pelestarian pola permukiman tradisional suku sasak

Upload: femmy-marsella

Post on 07-Mar-2016

90 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pelestarian Pola Permukiman Tradisional Suku Sasak

TRANSCRIPT

  • Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 87

    PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN

    LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR

    Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

    Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia

    email: [email protected]

    ABSTRAK

    Karakter dari suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya yang terbentuk dalam suatu permukiman

    dan masih menjaga local wisdom mereka, hal ini dapat terlihat dari permukiman tradisional Suku Sasak di

    Dusun Limbungan Kabupaten Lombok Timur, yang menjaga rumah adat mereka dari segala perubahan. Tujuan

    dari studi adalah mengidentifikasi karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dan

    mengidentifikasi karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang

    permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik dan non fisiknya, dan kearifan lokalnya, serta

    menentukan arahan pelestarian bagi permukiman tradisional Limbungan. Metode yang digunakan adalah

    deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik

    lingkungan hunian memperlihatkan adanya pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu

    tempat hunian di bagian tengah, dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman. Dari hasil struktur

    ruang permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan terbentuk berdasarkan konsep filosofi, yaitu konsep arah

    sinar matahari, konsep terhadap gunung rinjani, konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet

    dan tanah berundak-undak, dan konsep bentuk rumah yang seragam terdiri dari rumah yang berjajar (suteran).

    Penempatan elemen rumah (bale) berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan bale. Pola

    pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai kosmologi

    berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya sehingga menghasilkan

    ruang-ruang khusus.

    Kata kunci: Pola tata ruang, Permukiman tradisioal Sasak Limbungan, Sosial budaya, Pelestarian

    ABSTRACT

    The characteristics of an ethnic group are able to be seen from the tradition and the culture that are

    formed in a settlement and still guard local their domestic tourists, this can be seen from the traditional

    settlement of the Sasak Ethnic Group in the Village Limbungan the Lombok Regency East, that is on duty at their

    traditional house from all the changes. The aim of the research is identify non physical the culture social

    characteristics of the Limbungan Village community, and identify the physical characteristics of the pattern of

    the layout of the settlement that is formed, as well as analyses the pattern of the layout of the traditional

    settlement that is formed resulting from the influence of the culture social system his community's, and his local

    wisdom, as well as determine the conservation directive for the traditional Limbungan settlement. The method

    used in this study is descriptive-evaluative. All data was collected through field observation, questionaire and in-

    depth interview. The study showed that the spatial concept formed by physical characters of the settlement,

    indicates a division of land us; housing area is located in the middle of settlement, and farming area is located

    outside of the housing area. From outcome of study the structure traditional settlement space of the Sasak

    Limbungan Ethnic Group is formed be based on the concept of philosophy, the concept of the direction of the

    sun rays, the concept against the mountain rinjani, the concept of the development of the house and his element

    in a lined-up manner and the land berundak-undak, and the concept of the form of the house that the uniform

    consists of the lined-up house (suteran). The allocation of the element of the house (bale) take the form of panteq

    have the position face each other with bale. The pattern of the development of the layout of the Sasak community

    in the Limbungan Village is oriented in the value of cosmology am based on the belief system and the

    community's based traditions the culture so as to produce special spaces.

    Keyword: The housing pattern of the layout, The traditional Sasak Limbungan settlement, Social the culture,

    Conservation

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    88 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    PENDAHULUAN

    Sejak lama disadari bahwa budaya

    memiliki peran yang sangat penting dalam

    membentuk struktur ruang permukiman.

    Penggambaran struktur ruang permukiman juga

    dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada

    pelaksanaan ritual dan acara keagamaan. Acara

    ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang

    digunakan tidak semata untuk ritual saja,

    sehingga strukturnya juga nampak temporal.

    Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat

    terkait dengan budaya dalam menata ruang

    permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup

    dan berbagai acara keagamaan (Sasongko,

    2005:5).

    Dusun Limbungan yang terletak di

    kawasan kaki Gunung Rinjani ini memiliki

    kawasan rumah adat menempati dua gugus,

    yaitu Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah

    dan Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah.

    Kedua hunian itu dibatasi tanaman hidup dan

    pagar bambu yang dianyam kasar, yang mereka

    sebut kampu. Rumah-rumah mereka berdinding

    bambu yang dianyam, berlantai tanah campuran

    tahi kerbau, beratap alang-alang, dengan rangka

    konstruksi campuran kayu dan bambu.

    Dusun ini sudah ditetapkan sebagai desa

    budaya oleh pemerintah Lombok Timur, sebagai

    salah satu perkampungan tradisional dengan

    rumah-rumah adat dengan keunikan sosial

    budaya yang masih kental.

    Pola tata ruang permukiman tradisional

    serta gaya arsitektur tradisional yang terdapat di

    Dusun Limbungan merupakan salah satu bentuk

    pusaka budaya yang kaya akan nilai sejarah,

    filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat.

    Oleh karena itu sebagai salah satu desa adat

    yang memiliki pola tata ruang permukiman unik

    yang sarat akan nilai budaya, Dusun Limbungan

    perlu mendapatkan perhatian khusus yang

    dimaksudkan untuk tetap memperhatikan

    eksistensi dan kesinambungan prinsip-prinsip ke

    dalam tradisi yang baku, yaitu berupa pola tata

    ruang permukiman tradisional yang telah

    terwujud dalam ruang tradisional Dusun

    Limbungan.

