perempuan sasak dalam ekspresi visual

182
PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL (PEREMPUAN SEBAGAI PENYANGGA KELUARGA, PENJAGA TRADISI, DAN PELAKU SENI) DISERTASI Program Doktor Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta Minat Utama Penciptaan Seni Rupa Lucky Wijayanti 1230092511 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2019

Upload: others

Post on 24-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

i

PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

(PEREMPUAN SEBAGAI PENYANGGA KELUARGA,

PENJAGA TRADISI, DAN PELAKU SENI)

DISERTASI

Program Doktor Penciptaan dan Pengkajian Seni

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Minat Utama Penciptaan Seni Rupa

Lucky Wijayanti

1230092511

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2019

Page 2: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

i

PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

(PEREMPUAN SEBAGAI PENYANGGA KELUARGA,

PENJAGA TRADISI, DAN PELAKU SENI)

DISERTASI

Program Doktor Penciptaan dan Pengkajian Seni

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Minat Utama Penciptaan Seni Rupa

Lucky Wijayanti

1230092511

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2019

Page 3: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

ii

PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

(PEREMPUAN SEBAGAI PENYANGGA KELUARGA,

PENJAGA TRADISI, DAN PELAKU SENI)

DISERTASI

Untuk memperoleh Gelar Doktor

Dalam Program Penciptaan dan Pengkajian Seni

Minat Utama Penciptaan Seni Rupa

Pada Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Telah dipertahankan di hadapan

Panitia Ujian Doktor Terbuka

Pada hari : Jumat

Tanggal : 5 April 2019

Jam : 09.00 – 11.00 WIB

Oleh :

Lucky Wijayanti

1230092511

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2019

Page 4: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

iii

Page 5: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

iv

Telah diuji Ujian Tahap I (Tertutup)

Tanggal : 15 Februari 2019

Dan disetujui untuk dilanjutkan ke Ujian Tahap II (Terbuka)

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : 1. Prof. Dr. Djohan, M.Si

Anggota : 2. Prof. Dr. Setiawan Sabana, M.F.A

3. Dr. Suastiwi, M.Des

4. Kurniawan Adi Saputro, Ph.D

5. Dr. St. Sunardi

6. Dr. Suwarno Wisetrotomo, M.Hum

7. Wiwik Sushartami, Ph.D

8. Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum

9. Dr. Gr. Lono Lastoro Simatupang, MA

Ditetapkan dengan Surat Keputusan

Direktur PPs Institut Seni Indonesia Yogyakarta

No:142/IT4.4.1/KP/2019

Tanggal 6 Februari 2019

Page 6: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

v

Page 7: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

vi

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, Sang pemilik ilmu dan

pemberi manfaat kepada mahkluk yang dikehendaki-Nya. Yang telah memberi

kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan laporan Disertasi Penciptaan Seni

dengan judul Perempuan Sasak dalam Ekspresi Visual (Perempuan sebagai

Penyangga Keluarga, Penjaga Tradisi, dan Pelaku Seni). Disertasi ini dibuat

sebagai persyaratan dalam mengikuti program studi Penciptaan Seni, Program

Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Penulisan ini sebagai bagian

dalam perkuliahan dan merupakan pertanggungjawaban ilmiah terhadap

penciptaan karya seni rupa yang dapat terwujud berkat bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak, dengan mengucapkan terima kasih kepada: Prof. Dr.

Setiawan Sabana, MFA selaku Promotor, dan Dr. Suastiwi, M.Des, selaku

Kopromotor. Demikian pula kepada para pembimbing dan penguji: Prof. Dr.

Djohan, M.Si., Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum., Prof. M. Dwi Marianto,

MFA.Ph.D., Prof. Drs. Gustami M.Hum., Prof. Drs. Soeprapto Soedjono MFA.

Ph.D., Prof. Sugiyono, Dr. St. Sunardi, Dr.H. Suwarno Wisetrotomo, Kurniawan

Adi Saputro Ph.D., Wiwik Sushartami, Ph.D., Dr. Gr. Lono Lastoro Simatupang,

MA., Dr. Prayanto Widyo Harsanto, M.Sn., Dr. Fortunata Tyasrinestu, M.Si.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada para narasumber yang telah

bersedia memberikan informasi yang sangat berguna: Agus Fathurahman,

Dhyani Hendranto, Dolorosa Sinaga, Hanny Winotosastro, Hunaeni, Kurnain, L.

Suryadi Mulawarman, Mawar, Marni, Nia Fliam, Noor Sudiyati, Nurhadi,

Nurhaeni, Rahmat, Pariyoni.

Pimpinan, para dosen Fakultas Seni Rupa-Institut Kesenian Jakarta, dan

sahabat baik yang telah mendukung studi lanjut penulis: Ki Slamet Rahardjo

Djarot, Prof. Sapardi Djoko Damono, Dr. Wagiono Sunarto, Dr. Seno Gumira

Adjidharma, Prof. I. Bambang Soegiarto, Dr. Indah Tjahjawulan, Dr. Iwan

Gunawan.

Kerabat dan sahabat baik yang setia menemani dalam diskusi: Dr. Yuke

Ardhiati, Dr. Indro, Dr. Bing, Dr. Andrian, Dr. Bedjo, Dr. Devi, Dr. Naam, Dr.

Page 8: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

vii

Sriti, Dr. Noor, Dr. Supriyatini, Dr. Kun, Dr. Miroto, Dr. Denny, Dr. Koes

Yuliadi, Dr. Yan Yan, Dr. Mita. Sahabat baik yang menemani dalam perjuangan:

jeng Inty, Noni, Ciasyam, mas Sinthu, Mukhsin, Tony, Adityayoga, Suko, Nicko,

dan lainnya.

Untuk keluarga yang sangat mencintai, mendukung, dan selalu dalam

do‟a, (alm) Zulaicha Marzuki, (alm) T. Soediarto, (alm) Ahmad Mirza Julistia,

ananda Ahmad Raihan, dan Ahmad Farizi.

Persembahan hasil pencarian ilmu, tugas dan usaha dikerjakan agar dapat

memberi manfaat. Penulis menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan dan

dapat disempurnakan lebih lanjut, maka saya menerima masukan sebagai langkah

menuju kesempurnaan. Terimakasih.

Yogyakarta, 5 April 2019

Lucky Wijayanti Ryanthi Soediarto.

Page 9: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

viii

ABSTRACT

Artwork as part of cultural heritage, is the result of perceived thoughts and

feelings that are thought of as expressions of intellectual artists who can explore

and produce new works of art. The background in this investigation is the Sasak

women and their work in the social structure of the Sasak culture which will be

visualized as works of art through textiles, especially weaving.

The method of creation uses the type of artistic research, that is, artists as

researchers practice or work based on the results of investigations in the field in

order to produce new works in the form of texts, discourses, and works of art. The

creative process in realizing the work is divided into three parts, namely: (i) The

process of collecting data, using the term underwater, namely “underwater”, (ii)

The process of selecting data, using “critical” terms, and (iii) Creative processes,

using dancing terms with soul, “dance ot the soul”.

The visualized work through weaving along 15 (fifteen) meters is an

exploration of "rasa" and essence as a woman who processes in building a family.

Cotton yarn material and cotton flowers, the growth results of cotton plants that

are well maintained, such as children in the family will grow and develop

normally, if they live in a good family environment.

Artwork as an embodiment of women in preserving tradition, shows

motives that are formed due to abstract colored warp threads. Visualized motives

become dynamic, magical, and centered. This is a metaphor of the nature of

women, being transparent, floating, and meditative, in situations of magical and

dramatic atmosphere.

Artwork as a manifestation of women carrying out cultural arts, visualized

from the realization of women's characteristics, becomes: playing, dimensioning,

festive, dynamic, attractive and giving rise to new forms. Embodiment through a

variety of weaving techniques with a blend of material that shows the results of

old and new cultures so that they are dynamic and attractive.

Keywords: femininity, Sasak culture, rasa, and weaving.

Page 10: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

ix

ABSTRAK

Karya seni sebagai bagian warisan budaya, merupakan hasil pikiran yang

dirasakan dan perasaan yang dipikirkan sebagai ungkapan intelektual seniman

yang dapat mengeksplorasi dan memproduksi karya seni baru. Latar belakang

dalam penyelidikan ini adalah perempuan Sasak dan pekerjaannya dalam struktur

sosial budaya Sasak yang akan divisualkan menjadi karya seni melalui medium

tekstil khususnya tenun.

Metode penciptaan menggunakan tipe penelitian artistic research, yaitu

seniman sebagai peneliti melakukan praktik atau proses berkarya berdasarkan

hasil penyelidikan di lapangan dalam rangka memproduksi karya baru berupa

teks, wacana, dan karya seni. Proses kreatif dalam mewujudkan karya terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu: (i) Proses pengumpulan data, menggunakan istilah

tahap di bawah air, yaitu underwater, (ii) Proses penyeleksian data, menggunakan

istilah kritis, dan (iii) Proses kreatif, menggunakan istilah menari dengan jiwa,

dance of the soul.

Karya tervisualkan melalui tenun sepanjang 15 (lima belas) meter

merupakan eksplorasi “rasa” dan esensi sebagai perempuan yang berproses dalam

membangun keluarga. Material benang kapas dan bunga kapas, hasil pertumbuhan

dari tanaman kapas yang dipelihara dengan baik, seperti anak-anak dalam

keluarga akan tumbuh dan berkembang normal, bila hidup pada lingkungan

keluarga yang baik.

Karya seni sebagai perwujudan perempuan dalam menjaga tradisi,

memperlihatkan motif yang terbentuk karena benang lungsi yang berwarna

abstrak. Motif tervisualkan menjadi dinamis, magis, dan terpusat. Hal ini

merupakan metafora dari sifat perempuan, menjadi transparan, melayang, dan

meditatif, pada situasi suasana magis dan dramatik.

Karya seni sebagai perwujudan perempuan menjalankan seni budaya,

tervisualkan dari pemetaforaan sifat perempuan, menjadi: bermain-main,

berdimensi, festive, dinamis, atraktif dan memunculkan bentuk-bentuk baru.

Perwujudan melalui keragaman teknik tenun dengan perpaduan material yang

memperlihatkan hasil budaya lama dan baru sehingga berkesan dinamis dan

atraktif.

Kata kunci: keperempuanan, budaya Sasak, rasa, dan tenun.

Page 11: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

x

PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL (PEREMPUAN SEBAGAI PENYANGGA KELUARGA, PENJAGA

TRADISI, DAN PELAKU SENI)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN iii

PRAKATA v

ABSTRACT viii

ABSTRAK ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR SKEMA xiii

DAFTAR ISTILAH xxiii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Ide Penciptaan 2

B. Rumusan Masalah Penciptaan 10

C. Estimasi Karya dan Metode Penciptaan 10

D. Tujuan dan Manfaat Penciptaan 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KARYA-KARYA

TERDAHULU, DAN TEMUAN TEORETIKAL

A. Tinjauan Pustaka 13

B. Tinjauan Objek Penelitian 27

C. Tinjauan Karya-Karya Terdahulu 33

1. Tenun Sasak 34

2. Konsep Seni Batik Karya Nia Fliam 38

3. Konsep Estetik Karya Linda Banks Hansee 40

4. Keramik Karya Noor Sudiyati 42

5. Asesoris Karya Dhyani Hendranto 43

6. Patung Karya Dolorosa Sinaga 44

D. Temuan Konsep Penciptaan 46

1. Temuan Konseptual Perempuan Sasak 47

dengan Pekerjaannya

2. Temuan Konseptual Perempuan Sasak 49

dalam Proses Kreatif

3. Temuan Material, Alat, Struktur Tenun,

dan Visual Karya 54

Page 12: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xi

Resume 58

III. PROSES PENCIPTAAN 61

A. Pengolahan Gagasan (Rasa dan Esensi) 69

B. Olah Visual dan Transformasi Bentuk (Kontras) 71

C. Struktur Tenun dan Proses Perwujudan Karya

(Pemetaforaan) 76

D. Penyajian Karya Tenun (Visualisasi) 88

Resume 91

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

A. Analisis Karya Tenun Tentang Perempuan 94

B. Sintesis Proses Berkarya 108

Resume 123

V. PENUTUP

A. Kesimpulan 124

B. Saran 127

KEPUSTAKAAN xiv

DAFTAR ISTILAH xxiii

Page 13: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Relasi budaya, perempuan, jenis pekerjaannya 49

dan ekspresi visual

Tabel 2.2. Struktur bentuk, fungsi tenun, dan peran perempuan 56

Tabel 3.3. Model penelitian hubungan antara 61

praktek seni dan penelitian

Tabel 3.4. Kombinasi Proses kreatif dari Mihaly 67

dan operasional proses kreatif peneliti

Tabel 3.5. Relasi estetika rasa dengan representasi karya 69

Tabel 3.6. Temuan pola tenun 72

Tabel 3.7. Transformsi sketsa tenun Perempuan Penyangga 73

Keluarga dan temuan rancangan

Tabel 3.8. Transformsi sketsa tenun Perempuan Penjaga 74

Tradisi dan temuan rancangan

Tabel 3.9. Transformsi sketsa tenun Perempuan Pelaku 75

Seni dan temuan rancangan

Tabel 3.10. Elemen rupa dan visual pada tenun 77

Tabel 3.11. Perwujudan Sketsa Tenun 79

Tabel 3.12. Proses visualisasi simbol perempuan 80

Tabel 3.13. Relasi teknik tenun dengan keperempuanan 82

Tabel 3.14. Proses penciptaan karya Perempuan 84

Penyangga Keluarga

Tabel 3.15 Proses penciptaan karya Perempuan 86

Penjaga Tradisi

Tabel 3.16 Proses penciptaan karya Perempuan 88

Pelaku Seni

Tabel 4.17 Analisis Penyajian Karya Perempuan 95

Penyangga Keluarga

Tabel 4.18 Analisis Struktur Tenun Perempuan 97

Penyangga Keluarga

Tabel 4.19 Analisis Penyajian Karya Perempuan 98

Penyangga Keluarga

Tabel 4.20 Analisis Penyajian Karya Perempuan 99

Penjaga Tradisi

Tabel 4.21. Analisis Struktur Tenun Perempuan 101

Penjaga Tradisi

Tabel 4.22. Analisis Penyajian Karya Perempuan 102

Penjaga Tradisi

Tabel 4.23. Analisis penyajian karya Perempuan 104

Pelaku Seni

Tabel 4.24. Analisis Struktur Tenun Perempuan 106

Pelaku Seni

Tabel 4.25. Analisis Penyajian Karya Perempuan Pelaku Seni 107

Page 14: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kain tenun Umba‟ 36

Gambar 2.2. Karya tekstil Nia Fliam 39

Gambar 2.3. Karya tenun Linda Banks Hansee 41

Gambar 2.4. Karya keramik Noor Sudiyati 42

Gambar 2.5. Karya asesoris Dhyani Hendranto 44

Gambar 2.6. Display pameran karya patung Dolorosa Sinaga 45

Gambar 3.7. Denah pameran 89

Gambar 3.8. Arena pameran karya 89

Gambar 4.9. Karya Perempuan Penyangga Keluarga 96

Gambar 4.10. Karya Perempuan Penjaga Tradisi 100

Gambar 4.11. Karya Perempuan Pelaku Seni 105

Gambar 4.12. Relasi Tenun Sasak dengan Karya Tenun Baru 121

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1. Posisi budaya pada masyarakat 18

Skema 2.2. Temuan konsep penciptaan 60

Skema 3.3. Relasi antara konsep estetika rasa dengan 92

representasi karya

Skema 3.4. Interprestasi simbolik keperempuanan pada 93

wujud karya

Skema 4.5. Tahapan Refleksi Proses Kreatif 119

Page 15: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

1

PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

(PEREMPUAN SEBAGAI PENYANGGA KELUARGA,

PENJAGA TRADISI, DAN PELAKU SENI)

DISERTASI

Untuk memperoleh Gelar Doktor

Dalam Program Penciptaan dan Pengkajian Seni

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Minat Utama Penciptaan Seni Rupa

Oleh:

Lucky Wijayanti

1230092511

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2019

Page 16: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

2

I. PENDAHULUAN

Karya seni yang lahir dari hasil penyelidikan merupakan pengejawantahan

sebuah pemikiran, perenungan dan pemaknaan baru berdasarkan nilai-nilai artistik

yang diekspresikan melalui medium seni rupa. Latar belakang dalam penyelidikan

ini adalah tentang Perempuan Sasak dan peran pekerjaannya dalam struktur sosial

budaya Sasak yang akan divisualkan menjadi karya seni melalui medium tekstil,

khususnya tenun. Objek yang akan diteliti merupakan realita sehari-hari yang

dijumpai penulis sehingga menjadi pengalaman yang sangat berharga.

A. Latar Belakang Ide Penciptaan

Perjalanan dalam menjalani proses kreatif sebagai seorang seniman ke Tanah

Toraja sampai ke Nusa Tenggara Barat, menjadi bagian tak terpisahkan dari

kehidupan penulis, yaitu perjalanan dalam menemui dunia keperempuanan yang

spesifik dan luar biasa. Perenungan atas perjalanan tersebut menjadi titik balik

pemikiran ulang tentang peran perempuan dan pekerjaannya. Posisi perempuan

diamati melalui sudut pandang sosiologis dan budaya berdasarkan aktivitas

pekerjaan yang dilakukannya.

Penulis seorang perempuan, istri, dan ibu yang berprofesi sebagai

seniman, serta bekerja dalam dunia pendidikan yang kerap kali melakukan

perjalanan ke berbagai tempat, antara lain: Indramayu, Pekalongan, Solo,

Yogyakarta, Toraja, Kupang, dan Lombok. Perjalanan tersebut menghasilkan

interaksi dengan perempuan pekerja, seperti: para perajin, pedagang sayur, kuli

Page 17: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

3

angkat batu, kondektur bus, dan lain sebagainya, hal ini menjadi referensi yang

nyata dalam penyelidikan selanjutnya.

Diri perempuan, secara alami memiliki struktur anatomi tubuh dengan alat

reproduksi khas yang membuat dirinya lebih kuat pada saat proses kehamilan,

kelahiran, dan menyusui seorang bayi. Hal ini pun terkait dengan tanggung jawab

yang berbeda dari seorang laki-laki. Konsekuensi ini membawa ciri yang unik,

sehingga tubuhnya memiliki estetika yang khas. Keindahan ini memuat cita rasa

estetis yang spesifik. Segala sesuatu yang dikenakan dan terjadi pada tubuh

perempuan akan dikaitkan dengan keindahan. Tubuh dapat dimaknai berdasarkan

objektif dan subjektif. Tubuh dengan makna objektif, secara anatomis tersusun

dari bagian-bagian biologis yang kompleks, mengagumkan, rumit, dan sebagai

media untuk meneruskan keberlangsungan hidup manusia. Secara subjektif tubuh

perempuan diagungkan dalam kegiatan ritual manusia dan dimaknai secara

simbolik melalui karya seni. Estetika tubuh sebagai karya seni alami dan bagian

keindahan.

Sementara di luar tubuh itu sendiri terdapat aturan yang harus dijalani,

terlepas dari aturan tersebut disetujui atau tidak. Banyak persoalan yang harus

dihadapi untuk mencapai tingkat kebijaksanaan sebagai perempuan. „Perempuan‟

berasal dari kata „empu‟ yang berarti „yang dituankan sebagai berkemampuan‟.

Perempuan diterjemahkan sebagai orang yang memiliki otoritas atas diri dan

tubuhnya (Sutrisno, 2005). Kecerdasan intelektual yang melengkapi keterampilan

serta ketelitiannya, menjadikan perempuan dapat mengasuh anak dan bekerja

secara bersamaan dalam memperjuangkan kehidupannya.

Page 18: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

4

Wacana tentang perempuan diatur berdasarkan struktur sosial, bahkan

dikonstruksi dalam pekerjaan, status sosial, keluarga dan budaya. Hal ini

berakibat pada penempatan posisi; menjadi istimewa dan baik atau hanya sebagai

objek dari kekuasaan. Banyak hal di luar dirinya, disadari atau tidak, dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal. Seorang perempuan dewasa akan memilih

untuk tetap menjadi diri sendiri atau bersanding di pelaminan, menjadi bagian dari

sebuah keluarga. Mulai dari dua individu yang saling mendukung, suami dan istri,

bersama-sama membangun suatu komitmen untuk membentuk keluarga serta

menghadirkan anak-anak. Tujuan keluarga adalah untuk membentuk karakter

anggota keluarga menjadi baik, ideal, dan mewujudkan cita-cita. Berdua

mendidik, menafkahi, dan mengantarkan anak-anak sampai ke jenjang

pembentukan keluarga kembali, demikian seterusnya. Itu adalah sebuah

kehidupan yang baik dan ideal. Namun dapat terjadi, seorang istri berpisah

dengan pasangannya, yang berakibat pada seorang perempuan harus menanggung

seluruh kebutuhan keluarga.

Perempuan beraktivitas dengan pekerjaannya dan bergulat dengan

persoalan kehidupan sehari-hari. Rutinitas pekerjaan itu membuat posisi

perempuan berada dalam dua arena; arena pertama yang baik, benar, dan sesuai,

dan arena kedua yang tidak baik, salah, dan tidak tepat berdasarkan harga dirinya.

Untuk mengamati persoalan itu diperlukan jarak dalam melihat agar realita yang

ada dapat ditinjau secara objektif dan rasional. Objektivitas dan rasionalitas

tersebut sangat penting karena berfungsi untuk memaknai jati diri perempuan dan

memposisikan perempuan pada struktur sosial dan budaya. Perempuan sebagai

Page 19: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

5

pencari nafkah dapat saja berprofesi sebagai pelaku industri, pegawai, buruh pada

perusahaan, seniman yang menjalankan tradisi budaya, dan sebagai pengelola

rumah tangga dalam keluarga. Penyelidikan ini akan membahas persoalan tentang

peran perempuan dalam pekerjaan untuk memenuhi nafkah hidupnya.

Saat ini, bagi masyarakat yang terpinggirkan dan tinggal di desa, seorang

istri berperan pula untuk mencari nafkah. Sementara itu, terdapat pandangan

dalam masyarakat kelas menengah bahwa peran pencari nafkah adalah suami,

sedangkan istri menjadi pengelola rumah tangga. Namun, timbul pertanyaan,

“pada saat istri tinggal sendiri, siapakah yang akan mencari nafkah untuk

menjalankan kehidupan selanjutnya?” Setelah suami tidak ada, semua

permasalahan harus ditanggung oleh diri perempuan sendiri. Persoalan tersebut di

atas, kerap kali berkelindan dalam pikiran penulis.

Pada Juni 2012, penulis melakukan perjalanan ke Lombok dalam rangka

penyelenggaraan acara pesta Budaya Sasak. Sesampainya di Desa Taman Ayu

Gunung Malang, penulis melihat para perempuan di desa ini melakukan kegiatan

sehari-hari, seperti: menganyam, menari, memasak, menenun, berkebun, dan

menanam padi. Sedangkan kaum pria melakukan kegiatan membaca lontar,

membuat perkakas, berkebun, dan beternak. Penemuan yang menarik adalah,

hampir semua perempuan – baik tua maupun muda – melakukan kegiatan

menenun di halaman depan rumahnya dengan alat tenun jenis gedhogan, yaitu alat

tenun tradisional Sasak. Situasi dan suasana di desa ini menggerakkan penulis

untuk mengetahui lebih lanjut tentang persoalan perempuan dan aktivitasnya

dalam budaya masyarakat Sasak di Lombok.

Page 20: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

6

Penulis mengadakan pendekatan melalui penyelidikan secara langsung

dengan cara mendatangi beberapa desa, agar dapat memahami keberadaan

Perempuan Sasak dan mempelajari budaya etnis (bangse) Sasak. Penyelidikan dan

penelusuran dilakukan di beberapa desa, di antaranya: Taman Ayu Gunung

Malang, Banyumulek, Bayan, Sade, dan Nyurbaye. Penulis hidup dan tinggal

selama tiga bulan pada tahun 2013 bersama satu keluarga di Mataram.

Selanjutnya penyelidikan dilakukan secara bertahap selama satu minggu tinggal di

Mataram dan kembali ke Jakarta, demikian terus dilakukan selama rentang waktu

tiga tahun hingga tahun 2018. Penyelidikan ini dilakukan untuk berkomunikasi

dengan masyarakat setempat, bertemu dan berdiskusi, mendapatkan keterangan,

pengalaman, dan „rasa‟ sebagai Perempuan Sasak.

Berdasarkan aturan budaya Sasak, seorang perempuan harus pandai

menenun, dan menjalankan ritual adat budaya. Peran Perempuan Sasak dimulai

sejak masa anak-anak, menjadi gadis yang terampil menenun, dilanjutkan dengan

menikah, dan menjadi ibu serta memiliki anak. Selanjutnya, menjadi perempuan

tua yang menuju perempuan suci. Jadi, Perempuan Sasak harus pandai membuat

kain tenun sebelum memasuki usia pernikahan. Setelah menikah dan menjadi ibu,

dia akan menenun kain untuk anak dan suaminya. Kain tersebut dibuat dengan

serangkaian ritual yang akan digunakan sebagai media upacara kelahiran bayi.

Upacara berikutnya yaitu ketika anak laki-laki dikhitan dan pada saat kematian.

Keseluruhan upacara-upacara tersebut merupakan simbol siklus kehidupan

manusia dan masih dilakukan secara turun temurun hingga kini.

Page 21: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

7

Artinya, dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya proses pembuatan

kain tenun tersebut serta kain tenun Sasak itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa

budaya Sasak terbentuk salah satunya dikarenakan peran perempuan dalam

aktivitas menenun. Permasalahan itu penulis anggap sangat penting sehingga

memilih medium tenun sebagai perwakilan dari Budaya Sasak melalui peran

perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

Persoalan ini menjadi kuat dan berpengaruh ketika penulis berada di lokasi

penelitian dan mengalami suatu keadaan yang membuat jati diri penulis sebagai

perempuan menjadi bergetar, merasakan cinta yang dalam, menemukan hakekat

kehidupan, dan merasakan energi kehidupan. Terpesona pada ketangguhan

perempuan, ada „rasa‟ yang sama ketika berhadapan dengan perempuan tua yang

sedang menenun. Suasana yang sama ketika penulis sedang menenun yaitu

merasakan halus dan kasarnya benang, menyusun benang pada bilah bambu

sebagai pakan, menyusun benang lungsi, mengatur jalinan benang, menahan kayu

alat tenun, demikian seterusnya hingga menjadi sehelai kain. Perempuanlah yang

membuat karya tenun sehingga adat istiadat Budaya Sasak masih berlangsung

hingga saat ini.

Mereka menjalankan aturan adat istiadat Sasak sebagai jalan kehidupan

sehari-hari (way of life), dengan tujuan menjadi pribadi yang baik dan makhluk

berbudaya. Hal tersebut merupakan konstruksi sosial yang diatur berdasarkan adat

budaya Sasak; perempuan sebagai ibu dalam keluarga, perempuan yang

melaksanakan dan menjalankan adat istiadat di lingkungan sosial, dan dapat

beraktivitas menjalankan acara seni budaya. Namun di sisi lain, terdapat fakta

Page 22: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

8

sosial yang berseberangan dengan kondisi ideal tersebut. Didapati temuan yang

memperlihatkan kehidupan perempuan dengan kondisi lingkungan hidup yang

sangat sederhana; tingginya angka kemiskinan, sulitnya akses kesehatan dan

pendidikan untuk perempuan dan anak-anak, tingginya angka perceraian dan

jumlah perempuan tanpa suami, serta rendahnya angka perempuan dengan

intelektual yang baik dan memadai. Persoalan inilah yang menjadi pemicu untuk

direspon lebih lanjut.

Peran Perempuan Sasak menjadi inspirasi bagi penulis dalam menciptakan

karya seni yang merupakan refleksi diri dan representasi tentang perempuan

dalam kehidupan sehari-hari serta membuka wacana tentang keperempuanan.

Pengalaman penulis sebagai seniman dalam berkarya dapat dilihat pada proses

kreatif sebelumnya, yaitu pada saat pembuatan karya seni tekstil dengan teknik

batik untuk kostum para penari pada pementasan seni pertunjukan tari

kontemporer berjudul “Shima, Kembalinya Sang Ratu Adil” di Gedung Kesenian

Jakarta tahun 2013. Kajian sejarah Kerajaan Kalingga dilakukan untuk

mendapatkan gambaran pemerintahan pada zaman Ratu Shima (Lombard, 2005).

Artefak yang dapat ditelusuri berasal dari relief Candi Bima, Arjuna, dan

Gatotkaca di Dataran Tinggi Dieng. Penyelidikan lapangan dilakukan untuk

mendapatkan bentuk motif yang digunakan pada masa itu. Motif yang banyak

terdapat pada relief candi adalah bentuk bunga lotus tampak atas dan samping.

Karakter batuan yang terdapat pada permukaan relief sangat spesifik dan

memperlihatkan sifat kokoh, kuat, rapuh, berpori, dan lampau.

Page 23: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

9

Transformasi dari relief candi ke atas permukaan kain merupakan proses

kreatif yang menggunakan aturan konsep estetika; rasa, esensi, dan perubahan

yang cukup radikal diwujudkan dalam pembuatan batik Shima. Suasana

(ambience) candi harus dapat dirasakan di atas panggung pada saat pertunjukan,

sehingga karakter kostum yang akan dipakai para penari disesuaikan dengan

karakter batu candi. Batik dibuat secara khusus dengan desain yang

memperlihatkan karakter batuan candi, sehingga mendapat kesan kokoh, lampau,

dan mapan. Karakter batik dihasilkan dari cap yang terbuat dari material akrilik

dan kayu, sehingga memunculkan efek tertentu seperti bentuk motif dengan

karakter jelas dan buram, serta menampilkan kesan artistik. Eksplorasi teknik

pengecapan dan pewarnaan batik pada bahan katun dan sutera menampilkan

karakter khusus yang memperlihatkan volume, tekstur, bentuk, dan gradasi,

sehingga memberi kesan tegas, buram, kokoh, dan „melayang‟ yang

merepresentasikan efek batu, lampau dan kuno. Komposisi warna dan motif

terlihat energik dan dinamis sehingga memunculkan energi. Aura yang

ditampilkan menciptakan ruang-ruang piktorial, yang memberi imajinasi baru,

yaitu memindahkan nuansa relief dari batuan candi dengan medium tekstil ke atas

panggung.

Penjelasan latar belakang tentang Perempuan Sasak dan pengalaman

penulis dalam berkarya dapat dipertajam untuk menentukan permasalahan pada

proses penciptaan karya yang akan diwujudkan berdasarkan peran perempuan dan

material yang digunakan.

Page 24: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

10

B. Rumusan Masalah Penciptaan

Keterpesonaan penulis terhadap ketangguhan Perempuan Sasak menjadi alasan

mendasar untuk melakukan penciptaan seni dengan tema Perempuan Sasak.

Berdasarkan persoalan jati diri perempuan dan proses ekspresi dalam karya seni,

maka disusun rumusan masalah penciptaan, yaitu:

1. Bagaimana peran perempuan dalam struktur sosial budaya Sasak pada

wilayah pekerjaannya?

2. Bagaimana mengekspresikan peran Perempuan Sasak melalui medium tenun?

3. Mengapa karya tenun sebagai produk penciptaan dapat mengekspresikan

keperempuanan?

C. Estimasi Karya dan Metode Penciptaan

Estimasi karya dalam studi penciptaan ini adalah prakira wujud karya yang akan

dicapai melalui serangkaian proses sejak awal hingga akhir penciptaan, meliputi:

metode, eksplorasi teknik, dan penyajian karya menjadi rangkaian yang utuh

tentang proses pembentukan karya seni dan representasi tentang keperempuanan.

Berdasarkan penjabaran latar belakang dan wacana keperempuanan maka disusun

estimasi atau prakira karya yang mencakup tiga aspek pokok, yaitu:

1. Tema karya adalah Perempuan Sasak yang memiliki ketangguhan dalam

mempertahankan hidupnya melalui aktivitas berkesenian.

2. Visualisasi atau perwujudan karya dengan medium tekstil melalui teknik tenun.

Eksplorasi pada pengolahan elemen seni rupa menjadi susunan pola tenun yang

Page 25: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

11

dapat mewakili sifat-sifat perempuan dan memiliki ciri khas Budaya Sasak

melalui material yang digunakan.

3. Pembaharuan alat tenun yang digunakan dalam proses kreatif berdasarkan

perhitungan ergonomi tubuh perempuan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam mewujudkan karya

dengan berprinsip pada penggunaan pembagian proses kreatif yang merupakan

hasil eksplorasi teknik dan material. Setiap tahapan proses akan di rekam secara

tertib dan jelas dalam bentuk tekstual baik dalam teks maupun gambar agar dapat

dipertanggungjawabkan secara akademik dan dapat menjadi sumber rujukan bagi

penelitian selanjutnya.

D. Tujuan dan Manfaat Penciptaan

1. Tujuan Penciptaan

Ide atau gagasan penciptaan akan melahirkan sebuah konsep penciptaan yang

memiliki tujuan penciptaan, yaitu:

a. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang makna dan peran perempuan

pekerja dalam struktur budaya Sasak.

b. Mewujudkan karya seni tenun berdasarkan pembagian proses kreatif.

c. Menemukan cara menguraikan hubungan antara tenun dengan sifat

Perempuan Sasak.

d. Menemukan hubungan proses kreatif antara seniman dengan budaya yang

masih berkembang.

Page 26: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

12

2. Manfaat Penciptaan

a. Bagi penulis yang notabene sebagai dosen, peneliti, dan desainer tekstil,

studi penciptaan ini bermanfaat dalam hal merumuskan gagasan persoalan

perempuan yang memiliki kedalaman (depth) makna kehidupan.

b. Bagi rekan seprofesi, temuan dan hasil penyelidikan dapat bermanfaat dan

memperkaya wawasan dalam ranah pembelajaran ilmu pengetahuan seni.

c. Bagi ilmu penciptaan, proses kreatif dalam penciptaan karya dapat

memperkaya metode dan tahapan kerja kreatif berdasarkan metode

akademis, sehingga produk karya seni dapat dipertanggungjawabkan secara

logis.

d. Bagi institusi pendidikan, penciptaan karya seni membuka wawasan dan

wahana baru yang dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

e. Bagi lembaga pengambil kebijakan, dapat mendokumentasikan hasil

penelitian dan mendapatkan pemetaan hasil pendidikan perguruan tinggi

dalam membangun bangsa dan negara.

f. Bagi masyarakat, perajin dan dunia usaha, akan merasakan langsung

dampak hasil penelitian ini, sehingga dapat membuka wawasan, apresiasi

terhadap temuan baru, dan membantu mempermudah kehidupan sehari-hari.

g. Bagi masyarakat umum, penciptaan ini memberi alternatif cara ungkap baru

dalam bentuk visual yang memperbincangkan ketangguhan perempuan

dalam mempertahankan hidup dan pemaknaan baru terhadap posisi

perempuan pada status sosial budaya.

