perhitungan+cadangan

Download perhitungan+cadangan

If you can't read please download the document

Upload: wen-an

Post on 26-Jun-2015

1.146 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

KAJIAN PUSTAKA 1. RINGKASAN MENGENAI TEKNOLOGI EKSPLORASI BATUBARA SURVEI GEOLOGI PERMUKAAN,1995 Umum pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasi cool-bearing yang terbuka secara alami dan beberapa pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan batubara kearah kemiringan dengan maksud memastikan deposit batubara yang potensial. Kemudian akan berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi menggunakan mesin dan peralatan yang spesifik. Dalam bab ini akan dijelaskan secar ringkas mengenao survei geologi permukaan yang merupakan dasar dari semua survei geologi. Item utama yang diobservasikan dari outcrops batubara adalah: * Lapisan batubara yang bagaimana ? - jumlah ketebalan dan kualitas batubara (apakah akan dijual ?) * Bagaimana kondisinya ? - kemiringan danjarak antar lapisan batubara, serta hubungan dengan patahan dan daerah larangan penambangan (apakah dapat ditambang ?) * Berapa kuantitasnya ? - kuantitas batubara dan klasifikasi cadangannya, seperti terduga (Inferred), terindikasi (Indicated), terukur (Measured) atau dapat ditambang (Mineable) dan dapat dijual (Saleable) (apakah jumlah cadangan batubaranya cukup mendukung umur tambang ?) namun, lingkup penyelidikan perlu dikembangkan, tidak hanya pada batubara itu sendiri, tetapi juga kepada penelitian lain seperti penelitian sedimentologi batubara dan lingkungannya, penelitian palaentologi fosil mikro dan mega, penelitian geokimia, penelitian struktur terhadap fracture dan lain-lain. Pada akhirnya, hasil aktural yang diperoleh dari survei umum dan rinci adalah : Survei Umum Peta geologi Peta penampang geologi Peta penampang stratigrafi Peta korelasi penampang stratigrafi / lapisan batubara Peta penampang columnar batubara Peta kontur lapisan batubara Peta isopach lapisan batubara 1:50.000-10.000 1:50.000-10.000 1:500-1.000 1:500-1.000 1:20 1.000 1:25.000-10.000 1:10.000 Survei Rinci 1:1.000-3.000 1:1.000-3.000 1:200-500

1:200-500 1:1.000-5.000 1:1.000-5.000

Peta distribusi kualitas batubara (ash, sulfur, pospor, dll) 1:10.000 Peta kalkuasai cadangan batubara 1:10.000 Tabel kalkualsi cadangan batu bara

1:1.000-5.000 1:1.000-5.000

Prosedur Kerja A. Persiapan Pertama dilakukan peta topografi dengan skala yang sesuai untuk membuat program survei lapangan dan menempatkan titik observasi yang diperioleh selama survei. Sebaliknya, sebelum survei dilakukan, dipelajari dulu geologi regional dan struktur geologinya dari laporan atau papee, atau foto udara dan data penginderaan jauh. Peralatan dan perkakas utama yang diperlukan untuk survei adalah : a. Peralatan Clinometer Range finder (10-500 m) Meteran gulung (10-100 m) Mistar cembungkaca pembesar (2-5 m) Kamera(x10-) b. Perkakas Rock hammer (800 g-) Dip board (dari bahan aluminium) Pahat (titik dan lebar) Skop kecil Papan kecil Catatan lapangan Peta topografi Protractor Mistar segitiga Pensil Spidol Kantong sampel Penghapus

B.

Idenfikasi, Pembacaan, Sketsa, Orientasi Outcrops

Yang paling penting adalah mengidenfikasi outcrops, adalah in-situ atau creep. Kemudian membaca arti secara geologi dan stratigrafi. Observasi harus dilakukan baik terhadap bagian fresh maupun permukan yang telah dipengaruhi cuaca (weathered facies), dan sampel diambil dari bagian fresh in-situ. Kemudian

gambarkan posisi outcrops dengan tepat diatas peta topografi, dan cantumkan juga rute jalan telah dilalui. Pada saat sama, dilakukan sketsa outcrop secara geologi dan stratigrafi dengan penjelasan seperlunya. Item yang diobservasi dan diukur adalah : o Deskripsi permukaan batuan (rock facies) karakteristiknya : Ukiran butir, bentuk butir, kepadatan, warna, bahan tambang pembentuk, stratifikasi, kesamaan (sorting) struktur sedimentasi, keberadaan fosil, dll. o Deskripsi lapisan batubara : Warna, kilatan, kekerasan, stratifikasi, belahan(parting), retakan, hubungan antara batuan langit-langit dan lantai, dll o Perubahan stratifikasi dan struktur : Kesesuaian (conformity), ketidaksesuaian (unconformity), erosi dalam lapisan, perubahan bertahap (gradual), patahan, perubahan lateral dari permukaan batuan (litho-facies), dll o Arah, kemiringan dan ketebalan setiap lapisan/lapisan batubara C. Stripping dan Trenching Outcrop bisasanya tersebar di samping aliran di dalam lembah. Apabila outcrop tidak kontinu dan tanah diatasnya tipis, maka dilakukan penggalian (stripping) untuk membuat outcrop kontinu. Walaupun lapisan tanahnya tebal, apabila diduga terdapat gejala geologi yang penting seperti lapisan batubara atau pathan, maka sebaiknya dilakukan pencekan dengan menggali parit (trench) dengan lebar 1m dan kedalaman 3m sampai 5m. Pekerjaan utama yang dikaukan didalam parit sebagai berikut : o Pengukuran : mengukur arah orintasi dan kemiringan lapisan tanah dan lapisan batubara o Observasi : mengukur dan mencantumkan penampang columnar berurutan dari outcrop, tertua lapisan batubara o Sampling : sampling batubara lapis per lapis atau secra kunulatif dan belahan (parting), langit-langit dan lantai dilakukan sampling masing-masing. o Survai : melaksanakan survai dengan menghubungkan seluruh titik observasi Di tempat yang hutannya lebat dan tidak terdapat lapisa batubara terbuka (outcrop), survai dengan pit kadangkala efektif terutama pada musim hujan, deskripsi dan pengukuran hjarus dilakukan segera karena kan dihanyutkan oleh air sehingga sulit pemulihannya. D. Lambang Geologi

Untuk mengungkapkan sifat dan bukti geologi seperti batuan, bahan tambang, warna, bentuk, ukuran burir dan lain-lain, yang diperoleh dari survai geologi, mak pendefenisian lambang dan singkatan geologi akan bermanfaat untuk menyedrhanakan seluruh ekspresi.

Selain itu masih ada beberapa penelitian unsur khusus di antaranya ada yang dapat menjadi indikator lingkungan sedimentasi dan proses diagenesis selamjutnya. Misalnya, kandung sulfur ( termasuk isotopnya di dalam batu bara) dan karbon didalam shale, kandungan klor didalm batubara, kandungan authogenic carbonate didalam shale dan lain-lain. Sebagian contoh tersebut ditunjukan pada Appendix. Dan, penelitian sedimentasi dengan log curve juga dijelaskan dalam Appendix. SURVEI PENGEBORAN Biasanya, pekerjaan pengeboran pada eksplorasi batubara menggunakan berbagai tipe mesin bor dan perkakas tergantung dari tujuan dan tahapan eksplorasi batubara. Tugas pokok dari pengeboran adalah untuk : a. memastikan letak dan kedalaman lapisan batubara sasaran b. mengetahui sequence stratigrafi dan geologi untuk maksud perbandingan c. memperoleh sampel lapisan batubara termasuk batuan langit-langit dan lantainya d. melaksanakan berbagai jenis logging, dan lain-lain pada eksplorasi tahap I, pengeboran sering dilakukan dengan coring penuh dalam jarak yang lebar (jauh) dan dilakukan bersama logging geofisik. Metode pengeboran banyak menggunakn pengeboran wireline dengan lebih NQ (diameter lubang 75,7 mm) untuk mempurmudah well logging. Mesin ini dirancang untuk melakukan pengeboran kontinu tanpa harys menarik keluar batang bor pada setiap perpanjangan batang, dan core di tarik keluar oleh wire melalui tangan batang (rod). Mesin yang umum digunakan adalah longyear LY-39 atau LY-44 untuk pengeboran dengan kedalaman sedang. Diameter lubang dan diameter core diperlihatkan pada tabel 6-1. (dari Field Geologists Manual : DA Berkman, 1976) Jarak antar lubang bor berbeda menurut kondisi geologi, seperti daerah stabil dan labil secara struktur. Di daerah stabil jarak tersebut adalah 500-700 m, atau kadang kala 1km, sedangkan untuk daerah labil adalah 300-500m. Pada eksplorasi tahap II, jarak tersebut mungkin mengecil, yakni 300-400 m grid untuk daerah stabil, dan 250 m grid untuk daerah labil atau daerah sasaran metallurgical coal. Pada tambang terbuka (open pit) beberapa pengeboaran lubang dilakukan dengan metide non-core, seperti metode sirkulasi balik (reverse circulation) atau dengan rotary rig. Dalam kusus demikian, dilakukan logging geofisik untuk memperoleh informasi geologi dan kualitas batubara yang rinci, serta kedalaman eksak dari lapisan sasaran. Penjelasan terinci dari well logging akan diberikan pada bab berikut.

Pada eksplorasi tahap III dilaksanakan pengeboran diameter besar (biasanya 150200 mm), untuk penelitian hidrologi dan mendapatkan sampel curahan untuk uji parameter preparasi batubara. Problem yang timbul dalam pengeboran macam-macam, seperti hilang sirkulasi air, pembekakan (swelling) diding lubang karena adanya bahan tambang tanah liat khusus yang mudah mengembang seperti montmorillonite, coring batubara yang lunak, kehilangan sifat air lumpur (drilling mud) karena emisi gas dalam jumlah besar dari lapisan batubara, dan lain-lain. Posisi (terhadap kedalaman penggalian dan sumbu lambung) dasar lubang bor dan batas (top&bottom) dari lapisan utama seperti batubaru sasaran adalah item yang paling pnting dalam pengeboran. Sebagai contoh, tabel perhitungan untuk menentukan elevasi (ketinggian) dan koordinat titik yang disebut diatas ditunjukan pada tabel 6-2 (dari Field Geologists Manual : DA Berkman, 1976) LOGGING GEOFISIK (GEOPHYSICAL WELL LOGGING) Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi geologi dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara, dan sifat geomekanik batuan yang menyrtai penambahan batubara. Dan juga mengkompensasi berbagai maslah yang tidak terhindar apabila hanya dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting, terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting dan lain lain. Jenis dan Prinsip Logging Geofisik Dari sekian banyak prinsip logging yang ada, yang paling sering digunakan adalah resistansi listrik, kecepatan gelombang elastis dan radiaktif. Respon berbagai logging terhadap berbagai lapisan diperlihatkan pada gambar 9-1. Untuk eksplorasi batubara, logging densitas adalah yang paling efektif dan kombinasi logging densitas dan sinar gama adalah yang direkomendasi untuk menentukan sifat geologi sekitar lapisan batubara. Setiap logging mempunyai keistimewaannya masing-masinng, oleh karena itu lebih baik melakukan kombinasi logging untuk analisa menyeluruh. Rangkuman berbagai loggiong diberikan pada gambar 9-2. A. Log Sinar Gama Kekuatan radiasi sinar gama adalah kuat dari mudstone dan lemah dari sandstone. Terutama yang dari mudstone laut menunjukan nilai yang ekstra tinggi, sedangkan yang dari lapisan batubara lebih rendah pada sandstone. Log sinar gama dikombinasikan dengan log utama, seperti log densitas, netron dan

gelombang bunyi, digunakan untuk memastikan batas antara lapisan penting, seperti antara lapisan batubara dengan langit-langit atau lantai.