    Dengan menetapkan desa tradisional

    sebagai cagar budaya maka kepunahan suatu

    monumen hidup sisa budaya lama dapat

    dihindari (Soeroto, 2003:48). Oleh karena itu

    upaya pelestarian sebagai salah satu cara untuk

    mengantisipasi perubahan dan perkembangan

    yang terjadi sangat diperlukan. Pola tata ruang

    permukiman tradisional serta gaya arsitektur

    tradisional yang terdapat di Dusun Limbungan

    merupakan salah satu bentuk pusaka budaya

    yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan

    budaya masyarakat setempat.

    Menurut Tanudirjo (2003), pelestarian

    justru harus dilihat sebagai suatu upaya untuk

    mengaktualkan kembali warisan budaya dalam

    konteks sistem yang ada sekarang. Pelestarian

    juga harus dapat mengakomodasikan

    kemungkinan perubahan karena pelestarian

    harus dianggap sebagai upaya untuk

    memberikan makna baru bagi warisan budaya

    itu sendiri Widayati (2002).

    Pengambilan tema tentang pelestarian

    permukiman tradisional Dusun Limbungan,

    dilatarbelakangi oleh potensi budaya dan adat

    istiadat serta permukiman tradisionalnya yang

    masih tetap terjaga, yang dapat dikembangkan

    secara lebih jauh. Selain itu, juga

    dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan

    diantaranya: Terdapat beberapa bangunan

    tradisional tampak kurang terawat dan hilangnya

    beberapa elemen bangunan disebabkan

    pemeliharaan bangunan yang sangat tergantung

    pada tingkat ekonomi masing-masing

    pemiliknya, adanya kecenderungan masyarakat

    ingin mengalami perubahan dalam bentuk dan

    konstruksi bangunan rumah, terlihat dari

    berkembangnya ruang-ruang baru (rumah semi

    permanen) di sekitar batas pekarangan

    permukiman tradisional Dusun Limbungan yang

    dikhawatirkan akan merusak konsep tata ruang

    permukiman tradisional, belum adanya

    kebijakan khusus yang mengatur tentang bentuk

    pelestarian kawasan Desa budaya di Dusun

    Limbungan.

    METODE PENELITIAN

    Metode yang digunakan dalam studi ini

    adalah metode deskriptif evaluatif, melalui

    observasi, kuisioner, dan wawancara.

    Pengambilan sampel dihitung dengan rumus

    Slovin, menggunakan teknik pengambilan

    proporsional untuk mendapatkan sampel yang

    merata di seluruh wilayah studi. Kriteria

    pemilihan sampel, yaitu:

    1. Bangunan harus masih memiliki ciri khas tradisional permukiman suku Sasak, berusia

    lebih dari 50 tahun;

    2. Karakter bangunan menunjukkan adanya penerapan pola tata ruang berdasarkan

    konsep Islam dan kepercayaan animisme

    serta dinamisme; dan

    3. Masih terdapat budaya dan tradisi lokal yang sering dilakukan dalam kawasan

    permukiman.

    Dari 139 unit bangunan tradisional

    diambil sampel seluruh bangunan, yaitu

    Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah dan

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    89

    Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah asli.

    Sampel masyarakat didapatkan dari perhitungan

    rumus Slovin sebanyak 82 sampel.

    1. Tahap pertama: mengidentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat

    Dusun Limbungan.

    a. Tinjauan sejarah dan perkembangan Dusun Limbungan dan budaya

    bermukim masyarakat Suku Sasak

    Limbungan yang meliputi sejarah

    munculnya dusun dan permukiman

    tradisional.

    b. Analisis sosial budaya (Koentjaraningrat, 1982)

    1) Sistem kelembagaan; 2) Sistem

    kemasyarakatan/kekerabatan;

    3) Kehidupan ekonomi; dan 4) Kehidupan budaya dan religi

    Hasil interpretasi sejarah dan pengaruhnya

    terhadap karakteristik sosial budaya

    masyarakat Dusun Limbungan, dijadikan

    dasar untuk mendukung kajian untuk

    analisis karakteristik pola tata ruang

    permukiman tradisional.

    2. Tahap kedua: mengidentifikasi pola tata ruang permukiman Dusun Limbungan dan

    menganalisis kesesuaiannya dengan konsep

    pola tata ruang tradisional Suku Sasak.

    a. Analisis tata guna lahan dilakukan untuk melihat elemen apa saja yang

    membentuk ruang permukiman,

    pengaruhnya terhadap pemanfaatan

    guna lahan, dan peletakan elemen

    berdasarkan konsep yang dikenal dalam

    pola tata ruang tradisional Suku Sasak.

    Selanjutnya, untuk melihat keterkaitan

    antar elemen-elemen pembentuk

    kawasan pedesaan, dilakukan analisis

    dengan teknik super impose guna lahan.

    Kajian elemen pembentuk kawasan

    pedesaan meliputi:

    1) Perairan; 2) Hutan; 3) Permukiman; 4) Pertanian; 5) Infrastruktur; dan 6) Tanah kosong.

    b. Analisis ruang budaya dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan hirarki

    ruang dan sifat penggunaan ruang yang

    ada di Dusun Limbungan. Pendekatan

    yang dilakukan adalah secara

    eksploratif, dengan melihat fungsi dan

    kepentingan ruang permukiman dari

    hasil analisis kehidupan budaya dan

    religi dan kegiatan masyarakat sehari-

    hari.

    c. Analisis pola tata ruang tempat tinggal. Pada tahap ini, analisis dilakukan

    dengan mengidentifikasi tiga variabel,

    yaitu di antaranya:

    1) Fisik bangunan dan pekarangan; 2) Struktur tata ruang tempat tinggal;

    dan

    3) Pola tata bangunan. 3. Tahap ketiga: menentukan arahan

    pelestarian secara fisik dan non fisik

    berdasarkan analisis pola permukiman

    sebelumnya dengan kondisi bangunan

    eksisisting yang ada.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Karakteristik Sosial Budaya

