dan anak sawit dengan diameter 3 m. Cara penyemprotan piringan searah jarum jam dan herbisidayang disemprotkan menyebar me ra t a .Rad ius  pathyang harus dibersihkanselebar 1.5 meter,  bersih darigulma, anak kayu dan anak sawit. Luas TPHyangidea l ada l ah 4m x3 m dan kondisiharus bersih dari gulma supaya pengumpulan brondolan tidak terhambat.Herbisida kontak yang digunakan bersifat kontak dengan  bahan aktif Paraquat diklorida. Dosis yang digunakan 0.6 liter/ha dengan konsentrasi 0.5 %, selain herbisidakontak juga digunakan herbisidasistemik dengan bahan aktif Isopropilamina glifosat dengan dosis 0.7 liter/ha (konsentrasi 0.67%.), volume semprot 135 liter/ha. Bahan perekat yang digunakan yaitu Biofuron dengan bahan aktif Metil metsulfuron dengan konsentrasi 0.25 kg/20liter air. Tinggi semprotan 30 cm di atas  permukaan tanah

PEMUPUKAN

Pemupukan di SAL 1 dilakukan duakali dalam setahun. Pemupukan semester I dilakukan pada bulan Februari –Juni. Jenis pupuk yang diaplikasikan pada semester I adalah NPK 41-4-1, Rock Phospate(30 % P2O5), Muriate of Potash( 6 0 % K2O), Kieserite (27 % MgO), dan Dolomite (60 %CaCO3). Dosis yang digunakan berdasarkan hasil analisis daun atau leaf sample unit (LSU) yang dibuat oleh  Head Office(HO) yang  berada di Jakarta. Kegiatan pemupukan diawali dengan penguntilan pupuk dalam karung. Until-until pupuk tersebut ditakaruntuk kebutuhan 6 pokokke dalam karung yang selanjutnya dilansir ke kebun pada pagi hari. Apel pagi dilakukan untuk membagi kelompok dan menjelaskan kembali aturan yang digunakan dalam pemupukan. KHL mengambil pupuk dan melansir ke dalam blok dan menempatkan pupuk di baris keenam dandi  pasar tengah.Penaburan pupuk dilakukan setelah pelansiran ke dalam blok sudah dilakukan seluruhnya. Kontrol dilakukan oleh mandor terhadap ketepatandan kecepatan dalam penaburan. Pengawasan oleh mandor dilakukan di pasar tengah sebagai  pemberi aba-aba menabur dan di jalan transport untuk memastikan pupuk tidak ada yang tertinggal.Satu takaranpupukdigunakan untuk satu jenis pupuk yang akan d i ap l i ka s ikan . Ca ra penabu ranpupukdengan menuangkanpupuk ke takaran dan ditabur dengan tangan secara meratadi piringan dengan radius 50 cm dari pokok. Setelah kegiatan pemupukan selesai, karung-karung bekas dikumpulkan dan diantar kembali ke gudang dengan mobil transport untuk KHL. Sistem kerja pemupukan ini dengan target harian 7 jam kerja. Rata-rata prestasikerja KHL 0.6ha/Hk.

Page 28: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

SISTEM DRAINASE DAN IRIGASIPerencanaan pembangunan saluran air didasarkan atas topografi lahan,

letak sumber air, dan tinggi muka air tanah. Sistem pengeluaran air berlebih (drainase) dibuat berdasarkan kondisi drainase areal. Untuk lahan gambut, pengelolaan tata air sangat dominan, mengingat karakteristik lahan gambut yang mengering dan mengkerut tidak balik (irreversible shrinkage) apabila mengalami kekeringan.