Page 27: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

13

II. TINJAUAN PUSTAKA,

KARYA-KARYA TERDAHULU, DAN TEMUAN TEORETIKAL

Perempuan Sasak sebagai ekspresi karya seni tenun dalam konstelasi penciptaan

seni rupa diawali dengan penelusuran literatur yang berasal dari penelitian

terdahulu dan sumber pustaka. Kajian sumber dipilih sesuai dengan topik

penciptaan, yaitu pemahaman tentang budaya, estetika rupa, ekspresi artistik, serta

analisis tentang peran dan posisi perempuan dalam struktur masyarakat Sasak.

A. Tinjauan Pustaka

Kebudayaan dapat dilihat sebagai kata benda dan sebagai hasil dari produk

kreativitas yang ditandai dengan sejumlah benda artefak yang dapat diamati dan

diselidiki lebih lanjut. Adapun kebudayaan sebagai kata kerja, dengan istilah

membudaya, memiliki arti proses budaya yang bertumbuh dan berkembang terus

sebagai ekspresi dari tindakan manusia yang dilakukan dengan sadar dalam

mengelola lingkungannya. Hal ini menjadikan kebudayaan bersifat dinamis,

bertubuh, aktif, dan kreatif. Kebudayaan merupakan manifestasi daya kreatif

kegiatan manusia sebagai pribadi, yang membawa konsekuensi logis bahwa aktor

pelakunya adalah manusia sebagai subjek yang menonjolkan kepentingannya

dalam proses pembudayaan. Pada saatnya, perubahan budaya tersebut akan

ditentukan oleh segala kepentingan dan eksistensi diri manusia yang membuatnya

selaku aktor budaya.

Penyelidikan ini menggunakan kerangka pikir dari beberapa ahli di

bidangnya; pemahaman tentang budaya atau culture merujuk pada pendapat

Page 28: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

14

Raymond Williams, kajian estetika merujuk pada teori aturan universal estetika

dari V.S. Ramachandran tentang „rasa‟, analisis estetika rupa menggunakan

konsep Edmund Burke Feldman, dan wacana tentang perempuan merujuk pada

pendapat Mansour Fakih yang membahas tentang peran dan fungsi perempuan,

ditambah dengan beberapa referensi tentang kajian wanita yang terkait dengan

budaya.

Budaya adalah kegiatan yang terlihat pada bentuk seni dan karya

intelektual manusiawi. Karya seni itu sendiri sudah merupakan sebuah kategori

sosio-kultur dengan signifikansi tertinggi yang dapat diidentifikasi melalui

kontemplasi. Identifikasi pada kategori ini dapat diurai dengan praktek-praktek

manual menggunakan indra manusia yang berbeda-beda tingkatannya, misalnya

menggunakan indra penglihatan ke pendengaran saja, indra penciuman ke

perabaan dan sebagainya. Namun identifikasi seperti ini juga harus diperhatikan

jika terdapat atribut lain yang menentukan jenis karya seni. Estetika pada karya

seni bergerak memasuki bidang-bidang pikiran dan wacana manusia – nilai,

kebenaran, ide, observasi, laporan – dalam kondisi hasil persepsi estetika yang

kemungkinan masih sangat relevan. Hal ini belum dapat dipastikan sebagai

sebuah ketentuan atau ketetapan yang pasti. Kebanyakan di antara kita ingin

menyatakan bahwa „kebenaran‟ sebuah karya seni sama nilainya bahkan lebih dari

„keindahan‟ karya semata.

Pengertian rasa budaya yang dimaksud adalah budidaya pikiran manusia

yang aktif, yaitu: 1) Kondisi pikiran manusia yang terus berkembang menjadi

„orang yang berbudaya‟ dan menjadi „seorang budayawan‟, 2) Proses

Page 29: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

15

pengembangan budaya terlihat pada „kegiatan budaya‟, dan 3) Kegiatan budaya

tersebut terlihat pada bentuk „seni‟ dan „karya intelektual manusiawi‟ (Williams,

1981).

Williams memosisikan budaya agar dapat dilihat melalui sudut pandang

idealis dan materialis. Idealis merupakan sebuah ilustrasi dan klarifikasi dari

„pemberi pesan‟, yang terkait dengan gaya seni dan jenis karya intelektual yang

termanifestasi, dalam kaitannya dengan lembaga dan kegiatan lain, dengan

kepentingan utama yang terpusat pada suatu nilai „masyarakat/komunitas‟.

Materialis sebagai peninggalan budaya yang dianggap sebagai „pemberi pesan‟

yang dapat dipelajari secara intensif sebagai hubungan antara aktivitas budaya dan

bentuk-bentuk kehidupan sosialnya. Budaya dapat dilihat sebagai sistem

penandaan dari suatu tatanan sosial yang dapat dikomunikasikan, direproduksi,

dialami dan dieksplorasi dengan cara lain. Reproduksi dalam arti genetik yang

dimaksud adalah membuat „organisme‟ atau bentuk baru meskipun dari jenis yang

sama, tetapi yang penting tidak menduplikasinya.

Proses reproduksi yang sedang berlangsung adalah sebuah tradisi. Sebuah

tradisi adalah warisan kultur yang secara pasti merupakan sebuah proses yang

kontinu. Kadang kala tradisi merupakan materi yang terus-menerus

direpresentasikan kembali sehingga menyerupai sistem pendidikan atau

pengetahuan yang direstui dan secara efektif dikehendaki oleh relasi sosial umum

yang eksis. Koordinasi kelompok dalam proses produksi sangat diperlukan

berdasarkan keahlian masing-masing individu sehingga secara tidak langsung

akan terbentuk kelompok-kelompok kerja sejenis sesuai pada profesionalisasi

Page 30: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

16

serta secara tidak langsung mengacu pada bentuk manajemen dasar yang memiliki

korespodensi dengan sebuah tahapan baru yang efektif dalam memproduksi karya

seni. Terkait dengan proses-proses spesifik, maka diperlukan alat khusus atau

teknologi agar dapat berkembang, yang berakibat pada pembagian tugas secara

profesional dan sesuai dengan tugas golongan.

Kategori tentang „budaya‟ terdiri dari tiga lapisan, yaitu: 1) budaya yang

hidup, 2) budaya yang direkam, dan 3) budaya yang terseleksi dari tradisi. Perlu

dibedakan ketiga tingkat budaya ini dalam definisi yang paling umum. Ada

budaya yang hidup dari waktu dan tempat tertentu, yang hanya dapat diakses

sepenuhnya oleh mereka yang tinggal di waktu dan tempat yang sama. Ada

budaya yang tercatat/terdokumentasikan, dari setiap jenis aktivitas seni hingga

fakta sehari-hari atau budaya dalam suatu periode. Ada juga sebagai faktor

penghubung antara budaya yang hidup dan budaya massa (bersifat permukaan),

yang terselektif karena kebutuhan manusia. Penjelasan bagian 1 dan 2 sudah jelas,

namun bagian 3, budaya yang terseleksi dari tradisi (culture of the selective

tradition), maksud tradisi bukanlah pewarisan atau transmisi sistem utuh,

melainkan proses seleksi dan interpretasi terus menerus atas apa yang diwariskan

dari generasi ke generasi. Struktur masyarakat secara keseluruhan, dalam

kegiatan tradisi budaya dapat dilihat sebagai seleksi terus-menerus dan pemilihan

kembali dari leluhurnya. Garis-garis keturunan (pewarisan) khusus akan ditarik,

seringkali selama seabad, dan kemudian tiba-tiba dengan beberapa tahap baru

dalam pertumbuhan ini akan dibatalkan atau dilemahkan, selanjutnya garis-garis

baru akan ditarik, sehingga saat ini dapat dilihat sebagian besar pekerjaan lampau

Page 31: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

17

melalui pengalaman kita sendiri pada saat ini, tanpa berusaha untuk menelusuri

pada aslinya (Williams,1961).

Persoalan budaya juga terkait dengan „perasaan‟ (structure of feeling),

bahwa struktur perasaan adalah makna dan nilai-nilai ketika mereka secara aktif

hidup dan melakukan. Hal ini kurang lebih seperti struktur pengalaman, yaitu

karakteristik hasrat yang mendorong, penekanan diri, dan suasana (ambience),

yang merupakan hubungan antara elemen afektif, perasaan, atau emosi, dengan

kesadaran. Perasaan tidak menentang pikiran, tetapi merupakan „pikiran yang

dirasakan dan perasaan sebagai pikiran‟. Sehingga, kesadaran praktis pada saat ini

merupakan bagian kontinuitas yang hidup dan saling terkait (Williams, 1977).

Posisi budaya pada masyarakat dan posisi seniman terhadap budaya yang

diresponnya menghasilkan pemikiran bahwa seorang seniman mendapatkan

warisan sebuah budaya yang men-tradisi, maka akan dieksplorasi dan

memproduksi karya seni dengan metode yang khas. Produk karyanya merupakan

hasil pikiran yang dirasakan dan perasaan yang dipikirkan sebagai ungkapan

intelektual seniman, yang kemudian direpresentasikan menjadi karya baru dan

dikomunikasikan kepada masyarakat saat ini. Berikut adalah bagan posisi dan

hasil produk budaya pada masyarakat.

Page 32: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

18

Sistem

penanda

dikomunikasikan

diproduksi

Seorang

dialami seniman

dieksplorasi yang

diwariskan

1.Pikiran

manusia

Manusia yang

berbudaya

Organisasi

sosial yang

terkait

Profesionalisasi Pembagian

tugas

berdasarkan

golongan

tradisi

akan

mengeksplo

rasi dan

BUDAYA

2.Proses

pengembangan

budaya

Kegiatan

/aktivitas budaya

Proses

„reproduksi

kultural‟

Tradisi / proses

kontinuitas

Proses / cara

yang spesifik

mem

produksi

karya seni

dengan

metode

3.Karya

intelektual

manusia

Bentuk seni Identifikasi

dengan indera

manusia

Produksi karya

seni

Alat atau

teknologi

khas dan nilai

ekonomi yang

spesifik

yang khas.

Karya seni

ini

merupakan

hasil pikiran

yang

„Pemberi

pesan‟

1.Idealis Karya

intelektual

yang

termanifestasi

pada lembaga

dirasakan

dan

perasaan

yang

dipikirkan,

sebagai

2.Materialis Aktivitas

budaya dan

bentuk

kehidupan

sosialnya

ungkapan

intelektual

kepada

masyarakat

saat ini.

Skema 2.1 Posisi budaya pada masyarakat

Sumber: disarikan dari Culture (Williams, 1981)

Selanjutnya, kajian tentang ekspresi estetik merujuk pada pemikiran

Vilayanur S. Ramachandran, seorang dokter ahli bidang syaraf dan otak. Sebagai

titik awal untuk mencoba menemukan universal dalam seni berdasarkan

pengetahuan tentang ilmu saraf, dan ilmu saraf visual khususnya. Ramachandran

BUDAYA

Page 33: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

19

telah mengusulkan sepuluh prinsip seni (delapan diantaranya berasal dari makalah

yang ditulisnya bersama William Hirstein, “The Science of Art”, tahun 2000).

Menurut Ramachandran, ada hubungan antara syaraf otak dengan

penglihatan sehingga berdampak pada hubungan antara cara kerja otak dengan

seni. Ramachandran membuat sembilan aturan universal tentang sirkuit saraf otak

terkait persoalan „rasa‟. Sembilan aturan universal estetika ini dibagi berdasarkan

sistem visual yang cenderung mengelompokkan elemen atau fitur serupa dalam

gambar ke dalam kelompok, memiliki struktur logis (fungsi biologis), dan

bagaimana sifat atau hukum yang dimediasi oleh mesin saraf di otak. Seperti

dijelaskan dalam bukunya The Tell – Tale Brain (2012), yaitu: 1) grouping,

pengelompokan berdasarkan warna serupa, dengan objek yang berbeda, 2) peak

shift (pergeseran puncak), tulisan Sansekerta kuno tentang estetika sering

menggunakan kata „rasa‟, yang diterjemahkan menjadi „menarik esensi dari

sesuatu‟, 3) contrast (kontras), membahas tentang kontras pencahayaan, kontras

warna, kontras tekstur, atau bahkan kontras kedalaman, 4) isolation (isolasi), otak

hanya peduli pada bentuk garis, maka sketsa itu lebih efektif, 5) peekaboo

(pemecahan masalah perseptual), menciptakan citra yang menghasilkan sinyal

kecil untuk menggemakan visual, 6) abhorrence of coincidences (kebencian

terhadap kebetulan dan kebohongan), otak selalu mencoba menemukan

interpretasi generik yang masuk akal dan logis untuk menghindari „kebetulan‟ itu,

7) orderliness (ketertiban), keteraturan, jelas penting dalam seni dan desain,

estetika visual tidak lengkap tanpanya, 8) symmetry (simetri), adalah penanda,

Page 34: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

20

atau tanda, untuk kesehatan yang baik, merupakan indikator keinginan, dan 9)

metaphor (metafora).

Seniman menggambarkan sensasi melalui penggunaan banyak perangkat

dan menggabungkan unsur gerakan dan energi yang tampaknya bertentangan

untuk menyampaikan rasa keabadian. Pemikiran ini akan digunakan sebagai

konsep dari tahapan ekspresi artistik yang pada pelaksanaan setiap tahapnya akan

direkam dan didokumentasikan. Hal ini sangat diperlukan apabila karya tersebut

akan diproduksi kembali atau dipelajari lebih lanjut untuk dikembangkan.

Dalam tahapan proses kreatif, digunakan elemen visual sebagai tata bahasa

dalam seni. Gambar merupakan wujud, berasal dari hasil kerja cahaya yang jatuh

pada retina mata, kemudian dibawa ke otak, dicerna, diterjemahkan dengan

persepsi dari fungsi otak, tubuh, dan pikiran sehingga wujud tersebut bermakna.

Gambar tersebut dapat diurai menjadi elemen visual yang terdiri dari: 1) garis, 2)

bentuk, 3) terang dan gelap, 4) warna, dan 5) tekstur (Feldman, 1992).

Garis merupakan elemen visual paling ekspresif, karena garis sebagai

identitas seniman digunakan untuk; menulis dan menggambar, sebagai alat untuk

berbicara dari seniman, mengarahkan gerak dan arah mata pemirsa, dan

melambangkan pikiran seniman. Bentuk terjadi karena hubungan antara wujud

garis. Bentuk dapat dianggap sebagai area atau siluet. Berdasarkan bentuk di

alam, wujud dapat digolongkan menjadi: bentuk geometrik, organik, biomorfik,

dan cekungan (seperti relief). Terang dan gelap, merupakan manipulasi cahaya

untuk menciptakan ilusi bentuk pada permukaan dua dimensi. Terang dan gelap

dapat diartikan sebagai simbol yin dan yang, laki-laki dan perempuan,

Page 35: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

21

kekontrasan hingga menjadi positif dan negatif atau bayangan hitam, nilai tingkat

warna kearah terang atau gelap, dan efek ekspresi fotorealisme. Cahaya dan gelap

menyampaikan kesan kuat dari klimaks emosional dan dramatik.

Warna dalam karya seni berfungsi mewakili ide, perasaan, dan informasi

artistik dari wujud karya. Warna memiliki identitas dan bersifat intelektual karena

terdapat nilai, intensitas, warna lokal, komplementer, analog, sifat kehangatan,

sejuk, dan nada (tone). Warna sebagai bahasa seni bersifat independen, mewakili

emosi, psikologi manusia, dan terkait simbolik dalam masyarakat. Tekstur adalah

bentukan dari permukaan suatu bidang yang dirasakan dengan cara menyentuh

dan mengandalkan indra perabaan. Tekstur diperlukan untuk memberi sensasi

pada pandangan visual dan kesan pertama pada karya seni. Tekstur dapat dilihat

pada bidang dua dimensi dan permukaan halus, serta dapat dirasakan pada

permukaan kasar. Hal ini merupakan ide menarik untuk mengksplorasi permukaan

material.

Elemen bahasa rupa tersebut harus diorganisasikan sehingga dapat

dikomunikasikan kepada pemirsa sebagai komposisi: 1) kesatuan, 2)

keseimbangan, 3) irama, dan 4) proporsi. Kesatuan adalah pengaturan karya seni,

sehingga bagian dari karya itu menjadi satu kesatuan yang baik jika dilihat secara

keseluruhan. Cara utama melakukan ini dengan memperhatikan „dominasi dan

subordinasi‟. Seniman mengamati sebuah peristiwa visual secara berurutan dan

mewujudkannya menjadi karya dengan memperhatikan nilai visual, makna, dan

komposisi (bentuk, warna, tekstur, dan bidang).

Page 36: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

22

Keseimbangan dalam bahasa seni adalah kondisi optik (dipengaruhi oleh

penglihatan), seperti: berat, stres, ketegangan, dan stabilitas – kata-kata yang

dipinjam dari fisika atau teknik – mengambil makna perseptual. Sebenarnya yang

dimaksud bukan 'berat' namun 'imajinasi tentang sesuatu yang berat'.

Keseimbangan dapat terjadi berdasarkan situasi: simetri, asimetri, berat karena

gravitasi, dan minat psikologis. Irama atau "ritme" biasa dipakai untuk seni musik,

tari, dan puisi. Seniman menciptakan ritme visual dengan mengontrol urutan

bentuk, pemanfaatan bidang dua dan tiga dimensi dan pengulangan bentuk. Jenis

ritme dalam medium visual misalnya: pengulangan (variasi), alternatif, progresif

(kejutan), dan mengalir (pergantian halus). Proporsi adalah sejumlah aturan

memperlihatkan interval yang „menyenangkan‟ dalam karya seni. Proporsi yang

paling abadi adalah proporsi tubuh manusia dengan pembagian Golden Section,

atau Golden Mean. Proporsi yang baik berarti memiliki bagian-bagian tubuh yang

lengkap. Pemahaman tentang estetika bahasa visual dengan elemen rupa, akan

digunakan pada tahapan analisis produk budaya dan proses kreatif dari

manifestasi „rasa‟ Perempuan Sasak menjadi karya seni melalui pemetaforaan

keperempuanan.

Persoalan perempuan diawali dengan peninjauan secara kodrati, bahwa

Tuhan menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) secara terhormat dengan

segala konsekuensi keniscayaan bagi setiap individu atau kelompok manusia yang

memandangnya sebagai makhluk mandiri, bebas dan dalam posisi yang setara

serta berperilaku adil dan proporsional. Sementara itu sesuai dengan konsep

gender (konstruksi sosial), perempuan dikonstruksikan menjadi: lemah lembut,

Page 37: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

23

cantik, emosional, atau keibuan. Adapun laki-laki dikonstruksikan menjadi: kuat,

rasional, jantan, dan perkasa. Ciri itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat

dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang memiliki sifat emosional, lemah

lembut, dan halus, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa,

serta tangguh.

Identifikasi peran dan fungsi perempuan pada struktur sosial sebagai

berikut: a) perempuan menjadi diri pribadi sebagai makhluk ciptaan Tuhan

dengan hak kemerdekaan atas dirinya, b) memiliki struktur anatomi tubuh dengan

alat reproduksi khas perempuan, c) menjalani sistem kekeluargaan yang dipakai

oleh tiap keluarga, d) menjalani tata aturan nilai agama atau kepercayaan, dan e)

menerima struktur sosial yang disepakati dan diterapkan pada diri perempuan

(Fakih, 2016).

Tubuh perempuan merupakan perpanjangan dari alam, karena peristiwa

melahirkan dan menyusui bayi yang dilahirkan, artinya memberi kehidupan pada

mahluk yang baru hadir di bumi. Sehingga tak dapat dihindari bahwa peran

perempuan berhubungan denga alam, kehidupan, lingkungan, dan budaya

(Ortner,1972: 15, 28).

Tubuh perempuan memiliki seluruh potensi besar kemanusiaan.

Perempuan memiliki jiwa yang membuatnya bisa melukis dan menari-nari, akal-

intelektual membuatnya bisa mencipta dan menggagas dunia ideal, hati nurani

yang membuatnya bisa mencinta dan merindu, dan energi fisik membuatnya

selalu memberi dan mengabdi tanpa lelah untuk kehidupan dan bekerja bagi tanah

air (Muhammad, 2013).

Page 38: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

24

Perempuan di Indonesia dalam konteks pembangunan negara merupakan

makhluk yang secara intelektual dan estetis memiliki otoritas atas tubuhnya;

perempuan adalah seorang wanita, isteri dan ibu yang akan membahagiakan

suaminya dan anak-anaknya. Perempuan memiliki padang kehormatan dengan

melahirkan anak, cinta, dan intelektual (Soekarno, 1963).

Ada pendapat spesifik tentang perempuan dalam kebudayaan Sasak yang

telah disepakati oleh masyarakatnya yaitu posisi perempuan sebagai penguasa dan

memegang peranan penting. Hal itu ditunjukkan pada keberadaan istilah bumi

nina atau gumi nina yaitu bumi perempuan atau ibu pertiwi. Inen bale, sistem

hukum waris, menjamin bahwa bagian inti rumah sebagai tempat berproses dalam

keluarga akan menjadi milik perempuan pada saat pembagian hak waris (sesuai

kesepakatan antar dua pihak keluarga). Selain itu dalam perhitungan arsitektur

rumah adat Sasak, telapak kaki perempuan dipakai sebagai patokan dalam

perhitungan ukuran bagian-bagian bangunan rumah. Sistem kepercayaan yang

terkait dengan perempuan masih diselenggarakankan di beberapa desa, di

antaranya Desa Taman Ayu Desa Gunung Malang (Lombok Barat), Bayan

(Lombok Utara), Kecamatan Pujut (Lombok Tengah), Kecamatan Sembalun

(Lombok Timur), dan Kecamatan Jonggat (Lombok Tengah) (Kun, 2008).

Beberapa pemikiran tersebut di atas hampir sepaham, menyatakan bahwa

pemilik tubuh perempuan adalah dirinya sendiri. Pandangan kritis penulis

terhadap pernyataan Fakih yang menyatakan “menerima struktur sosial yang

disepakati dan diterapkan pada diri perempuan” menjadi titik balik pada

kesadaran akan kepemilikan dirinya dan peran perempuan dalam masyarakat.

Page 39: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

25

Perempuan mengenali tubuhnya, berarti tahu cara memperlakukan

tubuhnya. Kesadaran ini menjadi modal dasar bagi perempuan untuk mengontrol

tubuh, hati, batin, dan pikiran, menjadi kesadaran yang logis. Sementara itu,

berdasarkan realita yang sesungguhnya, posisi perempuan banyak yang tidak

sesuai dengan kondisi perempuan itu sendiri. Posisi perempuan kadang terpasung

pada aturan adat yang diberlakukan pada dirinya. Oleh karena itu, kesadaran

bahwa ada potensi yang dimiliki perempuan dalam kegiatan berkesenian, akan

memunculkan eksistensi dirinya.

Selanjutnya eksistensi diri Perempuan Sasak dalam struktur sosial akan

mempengaruhi terbentuknya budaya baru pada lingkungan yang terus bertumbuh.

Adat Sasak memiliki konsep Subawe, yaitu pemahaman konsep energi oleh

bangse Sasak seperti energi alam yang dirasakan oleh seseorang untuk dapat

mendatangkan suatu keberuntungan, kebaikan, keamanan, kenyamanan atau

sebaliknya. Energi alam dapat memberikan suasana hati seperti kekuatan abstrak,

baik yang bersifat positif maupun negatif. Subawe positif merangsang masyarakat

untuk menjadi produktif, sementara subawe negatif menyebabkan seseorang

menjadi malas dan tidak nyaman. Subawe membangun semangat untuk dapat

mengelola sumber daya kehidupan dengan baik. Hal ini tergantung pada

kemampuan seseorang untuk menangkap energi psikis dan spiritual untuk sampai

ke inti berdasarkan intensitas kesadaran ruang.

Letak Pulau Lombok yang dikelilingi oleh gunung, hutan, laut, dan bukit,

melahirkan Budaya Sasak yang khas. Pemikiran kosmologis berkaitan dengan

gunung, laut, tanah, air, api, dan angin, melahirkan nilai adat sehingga terdapat

Page 40: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

26

aktivitas ritual. Masyarakat tradisi mengenal nilai yang dibutuhkan dengan cara

melakukan ritual. Ritual ini melahirkan sejumlah aspek, seperti: aspek teknis yaitu

menenun, mantera yaitu sastra, dan canang yaitu sesajen. Semua ini

membutuhkan pelaku-pelaku yang akan melahirkan sistem sosial yaitu: kaum elit,

masyarakat menengah, dan masyarakat umum (Fathurrahman, 2007).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang perempuan dan kebudayaan, maka

dapat dipetakan peran struktur sosial pada diri perempuan, yaitu: kebudayaan

merupakan perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dari seorang

perempuan, kelompok atau masyarakat dengan menyatakan kegiatan intelektual

dan artistiknya yang menghasilkan produk-produk seni sehingga dikenal dengan

„kesenian‟. Karya seni tersebut secara visual menggambarkan tentang cara hidup,

kegiatan, keyakinan, adat istiadat, dan kebiasaan kelompok atau masyarakat.

Budaya adalah suatu mekanisme yang berasal dari hasil pemikiran

manusia. Ilmu kognitif dan etno-estetika mengeksplorasi penggunaan bahasa lokal

untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip penataan bahasa dan seni. Beberapa artefak

melintasi batas-batas sosial. Terbukti, „kekuatan leluhur‟ dapat diubah dari

kekuatan aktif menjadi cerita menarik, eksotik dan estetis (Svasek, 2007).

Kekuatan artefak tenun Sasak akan berpengaruh pada proses penciptaan

karya baru yang berbasis pada material. Kain tenun selain menjadi artefak juga

sebagai produk seni yang tergolong sebagai seni tekstil. Tekstil, dikenal juga

dengan istilah 'kain' yang mengandung pengertian 'benang tenun' seperti cita, kain

putih, dan bahan pakaian. Tekstil dalam bahasa Latin adalah texere artinya

'menjalin', seuatu yang dihasilkan dari proses tenun, rajut, atau tekanan. Tekstil

Page 41: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

27

berasal dari serat alami atau buatan, atau benang yang digunakan untuk membuat

kain yang terdiri dari serat alam seperti linen dan katun, dan yang berasal dari

serat hewan seperti wol dan sutera. Ada juga jenis tekstil buatan yang berasal dari

material sintetis seperi polyester dan rayon.

B. Tinjauan Objek Penelitian

Hasil penyelidikan yang diperoleh dari lokasi penelian dapat dilihat pada potret

pertama, yaitu perempuan pembuat gerabah di Desa Banyumulek. Desa ini

merupakan dataran rendah dengan cuaca cenderung panas. Hampir semua

perempuan di desa ini membuat gerabah, mengerjakan pekerjaan rumah, dan

mengurus anak. Terdapat pula kaum perempuan kalangan menengah yang bekerja

menjadi pegawai atau berdagang. Seorang perajin gerabah bernama Hunaeni,

berusia 30 tahun, memiliki dua orang anak. Dia bekerja pada sebuah galeri sejak

pukul 8.00 pagi hingga pukul 16.00. Upah yang diterima sekitar Rp. 200.000,- per

bulan. Produk yang dihasilkan berupa benda kebutuhan sehari-hari, seperti wadah

mangkuk, piring, gentong, celengan, dan lain sebagainya. Hunaeni belajar

membuat gerabah sejak sekolah di SMP sampai sekarang, diajarkan oleh ibunya.

Dia bekerja sambil mengurus anaknya. Bahan baku berupa tanah liat berasal dari

desa-desa sekitarnya. Jika ada tamu yang datang ke galeri dan belajar membuat

gerabah maka Hunaeni kadang mendapatkan upah dari tamu karena

keramahannya mengajarkan atau sekedar memperlihatkan cara pembuatan

gerabah. Jika dia tidak bekerja maka tidak ada pemasukan keuangan untuk

Page 42: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

28

keluarganya. Dengan demikian dia harus tetap bekerja demi pemenuhan

kebutuhan hidupnya (wawancara dilakukan pada Desember 2012).

Potret kedua; Desa Taman Ayu Gunung Malang dan Bayan, merupakan

daratan yang berbukit bukit dan banyak ditemui tanaman kapas. Kaum perempuan

di desa ini terampil menenun dan sudah menjadi mata pencaharian mereka, setiap

rumah memiliki alat tenun, dan dikerjakan di bagian depan halaman rumah. Para

perempuan mulai dari gadis, ibu, dan lanjut usia menenun kain selendang atau

sarung. Kegiatan ini dilakukan setelah membereskan rumah, seraya merawat anak.

Penenun Nurhaeni, 25 tahun, menenun sejak di SMP hingga saat ini.

Keterampilan menenun diajarkan oleh ibunya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Desember 2012, Untuk

menyelesaikan satu helai selendang dengan ukuran 50 cm x 200 cm dibutuhkan

waktu sembilan hari kerja, sementara harga satu helai selendang Rp. 125.000,-

dan kain untuk sarung seharga Rp. 200.000,-. Mereka bekerja mulai pukul 10:00

sampai 16:00. Mereka kadang kala membeli bahan baku berupa benang katun di

kota, cenderung memilih benang dengan warna cerah seperti: kuning, jingga,

merah, hijau, dan biru. Produk yang dihasilkan adalah kain tenun berupa

selendang (dodot) dengan motif garis-garis, biasanya digunakan untuk kaum

perempuan. Sedangkan kain tenun dengan perpaduan warna shade, seperti cokelat

tua, merah tua, hijau tua, biasanya digunakan untuk kaum laki-laki.

Potret ketiga; Desa Nyurbaya terletak di dataran tinggi dan dikelilingi

hutan. Temperatur di daerah ini cenderung dingin. Keadaan alamnya

menghasilkan jenis tanaman seperti rotan, yaitu ketak (Lygodium Circinatun)

Page 43: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

29

yang tumbuh di pinggir hutan. Selanjutnya, ketak menjadi bahan baku untuk

produk anyaman. Kaum perempuan di desa ini pandai dan terampil menganyam.

Mereka mulai bekerja menganyam setelah pekerjaan membereskan rumah selesai

sambil menjaga anak atau bersosialisasi dengan sesamanya. Kegiatan ini

dilakukan di halaman rumah.

Ibu Mawar, 30 tahun, menganyam sejak di SMA. Berdasarkan wawancara

yang dilakukan pada 2012, studio tempatnya bekerja berfungsi sebagai galeri dan

memiliki beberapa orang pekerja. Mereka bekerja mulai pukul 10:00 hingga pukul

16:00. Satu buah tas berukuran 25 cm x 25 cm x 8 cm diselesaikan dalam waktu

enam hari, sesuai dengan model pesanan para pelanggan. Para pekerja selama satu

bulan mendapatkan upah sekitar Rp. 500.000,-. Produk anyaman terbuat dari rotan

untuk bagian dalam dan dililit dengan kulit batang ketak untuk bagian luar. Bahan

baku yang dipakai yaitu kulit tanaman ketak yang dikeringkan kemudian diraut

menjadi helaian tipis agar mudah dianyam. Galeri ini memproduksi sejumlah

besar barang-barang sebagai pesanan konsumen dari Bali dan Jepang. Pembagian

pekerjaan diatur sedemikan rupa menjadi; pekerjaan menyiapkan peralatan,

pembuatan rangka hingga menganyam dikerjakan oleh kaum perempuan,

sementara bahan baku yang berasal dari kebun atau pinggir hutan disiapkan oleh

anak-anak setelah pulang sekolah.

Untuk memahami kondisi sosial Perempuan Sasak di lingkungan tempat

tinggalnya, penulis juga melakukan pengamatan terhadap sistem pembagian

ruangan pada rumahnya; a). Ruang inti yang terdiri dari ruang kamar tidur dan

ruang tamu dan disebut sebagai Bale dalem ibu atau wastu citra (pusat kosmos

Page 44: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

30

rumah), merupakan ruang istirahat untuk ibu, Bale dalem isi, tempat menyimpan

pusaka atau ruang tidur anak, ruang produksi merupakan tempat bagi ibu untuk

bekerja atau menenun, dan ruang istirahat merupakan tempat istirahat bapak, dan

b) Ruang luar yang terdiri dari dapur, untuk ibu beraktifitas memasak makanan

menggunakan kayu bakar, peralatan memasak terbuat dari gerabah dan sendok

kayu, terdapat lumbung untuk menyimpan beras, tempat air, mandi dan cuci, di

bagian depan terdapat Berugaq, tempat untuk menerima tamu. Rumah di desa ini

terbuat dari kayu, dibangun di atas pondasi tanah yang ditinggikan, tiang

penyangga diletakkan di atas batu. Bagian depan halaman rumah terdapat

berugaq, yaitu bangunan beratap limas terbuat dari kayu yang dilapisi dengan

jalinan daun rumbia atau lontar (Borassus flalelifer). Lingkungan masyarakat di

desa hampir sama dengan desa lainnya, kondisi jalan dari tanah, pagar rumah

terbuat dari tanaman yang diatur seperti pagar, sangat menarik dan alami.

Pembagian ruang merupakan simbolisasi bahwa perempuan adalah pusaka

yang harus dilindungi; sebagai pemilik rumah (epen bale) dan penakluk sang

waktu. Sementara kaum laki-laki adalah; pemilik ruang luar (ruang publik) dan

penakluk ruang.

Penyelidikan lebih lanjut, secara intensif dilakukan pada Oktober 2014,

fokus pada kehidupan perempuan dan pekerjaannya serta hal-hal yang terkait

dengan keberadaan perempuan itu sendiri seperti: jenis pekerjaan, jenis

keterampilan, kebiasaan sehari-hari, kondisi keluarga, kondisi anak-anak, bentuk

rumah, dan lingkungan tempat tinggal.