    1. Sistem Kelembagaan

    Memiliki dua sistem pemerintahan, yaitu

    pemerintahan formal dan pemerintahan

    tradisional, atas beberapa kanoman

    (pemerintahan kecil), yaitu pimpinan para

    Kliang atau kepala dusun

    Gambar 1. Sistem Pemerintahan Tradisional

    Dengan toak memiliki peran menetapkan

    peraturan adat Dusun Limbungan,menjadi

    pemimpin penyelenggara upacara adat.

    a. Hukum Adat Peraturan adat yang mengatur

    permukiman adat di Limbungan:

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    90 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    a. Jika ingin membangun rumah permanen, maka pembangunan dilakukan diluar

    batas/area lingkungan permukiman adat.

    b. Tidak boleh mengubah dan merusak permukiman adat, baik letak,bahan alami

    bangunan, harus sesuai dengan aturan adat.

    c. Tidak boleh membangun kamar mandi/ WC di lingkungan permukiman adat.

    d. Segala upacara Adat harus sesuai dengan izin pemangku adat.

    e. Satu tahun sekali harus mengunjungi makam leluhur.

    2. Sistem kekerabatan Dalam kawasan limbungan, merupakan

    satu kerabat atau masih mempunyai hubungan

    darah, pernikahan sebagian besar dilakukan

    dengan kerabat sendiri, walau tidak tertutup

    kemungkinan mengambil calon istri/suami dari

    luar kawasan limbungan yang bukan kerabat.

    Masyarakat Dusun Limbungan juga

    mengenal prinsip patrelinear yakni mengikuti

    garis keturunan ayah dan jika terjadi perkawinan

    maka anak hasil perkawinan tersebut akan

    mengikuti gelar kebangsawanan ayahnya.

    Gambar 2. Sistem Kekerabatan di Dusun Limbungan

    Hasil kuisoner didapatkan bahwa

    penduduk yang tinggal sejak lahir sebanyak

    63,41%, pendatang (ikut istri/suami) sebanyak

    25,61%, faktor lokasi kerja 4.88%.

    3. Kehidupan Ekonomi Lapisan sosial di Dusun Limbungan terdiri

    dari:

    a. Lapisan Bangsawan (Golongan Menak) b. Lapisan Tokoh adat c. Lapisan Ulama d. Lapisan Masyarakat Biasa

    Sebagian besar warga Dusun Limbungan

    bermata pencaharian sebagai petani sebesar

    (67%), pedagang sebesar (14%),dan PNS hanya

    1 orang sebesar (0,19%), sebagian besar bekerja

    di bidang pertanian karena faktor lahan

    pertanian yang mendukung, dan pendidikan

    yang rendah.

    4. Kehidupan Religi dan Budaya Kepercayaan terhadap roh-roh nenek

    moyang, biasanya terdapat pada bukit-bukit

    tinggi tersebutlah roh nenek moyang

    bersemayam. Oleh sebab itu, mereka

    menyembah dan memuja roh-roh agar tidak

    terjadi bencana alam, mengakibatkan sebagian

    masyarakat Sasak di limbungan

    mengekeramatkan benda, dan makam keramat.

    Dalam kehidupan beragama, masyarakat Sasak

    limbungan merupakan masyarakat Islam

    tradisional yang fanatik.

    Tatanan adat istiadat dan ikatan sosial

    kekerabatan yang berlaku di Dusun Limbungan

    masih begitu kuat upacara-upacara tersebut yaitu

    upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara

    kematian, sistem pembagian warisan, dan

    upacara panen padi.

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    91

    a. Tahap kegiatan upacara

    1) Upacara kelahiran Tahap kegiatan berupa: Bretes ,Tukaq

    Ariq Kakaq, Polang duri, Ngurisang, Nyunatang.

    Gambar 3. Upacara Kelahiran

    Bretes

    Melahirkan

    Tukaq Ari Kakaq

    Ngurisan

    Keterenagan:

    1 = Rumah inti

    2 = Halaman rumah

    3 = Masjid

    Gambar 4. Pemakaian Ruang Mikro Upacara

    Kelahiran

    2) Upacara perkawinan Tahap kegiatan berupa: Midang,

    Memaling, Sejati, Selabar, Bait Wali, Bait Janji,

    Sorong Serah Aji Krama,Nyongkolan.

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    92 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    Gambar 5. Upacara Perkawinan

    3) Upacara kematian Tahap kegiatan, yaitu: pemberian aiq daun

    bidara, belangar, betukaq, memandikan, dan

    mengkafankan, mensholatkan jenazah,upacara

    penguburan, dan upacara setelah penguburan.

    Gambar 6. Upacara Kematian

    4) Upacara bertani

    Gambar 7. Upacara Bertani

    5) Upacara keagamaan Acara kegiatan berupa: Nuzulul Quran,

    Maulid Nabi SAW, lebaran Idul Fitri, dan

    Lebaran Topat.