B. Log Densitas Sinar gama dari sumber radioaktif dipancar oleh tumbukan dengan elektron di dalam lapisan tanah dan energi sinar gama akan hilanng kepada elektron untuk setiap tumbukan (efek compton). Densitas elektron di dalam material sebanding dengan densitas curahan atau masa (bulk or mass density) material. Seperti ditunjukan dalam gambar 9-4, densitas tampak (apparent density) dari lapisan tanah dicari dari pengukuran kontinu sinar gama yang berasal dari pemencaran compton, oleh perangkat detektor yang berjarak tertentu dari sumber sinar CS137 (Cesium 137). (kemungkinan terjadinya pemancaran compton, sebanding dengan densitas elektron lapisan tanah, dan angka ini sebanding dengan densitas tampak dari lapisan tanah) Untuk memperoleh densitas curahan lapisan tanah dari count rate sinar gama, maka hal itu dilakukan dengan memggunakan kurva koreksi yang diperoleh dari diameter lubang dan lumpur pengeboran. Karena batubara mempunyai densitas yang sangat rendah dibanding dengan batuan lain, adalah hal yang mudah untuk membedakan lapisan batubara diatas log. Kualitas batubara juga dapat diperkirakan dengan memanfaatkan hubungan timbal balik yang erat antara densitasnya dan kandungan abu. C. Log Netron Pada waktui netro berkecepatan tinggi menyebar kedalam lapisan tanah, terjadi tumbukan berulang-ulang dengan inti atom material pembentuk lapisan tanah yang mengakibatkan hilangnya energi dan menjadi netron termal berkecepatan rendah. Kehilangan energi terbesar terjadi pada waktu tumbukan dengan inti atom unsur Hidrogen yang massanya sama dengan netron. Sehingga, pengurangan kecepatan netron ditentukan oleh kerapatan inti atom hidrogen di dalam lapisan tanah. Secara umum, kerapatan inti atom hidrogen pada batuan sebanding dengan jumlah kandungan cairan (air) di dalam material. Apabila diasumsikan, bahwa porositas pada batuan diisi oleh air, maka kerapatan inti atom hidrogen sebanding dengan porositas batuan. Berdasarkan prinsip ini, maka distribusi netron termal yang diukur berbanding terbalik dengan distribusi porositas lapisan tanah. Angka pengukuran tersebut, biasanya besar untuk sandstone dan kecil untuk mudstone. Dengan kata lain, porositas tampak kecil intuk sandstone dan besar untuk mudstone. Karena kerpatan inti atom hidrogen pada batubara tinggi, maka pada log netron menunjukan nilai yang kecil dan mudah membedakan denngan batuan lain. Tetapi, kadang kala sulit untuk mengenal batas yang jelas apabila penting atau langit-langit/lantai terdiri dari batuan yang banyak mengandung karbon seperti coaly shale.

D. Log Resistansi] Log resistansi normal dirancang untuk mengukur suatu potensial listrik pada elektroda pengukur, M, selama arus listrik konstan dialirkan ke dalam lapisan tanah melalui elektroda A dan potensial tersebut dokonversi kepada resistensi tampak berdasarkan hukum Ohm dan konfigurasi pnempatan elektroda (gambar9-6). Guard electroda logging dirancang untuk mengukur resistansi lapisan tanah setelah memusatkan distribusi arus listrik kedalam bagian tertentu dari lapisan tanah dengan menggunakan elektroda tambahan. Dengan demikian akan menaiokan akurasi resistensi dan kemapuan pengukuran di lapisan tipis. Metoda pengukuran ini disebut juga sebagai laterolog yang diperlihatkan pada gambar 9-7. E. Log Gelombang Bunyi (Sonic Log) Sonic log yang digukan dewasa ini kebanyakan tipe BHC (bore hole compensated). Metoda ini dapat mengurangi efek pemalsuan (spurious) pada perubahan ukuran lubang dan juga mengkonpensasi kesalahan karena kemiringan sonde. Karena BHC menggunakan satu transmitter diatas dan satu transmitter di bawah dua pasang penerima (receiver), dan interval waktu perambatan gelombang yang diterima kedua set receiver dirata-ratakan.(gambar 9-8 dan 9-9) kalau datanya banyak, noise juga banyak, sehingga dilakukan proses statistik dengan komputer. Peralatan Logging peralatan logging terdiri dari peralatan rekam, winch, telescope boom, probe, sonde, dan lain-lain, biasanya dipasang pada mobil observasi dan hasil yang diperoleh dari pengukuran direkam dalam chart dan data digital dalam satu waktu untuk analisa lebih lanjut. Biasanya, diameter lubang bor adalah NQ (75,7 mm) atau HQ (96,0 mm). Diagram blok dari logging diperlihatkan pada gambar 9-12 dan berbagai jenis probe dan sonde ditunjukan pada gambar 9-13. Interpretasi Lapisan Batubara perusahaan logging mengembangkan peralatan orisinil (khas masing-masing) untuk memperoleh resolusi logging batubara yang lebih baik.(tabel 9-1) Long spaced density log digunakan untuk evaluasi lapisan batubaru karena menunjukan densitas yang mendekati sebenarnya berkat pengaruh yang kecil dari dinding lubang. Sedangkan, sort spaced density log mempunyai resolusi vertikal yang tinggi, maka cocok untuk pengukuran ketebalan lapisan batubara. Kombinasi probe long dan short spaced density bersama sinar gama dan caliper dapat

memberikan data densitas lapisan yang sebenarnya secr langsung melalui koreksi oleh data caliper. Dalam hal ini, sensor sinar gama harus dipisahkan sekitar 2 m dari sumber log densitas agar dapat menghindari terhadap sensor. A. Analisa Ketebalan Lapisan Batubara a. Metoda Rasio Densitas Prinsipmetoda ini adalah membagi dua dengan perbandingan tertentu, antara batuan dan nilai densitas yang mewakili densitas, yang mengapit batas, di atas kyrva densitas dan mentapkan kedalaman titik tersebut sebagai kedalaman batas. Perbandingan pembagiannya kadang kala direkomendasi 2/3 atau 4/5 jartak menuju batubara. Akurasi metoda ini bervariasi dan untuk menentukan perbandingan dengan pasti diperlukan tes empirik. Umumnya dikatakan mempunyai akurasi kurang lebih 10 cm. (gambar 9-14) b. Metoda Densitas Rata-rata Metoda ini mirip dengan metoda diatas, tetapi nilai densitas rata-rata diperoleh dari nilai densitas yang dikonversi dari chart kalibrasi yang dibuat dengan memplot count rate sinar gama terhadap nilai pengukuran densitas. Nilai dnsitas rata untuk batubara dan batuan pada suatu kontak dihitung dan diplot pada log. Nilai densitas yang sesuai. Kedalaman titik ini digunakan sebagai kedalaman kontak. Jika skal ini linier, maka titik tersebut akan terletak ditengah sepanjang defleksi. Dan, jika skalanya logaritma, titik akan cenderung mendekat ke salah satu log. Perbedaan kedalaman antara batas langit-langit dan lantai ditetapkan sebagai ketebalan lapisan batu bara. Akurasi metoda ini untuk tempat yang baik kondisi geologinya, kurang lebih 2 cm. (gambar 9-15) c. Metoda Sinar Gama Kekuatan sinar gama batu bara lebih rendah dibanding batuan. BPB Company menetapkan titik batas antara lapisan batubara dengan batuan pada 1/3 menuju batuan, diatas suatu kurva transisional seperti gambar 9-16.

B. Penentuan Kandungan Ash Kandungan ash batubara dapat diperkirakan dengan menggunkan sinar gama atau log densitas. a. Sinar Gama Asumsi dasarnya adalah tingkat radiasi langit-langit dan lantai lapisan batubara yang terdiri dari mudstone atau silstone yang tipikal, mewakili lapian dengan kandungan ash 0% diasumsikan sebagai level yang ekivalen dngan nilai 100%. Ash 0% diasumsikan sebagai level yang ekivalen 10%. Sehingga, kandungan ash yang lain akan

mengikuti hubungan linier antara titik-titik tersebut. Jadi hubungan antara kandungan ash dan counter rate sinar gama juga menjadi hubungan linier. b. Log Densitas Metoda ini didapat memperoleh akurasi dengan orde kurang lebih 0,1 g/cc, dibawah kondisi terkendali, termasuk untuk daerah densitas rendah. Antara kandungan ash dan densitas batubara terdapat hubungan yang baik, walaupun terdapat variasi yang tergantung kepada jenis batubara. Pengukuran LSD dan HRD dapat digunakn kedunya. Yang pertama memberikan informasi laterl yang baik dan yang kedua memberikan informasi vertikal yang baik. Apabila dapat melaksnakan pengeboran yang terkendali baik, dengan berat lumpur (mud) yang diketahui dan dimeter lubang bor yang dapat diandalkan, maka dimugkinkan untik membuat chart universal (gambar9-17). Chart ini mengkoreksi variabel-variabel tersebut dan mengkonversi count yang dibaca dari log menjadi satuan densitas dan mencari kandungan ash. Akurasi penentuan kandungan ash terhadap lapisan batubara yang tidak diketahui adalahkurang lebioh 5% untuk kandungan ash sekitar 20 % dan kurang lebih 2 % untuk kandunan ash sekitar 5%. Interprestasi Permukaan Batuan (Lithofacies) Dewasa ini, interprestasi lithofacies dilakukan dengan analisa komputer, dan hasilnya diaplikasikan kepada dat logging yang disajikan secara grafis dalam bentuk log komputer dab atu sebagi daftar numerik dari printer. Biasanya, dua log reading per kaki (foot) digunakan untuk perhitungan tersebut. Untuk keperluan input ke komputer, data logging derekam dalam pita magnetik. Seperti dalam gambar 9-18, log dibagi menjadi tiga seksi utama, yaitu litologi, indeks kekuatan dan analisa batubara. Program komputer menentukan litologi dari dat log dan juga secara otomatis menganalisa lapisan batubara. Nilai yang dihitung dandisajikan dari kualitas batubara adalah persentase berat karbon, ash dan air. Indeks kekuatan menjadi sarana diagnosa untuk memperkirakan kekuatan batuan langit-langit dan lantai. Litologi dihitung dari set persamaan simultan yang mencakup bacaan(reading) gelombang bunyi, densitas dan netron, serta informasi bahan tambang yang terdapat di dalam lapisan tanah. Bahan tambang yang terdapat di dalam lapisan tanah ditentukan dengan plot silang (cross-plot) dua buah log dengan berulangulang sambil mengganti log. Analisa core secara mineralogi juga efektif digunakan untuk mengecek hasil plot silang log. Log analisa komputer tersebut memungkinkan korelasi lubang bor dengan lubang bor di dalam daerah sasaran. Indeks kekuatan disajikan di tengah gambar 9-18 menjadi dasar dalam membandingkan kekuatan setiap lapisan. Ia didefenisikan sebagai modulus elastisitas dinamik dari deformasi, Ep yang dihitung dari log gelombang bunyi dan densitas dengan rumus sebagai berikut :

ED =______ x 3,36 x 10 Indeks kekuatan yang diperoleh dari analisa komputer ini harus dipertimbangkan sebagai indikasi batas atas kekuatan lapisan tanah.

SUMBERDAYA BATUBARA DAN GAMBUT DI INDONESIAHardjono dan Syarifuddin Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumberdaya Mineral , Departemen Pertambangan Dan Energi,1991. 11.PEDOMAN BATUBARA PENGELOLAAN SUMBERDAYA

Negara-negara penghasil di batubara yang belum banyak berpengalaman umumnya belum mempunyai satu sistem sendiri untuk mengelola sumberdaya batubaranya. Dalam bidang teknis hal ini antara lain disebabkan oleh belum lengkapnya data dasar geologi batubara regional dan kepakaran dibidang komoditi batubara seperti,geologi batubara, pertambangan, benefisiasi. Dalam bidang non teknis biasanya disebabkan oleh belum sempurnanya organisasi pemerintahan dibidang pengelolaan sumberdaya mineral, perundang undangan, perkemhangan industri itu sendiri, dan sebagainya. Dalam hal ini Australia yang termasuk penghasil batubara yang relatif baru memanfaatkan sistem yang ada terutama dari Amerika Serikat yang kemudian dikembangkan dan di sesuaikan dengan kondisi sumberdaya batubara dan kepentingan ekonominya. Di Australia masih terdapat pendidikan dasar geologi batubara termasuk petrografi, sedimentasi, benefisiasi, dan sebagainya yang tidak terdapat di negara penghasil batubara lainnya. Di Indonesia tidak pernah ada pendidikan formal geologi batubara (coal geology). Pengelolaan sumberdaya batubara sebenarnya tidak hanya sampai pada pengetahuan kuantitas atau tonasenya semata-mata tetapi faktor - faktor geologi, pertambangan, benefisiasi, ekonomi, pengangkutan dan sebagainya merupakan bagian integral dari kegiatan tersebut. Bila disajikan angka besarnya sumberdaya atau cadangan batubara saja tanpa kriteria dan limitasi maka angka itu barangkali lebih berkonotasi kualitatif seperti halnya untuk membedakan sumberdaya berpotensi besar dan kecil, hal ini tidak mencerminkari arti ekonomi pada usaha pengembangan dan pengelolaan sumberdaya batubara. Memperhitungkan sumberdaya dan cadangan batubara secara nasional tidak akan sempurna bila ditangani oleh satu disiplin kebumian tertentu. Hal ini disebabkan ahli ilmu kebumian (misalnya disiplin geologi yang mencoba mengklasifikasikan sumberdaya dan cadangan batubara pada umumnya kurang memahami ilmu ekonomi tambang, transportasi, pemrosesan dan pemasaran, demikian juga disiplin tambang kiranya juga kurang mendalami kondisi geologi dan lingkungan pengendapan batubara termasuk stratigrafi sebagai titik awal untuk menilai sebaran dan ciri pengendapan serta sebaran batubara di bawah tanah. Kondisi ekonomi akan selalu berubah bersama waktu. Pada bagian hilir akhirnya perubahan hukum dan perundangundangan dapat mempengaruhi bidang transportasi pemasaran, dan lain-lain. Dengan