Page 45: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

31

Peran perempuan dikonstruksikan menjadi sedemikian penting

berdasarkan adat budaya Sasak; ibu yang menjaga anak-anaknya secara lahir dan

batin. Perlindungan secara lahir dilakukan dengan cara mendidik dan menjaga

secara fisik, sedangkan perlindungan secara batin terikat pada kepercayaan

dengan mengadakan upacara adat istiadat yang dilaksanakan mulai dari kelahiran

hingga kematian. Perempuan menjadi figur utama dalam upacara tradisi daur

hidup manusia, menjadi penjaga keberlangsungan sebuah keluarga agar aktivitas

kehidupan tetap berlanjut dan bermakna keberadaannya.

Peran adat budaya sangat berpengaruh pada aktivitas perempuan dalam

bekerja sehingga memberikan karakter yang berbeda berdasarkan keterampilan

dan material yang digunakan dalam membuat produk serta ketersediaan bahan

baku dilingkungannya. Hal ini terlihat pada kegiatan sehari-hari para perempuan

di Desa Taman Ayu Gunung Malang sebagai penenun yang bekerja menggunakan

alat tenun tradisional jenis gedhogan. Penenun duduk di bawah (lantai), di bagian

tengah alat tenun, kakinya berselonjor ke depan untuk menahan rangkaian benang

lungsi yang disusun pada kayu. Kemudian, tangannya memasukkan benang pakan

yang digerakkan dari kanan ke kiri dalam rangkaian benang lungsi. Proses

menenun ini terus dilakukan hingga menjadi sehelai kain.

Penghasilan dari penjualan kain ini cukup untuk membeli beras, biaya

sekolah anak, dan kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya mereka menghasilkan kain

tenun hanya untuk kebutuhan ritual atau dipakai sendiri, namun kain tersebut

dapat dijual jika ada orang lain yang menginginkannya. Perempuan di Desa

Taman Ayu Gunung Malang bekerja untuk mengisi waktu luang setelah mereka

Page 46: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

32

pulang bekerja dari sawah atau ladang. Mereka bekerja bukan sebagai buruh,

melainkan menjadi tuan atas dirinya sendiri.

Perempuan di Desa Banyumulek, membuat barang-barang gerabah sebagai

keperluan rumah tangga dan perlengkapan interior rumah. Di sini, banyak

perempuan yang berstatus sebagai janda, baik ditinggal hidup maupun mati. Para

ibu hidup bersama anak-anaknya. Keterampilan yang dimiliki hanya membuat

gerabah dari tanah liat yang dibakar dengan suhu rendah. Pekerjaan ini dilakukan

di tanah lapang secara berkelompok. Mereka bekerja sebagai buruh dengan

penghasilan yang hanya cukup untuk makan dan keperluan sekolah anak-anaknya.

Kedudukan kaum perempuan di desa ini adalah sebagai buruh atau pekerja dengan

bayaran rendah.

Perempuan pekerja di Desa Nyurbaya yang terampil menganyam

menghasilkan produk berupa tas, perlengkapan interior rumah, dan perlengkapan

rumah tangga. Rancangan produk mengikuti selera pasar sehingga mendapat

pesanan dari luar Lombok bahkan luar negeri. Karena harga produk termasuk

mahal, maka penghasilan yang diterima cukup baik, sehingga dapat membiayai

hidup sehari-hari dan menabung. Mereka bekerja sebagai buruh toko atau galeri

dengan upah mingguan atau bulanan. Posisi perempuan di desa ini adalah buruh

yang terampil.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, pekerjaan perempuan sangat

terkait dengan keadaan alam dan lingkungannya yang menghasilkan bahan baku

sebagai material untuk dikreasikan menjadi produk seni sehingga dapat

dikelompokkan menjadi: a) Perempuan di Desa Taman Ayu Gunung Malang,

Page 47: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

33

sebagai penenun, membuat kain tenun sebagai sarana ritual. Peran ini sangat

penting karena para perempuan meneruskan aktivitas budaya Sasak, sehingga

tetap terjaga, b) Perempuan di Desa Banyumulek, merupakan potret kehidupan

perempuan dalam mempertahankan hidupnya dan menjalankan peran sebagai ibu,

dan c) Perempuan di Desa Nyurbaya yang memperlihatkan perkembangan proses

kreatif dalam menghasilkan produk seni.

C. Tinjauan Karya-Karya Terdahulu

Artefak secara aktif mengekspresikan ide, memiliki kekuatan untuk membentuk

dan mengubah kehidupan sosial. Hal ini sangat penting dan berdampak pada

dimensi politik dan sosial. Artefak digunakan oleh seniman atau kelompok

masyarakat sebagai alat pragmatis untuk merangsang, memikat, memanipulasi

perasaan sendiri dan orang lain serta perilaku yang dihasilkannya (Svasek, 2007).

Seniman dalam melihat hasil budaya tidak hanya memproduksi dan

menggunakan artefak, tetapi juga terpesona, terpikat, termotivasi dan

termanipulasi oleh objek artefak tersebut. Objek material tersebut menjadi

instrumen komunikatif yang kuat dan aktif membangkitkan tanggapan emosional

untuk menghasilkan tindakan sosial bahkan kegiatan berpolitik.

Kain tenun Sasak, sebagai artefak budaya, beserta karya-karya para

seniman kontemporer yang bertema keperempuanan memberi inspirasi pada

penulis dalam proses kreatif. Hal ini membuka dialog antar seniman dalam

pemilihan teknik, pemetaforaan material, pemilihan ide, dan sebagainya dengan

tujuan untuk menemukan keunikan dari masing-masing karya.

Page 48: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

34

Seniman seperti Nia Fliam, awalnya warga negara Amerika Serikat,

mengalami proses berkesenian hingga melakukan perjalanan sampai ke

Yogyakarta dan menemukan dunia seninya. Proses kontemplasi membuat

batinnya terus berkembang dan menemukan jiwanya. Budaya Jawa menjadi

inspirasi dalam setiap karyanya. Perupa perempuan ini melakukan perjalanan ke

tempat-tempat yang memberi inspirasi pada karyanya. Mereka keluar dari zona

nyaman sebagai perempuan yang tinggal di kota besar untuk mencari dan

menemukan makna hidup dan kesejatian berseni. Hal yang sama dilakukan

penulis dalam proses kreatif untuk penciptaan karya. Seniman lainnya seperti:

Linda Banks Hansee mengulas tentang konsep estetis; Noor Sudiayati, seniman

yang menggunakan material tanah liat; Dhyani Hendranto, menggunakan material

logam, dan ; Dolorosa Sinaga, menggunakan alumunium foil pada karyanya.

Karya-karya ini digunakan sebagai pembanding dan memperkaya wawasan

berkarya tentang keperempuanan. Kegiatan mengamati dan mempelajari karya-

karya terdahulu sangat berguna untuk mendudukkan karakteristik karya penulis

dalam peta karya sejenis. Karya-karya tersebut adalah:

1. Tenun Sasak

Kain tenun yang ada di Nusa Tenggara Barat ini berasal dari sebaran pengaruh

Bali Utara (Gringsing). Kain ini memiliki nilai ritual dan nilai pakai untuk sehari-

hari. Berawal dari kain yang ditenun oleh ibunya, digunakan untuk upacara

potong rambut bayi (kuris), kemudian dipakai oleh anaknya sebagai ikat pinggang

Page 49: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

35

atau sabuk, hingga dewasa. Ketika anak ini meninggal dunia, kain tenun tersebut

dipotong sebagian dan ditutupkan ke wajahnya, disebut kain usap.

Kain ini memiliki nama berdasarkan motifnya seperti bajak sari, umbak

kombong, dan lain-lain. Kain kombong, yaitu kain tenun yang dipakai sebagai

pelengkap upacara, berasal dari benang kapas berwarna putih-krem. Benang-

benang ini kemudian diberi warna menggunakan pewarna alam ramah

lingkungan. Warna pada kain memiliki makna simbolis, seperti: putih simbol dari

tulang yang artinya 'kehidupan', merah simbol dari darah yang artinya juga

'kehidupan', kuning simbol daging yang artinya 'kekuasaan', dan hitam simbol

dari tulang yang sudah hancur yang artinya 'kematian'.

Kain tenun umba berwarna merah, kuning, dan hitam dengan motif garis-

garis karena teknik tenun, terbuat dari benang kapas, berukuran lebar 10 sampai

20 cm, panjang 1 sampai 1,5 meter. Kain-kain lainnya dipakai untuk kegiatan

sehari-hari, di antaranya sabuk anteng, kain untuk para perempuan dipakai

sebagai angkin, yaitu kain yang dililitkan di pinggang. Ada juga kain dodot atau

selendang yang digunakan untuk upacara adat, nyongkolan, yaitu prosesi jalan

beriringan mendampingi pengantin yang merupakan salah satu bagian upacara

prosesi pernikahan. Selain itu, kain gaet yang memakai dua warna benang,

ditenun untuk kaum laki-laki, dan biasanya berwarna lebih gelap seperti coklat

tua, merah tua, dan hijau tua.

Bahan baku kain berasal dari serat alam, yaitu tumbuhan kapas. Bunga

kapas diolah menjadi benang kemudian dikelompokkan berdasarkan besaran

diameter. Awalnya, benang ini berwarna putih dan krem. Kemudian benang ini

Page 50: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

36

diberi warna dengan cara mencelup benang ke dalam zat pewarna ramah

lingkungan atau zat kimia. Pengolahan lebih lanjut dilakukan dengan cara serabut

kapas dipelintir dan ditarik hingga panjang dan digulung menjadi benang.

Selanjutnya, proses menenun dimulai dengan menyiapkan alat tenun, memasang

benang lungsi pada kayu sipe (tempat benang lungsi), dan menenun hingga

menjadi kain. Teknik tenun dengan pola anyam datar dan teknik sungkit (songket)

diterapkan untuk membentuk pola geometrik. Pola garis-garis terbentuk karena

perpaduan warna kontras, seperti kuning, jingga, merah, hijau, dan biru secara

berdampingan, sehingga memberi kesan jelas, tegas, cerah, dan dinamis (Indah,

Handayani Usri, et al., 2000).

Berdasarkan wawancara dengan penduduk di Desa Bayan pada Maret

2015, agar kain tenun tetap stabil, maka benang harus dilumuri nasi supaya agak

keras, sehingga kain menjadi renggang dan kuat. Proses ini dikerjakan secara

manual dengan memanfaatkan sisa nasi yang tersedia, sehingga tidak ada polusi

atau sampah yang terbuang.

Gambar 2.1 Kain tenun Umba’

Sumber: Dokumentasi Wijayanti, 2015.

Page 51: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

37

Sabuk anteng dan selendang yang biasa dipakai oleh kaum perempuan

menggunakan komposisi warna kontras, sehingga tercipta motif garis-garis yang

tegas, kuat, dan lurus. Kesan yang ditampilkan oleh kain ini adalah dinamis,

cerah, semarak, dan bersifat festive. Hal ini sesuai dengan fungsi kain tersebut

yang selalu dipakai pada pesta rakyat atau perayaan budaya. Masyarakat Sasak

menyatakan bahwa kemewahan tercipta melalui warna-warna yang cerah dan

semarak. Warna putih, merah, kuning, dan hitam, merupakan warna simbolis yang

digunakan Masyarakat Sasak sebagai pernyataan siklus kehidupan manusia.

Warna memiliki hubungan dengan pengalaman hidup manusia dan budaya

di mana mereka berada. Warna digunakan sebagai simbol ekspresi dari ide, nilai,

kesucian, keagamaan, nilai kebaikan, dan kesopanan (Van Leeuwen, 2011, h. 49).

Hasil intepretasi karakteristik visual tenun Sasak merupakan tafsiran dari

makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Setiap penafsiran justru dapat

mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan di balik struktur

bentuk, misalnya unsur psikologis, latar belakang sosial budaya, gagasan,

abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu

senimannya (Feldman, 1967, h. 479).

Kain tenun sebagai ekspresi subjektif, merupakan kain hasil produksi

seniman sebagai cara ungkap dan pernyataan tentang segala hal yang menjadi

obsesi. Secara visual terwujudnya kain melalui teknik tenun, emosi „rasa‟, struktur

jalinan tenun, komposisi warna, dan material, dapat mewakili perasaan seniman.

Karya tenun sebagai ekspresi merupakan memori yang tersimpan pada material,

merupakan media meditasi dan doa kepada Sang Pencipta, dan sebagai curahan

Page 52: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

38

rasa cinta kepada keluarga melalui aktivitas berkesenian. Maka, ekspresi visual

tenun ditentukan oleh teknik dan struktur tenun, warna benang, dan sisipan atau

objek aksesoris yang melekat pada struktur tenun.

2. Konsep Seni Batik karya Nia Fliam

Kajian sumber terhadap karya Nia Fliam didasari pada pengamatan karya dan

wawancara pada September 2012. Fliam seorang warga negara Amerika yang

sudah lama tinggal di Yogyakarta, menikah dengan Agus Ismoyo, pria

Yogyakarta dan dikaruniai seorang anak. Fliam tertarik pada batik sejak 1983.

Bersama Ismoyo, Fliam mendirikan galeri sekaligus tempat kerja pada 1985, dan

diresmikan pada 1995. Fliam selalu merasa seperti anak kecil di taman kanak-

kanak yang haus akan ilmu pendidikan, khususnya batik, dan tak pernah puas

serta ingin terus menggali kemungkinan-kemungkinan yang didapat dari proses

eksperimen batik.

Karyanya dapat digolongkan dalam wilayah finer art atau commercial

work bergaya abstrak. Fliam melakukan eksplorasi teknik secara maksimum

menggunakan simbol-simbol ornamen batik, seperti motif parang dan kawung.

Motif batik dianggap sebagai simbol siklus kehidupan manusia Jawa yang

mewakili rasa dan pikiran sehingga pada akhirnya memberikan pencerahan jiwa.

Konsep dari proses kreatif Fliam adalah „mengolah rasa hingga memiliki perasaan

damai‟. Menurutnya, batik disempurnakan oleh Bangsa Indonesia karena

masyarakat Jawa dapat mengolah rasa dan keseimbangan. Dapat dikatakan bahwa

Fliam telah menjalani proses „keempuan’ dan menemukan sesuatu pada batik,

Page 53: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

39

yaitu semakin murni dikerjakan maka semakin memiliki sesuatu yang intangible

untuk dimanfaatkan hingga akan tercipta resonansi (getaran) dari karya tersebut.

Menurutnya, karya seni beresonansi adalah karya yang memiliki getaran,

semacam cahaya, sehingga orang melihat karya itu akan menyukainya. Karya

akan memberi efek resonansi bila sang seniman menjalani peristiwa agony. Salah

satu karyanya bercerita tentang „perempuan menuju jalan keempuan’ dengan cara

membersihkan diri. Bagi Fliam, perempuan memiliki tiga peran; perawan, ibu,

dan hyang. Hyang inilah yang dimaksud dengan keempuan, tempat terakhir tujuan

para perempuan. Pengalaman batin yang sangat kaya didapatinya setelah ia

sebagai orang Amerika melakukan perjalanan ke tanah Jawa, berpindah

kewarganegaraan untuk mengeksplorasi batik. Ia mempelajari spirit dan budaya

Jawa lewat batik. Sikap dan pandangan hidupnya mencerminkan kecintaan dan

penghargaannya pada budaya (Jawa) yang notabene bukan warisan leluhurnya.

Gambar 2.2 Karya tekstil yang terinspirasi dari motif Kawung, teknik batik cap dan tulis,

sutera, naphtol, © Nia Fliam, 2010.

Sumber: dokumentasi oleh Wijayanti, 2010.

Fliam mengksplorasi karya tekstilnya pada bagian permukaan kain, yaitu

dengan memadukan dua helai kain yang terdapat pada bagian bentuk kawung

sehingga tampak menyatu. Dalam karya ini, dua helai kain bermotif kawung

berwarna kuning pada bagian atas dengan merah pada bagian bawah dipadukan.

Page 54: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

40

Perpaduan warna, dan teknik menjahit memberi efek artistik pada permukaan

kain. Detail bagian permukaan kain memperlihatkan keahliannya dalam menjahit

dengan cara manual.

3. Konsep Estetik karya Linda Banks Hansee

Linda Banks Hansee adalah seorang seniwati yang bermukim di New York.

Hansee membuat karya, biasanya dalam bentuk hiasan dinding, menggunakan alat

tenun. Hansee memasukkan objek-objek alami seperti daun, ranting, kerang dan

rumput ke dalam struktur tenun, dan menenun menggunakan empat rangka

penyangga tempat memasang benang lungsi dan menganyam benang pakan yang

terbuat dari sutera, rayon, katun, dan wool. Konsep dari karya tenunnya adalah

„berkreasi dengan benda-benda alami yang terinspirasi dari keindahan alam‟.

Hansee memanfaatkan hasil alam seperti warna asli pada material, tekstur serat,

dan elemen lain yang muncul dari alam.

Hansee menggunakan found object, baik yang alami atau buatan manusia

(man made), yang dapat ditemukan (atau dibeli) oleh seniman (Linda Banks

Hansee) dan dijaganya/disimpannya karena ketertarikan seniman terhadap objek

tersebut. Ada kemungkinan bahwa seniman mengambil dan mengolah objek

tersebut sebagai bagian dari karya seni yang dibuat. Objek yang ditemukan

kadang dimodifikasi dan dipresentasikan sebagai karya seni. Perpaduan antara

objek temuan dengan kreativitas seringkali memunculkan keindahan artistik dan

tak terduga. Kadangkala objek temuan yang dipakai juga dapat dikreasikan

menjadi kekuatan atau cerita puitis yang mengeksplorasi aspek sosial atau sejarah.

Page 55: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

41

Gambar 2.3. Karya tenun, Nautilus Shell with Green and Lavender

Teknik tenun, benang mohair, warna gradasi hijau, biru dan ungu muda, benang

wool putih dan rayon. 22 x 28 inci Sumber: www.lindabankshansee.com

Tampaknya Hansee memiliki kesan atau memori khusus terhadap found

objects berupa kerang-kerang. Hal ini terlihat pada komposisi sejumlah karyanya

yang menggunakan kerang dalam berbagai ukuran dan warna alami. Kekuatan

karyanya terlihat dalam pemilihan bentuk dan komposisi berbagai ukuran kerang,

yang memberikan narasi tentang alam. Kombinasi benang yang ditenun menjadi

kekuatan artistik dan memberikan nuansa tertentu pada kerang tersebut sehingga

tampak seperti puisi yang indah dan alami.

Aksen dibentuk dengan menyisipkan material pada permukaan kain tenun.

Material yang disisipkan ini juga memunculkan memori pada suatu suasana

tertentu. Objek yang disisipkan tersebut berupa berbagai jenis cangkang kerang,

yang akan membangun ingatan pelihat pada alam laut atau suasana pantai. Di sisi

lain, karya-karya Hansee mengingatkan penulis pada produk kriya yang dibuat

oleh perempuan di Desa Nyurbaya menggunakan ketak sebagai sisipan dengan

teknik anyam yang memperlihatkan hasil budaya Sasak.

Page 56: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

42

4. Keramik karya Noor Sudiyati

Noor Sudiyati adalah seorang seniman keramik yang berkarya dengan material

tanah liat. Karya-karyanya menggunakan motif batik dan bertemakan flora, seperti

bentuk kelopak bunga, daun yang bertumbuh, berlimpah, dan bertumpuk yang

bergerak mencari sinar matahari. Melalui wawancara pada Agustus 2013, didapati

konsep berkarya Noor Sudiyati, yaitu bahwa citra bertumbuh dan menjalar

diciptakan sebagai energi bumi, anggun, cantik, kokoh, dan menjalar. Eksplorasi

yang dilakukan pada bentuk anatomi tumbuhan, seperti bunga dan kelopaknya,

daun dengan tulang-tulangnya, sehingga tampak natural, hidup, tergerai dan

panjang menjuntai. Setiap kelopak bunga dan daun dibuat sangat artistik melalui

ekplorasi material tanah yang tampak berwarna hitam hangus dan putih porselin.

Ornamen tekstur terlihat melalui teknik toreh, pilin, pitching, tempel, dan slab.

Gambar 2.4. Gerak Dalam Hidup, 50 x 37 cm, teknik pinch, keramik

Sumber: © Noor Sudiyati, 2018.

Berdasarkan kerangka Weisberg (1993), seniman dapat menciptakan karya

berdasarkan pengalaman batin yang telah dialaminya, sehingga menjadi dorongan

kuat untuk mentransformasi dan mengobjektifikasikan segala hal yang imajiner

Page 57: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

43

menjadi mewujud. Sementara, untuk mewujud, karya tersebut membutuhkan

material agar dapat mewakili ide tersebut. Hal ini merupakan suatu proses

metafora yang diperlihatkan oleh seniman pada sebuah karya.

Seorang perempuan dengan pengalaman hidup yang panjang cenderung

untuk memperlihatkan sifat keperempuanannya melalui material yang digunakan.

Di tangannya, tanah liat diolah menjadi berirama, lembut, elegan, dan mapan

sehingga karya yang dihasilkan terasa menjadi lebih hidup, bergerak dan

bertumbuh. Sifat itu tampak pada karyanya yang berupa kelopak bunga berbahan

keramik dengan bentuk organis membentuk lengkungan kelopak bunga. Hal ini

pun akan terlihat pada karya tenun dengan tema Perempuan Penjaga Tradisi yang

memperlihatkan kerapuhan, melayang, dan bertumbuh sebagai pemetaforaan sifat

perempuan.

5. Aksesoris karya Dhyani Hendranto

Dhyani Hendranto lahir di Indonesia dan telah menghabiskan sebagian hidupnya

di Eropa, Asia, Australia dan di tanah kelahirannya sendiri. Pengalamannya

tinggal di mancanegara memperkaya proses kreatifnya, terlihat pada karyanya

yang beragam, dan memiliki karakteristik unik. Proses kreatif tersebut merupakan

hasil kontemplasi dari berbagai latar belakang budaya yang telah dialami.

Dhyani menggunakan teknik dan proses pengolahan material khusus yang

telah dipelajari di Jerman dan India. Karya-karya yang diciptakan terbuat dari

bahan logam, berupa asesoris perhiasan tubuh hingga perhiasan yang mematung.

Hendranto kerap menggunakan mixed media dengan menggabungkan beragam

Page 58: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

44

medium seni yang bersumber dari hasil olah gerak dan video art. Karyanya

terinspirasi dari persoalan pengalaman perempuan, pesan-pesan tentang

kesetaraan gender, dan intervensi-urban.

Karya-karya Hendranto memperlihatkan karakter perempuan dan

diwujudkan melalui material logam yang diolah sedemikian rupa sehingga tampak

berirama, lembut, cantik, dan cerdas. Karya aksesoris yang „mematung‟ memberi

kesan monumental dan invidual. Material logam yang kuat dan kokoh dapat

tampil bergelombang, meliuk, dan menari. Sementara pada karya tenun dengan

tema Perempuan Pelaku Seni ekspresi meliuk dan menari dimetaforakan dengan

material benang.

Gambar 2.5. ‘Milky Weg’

Brass, sea coral, stainless steel, 75 x 70 x 55 cm Sumber: © Dhyani Hendranto, 2017.

6. Patung karya Dolorosa Sinaga

Salah satu pematung yang mengangkat tema perempuan dengan segala

persoalannya adalah Dolorosa Sinaga. Ia berkarya melalui medium patung dengan

material lilin, lempung, bronze, alumunium dan yang terakhir plastik. Karya-

Page 59: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

45

karyanya memperlihatkan kekuatan bentuk (shape) sebagai perwakilan dari

bahasa tubuh (body language) dan gestur figur perempuan.

Dolorosa menangkap segala „persoalan‟ yang dialami oleh para

perempuan dalam menjalani hidupnya, menangkap esensi kehidupan sehingga

menjadikan dia resah, galau, bahkan tertekan, seperti misalnya peristiwa Mei

1998, bencana Tsunami Aceh, yang semua itu tertuang pada gestur tubuh

perempuan yang dipatungkannya. Dolorosa sangat menyukai karakter dari

material yang digunakannya. Warna yang tampil pada patung-patungnya berasal

dari material yang dipakai sehingga ambience atau atmosfer yang dibangun

tampak kuat dan dominan. Hasil kerja tangannya seperti mengaliri ruh atau spirit

kehidupan sehingga wujud karyanya tampak bermakna, bukan hanya sekedar

seonggok perunggu atau plastik. Spirit tertentu juga tampak pada guratan-guratan

di permukaan perunggu atau plastik, guratan penuh dengan tekanan dan emosi

bahkan “rasa” di mana dia mengalami segala sesuatu dengan instrumen material

untuk karya patungnya, seperti ingin membebaskan dari belenggu.

Gambar 2.6. Display pameran karya patung Dolorosa Sinaga, tema tentang

‘keseharian’ perempuan sebagai tarian kehidupan, TIM – Jakarta.

Sumber : dokumentasi Wijayanti, 2013.

Page 60: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

46

Dolorosa meninggalkan jejak pada karya patungnya, melalui guratan-

guratan emosi dan „rasa‟ pada permukaan material alumunium yang

memperlihatkan kelembutan, irama, kehangatan, ketangguhan dan kekuatan

seorang perempuan yang tengah berjuang.

D. Temuan Konsep Penciptaan

Berdasarkan pengamatan di tiga desa tersebut, dapat diketahui kondisi pekerja

perempuan di dalam komunitas masyarakat Sasak. Hampir semua perempuan di

Desa Banyumulek menjadi pembuat gerabah dan mayoritas menjadi buruh

berpenghasilan minim. Perempuan dengan status „ditinggal suami‟ hidup

sederhana dan bertanggungjawab menjalankan pekerjaan untuk menghidupi anak-

anaknya. Kondisi seperti ini menjadikan posisi Perempuan Sasak sebagai

penyangga kebutuhan ekonomi keluarga. Hanya perempuan itu sendiri yang harus

menyelematkan kehidupan diri dan anak-anaknya.

Kaum perempuan di Desa Taman Ayu Gunung Malang bekerja menenun

lebih tanpa „paksaan‟. Mereka menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Salah satu peran

perempuan di desa ini yaitu menjalankan upacara tradisi yang melibatkan proses

pembuatan kain tenun. Secara tidak langsung peran itu menjadikan perempuan di

Desa Taman Ayu Gunung Malang memegang posisi penting, sebagai penjaga adat

budaya Sasak.

Perempuan di Desa Nyurbaya, bekerja membuat produk yang selain

bernilai budaya juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Mereka

memproduksi barang kerajinan baru yang mempertimbangkan selera pasar.

Page 61: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

47

Kondisi tersebut sangat membantu dalam menjalankan ekonomi masyarakat dan

menaikkan pendapatan daerah. Kaum perempuan di desa ini dapat dianggap

sebagai agen perubahan dan pelaku seni.

1. Temuan konseptual perempuan Sasak dengan pekerjaannya

Relasi antara: budaya, perempuan, jenis pekerjaan, dan ekspresi visual dapat

terlihat pada hubungan teks dari pernyataan Williams, Ramachandran, Feldman,

dan Fakih. Tahap riset dan temuan konseptual dari masing-masing konsep

tersebut seperti yang disarikan dalam tabel 2.1.

No Konsep Pernyataan Relasi dengan perempuan

pekerja Sasak dan visual

1 Culture (budaya)

(R. Williams)

Kegiatan budaya dapat

dilihat pada bentuk seni

dan karya intelektual

manusiawi

Reproduksi budaya

membuat organisme atau

bentuk baru dari jenis

yang sama

Pembentukkan kelompok

kerja berdasarkan keahlian

individu

Budaya yang terseleksi

dari tradisi (culture of the

selective tradition)

Hubungan antara elemen

afektif/ perasaan/ emosi

dengan kesadaran yaitu

pikiran yang dirasakan dan

perasaan sebagai pikiran.

Wacana perempuan sebagai

makhluk intelektual dan

mandiri

Temuan alat kerja, alat tenun

bukan mesin yang dapat

membuat varian baru,

Pengelompokkan pekerjaan

perempuan berdasarkan

keterampilannya:

1) Perempuan terampil

membuat gerabah

2) Perempuan terampil

menenun

3) Perempuan terampil

menganyam

Hubungan keterampilan,

emosi, dan karya seni

keperempuanan menjadi

wacana:

(1) Karya tenun perempuan

penyangga keluarga,

(2) Karya tenun perempuan

penjaga tradisi,

(3) Karya tenun perempuan

Page 62: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

48

pelaku seni,

Menghasilkan pemikiran

kritis dan analitis

Menjaga jarak antara

subjektif dan objektif, agar

dapat mereproduksi budaya

2 Rasa

(V.S. Ramachandran)

Sembilan aturan estetika:

1) grouping

(pengelompokkan)

2) peak shift (rasa,

menarik esensi dari

sesuatu)

3) contrast (kontras)

4) isolation (bentuk garis

yang efektif)

5) peekaboo (pemecahan

masalah perseptual)

6) abhorrence of

coincidences (akal logis

untuk menghindari

kebetulan)

7) orderliness (ketertiban)

8) symmetry (simetri)

9) metaphor (metafora)

Empat unsur proses kreatif

dapat dirangkum menjadi

tahapan-tahapan, yaitu:

1) Estetika „rasa‟ dan esensi,

adalah proses pengamatan

peneliti terhadap objek

perempuan dan budaya Sasak

2) Kontras, merupakan proses

kreatif dalam menentukan

material, teknik, desain, dan

perwujudan karya dengan

intensitas yang berbeda

3) Pemetaforaan, merupakan

persepsi, menerima, dan

menganalisis kode-kode

objek penelitian, menjadi

uraian yang dapat divisualkan

dengan cara baru

4) Visualisasi, merupakan

proses kreatif, perwujudan,

dan penyajian karya yang

mewakili peran perempuan,

- Memasuki bidang sosial,

- Menghasilkan pengalaman

artistik „menjadi‟ bagian dari

budaya Sasak.

3

Elemen visual

sebagai tata bahasa

seni

(E.B. Feldman)

Elemen visual bahasa rupa

yang terdiri dari: garis,

bentuk, terang- gelap,

warna, dan tekstur.

Organisasi elemen visual

dilihat dan

dikomunikasikan melalui

komposisi: kesatuan,

keseimbangan, irama, dan

proporsi.

Analisis karya seni yang

menggunakan

- struktur bentuk

- fungsi produk (fisik,

sosial, dan personal)

Visual kain Sasak:

1) komposisi: stabil, introvert

2) warna: merah, hitam,

putih, biru, kuning

3) tone warna dominan

4) pewarnaan dengan

mencelup benang

5) struktur tenun polos

/ anyam datar

6) bentuk tenun: rapat, kuat,

kokoh, stabil

Fungsi tenun:

a) media upacara/ritual

b) simbol siklus kehidupan

manusia

Page 63: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

49

- gaya seni(imitasi,abstrak,

dan representasional)

- interaksi media dan

makna denotasi, konotasi,

dan interpretasi simbolik

Membuat komposisi dan

irama pada karya, seperti

„menari‟ dengan jiwa

keperempuanan.

4 Peran dan fungsi

perempuan,

Mansour Fakih

Perempuan pada struktur

sosial:

a) perempuan sebagai

makhluk ciptaan Tuhan

dengan hak kemerdekaan

atas dirinya

b) memiliki anatomi

reproduksi khas

c) menjalani aturan sistem

kekeluargaan, sosial,

agama, dan kepercayaan

Perempuan dengan

intelektualnya dapat bekerja

secara mandiri

Perempuan yang menjalani

kehidupan dengan

membentuk keluarga,

menjalani ritual, menjaga

tradisi, serta memproduksi

budaya, dengan menjalankan

acara seni budaya secara

kontinu.

Tabel 2.1. Relasi budaya, perempuan, jenis pekerjaannya dan ekspresi visual

Sumber: hasil ringkasan pemikiran penulis tentang konsep budaya, estetika, dan wacana

perempuan.

2. Temuan Konseptual Perempuan Sasak dalam Proses Kreatif

Tahapan proses kreatif yang telah dilakukan penulis didasarkan pada intisari dari

konsep budaya, estetika rasa, bahasa visual, dan keperempuanan, sehingga

menjadi: a) penyelidikan dan pengamatan Perempuan Sasak, b) pengorganisasian

data, dan c) produksi karya baru.

Berdasarkan pengamatan pada tiga desa tersebut, dapat dilihat kondisi

pekerja perempuan pada komunitas masyarakat Sasak, yaitu: (a) Perempuan di

Desa Banyumulek, menjadi pembuat gerabah, mayoritas sebagai buruh

berpenghasilan minim yang menjadikan posisi perempuan sebagai „penyangga

kebutuhan ekonomi keluarga‟ dan diri sendirilah yang harus menyelamatkan

kehidupannya, (b) Perempuan di Desa Taman Ayu Gunung Malang, bekerja

menenun, menjadi tuan bagi dirinya sendiri, menjadikan posisi perempuan di desa

ini sebagai „penjaga tradisi adat istiadat budaya Sasak‟, dan c) Perempuan di Desa

Page 64: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

50

Nyurbaya yang bekerja membuat produk estetis bernilai budaya serta ekonomi

yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, menjadikan posisi perempuan di desa

ini sebagai „pelaku seni‟.

Pengamatan yang mendalam ini merupakan keadaan realita para

Perempuan Sasak yang sebenarnya. Hal ini tidak akan tampak jika tidak

menelusuri lebih dalam dan jauh tentang kehidupan keseharian Perempuan Sasak

di pedesaan. Keadaan yang menggugah emosi dan psikologis tentang perjuangan

seorang perempuan untuk keluarga, kepercayaan, dan dirinya, bukan potret

perempuan dalam kondisi mapan, berkecukupan, dan memadai dalam sosial

masyarakat saat ini. Peristiwa pengamatan ini dapat dianalogikan seperti

„menyelam di bawah air‟.

Pada permukaan air, terlihat air yang tenang dan bergelombang indah

sehingga jika menyelam ke bawah permukaan laut diharapkan ada pemandangan

biota laut atau terumbu kerang yang indah mempesona. Namun pada

kenyataannya, dapat terlihat suasana bawah laut yang porak poranda dan hal ini

akan menguras emosi. Pernyataan Ramachandran tentang menggunakan „rasa‟

dan empati dirasa tepat untuk mengggambarkan situasi dan keadaan di bawah air

(underwater) tersebut.