    Gambar 8. Upacara Keagamaan

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    93

    b. Pemakaian ruang makro 1) Upacara Kelahiran

    LEGENDA

    Jalan Utama

    Jalan

    Lingkungan

    Rumah

    Tradisional

    Rumah Panitia

    tempat Khitanan

    Rumah Anak yang

    disunat

    Jalur Bejaran

    50m 100 250

    Masjid/Musholla

    Rumah Ketua

    Adat

    Kali

    7. J

    alur

    bejaran

    Hutan Limbungan

    Putra Amaq Min

    Putra Amaq Kar

    Putra Amaq Amir

    Putra Amaq Nasiadi

    Makam leluhur

    Batu Maliq

    Kali

    Kali

    Jalur proses pema

    ndian

    Jalu

    r Bekayu

    dan

    Jalu

    r

    ke m

    akam

    lelu

    hur

    4

    1

    3

    2

    47

    5

    2

    6

    6

    Masjid

    Masjid

    Gambar 9. Pemakaian Ruang Makro Upacara Sunatan

    2) Upacara perkawinan

    Gambar 10. Pemakaian Ruang Makro Upacara Perkawinan

    LEGENDA

    Jalan Utama

    Jalan

    Lingkungan

    Rumah

    Tradisional

    Rumah Ketua

    Adat Laki-laki

    Rumah Laki-laki

    Rumah Perempuan

    Jalur Nyongkol

    Masjid/Musholla

    Rumah Ketua

    Adat Perempuan

    Rumah Kyai

    Jalu

    r up

    acar

    a pe

    rkaw

    inan

    1

    1

    2

    3

    4

    5

    6

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    94 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    3) Upacara kematian

    Sawah

    LEGENDA

    Jalan Utama

    Jalan Lingkungan

    Persil Rumah

    Tradisional

    MAKAM

    Masjid/Musholla

    Rumah Duka

    Rumah KyaiJalur ke Makam

    Makam Umum

    Jalu

    r m

    elay

    at k

    e ru

    mah

    duk

    a

    Jalu

    r p

    emak

    am

    an

    Jalur pemakaman

    1

    2

    4

    5

    5

    6

    50 100 m250

    Gambar 12. Pemakaian Ruang Makro Upacara Kematian

    4) Upacara bertani

    Gambar 13. Pemakaian Ruang Makro Upacara Bertani

    - Acara Mundak

    - Menggala

    - Penanaman padi

    - Panen

    Sawah

    Rumah permanen

    Ruang yang

    terbentuk karena

    kegiatan Upacara

    Bertani

    Rumah Tradisional

    Jalan

    Lingkungan

    Jalan Utama

    LEGENDA

    Makam Batu Maliq

    Jalur u

    pacara B

    ertani

    Jalu

    r up

    aca

    ra B

    ertan

    i

    Jalur k

    e mak

    am lelu

    hur

    Sawah

    Jalur Upacara Bertani

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    95

    5) Upacara keagamaan

    Gambar 1 Pemakaian Ruang Makro Upacara Keagamaan

    4. Guna Lahan a. Elemen pembentuk kawasan pedesaan 1) Perairan

    Dusun Limbungan dilewati oleh sungai

    bernama Kokok Limbungan dengan lebar 15

    meter, perairan (sungai) sangat penting dalam

    pemilihan tempat bermukim. Selain itu

    penduduk yang sebagian besar bekerja di sawah

    sehingga sangat tergantung pada lokasi sungai

    untuk aliran irigasi sawah selain sungai,

    penduduk juga memanfaatkan sumber mata air

    untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan

    mengairi sawah mereka

    Sekitar tahun 1997, pemerintah kabupaten

    Lombok Timur membangun proyek irigasi

    melalui pemasangan pipa-pipa distribusi dari

    sumber mata air ke rumah-rumah penduduk

    sehingga penduduk tidak perlu lagi mengambil

    air ke atas bukit.

    2) Hutan Tahun 1980 Limbungan masih ditutupi

    oleh lahan hutan. Kemudian pada tahun 1980-

    an, pengalihan kepemilikan hutan adalah negara

    (Perhutani Lombok Timur). Dengan lahan yang

    masih dimanfaatkan oleh masyarakat dan untuk

    kepentingan negara yaitu sebagian pengalihan

    hutan menjadi sawah, hutan, dan kebun.

    3) Pertanian Penduduk Limbungan membuka lahan

    hutan menjadi lahan pertanian dan bermukim

    pada tahun 1919 yang berupa sawah, ladang

    kebun. Sebagian besar penduduk bekerja di

    lahan pertanian.

    4) Permukiman Tahun 1919 1960 fase awal, yaitu dari

    lahan hutan menjadi bentuk repoq-repoq, yaitu

    terbentuknya suatu pola permukiman yang

    umumnya berada di tengah-tengah lahan

    persawahan, tahun 1920 mulai terbangun

    permukiman tradisional Sasak ini yang berbahan

    baku ilalang, tanah liat, dan getah tumbuh-

    tumbuhan yang pada saat ini disebut dengan

    permukiman bale adat Sasak kemudian

    bertambahnya rumah semi permanen maka

    rumah-rumah tersebut berkembang menyeluruh

    linear mengikuti jalan ke arah timur dengan area

    central bale adat.

    5) Infrastuktur Pada awal perkembangannya tahun 1919,

    jalan menuju permukiman di Dusun Limbungan

    dan dusun sekitarnya merupakan jalan makadam

    tanah yang berbatu-batu, dengan sarana yang

    ada berupa masjid dan makam. Tahun 1961-

    1990 permukiman masih berupa jalan tanah

    makadam, namun sudah tidak berbatu-batu SD

    Nomor 4 Perigi tahun 1980-an serta musholla.

    Pada tahun 1994, pemerintah kabupaten

    Lombok Timur mulai membangun jalan aspal

    yang menghubungkan ibu kota kecamatan

    Pringgabaya.

    LEGENDA

    Jalan Utama

    Jalan

    Lingkungan

    Ruang yang

    terbentuk karena

    kegiatan

    penduduk

    mengikuti

    peringatan Maulid

    Nabi Muhammad

    SAW

    0

    Masjid/Musholla

    Rumah Kyai

    Persil Rumah

    Tradisional

    Jalu

    r pe

    raya

    an M

    aulid

    Nab

    i

    22

    2

    2

    2

    1

    1

    3

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    96 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    b. Peletakan elemen permukiman Pembentukan elemen-elemen yang

    membentuk ruang permukiman menggunakan

    Bale, Panteq yang terdiri dari Lumbung dan

    Berugaq serta istilah dalam permukiman

    tradisional Dusun Limbungan terdapat rumah

    yang berjajar yang disebut suteran, dan di antara

    suteran terdapat lorong atau penggorong.