demikian status sumberdaya dan cadangan batubara akan ikut berubah sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan perundang-undangan. Ketelitian dalam perkiraan besarnya sumberdaya atau cadangan sebenarnya tergantung dari tersedianya data dan tingkat kompetensi atau kepakaran pembuatnya. Sebagai penyegar ingatan berikut ini akan dibahas terlebih dahulu tentang terminologi dan definisi yang lazim diterapkan dalam praktek oleh suatu organisasi pengelolaan sumberdaya batubara. Menurut World Energy Conference, (1976) sumberdaya (resources) dan cadangan (reserves) itu didifinisikan dan dibedakan sebagai berikut: Sumberdaya adalah jumlah kuantitas bahan mentah (raw material) tak terbarukan (non renewable) dan terdapat dalam kerak bumi yang mungkin dapat diekstraksikan dengan keberhasilan yang dapat dipertimbangkan selama jangkauan pandang masa depan (jorseeable future); sebaliknya, cadangan batubara dalam hubungan ini adalah bagian dari sumberdaya yang telah diteliti dan dikaji dengan seksama sebagai akan dapat ditambang berdasarkan kondisi ekonomi satu kawasan atau negara dengan tersedianya teknologi pada saat itu. Cadangan dapat ditambang adalah bagian dari cadangan di tempat (in place reserves) yang dapat ditambang sesuai dengan batasan kondisi ekonomi dan teknik tersebut. Dalam penggunaan umum, istilah sumberdaya diartikan sebagai kualitatif, misalnya sumberdaya batubara regional diartikan untuk seluruh potensi batubara yang dimiliki oleh suatu kawasan atau negara, seperti halnya sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sebagainya. Tetapi istilah sumberdaya dalam bidang teknis kebumian dapat berkonotasi kuantitatif, yaitu perkiraan besarnya potensi sumberdaya batubara yang secara teknis menunjukkan harapan untuk dapat dikembangkan setelah dilakukan penelitian dan eksplorasi. Dengan demikian tidak seperti dalam pengertian umum istilah cadangan dalam lingkungan komoditas mineral hanya dapat dipakai terbatas pada endapan batubara yang telah dieksplorasi menurut prosedur dan teknik yang telah dibakukan. Mengingat semakin pentingnya komoditas mineral dalam percaturan ekonomi, berlandaskan pada latar belakang geologi ekonomi, pada tahun 1972 McKelvey mengusulkan satu sistem untuk mengklasifkasikan dan melaporkan potensi sumberdaya mineral. Konsepsinya diterbitkan dalam majalah American Scientist dengan judul Mineral resource estimate and public policy. Mungkin publikasi inilah yang mempopulerkan terminologi dan kriteria baru dalam pengklasifikasian sumberdaya mineral yang sekarang dianut oleh hampir setiap negara yang melaksanakan program pengelolaan sumberdaya mineral dengan pembatasan dan kriterianya masing-masing. Konsepsi McKelvey tersebut pada tahun 1976 telah diadopsikan untuk komoditas batubara dalam bentuk publikasi gabungan U.S. Bureau of Mines dan U.S. Geological Survey dan diterbitkan sebagai USGS Bulletin 1450-B dengan judul Coal Resource Classification System of the U.S. Bureau of Mines and the US. Geological Survey berikut gambar diagram, (Gambar 1). Sistem ini menggunakan konsep dimana lapisan batubara (coal bed) itu di klasifikasikan sesuai dengan tingkat pengamatan geologi dan keadaan ekonomi serta perolehan hasil tambang (recovery) berdasarkan kelaikan teknologi. Dalam diagram tersebut terlihat hubungan antara berbagai faktor yang terkait. Sumberdaya batubara

diletakkan dalam skala mendatar dimana. makin kekiri makin tinggi keyakinan geologinya, dan dalam skala tegak dimana makin keatas makin tinggi nilai ekonomi dan perolehannya. Perkiraan berbagai kelas dari cadangan dan sumberdaya batubara didasarkan pada tiga kriteria utama, yaitu: 1. Ketebalan lapisan, tingkat (rank) dan kualitas batubara. 2. Kedalaman lapisan batubara, dan

3. Proksimitas pengamatan data yang mendasari perhitungan sumberdaya/cadangan. Sesuai dengan tingkat dan ketelitian eksplorasi, biasanya cadangan diklasifikasikan berdasarkan pada jarak pengamatan atau pengukuran terhadap geometri endapan batubara. Pengamatan dapat dilakukan pada singkapan (out crop), pemboran, penggalian atau penambangan, dan sebagainya yang dinyatakan secara kuantitatif, (lihat Gambar 2).

Gambar I. Diagram klasifikasi sumberdaya batubara. (Dari USBM-USGS, 1976).

Dalam bidang eksplorasi telah dimengerti dan disepakati bahwa berdasarkan kerapatan jarak pengukuran (misalnya interval pemboran) maka cadangan batubara diklasifikasikan (dari yang paling teliti atau paling rapat jaraknya sampai yang kurang teliti sebagai terukur (measured), tertunjuk (indicated) dan tereka (inferred). Untuk keperluan tertentu cadangan terukur dan tertunjuk digabungkan menjadi} cadangan terunjuk (demonstrated reserves).

Garis singkapan yang tebal dalam Gambar 2 dimisalkan sebagai lapisan batubara yang telah dipetakan dengan keyakinan bersinambungan (tanpa terputus oleh struktur dan sebagainya). Endapan batubara terukur atau tonase batubara terukur tercakup dalam radius 250 m dari pusat pengukuran (pemboran misalnya). Jalur daerah selebar 250 m sejajar dan sepanjang singkapan juga termasuk dalam kategori terukur. Tentunya tidak semua lapisan batubara dapat ditambang dengan menguntungkan. Lapisan batubara tipis yang terletak sangat dalam di bawah tanah tentunya tidak baik ditambang dalam kemampuan teknologi sekarang atau yang dapat diperkirakan untuk masa depan.. Di samping itu faktor struktur geologi biasanya juga mempengaruhi kelayakan penambagan

.

Gambar 2. Kategori sumberdaya batubara berdasarkan pada proksimitas data. (Dari Englund,1976). Demikian juga, menentukan nilai ekonomi endapan batubara juga dipengaruhi juga oleh jenis dan kualitas batubara. Misalnya batubara dengan kandungan belerang atau abu tinggi juga tidak menguntungkan untuk di tambang. Menentukan nilai ekonomi suatu endapan batubara melalui eksplorasi biasanya didasarkan pada beberapa faktor, seperti ketebalan minimum, kedalaman maksimum lapisan batubara di dalam tanah serta kandungan air (moisture content), abu dan belerang.

Di beberapa negara penghasil batubara, batasan untuk ketebalan minimum dan kedalaman maksimum lapisan batubara dalam pengelolaan sumberdaya batubara, masing-masing untuk black coal dan brown coal telah ditetapkan seperti terlihat dalam Tabel 1 di halaman 8. Pada awalnya penentuan batasan ketebalan minimum dan kedalaman maksimum ini didasarkan pada praktek pertambangan yang sedang bajalan tanpa mempersoalkan kelayakan ekonomi maupun teknologinya. Misalnya, pada permulaan abad ke 20 penambangan batubara terdalam di dunia (di Belgia) mencapai kedalaman sekitar 1200 m. Dengan demikian pada waktu itu diperkirakan bahwa penambangan batubara dimasa mendatang akan dapat mencapai kedalaman 2000 m. Selanjutnya untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan maka diusulkan dua batasan; pertama, untuk endapan batubara yang mudah ditambang ditetapkan sampai kedalaman 1000 m, dan kedua, kedalaman 2000 M dangan demikian diperkirakan akan merupakan batas kedalaman dimana endapan batubara akan dapat ditambang dengan teknologi modern. Demikian juga, ketebalan minimum lapisan batubara yang ditambang di Amerika pada waktu itu adalah sekitar 3,75 m, oleh karena itu ketebalan 3 meter dianggap sebagai ketebalan minimum untuk memperkirakan besarnya sumberdaya batubara bertingkat tinggi. Pada waktu yang sama juga timbul usulan persyaratan tambahan untuk membedakan ketebalan bagi berbagai jenis batubara, misalnya untuk bituminus, minimum 60 cm dan untuk lignit, minimum 75 cm. Dalam I'abel 1 dapat dipelajari kriteria ketebalan dan kedalaman (masing-masing untuk black coal dan brown coal) yang diadopsi oleh World Energy Conference, (198~) sebagai pembatasan dalam memperkirakan besarnya sumberdaya batubara dunia. Telah banyak publikasi yang memberikan angka kisaran (range) jarak pengamatan sebagai pegangan awal, masing-masing untuk cadangan terukur, tertunjuk dan tereka. Menentukan kerapatan jarak pengamatan menurut keyakinan geologi (geological assurance) biasanya didasarkan pada kondisi struktur geologi suatu endapan. Misalnya daerah yang strukturnya kompleks (seperti terkena pengaruh intrusi, penyesaran, pelipatan dan sebagainya) memerlukan pengamatan dengan jarak yang lebih rapat. Sehubungan dengan kompleksnya struktur geologi, Leo Misaqi, (1973) mengusulkan penentuan interval garis lintang dari jarak pengamatan seperti terlihat dalam Tabe12. Table 2. Jarak pengamatan data untuk eksplorasi batubara, (Leo Misaqi,1973). Measured Resevers Ft M Indicated Reserves Ft M

Type of Deposit Horizontal or Gently sloping

A Uniform beds B. Fairly consistent beds C. Inconsistent beds Deposits with simpk frrst order folding A. Uniform beds B. Fairly consistent beds C, Inconsistent beds Deposits with complex t f lti A Uniform beds B. Rirly consistent beds -

1000 750 500 I000 1500 750 folding and 750 400

300 230 150 100 450 230 230 120

I 200 1500 1000 6000 3000 1500 1500 750

600 450 300 2000 1000 450 450 230

C. Inconsistent beds ') Grid dimension for horizontal deposits; distant between exploratory profiles for folded and complex deposits. Berdasarkan struktur geologi, Misaqi (1973) mengklasifikasikan endapan dan cadangan batubara serta pendekatan eksplorasinya sebagai berikut: 1. Endapan horizontal atau landai, berkesinambungan atau terputus-putus (lenticular) dan tidak terlipatkan, jurus dan kemiringan tidak jelas, maka teknik eksplorasi dilakukan dengan sistem grid bujur sangkar. 2. Endapan dengan struktur sederhana dan pelipatan tingkat pertama, sedikit terpatahkan, jurus dari kemiringan jelas, maka eksplorasi dengan pemboran dilakukan menurut garis lintang yang tegak lurus memotong jurus lapisan batubara. 3. Endapan dengan struktur kompleks, endapan terbagi-bagi dalam blok oleh sistem patahan (block faulting) dimana jurus dan kemiringan berubah cepat, maka eksplorasi dilakukan seperti pada endapan tipe 2, tetapi jarak antara dua garis lintang dan jarak pemboran yang mengikuti garis lintang perlu lebih dirapatkan. Istilah cadangan yang telah dibahas dimuka dimaksudkan sebagai cadangan di tempat (in place atau geological reserves atau reserve base). Cadangan di tempat diartikan sebagai jumlah batubara yang sebenarnya terdapat di bawah tanah yang telah dihitung memenuhi persyaratan ekonomi pertambangan dalam kondisi tertentu. Telah dibahas dimuka bahwa tidak seluruh cadangan di tempat dalam suatu daerah secara teknis dapat ditambang berdasarkan teknologi yang tersedia. Dalam proyek pertambangan komersial cadangan ditempat selanjutnya di evaluasi untuk memperhitungkan berapa sebenarnya jumlah batubara yang akan dapat dimanfaatkan melalui operasi penambangan. Dalam hal ini digunakan istilah cadangan dapat ditambang (recoverable reserves) yang menunjukkan jumlah batubara yang diharapkan akan dapat ditambang dengan menggunakan teknologi pada saat penghitungan. Cadangan dapat ditambang dalam lingkungan , tambang buka (opencut mining) pada

umumnya di perhitungkan lebih dari 90% dari cadangan ditempat, tetapi dalam lingkungan tambang dalam (underground mining) terutama yang cukup dalam pada umumnya dipakai faktor perolehan kurang dari 60%. Kondisi struktur endapan,/ metoda penambangan juga memegang peranan dalam menentukan faktor pembatas bagi endapan batubara yang mempunyai arti ekonomi. Angka persentasi tersebut diperoleh dari pengalaman operasi tambang dan hanya berlaku untuk tambang bersangkutan. Bila batubara dari hasil tambang akan dijual tanpa benefisiasi seperti pencucian, pemilahan, dan sebagainya maka seluruh perolehan tambang tersebut seluruhnya akan dapat dijual. Tetapi bila hasil tambang tersebut terlalu kotor dan perlu di benifisiasi untuk memenuhi permintaan pasar, maka jumlah batubara yang akan dapat dijual dikurangi oleh faktor benefisiasi. Faktor ini sebagian ditentukan oleh kualitas batubara itu sendiri dan sebagian oleh spesifikasi batubara yang akan dijual sesuai dengan permintaan pembeli. Bilamana data pencucian dan spesifikasi sudah dapat ditentukan maka akan dapat diperkirakan besarnya cadangan dapat dijual (saleable reserves), yang menyatakan nilai ekonomis sebenarnya dari endapan itu.