„Underwater‟ dapat dianalogikan sebagai fenomena gunung es; realita

yang terlihat di permukaan tidak sebesar di bawahnya dan realita yang sebenarnya

berada di bawah air. Maka, penulis menamakan tahap pertama sebagai

Underwater, bertujuan untuk melihat realita yang sesungguhnya, mendapatkan

data yang sebenarnya, merasakan ativitas keseharian, dan mendapatkan energi

Page 65: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

51

yang esensial. Tahap ini dilakukan penulis ketika mengalami peristiwa „menjadi‟

Perempuan Sasak. Fisik, batin, dan pikiran lepas dari keseharian untuk merasakan

„menjadi‟ Perempuan Sasak. Penulis menyelami wilayah realita pekerjaan

Perempuan Sasak. Penulis secara sadar mengalami, menjalani, mengetahui, dan

mendapatkan segala hal tentang ke-Sasak-an.

Konsep tentang wacana Perempuan Sasak dan estetika rasa tersebut dapat

dibuat lebih jelas dan esensial. Tahap ini masuk pada kondisi „kritis‟ dan analitis

dengan menggunakan pemikiran dari Williams tentang pembagian pekerjaan.

Metode yang dilakukan yaitu dengan cara membuat kategori jenis pekerjaan

perempuan sesuai dengan keterampilannya, pengorganisasian data, serta memilih

dan memilah elemen rupa sesuai dengan kebutuhan perwujudan karya yang akan

diproduksi sehingga terbentuk wacana perempuan berdasarkan jenis

pekerjaannya. Hasil dari kategorisasi tersebut adalah: 1) perempuan penyangga

keluarga, 2) perempuan penjaga tradisi, dan 3) perempuan pelaku seni. Wacana

tersebut akan divisualisasikan menggunakan unsur „rasa‟ dan esensi, kontras,

pemetaforaan, dan visualisasi. Unsur tersebut digunakan menjadi metode atau

bagian dalam proses kreatif panduan karya tenun sebagai representasi

keperempuanan.

Karya bertema „keluarga‟ memperlihatkan peran perempuan sebagai

penyangga keluarga dan pencari nafkah, dengan mengedepankan sifat perempuan

yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang kepada suami dan anak-anak, serta

kelenturan dalam mengasuh serta mendidik keluarga. Terkadang nilai-nilai

Page 66: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

52

tersebut rapuh dan lentur, namun harus tetap bertahan dalam menjalani kehidupan

bermasyarakat agar keluarga menjadi kuat dari segala cobaan kehidupan.

Karya bertema tradisi mewakili peran perempuan sebagai penjaga tradisi

budaya. Perempuan harus memiliki jiwa dan pandangan hidup mapan, agar kuat

dan kokoh dalam menjalani dan memaknai hidup. Memiliki pikiran bersih dan

suci batin agar kemurnian pikiran tetap terjaga. Bersikap anggun dan magis, agar

tampak terhormat. Bertindak sakral dan meditatif agar dapat melihat hal baik dan

buruk dalam kehidupan.

Karya selanjutnya mewakili profesi perempuan sebagai pelaku seni atau

perempuan yang memproduksi karya seni sebagai jalan hidupnya. Perempuan ini

harus bersifat dinamis, fleksibel, dan lentur dalam menjalani dan memaknai hidup

melalui karya seninya. Perempuan harus memiliki emosi „meriah‟ agar karya-

karyanya memberi inspirasi bagi pelihat dan memiliki „rasa‟ dan sensasi agar

karyanya berjiwa. Perempuan mengekspresikan sisi ekstrovert agar dapat

merespon hal-hal yang terjadi dalam masyarakat. Menggunakan pikiran pada

persoalan emosi, empati, dan kesadaran, yaitu pikiran yang dirasakan dan

perasaan sebagai pikiran. Pernyataan Williams dirasa tepat untuk

mengggambarkan situasi dan keadaan kritis tersebut.

Perempuan memiliki jiwa merdeka, seperti yang dinyatakan oleh Fakih

dan divisualkan melalui bahasa seni dari Feldman menggunakan garis, bentuk,

warna, bidang, dan tekstur kain yang masing-masing mewakili keperempuanan.

Peristiwa ekstasi, trans, sublim, dan agony yang terjadi pada diri penulis dapat

dirasakan melalui perabaan tekstur benang, penciuman serat alami, dan visual

Page 67: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

53

warna-warna alam menyatu membentuk jalinan yang mewujud. Merasakan

empati terhadap ketangguhan perempuan, hingga membayangkan bentuk-bentuk

yang dapat mewakili keperempuanan, menyebabkan relung-relung otak menjadi

tegang, berkembang, dan membuat loncatan-loncatan pikiran jauh ke depan.

Tubuh bergerak, tangan memegang kayu pakan, mengangkat, menari, dan

menurunkan benang-benang lungsi, dengan irama lembut, pelan, kadang cepat,

kuat dan menghentak, namun harus kembali lemah, dan pelan, sampai benang

terputus. Menjalin dan membentuk anyaman, hingga tangan mengalami kelelahan

yang sangat, dan tubuh terasa remuk redam. Istirahat sejenak, menghirup udara,

meluruskan, dan melemaskan badan dalam irama ketukan kayu tenun. Bekerja

seperti tubuh yang „menarikan‟ kehidupan. Tarian dilanjutkan lagi, kali ini tubuh

lebih segar, tarian lebih dinamis, tangan lebih kokoh, dan kaki lebih kuat, terus

menghentak berirama. Tubuh terus bekerja, hingga benang-benang pakan dan

lungsi terjalin menjadi jalinan kain yang kuat dan kokoh, seperti jiwa perempuan

yang terbang dan melayang merasakan kebebasan hidup, berkehendak,

memberikan hidup pada sang anak, menyusui sang bayi, berkuasa atas rumahnya,

menjadi ratu di istananya, dan menjadi berpasangan dengan pendampingnya.

Demikianlah hidup dan tarian jiwa seorang perempuan.

Jadi temuan konseptual tentang perempuan Sasak dalam proses kreatif

berkarya diawali pada tahapan Underwater, menghasilkan pengamatan terhadap

fenomena perempuan dan pekerjaannya. Tahap „Kritis‟ menghasilkan pemilihan

dan penyeleksian data, dilanjutkan dengan tahap „Dance of the Soul’ yang

Page 68: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

54

menghasilkan proses kreatif berkarya untuk menghasilkan dan menyajikan karya

baru.

3. Temuan Material, Alat, Struktur Tenun, dan Visual Karya

Material yang digunakan dalam proses berkarya sangat terkait dengan lingkungan

dan merupakan simbol artefak yang mewakili budaya Sasak. Material tersebut

merupakan perwakilan karakter perempuan dan found object seperti: 1) kapas,

merupakan bahan utama pembuatan benanga yang di mana bunga kapas ini

tumbuh dari tanaman kapas (Gossypium), 2) koin berbentuk lingkaran dengan

lubang berbentuk segi empat di bagian tengah yang memiliki aksara Jawa Kuno

atau aksara Cina, 3) kulit kerang dari jenis nautilus mutiara atau nautilus berkamar

(Nautilus pompilius), yang diperoleh dari sekitar pesisir Lombok, Makassar, dan

Kep. Ambon, 4) bagian kulit batang dari Ketak (Lygodium Circinatun) yang

berasal dari tanaman merambat dan tumbuh di hutan dekat Desa Nyurbaya, 5)

keramik, yang merupakan perwakilan dari produk masyarakat Desa Banyumulek

yang membuat gerabah sebagai perlengkapan rumah tangga, 6) padi, yang

merupakan bahan makanan pokok masyarakat Sasak dan banyak diproduksi di

Lombok, 7) Aksesoris renda, yang identik dengan perempuan feminin, cantik,

lembut, dan berdandan, dan 8) Aksesoris kancing yang terbuat dari kerang,

berfungsi sebagai penghubung bidang satu dengan yang lain.

Secara ergonomis, postur badan ketika bekerja memperlihatkan posisi

kerjasama antara tangan, kaki, dan badan. Hal ini dapat memberikan atau

menambahkan kekuatan atau tenaga, dan kenyamanan ketika bekerja dalam waktu

Page 69: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

55

lama. Posisi ini juga dapat dihubungkan dengan kebiasaan masyarakat di Asia

yang menyelenggarakan upacara atau ritual dengan posisi di atas tanah, tikar, atau

alas, karena terhubung langsung dengan energi bumi atau tanah. Selain itu, hal ini

juga disebabkan karena pertimbangan etika dan kesopanan.

Tidak semua perempuan yang beraktivitas atau bekerja saat ini dapat

bekerja dengan cara duduk di lantai. Banyak perempuan telah terbiasa bekerja

dengan duduk di kursi dan menggunakan meja, sehingga untuk bekerja menenun

dengan posisi nyaman dan mempertimbangkan faktor ergonomi, dibutuhkan alat

tenun bukan mesin yang dirancang khusus untuk postur dan ukuran tubuh

perempuan (Indonesia) sehingga nyaman bekerja untuk waktu lama.

Tenun yang dihasilkan perempuan seyogyanya merupakan hasil kreativitas

yang diolah dengan rasa dan pikiran yang intensif, bukan dari sikap pasrah seperti

perempuan buruh. Kreativitas „menari‟ di atas tenun merupakan aktivitas

menenun dalam berkarya, terlihat pada keunikan struktur tenun yang berbeda satu

sama lain. Jalinan antara bagian vertikal (benang lungsi) dan horizontal (benang

pakan) menunjukkan relasi antara sifat perempuan dengan struktur tenun.

Hubungan antara tenun Sasak dengan karya tenun baru dianalisis melalui struktur

bentuk, fungsi tenun, dan peran perempuan yang dijabarkan pada tabel 2.2.

No Elemen tenun Kain tenun

terdahulu (Sasak) Kain tenun yang akan dibuat

1 Struktur Bentuk

Komposisi:

Stabil, introvert

Komposisi:

Dinamis, extrovert

Warna:

Merah, hitam,

putih, biru, kuning

Warna:

Gradasi merah, jingga, hitam, abu-abu,

coklat tua, gradasi putih, biru, kuning

Page 70: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

56

Tone warna:

Dominan

Tone warna:

Gradasi

Teknik pewarnaan:

Pewarnaan dengan

mencelup benang

Teknik pewarnaan:

Pewarnaan dengan melukis benang

dan celup zat kimia

Struktur tenun:

Polos, anyam datar

Struktur tenun:

Polos, anyam datar, dekorasi sisipan

Visualisasi tenun:

Rapat, kuat, kokoh,

stabil

Visualisasi tenun:

Tebal, renggang, berbelit-belit, tipis,

ringan, lentur, transparan, halus

2 Fungsi Tenun

Media upacara

(ritual)

Ekspresi personal

3

Peran

Perempuan dan

Kelompok Kerja

Simbol siklus

kehidupan manusia

Simbol artefak

budaya, berupa

benda pendukung

kegiatan adat yang

mewakili budaya

Sasak

Simbol peran perempuan saat ini:

Penyangga: kuat, makmur, lentur,

cinta, bertahan, tangguh, kasih sayang.

Digambarkan dengan komposisi tenun

yang fleksibel, kuat, rapuh, lembut,

dan renggang.

Penjaga: mapan, suci, tua, anggun,

sakral, magis, meditatif, mendalam.

Digambarkan dengan komposisi tenun

yang rapat, masif, dan stabil.

Pelaku: dinamis, atraktif, festive,

sensasi, dan extrovert.

Digambarkan dengan komposisi tenun

yang dinamis, bergerak, bervolume,

dan bergelombang.

Tabel 2.2 Struktur bentuk, fungsi tenun, dan peran perempuan

Sumber: disarikan dari hasil riset Wijayanti, 2017.

Rancangan karya akan divisualkan dari hasil pengolahan „rasa‟ atau

keindahan yang bernarasi dan berkontemplasi pada persoalan keperempuanan.

Karya akan diwujudkan dalam medium tekstil, berupa kain tenun dengan material

benang kapas dan teknik tenun yang mengeksplorasi detil pada struktur tenun.

Page 71: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

57

Karya akan dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan tema dan objek pendukung

artefak sebagai atribut etnis ke-Sasak-an.

Karya tenun akan tampak perbedaannya pada jenis material dan elemen

rupa. Material yang akan digunakan terdiri dari benang kapas dengan berbagai

ukuran diameter berwarna merah, kuning, biru, cokelat, hitam, dan putih, untuk

mendapatkan komposisi „kontras‟ dan berirama, sehingga berdampak pada indra

penglihatan dan perabaan. Karya diwujudkan dengan mengolah elemen rupa,

struktur anyam, dan teknik tenun yang akan disesuaikan dengan tema perempuan.

Hal ini merupakan proses „pemetaforaan‟ dari nilai-nilai keperempuanan.

Visualisasi merupakan proses pembentukan, presentasi, dan penyajian

karya agar dapat dinikmati oleh pengamat. Bagian yang sudah dirancang

berdasarkan konsep ide gagasan akan diwujudkan melalui proses kreatif tertentu

agar mewujud dan memiliki arti serta makna baru. Material benang atau warna

tidak lagi mewakili materi itu sendiri namun sudah memiliki makna baru terkait

dengan tema karya. Teknik menenun merupakan ruang kreatif seniman; eksplorasi

material, cara menenun, dan memadukan jenis-jenis benang. Proses ini akan

menghasilkan jejak pada permukaan tenun, sehingga apa yang diperlihatkan dapat

dicerna berdasarkan cara kerja otak dan mendapatkan suatu informasi, memori,

atau persepsi tentang keperempuanan dan karakter budaya Sasak.

Page 72: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

58

Resume

Pemahaman tentang budaya atau culture merujuk pada pendapat Raymond

Williams, yaitu posisi budaya pada masyarakat dan posisi seniman terhadap

budaya yang diresponnya merupakan warisan budaya yang mentradisi, dapat

dieksplorasi, dan diproduksi menjadi karya seni dengan metode yang khas. Karya

seni merupakan hasil pikiran yang dirasakan dan perasaan yang dipikirkan sebagai

ungkapan intelektual seniman yang direpresentasikan menjadi karya baru dan

dikomunikasikan kepada masyarakat saat ini.

Kajian estetika merujuk pada teori aturan universal estetika dari hasil

penelitian V.S. Ramachandran, yaitu: 1) grouping, 2) peak shift (pergeseran

puncak), „rasa‟, „menarik esensi dari sesuatu‟, 3) contrast (kontras), 4) isolation

(isolasi), 5) peekaboo, 6) abhorrence of coincidences, 7) orderliness (ketertiban),

8) symmetry (simetri), dan 9) metaphor (metafora).

Analisis estetika rupa menggunakan konsep Edmund Burke Feldman,

yang menyatakan elemen bahasa rupa terdiri dari: garis, bentuk, terang-gelap,

warna, dan tekstur, yang harus diorganisasikan sehingga dapat dikomunikasikan

kepada pemirsa. Bentuk komunikasi tersebut dapat dilihat pada komposisi,

kesatuan, keseimbangan, irama, dan proporsi.

Wacana tentang perempuan merujuk pada Mansour Fakih, yang

menyatakan tentang peran dan fungsi perempuan pada struktur sosial sebagai : a)

perempuan menjadi diri pribadi sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan hak

kemerdekaan atas dirinya, b) memiliki struktur anatomi tubuh dengan alat

reproduksi khas perempuan, c) menjalani sistem kekeluargaan yang dipakai oleh

Page 73: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

59

tiap-tiap keluarga, d) menjalani tata aturan nilai agama atau kepercayaan, dan e)

menerima struktur sosial yang disepakati dan diterapkan pada diri perempuan.

Karya bertema keluarga, perempuan berperan menjadi penyangga keluarga

dengan bekerja mencari nafkah. Perempuan yang memiliki rasa cinta kepada

suami dan anak-anak, harus mempertahankan dan menjalani kehidupan

bermasyarakat agar menjadi keluarga yang kuat dari segala cobaan kehidupan.

Karya bertema tradisi mewakili peran perempuan sebagai penjaga tradisi

budaya. Perempuan harus memiliki jiwa dan pandangan hidup mapan, memiliki

pikiran bersih dan suci, bersikap anggun dan magis, berlaku sakral dan meditatif,

agar batin menjadi kuat dan kokoh dalam menjalani dan memaknai hidup.

Karya bertema profesi perempuan sebagai seniman diwakili oleh peran

perempuan sebagai pelaku seni dalam menjalani hidupnya. Perempuan harus

memiliki pikiran atraktif, bersifat dinamis, memiliki emosi meriah, memiliki

„rasa‟ dan sensasi, dan berjiwa ekstrovert, agar dapat fleksibel dan lentur dalam

menjalani dan memaknai hidup.

Temuan konseptual tentang Perempuan Sasak dalam proses kreatif terbagi

dalam tiga bagian, yaitu (i) Underwater, disarikan dari pernyataan Ramachandran,

(ii) „Kritis‟, disarikan dari pernyataan Williams, dan (iii) „Dance of the soul’,

disarikan dari Feldman, sedangkan tema disarikan dari Fakih. Ketiga bagian

tersebut merupakan tahapan proses kreatif yang menghasilkan karya baru untuk

disajikan kepada masyarakat. Skema 2.2 menunjukkan proses pembentukan

temuan konseptual dari proses penciptaan karya.

Page 74: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

60

Skema 2.2 Temuan Konsep Penciptaan

Sumber: Wijayanti, 2019.

Page 75: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

61

III. PROSES PENCIPTAAN

Kreativitas dalam bidang kriya adalah orang-orang yang bersedia „terlibat‟ untuk

mendapatkan kepuasan, larut dalam pekerjaan, dan menyerap perhatian karena

mental dan fisik orang-orang lain yang terlibat di dalamnya. Para kriyawan sering

terpesona pada citra pekerjaan yang mandiri dan kreatif, sehingga tercipta

komunikasi dua arah. Pertama adalah memperjelas konsep metafora pekerjaan,

dan kedua adalah kekaguman terhadap karya kriya tersebut (Dormer, 2008).

Model penelitian dalam bidang seni yang dilakukan seniman akan

berpengaruh pada hasil yang akan dicapai. Terdapat beberapa model penelitian

yang menunjukkan hubungan antara praktik seni dan penelitian sebagai berikut.

Research

types

Relation

between

research and

practice

Subjective

relation

Research object

or object

Types of

produced

knowledge

Research

output

Academic

(Scientific

research)

Research

about

practice

Researcher ≠

author

(producer)of

artwork

Artwork,

processes, ideas

produced by

other persons

Ideas, theories,

methods, new

data (art history

and theory

Text

Practice –

led

research

Research is

based on

practice

Author (producer)

of artwork =

researcher

Artwork

(artworks)

produced by

researcher

Artwork

(artworks) and

documentation of

its production

Artwork

and text

Research

–led

practice

Practice is

based on

research

Researcher =

author

(producer)of

artwork

Production of

artwork and

new knowledge

New

technological

solution, methods

and theory

Artwork

and text

Art –

based

research

Practice as

field

research

Researcher is not

necessarily

author (producer)

of artwork

Effect caused by

artwork(s) on

social

environment

Ideas, theories,

methods. New

data (social

sciences)

Text

Artistic

research

Practice and

research are

inseparable

Author (producer)

–researcher

Artistic practice Artwork and ideas

and theories

Artwork

and text

Tabel 3.3 Model penelitian hubungan antara praktek seni dan penelitian

Sumber: A. Teikmanis, Share Handbook for Artistic Research Education, (2013, h. 164).

Page 76: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

62

Berdasarkan tabel model penelitian di atas, penulis menggunakan tipe

penelitian ke-5, yaitu artistic research. Ciri kerja tipe artistic research adalah

memperlihatkan hubungan antara peneliti dengan praktik atau proses berkarya

sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dan bekerja secara simultan. Hasil

penelitian yang dilakukan selanjutnya menjadi acuan untuk membuat karya.

Karya yang dibuat merupakan hasil dari pemikiran kritis atas penelitian yang

dilakukan terhadap objek yang diteliti. Sehingga, objek yang diteliti menjadi

sebuah bagian dari proses atau praktik artistik. Terkait hasil penelitian, jenis

pengetahuan yang dihasilkan adalah karya seni, ide atau wacana, dan teori atau

konsep.

Untuk mewujudkan karya cipta, seorang seniman akan melakukan tahapan

kerja dengan membuat alur kerja atau tata kerja sehingga segala kegiatan yang

dilakukan akan terekam dan terdokumentasikan dengan baik. Hal ini sangat

diperlukan apabila karya tersebut akan diproduksi kembali atau dipelajari lebih

lanjut untuk dikembangkan. Penulis melakukan proses penciptaan karya seni yang

dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada tahapan proses kreativitas

Mihaly (1996., h. 79), yaitu: persiapan, masa inkubasi, pencerahan, pencetusan

ide, evaluasi, dan pengembangan. Guna melengkapi tahapan proses kreativitas,

dapat ditambahkan tiga sistem komponen, yaitu: 1) tatanan budaya dan

pemahaman kreatif dalam ranah seni rupa, 2) para ahli di bidangnya yang

berkompeten, dan 3) tenaga praktisi yang membantu dalam melakukan eksplorasi

pada proses kreatif.

Page 77: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

63

Seorang seniman, saat melakukan aktivitas kreatifnya, seringkali

mengikuti atau mengkondisikan perasaannya agar nyaman dalam bekerja. Pada

proses pengamatan, misalnya, tiba-tiba secara otomatis tangan melakukan

coretan-coretan yang membentuk figur. Hal ini terus dilakukan dan

membiarkannya hingga mendapatkan rasa terbaik dan menghasilkan beberapa

pencitraan. Setelah itu, sang seniman kembali lagi berkontemplasi untuk membuat

kesimpulan pertama yang merujuk pada konsep dengan merekayasa material dan

teknik yang akan digunakan. Proses ini terus mengalir seperti spiral mulai dari

tahapan eksplorasi, perancangan, hingga menuju ke tahap perwujudan.

Model artistic research yang diterapkan pada tahapan proses kreatif,

terdapat beberapa perubahan pada pembagian aktivitas berkarya yang disesuaikan

dengan objek penyelidikan, cara berkreasi dan perwujudan karya, sehingga

menghasilkan konsep proses kreatif yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Bagian operasional pencarian ide dan data yang akan menghasilkan data

riset berupa teks dan produk seni. Bagian ini terdiri dari: pencarian ide

gagasan di lokasi, peleburan diri „menjadi‟, eksplorasi realita, operasional

informasi, dan pengolahan data. Produk yang dihasilkan berupa konsep

karya dan data visual.

b. Bagian operasional penyeleksian data, berupa pemilihan material dan

teknik, pengaturan proses berkarya, penentuan karya, dan evaluasi. Produk

yang dihasilkan berupa sistem proses berkarya, temuan material, teknik,

dan alat.

Page 78: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

64

c. Bagian operasional proses kreatif terdiri dari: proses perwujudan karya,

analisis karya, presentasi, finishing, dan penyajian. Bagian ini

menghasilkan teks dan karya seni.

Ketiga bagian proses kreatif dapat diuraikan berdasarkan aspek metafora

(sesuai penjelasan pada Temuan Konseptual Perempuan Sasak dalam Proses

Kreatif dalam Bab II), yaitu: 1) proses pengumpulan data, menggunakan istilah

tahap di bawah air, yaitu underwater, 2) proses penyeleksian data, menggunakan

istilah Kritis, dan 3) proses kreatif, menggunakan istilah Dance of the Soul

(menari dengan jiwa). Masing-masing bagian, pada saat operasional

menggunakan kerangka estetika; rasa dan esensi, kontras, pemetaforaan, dan

visualisasi. Sehingga, operasional pada tahapan proses kreatif terbagi menjadi:

a. Rasa dan esensi, menjadi bagian dari Underwater, yang digunakan pada

saat pengolahan gagasan ketika penulis berinteraksi langsung dengan

sumber gagasan pada kehidupan tradisional Perempuan Sasak.

b. Kontras, menjadi bagian Kritis yang digunakan untuk pengolahan bentuk

visual seperti: pemilihan material, warna, ukuran, aksesoris, dan

pembuatan sketsa struktur tenun.

c. Pemetaforaan, menjadi bagian dari Dance of the Soul yang digunakan

pada saat transformasi sifat perempuan menjadi struktur tenun.

d. Visualisasi menjadi bagian Dance of the Soul, yang digunakan pada saat

pembentukan karya, presentasi, dan penyajian karya.

Page 79: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

65

Keempat unsur tersebut merupakan tahapan proses kreatif yang pada

pelaksanaannya dilakukan secara berurutan, yaitu: a) pengolahan gagasan, b)

pengolahan bentuk visual, c) transformasi, dan d) visualisasi. Proses kreatif dalam

penyelidikan di Lombok, selanjutnya disusun pada log book yang berisi tentang:

a. Hasil survei di Desa Taman Ayu Gunung Malang, Desa Banyumulek, dan

Desa Nyurbaya. Berisi wawancara dari narasumber, dokumentasi foto

tentang kegiatan perempuan yang sedang bekerja, dan data pekerja

perempuan di setiap desa dengan keterampilannya masing-masing.

b. Proses kreatif, eksperimen teknik, material, dan hasil karya seni. Berisi

tentang tahapan proses kreatif peneliti, yaitu: proses desain, eksplorasi

teknik, material, pembuatan sketsa, model, dan rekayasa penyajian karya.

c. Laporan hasil penelitian dan karya cipta.

d. Kegiatan pameran karya seni. Presentasi hasil penelitian dalam bentuk

karya kepada masyarakat untuk mendapatkan apresiasi dari pelihat dan

diskusi tentang karya.

e. Presentasi materi hasil penelitian untuk kebutuhan masyarakat atau

instansi pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi keluarga

dan tata ruang lingkungan wilayah di daerah.

f. Materi hasil penelitian untuk seminar nasional dan internasional.

Presentasi hasil penelitian sebagai bentuk pertanggungjawaban akademis

di hadapan peneliti dan kalangan akademis lainnya.

g. Analisis dan komparasi dengan karya lain berdasarkan material.

Page 80: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

66

Berikut adalah tabel tahapan proses kreatif dalam pemetaforaan,

operasional, aktivitas dan capaian yang dihasilkan.

No Proses Kreatif

dalam Metafora Teknis Operasional Aktivitas

Hasil Teks dan

Produk Seni

1

Underwater

(proses

pengumpulan

data)

1. Pencarian ide

dan gagasan di

lokasi

2. Peleburan diri

(„menjadi‟)

3. Eksplorasi

realita

4. Operasional

informasi

5. Pengolahan data

- Menemukan dan menentukan

objek penelitian (Perempuan

Sasak dan pekerjaannya)

- Wawancara

- Dokumentasi foto dan video

- Mencari dan menemukan

material yang sesuai tema

- Pendalaman konsep „rasa‟

dan sensasi

-„Menjadi‟ Perempuan Sasak

Data riset

Teori dan konsep

Literatur

Hasil wawancara

Hasil

dokumentasi

2

Kritis

(proses

penyeleksian

data)

1. Penyeleksian

Data

2. Pemilihan

material dan

teknik

3. Pengaturan

proses berkarya

4. Penentuan

Karya

5. Evaluasi pada

praktik proses

kreatif

- Menyusun hasil riset tentang

perempuan dan pekerjaannya

- Presentasi hasil riset tentang

klasifikasi perempuan

berdasarkan pekerjaan dan

keterampilan

- Penentuan teknik, material,

dan warna

- Penyajian karya berdasarkan

hasil penyelidikan

- Menentukan desain

- Proses pembuatan karya di

kertas dan kain

- Improvisasi teknik tenun dan

material benang

- Eksplorasi teknik dan material

- Pengalaman artistik proses

kreatif pembuatan karya

Proses berkarya

Temuan material

Temuan teknik

Temuan alat

finishing

3

Dance of the

soul

(proses kreatif

dan penyajian)

1. Proses kreatif

berkarya

2. Analisis

3. Presentasi

4. Finishing dan

Evaluasi

5. Penyajian

- Presentasi dan diskusi karya

- Percobaan dan evaluasi pada

alat tenun sederhana

- Evaluasi karya tenun

- Menyusun tulisan proses

kreatif

- Pembuatan alat tenun baru

- Presentasi karya tenun

- Penyempurnaan karya dan

tulisan

- Evaluasi hasil tenun

- Perbaikan tulisan dan konsep

berkarya

- Pembuatan karya tenun

dengan material sesuai tema

- Penyajian karya

Proses dan hasil

kreasi

Penyajian teks

dan artwork

Page 81: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

67

- Penyusunan tulisan proses

penciptaan karya

- Pameran karya dan pendukung

- Diskusi proses kreatif

pembuatan tenun

Tabel 3.4 Kombinasi Proses Kreatif (Csikszentmihalyi, 1996, h.79) dan operasional

proses kreatif peneliti.

Sumber : diolah dari hasil penelitian

Bagian pertama adalah Underwater. Berpedoman pada tahap pengolahan

gagasan dengan langkah pertama, penulis mewawancarai beberapa narasumber

dan riset ke lokasi secara langsung. Guna merasakan aura budaya Sasak, maka

penulis melaksanakan tahap ini dengan pendekatan etnografis, di antaranya

melalui proses emik; hidup beberapa saat bersama masyarakat di Kota Mataram

dan desa di sekitar, mewawancarai narasumber dan budayawan di Lombok, dan

mengumpulkan benda atau artefak terkait dengan sumber penelitian.

Teknik wawancara dan penyelidikan tersebut bertujuan untuk mencari,

menelusuri, dan mengumpulkan data serta membuat dokumentasi, guna

mempelajari kondisi sebenarnya tentang perempuan pekerja, seperti: mengetahui

penenun ketika sedang bekerja menggunakan kedua tangannya menggulung

benang; mengoperasionalkan alat tenun dengan cermat dan tangkas, material yang

digunakan, teknik menenun dan variasinya, menelusuri sistem produksi tenun

mulai dari benang sampai menjadi kain tenun, mengetahui kondisi rumah dengan

pembagian ruangnya, mencermati peralatan atau perabotan rumah tangga yang

terbuat dari gerabah dan kayu, dan mendapatkan data jumlah pekerja perempuan.

Seluruh kegiatan pada tahap ini dicatat dalam buku kerja (lihat Log book) sebagai

data utama. Selanjutnya, data tersebut dikonfirmasi ke narasumber lain sehingga

Page 82: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

68

lengkap. Data ini kemudian dipelajari dan diolah menjadi gagasan dalam

penciptaan karya.

Bagian kedua adalah Kritis, meliputi pengolahan bentuk visual dan

transformasi dengan pengumpulan dan pemilihan material untuk berkarya,

seperti: benang kapas, koin, kulit kerang, kulit ketak keramik, padi, aksesoris

renda, dan aksesoris kancing. Pengolahan bentuk sebagai perwujudan sifat

perempuan, diawali dengan pembuatan sketsa transformasi teks menjadi wujud

bentuk, yaitu merekayasa bentuk agar sepadan dengan teks yang dimaksud.

Wujud tersebut merupakan bentuk esensi dari sifat kuat, sayang, dan cinta, yang

terwakilkan melalui elemen rupa, seperti garis, bidang, tekstur, warna, dan

komposisi, menjadi struktur tenun. Transformasi merupakan proses perwujudan

sketsa dengan teknik tapestry menjadi model struktur tenun. Pola anyam datar

dapat dikembangkan menjadi beberapa variasi dengan menyisipkan benang pada

lajur pakan dan teknik sungkit sehingga mendapatkan tampilan beragam. Struktur

tenun berupa rangkaian tenun yang padat, berbelit-belit, simetris, asimetris,

renggang, tipis, transparan, dan halus.

Bagian ketiga, Dance of the Soul, adalah tahap visualisasi karya dengan

mewujudkan objek yang dipilih menjadi terlihat. Perwujudan bentuk yang dipilih

menjadi objek „dominan‟ dan memperlihatkan „esensi‟ dari segala hal terkait

dengan teks yang dimaksud. Tahap ini bertujuan agar pengamat memiliki

gambaran tentang objek yang dilihat sesuai dengan pengalaman penulis. Relasi

antara estetika rasa dengan representasi karya dapat dilihat pada tabel 3.5.

Page 83: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

69

1. Karya Perempuan Penyangga Keluarga

Estetika Rasa Representasi Karya Tenun

Pengolahan Gagasan Kuat, makmur, lentur, cinta, bertahan, tangguh, kasih sayang

Pengolahan Bentuk

Visual

Material: kapas

Warna: putih, krem, coklat

Komposisi: garis (pakan)

Struktur tenun: polos anyam datar, dekorasi sisipan kapas

Pemetaforaan Benang, kapas, gerabah, ketak, alat penggulung benang

Visualisasi Komposisi tenun: kuat, fleksibel, rapuh, lembut, renggang

2. Karya Perempuan Penjaga Tradisi

Estetika Rasa Representasi Karya Tenun

Pengolahan Gagasan Mapan, suci, tua, anggun, sakral, magis, meditatif, mendalam

Pengolahan Bentuk

Visual

Material: kapas

Warna: merah, hitam, coklat, emas

Motif: garis (lungsi), abstraksi brush stroke

Struktur tenun: polos, anyam datar, sisipan koin, padi

Pemetaforaan Dulang, padi, kepeng bolong, sirih, pinang, benang kapas

Visualisasi Komposisi tenun: rapat, masif, stabil

3. Karya Perempuan Pelaku Seni

Estetika Rasa Representasi Karya Tenun

Pengolahan Gagasan Dinamis, atraktif, festive, ornamental, sensasi, extrovert

Pengolahan Bentuk

Visual

Material: kapas

Warna: merah, jingga, biru, hijau, ungu, biru, kuning, coklat,

abu-abu

Motif: garis (pakan), abstraksi brush stroke

Struktur tenun: polos, anyam datar, sisipan koin, padi,

dimensi

Pemetaforaan Sabuk anteng, dodot, perhiasan penari, tas anyam ketak,

benang

Visualisasi Komposisi tenun: dinamis, bergelombang, bergerak,

bervolume Tabel 3.5. Relasi estetika rasa dengan representasi karya

Sumber : diolah dari data penelitian.