    Kumpulan Suteran disebut gubug, kampu atau

    dasan.

    Gambar 2. Pola Elemen pada Permukiman Tradisional Limbungan

    Gambar 3. Transek Dusun Limbungan Melintang Vertikal Arah Utara - Selatan

    Keterangan:

    A = Bale

    B = Panteq (Lumbung dan Berugaq)

  • Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 97

    Gambar 4. Transek Dusun Limbungan Melintang Horizontal Arah Barat-Timur

    Pembagian ruang di Dusun Limbungan

    sesuai dengan tata peletakan elemen ruang

    permukiman tradisional:

    a) Kawasan permukiman terdiri dari rumah permanen, rumah tradisional, fasilitas umum

    berupa Masjid, Musholla. Perkembangan

    rumah tradisional mengelompok di wilayah

    ujung bagian barat dan timur, yang

    dikelilingi pagar tanaman hidup. Di sebelah

    dan dekat dengan permukiman tradisional

    terdapat kandang sebagai lahan peternakan.

    Sedangkan untuk rumah permanen umumnya

    menyebar linear sepanjang jalan utama,

    untuk Masjid serta Musholla terletak dekat

    dengan permukiman tradisional yang

    letaknya menyebar merata di bagian barat

    dan timur. Dan untuk fasilitas umum yaitu

    berupa SD yang terletak di ujung sebelum

    memasuki kawasan permukiman tradisional;

    b) Lahan pertanian yang yang dijadikan sebagai lahan yaitu sawah dan kebun yang terletak di

    luar area permukiman; dan

    c) Di luar areal pertanian terdapat area hutan luas yang masih terlindungi, dan di dalam

    hutan ini membentuk ruang ritual, di dalam

    hutan terdapat makam leluhur masyarakat

    Limbungan yang tiap waktu tertentu

    dikunjungi penduduk.

    Gambar 5. Penggunaan Fungsi Ruang Di Dusun Limbungan

    Limbungan Barat

    Lim

    bung

    an T

    imur

    Ruang Sacred

    (Permukiman Adat)

    Ruang Budaya

    Ruang Makro

    (permukiman,

    lahan pertanian)

  • Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 98

    Gambar 6. Pergerakan Penduduk Dusun Limbungan Dalam Home Range

    5. Struktur Ruang Berdasarkan Ritual Pemakaian ruang pada upacara ritual

    masing-masing upacara menggunakan ruang

    permukiman adat secara mikro serta makam

    leluhur secara makro.

    6. Struktur Ruang Permukiman a. Konsep filosofis 1) Konsep arah sinar matahari

    Gambar 7. Pola Arah Hadap timur

    Semua permukiman adat di Dusun

    Limbungan menghadap ke arah timur(sinar

    matahari) menunjukkan pembentukan karakter

    masyarakat Sasak bahwa yang muda juga harus

    melindungi yang tua, dan jika ada musuh

    menyerang maka kaum yang mudalah yang

    terlebih dahulu harus menyerang

    b. Terhadap gunung rinjani

    Masyarakat Suku Sasak Limbungan

    meyakini Gunung Rinjani sebagai sumber

    kekuatan supranatural di Lombok dan tempat

    bermukimnya Dewi Anjani yang dihormati oleh

    Suku Sasak. Semakin tinggi suatu tempat dan

    semakin mendekati gunung rinjani maka sifat

    kesakralannya semakin tinggi, Dalam struktur

    pembangunan rumah, maka sang orang tua selalu

    bertempat tinggal di tempat yang lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan tempat tinggal anak-

    anaknya. Begitu pun juga untuk anak yang tertua,

    maka peletakan posisi rumahnya berada pada

    bagian yang paling tinggi jika dibandingkan

    dengan adik-adiknya. Nilai filosofis yang

    terkandung di dalamnya bahwa orang tua harus

    menurunkan/memberikan panutan dengan sifat-

    sifat leluhur pada anaknya.

    Gambar 8. Pola Bangunan Terhadap Gunung Rinjani

  • Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 99

    c. Konsep pembangunan Rumah dan elemennya secara berderet dan tanah berundak-undak

    Pembangunan rumah dengan konsep ini

    mencerminkan penduduk yang terdiri dari satu

    kelompok dan dapat dikatakan secara

    keseluruhan merupakan satu warga besar yang

    terdiri atas anak, cucu, kemenakan, merupakan

    satu kesatuan dari keluarga majemuk.

    Gambar 9. Pola Bangunan Secara Berderet

    Konsep undak-undakan ini

    diiterprestasikan pada baris horizontal maupun

    vertikal. Dari baris horizontal semakin ke tengah

    undak-undakannya semakin rendah, dan dari

    baris vertikal semakin ke arah belakang maka

    undak-undakannya semakin tinggi selain

    memiliki fungsi dari segi keamanan agar

    menghindari bencana alam jika suatu saat terjadi,

    serta terhindar dari malapetaka yang dapat

    menimpa Dusun Limbungan, juga menjaga agar

    rumah generasi tua yang terletak di baris

    belakang, akan tetap mendapatkan sinar matahari

    yang cukup mengingat tempatnya yang lebih

    tinggi dari baris didepannya.

    Gambar 10. Konsep Undak-Undak Horizontal

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    100 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    Gambar 11. Konsep Undak-Undak Vertikal

    7. Struktur Ruang Permukiman Berdasarkan Aktivitas Kegiatan

    a. Bale Adat (rumah adat), selain sebagai tempat tinggal juga sebagai pusat aktivitas.