Di bawah ini diberikan contoh Ditempat Dapat ditambang Dihasilkan Dapat dijual

Ton 1.000.000 900.000 765.000 612.000

Hilang Geologi 10% Penambangan 15% Persiapan 20% Jumlah 38,8%

Perolehan 90% 85% 80% 61,2%

Konsep pengklasifikasian sumberdaya batubara yang melibatkan kriteria ekonomi pertambangan tersebut dapat di visualisasikan dalam Gambar

3. Gambar 3. Faktor variabel dalam pengelolaan sumberdaya batubara. (Dari Ward, 1984). Seluruh blok dalam gambar itu dimisalkan sebagai besarnya sumberdaya batubara national atau besarnya sumberdaya dalam satu mandala geologi (geological province) atau besarnya sumberdaya satu endapan. Dalam blok sumberdaya itu terdapat bagian cadangan dimana telah dilakukan eksplorasi yang membuktikan bahwa endapan batubara dalam bagian (daerah) itu akan menguntungkan bila ditambang. Dalam blok cadangan ini terdapat 6 blok sesuai dengan kategorinya. Daerah di luar blok cadangan terbagi menjadi daerah sumberdaya sub-ekonomis dan tidak ekonomis. Setiap blot kategori dapat berubah statusnya sesuai dengan perubahan harga pasar, biaya penambangan, atau bilamana ada penambahan data eksplorasi. Dari parameter kualitas juga perlu dipertimbangkan batas maksimum kandungan abu di dalam batubara untuk dapat ditambang sebesar 30%, tetapi hal itu tergantung dari untuk keperluan apa batubara itu ditambang, persyaratan dari pemakai akan menentukan batas kandungan abu. Dewasa ini di Amerika Serikat dengan teknik benefisiasi sudah lebih maju, maka batas maksimum kandungan abu dalam batubara yang ekonomis untuk ditambang adalah sekitar 33%.

Kriteria untuk memperhitungkan besarnya sumberdaya dan cadangan batubara diberlakukan untuk masing-masing tingkat perhitungan, baik untuk sumberdaya yang diketahui (identified resources) maupun yang masih belum ditemukan (undiscovered resources) seperti dapat dipelajari dari tabel 3. Pada prakteknya kandungan abu dan belerang sebagian dipengaruhi oleh metoda pencontohan (sampling practice) batubara. Dalam pengelolaan sumberdaya batubara nasional juga diperlukan pedoman untuk pencontohan batubara. Misalnya sisipan (parting) batuan dengan ketebalan kurang dari 10 cm didalam lapisan batubara tidak perlu dipisahkan dari pencontohan (sampling), karena dalam praktek sisipan batuan setipis itu tidak terpisahkan dalam proses penambangan. Demikian juga tentang metoda dan ketelitian analisa kualitas, analisa petrografi, penyiapan contoh (sample preparation), dan sebagainya sangat perlu untuk dibakukan, (Swanson and Huffman Jr., 1976). Pencontohan yang dibakukan akan menghasilkan angka cadangan yang seragam pula. Dalam pembahasan dimuka kiranya dapat difahami bahwa kelas cadangan bagi suatu endapan batubara mengandung pengertian mempunyai kualitas dan kedudukan atau posisi dapat diusahakan secara ekonomis berdasarkan penilaian tingkat teknologi dan keadaan pasaran pada saat perhitungan sampai jangkauan pandang masa depan. Dalam banyak hal terdapat sejumlah endapan batubara yang pada saat ini tidak menguntungkan untuk diusahakan , tetapi kemungkinan akan dapat ditambang dimasa depan bila teknologi dan perkembangan ekonomi memungkinkannya, dan status endapan batubara semacam ini perlu di-klasifikasikan secara terpisah, misalnya kedalam kelas sumberdayanya hanya kecil saja. Ada juga endapan batubara yang kemudian diketahui sebagai tidak mempunyai nilai ekonomi, misalnya terbukti terlalu tipis atau bermutu terlalu buruk atau mengandung elemen pengotor berlebihan sehingga teknologi apapun tidak akan dapat membantu meningkatkan nilai ekonominya, (sumberdaya nonekonomis). Sistem McKelvey tersebut pada tahun 1983 telah dikembangkan lebih lanjut oleh U.S. Geological Survey dengan lebih merinci dengan definisi dan kriteria yang lebih terarah dengan format klasifikasi untuk pelaporan seperti terlihat dalam gambar 4. Terminologi dasarnya juga mengalami perubahan yang bagi negara penghasil batubara baru nampak sangat berlebihan untuk diikuti. Misalnya cadangan itu sekarang di definisikan hanya untuk banyaknya (tonase) batubara yang akan dapat ditambang. Jadi istilah cadangan yang akan dapat ditambang (extractable atau recoverable reserves) menjadi berlebihan (redundant) atau istilah cadangan ekonomis tidak perlu dipakai karena cadangan itu sudah mengandung arti mempunyai nilai ekonomi. Istilah reserves base sebenarnya dimaksudkan sebagai cadangan ditempat (in situ reserves) sebagaimana diusulkan oleh McKelvey, (1976), tetapi cadangan ditempat yang ditingkatkan menjadi cadangan harus diperhitungkan sebagai tidak termasuk batubara yang terlalu tipis atau terletak terlalu dalam sebagaimana di tetapkan dalam Tabel 2, kecuali cadangan tersebut saat ini sedang ditambang.

Setelah berpengalaman puluhan tahun dan sempurnanya pemetaan geologi bersistem dapatlah disusun satu pedoman umum bagi menentukan proximitas untuk kerapatan data bagi masimg-masing kategori sumberdaya dan cadangan. Tabe1 3 adalah pedoman untuk pengklasifikasian sumberdaya batubara berdasarkan pada ketebalan dan kedalaman 1apisan batubara yang dipakai dalam lingkungan US Department of Interior. Pelaporan akhirnya diringkaskan sesuai dengan format gambar. Gambar 4 seperti diberikan di halaman 14. Kriteria dalam tabel tersebut hanya berlaku bagi endapan batubara yang akan dapat ditambang secara ekonomis. Sebagai contoh lapisan batubara (antrasit dan bituminus) yang berketebalan kurang dari 35 cm dan batubara sub bituminus dan lignit yang berketebalan kurang dari 75 cm dan semua batubara yang terpendam lebih dari 1.800 m tidak di ikutkan dalam sistem ini. Demikian juga batubara yang mengandung abu lebih dari 33% tidak dimasukkan dalam perhitungan, baik untuk klas cadangan maupun untuk sumberdaya. Dengan demikian jelas bahwa baik perhitungan sumberdaya ataupun cadangan batubara itu tidak lain adalah persoalan ekonomi yang berkaitan langsung dengan teknologi pertambangan.

Tabe1 3. Kriteria untuk klasifikasi sumberdaya batubara yang dianut oleh U.S.G.S, (Wood, et a1,1983) Depth Thicknesss (m) (m) Identified and undiscovered resources. Anthracite and bituminous coal 0.35 Subbituminous coal and lignite 0.75 Reserve base and infenrd nsrrvr bate Anthracite and bituminous coal Subbitumiuous coal and lignite Reserves, marginal reserves, and inferred reserves: (Criteria same as reserve base and inferred reserve base but with factors based on engineering and economic analysis applied) Subeconomic resources: Anthracite and bituminous coal Subbituminous coal Lignite < 300 < 500 >0.70 >1.50

0-300 0-1,000 100-1,800 D-150

0,35-0.70 0-75-1,50 >0.75 >0.75

III. SUMBERDAYA BATUBARA INDONESIA 111.1 LATAR BELAKANG DAN KRITERIA YANG DITERAPKAN Dari pengetahuan geologi batubara yang setapak lebih maju serta bila diperhatikan luasnya sebaran formasi pengandung batubara, kiranya cukup alasan untuk menyebutkan sangat berpotensinya sumberdaya batubara Indonesia terutama di kawasan Indonesia bagian barat. Namun demikian kenyataannya masih cukup sulit memperhitungkan berapa besar sebenarnya jumlah seluruhnya sumberdaya batubara nasional dengan keyakinan yang memadai. Hal ini antara lain disebabkan belum meratanya pemetaan geologi sistem terhadap formasi pengandung batubara dan belum adanya badan atau organisasi yang ditugasi bertanggung jawab pada pengelolaan sumberdaya. mineral, khususnya batubara. Tulisan dan publikasi yang menyangkut cadangan batubara Indonesia . setelah dibukanya Kontrak Karya di Kalimantan Timur telah banyak ditulis, antara lain oleh A. Prijono, (1986), Soehandojo, (1989) dan Sutisnawinata, (1990). Ketiga penulis ini juga menerapkan konsep McKelvey, tetapi masukan datanya yang dihimpun sejak dari

eksplorasi oleh Shell Mijnbouw di Sumatra Selatan sampai dengan data eksplorasi terinci dari para kontraktor asing di Kalimantan Timur tampak tidak konsisten kriterianya. Faktor kualitas dan jenis batubaranya juga tidak dipertimbangkan. Semua perhitungan sumberdaya dan cadangan batubara dewasa ini nampaknya mengadopsi konsep McKelvey tanpa memperhatikan persyaratan-persyaratan yang perlu diikuti termasuk tidak jelasnya kriteria dasar yang dipakai, seperti ketelitian data eksplorasi, kelayakan ekonomi, keyakinan geologi dan sebagainya. Sebagai akibatnya timbul angka yang berbeda untuk satu endapan yang sama. Hal ini cukup mengganggu pengkompilasian besarnya angka sumberdaya dalam suatu mandala apalagi bila sampai pada perhitungan sumberdaya tingkat nasional. Tanpa kriteria yang dibakukan kiranya tidak mungkin untuk mengklasifikasikan sumberdaya batubara. Dari sinilah dirasakan perlunya penyeragaman menyeluruh dalam usaha pengelolaan sumberdaya batubara secara nasional. Pada tahun 1978 Shell melaporkan jumlah sumberdaya batubara di cekungan Sumatra Selatan sebanyak 5 milyard m3 yang dihitung sampai pada kedalaman 50 m di bawah permukaan tanah, (lihat Tabel 7). Dua per tiga dari jumlah tersebut diperkirakan mengandung air (moisture) antara 50-60%, (Shell Mijnbouw,1978). Bila angka sumberdaya ini diperhitungkan sampai pada kedalaman 100 m di bawah tanah dan dikalikan dengan berat jenis batubara (perkalian berat jenis ini tidak pernah ditulis oleh Shell) maka akan didapatkan jumlah sumberdaya sekitar 15 milyard ton. Demikianlah yang selama ini dikompilasikan oleh para penulis terdahulu. Bila diteliti lebih lanjut maka jumlah sumberdaya tersebut sebetulnya sudah termasuk sumberdaya/cadangan tereka sampai terukur dari beberapa endapan lignit, seperti Muaratiga, Arahan, Suban Jeriji, Bangko, Musirawas dan sebagainya. Angka 15 milyard ton tersebut oleh para penulis terdahulu masih dicantumkan dalam publikasinya, sedangkan data eksplorasi baru dengan tingkat kelas cadangan lebih tinggi, (Kin Hill-Otto Gold, 1986; Hardjono, 1989) ditambahkan tanpa meninjau kembali angka hipotetis dari Shell tahun 1978. Akibatnya timbul penjumlahan yang berlebihan. Seperti telah disinggung di muka, pada garis besarnya batubara Indonesia terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis lignit atau brown coal dan jenis sub bituminus. Terdapat pula batubara jenis antrasit, bituminus dan kokas, tetapi dalam jumlah yang dewasa ini diketahui sangat sedikit. Dari bidang geologi pengelompokkan tersebut sebenarnya didasarkan (secara kebetulan) pada gabungan umur dan kualitasnya. Kelompok yang lebih tua berumur Eosen ( 50 juta tahun) yang diendapkan dalam periode transgresi laut. Batubara Eosen ini umumnya berjenis sub bituminus sampai bituminus, seperti endapan batubara Kalimantan Timur, Tenggara, Tengah dan Kalimantan Barat, Sumatra Tengah dan daerah Pegunungan Tigapuluh (di daerah Jambi). Kelompok endapan batubara yang relatif lebih muda berumur Miosen Tengah Akhir, ( 40 juta tahun) diendapkan dalam periode regresi laut dalam cekungan busur belakang yang stabil. Kelompok muda ini umumnya berjenis lignit (brown coal). Jenis batubara ini sangat melimpah seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan dan Meulaboh (Sumatra Utara). Di kubah Airlaya (Bukit Asam) dan sekitarnya jenis batubara ini meningkat kualitasnya menjadi sub bituminus sampai antrasit akibat dari pengaruh terobosan (intrusi) batuan beku andesit.