A. Pengolahan Gagasan (Rasa dan Esensi)

Pengolahan gagasan pada karya pertama, Perempuan Penyangga Keluarga,

berasal dari pengamatan pada stuktur bangunan rumah yang terdiri dari pondasi,

dinding, dan atap. Penggunaan aturan estetika rasa pada pengamatan akan

Page 84: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

70

mendapatkan hal-hal yang esensial seperti garis horizontal, vertikal, dan diagonal.

Sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Kaum perempuan, yang

memiliki peralatan tenun di rumahnya, merupakan simbol dari kebebasan

perempuan dalam aktivitas seni. Seorang ayah divisualkan oleh benang lungsi,

garis vertikal. Seorang ibu divisualkan dengan benang pakan, garis horizontal.

Anak-anak divisualkan dengan garis panjang melengkung berirama.

Menggunakan estetika rasa, garis-garis dibentuk dengan teknik brush stroke agar

memperlihatkan sifat dan karakter sifat ketegasan, kekuatan, kelembutan,

keceriaan dan keharmonisan sebuah keluarga. Hasil dari pembentukan seorang

perempuan yang berperan sebagai istri dan ibu.

Gagasan karya kedua, Perempuan Penjaga Tradisi, bersumber dari

karakter perempuan suci yang sedang memintal kapas untuk menjadi benang,

selanjutnya akan ditenun menjadi kain. Alat pintal berbentuk lingkaran menjadi

center of point atau penekanan, sehingga bentuk lingkaran menjadi fokus dalam

pembentukan pola tenun. Potret perempuan sedang melakukan ritual,

menampakkan sikap meditatif, terpusat, dan menyatu. Imaji tersebut identik

dengan peran perempuan sebagai penghubung, penjaga, pelengkap, dan pengatur

jalannya aktivitas kehidupan dan bermasyarakat. Rasa tersebut harus dapat

terpolakan pada visualisasi bentuk lingkaran dan garis vertikal dengan teknik

brush stroke pada benang lungsi.

Gagasan karya ketiga, Perempuan Pelaku Seni, bersumber pada para

perempuan yang menganyam dengan pola anyam yang beragam dan perempuan

muda yang melakukan kegiatan seni melalui aktivitas menari dalam pesta budaya

Page 85: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

71

dengan penampilan dan hiasan yang cukup mencolok dan kontras. Gambar yang

tampak dapat dilihat esensinya sehingga bentuk-bentuk dominan akan muncul

seperti: garis vertikal, horizontal, setengah lingkaran, spiral, draperi, dan persegi.

Elemen ini dapat menjadi pola tenun yang mewakili sifat-sifat dinamis, ceria,

festive, mengalir, dan ekstrovert. Berhias merupakan kegiatan perempuan untuk

memelihara fisik dan batin agar memiliki energi positif. Energi baik ini sangat

diperlukan untuk aktivitas berseni dan melahirkan karya-karya yang dapat

dinikmati oleh pengamat. Hal ini sesuai dengan karakter perempuan dalam

menjalani aktivitas seni sehingga energi yang dimiliki dapat memancar dan

memberi kesan baik pada ruang di sekelilingnya.

B. Olah Visual dan Transformasi Bentuk (Kontras)

Bagian ini adalah tahap pembentukan yang menggunakan tahapan proses kreasi

estetika rasa pada efek kontras, yaitu proses transformasi yang dilakukan untuk

mengurai sifat-sifat perempuan menjadi pola tenun, misalnya sifat atau karakter

pada perempuan sebagai penyangga keluarga harus „kuat‟, maka kata sifat „kuat‟

ini dapat ditransformasikan menjadi pola yang terlihat kuat, rapat, dan kokoh pada

pola tenun yang dibentuk oleh material benang. Efek kontras diperlihatkan

melalui karakter material yang mewakili masing-masing tema karya. Kombinasi

sifat dan pola dapat disusun menjadi pola anyam sebagai berikut.

Page 86: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

72

Pola Struktur Tenun

Anyam polos/datar 1. Anyam polos kombinasi

renggang

2. Anyam polos Simetris

3. Anyam polos

Asimetris

4. Anyam polos kombinasi

sisipan benang pakan

5. Anyam polos

renggang, tebal

6. Anyam polos, renggang

transparan, halus

7. Anyam polos, berbelit-

belit, tebal, renggang

8. Anyam polos, sungkit,

motif geometrik

Tabel 3.6. Temuan pola tenun

Sumber : rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Proses perwujudan sketsa menjadi pola anyam, dapat dilakukan dengan

modul atau bentuk pola yang divariasikan pengulangannya seperti: perputaran,

perbesaran, pengecilan, dan pengabstrakan bentuk yang sesuai dengan sifat

perempuan yang akan dimetaforakan. Bentuk-bentuk ini dapat dilihat menjadi

karakter tiap peran perempuan.

Page 87: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

73

Transformasi Perempuan Penyangga Keluarga

Sumber penciptaan:

Temuan Rancangan pola tenun 1 :

Tabel 3.7 Transformasi sketsa tenun Perempuan Penyangga Keluarga dan temuan

rancangan

Sumber : rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Page 88: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

74

Transformasi Perempuan Penjaga Tradisi

Sumber penciptaan:

Temuan rancangan pola tenun 2:

Tabel 3.8 Transformasi sketsa tenun Perempuan Penjaga Tradisi dan temuan

rancangan

Sumber: rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Page 89: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

75

Transformasi Perempuan Pelaku Seni

Sumber penciptaan:

Temuan rancangan pola tenun 3:

Tabel 3.9 Transformasi sketsa tenun Perempuan Pelaku Seni dan temuan

rancangan

Sumber: rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Page 90: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

76

C. Struktur Tenun dan Proses Perwujudan Karya (Pemetaforaan)

Bagian kedua dari proses kreatif adalah aktivitas seleksi data yang dilakukan

berdasarkan pedoman estetika; rasa dan esensi, kontras, pemetaforaan, dan

visualisasi. Analisis melalui elemen seni rupa menghasilkan empat aspek yang

harus dicermati, yaitu: a) struktur bentuk, meliputi unsur seni dan komposisi, b)

fungsi produk, mencakup fungsi fisik, sosial, dan personal, c) gaya seni meliputi

gaya imitasi, representasional, dan abstrak, d) interaksi media dan makna

denotasi, konotasi, dan intepretasi simbolik (Feldman, 1967).

Analisis dilakukan dengan membandingkan teknik dan struktur tenun

Umba’ Sasak dengan eksplorasi teknik tenun yang akan diterapkan pada

perwujudan karya baru. Tabel 3.10 menjelaskan pembagian tenun Umba‟.

Hasil analisis tentang bagaimana elemen dasar rupa diolah menjadi varian

baru berupa garis, bentuk, warna, tekstur, komposisi struktur tenun, dan struktur

tenun. Garis terbentuk karena teknik tenun dan benang lungsi dapat dibuat

menjadi garis natural dengan teknik brush strokes dan sisipan tenun. Bentuk

bidang segi empat memanjang dapat dibuat lebih bervariasi dengan

memanfaatkan benang pada bagian tepi kain. Warna, yang di mana perpaduannya

dapat disesuaikan dengan tema karya. Tekstur, dapat disesuaikan dengan sifat

keperempuanan. Komposisi struktur tenun dapat berirama sesuai dengan tema

karya. Struktur tenun, dapat dieksplorasi untuk memperlihatkan karakter benang

yang mengekspresikan sifat dan kesan manusiawi.

Page 91: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

77

Visual kain tenun umba’ Analisis

Garis, motif garis-garis yang terjadi

karena susunan benang lungsi pada alat

tenun gedhogan.

Bidang, bentuk kain tenun dengan bidang

dua dimensi, ukuran 50 cm x 1500 cm.

Bentuk, kain berbentuk lingkaran,

sebelum dipakai untuk upacara.

Bagian benang lungsi akan di potong

menjadi dua bagian pada saat upacara

berlangsung.

Benang lungsi yang akan di potong

hitam berarti kematian

biru berarti urat nadi

putih berarti tulang

krem dari kapas atau serat

merah berarti darah

kuning dan krem berarti daging

Komposisi warna pada kain tenun Sasak

sebagai simbol kehidupan

Tekstur kain tenun kasar, kaku, keras,

dan kering, struktur pola anyam datar

Struktur tenun, padat, kuat, dan jarang,

Tabel 3.10 Elemen rupa dan visual pada tenun

Sumber: diolah dari data penelitian.

Page 92: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

78

Berdasarkan analisis yang dilakukan, dibuat rekayasa pola tenun yang

disesuaikan dengan jenis material, warna, dan komposisi pada struktur tenun baru

dengan menggunakan teknik tapestri, yaitu menyisipkan dan menyilangkan

benang pakan di antara benang lungsi. Sketsa tenun diterjemahkan ke dalam

jalinan benang sehingga mendapatkan bentuk-bentuk tenun baru. Tabel 3.11

memperlihatkan pola anyam dan wujud tenun dengan teknik tapestri.

No Pola Anyam Wujud tenun dengan teknik tapestri

1

Anyam polos/datar

2

Anyam polos kombinasi renggang

3

Anyam polos Asimetris

4

Anyam polos Simetris

5

Anyam polos kombinasi sisipan pakan

Page 93: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

79

6

Anyam polos renggang, Tebal

7

Anyam polos, renggang,transparan,halus

8

Anyam polos, berbelit-belit, tebal,

renggang

9

Anyam polos, sungkit, motif geometrik

Tabel 3.11 Perwujudan Sketsa Tenun

Sumber : rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Proses visualisasi atau perwujudan karya dilandasi atas relasi simbol

perempuan menjadi wujud tenun berdasarkan material dan struktur anyam. Proses

penciptaan menggunakan kerangka „visualisasi‟ pada saat pembentukan karya,

presentasi, dan penyajian karya. Tahapan visualisasi ini mengikuti pola kerja: a)

Interprestasi simbolik keperempuanan, menjelaskan peran perempuan dalam

struktur sosial Sasak, b) Prinsip rupa, menjelaskan bahasa seni, c) Elemen rupa,

menjelaskan warna sebagai simbolik, d) Struktur tenun, menjelaskan teknik tenun

yang mewakili sifat manusiawi, dan e) Wujud karya tenun, menjelaskan karakter

tenun sebagai simbol keperempuanan (pemetaforaan).

Page 94: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

80

Interpretasi

simbolik

keperempuanan

Prinsip rupa Elemen rupa:

Material dan Warna

Struktur tenun

Teknik pola

datar

Wujud karya

tenun

Perempuan sebagai

penyangga

Kuat, tangguh,

makmur, lentur,

cinta, kasih sayang,

rapuh dan bertahan.

Kesatuan,

Ke seimbangan,

ritme,

keselarasan

- benang kapas

- warna: putih,

krem, cokelat

- sisipan kapas

rapat, tebal,

padat, renggang

rapat, tipis,

transparan, kiri

dan kanan tidak

padat,datar/tertu

tup, sungkit

stabil, kokoh,

simetris,

asimetris

lembut, lentur,

dan kerapatan

Perempuan sebagai

penjaga tradisi

Mapan, suci, tua,

anggun, magis,

mendalam.

Kesatuan,

pusat perhatian,

penekanan

- benang kapas

- warna: merah tua,

hitam, cokelat tua,

emas, abu-abu

- sisipan koin dan padi

rapat, ringan,

padat

lungsi diberi

warna teknik

brush strokes,

rapat, stabil,

ringan, magis,

dramatik

Perempuan sebagai

pelaku seni.

Dinamis, atraktif,

dekoratif, festive,

sensasi, ekstrovert.

Irama,

Proporsi,

Gradasi,

Penekanan,

pusat perhatian

- benang kapas

- warna: merah, ungu

jingga, kuning,

biru, hijau, putih

- sisipan: koin, kancing

keramik, ketak, renda

rapat renggang

renggang,

asimetris,

renggang,

transparan,

sisipan sungkit.

Dinamis,

bergerak,

kontras,

bergelombang,

aksen

Tabel 3.12 Proses visualisasi simbol perempuan

Sumber : Wijayanti, 2017.

Proses pemilihan dan penafsiran material menjadi instrumen yang

bertujuan untuk memberi interpretasi serta memunculkan dan pengkonstruksian

simbol sosok perempuan. Hal ini dapat terwujud melalui eksperimen teknik tenun.

Teknik tenun tersebut tidak bisa dilakukan seperti biasanya perajin menenun,

namun harus dibuat estimasi wujud tenun yang akan mewakili sifat-sifat

keperempuanan, seperti diperlihatkan pada tabel 3.13. tentang relasi teknik tenun

dengan sifat keperempuanan.

No Eksperimen Teknik

Tapestri Teknik Tenun

Sifat

Keperempuanan

1

Anyam polos/datar

Struktur tenun: Rapat, tebal,

padat,rapat, datar/ tertutup.

Kuat, tangguh,

makmur, lentur,

cinta, kasih sayang,

rapuh dan bertahan.

Page 95: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

81

2

Anyam polos kombinasi

renggang

Struktur tenun: Renggang, tipis,

transparan, kiri dan kanan tidak

padat,datar/ tertutup.

Lentur, cinta, lembut,

kasih sayang, dan

rapuh .

3

Anyam polos Asimetris

Struktur tenun: Renggang, tipis,

transparan, kiri dan kanan tidak

padat, datar/tertutup, sungkit.

Lentur, cinta, lembut,

kasih sayang, dan

rapuh

4

Anyam polos Simetris Struktur tenun: Tebal, padat,

renggang, transparan, kiri dan

kanan tidak padat, datar/ tertutup.

Kuat, tangguh,

makmur, lentur,

cinta, kasih sayang,

rapuh dan bertahan.

5

Anyam polos kombinasi

Sisipan

Struktur tenun: Rapat, tebal, padat,

renggang rapat, kiri dan kanan

tidak padat, datar/tertutup, sungkit.

Kuat, tangguh,

makmur, lentur,

cinta, kasih sayang,

rapuh dan bertahan.

6

Anyam polos renggang

tebal

Struktur tenun: Tebal, padat,

renggang, transparan, kiri dan

kanan tidak padat, datar/tertutup,

sungkit.

Kuat, tangguh,

makmur, lentur,

cinta, kasih sayang,

rapuh dan bertahan.

7

Anyam polos, renggang,

transparan, halus

Struktur tenun: Renggang, tipis,

transparan, kiri dan kanan tidak

padat, datar/tertutup, sungkit.

Lentur, cinta, lembut,

kasih sayang, dan

rapuh

Page 96: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

82

8

Anyam polos, berbelit-

belit, tebal, renggang

Struktur tenun:Rapat, asimetris,

sisipan

Dinamis, atraktif,

festive, sensasi,

ekstrovert.

9

Anyam polos, sungkit,

membentuk motif

geometrik

Struktur tenun: Rapat, ringan,

Padat lungsi diberi warna teknik

brush strokes, sungkit.

Mapan, suci, tua,

anggun, sakral,

magis, meditatif,

mendalam.

Tabel 3.13 Relasi teknik tenun dengan keperempuanan

Sumber : rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Gaya penyajian karya dengan pendekatan rekonstruktif, memperlihatkan

objek-objek sebagai sesuatu yang memiliki arti secara etnografis dan

merepresentasikan budaya sebagai latarnya. Proses perwujudan karya secara

bertahap terdiri dari: a) ide penyajian tema karya, b) sketsa penyajian karya, c)

elemen pendukung karya, d) mood board, e) material, f) pola tenun, dan g)

struktur tenun. Secara rinci, proses perwujudan setiap karya masing-masing

dijabarkan pada tabel 3.14., 3.15., dan 3.16.

1. Tahap Perwujudan Karya: Perempuan Penyangga Keluarga

Tahap Visual Keterangan

a

Ide penyajian tema Berawal dari bentuk rumah

yaitu berugaq, merupakan

simbol sebuah keluarga yang

terdiri dari ayah, ibu, dan

anak-anak. Berugaq

menggunakan bambu untuk

tiang penyangga. Keluarga

yang diatur oleh seorang

perempuan sebagai istri dan

ibu, sebagai pengelola

jalannya fungsi keluarga.

Page 97: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

83

b

Sketsa penyajian karya Komposisi bambu ini

menjadi ide untuk penyajian

karya seperti sketsa yang

ditampilkan, kain tenun akan

dipasang pada tiang-tiang

bambu.

Kaum ibu akan bekerja

membuat kain tenun untuk

keluarganya seperti pakaian

dan keperluan rumah tangga.

c

Elemen pendukung Seler, gerabah, benang,

kapas.

Menenun dengan benang

kapas yang berwarna: putih,

krem, dan cokelat,

merupakan simbol dari

awalnya kehidupan. Warna

tanaman kapas, yaitu: putih,

krem, cokelat dan hijau.

Ketiga warna tersebut

sebagai simbol dari awalnya

kehidupan bermasyarakat

yaitu sebuah keluarga.

d

Mood board Memperlihatkan perempuan

dengan pekerjaannya,

material, teknik menenun,

warna-warna benang, bentuk

kain tenun, bentuk rumah

dan suasana lingkungan

tempat tinggal keluarga

Sasak.

e

Material - ketak,

- kulit kerang,

- bunga kapas, dan

- benang kapas.

Page 98: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

84

f

Pola Tenun

- anyam polos / datar,

- anyam polos –renggang,

- anyam polos-sisipan,

- anyam polos, renggang,

transparan, halus,

- anyam polos, berbelit,

tebal, renggang,

- anyam polos sungkit.

g

Struktur Tenun : - kuat

- fleksibel

- lembut, dan renggang

- sisipan kapas, struktur

tenun rapat dan padat

- renggang

- sungkit dan aplikasi kulit

kerang

- struktur tenun asimetris dan

renggang

Tabel 3.14. Proses penciptaan karya Perempuan Penyangga Keluarga

Sumber : berdasarkan hasil riset Wijayanti, 2017.

2. Tahap Perwujudan Karya: Perempuan Penjaga Tradisi

Tahap Visual Keterangan

a

Ide penyajian tema Masyarakat Sasak akan

memulai upacara adat

dengan berjalan berurutan

membentuk lingkaran dan

membawa hasil bumi untuk

upacara adat istiadat

Page 99: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

85

b

Sketsa penyajian karya Ilustrasi pada saat upacara

terdapat kain tenun yang

akan dipersembahkan untuk

acara potong rambut bayi.

Warna putih, abu-abu,

merah, merah tua, cokelat

tua, dan hitam, serta

material merupakan simbol

peran perempuan sebagai

penjaga tradisi.

c

Elemen pendukung Peralatan lainnya seperti:

dulang, kain tenun, padi,

kapas, air dan kepeng

bolong disertakan sebagai

pelengkap upacara.

d

Mood board atau papan

visual Bernarasi tentang upacara

adat, memperlihatkan

perempuan yang sedang

melakukan ritual. Material,

dan perlengkapan lainnya

yang digunakan terdiri dari:

benang kapas, kepeng

bolong, padi dan kulit

kerang. Terdapat sketsa pola

tenun sebagai dasar struktur

tenun, bagian-bagian tenun

diperlihatkan lengkap

dengan artefak pendukung

budaya Sasak.

e

Material - benang kapas,

- kepeng bolong,

- padi,

- kulit kerang.

Page 100: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

86

f

Pola Tenun - anyam polos/ datar,

- anyam polos- renggang,

- anyam polos, sungkit.

g

Struktur Tenun - rapat dan berwarna

- renggang dan berwarna

- tenun sungkit

Tabel 3.15 Proses penciptaan karya Perempuan Penjaga Tradisi

Sumber : berdasarkan hasil riset Wijayanti, 2017.

3. Tahap Perwujudan Karya: Perempuan Pelaku Seni

Tahap Visual Keterangan

a

Ide penyajian tema Pesta budaya Sasak selalu

dilakukan setiap tahun, hal

ini sebagai ungkapan rasa

syukur atas berkah dan

limpahan tanah yang subur.

Masyarakat kaum muda

laki-laki dan perempuan ikut

merayakan dengan

mengadakan acara festival

budaya Sasak. Pada saat

pesta para remaja membawa

tas anyaman ketak sebagai

pelengkap busana.

Perpaduan busana modern

dan etnik, lama dan baru,

tua dan muda, kombinasi

tenun lama dan baru

menjadi lebih dinamis dan

festive.

Page 101: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

87

b

Sketsa penyajian karya Perempuan sebagai pelaku

seni membuat tenun untuk

dipakai sehari atau acara

adat dan bersifat komersil.

Perpaduan warna: putih,

abu-abu, kuning, merah,

merah tua, cokelat tua, biru,

hijau, menjadi simbol

perempuan yang melakukan

kegiatan berkesenian.

c

Elemen pendukung Asesoris dan busana sebagai

atribut budaya Sasak lebih

bervariasi dan bebas. Hal itu

merupakan kedinamisan

dalam kehidupan dan

representasi dari

keperempuanan masa kini

yang dapat disajikan.

d

Mood board atau papan

visual Memperlihatkan gambar

kaum muda perempuan dan

laki-laki sedang merayakan

pesta budaya Sasak,

berbusana kain tenun lama

dan baru, berkain kebaya

dan berhias, asesoris emas

dan perak pun dikenakan

laki-laki dan perempuan.

Material dan perhiasan yang

dipakai memberi kesan

dinamis dan semarak.

e

Material - benang kapas,

- kain tenun sabuk anteng,

- keramik,

- rempah,

- ketak,

- benang

- benang polyester,

- renda,

- kancing kerang

Page 102: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

88

f

Pola Tenun

- anyam polos / datar,

- anyam polos –renggang,

- anyam polos simetri,

- anyam polos asimetri,

- anyam polos sisipan,

- anyam polos renggang,

berbelit, tebal,

- anyam polos sungkit.

g

Struktur Tenun : - rapat

- renggang-padat dan sisipan

- rapat dan sisipan

- rapat dan berwarna

- renggang dan asimetris

- rapat dan asimetris

Tabel 3. 16 Proses penciptaan karya Perempuan Pelaku seni

Sumber : berdasarkan hasil riset Wijayanti, 2017.

D. Penyajian Karya Tenun (Visualisasi)

Presentasi karya merupakan jejak akademis yang dilakukan dalam menjalani

serangkaian tahapan penyelidikan untuk mendapatkan data pendukung subject

matter. Presentasi karya dilakukan agar pengamat mengerti maksud dan tujuan

hasil penelitian, serta merupakan usaha agar pengamat dapat memasuki wilayah

kreatif melalui karya-karyanya. Karya yang dipamerkan terbagi menjadi tiga

bagian: eksperimen, dokumentasi, dan representasi. Setiap bagian didukung oleh

objek artefak budaya Sasak dan poster ilmiah. Penyajian karya dan sirkulasi

pengamat diilustrasikan seperti pada gambar 3.7. dan 3.8.

Page 103: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

89

Gambar 3.7. Denah pameran

Sumber : rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Keterangan :

Gambar 3.8. Arena pameran karya

Sumber : rekayasa oleh Wijayanti, 2017.

Keterangan : - Arena karya eksperimen

- Arena dokumentasi

- Arena poster ilmiah

- Arena karya representasi

Page 104: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

90

Pameran ditujukan untuk „membawa‟ atmosfer atau suasana keseharian

pedesaan Lombok ke ruang pameran, dan diterapkan melalui pemilihan elemen

rupa yang menjadi pendukung penyajian pameran, yaitu dengan menggunakan

bambu dan tali yang dililit, dijemur, dan digantung, sesuai dengan karakter kain,

guna memberikan kesan kokoh, melintir, dan melayang. Hal ini merupakan

metafora dari sifat perempuan yang diusung pada tema setiap karya. Secara

keseluruhan, penyajian karya merupakan arena untuk menyampaikan maksud dan

tujuan penulis dalam bentuk informasi melalui panel pameran yang berisi: judul

utama, sub judul, gambar karya, teks, foto, dan keterangan karya secara grafis.

Presentasi karya tersusun berdasarkan proses kreatif, yaitu:

a) Konsep penciptaan, berupa presentasi poster ilmiah

b) Artefak budaya Sasak, terdiri dari: kain tenun, gerabah, perlengkapan

menenun, dulang, padi, kepeng bolong, dan sesajen

c) Karya eksperimen, terdiri dari:

- Karya Pekerja Perempuan sebanyak 4 lembar,

- Karya Visual budaya Sasak sebanyak 5 lembar,

- Karya Batik 1 lembar,

- Karya Batik Torso sebanyak 4 lembar,

- Karya Figur Torso 1 buah,

- Karya prototype: sketsa kertas, tapestry, batik, cap batik,

- Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)

d) Karya dokumentasi, berupa film dokumentasi berdurasi 1 jam.

e) Karya representasi, terdiri dari:

- Karya tenun Perempuan Penyangga Keluarga, terdiri dari 1 paket,

- Karya tenun Perempuan Penjaga Tradisi, terdiri dari 1 paket,

- Karya tenun Perempuan Pelaku Seni, terdiri dari 1 paket.

Page 105: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

91

Resume

Metode penciptaan menggunakan tipe penelitian artistic research, yang memiliki

ciri-ciri: hubungan antara peneliti dengan praktik atau proses berkarya yang tidak

dapat dipisahkan, relasi subjektif antara peneliti sebagai pembuat karya, objek

yang diteliti merupakan proses atau praktik artistik, tipe yang dihasilkan adalah

karya seni, wacana/ide, dan konsep atau teori, dan hasil penelitian berupa karya

seni dan wacana. Proses kreatif dalam mewujudkan karya terbagi menjadi tiga

bagian, yaitu: 1) proses pengumpulan data, menggunakan istilah tahap di bawah

air, yaitu Underwater, 2) proses penyeleksian data, menggunakan istilah Kritis,

dan 3) proses kreatif, menggunakan istilah Dance of the Soul (menari dengan

jiwa). Relasi aturan estetika „rasa‟ dari Ramachandran dengan tahapan proses

kreatif adalah sebagai berikut: a) rasa dan esensi, digunakan pada saat pengolahan

gagasan, b) kontras, digunakan untuk pengolahan bentuk visual, c) pemetaforaan,

digunakan pada saat transformasi sifat perempuan menjadi struktur tenun, dan d)

visualisasi, digunakan pada saat pembentukan karya, presentasi, dan penyajian

karya. Skema 3.3. menjaslaskan proses visualisasi secara rinci.

Page 106: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

92

1. Karya Perempuan Penyangga Keluarga

2. Karya Perempuan Penjaga Tradisi

3. Karya Perempuan Pelaku Seni

Skema 3.3 Relasi antara konsep estetika rasa dengan representasi karya

Sumber: disarikan dari hasil riset Wijayanti, 2018.

Pengolahan gagasan

kuat, makmur, lentur, cinta, kasih sayang, bertahan, tangguh

Pengolahan bentuk visual

material kapas, warna: putih, krem, cokelat

komposisi: garis (pakan)

struktur tenun : polos, anyam datar, dekorasi sisipan kapas

Pemetaforaan

benang, kapas, gerabah, ketak, alat penggulung benang.

Visualisasi

komposisi tenun kuat, fleksibel, rapuh, lembut, dan renggang

Pengolahan gagasan

mapan, suci, tua, anggun, sakral, magis, meditatif, mendalam

Pengolahan bentuk visual

material kapas, warna: merah, hitam, cokelat, emas, komposisi motif: garis-garis (lungsi), abstraksi brush stroke, struktur tenun polos, anyam datar, sisipan koin, padi

Pemetaforaan

dulang, padi, kepeng bolong, sirih, pinang, benang kapas

Visualisasi

komposisi tenun yang rapat, masif, dan stabil

Pengolahan gagasan

dinamis, atraktif festive, ornamental, sensasi, ekstrovert

Pengolahan bentuk visual

material kapas , warna: merah, jingga, biru, hijau, ungu, biru, kuning, cokelat, kelabu komposisi motif: garis-gari(pakan), abstraksi brush stroke struktur tenun:polos, anyam datar, sisipan koin, padi, ketak, berdimensi

Pemetaforaan

sabuk anteng, dodot, perhiasan busana penari, dan benang

Visualisasi

komposisi tenun yang dinamis,bergelombang, bergerak, bervolume

Page 107: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

93

Relasi simbol perempuan menjadi wujud tenun berdasarkan material dan

struktur anyaman dapat disusun berdasarkan: Interpretasi simbolik

keperempuanan; prinsip seni rupa; elemen rupa (material dan warna); struktur

tenun (teknik pola); dan wujud karya tenun.

Skema 3.4 Interprestasi simbolik keperempuanan pada wujud karya

Sumber: disarikan dari hasil riset Wijayanti, 2018.

1. Interpretasi simbolik

keperempuanan

2. Prinsip seni rupa

3. Elemen rupa : material dan

warna

4. Struktur tenun (teknik pola

datar )

5. Wujud karya tenun

Page 108: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

94

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

Perempuan Sasak dalam interpretasi menjadi tenun dengan karakteristik visual

baru merupakan tafsiran dari makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Setiap

penafsiran merupakan ungkapan hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan di

balik struktur bentuk, seperti: unsur latar belakang sosial budaya, psikologis

penciptaan karya, gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat,

kepercayaan, serta pengalaman tertentu dari seniman.

Untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat, seniman menggunakan

bahasa seni melalui elemen rupa berdasarkan: a) struktur bentuk, meliputi unsur

seni dan komposisi, b) fungsi produk, mencakup fungsi fisik, sosial dan personal,

c) gaya seni, meliputi gaya imitasi, representasional, dan abstrak, dan (d) interaksi

media dan makna denotasi, konotasi, dan intepretasi simbolik, (Feldman, 1967., h.

479).

Kain tenun sebagai ekspresi, merupakan produk hasil kreasi seniman

sebagai cara ungkap tentang segala hal yang menjadi obsesinya, sebagai ekspresi

dari pesan-pesan yang tersimpan dalam material. Maksud dan tujuan karya

tersebut dapat dibaca melalui elemen rupa yang digunakan.

A. Analisis Karya Tenun Tentang Perempuan

Analisis karya dengan judul Perempuan Penyangga Keluarga, Perempuan Penjaga

Tradisi, dan Perempuan Pelaku Seni akan diuraikan berdasarkan penyajian karya,

deskripsi karya, dan analisis elemen seni pada karya.

Page 109: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

95

1. Karya "Perempuan Penyangga Keluarga"

a). Penyajian karya

Analisis 1. Karya tenun, representasi dari Perempuan Penyangga Keluarga 2. Foto panel detil karakter tenun

3. Artefak sebagai representasi budaya Sasak, Lombok

4. Tiang bambu dan alas kayu, representasi dari tiang berugaq dan rumah.

Tabel 4.17. Analisis Penyajian Karya Perempuan Penyangga Keluarga

Sumber : diolah dari data penelitian.

b). Deskripsi karya

Material dan warna yang digunakan dalam karya ini adalah: kapas berwarna putih

dan benang kapas berwarna krem, kulit kerang berwarna putih gading dan

berkilau, serta ketak berwarna cokelat menjadi sisipan tenun. Benang kapas

ditenun dengan beberapa pola tenun, sehingga memperlihatkan rangkaian jalinan

benang yang tersusun padat, dan rapat, hal ini memperlihatkan kesan kuat dan

kokoh. Beberapa bagian tersusun menjadi jalinan yang renggang dan tipis

1

2

3

4

Page 110: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

96

sehingga memberi kesan transparan, rapuh, dan melayang. Material kulit kerang

mutiara, disusun dan dijahit, menjadi hiasan berciri khas kriya Lombok. Kain

tenun berukuran 50 x 150 cm ditata di atas tiang bambu sehingga menjadi

rangkaian berirama seperti juntaian kain yang sedang terjemur.

Gambar 4.9. Karya Perempuan Penyangga Keluarga

Kapas, benang kapas, kulit kerang - Seni serat - Putih gading, krem, coklat muda

50 cm x 1500 cm - Tenun Bukan Mesin, kolase. Sumber: © Wijayanti, 2017.

c). Analisis elemen seni pada karya

Relasi teks dengan konteks karya adalah tafsiran seniman dalam menyampaikan

sifat keperempuanan melalui pemilihan material dan warna. Transformasi sifat

perempuan melalui material dan teknik tenun memunculkan beragam karakter

jalinan benang yang terhubung dengan sifat perempuan, terlihat pada struktur pola

tenun. Secara rinci, analisis struktur tenun dijelaskan di tabel 4.18. sedangkan

analisis penyajian karya dijelaskan di tabel 4.19.

Page 111: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

97

Bagian Struktur Tenun Keterangan Struktur Tenun

Material sebagai metafora keperempuanan:

benang kapas

kulit kerang

renda

Teknik tenun pola asimetris,

tenun rapat dan renggang ditenun

bergradasi, metafora dari sifat perempuan

Sasak sebagai ibu yang terkadang kuat,

kadang lemah.

Benang kapas dan jute,

tenunan jarang, sehingga tampak ringan,

melayang, dan rapuh. Seperti halnya sifat

perempuan Sasak sebagai istri yang suci,

kasih, cinta, kadang rapuh.

Benang kapas

Tenunan rapat, dan kuat, serta sisipan

bunga kapas. Memperlihatkan kesan kuat,

mapan, dan natural.

Sesuai dengan perempuan tua Sasak yang

memperlihatkan kemapanan, tua,

berpengalaman dan alami.

Benang berdiameter besar, rotan, dan jute

dengan tenunan kombinasi jarang- rapat,

dan asimetris, sehingga tampak kuat,

kokoh, dan dramatik. Seperti halnya sifat

perempuan yang kuat, lentur, dan dinamis.

Benang kapas berdiameter besar dengan

tenunan kombinasi jarang- rapat, dan

asimetris, sehingga tampak riang dan

bergelombang. Seperti halnya sifat

perempuan Sasak yang dinamis dan

atraktif.

Tabel 4.18. Analisis Struktur Tenun Perempuan Penyangga Keluarga

Sumber : diolah dari data penelitian

Page 112: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

98

Penyajian Karya Keterangan pemetaforaan

Sisipan bunga kapas dan struktur tenun

rapat memperlihatkan kesan kuat,

mapan, dan natural. Sesuai dengan

perempuan tua Sasak yang

memperlihatkan kemapanan, tua,

berpengalaman dan alami.

Tenunan benang berdiameter besar,

rotan, dan jute dengan tenunan

kombinasi jarang- rapat, dan asimetris,

sehingga tampak kuat, kokoh, dan

dramatik. Seperti halnya sifat

perempuan yang kuat, lentur, dan

dinamis.

Benang kapas dan jute, dengan

tenunan jarang, tampak ringan,

melayang, dan rapuh. Seperti sifat

perempuan Sasak sebagai istri yang

suci, kasih sayang, cinta, kadang

rapuh.