    Bale adat merupakan inti dari Dusun

    Limbungan, karena fungsinya dimanfaatkan

    penduduk Limbungan selain sebagai tempat

    tinggal juga sebagai kegiatan upacara adat,

    dan ritual budaya

    b. Masjid (langgar), sebagai sub pusat aktivitas. Elemen tempat ibadah ini merupakan simbol

    pemersatu penduduk Limbungan, karena

    fungsinya dimanfaatkan oleh semua

    penduduk Dusun Limbungan (multi fungsi).

    c. Sawah/ladang, sebagai tempat/ ruang bekerja. d. Makam leluhur, sebagai tempat ritual. Ruang

    ini memiliki fungsi teritori tersier yang

    dianggap penting, karena merupakan ruang

    publik yang memiliki nilai sakral yang tinggi.

    Pola Permukiman tradisional Suku Sasak

    Dusun Limbungan.

    Gambar 12. Pola Tatanan Ruang Permukiman Tradisional Limbungan

  • Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 101

    8. Pola tata ruang tempat tinggal a. Bale Adat Sasak

    Semua bale adat Sasak Limbungan

    menghadap ke arah timur, dan setiap rumah

    memiliki elemen berupa Lumbung yang juga

    disebut panteq. Penempatan elemen rumah

    berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan

    dengan bale, dan masing-masing bale memiliki

    satu panteq.

    Gambar 13. Konsep Arah Hadap Bale Sasak

    Ciri khas Bale Sasak yang terdapat di

    Dusun Limbungan dalam bentuk arsitektur:

    a) Bale menghadap arah timur/terbitnya sinar

    matahari, berfungsi sebagai faktor keamanan.

    b) Rumah yang dibangun seragam baik dari

    bentuk dan bahannya yang mencerminkan

    kekompakan penduduknya, yang masih

    memegang teguh adat dan budayanya serta

    menjaga tradisi gotong royong penduduknya

    dalam melakukan pelaksanaan setiap

    upacara.

    c) Dibangun diatas pondasi dan undak-undak yaitu untuk menghindari banjir tahunan dan

    menghangatkan ruangan pada waktu cuaca

    dingin

    d) Bale sasak mengandung konsep Islami yang menerapkan konsep Habluminanas

    (hubungan antar sesama manusia) yaitu

    terdapatnya Bale sebagai bangunan utama

    yaitu rumah tinggal yang berjejer dan

    didepannya terdapat Panteq yang salah

    satunya terdiri dari Berugaq memiliki fungsi

    sebagai ruang publik (untuk menerima tamu,

    untuk bersantai, tempat tidur anak laki-laki

    (berugaq) yang menerapkan konsep

    bertetangga, dan silaturahim.

    b. Rumah permanen Rumah permanen (Bale Batu) yang

    terdapat di Dusun Limbungan mengalami

    perkembangan setelah tahun 1990-an.

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    102 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    Gambar 14. Rumah Permanen

    Tabel 1. Hasil Penemuan Konsep Di Limbungan

    No. Konsep Hasil

    Temuan Keterangan

    1. Tahun

    pembangunan

    1920-

    1940

    Pembangunan awal

    rumah tradisional

    didirikan pada tahun

    1920-an sebesar 31%,

    pada tahun 1930-an

    sebesar 41%, dan pada

    tahun 1940-an sebesar

    28%.

    22. Orientasi

    bangunan

    Timur Semua bangunan

    (100%) tradisional di

    Limbungan menghadap

    ke arah timur. Hal ini

    terkait dengan faktor

    kepercayaan dan

    keamanan.

    3. Bahan

    Bangunan

    Terbuat

    dari

    bahan

    alami

    Semua rumah

    tradisional Limbungan

    terbuat dari bahan alami

    yaitu ilalang untuk

    atap, serta dinding

    terbuat dari bambu yang

    dianyam rapat, lantai

    rumah terbuat dari

    campuran tanah liat,

    bagian permukaan lantai

    terbuat dari getah pohon

    kayu banten dan bajur

    (istilah lokal), dicampur

    elemen hitam yang ada

    dalam batu bateri, abu

    jerami yang dibakar,

    kemudian diolesi

    dengan kotoran sapi.

    9. Struktur Tata Ruang Tempat Tinggal a. Elemen-elemen pembentuk ruang dalam

    permukiman tradisional Suku Sasak

    Limbungan

    1) Bale Sasak Bale Sasak ini memiliki denah berbentuk

    segi empat, yang terbagi menjadi dua ruang yaitu

    ruang sengko (ruang bawah) yang berfungsi

    sebagai ruang tamu (sesangkok), dan dalem bale

    (ruang atas) yang terdiri dari kamar tidur, dan

    dapur, antara ruang sengko dan dalam bale

    dibatasi oleh undak-undak (anak tangga).

    Gambar 15. Struktur ruang Bale

    Fungsi elemen-elemen ruang rumah pada

    bagian dalem bale (ruang atas) tersebut antara

    lain:

    a) Dalem bale (Ruang Tidur) berfungsi untuk tempat tidur biasanya masyarakat

    Limbungan digunakan untuk para wanita

    baik istri maupun anak, dan ruang khusus

    bila perempuan akan melahirkan atau

    mayat seseorang disemayamkan sebelum

    dikebumikan.

    b) Pawon atau dapur bagi masyarakat Limbungan difungsikan sebagai tempat

    memasak

    c) Sempare (ruang simpan barang), letak sempare biasanya berada di atas dapur/

    langit-langit rumah atau di sebelah kiri

    tempat tidur.