Dewasa ini diketahui tidak terdapat lagi batubara berkualitas cukup tinggi semacam itu di Sumatra yang dapat dikembangkan secara besar-besaran seperti di Airlaya, tetapi harapan besar masih terdapat di Kalimantan Timur/Tenggara diluar daerah-daerah Kontrak Karya. Dalam jangka panjang dimasa-masa mendatang tumpuhan energi listrik Indonesia tentu akan terletak pada batubara jenis lignit. Untuk itu pengelolaan sumberdaya batubara jenis ini beserta penguasaan teknologi pemanfaatannya perlu lebih mendapatkan perhatian. Dalam Peta sebaran batubara dan gambut yang melengkapi publikasi ini dapat dipelajari bahwa formasi batubara Paleogen (berwarna coklat) tersebar dalam zona tektonik yang relatif lebih intensif sehingga pada umumnya endapan batubara kelompok ini banyak terlipat dan terpatahkan yang disatu sisi dapat meningkatkan mutunya (rank) tetapi dilain sisi sebaliknya secara ekonomis mehgurangi jumlah cadangan yang dapat ditambang termasuk bertambahnya faktor kesulitan penambangannya, kecuali sebagian endapan batubara di daerah Kalimantan Timur yang meskipun umurnya relatif lebih muda tetapi mempunyai tingkat (rank) yang lebih baik karena pengaruh gradien geotermal disana yang relatif lebih rapat. Dari bahasan singkat diatas kiranya dapat dimengerti bahwa mencari endapan batubara sesuai dengan yang diinginkan itu tidak terlalu sukar karena prinsip jalur-jalur sebarannya sudah diketahui, memperhitungkan potensi sumberdaya sehubungan dengan nilai ekonominya memerlukan usaha dan kepakaran tersendiri. Mencari potensi batubara yang cukup berarti di Indonesia bagian timur khususnya di Sulawesi dan Maluku kiranya hampir tidak mungkin karena disamping faktor tektonis sejarah geologi di kawasan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh siklus pengendapan taut (marine) yang tidak memungkinkan terjadinya pengendapan batubara sebagaimana telah terjadi di Indonesia bagian barat. Di Sulaswei sumberdaya subekonomis mungkin masih dapat diharapkan terdapat di daerah Todongkurah yang -berumur Eosen. Batubara disini bekualitas baik kecuali kadar belerang yang terlihat agak tinggi karena ditingkatkan mutunya oleh intrusi batuan beku sienit, tetapi mutu dan ketebalannya cepat berubah dalam jarak yang relatif dekat. Pengusahannya mungkin masih dapat dilakukan dengan cara penambangan dalam (underground mining). Di Irian Jaya endapan batubara lignit berumur Miosen yang cukup berpotensi ditemukan di Kecamatan Sorong/Salawati, Kabupaten Sorong (daerah Kepala Burung) dalam Formasi Klasaman yang berumur Pliosen (Neogen Muda). Di daerah Salawati ditemukan salah satu lapisan batubara berketebalan 1,90 m dengan kemiringan sekitar 10 atau kurang. Perkiraan sementara jumlah sumberdaya batubara disini lebih dari 70 juta ton dengan kadar air total antara 30 sampai 40 %, kadar abu antara 1-8% clan nilai kalori antara 5000 -.5835 kcal/kg. Lokasi endapa.n batubara Salawati sangat dekat dengan taut, (Selat Sele). Pertamina beroperasi di daerah Klamono (sebelah timur Salawati) untuk menambang minyak dalam Formasi Klamogun yang terletak dibawah Formasi Klasaman: Dari sejarah perkembangan perbatubaraan, kiranya kita masih muda pengalaman di bidang pengelolaan sumberdaya batubara nasional. Sejak berpaling kembali ke komoditas batubara pada permulaan tahun tujuh puluhan kita telah mengalami perkembangan produksi batubara yang cukup pesat. Saat ini telah terkumpul banyak data, laporan dan keahlian/pengalaman yang tersebar terutama dalam:organisasi

pemerintahan dan Perguruan Tinggi dan di beberapa perusahaan swasta. Bila semuanya itu dapat dihimpun tentulah akan menjadi aset pertama dalam usaha pengelolaan sumberdaya nasional. Organisasi profesional seperti IAGI dan IMA dapat berperan dalam merintis usaha ini. Sudah banyak perorangan atau mereka yang terkait dengan jabatannya mencoba merintis dan membahas masaiah pengembangan batubara, tetapi bila sampai pada memperkirakan besarnya potensi sumberdaya batubara nasional terlihat belum terkuasainya berbagai masalah teknis pokok perbatubaraan yang diperlukan untuk melandasi pokok permasalahan dalam kebijakan pengembangan sumberdaya batubara. Setiap pemerkira besarnya sumberdaya batubara akan memberikan angka yang berbeda-beda sesuai dengan argumentasinya masing-masing. Angka sumberdaya yang paling representatif tidak akan dapat ditemui sebelum ada kriteria yang dapat disepakati untuk membatasi berbagai argumentasi dan pendapat. Dengan menyimak kriteria yang telah dibakukan oleh negara-negara penghasil batubara yang telah maju, publikasi ini mencoba merintis dengan menyajikan perkiraan besarnya sumberdaya dan cadangan batubara nasional berdasarkan kriteria yang diusulkan oleh World Energy Conference dengan contoh penerapan evaluasi geostatistik dari data ekpslorasi endapan batubara di daerah Musirawas, Sumatra Selatan. Masih banyaknya daerah endapan batubara dan formasi pengandung batubara yang belum dipetakan dengan. cukup teliti maka angka perkiraan besarnya sumberdaya yang termasuk dalam kategori hipotetis kiranya masih terlalu lemah. Di samping perlu dibakukannya kriteria kuantitatif yang didasarkan pada tingkatan penyelidikan/ eksplorasi seperti dibahas dalam Bab II. Dalam memperkirakan besarnya endapan batubara kiranya perlu dipertimbangkan pula kriteria kualitas, seperti kandungan air (moisture), nilai panas (calorific value), dan nilai reflektan dari maseral vitrinit dalam batubara. Pada umumnya batas antara batubara bituminus dan sub bituminus terletak pada kandungan air (moisture) sekitar 10% (adb) dan reflektan vitrinit 0.6%, sedangkan antara lignit dan gambut pada kandungan air 70%. Bila hendak memperhitungkan jumlah sumberdaya atau cadangan untuk satu mandala ataupun pada tingkat nasional, seyogyanya kedua jenis batubara utama tersebut perlu dimasukkan sebagai unsur dalam klasifikasi sumberdaya atau cadangannya, sedangkan endapan batubara dengan jumlah cadangan sangat sedikit tetapi kenyataannya pada saat ini sedang ditambang, maka cadangan semacam ini dikategorikan sebagai cadangan sub ekonomis, sebagaimana banyak dilakukan oleh pengusaha swasta nasional, misalnya endapan batubara di Bengkulu. Berhubung belum ada kesepakatan dalam pemakaian parameter, kriteria, pembakuan istilah dan sebagainya maka sekian banyak tulisan tentang sumberdaya dan cadangan batubara Indonesia timbul perbedaan yang mendasar, tidak saja dalam jumlahnya, melainkan juga cara mengklasifikasikannya. Para penulis tersebut mencoba mengadopsikan konsep pengelolaan sumberdaya batubara (coal resource assesment) tetapi belum mendalami atau tidak mengikuti batasan yang ditentukan dalam konsep yang diikutinya. Pada umumnya para penulis menerapkan konsep yang diusulkan McKelvey, (1976) karena tidak ingin memakai konsep lama (Proven, Probable, Possible reserves) yang secara ekslusif dahulu hanya diterapkan untuk cadangan (bukan

sumberdaya) dalam lingkungan tambang. Oleh karena itu angka sumberdaya atau cadangan yang diperhitungkan seseorang baik untuk satu daerah atau mandala geologi maupun yang mencakup seluruh negara dapat berbeda berlipat kali dari perkiraan orang lain. Hal ini antara lain disebabkan oleh masukan data cadangan/sumberdaya dari lapordn-laporan eksplorasi yang tidak lengkap atau tidak jelas kriterianya ataupun mungkin keliru mengklasifikasikannya. Konsep-konsep yang diusulkan dari pelbagai negara penghasil batubara yang sudah berpengalaman tentunya juga tidak universal sifatnya dan secara ekslusif hanya berlaku di negara masing-masing karena perbedaan kondisi ekonomi, hukum dan teknologi. Tetapi batasan-batasan dari kriteria dan parameternya perlu dipelajari dan bilamana perlu dapat diadopsi dan atau disesuaikan (sebagaimana ditempuh oleh negara penghasil batubara baru seperti Australia, India, dan sebagainya). Selanjutnya diusahakan kesepakatan dari semua pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah, pengusaha pertambangan, industri pemakai batubara, dan sebagainya. Perkiraan besarnya sumberdaya dan cadangan batubara untuk bahan masukan pemanfaatannya dalam kaitannya dengan kebijaksanaan energi yang cukup handal sebenarnya kurang sempurna bila hanya dilakukan oleh seorang yang mewakili satu disiplin keilmuan. Memperhitungkan potensi sumberdaya batubara nasional yang dicerminkan oleh besarnya angka sumberdaya yang digunakan sebagai dasar pengembangarinya sebaiknya dilakukan oleh satu team yang mewakili pelbagai disiplin keilmuan seperti pertambangan, geologi batubara, ekonomi, teknologi, pengangkutan, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan pemrakarsa dan koordinasi dari instansi-instansi pemerintahan yang mempunyai tugas dan fungsi pengelolaan sumberdaya batubara. Faktor lain yang perlu di pertimbangkan adalah bahwa pada kenyataannya, banyak tambang batubara yang sanggup beroperasi dalam kondisi yang menurut parameter teknologi yang sedang berlaku, kualitas dan ekonominya dapat dikatakan sebagai tidak/kurang menguntungkan (sumberdaya sub ekonomis) dalam kurun waktu yang dapat diterima oleh perhitungan ekonomi pertambangan. Berhubung belum seragam tingkat pemetaan khususnya untuk formasi pengandung batubara maka usaha untuk memperkirakan besarnya sumberdaya batubara yang belum diketahui sebaran geologinya (undiscovered resources) termasuk batasan untuk sumberdaya hipotetis masih belum dapat sempurna. Bagian inilah yang rawan dalam masalah pengelolaan sumberdaya batubara, karena hanya satu disiplin kebumian tertentu dan berlatar belakang penerapan geologi regional yang sanggup membuat rekaan dan prediksi sesuai dengan yang dikehendaki oleh konsep McKelvey. Ini adalah salah satu kelemahan dalam kompilasi sumberdaya dalam publikasi ini sebagaimana dibahas di awal Bab II ini.

Gambar 5. Klasifikasi sumberdaya batubara Indonesia menurut sistem McKelvey.