Kombinasi tenunan jarang- rapat dan

asimetris pada benang kapas

berdiameter besar, sehingga tampak

riang dan bergelombang, seperti

halnya sifat perempuan Sasak yang

dinamis dan atraktif.

Tenun rapat dan renggang dengan pola

asimetris, ditenun bergradasi, metafora

dari sifat perempuan Sasak sebagai ibu

yang terkadang kuat, kadang lemah.

Tabel 4.19. Analisis Penyajian Karya Perempuan Penyangga Keluarga

Sumber : diolah dari data penelitian.

Karya berjudul Perempuan Penyanga Keluarga berfokus pada peran

perempuan yang berfungsi sebagai istri dan ibu dalam sebuah keluarga dalam

mengelola jalannya aktivitas keluarga. Gagasan karya ini muncul setelah

mengamati perjalanan Perempuan Sasak. Pada diri perempuan yang bermula

seorang anak kecil, tumbuh menjadi gadis remaja, kemudian menjadi istri dan

Page 113: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

99

seorang ibu dalam keluarga, diisi dengan pekerjaan menenun untuk membuat

sandang (pakaian) bagi keluarga. Karya tenun sepanjang 15 meter ini adalah

eksplorasi terhadap rasa dan esensi seorang perempuan yang berproses dalam

membangun keluarga. Karya yang tervisualkan melalui tenun dengan material

benang kapas dan bunga kapas berwarna putih ke arah krem adalah hasil dari

tanaman kapas yang terpelihara dengan baik. Sama halnya dengan anak yang akan

tumbuh dan berkembang baik jika hidup pada lingkungan keluarga yang baik.

2. Karya "Perempuan Penjaga Tradisi"

a). Penyajian Karya

Analisis : 1. Karya tenun, representasi dari Perempuan penjaga tradisi,

2. Foto detil panil karakter tenun sebagai representasi sifat perempuan,

3. Artefak, tenun Sasak sebagai representasi budaya Sasak, Lombok 4. Karya pendukung

Tabel 4.20. Analisis penyajian karya Perempuan Penjaga Tradisi

Sumber : diolah dari data penelitian.

1

2

3

4

Page 114: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

100

b). Deskripsi karya:

Karya Perempuan Penjaga Tradisi menggunakan warna putih, abu-abu, merah,

merah tua, cokelat tua, dan hitam, sementara material menggunakan benang kapas

yang ditenun dengan ukuran 700 x 50 cm, bermotif geometrik dan abstrak

ditambah aplikasi kulit kerang sebagai aksen. Karya tenun baru disajikan

berdampingan dengan tenun Umba‟, membentang ke bawah mendekati wadah

dulang berisi padi, benang, kepeng bolong, dan air sebagai perlengkapan upacara.

Gambar 4.10. Karya Perempuan Penjaga Tradisi

Benang kapas, kulit kerang, koin kepeng bolong – Seni serat – Putih, abu-abu,

merah, merah tua, cokelat tua, hitam, 40 cm x 700 cm – Tenun Bukan Mesin,

kolase – 2017

Sumber: Wijayanti, 2017.

c). Analisis elemen seni pada karya

Relasi teks dengan konteks karya diamati melalui penggunaan material dan warna

yang digunakan untuk menggambarkan transformasi sifat perempuan melalui

Page 115: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

101

struktur tenun. Pemilihan material dan teknik penenunan yang sesuai serta ragam

karakter jalinan benang dapat memunculkan sifat perempuan, terlihat pada

struktur pola tenun, seperti yang dijabarkan pada tabel 4.21. dan 4.22.

Struktur tenun Keterangan

Struktur tenun datar, dengan motif abstrak

dihasilkan dari sapuan kuas, sehingga

menghasilkan kesan: kuat, kokoh, lampau,

dan dramatik.

Teknik tenun, kombinasi tenun rapat dan

renggang ditenun bergradasi, metafora dari

sifat perempuan Sasak sebagai ibu yang

menjalankan tradisi, kadang teguh dan

mampu, kadang rapuh dan lelah.

Tenun dengan motif geometrik, teknik

sungkit. Tampak masif, kokoh, dan elegan.

Seperti halnya sifat perempuan Sasak

sebagai perempuan mapan penjaga adat

budaya Sasak.

Motif lingkaran dari benang kapas, kulit

kerang, dan kepeng bolong, berkesan

bergerak dan memusat sebagai metafora

perempuan Sasak yang dinamis dan

mengikuti zaman.

Tabel 4.21. Analisis Struktur Tenun Perempuan Penjaga Tradsi

Sumber : diolah dari data penelitian.

Page 116: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

102

Karya Keterangan

pemetaforaan

Teknik tenun sungkit yang

membentuk motif geometrik,

memperlihatkan kesan mapan,

dan elegan. Hal ini sesuai dengan

perempuan tua Sasak yang

memperlihatkan kemapanan, tua,

berpengalaman dan alami.

Tenun rapat dan renggang dengan

pola asimetris, ditenun

bergradasi, metafora dari sifat

perempuan Sasak sebagai ibu

yang terkadang kuat, kadang

lemah.

Wadah dulang, benang kapas,

padi, kepeng bolong, sebagai

atribut Sasak dan perlengkapan Upacara.

Tabel 4.22. Analisis Penyajian Karya Perempuan Penjaga Tradisi

Sumber : diolah dari data penelitian.

Fokus penting dalam mengamati persoalan perempuan pada karya berjudul

Perempuan Penjaga Tradisi adalah visual perempuan tua yang melakukan ritual

adat. Perempuan tua tersebut dianggap suci. Perempuan tersebut menenun kain

untuk upacara adat potong rambut bayi atau anak kecil yang saat ini masih

dilakukan pada saat acara besar seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad

SAW. Acara ini diselenggarakan sesuai kesepakatan masyarakat desa, sehingga

biaya yang dikeluarkan dapat ditanggung bersama secara gotong royong.

Material lain sebagai kelengkapan acara tersebut terlihat di dalam wadah

dulang yaitu: beras kuning, benang kapas, padi, uang kepeng bolong, pinang, dan

Page 117: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

103

air putih. Narasi dari karya ini adalah "seorang ibu telah melahirkan bayi". Bayi

yang lahir akan dibuatkan sebuah upacara yang dihadiri oleh masyarakat. Dibuka

oleh pemuka agama dengan berdoa, rambut bayi akan dipotong sedikit. Orang tua

sang bayi selanjutnya berkeliling menggendong bayi mengitari para tamu untuk

menggunting sedikit rambut bayi. Selanjutnya kain yang sudah ditenun oleh Ibu,

masih berbentuk lingkaran, dimasukkan ke dalam air dan diusapkan ke kepala

bayi sambil berdoa memohon keselamatan dan kesehatan. Kemudian kain tersebut

digunting pada bagian benang lungsi sehingga kain menjadi persegi panjang.

Selanjutnya, doa-doa dipanjatkan untuk keselamatan bayi dan kedua orang

tuanya. Kain akan dipakai oleh anak saat remaja dan semasa hidupnya, dan ketika

ajal menjelang, wajahnya akan ditutupi oleh kain tersebut.

Karya seni sebagai perwujudan keperempuanan dalam menjaga tradisi,

diperlihatkan melalui tenun dengan menggunakan material seperti atribut yang

dibutuhkan dalam upacara. Warna merah, hitam, dan cokelat, adalah simbol dari

darah dan kehidupan manusia; kemapanan, misterius, dan religius. Karya ini

memperlihatkan motif yang terbentuk dari benang lungsi dan diberi warna dengan

teknik sapuan kuas. Motif divisualisasikan menjadi dinamis, magis, dan terpusat.

Teknik tenun ditampilkan dengan struktur padat, kuat, dan renggang. Hal ini

adalah metafora sifat perempuan; transparan, melayang, dan meditatif. Warna

tersebut akan dilihat dan diterjemahkan otak sehingga memberi informasi bahwa

situasi yang disampaikan adalah suasana magis dan dramatik.

Page 118: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

104

3. Karya "Perempuan Pelaku Seni"

a). Penyajian Karya

Analisis 1. Karya tenun, representasi dari Perempuan pelaku seni

2. Foto detil karakter tenun sebagai representasi sifat perempuan

3. Artefak, tenun Sasak sebagai representasi budaya Sasak, Lombok.

Tabel 4.23. Analisis penyajian karya Perempuan Pelaku Seni

Sumber : diolah dari data penelitian

b). Deskripsi karya:

Tenun dengan perpaduan warna: kuning, merah, merah tua, cokelat tua, biru,

hijau, putih, dan abu-abu menjadi komposisi warna yang atraktif dan

menimbulkan kesan bergerak, berirama, ornamental dan dinamis. Teknik

menenun lebih bervariasi dan lebih bebas, misalnya dengan melukiskan warna-

warna pada benang lungsi, membentuk tenun menjadi tiga dimensi, dan

perpaduan kain tenun sabuk anteng dengan karya baru. Artefak budaya Sasak

1

2

3

Page 119: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

105

diletakkan di dekatnya seperti: kain tenun sabuk anteng, tas anyam ketak, benang

aneka warna, dan perhiasan perak, sebagai perlengkapan dalam acara pesta

budaya Sasak.

Gambar 4.11. Karya Perempuan Pelaku Seni

Benang kapas, polyester, kulit kerang, koin, kepeng bolong, kawat, renda katun, kancing,

kerang, keramik, rempah-rempah- Seni serat – Putih, abu-abu, kuning, merah, merah tua,

cokelat tua, biru, hijau, 50 x 700 cm (merah-biru), 40 x 700 cm (kuning) – Tenun Bukan

Mesin – kolase 2017.

Sumber: Wijayanti, 2017.

c). Analisis elemen seni pada karya

Transformasi sifat perempuan melalui struktur tenun tampak pada relasi teks

dengan konteks karya yang diperlihatkan melalui material dan warna, tampak

pada beragam struktur tenun dan jalinan benang. Secara rinci hal ini dijabarkan

pada tabel 4.24 dan 4.25.

Page 120: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

106

Struktur tenun Keterangan

Teknik tenun, kombinasi tenun rapat pada

benang pakan tunggal dan ganda sehingga

memunculkan warna gradasi, sisipan

keramik, ketak, renda, dan kancing,

menjadi metafora dari sifat perempuan

Sasak masa kini dalam menjalankan seni

budaya.

Struktur tenun datar yang rapat, renggang,

dan sisipan, sehingga menghasilkan kesan:

dinamis, dan atraktif, sisipan rempah dan

ketak memberi ciri khas pada

keperempuanan sebagai aksen dan kesan

artistik.

sisipan rempah

Teknik tenun renggang, dan asimetris.

Tampak bergerak, tipis, dan melayang.

Seperti halnya sifat perempuan Sasak

sebagai perempuan yang bergerak, dan

dinamis dalam berkesenian.

struktur tenun tipis dan melayang

struktur tenun renggang

Perpaduan kolase kain tenun Sasak, renda

dengan karya menjadi metafora perempuan

Sasak saat ini, yang melakukan kegiatan

seni dengan memadukan unsur tradisi dan

kebutuhan sehari-hari sesuai perkembangan

zaman.

Perpaduan unsur lama dan baru

Tabel 4.24. Analisis Struktur Tenun Perempuan Pelaku Seni

Sumber : diolah dari data penelitian.

Page 121: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

107

Penyajian Karya Keterangan pemetaforaan

Teknik tenun membentuk pola

simetris, asimetris, rapat,

renggang, dan sisipan,

memperlihatkan kesan dinamis,

dan atraktif. Sesuai dengan

perempuan Sasak saat ini yang

memperlihatkan kesegaran,

kemandirian, dinamis, dan

atraktif.

Tenun rapat dan renggang pola

asimetris, sisipan, ditenun

bergradasi, metafora dari sifat

perempuan Sasak sebagai

perempuan mandiri dan dinamis.

Wadah dulang, benang kapas

aneka warna, kain tenun sabuk

anteng, perhiasan perak, tas

anyam, sebagai atribut pesta

budaya Sasak. Tabel 4.25. Analisis Penyajian Karya Perempuan Pelaku Seni

Sumber : diolah dari data penelitian.

Pengamatan pada persoalan perempuan melalui karya tenun Perempuan

Pelaku Seni, diperlihatkan melalui gambar perempuan muda yang sedang

merayakan pesta adat budaya Sasak. Seorang perempuan muda memakai pakaian

tradisional; perpaduan antara kain tenun songket, kebaya, dan ikat pinggang sabuk

anteng, dilengkapi dengan tas anyam ketak, perhiasan perak pada rambut, gelang,

anting, dan ikat pinggang. Perpaduan busana ini memperlihatkan perkembangan

budaya lama yang sudah mentradisi di tengah-tengah perkembangan zaman.

Demikian halnya pada karya, memperlihatkan perpaduan kain Sasak sebagai

sisipan pada struktur tenun karya. Suasana „perpaduan‟ ini juga dapat diperoleh

saat pesta budaya adat yang sampai saat ini masih dilakukan setiap tahun dan

Page 122: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

108

diikuti oleh masyarakat Sasak di Lombok dan para wisatawan asing sehingga

acara ini mencerminkan akulturasi budaya.

Karya seni sebagai perwujudan perempuan yang menjalankan kegiatan

seni budaya diperlihatkan melalui pola tenun dan sisipan anyam dengan material

bercirikan keperempuanan seperti ketak, renda, dan kancing kerang. Motif

divisualisasikan menjadi dinamis dan atraktif. Teknik tenun yang ditampilkan

merupakan metafora dari sisi karakter perempuan yang bermain-main,

berdimensi, dan memunculkan bentuk-bentuk baru. Bentuk menjadi bagian utama

yang dapat langsung diterima oleh penglihatan, kemudian diterjemahkan otak,

sehingga suasana bermain-main, festive, dinamis, dan atraktif dapat terlihat.

Demikian representasi konteks keperempuanan dari ketiga karya tenun

melalui pemetaforaan yang telah diurai melalui analisis bentuk dan fungsi.

Reproduksi budaya sebagai pewarisan tradisi diungkap dalam wujud varian dan

pemaknaan baru dalam konteks keperempuanan saat ini pada ruang dan waktu

yang berbeda.

B. Sintesis Proses Berkarya

Sintesis merupakan penggabungan pemikiran dan pengalaman tentang seluruh

tahap penciptaan, diawali dengan pencarian informasi, pengolahan data,

menemukan pola, menguraikan proses kreatif dan menyajikan karya secara

sistematis untuk dijadikan renungan filosofis yang bermakna bagi pengalaman

kemanusiaan. Presentasi ini menghasilkan beberapa pikiran baru untuk:

memperkenalkan karya seni kepada masyarakat, memperlihatkan hubungan antara

Page 123: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

109

karya seni dengan lokasi penelitian/tempat sumber ide, konsep estetika, wacana

keperempuanan, dan perkembangan teknologi (disiplin ilmu lainnya). Hingga

pada akhirnya menemukan pencerahan dalam proses penciptaan dan pembacaan

makna baru terhadap karya seni.

Sintesis merupakan penjelasan alasan tentang refleksi diri penulis selama

berproses kreatif penciptaan karya yang bertemakan perempuan, hingga

menemukan pernyataan perempuan sebagai penyangga keluarga, penjaga tradisi,

dan pelaku seni. Pernyataan yang telah diobjektifikasikan menjadi karya tenun,

merupakan proses transformasi yang meminjam wilayah sifat-sifat perempuan dan

persoalan teknik menjadi tafsir baru dari keperempuanan melalui karya tenun

yang disajikan.

Sebagai seniman yang hidup pada era modern, penulis juga merespon

persoalan yang sama pada dirinya; seorang perempuan yang bekerja dalam bidang

seni, menggunakan sudut pandang baru, dan memberikan interpretasi terhadap

perempuan melalui karya seni yang didukung oleh teknologi dan eksplorasi

beragam media. Penghayatan sebagai seniman dalam mengarungi perjalanan

kehidupan memberikan nilai-nilai kebenaran yang murni dan hakiki, sehingga

menjadi pembelajaran pada pola pikir, bertindak, dan memutuskan segala hal

dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan mendesain jalan hidup untuk

mencapai keempuan sebagai seorang perempuan.

Rangkaian proses ini berawal dan berpusat pada diri perempuan yang

mengalami suatu peristiwa dan menjadi pemicu pada kesadaran akan keberadaan

dirinya. Kesadaran dalam akal budi atau imanen akan muncul di saat yang tepat

Page 124: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

110

dan akan mendominasi segala pikiran dan perasaanya. Moment ini menjadi energi

untuk melakukan aktivitas berseni. Pada saat itulah diri perempuan memiliki

„ruang pembebasan‟, yang akan diekspresikan dalam bentuk energi kehidupan

dengan bertanggungjawab. Ruang pembebasan tersebut seperti terlihat dari para

perempuan yang menenun dan melakukan pekerjaan lainnya melalui aktivitas

berseni sebagai mata pencaharian utama. Apa yang mereka lakukan merupakan

usaha pemenuhan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidupnya, serta membuat

dan menjaga eksistensi dirinya sebagai individu merdeka.

Melalui tiga bagian proses kreatif yang ditemukan dan telah dilakukan,

yaitu: Underwater, Kritis, dan Dance of the soul, terwujudlah karya-karya baru

dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Underwater, pengertiannya adalah:

dipakai, dilakukan, atau beroperasi di bawah permukaan air, berada di bawah

garis air kapal, memiliki, dan „berhubungan dengan‟. Sementara pengertian

aktivitasnya „di bawah permukaan air‟ adalah kondisi tubuh kita berada di dalam

air, dengan pandangan yang terhalang molekul air, sehingga yang terlihat adalah

bayang-bayang objek di dalam air. Kondisi di bawah air laut, akan memperjelas

objek-objek biota laut, akan terlihat jelas kerang-kerang, terumbu karang, tanaman

laut, dan penghuni laut lainnya. Kondisi di bawah air pada saat aktivitas berenang,

penglihatan mata kita akan tertuju garis batas permukaan air, yang akan kita

tembus untuk mencari oksigen. Pada situasi tersebut tentu seseorang akan terus

berusaha mencapai garis batas, untuk mendapatkan oksigen dan menghirup

dalam-dalam mengisi paru-paru, agar dapat berenang sampai ke tepian. Kita

mengetahui dan melihat garis batas permukaan air di atas kepala, namun belum

Page 125: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

111

dapat tergapai, harus terus berusaha mengayuh lengan, badan, dan kaki untuk

dapat meluncur dengan cepat, berpacu dengan waktu, agar paru-paru dapat

bertahan beberapa menit untuk mencapai permukaan. Keadaan tubuh pada saat

itu sangat kacau, galau, heboh, bertempur, dan berjuang agar tidak tenggelam dan

dapat terselamatkan.

Underwater dapat dianalogikan dengan fenomena gunung es; realita yang

terlihat di permukaan tidak sebesar di bawahnya, dan realita yang „sebenarnya‟

berada di bawah air. Maka, penulis menamakan bagian pertama adalah

Underwater; bertujuan untuk melihat realita yang sesungguhnya, mendapatkan

data yang sebenarnya, merasakan ativitas keseharian, dan mendapatkan energi

yang esensial. Bagian ini dilakukan melalui peristiwa „menjadi‟ Perempuan

Sasak. Fisik, batin, dan pikiran lepas dari keseharian untuk merasakan menjadi

Perempuan Sasak; menyelami wilayah realita pekerjaan perempuan. Secara sadar

mengalami, menjalani, mengetahui, dan mendapatkan segala hal tentang ke-

Sasak-annya. Melakukan beberapa pendekatan terhadap objek yang akan diteliti

dengan cara menjadi bagian dari objek tersebut; menjadi perempuan seperti di

desa, memakai kain panjang dan melakukan beberapa aktivitas yang biasa

dikerjakan oleh perempuan di sana, misalnya: berjalan di sawah, menenun,

membakar keramik, mengumpulkan kapas, berbincang-bincang, dan sebagainya.

Kegiatan ini dilakukan setiap berkunjung ke desa bersamaan melakukan

wawancara kepada para informan, membuat dokumentasi peristiwa-peristiwa

penting dengan kamera foto dan film video.

Page 126: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

112

Ada pertentangan batin, pikiran, dan perasaan yang terjadi pada persoalan

Perempuan Sasak yang berseberangan antara pengertian bumi nine atau ibu

pertiwi dengan realita keseharian Perempuan Sasak. Realita yang didapat sebagai

contoh: tidak idealnya kehidupan perempuan di Lombok, tingginya angka

kemiskinan bagi perempuan dan anak-anak, sulitnya akses kesehatan dan

pendidikan untuk perempuan dan anak-anak, masih tingginya perceraian dan

jumlah perempuan tanpa suami, dan rendahnya angka perempuan dengan

intelektual yang baik dan memadai. Persoalan-persoalan inilah yang terlihat pada

bagian Underwater, yang kemudian menjadi pemicu untuk direspon lebih lanjut.

Kedua adalah bagian Kritis, yang berarti keadaan krisis, genting, keadaan

yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha, berusaha

menemukan kesalahan atau kekeliruan, dan tajam dalam analisis. Pengertian kritis

secara umum adalah berpikir pada sebuah tingkat yang kompleks dengan

menggunakan proses analisis dan evaluasi terhadap informasi yang didapat. Kritis

adalah kemampuan menilai valid tidaknya suatu sumber informasi; bisa

membedakan antara relevan dan tidak relevan; bisa membedakan antara fakta dan

opini; mampu mengidentifikasi bias dan sudut pandang (Beyer, 1985). Kritis juga

berarti adalah kemampuan untuk menganalisis fakta yang ada untuk membuat

gagasan dan mempertahankan gagasan tersebut yang kemudian membuat

perbandingan dan menghasilkan kesimpulan serta membuat solusi atas masalah

yang ada (Chance,1986). Kritis merupakan proses yang disengaja dan dilakukan

secara sadar untuk menafsirkan sekaligus mengevaluasi sebuah informasi dari

pengalaman, keyakinan dan kemampuan yang ada (Mertes, 1986). Berdasarkan

Page 127: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

113

pendapat Beyer, Chance, dan Mertes, pada intinya menyatakan bahwa kritis

adalah secara sadar mampu menilai suatu masalah berdasarkan analisis dengan

perbandingan untuk membuat kesimpulan dan solusi yang akan dievaluasi untuk

menemukan hal baru.

Memasuki bagian Kritis merupakan proses penyeleksian segala informasi

dan pengalaman mengenai perempuan Sasak yang akan dikreasikan. Penyeleksian

ini menggunakan kriteria yang paling menyentuh pikiran dan perasaan. Prosedur

ini mirip dengan proses studium, yaitu medan luas hasrat yang tak acuh, berisi

perhatian yang beragam, selera tidak menjadi penting: Aku suka atau tidak suka

(Barthes, 1981). Mengenali studium berarti menemukan maksud si „fotografer‟

(penulis) menyelaraskan diri dengannya hingga terjalin ikatan antara pelihat dan

pencipta foto. Jalinan hubungan ini penting bagi suatu kehidupan budaya. Maka

terciptalah fungsi-fungsi foto, seperti: memberi informasi, menghadirkan kembali,

mengejutkan, menunjuk, dan membangkitkan hasrat. Proses pengamatan yang

dilakukan adalah merekam peristiwa yang dianggap penting, moment atau waktu

itu adalah saat yang harus diabadikan, dibuat menjadi diam, dibekukan dan

menyimpannya dalam sebuah alat kamera. Moment tersebut dianggap penting

oleh orang atau seniman yang menggunakanya. Seorang seniman memilih objek

yang layak dan penting untuk dibicarakan atau didiskusikan kelak, jika gambar

yang dihasilkan sudah melalui proses cetak, editing atau pencitraan/ tervisualkan,

(Sabana, 2014).

Data berupa gambar-gambar yang sudah dipilih dan memiliki citra tertentu

akan diproses melalui komputer dengan beberapa program, hingga mendapatkan

Page 128: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

114

citra, image, dan makna baru. Transformasi dari fotografi ke wahana tekstil

merupakan manipulation textile, pengembangan desain permukaan kain dengan

variasi teknik. Penambahan atau pengurangan struktur kain sehingga permukaan

kain menampakkan tekstur, struktur tenun, dan menampilkan imaginasi tertentu,

(Cheney, 2014).

Pengamatan terhadap elemen rupa pada artefak kain tenun Sasak memiliki

kode-kode ke-Sasak-annya seperti: komposisi warna merah, kuning, biru, hitam,

dan putih/krem sebagai simbol yang mewakili bagian tubuh manusia. Motif garis-

garis horizontal sebagai simbol Lombok yang berarti lurus (saq saq). Teknik

anyam datar mewakili simbol laki-laki (benang lungsi) dan perempuan (benang

pakan). Bagian ini merupakan encoding (pembawa kode/pesan) terdapat pada kain

tenun Sasak yang dapat diurai melalui proses decoding (menguraikan isi kode),

dan transformasi menjadi karya baru sebagai representasi keperempuanan.

Visualisasi kain tenun sebagai representasi dari tafsir entitas Sasak menjadi karya

personal.

Keberadaan kain tenun Kombong dan Umba‟ dapat dilihat sebagai berikut:

pertama, sebagai subject matter, dengan nilai estetis memiliki susunan unsur rupa

dan semua elemen visual yang ada dan berfungsi sebagai media untuk

menyampaikan suatu maksud; kedua, kain tersebut memiliki makna atau nilai

yang mewakili simbol-simbol tertentu. Subject matter tersebut menerangkan

sebuah peristiwa penting, dan memaknai sesuatu yang dapat dijelaskan secara

metaforik dalam bahasa karya seni (Marianto, 2002).

Page 129: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

115

Warna-warna yang berfungsi sebagai elemen estetis merupakan simbol,

seperti: merah mewakili darah, kuning mewakili daging, putih dan hitam

mewakili tulang, dan biru dan hijau mewakili urat nadi. Karena makna yang

terkandung dalam warna-warna tersebut dimaksudkan sebagai simbol-simbol atau

kode-kode kehidupan manusia, maka kain tersebut disepakati oleh masyarakat

Sasak menjadi sarana upacara potong rambut untuk bayi yang baru lahir.

Sebelumnya telah disinggung bahwa untuk melihat persoalan ini

diperlukan jarak agar dapat merefleksikan realita yang ada secara objektif dan

rasional. Jarak tersebut merupakan „cermin‟ yang diperlukan peneliti sebagai

sarana refleksi diri dalam melihat dan menganalisis persoalan perempuan.

Bentuk tubuh perempuan dapat mewakili: eksistensi, keanggunan,

kekuatan, kehidupan, yang memiliki: energi, estetis, dan sensasi. Hal ini akan

ditransformasi melalui eksplorasi teknik dan media ke dalam wujud karya. Sebuah

benda material itu sangat cukup berpotensi untuk mengakomodasi perasaan

(Aldrich,1963). Akomodasi tersebut bisa digambarkan sebagai penggabungan

benda dengan perasaan, atau keberadaan benda digabungkan dengan perasaan.

Deskripsi kedua bisa diberikan oleh seniman yang mengalami instrumen „menjadi

bagian dirinya sendiri‟. Perasaan seniman tentang instrumen adalah sebuah

kondisi dari kesuksesannya memanfaatkannya, bukan sebagai bagian dari

komposisi atau karya seninya. Jadi material dilihat sebagai implementasi dari

seniman.

Seniman dapat menafsirkan „ruang pembebasan‟ sebagai suatu peristiwa

dalam mengungkapkan segala perasaan dan emosinya menjadi karya seni yang

Page 130: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

116

berbeda dari yang sudah ada. Salah satu cara „pembebasan‟ tersebut adalah

mengadakan pembuatan alat tenun baru berdasarkan ukuran tubuh perempuan,

yang menjadi pemikiran logis atas pengertian pembebasan perempuan dari cara-

cara lama karena keterbelengguan perempuan. Terciptanya alat tenun baru

merupakan simbol kebebasan berekspresi bagi seniman dan perempuan dalam

berkarya.

„Arena kebebasan‟ bagi seorang seniman adalah saat atau moment bekerja

dan berkreasi berdasarkan kehendak jiwa yang ekspresif, dan terobjektifikasikan

menjadi sebuah wujud karya yang ditunjang dengan peralatan agar dapat

mendukung ekspresi tersebut. Komponen eksternal harus mendukung daya cipta

seniman sehingga terjalin dan menyatu membentuk sebuah tujuan dalam

mewujudkan karya seni.

Ketiga, bagian Dance of the Soul, atau tarian jiwa. Poin utama dari

material seni tari adalah body-in-action (tubuh yang sedang beraksi) dari penari,

bahwa dengan itu (body-in-action), dia akan memformulasikan sesuatu dalam

pola-pola aksi yang secara ekspresif memotret sesuatu. Seperti yang dilakukan

patung dengan forma atau bentuknya sendiri. Tetapi karena mobilitas, bentuk

(forma) terakhir dari keseluruhan tarian akan mencakup unsur-unsur temporal dan

ritmik yang mengelaborasi medium, memberinya satu sapuan (spread) di mana

hampir semua materi pokok (thema) dapat diekspresikan sebagai konten dari

proses per-acting-annya (Aldrich,1963).

Penafsiran dari pernyataan Aldrich, pada konteks ini adalah bahwa, tubuh

yang sedang menari, beraksi, bergerak, berekspresi – membuat formulasi pola-

Page 131: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

117

pola secara ekspresif – memadukan medium menjadi bentuk (forma) yang

memiliki unsur temporal (berhubungan dengan waktu) dan ritmik (irama) akan

mengekspresikan tema.

Maka, yang dimaksud dengan tarian jiwa pada konteks ini adalah aktivitas

seniman (penulis) dalam bekerja (menenun) dengan material (benang dan lainnya)

sebagai medium dalam membentuk (mengeskpresikan) menjadi karya yang

berirama dan bertemakan keperempuanan. Peristiwa ekstasi, trans, sublim, agony

yang terjadi pada diri seniman dimana merasakan secara indrawi pada perabaan

tekstur benang, penciuman serat alami, dan visual warna-warna alam yang

menyatu membentuk jalinan yang mewujud. Merasakan empati terhadap

ketangguhan keperempuanan, memikirkan, hingga tercipta bentuk-bentuk yang

dapat mewakili keperempuanan, menyebabkan relung-relung otak menjadi tegang,

berkembang, dan membuat loncatan-loncatan pikiran yang jauh ke depan tentang

jati diri seorang perempuan.

Tema karya pertama adalah sebuah keluarga, di mana peran perempuan

menjadi penyangga keluarga dengan bekerja mencari nafkah. Perempuan yang

memiliki rasa cinta kepada suami dan anak-anak, rasa kasih sayang dan lentur

dalam mengasuh dan mendidik keluarga. Terkadang rapuh dan terkoyak, namun

harus tetap bertahan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat agar keluarga

menjadi kuat dari segala cobaan kehidupan.

Karya kedua bertema tradisi mewakili peran perempuan sebagai penjaga

tradisi budaya. Perempuan harus memiliki jiwa dan pandangan hidup yang mapan,

agar dapat kuat dan kokoh dalam menjalani dan memaknai hidup. Perempuan

Page 132: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

118

harus memiliki pikiran yang bersih dan suci batin agar kemurnian pikiran tetap

terjaga. Ia bersikap anggun dan magis, agar tampak terhormat, bertindak dan

berlaku sakral, meditatif agar dapat melihat hal yang baik dan buruk dalam

kehidupan.

Karya ketiga mewakili peran perempuan sebagai pelaku seni dalam

menjalani hidupnya. Perempuan harus bersifat dinamis, agar dapat fleksibel dan

lentur dalam menjalani dan memaknai hidup. Perempuan harus memiliki pikiran

yang atraktif dalam menghadapi segala kesulitan dan rintangan dalam

pekerjaannya. Perempuan harus memiliki emosi yang „meriah‟ agar karya-

karyanya memberi inspirasi bagi pelihat, memiliki rasa dan sensasi agar karyanya

berjiwa, dan bersikap responsif agar dapat merespon hal-hal yang terjadi dalam

masyarakat.

Karya-karya yang tercipta bersifat subjektif dan bersifat „terus berproses‟,

tidak selesai sampai di sini. Karya tersebut berproses memproduksi karya-karya

turunannya. Karya termetaforakan menjadi karya tenun keperempuanan dan

merupakan eksplorasi material, bentuk, dan teknik yang dimungkinkan dalam

memproduksi karya-karya baru, sehingga dapat menampilkan kain tenun bergaya

kontemporer. Hal yang tak terduga akan muncul seiring dengan apresiasi

masyarakat pengamat seni guna membangun struktur baru tentang pemaknaan dan

pemahaman wahana seni. Sikap seniman sebagai peneliti harus mengevaluasi

kembali respon dari publik dan kembali menyempurnakan karya, sehingga dapat

menyusun kesimpulan pemaknaan dan pembacaan baru tentang karya seni. Hal ini

pun tidak berhenti sampai disini namun dapat berkembang menjadi karya

Page 133: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

119

selanjutnya. Karya merupakan awal dari tahapan pengamatan terhadap fenomena

perempuan dan pekerjaannya pada saat dan waktu kini.

Disadari bahwa sesungguhnya ada gugatan terhadap posisi dan jati diri

perempuan. Gugatan tersebut terus bergulir dan berproses bersama ruang dan

waktu. Pertentangan batin, pikiran, dan perasaan terjadi pada persoalan

perempuan Sasak, menjadi pemicu untuk direspon di bagian kritis yang

mengeksplorasi “arena kebebasan” seorang seniman pada saat atau moment

bekerja dan berkreasi berdasarkan kehendak jiwa yang menari dengan ekspresif.

Terdapat hubungan antara cara kerja otak dengan karya seni. Setelah dirasakan

bahwa otak tidak menyukai hal yang tidak jelas dan tidak seimbang, maka

wilayah ini menjadi arena kebebasan yang terobjektifikasikan menjadi sebuah

wujud karya seni. Penjelasan tersebut digambarkan pada skema 4.5.

Skema 4.5. Tahapan Refleksi Proses Kreatif

Sumber: diolah dari hasil penelitian Wijayanti, 2018.