    Gambar 16. Ruang dalem Bale

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    103

    d) Ruang Sengko (Ruang Bawah) yang terdiri dari sesangkok (ruang tamu) yang

    letaknya berada di depan pintu masuk

    rumah utama sebagai tempat menerima

    tamu dan tempat duduk-duduk.

    2) Panteq Terdiri dari Lumbung yang berfungsi

    sebagai tempat menyimpan padi dan Berugaq

    sebagai ruang sosial.

    Gambar 17 Panteq di Limbungan

    3) Kandang Kandang komunal yang dijadikan satu dan

    berada di luar ruang atau halaman besar

    permukiman asli Sasak, terletak di bagian pinggir

    permukiman. Hal ini karena kandang sapi

    dianggap kotor sehingga harus berada di luar

    areal permukiman.

    Gambar 18. Kandang di Limbungan

    4) Masjid Permukiman tradisional di Limbungan juga

    dicirikan dengan keberadaan Masjid di bagian

    depan dan musholla di bagian belakang, hal ini

    merupakan simbol bahwasanya penduduk

    Limbungan merupakan penduduk beragama

    Islam yang taat beribadah.

  • Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 104

    Gambar 19 Masjid di Limbungan

    5) Jalan Jalan di lingkungan permukiman bale asli

    terdiri dari jalan besar dan jalan setapak. Jalan

    besar yang merupakan sirkulasi lalu lintas utama

    serta sebagai ruang dalam upacara seperti

    pernikahan dan kematian. Dan jalan setapak,

    yang berfungsi sebagai pembatas antara baris

    rumah serta ruang sirkulasi untuk membawa hasil

    pertanian dan jalan menuju kandang.

    Gambar 20. Jalan Setapak Permukiman Tradisional Limbungan

    6) Halaman Berfungsi sebagai ruang sirkulasi lalu lintas

    penduduk, halaman depan sebagai tempat

    kegiatan budaya seperti acara pernikahan,

    khitanan, kematian, dan lain-lain. Halaman

    samping dan belakang berfungsi sebagai kebun

    kecil yang ditanami tanaman berupa sayur-sayur,

    untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

    penduduk.

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    105

    Gambar 21. Leleah Permukiman Tradisional

    7) Pagar

    Pagar ini barasal dari bambu dan kayu

    banten yang kuat. Pada ruang mikro setiap 2

    (dua) sampai 5 (lima) rumah dibatasi dengan

    pagar pada saat pagi hari pagar dibuka dan pada

    malam hari pagar ditutup, hal ini terkait dengan

    fungsi keamanan. Sedangkan pada ruang

    makronya permukiman tradisional dikelilingi

    oleh pagar yang terbuat dari kayu banten yang

    kuat sebagai simbol keamanan dan pembatas.

    Gambar 22. Pagar Permukiman Tradisional

    8) Bong

    Gambar 23. Bong di Permukiman Tradisional

    10. Struktur Tata Ruang Berdasarkan Sistem Kekerabatan

    Gambar 24. Pola Skema Kekerabatan Tipologi I

    Gambar 25. Pola Skema Kekerabatan Tipologi II

    11. Kedudukan Elemen Bangunan Berdasarkan Konsep Ketinggian Dan

    Kepercayaan

    Pembangunan bale dan panteq saling

    berhadapan seperti konsep cermin, satu bale

    memiliki satu panteq. Hal ini menunjukkan

    bahwa panteq memiliki nilai sakral yang

    memiliki simbol ekonomi. Untuk pembangunan

    bale yang dibangun secara berderet berdasarkan

    sistem kekerabatan. Bale dan panteq dibangun

    berdasarkan kriteria tinggi rendah berdasarkan

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    106 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    senioritas dalam tingkatan usia. Orang yang lebih

    tua membangun rumahnya pada tempat tertinggi

    dan yang lebih muda berada di tempat yang lebih

    rendah.

    Gambar 26. Konsep Pola Kedudukan Elemen Bangunan

    Distribusi ruang antara secret dan profane,

    yang ditunjukkan oleh pentingnya nilai lumbung

    yang dapat disetarakan dengan kehidupan, juga

    berugaq selain untuk menyambut tamu,

    pertemuan antar warga juga acara ritual

    digunakan di berugaq.

    Gambar 27 Ekisting Kedudukan Antar Elemen Bangunan Suku Sasak di Dusun Limbungan

    12. Pola Tatanan Bangunan Pola pengembangan tata ruang masyarakat

    Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada

    nilai cosmo/ kosmologi berdasarkan sistem

    kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang

    berbasis budaya, sebagian masyarakat

    Limbungan

    Kepercayaan penduduk terhadap kekuatan

    gaib/ supranatural ini menghasilkan ruang-ruang

    khusus yang dikeramatkan penduduk yaitu

    Makam-makam leluhur penduduk Limbungan

    yang terdiri dari makam tingkatan rendah sampai

    tinggi yaitu makam rujuq, batu maliq, pepadang,

    gunung bentar, dan samak borok.

    Adapun fungsi masing-masing makam

    sesuai tingkatannya, sebagai berikut:

  • Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

    Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    107

    1) Makam rujuq yang berfungsi sebagai tempat pertapaan, pencarian benda pusaka, dan

    mendalami ilmu-ilmu mistik;

    2) Makan batu maliq dan pepadang berfungsi sebagai tempat masyarakat memohon doa setiap melakukan upacara budaya seperti

    pernikahan, kelahiran, tolak bala, minta hujan,

    dan keagamaan seperti hari besar Idul Fitri,

    dan Idul adha; dan

    3) Makam gunung dan samak borok berfungsi sebagai permohonan untuk menyembuhkan

    penyakit.