11.1.2. Kompilasi Sumberdaya Batubara Indonesia Tabel 7 (4 halaman) adalah ringkasan dari kompilasi yang dihimpun dari berbagai ragam sumber dan laporan. Nomor yang tertulis dalam kolom 1, disesuaikan dengan nomor lokasi dalam Peta Lampiran Sebaran Sumberdaya Batubara dan Gambut di Indonesia (skala 1:5.000.000). Penulis tidak menganggap hasil kompilasinya ini sebagai teliti dan benar karena sumber data yang dihimpun sangat tidak seragam dalam pengklasifikasiannya seperti yang disyaratkan oleh sistem McKelvey. Dalam kompilasi ini penulis mengharap tidak dipersoalkan benar atau tidaknya angka-angka penggabungan kelas cadangan/sumberdaya, melainkan mencoba menyusun kembali berdasarkan kriteria dan batasan yang dibahas dalam Bab II dengan menerapkan perkiraan klasifikasinya dan membedakan cadangan untuk batubara sub bituminus dan lignit berdasarkan kandungan air yang sudah diterima di kalangan perbatubaraan internasional. Bila angka angka cadangan dan sumberdaya tersebut di masukkan dalam diagram McKelvey maka hasilnva dapat di lihat dalam Gambar 5. Sayangnya sistem ini tidak membedakan jenis batubara. Dengan tersusunnya kembali tabel sumberdaya batubara Indonesia ini tentunya akan timbul permasalahan dan pendapat lain. demi keberhasilan usaha pengelolaan sumberdaya batubara Indonesia, koreksi terhadap perkiraan kategori dan klasifikasi sumberdaya sangat diharapkan. 11.2 Geostatistik untuk status cadangan batubara Memperhitungkan sumberdaya atau cadangan batubara itu sangat sederhana dibandingkan dengan mineral lain. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh

kesederhanaan geometri endapan batubara terutama yang telah di deliniasi oleh kegiatan eksnlorasi. Tetapi evaluasi sumberdaya batubara dalam lingkup pengelolaan

sumberdaya (resource management) memerlukan tindak tambahan sehubungan dengan ketelitian pelaporan eksplorasi. Penilaian suatu cadangan batubara yang dilaporkan oleh penulisnya dapat dilakukan dengan beberapa metoda sesuai dengan tingkat eksplorasinya, seperti metoda poligon, isopah, penampangan melintang dan sebagainya. Dengan metoda poligon atau metoda konvensional lainnya dianggap bahwa ketebalan lapisan batubara dalam satu blok atau poligon biasanya cukup diwakili oleh satu data ketebalan lapisan batubara seperti dari hasil pemboran atau pengukuran singkapan. Karena kesederhanaan geometri lapisan atau endapan batubara dan pertimbangan harga batubara biasanya metoda konvensional ini cukup dapat diterima. Tetapi untuk lapisan batubara yang tidak merata ketebalanannya (inconsistent bed) keterbatasan data ketebalan ini akan menghasilkan kesalahan cukup besar yang seimbang dengan besarnya eksagerasi yang dibuat oleh tenaga eksplorasi. Itesalahan perhitungan yang terlalu besar tanpa penilaian lebih lanjut dapat menyebabkan kekeliruan dalam penentuan langkah pengembangan selanjutnya. Salah satu penilaian terhadap berapa besarnya kesalahan perhitungan cadangan adalah penerapan metoda geostatistik linier. Dalam geostatistik linier, estimasi untuk satu blok (poligon) cadangan ditentukan sebagai.berikut: Misalkan ingin diketahui ketebalan lapisan batubara dalam Blok ABCD yang akan diestimasi didasarkan pada 9 data yang terdapat dalam blok itu sendiri dan juga yang terdapat dalam blok sekitarnya. Dianggap bahwa ketebalan lapisan batubara ke segala arah adalah isotrop (yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan variogram). Jika: al = bobot untuk titik 1 a2 = bobot untuk titik 2, 3, 4, 5 a3 = bobot untuk titik 6, 7, 8, 9 maka ketebalan lapisan batubara dalam blok ABCD adalah dimana ai = bobot untuk titik ke i,

zi = nilai ketebalan lapisan batubara pada titik ke i. Suatu metoda estimasi yang baik jika memenuhi kriteria: Estimasi tak bias = E (Z-Z*) = 0 Varians estimasi = E (Z-Z*)2 harus minimal dimana: Z* = nilai estimasi Z = nilai sebenarnya yang tidak diketahui pada saat dilakukan estimasi. Dalam penghitungan cadangan batubara dengan metoda konvensional, ketebalan lapisan batubara dalam setiap blok (poligon) dianggap sama dengan ketebalan lapisan batubara yang ditembus oleh satu pemboran dalam blok tersebut, Untuk lapisan batubara yang bervariasi (inconsistent bed) tentunya anggapan ini tidak tepat. Berikut ini akan dikaji endapan batubara di daerah Musirawas, Sumatra Selatan, (Hardjono dan S.Ilyas, 1989). Endapan batubara Sungaimalam termasuk dalam cekungan Sumatra Selatan yang berumur Miosen Akhir, terdiri dari beberapa lapisan (multi seam) dan berkualitas lignit, (lihat Gambar 6).

Gambar 6. Peta perhitungan cadangan batubara Seam IV Musirawas. Salah satu lapisannya dinamakan Seam Malam atau Seam IV mempunyai ketebalan rata-rata 28 meter. Singkapan seam ini membentang dengan arah utaraselatan sepanjang 6 km dengan kemiringan sekitar 10 ke arah barat. Seam ini telah diuji oleh lebih dari 12 pemboran inti dan dipetakan dengan skala 1:10.000. Cadangan dari seam ini saja dilaporkan oleh penulisnya adalah sekitar 291 juta ton (lihat Tabel 7) dan diklasifikasikan sebagai terukur berdasarkan keyakinan pada konsistensi lapisan, sisipan dan kualitasnya.

1. Variogram ketebalan lapisan batubara Variogram adalah satu metoda pengukuran dengan cara kuantitatif dari suatu variabel regional yang dianalisis. Dengan variogram dapat ditentukan bagaimana variabilitas dari ketebalan lapisan batubara ke segala arah, apakah ada gejala isotropi atau anisotropi. Gejala ini sebenarnya adalah suatu nilai kuantitatif dari genesa pengendapan batubara di daerah yang dianalisis.. Dalam metoda geostatistik untuk menguji cadangan batubara, terlebih dahulu harus ditentukan variogram ketebalan batubara dengan rumus: z(x) = rilai variabel ketebalan lapisan batubara pada koordinat (x), h = vektor antara (x) dan (x+h), N(h) = jumlah pasangan yang mungkin pada jarak h. 2. Perhitungan cadangan batubara Sungalmalam dengan metoda Krigging Ketebalan batubara dalam setiap blok (poligon) dihitung dengan menggunakan rumus (1). Dengan rumus ini penentuan nilai ai dilakukan dengan persamaan krigging sebagai berikut: dimana: [Gij] = matriks variogram antar titik data pengamatan (misalnya pemboran) [ai] = bobot untuk data pengamatan ke - i [Giv] = matriks variogram dari tiap data ke blok estimasi V (ABCD, untuk 2D) Dari persamaan (3) akan terjadi persamaan matrik berikut:

Dari persamaan (4) tampak bahwa nilai bobot untuk tiap titik data ditentukan oleh - variabilitas antar data (Gij), variabilitas antara data dengan blok yang diestimasi (GiV), luas blok yang diestimasi (V), koefisien Lagrange (u)

3. Perbandingan hasii perhitungan

Blok-blok (poligon) yang diestimasi dan titik bor yang mempengaruhinya terlihat pada Gambar 6. Dari hasil perhitungan, variogram ketebalan lapisan batubara pada arah U - S, yang jumlah pasangan titik-titik pemboran lebih banyak dibandingkan dengan arah B - T, akan tampak bahwa kontinuitas ketebalan lapisan batubara cukup baik, mulai jarak h = 500 m. Tetapi untuk jarak h < 500 m, dengan pemboran yang dilakukan, maka variabilitas ketebalan lapisan batubara pada jarak dekat sulit ditentukan. Tetapi berdasarkan pengamatan di lapangan, kontinuitas lapisan batubara pada jarak dekat cukup baik, sehingga dianggap bahwa variabilitas ketebalan lapisan batubara pada jarak dekat tanpa adanya lapisan batubara dengan ketebalan luar biasa atau dalam istilah geostatistik disebut nugget. Tabe14. Perhitungan cadangan batubara Seam IV Sungaimalam-dengan metoda geostatistik (krigging)

No Blok 1 11 111 N V VI VII Vlil (X X XI

Lws (m 2 ) 764.500 306,650 328,437 273.900 469.477 452,520 348,500 268,500 432.000 1.103.982 1.009.675

Tabel Volume(m 3 ) (m) 20,95 16.016.275 25,56 26,22 27,02 27,85 28.90 28,52 26,55 24,86 23,70 7.837.974 8.611.618 7.400.778 13.074.934 13.077.828 9.939.220 7.128.675 10.739.520 26.164.373

S.G Berat (t) 1,34 21.481.808 1,36 . 10.859.645 1,37 11.797.917 1,35 9.991.050 1,31 17.128.164 1.32 17.262.733 -1,37 13.616.731 1,32 9.409.851 1,32 4.176.166 1,32 34.536.973 1,33 34.632.559 1,33 33.259.821 1.32 25.415.047 1,32 30.390.192 1,32 7.313.509 291.052.186

EE % *) 7,57 3,28 3,28 3,46 3,38 . 3,29 3,37 4,02 3,22 - 3,91 3,58 2,91 3,06 3,67

25,79 26.039.518 27,88 25.007.384 30,19 19.253.823 29,99 23.022.873 27,36 5.540.537 218.855.330

X1I 896.965 X111 637.755 X1v 767.685 XV 202.505

Jumlah 8.263.051

') E.E = Error of estimate (kesalahan estimasi) dari tonase atau volume batubara dengan metoda geostatistik

Dari geostatistik linier diketahui bahwa perhitungan cadangan dengan cara konvensional dapat mengandung kesalahan matematis, dengan tingkat kesalahan yang tentunya tergantung dari kerapatan jarak pengukuran dan struk tur endapan. Kesalahan ini akan lebih besar, apabila variabilitas dari variabel regional tidak isotrop. Bila status cadangan tersebut diuji dengan rumus geostatistik maka akan menghasilkan angka cadangan seperti terlihat pada Tabel 4 dan perbandingan perhitungan cadangan antara metode konvensional dan metoda krigging seperti terlihat pada Tabel 5. Hasil perhitungan dengan metoda geostatistik ini telah menguatkan secara kuantitatif pendapat penulis yang telah mengklasifikasikan Seam Malam sebagai terukur. Kesalahan estimasi dari perhitungan geostatistik yang mungkin terjadi untuk setiap blok masih memenuhi syarat untuk tingkat kesalahan perhitungan sebagaimana ditentukan oleh sistem McKelvey dimana kesalahan perhitungan untuk kelas cadangan terunjuk (demonstrated reserves) tidak boleh melebihi 20 %. Perhitungan cadangan dengan metoda konvensional memang mengandung kesalahan yang disebabkan oleh ketelitian pengukuran termasuk faktor keyakinan geologi dari pembuatnya. Selain itu dengan metoda konvensional tidak dapat secara langsung ditentukan secara kuantitatif tingkat kesalahan perhitungan yang diperoleh. Konsep McKelvey tidak jelas menyebutkan bagaimana toleransi 20 % tersebut harus di perhitungkan, apakah harus menunggu sampai seluruh cadangan tersebut ditambang. Kiranya dengan contoh sederhana ini konsep McKelvey dapat lebih di fahami dan diterapkan dalam sistem pengelolaan sumberdaya nasional. Hasil Metoda Krigging Blok Tabel Volumee I II III IV IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII Ton Tbl ' 17 93 27,09 25,83 27,00 27,38 28,55 28,82 25,13 24,46 ; 25,50 25,84 28,37 Metoda Konvensional Krigging Volume Vol 13.707.485 8.307.148 8.484.470 7.395.300 12.854.294 12.919 446 10.043.778 8.747.405 10.566.720 28.151.541 26.090.002 25.446.897 Ton 18.368.030 112197.721 11.623.724 9.983.855 18.839.125 17.053.668 13.759.965 8.906.574 13.947.070 37.160.034 34.699.702 ' %vo l 116, 8 94,4 101, 5 100, 1 14. 7 101, 2 99,0 105, 101, 92,9 99,8 f98, 7 /Kon vvvv % Ton 118,8 94,4 101,5 100,1 101,7 101,2 9P,0 105,7 101,8 92,9 99,8 98,3 98,7