Proses berkarya yang diawali pada bagian Underwater, menghasilkan

pengamatan terhadap fenomena perempuan dan pekerjaannya. Bagian kritis

menghasilkan pemilihan dan penyeleksian data, dilanjutkan ke bagian Dance of

the Soul yang menghasilkan proses kreatif berkarya untuk menghasilkan dan

Page 134: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

120

menyajikan karya pada arena dialog dengan pelihat. Proses refleksi ini dapat

dilanjutkan masuk kembali pada tahap Underwater, Kritis, dan seterusnya seperti

skema spiral, sampai karya yang dimaksudkan tercapai dan sesuai dengan

konteksnya.

Temuan hasil penyelidikan pada konteks perempuan Sasak menghasilkan

pemaknaan baru tentang posisi perempuan saat ini yang bersifat individual,

mandiri, dapat berekspresi secara pribadi, responsif, dan bertanggung jawab

terhadap keturunannya.

Interpretasi baru yang dimaknai ulang dalam konteks persoalan perempuan

masa kini berdasarkan nilai-nilai budaya tenun perempuan Sasak, adalah

komposisi warna pada kain tenun Sasak membawa simbol kehidupan, seperti:

krem berarti kapas; putih berarti tulang; merah berarti darah; kuning berarti

daging; hitam berarti kematian; biru berarti urat nadi. Kode-kode pada simbol ini

dipecahkan menjadi simbol warna sebagai perwakilan dari sifat-sifat perempuan,

seperti: krem berarti alami/ natural; putih berarti suci; merah berarti emosi; kuning

berarti kehidupan/dinamis; hitam berarti misterius atau kekuatan; biru berarti

kecerdasan/intelektual.

Pemecahan kode-kode etnik Sasak merupakan temuan proses berkarya

yang bertolak dari hasil penyelidikan konteks perempuan Sasak menjadi konteks

perempuan masa kini dengan ekspresi personal, sesuai skema 4.12.

Page 135: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

121

Gambar 4.12. Relasi Tenun Sasak dengan Karya Tenun Baru

Sumber: Wijayanti, 2017.

Proses produksi kain Sasak selalu menempatkan perempuan dalam posisi

penting, tersirat pada nilai-nilai keperempuanan yang masih relevan dengan nilai-

nilai keperempuanan masa kini, yaitu perempuan sebagai penyangga keluarga,

penjaga tradisi, dan pelaku seni. Ketiga peran tersebut dapat terlihat pada

perempuan saat ini, di mana seorang perempuan dapat berperan menjadi

penyangga keluarga saja, menjadi penjaga tradisi saja, dan atau menjadi pelaku

seni saja. Namun seorang perempuan dapat sekaligus menjadi penyangga keluarga

dan penjaga tradisi. Seorang perempuan menjadi penyangga keluarga dan pelaku

seni. Seorang perempuan menjadi penjaga tradisi dan pelaku seni. Semua peran

merupakan pilihan yang dapat dijalankan oleh diri perempuan sesuai dengan

wilayah dan ranah kehidupannya yang dijalani dengan alamiah.

Kain tenun Sasak

Perempuan Penyangga keluarga

Perempuan Penjaga Tradisi

Perempuan Pelaku Seni

Page 136: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

122

Melalui proses kreatif dihasilkan kerangka temuan berdasarkan peran,

relasi sifat perempuan, material, alat tenun, dan teknik, yaitu:

a. Keperempuanan. Sifat Perempuan Sasak yang tangguh, kuat, lentur, lurus,

dan berani dalam menjalankan hidup dan berkeluarga; sabar dan ikhlas

dalam mengasuh dan mendidik anak–anaknya; menerima, penurut dalam

menjalankan aturan agama, adat istiadat, dan menjaga nama baik keluarga.

b. Proses Kreatif pada material dan alat yang didasarkan pada tiga bagian

proses kreatif penciptaan karya; Underwater, Kritis, dan Dance of the Soul

c. Temuan alat tenun baru yang memberikan peluang dalam eksplorasi

teknik untuk menciptakan bentuk baru dan efek tertentu yang khas pada

struktur tenun bercirikan keperempuanan.

d. Karya Seni, dengan sifat material yang dapat memberi arti berbeda dan

mewakili pencitraan (image) sebuah tema. Material dan teknik merupakan

tanda pengalaman seniman dalam bereksplorasi dan memainkan medium

karyanya.

Page 137: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

123

Resume

Analisis karya dengan judul Perempuan Penyangga Keluarga, Perempuan Penjaga

Tradisi, dan Perempuan Pelaku Seni, diuraikan berdasarkan penyajian karya,

deskripsi karya, dan elemen seni. Karya tenun sepanjang 15 meter merupakan

eksplorasi „rasa‟ dan esensi sebagai perempuan yang berproses dalam

membangun keluarga divisualisasikan melalui tenun dengan material benang dan

bunga hasil tanaman kapas yang dipelihara dengan baik. Hal ini merupakan

analogi dari anak yang akan tumbuh dan berkembang baik bila hidup pada

lingkungan keluarga yang baik. Karya seni Perempuan Penjaga Tradisi,

memperlihatkan motif yang terbentuk karena benang lungsi diberi warna dengan

teknik sapuan kuas. Motif tervisualkan menjadi dinamis, magis, dan terpusat. Hal

ini merupakan metafora sifat perempuan; transparan, melayang, dan meditatif,

pada situasi magis dan dramatik. Karya seni Perempuan Pelaku Seni,

diperlihatkan melalui keragaman teknik tenun dengan perpaduan material yang

menunjukkan hasil budaya lama dan baru sehingga menjadi dinamis dan atraktif.

Visualisasi merupakan metafora dari sifat perempuan, menjadi bermain-main,

berdimensi, festive, dinamis, atraktif dan memunculkan bentuk-bentuk baru.

Proses penciptaan menggunakan tahap proses kreatif (Underwater, Kritis,

dan Dance of the soul) dapat dimaknai bahwa tahapan penciptaan karya adalah

proses berkesenian dalam rangka reproduksi budaya yang secara sadar dilakukan

dengan perasaan dan intelektual. Pencetusan tentang wacana perempuan

merupakan hasil uraian nilai luhur dari artefak budaya yang dapat dimaknai ulang

dan disesuaikan dengan konteks perempuan saat ini.

Page 138: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

124

V. PENUTUP

Bagian ini menjabarkan jawaban atas pertanyaan rumusan masalah penciptaan;

peran perempuan dalam struktur sosial budaya Sasak pada wilayah pekerjaannya,

ekspresi peran Perempuan Sasak melalui medium tenun, dan penjelasan terkait

kemampuan karya tenun sebagai produk penciptaan dapat mengekspresikan

keperempuanan.

A. Kesimpulan

Berdasarkan metode aritistic research, di mana terdapat tiga jenis produk yang

dihasilkan (artwork, idea, & concept), maka karya seni yang dihasilkan mesin

tenun dan karya tenun. Kemudian, ide atau wacana yang dihasilkan adalah

ketangguhan Perempuan Sasak dalam menjalani hidupnya. Selanjutnya, mengenai

konsep, penelitian ini menghasilkan tahapan proses kreatif; Underwater, Kritis,

dan Dance of the Soul.

Kemudian, terkait pertanyaan penelitian, rumusan masalah pertama adalah

pertanyaan mengenai peran perempuan dalam struktur sosial budaya Sasak dalam

wilayah pekerjaannya. Berdasarkan proses penciptaan, ditemukan pemaknaan

baru terhadap peran perempuan, yaitu bahwa pada akhirnya yang dapat membantu

nasib perempuan adalah diri perempuan itu sendiri. Perempuan harus memiliki

sikap menghormati dirinya dan menjaga martabatnya. Menghargai potensi dirinya

untuk dapat berkreasi dan menata kehidupan yang baik. Kritis terhadap perlakuan

sosial pada dirinya. Menentukan arah perkembangan keluarga. Sementara

Page 139: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

125

berdasarkan analisis karya, dapat terlihat bahwa perempuan Sasak masih memiliki

tradisi yang bersifat positif, lurus (saq saq) dan masih dijalani sampai saat ini,

seperti acara potong rambut bayi dan seterusnya. Peristiwa ini berdampak pada

keharmonisan hidup bersama dalam masyarakat, dan sikap saling gotong royong.

Memproduksi kain tenun sebagai media upacara, merupakan produksi budaya

yang berdampak pada terjaganya adat budaya daerah sebagai identitas bangsa,

memberi pembelajaran dan pembudayaan keterampilan menenun kepada generasi

muda, dan menyebarluaskan budaya Sasak kepada bangsa lain dengan akulturasi

budaya, sehingga budaya Sasak dapat mengikuti perkembangan zaman yang

disebarkan oleh kaum perempuan.

Rumusan masalah kedua adalah bagaimana mengekspresikan peran

perempuan Sasak melalui medium tenun. Karya yang dihasilkan bersifat subjektif

(ekspresif), nilai keindahan tergantung pada pengalaman batin penulis yang

bertugas untuk mengekspresikan diri secara intens dan positif. Pada proses kreatif

yang dilakukan dengan eksperimen teknik, material, dan temuan alat tenun,

terciptalah bentuk-bentuk baru pada struktur permukaan tenun, dengan

mempertahankan keunikan dan individualitas. Karya yang memperlihatkan jejak

penulis dalam bentuk gerakan spontanitas mempengaruhi ekspresi karya. Hal itu

merupakan sikap responsif penulis terhadap faktor eksternal (potret perempuan

pekerja di Lombok) yang direpresentasikan melalui karya dengan menghadirkan

figur yang esensi, persepsi yang dipelintir, eksplorasi pengalaman visual, ruang-

ruang ilusi, fantasi, tekstur memukau, tampilan mencekam, dan suasana yang

membangkitkan emosi para pengamat. Memperhatikan karya yang terwujud dapat

Page 140: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

126

merepresentasikan diri perempuan yang merdeka; bebas menentukan dan

membentuk kehidupan yang ideal, membentuk ruang pembebasan sebagai arena

intelektual dan kreatif, dan menciptakan generasi penerus yang kreatif dan

berbudaya.

Rumusan masalah ketiga adalah alasan karya tenun sebagai produk

penciptaan dapat mengekspresikan keperempuanan. Ruang ilusi yang

direpresentasikan merupakan arena kebebasan perempuan dan eksplorasi tenun

secara esensial yang terfokus pada makna kesejatian perempuan itu sendiri tanpa

menghadirkan rupa, wajah, materi, dan tubuh masif perempuan. Melalui proses

pemetaforaan wilayah keperempuanan dapat tervisualkan melalui material

benang, warna, dan atribut pendukungnya sebagai bahasa seni. Diharapkan

pengamat dapat merasakan resonansi keindahan dan intelektualitas perempuan,

sehingga peran perempuan dan keberadaannya di bumi ini menjadi berarti dan

berharga. Keterlibatan perempuan dalam membentuk jati diri bangsa dapat

dilakukan dengan menjaga dan memproduksi budaya baru sehingga identitas

bangsa terwujud dan berdampak pada kebanggaan generasi penerusnya.

Proses penciptaan karya ini merupakan langkah awal untuk memasuki

arena seni dengan membawa wacana baru dan pemaknaan baru. Masih jauh dari

sempurna untuk sebuah pernyataan tentang perempuan dan keperempuanan,

karena banyak hambatan pada struktur sosial yang harus dilalui, sehingga apa

yang tersaji ini adalah sebagian kecil dari realita yang tampak di permukaan dan

dapat dipahami serta direspon melalui sudut pandang ilmu seni. Penulis berharap

akan terbuka celah dan jalan baru bagi perempuan dalam mewarnai kehidupannya

Page 141: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

127

serta memberi sumbangan ilmu pengetahuan pada dunia sehingga dapat dibangun

sebuah „cermin‟ baru yang berasal dari proses penciptaan karya, seperti: a)

perempuan dengan ketangguhannya mencari nafkah sebagai penyangga ekonomi

keluarga, melahirkan anak keturunannya, dan menjaga budaya secara mandiri

dengan intelektualitasnya, b) mewujudkan ruang pembebasan berkesenian melalui

pemetaforaan karya tenun sebagai simbol keperempuanan, dan c) menemukan

pemaknaan baru tentang konsep perempuan tangguh, intelektual dan mandiri

melalui aktivitas perempuan sebagai penyangga ekonomi keluarga, penjaga

tradisi, dan pelaku seni yang terwakilkan melalui wujud karya seni rupa.

B. Saran

Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan titik awal pada eksplorasi

teknik, sehingga dapat memproduksi karya-karya baru yang bersifat fungsional

atau konseptual, yaitu:

1. Kaum perempuan memahami posisinya dalam struktur keluarga dan

masyarakat sehingga perannya menjadi pilar utama dalam kemajuan

bangsa terlaksana dengan baik dan tercipta generasi penerus yang tangguh

dan bermanfaat.

2. Mencari dan menemukan cara ungkap baru dalam bentuk visual yang

memperbincangkan ketangguhan dan pemaknaan baru terhadap posisi

perempuan pada status sosial budaya.

3. Temuan hasil penciptaan karya seni diupayakan sebagai pengembangan

ilmu seni dan problem solving bagi kehidupan manusia.

Page 142: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

128

4. Pengembangan metode penciptaan dalam produksi karya seni dapat

memudahkan peneliti lainnya dalam proses kreatif.

5. Hubungan antara alat tenun yang diciptakan dengan anatomi sistem

reproduksi pada tubuh perempuan terkait ergonomi dan kesehatan, dapat

dibuat penelitian lanjutan terkait hal tersebut.

6. Hasil penciptaan karya berguna bagi masyarakat, dunia perajin, dan dunia

usaha, yang dapat memperkaya wawasan dan apresiasi pada temuan baru.

7. Penemuan dan pengembangan peralatan baru digunakan untuk bekerja

merupakan alat ukur keberhasilan dalam proses pembelajaran dan

pengembangan ilmu pengetahuan agar dapat menunjang proses ajar

mengajar dan pengabdian kepada masyarakat.

8. Pendokumentasian hasil penelitian yang baik agar memberi inspirasi pada

instuisi pendidikan dalam memproduksi karya baru yang inspiratif dan

bermanfaat bagi masyarakat.

Page 143: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xiv

KEPUSTAKAAN

Al-Qur’anulkarim. 2010. Miracle The Reference. Bandung, Yayasan

Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur‟an, Sygma Publising.

Aldrich, Virgil.C. 1963. Philosophy of Art, Englewood. N.J, Pretice Hall, Inc.

Ali,Yacub, et al. 1982. Tenun Tradisional Nusa Tenggara Barat. NTB,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Allwood, John dan Montgomery Bryan. 1989. Exhibition Planning and Design.

London, B.T. Batsford Ltd.

Barrett, Terry.1994. Criticizing Art, Understanding the Contemporary. California,

Mayfield Publishing Company.

Barthes, Roland.1980. Camera Lucida Reflections On Photography, Translated by

Richard Howard. New York, Hill & Wang.

Cheney, Nigel dan McAllister, Helen. 2014. Textile Surface Manipulation

(Textiles Handbooks). England, Bloomsbury Publishing.

Csikszentmihalyi, Mihaly. 1996. Creativity’, Flow and the Psychology of

Discovery and Invention. New York, Harper Collins Publisher.

Deleuze, Gilles. 2003. Francis Bacon: The Logic of Sensation. diterjemahkan

dari bahasa Perancis ke bahasa Inggris oleh Daniel W.Smith, Continium.

Dormer, Peter. 2008. Makna Desain Modern. Yogyakarta, Jalasutra.

Drudi, „Kuky‟, Elisabetta. 2008. Fashion Prints. Amsterdam, The Pepin Press.

Dumitrescu, Delia. 2013. Relational Textiles Surface Expressions in Space

Design. The Swedish School of Textiles, University of Boras Studies in

Artistic Research no 7 2013.

Eaton, Marcia Muelder. 1988. Basic Issues in Aesthetics. Illinois: Waveland

Press, Inc. (Di sadur ke Bahasa Indonesia oleh Embun Kenyowati Ekosiwi

dengan judul Persoalan-persoalan Dasar Estetika. Jakarta, Penerbit

Salemba Humanika, 2010.

Fakih, Mansour. 2016. Analisis Gender & Tranformasi Sosial. Yogyakarta, Insist

Press.

Page 144: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xv

Fathurrahman, Lalu Agus. 2007. Menuju Masa Depan Peradaban, Refleksi

Budaya Etnik di NTB. NTB, Genta Press.

Feldman, Edmund Burke.1967. Art as Image and Idea. New Jersey, Prentice –

Hall-Inc. (Disadur ke Bahasa Indonesia oleh SP. Gustami dengan judul

Seni Sebagai Ujud dan Gagasan. Yogyakarta, Fakultas Seni Rupa dan

Desain ISI Press), 1990.

_____. 1992. Varieties of Visual Experience. New York, Harry N. Abrams, Inc.

Gray, Carole and Malins, Julian. 2004. Visualizing Research, A Guide to the

Research Process in Art and Design. England, Ashgate.

Gustami SP. 2007. Butir-Butir Mutiara Estetika Timur. Yogyakarta, Prasista.

_____. 2000. Studi Komparatif Gaya Seni Yogya-Solo. Yogyakarta, Yayasan

Untuk Indonesia.

_____, 2004. Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara Kajian Estetik Melalui

Pendekatan Multidisiplin. Yogyakarta, Kanisius.

Haake, Annegret. 1984. Javanische Batik Methode- Symbolik- Geschichte,

Hannover, Verlag M & H. Schaper.

Hoop.A. N. J. Th. a Th. Van Der. 1949. Indonesische Siermotieven, Ragam-

ragam Perhiasan Indonesia, Indonesian Ornamental Design. Jakarta,

Bataviaasch Genootschap.

Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. 2006. Community Development:Based Alternatives

in on Age of Globalisation, New South Wales, Australia: Pearson

Education Auatralia. (Disadur ke Bahasa Indonesia oleh Sastrawan

Mannulang dengan judul Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era

Globalisasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008).

Indah, Handayani Usri, et al.2000. Kain Songket Lombok. NTB, Departemen

Pendidikan Nasional NTB.

Jasper, J.E. dan Pirngadie, Mas, De Batik- Kunst De Inlandsche Kunstnijverheid

in Nederlandsch Indie, 1996. Mouton & Co, 1916. (Di sadur ke Bahasa

Indonesia oleh S. Hertini Adiwoso dengan judul Seni Batik Edisi Bahasa

Indonesia dan Beranotasi. Jakarta, Museum Nasional.

Jessup, Hellen Ibbitson. 1990. Court Arts of Indonesia. New York, The Asia

Society Galleries.

Page 145: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xvi

Kartiwa, Suwati. 1993. Tenun Ikat, Jakarta, Penerbit Djambatan.

_____. 2007. Tenun Ikat Ragam Kain Tradisional Indonesia. Jakarta, Gramedia

Pustaka Utama.

Kim, Uichol., Shu Yang, Kuo dan Kuo Hwang, Kwang (Ed.). 2010. Indigenous

and Cultural Psychology. New York, Springer Science + Business Media,

2006. (Di sadur ke Bahasa Indonesia oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri

Mulyantini Soetjipto dengan judul Memahami Orang dalam Konteksnya,

Yogyakarta,Pustaka Pelajar).

Krisna, Anand. 2001. Meditasi untuk Manajemen Stres & Neo Zen Reiki untuk

Kesehatan Jasmani dan Rohani. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Kroemer, Karl H.E. 2001. Ergonomics, How to Design for Ease and Efficiency.

New Jersey, Prentice-Hall, Inc.

Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta, Tiara Wacana.

Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran Pendekatan Praktis. Yogyakarta,

Graha Ilmu.

Langer, Susanne K. 1957. Problems of Art. Ten Philosophical Lectures, New

York, USA.

______. 2006. Problematika Seni. (Di terjemahkan oleh FX. Widaryanto,

Bandung, Sunan Ambu Press).

Lombard, Denys. 1990. Le Carrefour Javanais, Le Limited de l’accidentalisation,

Paris: Ecole des Hautes Erudes en Science Sociales. ( Di sadur ke Bahasa

Indonesia oleh Winarsih Partiningrat Arifin dengan judul Nusa Jawa:

Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan (1), Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2005).

Lorber, Judith dan Farrell, Susan A. (Ed). 1991. The Social Construction of

Gender.Newbury Park London New Delhi, SAGE Publications.

Marianto, M. Dwi. 2011. Menempa Quanta Mengurai Seni. Yogyakarta, Badan

Penerbit ISI Yogyakarta.

_____, 2002. Seni Kritik Seni. Yogyakarta, Lembaga Penelitian Institut Seni

Indonesia Yogyakarta.

_____, 2015. Art and Levitation, Seni dalam Cakrawala. Yogyakarta, Pohon

Cahaya.

Page 146: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xvii

_____, 2017. Art & Life Force, in Quantum Perpective. Yogyakarta, Scritto

Books Publisher.

Murata, Sachiko.1992. The Tao of Islam, A Sourcebook on Gender Relationship

in Islam Thought. New York, State University of New York Press.

(Disadur ke Bahasa Indonesia oleh Rahmani Astuti dengan judul The Tao

of Islam, Kitab Rujukan tentang Relasi Gender dalam Kosmologi dan

Teologi Islam, Bandung: Mizan, 1996).

Noth, Winfried. 1995. Semiotik. Stuttgart, J.B. Metzlersche

Verlagsbuchhandlung. (Disadur ke Bahasa Indonesia oleh Ibrahim Adb.

Syukur (ed) dengan judul Semiotik. Surabaya, Airlangga University Press,

2006).

O‟Donnell, Kevin. 2003. A History of Idea. Oxford UK, Lion Publishing. (Di

sadur ke Bahasa Indonesia oleh Jan Riberu dengan judul Sejarah Ide-Ide,

Yogyakarta: Kanisius, 2009).

Papanek, Victor. 1973. Design for the Real World : Human Ecology and Sosial

Change. New York, A Bantam Book.

Parani, Juliani. 2011. Seni Pertunjukan Indonesia Suatu Politik Budaya. Jakarta,

Nalar.

Ramachandran V.S. 2012. The Tell – Tale Brain. London, Windmill Boks.

Ratna, Nyoman Kutha SU. 2010. Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu

Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Read, Herbert. 1972. The Meaning of Art. New York, Praeger Publiser. ( Disadur

ke Bahasa Indonesia oleh Soedarso SP dengan judul Seni: Arti dan

Problematiknya, Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 2000).

Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2011. Metodologi Penelitian Seni. Semarang, Cipta

Prima Nusantara.

Sabana, Setiawan. 2014. Perspektif Seni. Bandung, Garasi 10, Balatin Pratama.

SJ, Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta, PT. Kanisius.

Soedjatmoko. 2001. Kebudayaan Sosialis. Jakarta Timur, Melibas.

Soegiarto, I. Bambang. 1996. Postmodernism, Tantangan bagi Filsafat.

Yogyakarta, Penerbit Kanisius.

Page 147: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xviii

Soedarso SP. 2006. Trilogi Seni Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni.

Yogyakarta, Badan Penerbit ISI.

Soekarno.1963. Sarinah, Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik

Indonesia. Yogyakarta, Panitya Penerbit Buku-buku Karangan Presiden

Sukarno.

Soemadiningrat, Salman, dan Susanto, Anthon F. 2004. Menyikapi dan Memaknai

Syariat Islam Secara Global dan Nasional. Bandung, PT Refika Aditama.

Soetomo, Greg. 2007. Krisis Seni Krisis Kesadaran. Yogyakarta, Kanisius.

Spradley, James P. 1979. The Ethnoraphic Interview, California: Wadsworth

Publising Company. (Di sadur ke Bahasa Indonesia oleh Misbah Zulfa

Elizabeth dengan judul Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana,

2007).

Spillane, James. 1994. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa

Kebudayaan. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung,

Alfabeta.

Suhadi, et al. 1992. Perajin Tradisional daerah Nusa Tenggara Barat. NTB,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sunardi, ST. 2004. Semiotika Negativa. Yogyakarta, Penerbit Buku Baik.

Susanto, Mikke. 2004. Menimbang Ruang Menata Rupa Wajah dan Tata

Pameran Seni Rupa. Yogyakarta, Galang Press.

Sutiono, Rudi Yusuf. 2009. Visual Merchandising Attraction. Jakarta, Gramedia

Pustaka Utama.

Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar (Ed.). 2008. Hermeneutika Pascakolonial

Soal Identitas. Yogyakarta, Kanisius.

Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan.

Yogyakarta, Penerbit Kanisius.

Svasek, Maruska. 2007. Anthropology, Art and Cultural Production. England,

Pluto Press.

Stone, Terry Lee. 2010. Managing the Design Process Concept Development.

Massachusetts, Rockport Publishers, Inc.

Page 148: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xix

Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan

dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta, Grasindo.

Van Leeuwen, T. 2011. The Language of Colour. New York, Simultaneously

Published.

Van Peursen, Anthonie Cornelis. 1970. Strategie van de Cultuur. Amsterdam,

Elsevier. (Disadur ke Bahasa Indonesia oleh Dick Hartoko dengan judul

Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Wacana, Lalu dan Wahab, Abdul H.Ismail. 1984. Gerabah Banyumulek Koleksi

Museum Negeri NTB. NTB, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Walbi, Sylvia. 1990. Theorizing Patriarchy. United Kingdom, Oxford. (Disadur

ke Bahasa Indonesia oleh Mustika K. Prasela dengan judul Teorisasi

Patriaki, Yogyakarta: Jalasutra, 2014).

Weisberg, Robert W. 1993. Creativity Beyond the Myth of Genius, New York,

W.H. Freeman and Company.

Widiastuti, Alit. 1991. Gaya Anyaman Lombok. NTB, Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Museum Negeri NTB.

Williams, Raymond. 1981. Culture. Michigan, Fontana Original.

_____. 1977. Marxism and Literature. New York, Oxford University Press.

_____. 1961. The Long Revolution. London, Chatto & Windus.

Wilson, Mick, and Van Ruiten, Schelten, (Ed.). 2013. Share Handbook for

Artistic Research Education. Amsterdam, Lifelong Learning Programme.

Said, W. Edward. 1978. Orientalism. New York, Vintage Books. (Di sadur ke

Bahasa Indonesia oleh Ahmad Fawaid dengan judul Orientalisme:

Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur sebagai Subjek,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

Yudoseputro, Wiyoso. 2008. Jejak-Jejak Tradisi Bahasa Rupa Indonesia Lama.

Jakarta, Yayasan Seni Visual Indonesia.

DISERTASI

Tjahjawulan, Indah. 2016. Obyek Pamer Anjungan Indonesia Di World Expo

Tahun 1986-1992 Sebagai Representasi Ideologi Orde Baru. Disertasi,

Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi

Bandung.

Page 149: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xx

Syakur, Ahmad Abd. 2002. Studi Dan Kebudayaan Sasak (Studi Tentang

Akulturasi Nilai-nilai Islam ke Dalam Kebudayaan Sasak). Disertasi,

Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

BULETIN

Fathurrahman, Lalu Agus. 2011. Peran Kebudayaan Dalam Mendukung

Pariwisata. Dalam Buletin Museum Nusa Tenggara Barat. NTB, Edisi:

XII.

Sukmawati Lia, Sudardi Bani, Susanto Dwi. Desember 2017. Eksistensi

Perempuan Sasak pada Novel “Sri Rinjani Karya Eva Nourma:

Berdasarkan Perspektif Feminis”. Haluan Sastra Budaya, Volume 1, No. 2

JURNAL

Grosser, Mary. 2005/2006. Critical Thinking Intervening for Growth,

International Journal of Learning, Vol 12, number 9.

Kun, Marjanto Damardjati. November 2008. Mengenal Beberapa Unsur

Kebudayaan Sasak di Dusun Segenter, Desa Sukadana, Kecamatan

Bayan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Jakarta: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan dan Pengembangan SDM

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Vol;3, No: 3.

Mu‟aini, Rosada, dan Sasmanda Sipa. September 2014. Akulturasi Islam dalam

Budaya Tradisi Merariq Masyarakat Sasak di Desa Selebung Kecamatan

Janapria Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2014. Jurnal Paedagoria, Vol

10, No. 2.

Meyerowitz, Joanne. December, 2008. A History of “Gender”. Oxford Journals,

Vol. 113, No. 5, p. 1346-1356.

Ortner, Sherry B. Autumn 1972. Is Female to Male as Nature Is to Culture?.

Feminist Studies, Vol 1, No. 2, pp 5-31.

Platt, Maria. September 2012.“Sudah Telanjur”: Perempuan dan Transisi ke

Perkawinan di Lombok. Jurnal Studi Pemuda, Vol I, No. 2. H. 165-178.

Saharudin. 2016. Perilaku Liminal Masyarakat Sasak-Lombok Dalam Bekayaq

Bau Nyale dan Pataq Pare. Sasdaya Gadjah Mada Journal of Humanities,

Vol 1, No.1.

Viorica, Putu Ayu Novia dan Indrawati, Komang Rahayu. 2016. Gambaran

Kinerja dan Etos kerja Perempuan Suku Sasak yang Bekerja di Denpasar.

Jurnal Psikologi Udayana, Vol 3, No.2, Hal. 271-282.

Page 150: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxi

Wijayanti, Lucky. 2010. Metode Decoding dalam Pengembangan Ragam Hias

Hunian Tongkonan Toraja untuk Desain Tekstil. Jurnal Senirupa Warna,

Vol, I No 3.

REFERENSI

Calderin, Jay. 2009. The Fashion Design, Reference and Specification Book.

Massachusetts, Rockport Publisher, Inc.

Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. 2008. Jakarta, Departemen

Perdagangan Republik Indonesia.

Pujar, Sandrine. 2016, April. Gender Inequalities in the Cultural Sector Culture

Action Europe. Belgium, Report compiled. Copyright © 2016 Culture

Action Europe, All right reserved.

Triatmodjo, Suastiwi. 2013. Memperbincangkan Desain dan Industri Kreatif,

Membangun Kolaborasi untuk Mencapai Inovasi. Pidato Ilmiah Dies

Natalies ke-29 ISI Yogyakarta.

Jaszi, Peter dkk. 2009. Laporan Penelitian Kebudayaan Tradisional, Suatu

Langkah Maju untuk Perlindungan di Indonesia. Jakarta, Lembaga Studi

Pers dan Pembangunan (LSPP).

Wijayanti, Lucky. 2013. Sekilas Cerita Tenun. Jakarta, Museum Tekstil Jakarta.

______, 2017. Buku Ajar Teknik Batik. Jakarta, FSR IKJ Press.

KATALOG

Cole, Drusilla. 2012. Patterns New Surface Design. London, Laurence King

Publishing.

Zumar, Dhorifi. 2009. Tenun Tradisional Indonesia. Jakarta, Dekranas.

Buku Panduan Museum Negeri Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2007. Katalog.

NTB, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Jogja International Heritage Festival. 2017. Wayang Lakon Tanpa Batas. Katalog.

Yogyakarta, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta,.

Page 151: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxii

SITUS

Jirousek, Charlotte , The Art of Investigasi Ilmiah, Beveridge, WIB (New York;

Buku Vintage) nd. Situs web ini Copyright © 1995.

Peggy Osterkamp‟s Weaving Blog.

www.judithmartin.info (diunduh 2016)

www.helenterryart.co.uk (diunduh 2016)

www.lindabankshansee.com (diunduh 2016)

www.hannahwaldron.co.uk (diunduh 2016)

www.businessdictionary.com (diunduh 2017)

www.merriam-webster.com (diunduh 2017)

www.academia.edu (diunduh 2017)

www.kbbi.web.id. (diunduh 2017).

SUMBER LISAN

No Nama, usia Profesi

1 Agus Fathurahman, 68 thn budayawan, Mataram - NTB

2 Dhyani Hendranto, 46 thn perupa jewelry, Jakarta

3 Dolorosa Sinaga, 68 thn pematung, Jakarta

4 Hanny Winotosastro pakar batik Yogyakarta

5 Hunaeni, 30 th perajin gerabah di desa Banyumulek -NTB

6 Kurnain kepala perpustakaan Museum Negeri

Mataram - NTB

7 L. Suryadi Mulawarman, 42 th koreografer di kota Mataram - NTB

8 Mawar, 35 th perajin anyam di desa Nyurbaya - NTB

9 Marni, 39 th sebagai penenun di desa Bayan

10 Nia Fliam seniman tekstil batik Yogyakarta

11 Noor Sudiyati, 56 thn perupa keramik, Yogyakarta

12 Nurhadi, 60 th dalang wayang Lombok

13 Nurhaeni, 25 th perajin tenun di desa Gunung Malang-

NTB

14 Rahmat, 40 th masyarakat Mataram - NTB

15 Pariyoni, 40 th penari di Lombok – NTB

Page 152: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxiii

DAFTAR ISTILAH

Adobe photoshop,

Photoshop adalah software yang digunakan untuk memodifikasi gambar atau foto

secara profesional baik meliputi modifikasi obyek yang sederhana maupun

yang sulit sekalipun. Software ini berfungsi untuk mengolah gambar berbasis

bitmap, yang mempunyai tool dan efek yang lengkap sehingga dapat

menghasilkan gambar atau foto yang berkualitas tinggi.

Ambience

Suasana yang secara sadar dibangun dan dibentuk agar tujuan/ sasaran utama

tercapai, agar masyarakat umum merasakan secara visual dan perabaan dari tujuan

tersebut.

Andang-andang (Sasak)

Sesajen sebagai bagian dari perlengkapan upacara adat, tujuannya agar selamat

dan acara berakhir dengan baik.

ATBM

Alat tenun bukan mesin, alat tenun yang digunakan dengan tenaga manusia.

Art photography

Aplikasi dari hasil fotografi yang diolah dengan media lain, sehingga memiliki

maksud tertentu.

Berugak (Sasak)

Bangunan seperti saung, berupa panggung tanpa dinding, beratap alang-alang dan

ditopang empat tiang bambu membentuk segi empat. Lantai terbuat dari papan

kayu dan bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal, tinggi 40 cm – 50 cm dari

tanah.

Brushstrokes

Sapuan kuas sebagai tanda yang dibuat diatas permukaan bidang.

Bahasa Sasak

Bahasa yang dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, provinsi Nusa Tenggara

Barat. Bahasa ini mempunyai gradasi sebagaimana bahasa Bali dan bahasa Jawa.

Bahasa Sasak serumpun dengan bahasa Sumbawa.

Bangse Sasak

Diri pribadi sebagai makhluk Allah SWT, diri keluarga sampai trah dan diri dalam

konteks yang lebih luas secara kultural yaitu etnisitas Sasak.