    Gambar 28. Tingkatan Makam leluhur Dusun Limbungan

    13. Arahan Pelestarian a. Arahan pelestarian fisik

    Dalam menentukan arahan pelestarian

    fisik, yaitu menggunakan langkah yaitu:

    1) Preservasi berupa: pemelihaaraan secara berkala, mengganti bahan bangunan yang

    sudah rusak/ lapuk, mempertahankan arah

    hadap, bahan dan konstruksi bangunan, serta

    aturan adat pembangunan rumah. Menjaga

    elemen permukiman tradisional dari

    kerusakan seperti elemen panteq, jalan di

    dalam permukiman adat, pagar dan bong

    serta perawatan makam leluhur secara

    berkala; 2) Konservasi (rehabilitasi) berupa

    Pengembalian kondisi bangunan yang telah

    rusak atau menurun berupa atap,lantai,

    dinding, sehingga dapat berfungsi kembali

    seperti sedia kala; dan

    3) Konservasi (rekonstruksi) berupa upaya mengembalikan kondisi dan membangun

    kembali bangunan dan elemen panteq yang

    telah hilang semirip mungkin dengan

    penampilan seperti aslinya.

    b. Arahan pelestarian Non fisik 1) Pelestarian dari sisi Ekonomi berupa: Insentif

    pajak dan subsidi;

    2) Sisi Sosial berupa: pemberian penghargaan dari pemerintah, publikasi yang luas,

    dilakukan upaya penyuluhan terkait

    pentingnya pelestarian pola permukiman

    Dusun Limbungan; dan

    3) Sisi Hukum berupa Legal designation (perlindungan yang sah), zoning (penentuan

    wilayah), ownership (kepemilikan).

    KESIMPULAN

    Pola permukiman Dusun Limbungan

    dipengaruhi oleh faktor berikut:

    1. Faktor kepercayaan penduduk terhadap faktor keamanan dan rumah penduduk dalam

    memperoleh cahaya matahari karena bagunan

    rumah yang tidak memiliki jendela, hal ini

    yang memandang arah timur sebagai arah

    yang diutamakan sebagai sumber kekuatan

    selain itu juga didukung sebagai alat

    pertahanan untuk mengetahui saat mereka

    saat diserang oleh musuh.

    2. Faktor hukum adat yang menuntut penduduk Limbungan untuk menjaga rumah asli

    mereka baik dari bahan rumah yang terbuat

    dari bahan alam, orientasi massa bangunan,

    serta pola rumah asli Suku Sasak tersebut.

    Adanya kepatuhan penduduk terhadap

    hukum adat dan kearifan lokal (genius local)

    penduduk merupakan faktor paling penting

    terhadap pelestarian keutuhan rumah asli ini.

    3. Membentuk pola grid yang mengelompok menjadi satu kesatuan, rumah-rumah dan

    elemennya disusun berjejer rapi seperti tusuk

    sate, pola ini mencerminkan sistem

    kekerabatan.

    4. Pola rumah tradisional di Dusun Limbungan

    membentuk ruang-ruang yang communal

    space, yaitu di antara jejeran bale yang

    berhadapan ini merupakan daerah comunal

  • PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

    LOMBOK TIMUR

    108 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

    space bagi penduduk dusun, yaitu

    terdapatnya lumbung dan berugaq sebagai

    tempat bersosialisasi penduduk dusun. Selain

    itu dapat dilihat perletakkan bale yang

    berhadapan dan sejajar dengan panteq yang

    terdiri dari Lumbung dan berugaq yang telah

    menerapkan konsep Islam yaitu konsep

    tawazun dan fungsional. Konsep tawazun

    (keseimbangan) dapat dilihat posisi berugaq

    sebagai bangunan publik dan merupakan

    communal space saling berhadapan dengan

    bale (bangunan privat). Konsep fungsional

    tercermin dalam posisi lumbung yang

    mewakili satu bale selain berfungsi sebagai

    ruang bersama sekaligus digunakan untuk

    mengawasi dan memberi kemudahan

    melayanai bangunan bale.

    SARAN

    Studi lanjutan dapat membahas aspek

    spasial pada permukiman tradisional Sasak

    Limbungan, aspek ekonomi masyarakat maupun

    aspek sosial budaya dalam permukiman

    tradisional Sasak Limbungan yang tidak lepas

    dari tuntutan perkembangan zaman, dan

    melanjutkan Permukiman tradisional Limbungan

    sebagai daya tarik wisata budaya Suku Sasak

    yang masih asli.

    Pemerintah harus ikut campur tangan dalam

    arahan pelestarian permukiman dengan cara

    memberi bantuan dana, promosi, dan

    memberikan penyuluhan kepada warga mengenai

    pentingnya pelestarian pada rumah tradisional

    Limbungan, karena jika pemerintah tidak

    memberikan bantuan dan dukungan

    dikhawatirkan masyarakat akan lebih tertarik

    untuk tinggal di rumah permanen.

    DAFTAR PUSTAKA

    Koentjaraningrat. 1982. Sejarah Teori

    Antropologi I. Jakarta: UI Press.

    Oswald, F. & Baccini, P. 2003. Netzstadt

    Einfhrung in das Stadtentwerfen. Berlin:

    Birkhuser-Verlag fr architektur.

    Tanudirjo,A. 2003.Warisan Budaya Untuk Semua Arah Kebijakan Pengelolaan

    Warisan Budaya Indonesia di Masa

    Mendatang. Makalah Kongres Kebudayaan

    V. Bukit Tinggi, 2002.

    Widayati, N. 2002. Permukiman Pengusaha

    Batik Di Laweyan Surakarta. Jakarta:

    Program Pascasarjana Fakultas Sastra

    Universitas Indonesia.