20,95 18.018.275 21.461.80 8 25,58 7.837.974 10.659.64 5 28,22 8.811.818 11.797.97 1 2702 7.400.778 9.991.050 27,85 13.074.934 17.128.16 17.282.73 28,90 13.077.828 4 13.616.73 28,52 9.939.220 3 28,55 7.128.875 9.409.851 24,86 10.739.520 14.178.16 23,70 28.164.373 34.536.97 25,79 26.039.518 34.832.55 27,88 25.007.384 33.259.82 1 19.25~3.82 25.415.04 30,19 3 7

33.844.373 i 98.3 26:273.719

~ 31,21 19.904.333

XIV

29,99 23.022.873 30.390.19 7.313.509

j 30,73 23.590.960 ,y 25,89 5.242.725 219.452.495

31.140.067 I 97,6 8.920.397 106, 7

97,8 105,7 9i,7

XV 27,30 5.540.537 Jumlah

218.955.33 291.052.166 ; 0

291.818.824 99,7

Tabe16. Bobot untuk setiap data pada Blok I. No.Titik Bor 1...... 2...... 3...... 4...... 5...... 6...... 7...... 8...... 9...... 10 ..... 11 ..... 12 ..... 13 ..... 14 ..... 15 ..... Bobot 0,58 0,08 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,05 0,12 0,03 0,02 0,01 0,01

MH=12 RH-02 RH-09 RH-10 RH-14 RH-16 RH-11 RH-13 RH-15 RH-17 RH-18 RH-19 RH-22 RH-21

RH-20 0,01

BAB IV SUMBERDAYA GAMBUT DI INDONESIA Endapan gambut dataran rendah (low land peat)di indonesia telah dikenal sangat luas sebarannya sesuai dengan bentangan dataran rendah pantai, tetapi sampai saat ini perkiraan cadangannya masih terlalu kasar. Shell (1983) memperkirakan bahwa endapan gambut yang berketebalan lebih dari 1 meter yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi mencakup dataran rendah lebih dari 17 juta hektar tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya. Sejak sepuluh tahun terakhir ini timbul gagasan baru untuk mengembangkan gambut sebagai bahan energi terutama untuk daerah terpencil. Hal ini diperkuat oleh laporan Euroconsult, (1984) yang antara lain menyatakan bahwa dalam jangka

panjang dan tersedianya konsumen, industri pertambangan gambut sebagai bahan pembangkit listrik untuk daerah terpencil di Indonesia akan dapat berkompetisi dengan pembangkit listrik BBM. IV 1 KOMPOSISI GAMBUT Gambut adalah sisa timbunan tumbuhan yang telah mati dan kemudian diuraikan oleh bakteri anaerobik clan aerobik menjadi komponen yang lebih stabil. Selain zat organik yang membentuk gambut terdapat jaga zat inorganik dalam jumlah yang kecil. Di lingkungan pengendapannya gambut ini selalu dalam keadaan jenuh air (lebih dari 90%). Zat organik pembentuk gambut sama dengan tumbuhan dalam perbandingan yang berlainan sesuai dengan tingkat pembusukannya. Zat organik tersebut terdiri dari cellulosa, lignin, bitumin (wax dan resin), humus dan lain-lain. Komposisi zat organik ini tidak stabil tergantung pada proses pembusukan, misalnya cellulosa pada tingkat pembusukan dini (Hl-H2) sebanyak 15-20% tetapi pada tingkat pembusukan lanjut (H9-H10) hampir tidak ditemukan. Sebaliknya humus dari cellulosa pada tingkat pembusukan dini terdapat 0-15%, sedangkan pada gambut yang telah mengalami pelapukan yang lebih tinggi (H9-H10) mencapai 50-60%. Unsur-unsur pembentuk gambut sebagian besar terdiri dari karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) dan oksigen (O) selain unsur utama terdapat juga unsur lain Al, Si, Na, S, P, Ca dan lain-lain dalam bentuk terikat. Tingkat pembusukan pada gambut akan menaikkan kadar karbon (C) dan menurunkan oksigen (O). Berdasarkan lingkungan tumbuh dan pengendapannya gambut di Indonesia dapat dibagi menjadi dua jenis: Gambut ombrogenus yang kandungan airnya hanya berasal dari air hujan. Gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentuknya yang semasa hidupnya hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (inherent) dari tumbuhan itu sendiri. Gambut topogenus yang kandungan airnya berasal dari air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air permukaan tanah, sehingga kadar abunya dipengaruhi oleh elemen yang terbawa oleh air permukaan tersebut. Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan pertanian dibanding dengan daerah ombrogenus kareria gambut topogenus mengandung relatiflebih banyak nutrisi. Kedua jenis gambut tersebut pada hakekatnya secara megaskopis agak sukar didefinisikan secara pasti karena kompleksnva tahapan proses pembusukan. Komposisi gambut menentukan mutu dan kegunaannya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan zat organik, abu, nutrisi, cation exchange capacity, keasaman, serat, abu, bulk density, kandungan kayu dan lainlain. IV 2 KEGUNAAN GAMBUT Gambut dapat digunakan sebagai bahan bakar dan bahan industri setelah melalui beberapa proses mulai dari yang sederhana sampai pada pemanfaatan teknologi canggih.

IV 2.1 Gambut sebagai bahan bakar Bahan bakar gambut dapat digunakan dalam beberapa industri seperti pembangkit tenaga listrik, pabrik keramik, semen. gelas dan keperluan rumah tangga (masak dan pemanas). Bentuk bahan bakar gamtrut dapat digolongkan dalam dua kategori; pertama yang diolah melalui proses sederhana, dan kedua melalui proses teknologi. Bahan bakar yang diolah melalui proses yang sederhana dapat berbentuk bongkah yang disebut sod peat dan yang berhentuk serbuk disebut milled peat. Kedua bahan bakar ini dibuat dengan cara pengeringan gambutyang dilakukan dalam dua tingkat; pertama, pengeringan dengan saluran (drainage), dan kedua pengeringan-oleh sinar matahari setelah dibentuk atau dikupas. Pengolahan gambut sebagai bahan bakar melalui proses yang lebih lanjut yaitu: Briquetting atau Felliting Pemampatan milled peat yang menurunkan kadar air dari 50% menjadi 10%. Briquette berbentuk bata dapat. digunakan untuk keperluan industri dan rumah tangga. Karbonisasi basah. Gambut basah dipanaskan pada suhu 150=550C dalam tekanan kuat selama ljam. Proses ini menghilangkan pemecahan oksigen dan menaikan nilai kalorinya termasuk mengeringkan gambut sampai kandungan air sekitar 50%. Peat Derived Fuel (PDF). Proses karbonisasi basah yang kemudian dilanjutkan dengan pengering buatan. Hasil proses ini ialah briquette atau pellet dengan kadar air 10% atau kurang dengan nilai kalori 20-24 MJ. Pengkokasan (Coking). Sod peat dalam tekanan tinggi dipanaskan 800-900C kemudian gambut berurai menjadi 30.40% kokas,l5-20% air, 5-8% ter, dan 20-30% gas. Kokas ini digunakan dalam metalurgi sebagai bahan penyerap dan karbon aktip. Selama proses ini kadar karbon meningkat dari SS% sampai 90% dalam berat, dan nilaikalori sekitar 31 MJ/kg.

IV 2. 2 Gambut sebagai bahan industri Sebagai pelarut plastik Alkohol dan protein tertentu hasil hidrolisa dari cellulosa dan hemicellulosa yang ada dalam gambut dapat di pergunakan untuk pelarut plastik. Gas Macam-macam gas dapat dihasilkan dari gambut a.l. gas methan. Asam humus Asam humus dapat dilarutkan dalam asam alkali kemudian dipisahkan lagi, penggunaannya untuk bahan campuran lumpur pemboran (drilling mud) dan dalam industri semen. Lilin Gambut mengandung lilin kira-kira 7-16% yang dapat dikeluarkan dengan larutan organik.

Bahan penyerap Porositas yang tinggi pada gambut mempunyai daya serap yang tinggi untuk air, protein, sulfat, zat pewarna dan bila dicampur dengan sodium sulfat dapat menyerap metal berat seperti air raksa, cadnium, dan timbal. Board Bahan serat yang sukar dibusukan (lapuk) dan berongga dapat digunakan untuk bahan board. Media tanaman Dengan menambah beberapa unsur tertentu gambut dapat dipakai sebagai media tanaman baik untuk pot atau berbentuk kantong/karung yang siap ditanami (bunga atau sayuran). Sifat kesarangan gambut memudahkan akar mengambil nutrisi.

IV 3 ENDAPAN GAMBUT DI INDONESIA Tingkat penyelidikan pada umumnya masih awal (penyelidikan pendahuluan), di beberapa daerah telah dilakukan penyelidikan lebih lanjut ~ eksplorasi terinci. Ringkasan hasil penyelidikan tercantum dalam label 8, Mengingat peranan gambut sebagai bahan industri yang dapat diandalkan di kemudian hari Direktorat Sumberdaya Mineral sejak tahun 1983 telah melak_ sanakan penelitian dan eksplorasi endapan gambut di Kalimantan dan Sumatra. Namun demikian belum banyak hasil yang dapat mendukung program inventarisasi secara sistematis. Bantuan teknis telah diterima dari pemerintah Amerika sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 dan kerjasama riset telah dijalin dengan Research Institute for Nature Management (RIN), Negeri Belanda. Tabel 8 adalah ringkasan dari hasil penyelidikan gambut yang telah dilaporkan oleh Direktorat Sumberdaya Mineral sampai dengan akhir tahun 1990. V KESIMPULAN Sudah lebih dari 15 tahun kita kembali memanfaatkan sumberdaya batubara terutama sebagai bahan energi pengganti minyak bumi untuk pembangkit tenaga listrik. Kegiatan eksplorasi batubara yang dimulai kembali sejak tahun kedua PELITA II yang diawali oleh program eksplorasi besar-besaran oleh Shell Minjbouw di Sumatra Selatan sampai dengan pembukaan wilayah Kontak Karya di Kalimantan Timur dan Selatan telah banyak menghasilkan data baru. sumberdaya batubara nasional. Data tersebut perlu dihimpun dan diolah untuk dijadikan sumber dan landasan dalam merumuskan kebijaksanaan energi nasional. Publikasi ini mencoba menyajikan satu metoda untuk melaporkan dan mengkompilasi sumberdaya batubara berdasarkan batasan-batasan yang lazim diterapkan oleh negara-negara penghasil batubara yang telah berpengalaman. Oleh karena belum terdapatnya pembakuan dalam berbagai bidang pengelolaan sumberdaya maka jumlah sumberdaya secara keseluruhan yang dipercontohkan disini tidak berpretensi sebagai jumlah sumberdaya batubara Indonesia pada saat ini karena

dalam menyusun publikasi ini penulis tidak meneliti laporan eksplorasi terutama yang disajikan oleh para kontraktor bagi hasil. Tetapi angka sumberdaya dan cadangan untuk masing-masing lokasi dengan nomor lokasi yang tercantum dalam peta lampiran sebagian besar dapat dianggap benar. Penggabungan angka sumberdaya atau cadangan batubara yang berbeda kelasnya dan berbeda jenis dan tingkat (rank) nya tidak banyak membantu dalam bidang pengelolaan sumberdaya yang perlu dikuasai oleh para pengambil keputusan. Angka besarnya sumberdaya itu encer sifatnya, yaitu selalu berubah sesuai dengan kemajuan pengetahuan geologi batubara regional, teknologi pertam bangan, kondisi ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena perhitungan sumbee daya pada satu periode adalah sumber informasi untuk perbaikan perhitungan untuk periode berikutnya, maka bagi para, penulis yang membahas masalah sumberdaya batubara diharapkan untuk lebih kritis dalam menerima ses u a t u angka cadangan yang dilaporkan oleh penulis terdahulu. Dalam melaporkan besarnya sumberdaya batubara atau dalam pengelolaan sumberdaya batubara nasional, faktor ketebalan, kedalaman, dan kualitas tersebut perlu ditetapkan dan dianjurkan bagi mereka yang melakukan inventarisasi dan eksplorasi batubara. Dari konsep pengklasifikasian sumberdaya dan cadangan batubara kiranya. dapat difahami bahwa berdasarkan pengalaman maka setiap negara m e m a n d a n g perlu untuk membakukan klasifikasi sumberdaya batubaranya:Perhitungan dan evaluasi sumberdaya dan cadangan batubara suatu negara atau mandala itu adalah bagian penting dari tugas pokok pemerintahan seperti Departemen Pertambangan dan Energi. Hal ini tidak lain adalah tuntutan e k o n o m i y a n g menghendaki agar pemanfaatan dan perdagangan sumberdaya:alam strategis dan tak terbarukan itu tidak mengarah kepada sesuatu yang tak terkendalikan di samping sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan potensi pengembangan suatu daerah yang mengandung endapan batubara. Meskipun sumberdaya batubara Indonesia diketahui cukup melimpah, dan perkiraan jumlah panas yang dihasilkan lebih besar dari jumlah panas yang dihasilkan oleh minyak dan gas bumi, tetapi sebagian besar adalah batubara jenis lignit atau brown coal. Jumlah produksi batubara nasional pada saat ini adalah sekitar 10 juta ton, tetapi hanya batubara kualitas baik saja (sub bituminus) yang dihasilkan (diperdagangkan) sedangkan batubara jenis lignit dengan sumberdaya yang jauh lebih besar belum dimanfaatkan. Ini adalah satu babak awal pengembangan yang kurang menguntungkan. Kebijaksanaan energi, khususnya yang menyangkut pengembangan batubara perlu dilatar belakangi oleh variasi kualitas dan sebaran regional endapan batubara. Belum tersedianya beberapa kepakaran paripurna yang menguasai berbagai aspek sumberdaya batubara dalam lingkup ekonomi, pertambangan, dan pengembangan sumberdaya regional dan sebagainya di lingkungan pemerintahan kiranya perlu mendapatkan perhatian. Angka-angka sumberdaya/cadangan yang terhimpun dalam Tabel 7 diakui oleh penulis sebagai tidak sepenuhnya teliti karena data yang dikutip beserta laporannya tidak dievaluasi lebih lanjut. Kelas sumberdaya hipotetis disini adalah rekaan penulis, koreksi untuk kelas sumberdaya hipotetis di cekungan Sumatra Selatan oleh Shell

