perbandingan hukum tata negara fix

43
Perbandingan Hukum Tata Negara (Indonesia dan Swiss) PERBANDINGAN KONSTITUSI NEGARA INDONESIA DENGAN NEGARA SWISS BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UMUM PERUBAHAN KONSTITUSI, BENTUK PEMERINTAHAN, BENTUK NEGARA SERTA SISTEM PEMERINTAHANNYA BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan Negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang baru saja memperoleh kemerdekaannya. Melalui konstitusi kita dapat melihat sistem ketatanegaraan suatu Negara. Konstitusi merupakan hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya di setiap Negara. Istilah konstitusi pada mulanya berasal dari perkataan latin, constitutio yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti “hukum atau prinsip”.[1] Di zaman modern, bahasa yang biasa dijadikan sumber rujukan mengenai istilah konstitusi adalah Inggris, Jerman, Perancis, Italia dan Belanda. Untuk pengertian constitution dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda membedakan antara constitutie dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman membedakan antara verfassung dan 1

Upload: wahyutioramadhan

Post on 15-Jul-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas perbandingan hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Perbandingan Hukum Tata Negara (Indonesia dan Swiss)

PERBANDINGAN KONSTITUSI NEGARA INDONESIA DENGAN NEGARA

SWISS BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UMUM PERUBAHAN

KONSTITUSI, BENTUK PEMERINTAHAN, BENTUK NEGARA SERTA

SISTEM PEMERINTAHANNYA

BAB 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang

Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan

Negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang baru saja memperoleh

kemerdekaannya. Melalui konstitusi kita dapat melihat sistem ketatanegaraan

suatu Negara. Konstitusi merupakan hukum yang dianggap paling tinggi

tingkatannya di setiap Negara.

Istilah konstitusi pada mulanya berasal dari perkataan latin, constitutio

yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti “hukum atau prinsip”.[1] Di

zaman modern, bahasa yang biasa dijadikan sumber rujukan mengenai istilah

konstitusi adalah Inggris, Jerman, Perancis, Italia dan Belanda. Untuk pengertian

constitution dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda membedakan antara constitutie

dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman membedakan antara verfassung dan

grundgesetz seperti antara grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda.[2]

Istilah konstitusi menurut Wirjono Prodjodikoro berasal dari kata kerja

“constituer” dalam bahasa Perancis yang berarti “membentuk”, jadi konstitusi

berarti pembentukan. Konstitusi mengandung permulaan dari segala macam

peraturan pokok mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan

besar yang bernama Negara. K.C. Wheare F.B.A dalam bukunya Modern

Constitution menjelaskan istilah konstitusi dapat dibedakan kedalam dua

pengertian : [3]

1

Page 2: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Istilah konstitusi dipergunakan untuk menunjuk kepada seluruh aturan

(rules) mengenai sistem ketatanegaraan.

Istilah Konstitusi menunjuk kepada suatu dokumen atau beberapa

dokumen yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tertentu yang

bersifat pokok atau dasar saja mengenai ketatanegaraan suatu Negara.

Konstitusi memiliki fungsi-fungsi yang oleh Jimly Asshidiqie diperinci

sebagai berikut :[4]

1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ Negara;

2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antarorgan Negara;

3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antarorgan Negara dengan

warganegara;

4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan Negara

ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan Negara;

5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang

asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat ) kepada organ

Negara;

6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity) sebagai rujukan

identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagai

center of ceremony;

7. Fungsi sebagai sarana pengendali masyarakat (social of unity), baik dalam

arti sempit hanya di bidang politik, maupun dalam arti luas mencakup

bidang sosial dan ekonomi;

8. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat (social

engineering atau social reform).;

Konstitusi dengan istilah lain constitution atau verfasung dibedakan dari

undang-undang dasar atau groundgezetz. Herman Heller menyatakan bahwa

konstitusi mempunyai arti lebih luas dari undang-undang dasar.[5] Sedangkan

menurut pendapat Solly Lubis bahwa konstitusi memiliki dua pengertian yaitu

konstitusi tertulis (Undang-Undang Dasar) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi).