Borassus flalelifer (Latin)

Jenis nama pohon Lontar

Page 153: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxiv

Bumi nina / Gumi nina (Sasak)

Bumi perempuan, bumi pertiwi, tanah milik perempuan.

Cabut benang

Istilah dalam tekstil untuk mengeluarkan sehelai benang dari rangkaian

permukaan kain.

Canting

Alat yang terdiri dari bagian mangkuk kecil bercucuk dengan lubang kecil,

bergagang kayu atau bambu, digunakan untuk mengambil lilin/malam yang akan

ditorehkan di atas permukaan kain dalam proses membatik.

Cukli (Sasak)

Kerajinan kayu yang ditempel (inlay) dengan potongan kecil kulit kerang pada

bagian permukaan kayu.

Decoding

Memecahkan kode, penafsirkan kode, proses dimana penerima menafsirkan pesan

dan menterjemahkan menjadi informasi yang berarti.

Digital Print

Proses cetak yang menggunakan mesin digital atau mesin berteknologi digital ke

atas permukaan media cetak yang akan digunakan.

Digital Textile Printing

Proses cetak yang menggunakan mesin digital atau mesin berteknologi digital ke

atas permukaan tekstil atau kain yang akan digunakan.

Dodot (Sasak)

Kain tenun untuk laki-laki

Draperry

Hiasan gelombang yang dibentuk atau dilipat-lipat dari kain sehingga karakter

kain yang lembut, lemas menjadi tampak.

Dulang (Sasak)

Wadah atau tempat berbentuk lingkaran terbuat dari kayu, diameter 50 cm, biasa

digunakan untuk tempat makanan.

Edit (editing)

Menyunting, memerikasa bagian yang tidak perlu akan dihilangkan.

Encoding

Pengkodean, pengiriman kode informasi yang disampaikan ke dalam simbol atau

isyarat.

Page 154: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxv

Gaet (Sasak)

Istilah dalam teknik tenun, yaitu menarik kembali helaian benang pakan sehingga

membentuk motif yang tersusun dari benang-benang.

Gedhog (Sasak)

Alat tenun bukan mesin yang dipakai dengan cara meletakkan bagian alat tenun di

bagian belakang pinggang.

Gender

suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang

dikonstruksi secara sosial maupun kultural.

Gossypium (Latin)

Jenis tanaman kapas

Inen bale (Sasak)

Sistem hukum waris Sasak yang menyatakan bahwa bagian inti rumah adalah

milik perempuan karena sebagai tempat berproses dalam keluarga, pada saatnya

semua rumah dan isinya akan diwariskan kepada pihak perempuan.

Inen gawe (Sasak)

Pekerjaan kaum perempuan dalam bagian upacara adat.

Inen menik (Sasak)

Perempuan yang mengurusi makanan alam upacara adat.

Jacquard

Teknik menenun pada permukaan kain agar terbentuk motif.

Jejawen (Sasak)

Jenis tulisan atau huruf suku Sasak, berasal dari sansekerta Jawa dan Bali.

Kemali (Sasak)

Kain tenun yang dibuat untuk dirinya sendiri.

Ketak (Sasak)

Jenis tanaman (ltn: Lygodium Circinatun), tanaman ini tumbuh di hutan. Kulit

tanaman ini dikeringkan kemudian diserut menjadi helaian yang mudah dianyam.

Kerempen (Sasak)

Upacara sunat untuk anak laki-laki

Kepeng bolong (Sasak)

Uang logam terdiri dari 7 unsur material logam, berbentuk lingkaran yang bagian

tengahnya berlubang berbentuk segi empat, diameter 2 cm, digunakan untuk

perlengkapan upacara adat.

Page 155: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxvi

Kombong (Sasak)

Nama kain tenun yang dipakai untuk upacara potong rambut bayi, bermotif garis-

garis, kain ini merupakan bagian perlengkapan utama upacara adat.

Kuris (Sasak)

Acara adat potong rambut bayi.

Lilin/ malam

Lilin untuk membuat proses batik, terbuat dari beberapa bahan alami.

Lungsi/lusi

Benang yang dipasang memanjang pada sisir/ suri ( bagian alat tenun).

Lygodium Circinatun Latin)

Jenis tanaman yang disebut „ketak‟, sebagai bahan anyaman.

Nyongkolan

Acara lamaran pihak laki-laki kepada pihak perempuan, dengan berjalan

beriringan.

Manipulation textile

Teknik eksplorasi pada permukaan kain, sehingga menimbulkan tekstur

Metode visual/kreatif

Berpikir dan menganalisis data visual dengan membuat ide-ide yang akan terlihat

melalui berbagai teknik untuk mengeksplorasi isu-isu proyek yang diteliti,

sehingga menemukan suatu temuan baru dalam penelitian.

Ontang-anting (Sasak)

Pendamping perempuan suci.

Pakan

Benang yang digulung pada bilah bambu, berfungsi sebagai pengikat benang

lungsi, akan menjadi bagian lebar kain.

Pintal

Menggulung bagian kapas dengan jari tangan sehingga menjadi helaian benang.

Pucuk rebung

Gambar berbentuk segitiga, stilasi dari pucuk tanaman bambu (rebung).

Rangrang

Teknik menenun yang membentuk lubang-lubang karena ada jarak pada kerapatan

tenunan.

Page 156: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxvii

Remukan

Teknik membatik dengan melumuri permukaan kain dengan lilin, kemudian

menghancurkannya dengan cara meremas dengan tangan. Sehingga pada saat

pencelupan warna, zat warna akan masuk ke permukaan kain, setelah selesai akan

menimbulkan efek artistik pada kain.

Sabuk anteng (Sasak)

Kain tenun yang dipakai untuk mengikat bagian pinggang perempuan.

Supplementary weave

Teknik tenun dengan menambah benang pada bagian pakan, sehingga membentuk

motif.

Suri/ sisir

Bagian alat tenun, tempat susunan benang benang, berbentuk lubang kecil, terbuat

dari besi dan kayu.

Tekstil monumental

Eksplorasi pada permukaan kain, surface design atau structure design sehingga

tercipta gambar atau motif pada kain.

Tumpal

Bagian hiasan tepi kain atau kepala kain berbentuk deretan segitiga.

Umbaq (Sasak)

Kain tenun yang digunakan untuk menggendong dan membungkus (memeluk)

bayi yang baru lahir. Kain ini sebagai penghubung antara kehidupan, alam dan

manusia, agar energinya tetap menyatu.

Usap (Sasak)

Kain tenun yang digunakan untuk menutupi wajah mayat pada saat upacara

kematian.

Page 157: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxviii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama Lucky Wijayanti

TempatTgl Lahir Palangka Raya, 15 Agustus 1968

Pangkat dan

jabatan serta

Profesi

Alamat Kantor

Alamat Rumah

Telepon

Email

1994 - sekarang : Staf pengajar FSR IKJ

2004 – 2007 : Sekretaris Jurusan Kria FSR-IKJ

2008 – 2012 : Wakil Dekan III (Bag Kemahasiswaan

dan Pengabdian Masyarakat) FSR-IKJ

2013 – 2016 : Wakil Rektor I IKJ (Bidang Akademik)

2016 : Pejabat sementara Rektor IKJ

2011 : Penata Tingkat I (IV/C), Lektor Kepala

2011 : Sertifikat Pendidik No Reg: 11103200216802.

Dosen Profesional pada bidang ilmu Penciptaan

Seni. NIDN : 0315086802.

Fakultas Seni Rupa-Institut Kesenian Jakarta

Jl. Cikini Raya no 73, Komp TIM Jakarta, telp. 021- 3901965.

www.senirupaikj.ac.id

Villa Jombang Baru Blok A 2, no.4. Jln Jombang Raya, Ciputat.

Tangerang-Selatan.

021-7411488 / 08129389893 [email protected]

[email protected]

Status Keluarga

Suami

Anak

Ir.H. Ahmad Mirza Julistia (Alm)

Ahmad Raihan. S.Hum, M.M

Ahmad Farizi

Riwayat Pendidikan :

No Pendidikan

1. 1988 : Diploma Satu Sekolah Mode Indonesia, Jakarta.

2. 1994 : Diploma Tiga Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta

3. 1997 : Sarjana Seni Institut Kesenian Jakarta

4. 2010 : Magister Penciptaan seni Rupa Institut Kesenian Jakarta

5. 2019 : Doktor Penciptaan Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Pameran

No Kegiatan Peran Waktu

1 Art & Creativity Exhibition, Kuwait Peserta 13 – 19 Mrt 2012

2 Japan Fashion Week-International Fashion Fair, Tokyo-

Japan.

Peserta 16 – 21 Juli 2012

3 Pameran persahabatan Indonesia –Korea Selatan di

Korea Selatan.

Peserta 2013

4 Pameran tekstil untuk seni pertunjukan dan pembuatan

batik untuk kostum seni pertunjukan “Shima,

Kembalinya Sang Legenda”. Gedung Kesenian Jakarta.

Desain

tekstil, batik

dan busana

1-2 Maret 2014

5 Pameran Persahabatan Indonesia –Korea Selatan di

Korea Selatan

Peserta 2014

6 Pameran Festival Kesenian Indonesia, Yogyakarta Peserta Oktober 2014

7 Fiber to Paper Exhibition, Museum Tekstil Jakarta. Peserta 5 – 18 Des 2014

8 Pameran, 21 Spirit of Woman 2015 International

Women Art Exhibition, Universitas Paramadina, Jkt. .

Peserta 26 – 30 Apr 2015

9 Pameran New York Now, New York-USA. Peserta 15 – 22 Agt 2015

Page 158: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxix

10 Pameran “Merayakan Kreativitas” Staf pengajar IKJ Peserta 4 – 19 Sept 2015

11 Pameran Seni Visual, Esotika Rempah, Aroma dan

Cinta.

Peserta Mei 2017

12 Pameran Kriya Kini, Galeri Cipta 2, TIM, Peserta Juni 2017

13 Pameran Bersama “Petjah Belah”, Galeri Cipta 2TIM Peserta 21- 26 Feb 2019

14 Pameran “Tapak Senirupa Nusantara”, Galeri Cipta III,

TIM

Peserta 2-15 Maret 2019

Seminar

No Kegiatan Peran Waktu

1 Trend Forecasting Seminar 2013: Virtualuxe. Peserta 26 Februari 2012

2 Batik Ragam Hias Toraja, Museum Tekstil Jakarta Pemakalah 22 Pebruari 2012

3 The 1st International Conference for Asia Pacific

Arts Studies (ICAPAS), Graduate School of

Indonesia Institute of Arts Yogyakarta.

Prociding 2013

4 The 2st International Conference for Asia Pacific

Arts Studies (ICAPAS), Graduate School of

Indonesia Institute of Arts Yogyakarta.

Jurnal IJCAS

(International

Journal of

Creative and

Arts Studies),

Vol 1, Number 2

December 2014,

46 –61

2 November

2014

5 3 rd International Seminar of Nusantara Heritage

2014, Institute Teknologi Bandung.

Prociding 8 Desember 2014

6 Nara sumber dalam curah gagasan Peran Tata

Ruang dalam Pengembangan dan Pengelolaan

Kawasan Ekonomi di Indonesia, Dir Jenderal Tata

Ruang- Kementerian Agraria dan Tata Ruang

Nara sumber 12 Oktober 2015

7 Seminar Nasional dan Call Paper Paramadina

Research Day 2015, Jakarta

Prociding 25 November

2015

8 ISIDC 2016, International Service Innovation

Design Conference, Chiang Mai-Thailand.

Prociding 1-5 November

2016

9 Seminar Nasional “Narasi Simbolik”, ISI Denpasar,

Bali

Prociding 18 September

2017

10 The 6 International Seminar on Nusantara Haritage,

ISI Denpasar, Bali

Prociding 25 september

2017

11 Team Finalisasi Materi Lomba PKLK 2018,

Kemendikbud

Anggota 21-24 November

2017

12 Pemusatan Latihan Lomba Keterampilan Siswa

Sekolah (LKSN) 2017, Kemendikbud

Narasumber 10-21 Juli 2017

13 Review Bahan Ajar Cetak, Kemendikbud Peserta 26-28 April 2017

14 FGD Penyusunan Juklak Penentuan Jenis Ciptaan,

HKI, KemHukHam RI

Narasumber 22 Maret 2017

15 Penyusunan Standar Sertifikasi Instruktur Kursus

dan Pelatihan, Kemendikbud

Peserta 1-3 Maret 2017

16 Pemetaan Potensi dan Pengembangan Ekonomi

Kreatif Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu

Narasumber 22-23 Maret

2018

17 Pemetaan Potensi dan Pengembangan Ekonomi

Kreatif (Bekraf) Dompu, Nusa Tenggara Barat

Narasumber 17-19 Maret

2018

18 Pemetaan Potensi dan Pengembangan Ekonomi

Kreatif (Bekraf) Lhoksemawe, Aceh

Narasumber 27-29 Maret

2018

Page 159: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxx

Workshop

No Kegiatan Peran Waktu

1 Pelatihan Pembuatan Silabus dan SAP Mata Kuliah

FSR IKJ, Jakarta

Peserta 12 Januari 2012

2 Focus Group Discussion Trend Forecasting, , 2012,

ICC, APPMI Jakarta

Peserta 26 Februari 2012

3 Workshop Penyusunan Materi Festival dan Lomba

Seni Siswa Nasional, Bandung, Jawa-Barat,

Kemendikbud.

Peserta 27 – 29 Februari

2012

4 JETRO (Japan External Trade Organization) Batik

Designers Project 2012-2013, di Jakarta, Pekalongan,

Yogya

Peserta 18 – 22 Mei

2012

5 JETRO (Japan External Trade Organization) Batik

Designers Project 2012-2013, di Tokyo- Japan

Peserta 16 – 21 Juli 2012

Laporan Penelitian (Karya)

No Kegiatan Peran Waktu

1 Pembuatan buku „Pengembangan Motif Batik Pekalongan‟

, kerjasama IKJ, ICC dan PLN. ISBN : 978-602-95970-2-

8

Penanggung jawab

dan Perancang

2010

2 Desain dan Produksi Batik Pesisir untuk Pemerintah

Daerah Jakarta Utara. ISBN : 978-602-9335-04-0

Penanggung jawab

dan Perancang

2011

3 Pembuatan buku: Realisasi Lombok dalam Sen Lukis.

ISBN : 978-602-9335-05-7.

Editor Visual 2012

4 Pembuatan buku : Sekilas tentang Tenun

ISBN : 9786021718292

Penulis 2013

5 Menjadi Perancang dan Perajin Batik

ISBN : 978-602-9212-58-7. Penerbit : Tiga Serangkai

Penulis 2013

6 Film dokumentasi penelitian riset Lombok Produksi 2016

7 Pembuatan buku ajar : Teknik Batik

ISBN : 9786029597073. Penerbit : FSR IKJ Press

Penulis 2017

Pengabdian Masyarakat

No Kegiatan Peran Waktu

1 Festival & Lomba Seni Siswa Nasional Sekolah Dasar

(FLS2N-SD), Mataram.

Ketua Juri 17 – 23 juni 2012

2 Apresiasi Kompetensi Peserta Didik Kursus dan

Pelatihan Bidang Desain dan Membuat Batik, Bandung

Ketua Juri 10-14 Juni 2014

3 Gebyar PK-LK 2015, Kementerian Pendidikan dana

Kebudayaan Direktorat Pendidikan Khusus dan

Layanan Khusus

Ketua Juri 2-6 Nopember

2015

Penghargaan :

No Kegiatan Waktu

1 “Tempo Award” untuk Desain Tekstil, kerja sama IKJ &Tempo. 1991

2 “Tempo Award” untuk Desain Tekstil, kerja sama IKJ &Tempo. 1993

3 Juara Harapan II Seni Mushaf Nasional I Festival Istiqlal II‟ 95. 1995

4 Finalis Lomba Busana Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia Pada

Grand Prix Osaka, Jepang

1997

5 Finalis Lomba Desain Batik 1997, Interior, Yayasan Batik Indonesia. 1997

6 Finalis Lomba Desain Aksesories,Concours International Monnaie de Paris

des Jeunes Createurs de Bijoux 1997.

1997

7 Menerima Beasiswa Unggulan untuk Seniman dari Dep Dik Nas, Jkt. 2007

8 Menerima Beasiswa Unggulan Mandiri untuk Program Pascasarjana dari Kem 2013

Page 160: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xxxi

Dik Nas RI

9 Menerima penghargaan „Commemoration of the Asian Living Human

Treasures‟, Manila-Philippines.

2014

10 Menerima penghargaan dana hibah penelitian Disertasi Doktor dari

Kemenristek RI.

2016

Hak Kekayaan Intelektual :

No No HKI Keterangan

1 IDD0000046479 KAIN, Konfigurasi Komposisi Garis dan Komposisi Warna, 15 Juli

2016, diterima tahun 2018.

2 IDD0000046668 KAIN, Komposisi dan Konfigurasi Warna, 15 Juli 2016, diterima

tahun 2018.

3 IDD000047979 Motif Tenun, 15 Juli 2016, diterima tahun 2018.

4 IDD000047980 Motif Tenun, 15 Juli 2016, diterima tahun 2018.

Organisasi Profesi :

1. Anggota Asosiasi Dosen Indonesia (ADI)

2. Anggota Konsorsium Pendidikan Khusus Keterampilan Batik- Kemendikbud

3. Anggota Wastraprema Jakarta.

Page 161: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

xiv

Page 162: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

15

Page 163: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

16

Page 164: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

1

Pengantar

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, Sang

pemilik ilmu dan pemberi manfaat kepada mahkluk

yang dikehendaki-Nya yang telah memberi

kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan

laporan Disertasi Penciptaan Seni dengan

judul Perempuan Sasak dalam Ekspresi Visual

(Perempuan sebagai Penyangga Keluarga, Penjaga

Tradisi, dan Pelaku Seni). Disertasi ini dibuat

sebagai persyaratan dalam mengikuti program

studi Penciptaan Seni, Program Pascasarjana

Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Penulisan ini

merupakan pertanggungjawaban ilmiah terhadap

penciptaan karya seni rupa yang dapat terwujud

berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai

pihak.

Persembahan hasil pencarian ilmu, tugas dan usaha

dikerjakan agar dapat memberi manfaat, maka

saya menerima masukan sebagai langkah menuju

kesempurnaan. Terimakasih.

Yogyakarta, April 2019.

Lucky Wijayanti Ryanthi Soediarto.

Page 165: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

2

Inspirasi

Karya seni sebagai bagian warisan budaya,

merupakan hasil pikiran yang dirasakan dan

perasaan yang dipikirkan sebagai ungkapan

intelektual seniman yang dapat mengeksplorasi

dan memproduksi karya seni baru. Perempuan

Sasak dan pekerjaannya menjadi inspirasi dalam

proses kreatif yang akan divisualkan menjadi karya

seni melalui medium tekstil.

Metode penciptaan artistic research digunakan

dalam proses berkarya berdasarkan hasil

penyelidikan di lapangan melalui tahapan: (i)

Proses pengumpulan data, menggunakan istilah

tahap di bawah air, underwater, (ii) Proses

penyeleksian data, menggunakan istilah kritis, dan

(iii) Proses kreatif, menggunakan istilah menari

dengan jiwa, dance of the soul. Proses penciptaan

ini menghasilkan teks, wacana, dan karya seni.

Page 166: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

3

Cerita Karya

Karya bertema keluarga, peran perempuan menjadi

penyangga keluarga dengan bekerja mencari

nafkah. Perempuan yang memiliki rasa cinta kepada

suami dan anak-anak, harus mempertahankan dan

menjalani kehidupan bermasyarakat agar menjadi

keluarga yang kuat dari segala cobaan kehidupan.

Karya bertema tradisi mewakili peran perempuan

sebagai penjaga tradisi budaya. Perempuan harus

memiliki jiwa dan pandangan hidup mapan,

memiliki pikiran bersih dan suci, bersikap anggun

dan magis, berlaku sakral dan meditatif, agar batin

menjadi kuat dan kokoh dalam menjalani dan

memaknai hidup.

Karya bertema kekinian diwakili oleh peran

perempuan sebagai pelaku seni dalam menjalani

hidupnya. Perempuan harus memiliki pikiran

atraktif, bersifat dinamis, memiliki emosi meriah,

memiliki ‘rasa’ dan sensasi, berjiwa ekstrovert,

agar dapat fleksibel dan lentur dalam menjalani

dan memaknai hidup.

Page 167: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

4

Ilustrasi Budaya Lombok

Letak pulau Lombok yang dikelilingi oleh gunung, hutan, laut, dan bukit, melahirkan budaya Sasak yang khas. Pemikiran kosmologis berkaitan dengan gunung, laut, tanah, air, api, dan angin, melahirkan nilai adat sehingga terdapat aktivitas ritual. Masyarakat tradisi mengenal nilai yang dibutuhkan dengan cara melakukan ritual sehingga melahirkan sejumlah aspek, seperti tampak pada gambar terdapat : wayang, jenis aksara jejawan pada lontar, pintu ukiran kayu, anyaman ketak pada gerabah, perahu nelayan, kerajinan cukli pada kayu, bale lumbung, dan bangunan tempat ibadah.

Ilustrasi Budaya Lombok

katun,digital textile printing, drawing, merah,

biru, kuning, cokelat, abu-abu, hijau, 120 cm x

150 cm,

5pcs,2015.

Page 168: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

5

Torso

Coretan-coretan yang spontan memperlihatkan jejak seniman pada karyanya. Ekspresi garis merupakan sikap responsif terhadap faktor eksternal (potret perempuan pekerja di Lombok) yang dipresentasikan melalui karya dengan menghadirkan figur yang esensi, persepsi yang dipelintir, eksplorasi pengalaman visual, ruang- ruang ilusi, fantasi, tekstur memukau, tampilan mencekam, dan suasana yang membangkitkan emosi. Bentuk “torso” berupa gambar-gambar yang memiliki citra tertentu dan diproses melalui komputer dengan beberapa program, hingga mendapatkan citra, image, dan makna baru.

Torso

kertas daur ulang, digital print, putih, abu-abu,

hitam, hijau,

40 cm x 30 cm,2013.

Page 169: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

6

The Power and Sensation of Dance

Ruang ilusi tentang perempuan yang direpre- sentasikan melalui bentuk “torso” merupakan arena kebebasan perempuan dan eksplorasi elemen rupa seperti: garis dan warna sehingga membentuk volume dan dimensi yang secara esensial terfokus pada makna kesejatian per- empuan itu sendiri tanpa menghadirkan rupa, wajah, materi, dan tubuh masif perempuan. Teknik batik menggunakan kuas sebagai media perantara lilin (malam batik) di atas kain katun dan sutera, bercerita tentang sifat perempuan

melalui warna merah, biru, dan hijau.

The Power and Sensation

of Dance

sutera, batik, celup,

painting,

merah, biru, hijau, putih,

abu-abu,70 cm x 150

cm,2013.

Page 170: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

7

Pekerja Perempuan

Potret perempuan dengan pekerjaannya: di desa Taman Ayu Gunung Malang sebagai penenun dan membuat kain untuk sarana ritual; perem- puan di desa Banyumulek sebagai pembuat ger- abah untuk bertahan hidup; dan perempuan di desa Nyurbaye sebagai penganyam ketak yang memperlihatkan proses kreatif dan membuat produk seni yang dipakai pada acara festival bu- daya, memperlihatkan keterampilan dan keteli- tian perempuan dalam bekerja dan berkarya.

Pekerja Perempuan

katun,digital textil printing, tekstil monumental, painting, celup warna, merah, biru, kuning, jingga, cokelat, abu-abu, hitam, 80 cm x 150 cm,

2015.

Page 171: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

8

Naskah Jejawan

Berawal dari naskah Megantake yang ditulis dengan huruf Jejawan (aksara suku Sasak, transformasi dari aksara hanacaraka Jawa) sekitar abad -15. Cerita ini berkisah tentang anak kembar laki-laki dan perempuan, yang perempuan bernama Ambarsari. Karena kembar maka harus dipisahkan, anak yang perempuan dibuang, agar tetap hidup maka anak ini terus berjuang untuk menyelamatkan diri hingga dia dewasa kemudian menikah dan menemukan kembali saudara kembar laki- lakinya. Perjuangan, tampaknya sudah melekat sejak dulu dengan kaum perempuan, hingga saat ini kaum perempuan tetap berjuang untuk menyelamatkan hidupnya. Peran perempuan sangat penting sebagai bumi nine atau bumi perempuan, yang berarti penguasa atau ibu pertiwi. Cerita dari naskah Megantake ini, dituliskan kembali dengan teknik batik tulis dengan lilin/malam di atas kain katun.

Naskah Jejawan

katun,batik tulis, celup, merah tua, krem, cokelat,120 cm x 150 cm,2015.

Page 172: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

9

Patung Torso

Ekspresi tentang perempuan yang direpresentasikan melalui patung “torso” dalam 3 (tiga) dimensi, merupakan arena kebebasan perempuan dan eksplorasi elemen rupa seperti: garis, ruang dan volume sehingga membentuk patung yang esensial terfokus pada perempuan itu sendiri tanpa menghadirkan rupa, wajah, materi, dan tubuh masif perempuan. Teknik las dan sambungan pada material besi sebagai struktur patung yang terbungkus kain tenun, sehingga menimbulkan efek bergerak dan dinamis.

Patung Torso

mix media tenun Lombok, ketak, koin, kerangdraperry, jahit, kolase, merah tua, merah, kuning, kuning muda, krem, putih, 50 cm x 50 m x 80 cm,2015.

Page 173: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

10

Dokumetasi Film

Proses pengamatan dan penghayatan yang direkam merupakan peristiwa yang dianggap penting, menyentuh, dan menggugah. Moment atau waktu itu adalah saat yang harus diabadikan, dibuat menjadi diam, dibekukan dan menyimpannya dalam sebuah alat kamera. Moment tersebut dianggap penting dan layak untuk dibicarakan atau didiskusikan kelak. Pendokumentasian ini bercerita tentang perempuan Sasak dengan pekerjaannya, proses kreatif seniman, dan penyajian karya baru.

Dokumentasi Film

Wawancara, keseharian realita perempuan di Lombok dengan

narasumber, perempuan pekerja, proses kreatif seniman

dan presentasi karya seni. Durasi 1 jam dan 5 menit,2015.

Youtube: penelitian lombok

Lucky Wijayanti

Page 174: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

11

Tenun Rangrang

benang,kapas rayon,suplemen- tary weave, pakan tambahan untuk membentuk motif, Putih, abu-abu, hitam, jingga, merah, biru muda, biru,

60 cm x 200 cm,2015.

Tenun Rangrang

Eksplorasi desain dan teknik tenun akan melahirkan varian baru dalam pembuatan produk. Karya tenun dengan alat tradisional ini dikerjakan dengan teknik tenun system supplementary weave, memungkinkan untuk membuat motif berbentuk geometrik yang tersusun rapat, dan menghasilkan efek positif- negatif, sehingga memberi kesan ilusi pada mata, yaitu komposisi warna pada bidang dua dimensi terlihat seperti tiga dimensi.

Page 175: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

12

Batik

Bentuk anyaman ketak, yang menimbulkan efek gelap-terang memberikan ide pada pembuatan varian cap batik berbahan akrilik. Menggunakan teknologi laser dalam pembuatan cap akrilik sehingga mudah dan cepat. Cap akrilik digunakan dalam proses pengecapan (proses pemindahan lilin batik di atas kain), sehingga lilin tidak terserap oleh akrilik, dan lilin yang berada di atas kain tidak semua meresap, dengan demikian ketika proses pewarnaan kain, saat pencelupan akan menghasilkan tampilan warna yang berbeda, memunculkan gradasi dan abstraksi warna pada permukaan kain.

Batik

katun, pencelupan pewarna kimia,batik cap

akrilik, putih, abu-abu, hitam, 150 cm x 300 cm,2015.

Page 176: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

13

Rekayasa teknik tenun

Rekayasa pola tenun menggunakan teknik tapestri dengan menyisipkan found object dan menyilangkan benang pakan di antara benang lungsi sehingga menghasilkan bentuk tiga dimensi dan varian tenun.

Rekayasa Teknik Tenun

benang kapas, polyester, found objecttapestry, kolase, jahit, merah, cokelat, putih, jingga, 40 cm x 40 cm,2015.

Page 177: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

14

Alat Tenun Manual

kayu sungkai, alumunium, perangkat tenunsistem bong-

kar- pasang, 120 x 60 x 100 cm

2016.

Alat tenun manual

Pembuatan alat tenun bukan mesin dengan de- sain yang sesuai ergonomi bentuk tubuh per- empuan agar memudahkan dan nyaman dalam proses menenun. Penggunaan material kayu, alumunium, dan perangkat tenun disesuaikan dengan ukuranya sehingga alat tenun menjadi ringan dan mudah untuk dipindahkan. Alat tenun manual ini dapat digunakan untuk melakukan eksplorasi material benang katun dan polyester serta membuat varian teknik tenun dengan panjang 50 (lima puluh) meter, sehingga dapat menghasilkan karya tenun yang beragam.

Page 178: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

15

Perempuan Penyangga Keluarga

Karya tenun sepanjang 15 (lima belas) meter merupakan eksplorasi “rasa” dan esensi sebagai perempuan yang berproses dalam membangun keluarga. Karya tervisualkan melalui variasi teknik tenun sebagai metafora sifat perempuan dengan material benang kapas dan bunga kapas. Sebagai hasil pertumbuhan dari tanaman kapas yang dipelihara dengan baik, dapat dianalogikan dengan anak-anak dalam keluarga yang tumbuh dan berkembang baik, bila hidup pada lingkungan keluarga yang baik.

Perempuan Penyangga Keluarga

kapas, benang kapas, kulit kerang,tenun manual, dan sisipanputih, krem, coke- lat,50 cm x 1500 cm,2017.

Page 179: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

16

Perempuan Penjaga Tradisi

Karya seni sebagai perwujudan perempuan dalam menjaga tradisi, memperlihatkan motif yang terbentuk dari benang lungsi yang diberi warna dengan teknik sapuan kuas. Motif tervisualkan menjadi dinamis, magis, dan terpusat. Hal ini merupakan metafora dari sifat perempuan, menjadi transparan, melayang, dan meditatif, dengan suasana magis dan dramatik.

Perempuan Penjaga Tradisi

kapas, benang kapas, kulit kerang, kepeng bolong,tenun

manual, sisipan, dan kolase,abu-abu, merah tua,

cokelat, hitam, emas,40 cm x 700 cm,2017.

Page 180: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

17

Karya seni sebagai perwujudan perempuan yang menjalankan seni budaya, tervisualkan melalui keragaman teknik tenun dengan perpaduan material yang memperlihatkan hasil budaya lama dan baru sehingga menjadi dinamis dan atraktif. Visualisasi merupakan metafora dari sifat perempuan, menjadi bermain-main, berdimensi, festive, dinamis, atraktif dan memunculkan bentuk-bentuk baru.

Perempuan Pelaku Seni

Perempuan Pelaku Seni benang kapas, polyester, kulit kerang, koin, kawat, renda katun, kancing, keramik, rempah,tenun manual, sisipan, kolase,putih, abu-abu, kuning, merah, merah tua, biru, cokelat, hijau, 50 cm x 700 cm, 40 cm x 700 cm. 2017.

Page 181: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

18

Ucapan terima kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA selaku Promotor, dan Dr. Suastiwi, M.Des, selaku Kopromotor. Demikian pula kepada para pembimbing : Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum., Prof. M. Dwi Marianto, MFA. Ph.D., Prof. Drs. Gustami M.Hum., Prof. Drs. Soeprapto Soedjono MFA. Ph.D., Prof. Sugiyono, Dr. St. Sunardi, Dr.H. Suwarno Wisetrotomo, Kurniawan Adi Saputro Ph.D., Wiwik Sushartami, Dr. GR. Lono Lastoro Simatupang, MA., Ph.D., Dr. Prayanto Widyo Harsanto, M.Sn., Dr. Fortuna Tyasrinestu. Pimpinan, para dosen Fakultas Seni Rupa-Institut Kesenian Jakarta, dan sahabat baik yang telah mendukung studi lanjut penulis: Ki Slamet Rahardjo Djarot, Prof. Sapardi Djoko Damono, Dr. Wagiono Sunarto, Dr. Seno Gumira Adjidharma, Dr. Indah Tjahjawulan, Dr. Iwan Gunawan, Prof. Bambang Sugiharto. Kerabat keluarga yang sangat mencintai, mendukung, dan selalu dalam do’a, (alm) Zulaicha Marzuki, (alm) T. Soediarto, (alm) Ahmad Mirza Julistia, ananda Ahmad Raihan, dan Ahmad Farizi. Para sahabat di Institut Kesenian Jakarta serta sahabat dan staf adminstrasi selama menuntut ilmu di Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Page 182: PEREMPUAN SASAK DALAM EKSPRESI VISUAL

19

Lucky Wijayanti Ryanthi Soediarto

Lahir di Palangkaraya, tanggal 15 Agustus 1968. Menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana di Institut Kesenian Jakarta Fakultas Senirupa Jurusan Kriya Tekstil. Karirnya sebagai dosen dimulai pada tahun 1994, mengajar di jurusannya hingga saat ini. Tahun 2007, mendapatkan beasiswa penelitian untuk seniman profesional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun 2011, menyelesaikan pendidikan jenjang Magister di Institut Kesenian Jakarta program studi Kajian dan Penciptaan Seni. Tahun 2012, mendapatkan beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk program doktoral di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Tahun 2016, menerima dana hibah Penelitian Disertasi Doktor dari Kemenristek RI.

Sebagai dosen dengan jenjang Penata Tingkat I (IV/B), Lektor Kepala. Jabatan struktural yang pernah dijalani: sebagai Sekretaris jurusan kriya (2005), Wakil Dekan Senirupa bidang kemahasiswaan dan kerjasama (2012), Wakil Rektor bidang Akademik (2016), Pejabat sementara Rektor di Institut Kesenian Jakarta (2016).

Tahun 2014, menerima penghargaan ‘Commemoration of the Asian Living Human Treasures’, Manila-Philippines. Tahun 2018, memiliki 4 sertifikat Hak Cipta atas karya tenunnya. Saat ini aktif membantu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk anak-anak kebutuhan khusus, dan pendidikan non formal. Membina para perajin untuk pengembangan dan desain produk seni. Profesi seniman dan akademisi diisi dengan kegiatan pameran dan seminar kesenian.