Pembuatan saluran air dimaksudkan untuk mengendalikan tata air didalam wilayah perkebunan. Metode pengendalian air yang umum digunakan yaitu irigasi dan drainase. Irigasi merupakan usaha untuk menambah air kedalam wilayah, sedangkan drainase merupakan kebalikannya. Hal ini perlu disadara agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian terminologi irigasi untuk tata nama (nemenclature) drainase karena kedua sistem ini saling berlawanan dan tidak mungkin digabung menjadi satu kesatuan. Untuk mencegah timbulnya kerancuan dalam tata nama sistem drainase, berikut dijelaskan tipe dan ukuran saluran.

Drainase lapangan (field drains; secara salah kaprah disebut parit tersier) Berfungsi menyekap air yang ada dan/atau mengalirkannya dipermukaan tanah,

dalam keadaan tertentu berfungsi menurunkan permukaan air tanah. Drainase ini merupakan parit buatan.

Drainase Pengumpul (collection drains; secara salah kaprah disebut parit sekunder)

Berfungsi mengumpulkan air dari suatu areal tertentu dan mengalirkannya ke pembuangan. Merupakan buatan manusia dan dapat berbentuk parit, kolam, waduk dan lainnya. Dapat juga berupa teras bersambung dan benteng, dimana bentuk pengumpulannya berdiri sendiri dan pembuangannya melalui peresapan tanah.

Drainase pembuangan (Outlet drains; secara salah kaprah disebut parit primer) Berfungsi mengeluarkan air dari suatu areal tertentu dan umumnya memanfaatkan

kondisi alam yang ada seperti sungai, jurang, rendahan dan lainnya. Jika tidak dapat memanfaatkan kondisi alam juga dapat berupa saluran buatan (kanal), pompa dll

SENSUS POHONSensus pohon adalah menghitung jumlah pohon kelapa sawit tiap blok

pada areal afdeling. Dengan sensus pohon akan diketahui apakah jumlah pohon tiap blok telah sesuai atau belum terhadap standar.Standar Sensus Pohon

Jumlah pohon tiap blok harus sesuai dengan standar jarak tanam atau kerapatan pohon yaitu 136 pohon /ha

Sensus pohon harus dilakukan setelah selesai penanaman dan tidak boleh lebih dari 6 bulan.

Pelaksanaan sensus harus memakai form sensus yang telah disediakan . Hasil sensus harus dipetakan tiap blok. Kode –kode dalam peta harus mengikuti aturan yang sudah ada.Sensus dilakukan

setahun sekali oleh petugas sensus. Ka. Afdeling harus melakukan cross check terhadap hasil sensus yang dibuat

petugas.

Page 29: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

PERALATAN KERJA

Peralatan panenUntuk umur TM muda (3 – 5 tahun) alat panen yang digunkan adalah

dodos, sedangkan untuk TM dewasa (diatas 5 tahun) alat panen yang digunakan adalah egrek. Alat – alat tambahan dalam kegiatan panen adalah gancu, kereta sorong (angkong), goni, tali dan kapak.

Untuk peralatan panen kelapa sawit di PT.BSMI menggunakan alat sbb : Berumur < 7thn

o Dodos dg lebar 10-12,5 cmo  Kantong/ piringan untk pengutipan brondolano Kapak kecil untuk memotong tangkai tbs dan batu asaho   Kereta dorong (lori)/ alat pikulo   Jaring panen

Berumur > 7 thn Egrek Kapak kecil dan batu asah Kereta dorong (lori)/ alat pikul Jaring panen

PENGADAAN PABRIK PENGOLAHAN PASCA PANEN

Perencanaan pabrik disesuaikan dengan luas areal tanaman kelapa sawit yang produksinya akan diolah dan letaknya tidak mengganggu kesehatan lingkungan pemukima

Letak lokasi pabrik tersebut harus memenuhi syarat tertentu : Letak pabrik diusahakan pada titik sentral Dekat sarana perhubungan baik jalan raya, kereta api yang menghubungkan ke

pelabuhan Berdekatan dengan sumber air/sungai yang sepanjang tahun terjamin debit airnya Mempunyai sarana penunjang misalnya bengkel serta tenaga kerja Areal cukup rata/flat area

PENGOLAHAN LIMBAH

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air.

Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat

Page 30: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Kandungan unsur hara kompos yang berasal dari limbah kelapa sawit antara lain N, P2O5, dan K2O.

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Kandungan hara limbah cair sisa tanaman kelapa sawit adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam.

Dengan perencanaan yang benar limbah sisa tanaman kelapa sawit tersebut tidak akan mencemari lingkungan sekitar dan jika pengolahannya sesuai, limbah kelapa sawit tersebut akan member manfaat seperti bisa digunakan sebagai sumber unsure hara untuk pertumbuhan kelapa sawit selanjutnya.

PENDISTRIBUSIAN DAN KEMITRAAN

Salah satu strategi pemasaran yang sebaiknya harus diperhatikan agar aktivitas jalannya distribusi dapat berjalan dengan lancar, adalah dengan memperhatikan saluran distribusi. Saluran ditribusi dapat membantu perusahaan dalam proses pemasaran terutama untuk menganalisis berbagai kendala yang terjadi di lapangan, sehingga dapat diambil kebijakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan distibusi kembali akan dapat berjalan dengan normal dan baik demi tercapainya kepuasan konsumen.

Salah satu unit yang sangat membantu dalam jalannya proses distribusi adalah unit distributor. Distributor sangat dibutuhkan oleh perusahaan dalam membantu pemasaran objek produksi. Dalam menunjuk distributor yang tepat dan juga menetapkan kebijkan yang benar tentang saluran distribusi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Melakukan riset dan analisis yang lebih mendalam terhadap pihak-pihak lembaga yang terkait dalam menunjang proses pemasaran, terutama seabagai contoh adalah pihak-pihak terkait seperti pedagang perantara antara pihak perusahaan dengan konsumen di daerah tertentu.

2. Mempertimbangkan karakteristisk dari segmen pasar yang telah dibidik, dan secara geografis bagaimana lokasi pembeli, apakah mudah dijangkau atau keadaan yang terjadi adalah sebaliknya.

3. Memperhitungkan seberapa besar persediaan produk yang dipasok yang disesuaikan dengan seberapa besar dengan kebutuhan konsumen. Hal ini bertujuan untuk menganailisis efektifitas proses distribusi yang akan dilakukan dalam jangka panjang.

4. Memikirkan dengan segala jaringan pemasaran yang dimiliki agar dapat didaya upayakan secara maksimal sehingga hasil pemasaran yang disokong dari proses distribusi dapat memberikan hasil yang optimal.

5. Melakukan kegiatan promosi. Dengan adanya promosi maka konsumen akan mengetahui bahwa perusahaan meluncurkan produk baru yang akan menggoda konsumen untuk melakukan

Page 31: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

kegiatan pembelian. Kegiatan promosi banyak yang mengatakan identik dengan dana yang dimiliki oleh perusahaan.

Pola distribusi yang harus dipertimbangkan dan selalu diamati adalah dengan melakukan penyesuaian dengan perkembangan pola dinamika gaya hidup masyarakat. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka proses distibusi dapat berjalan dengan baik dan akan mensuport untuk menghasilkan nilai penjualan yang memuaskan.

Daftar Pustaka

Malangyudo, Arie. 2014. Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit (Online). http://arieyoedo.blogspot.com/2011/04/perencanaan-pembangunan-perkebunan.html. Diakses pada tanggal 13 Maret 2014.

TUGAS KELOMPOK MANAJEMEN TANAMAN PERKEBUNAN

Page 32: Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit

“Perencanaan Perkebunan Kelapa Sawit”

Di susun oleh :

Andi Kurniawan 115040201111128

Erwansyah Budi Raharjo 115040200111124

Intan Kartika Agnestika 115040201111243

Muhammad Nazri Emir 115040201111198

Arachis Ratnasari Sumarsono 115040200111010

M. Rizki Yuliansah 115040200111078

Kelas B

UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIMALANG

2014