Mijnbouw (1978) sebagaimana dengan kurang teliti direka kembali oleh para penulis terdahulu telah dikoreksi, bukannya angka-angka sumberdaya yang dipersoalkan melainkan proses evaluasi setelah angka tersebut berumur hampir 12 tahun diperhitungkan dengan hasil-hasil ekplorasi terinci yang lebih muda. Publikasi ini lebih menekankan pada pengenalan konsep pengelolaan sumberdaya batubara termasuk tatacara penerapannya. Evaluasi geostatistik (kriging) dapat diterapkan untuk mengevaluasi laporan eksplorasi dengan data yang dipandang belum memenuhi persyaratan menurut sistem yang dianut atau bila diketahui bahwa endapan batubara yang dilaporkan menunjukkan struktur yang kompleks. Konsep McKelvey diterapkan di beberapa negara penghasil batubara karena memang cukup sederhana, tetapi bagi pakar kebumian di Indonesia konsep ini kiranya belum sepenuhnya di fahami. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor bahasa dan belum timbul usaha untuk membakukan dan menerapkan sehubungan dengan usaha pengelolaan sumberdaya batubara sebagai salah satu landasan penting dalam kebijaksanaan pemanfaatan energi. Bahan gambut di Indonesia akan dapat menunjang program diversifikasi bahan energi terutama untuk pembangkit listrik lokal didaerah yang sangat terpencil disamping pemanfaatannya sebagai penunjang sektor pertanian yang sekarang sudah banyak dilaksanakan di Sumatra.

TEKNIK PERHITUNGAN KONVENSIONAL Tambang dievaluasi dan cadangannya diperkirakan sebelumnya dengan menggunakan komputer dan pendekatan geostatistical (misalnya. Agricola, 1556). Area/daerah yang terukur; volume dan perhitungan tonasi, dan nilai yang dirata-ratakan dihitung menggunakan pensil kertas, mistar/pengaris, dan kalkulator mekanis. Hasil dari perkiraan ini pada umumnya tidak lebih buruk dan di dalamnya banyak kejadian yang lebih baik daripada beberapa perkiraan terbaru yang dibuat menggunakan geostatistics tanpa kontrol yang berhubungan dengan geologi yang memadai. Kebanyakan teknik konvensional yang klasik dikembangkan untuk mengurangi perhitungan yang diperlukan sebanyak mungkin. Yang paling sederhana menjadi yang berpoligon dan teknik panampang-melintang. jarak kebalikan menjadi popular/banyak digunakan sekali ketika komputer bisa digunakan untuk perhitungan tersebut. Teknik ini, mencakup semua variasi yang berbeda dan rumus-rumus yang digunakan, dibahas secara detil oleh Popoff ( 1966). Teknik perhitungan poligon Prosedur berdasar pada poligon digambar di sekitar data poin individu yang telah digunakan dalam industri tambang selama bertahun-tahun. Prosedur tersebut relatif sederhana, matematika yang diperlukan dapat dengan mudah dipahami, dan perkiraan bisa dilakukan secara relatif dengan cepat dengan melibatkan perhitungan minimum. Walaupun kelihatannya sederhana, ketika diterapkan sewajarnya mereka biasanya menghasilkan hasil yang adalah samaseperti prosedur yang lebih terperinci. Teknik berpoligon paling umum digunakan untuk endapan yang tersusun dalam tabel yang telah dibor oleh satu rangkaian lubang vertikal. Mereka biasanya berlaku untuk endapan yang dibor dengan lubang yang membentuk sudut. Hal-hal yang paling mendasar adalah lubang bor, yang digambar tegaklurus pada titik tengah masing-masing lubang ( contoh seperti Gambar III-1), atau, atau dengan menggambarkan garis yang menghubungkan titik tengah ini ( contoh b). jika lubang dibor pada suatu grid reguler, poligon yang terkait tentu saja, adalah segiempat panjang reguler. Suatu pola tidak beraturan akan menghasilkan poligon tidak beraturan seperti ditunjukkan di (dalam) Gambar III-2A, tetapi biar bagaimanapun juga, poligon dengan bentuk geometris seperti ini selalu mempunyai sisi yang bertemu pada sudut umum. " yang terdekat" pendekatan untuk memberikan nilai kepada blok kecil yang individu suatu model blok suatu deposit/endapan . Poligon disekitar lubang bor dipusat digambarkan oleh lubang yang terjauh. Permasalahan yang menghambat poligon sebelah luar secara khusus ( tetapi tidak (ada) perlu dipecahkan dengan data dalam pinggiran lubang yang paling jauh dapat diproyeksikan untuk jarak yang sama di luar lubang di bagian dalam. Poligon/poligon juga terbatas oleh hak milik batasan-batasan, batas sesar, atau batas geologi yang lain. Jika pinggiran lubang yang paling jauh di dalam atau di luar batas dari endapan, pertanyaan atau membatasi poligon yang sebelah luar sungguh-sungguh dapat diperdebatkan.

poligon/poligon rencana geologi dimodifikasi untuk menggambarkan batasan-batasan geologi, seperti ditunjukkan di (dalam) Gambar III-2B. [ data dari suatu lubang pada satu sisi ( atau batas geologi yang lain) tidak mungkin untuk mempunyai berhubungan dengan kondisi-kondisi di sebelah lain, hasil kalkulasi cadangan adalah nampaknya akan sangat berbeda mereka adalah dalam contoh pada atas Gambar III-2. penggunaan poligon dimodifikasi untuk mencerminkan geologi memerlukan lebih banyak waktu dan lebih banyak usaha dan waktu bagi penghitung, karena poligon pada masing-masing bagian adalah nampaknya akan berbeda dan mungkin sulit untuk dilakukan dengan komputer. Usaha, untuk menghindari kesalahan umum pelaporan tonase bijih yang disusun dari endapan aluvial yang meliputi hanging wall. Dalam suatu kejadian, cadangan suatu porphyry endapan yang dibor oleh lubang yang membentuk sudut diperkirakan menggunakan poligon dibangun di sekitar menembus poin-poin dari tiap lubang pada bagian paralel. Volume untuk masing-masing poligon dihitung menggunakan poligon area dan jarak yang tegaklurus antar bagian yang bersebelahan. Dalam deposit/endapan tertentu ini, ada nilai kasar berubah pada l batasanbatasan kesalahan, dan penggunaan suatu teknik berpoligon mengijinkan perbedaan ini untuk diperhitungkan sepanjang penilaian tersebut. Volume dan kalkulasi nilaiadalah luruh terhadap area dari tiap poligon total nilaibijih yang diinterupsi dalam melubangi atau beberapa porsi menginterupsi seperti tingginya, dan volume menjadi produk dari dua orang. Nilai menugaskan kepada poligon volume sederhananya rata-rata nilaidari menginterupsi. Poligon untuk memasukkan urat mungkin dibuat dalam wahana urat pada proyeksi membujur atau vertikal menyangkut lubang interupsi. Jika poligon diseret masuk wahana dari urat, tingginya dari poligon menjadi ketebalan menyangkut urat tersebut. Jika, bagaimanapun, poligon membujur untuk terus suatu proyeksi vertikal, lebar horisontal dari urat harus digunakan untuk mengkalkulasi volume dari poligon melingkupi latihan melubangi. Gambar III-3 menunjukkan hubungan melibatkan: Area ABCD menjadi produk AC panjangnya dari poligon adalah kemiringan/dip urat , dan TT, ketebalan sebenarnya. EFGH menjadi proyeksi dari urat ke suatu wahana vertikal, dan area merupakan produk EG MISALNYA, panjangnya vertikal dari poligon dan HT, ketebalan yang horisontal [itu]. Trigonometri sederhana akan menunjukkan keduanya area, ABCD dan EFGH, sama. Hubungan ini menjadi kompleks ketika unit yang yang dilibatkan telah dilipat. Dalam kejadian ini, mungkin saja diperlukan untuk menentukan kedua sikap dari unit dan orientasi dari lubang(holes) dalam menghitung volume yang benar. Berbagai program komputer yang tersedia akan dengan cepat membentuk poligon dan menentukan area tersebut. Hal tersebut adalah layak sepanjang poligon yang sedang digunakan geometris, tetapi jika poligon untuk dimodifikasi atas dasar geologi, hak milik batasan-batasan , yang pada umumnya digambar dengan tangan. Beberapa program komputer dapat digunakan untuk membuat/membangun poligon yang dimodifikasi dalam batasan geologi yang sesuai yang masuk ke database . Sekalipun digambar dengan tangan, secara sederhana digitizing sudut menghasilkan figur, area tetap dihitung dengan komputer .

Teknik Penilaian segi tiga Poligon dapat juga dibangun dengan melubangi di sudut dari poligon. Poligon seperti (itu) secara normal terdiri dari segi tiga, seperti ditunjukkan di (dalam) Gambar III-4A dan - 4b yang yang digambar menggunakan lubang yang sama mempola dan menyusun/menilai seperti di contoh yang sebelumnya . bentuk padat menggambarkan segi tiga dengan suatu lubang pada masing-masing puncak kulminasi, tetapi dengan suatu pola reguler, prosedur yang sama bisa digunakan untuk membuat empat persegi panjang, sudut enam, atau suatu figur yang luas yang berisi lubang internal. Hal tersebut mungkin meliputi batasan-batasan dalam figur, walaupun masukan batasanbatasan seperti itu mungkin sulit jika figur akan tinggal segi tiga. luas tersebut menunjukkan , rata-rata data ke seberang kontak mengenai lapisan tanah nampaknya akan menyulitkan. Sama dengan dulu, area figur poligon mudah dihitung, tetapi ketebalan dan nilaidihitung dengan rata-rata interupsi di dala data dimana lubang akan nampak dalam nilai rata-rata yang ditugaskan ke tiap-tiap figur di mana lubang bertindak sebagai puncak kulminasi, dan nilai tentang segala parameter diberi dalam figur diasumsikan untuk rata-rata beberapa pengukuran yang terdekat.. Walaupun secara rinci rancangan untuk menangani distribusi yang tak tentu ditemui dalam placer deposit/endapan emas, teknik adalah dapat menyesuaikan diri bagi deposit/endapan manapun di mana nilai-nilai adalah yang sangat tak tentu di atas jarak yang pendek, atau di mana pekerjaan tambang metoda diusulkan tidak selektip. Di atas area yang mengandung bahan tambang secara keseluruhan, perkiraan berdasar pada kedua segi tiga tersebut akan serupa, hanyalah pemaksaan suatu nilai dapat mengakibatkan suatu pertentangan antara keduanya, itu seperti dapat dilihat dari kalkulasi yang bersebelahan pada masing-masing segi tiga. Walaupun rata-rata nilai adalah sama dalam kejadian ini, tonase dan berisi unit . Pilihan yang mungkin segi tiga dapat didasarkan baik di segi tiga sama sisi atau pada dasar yang mengenai lapisan tanah. Mungkin saja mengandung pelajaran untuk menaksir beberapa pekerjaan tambang blok menggunakan bentuk wujud lubang yang berbeda dalam rangka mendapatkan suatu rasa untuk yang mungkin penting/besar kes