[6] Bentuk Konstitusi itu sebetulnya tidak ada keharusan tertulis maupun tidak

2

Page 3: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

tertulis. Bagi Negara yang menggunakan konstitusi yang tidak tertulis seperti

Inggris dan Canada tetap dianggap mempunyai dan mengunakan konstitusi.[7]

Pembedaan konstitusi tertulis dengan konstitusi tidak tertulis tidak mutlak

benar. Menurut CF Strong ketika menjelaskan mengenai perbandingan konstitusi

dalam bukunya yang berjudul Modern Political Constitution[8] mengatakan

bahwa sebenarnya pembedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis tidaklah benar

karena tidak ada konstitusi yang benar-benar tertulis maupun yang benar-benar

tidak tertulis. Yang disebut tertulis biasanya dimaksudkan sebagai dokumen

konstitusi yang mempunyai kesakralan khusus sedangkan yang tidak tertulis

adalah konstitusi yang berkembang atas dasar adat istiadat (costum). Negara

Inggris yang dikatakan tidak memiliki konstitusi tertulis sebenarnya memiliki

berbagai hukum dan undang-undang tertulis yang memodifikasi berbagai

ketentuan konstitusi seperti the Bill of Rights (1689). Sebaliknya Amerika Serikat

yang dikatakan sebagai Negara paling lengkap konstitusi tertulisnya ternyata juga

memiliki konstitusi tidak tertulis karena disana telah tumbuh dan berkembang

konvensi tidak tertulis tanpa adanya amandemen yang sebenarnya atas konstitusi

itu sendiri.[9]

Sebagian besar Negara di dunia menggunakan konstitusi berupa konstitusi

tertulis termasuk Negara Indonesia dan Negara Swiss. Dalam Makalah ini akan

dilakukan perbandingan konstitusi dari segi muatan konstitusi kedua Negara

tersebut sehingga akan diperoleh perbedaan dan persamaan dari masing-masing

konstitusi serta akan diperoleh kelebihan serta kekurangannya sehingga akan

memperkaya wawasan serta pengetahuan kita mengenai hukum konstitusi.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Apakah Prosedur amandemen Konstitusi yang digunakan oleh Republik

Indonesia dan Swiss ?

2. Bagaimana mekanisme yang ditempuh bila amandemen tersebut dilakukan

?

3

Page 4: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbandingan Berdasarkan Prinsip-Prinsip Umum Perubahan Konstitusi

1. Perbandingan berdasarkan Sistem Amandemen

Kata amandemen berasal dari bahasa Inggris yaitu amendment yang

berarti perubahan atau to amend, to alter, to revise.[10] Perubahan ini dapat

berupa pencabutan (repeal), penambahan (addition), dan perbaikan (revision).

Istilah lain dari perubahan adalah pembaharuan (reform). Jadi Pengertian

Perubahan konstitusi mencangkup dua pengertian yaitu :

Amandemen Konstitusi (constitutional amendment)

Pembaruan Konstitusi(constitutional reform)

Jadi, sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengubah konstitusi dapat

digolongkan ke dalam dua sistem perubahan yaitu :

Apabila suatu konstitusi diubah maka yang akan berlaku adalah konstitusi

yang baru secara keseluruhan, sehingga tidak ada kaitannya lagi dengan konstitusi

lama. Sistem ini masuk kategori Pembaruan Konstitusi(constitutional reform).

Sistem ini dianut oleh hampir semua Negara di dunia, diantaranya adalah Belanda,

Jerman, dan Perancis.[11]

Sistem perubahan konstitusi dimana konstitusi asli tetap berlaku sementara

bagian perubahan konstitusi tersebut merupakan adendum atau sisipan dari

konstitusi asli. Bagian yang diamandemen menjadi bagian konstitusinya. Jadi

antara bagian perubahan dan bagian konstitusi aslinya masih terkait. Keberlakuan

konstitusi dengan sistem perubahan inipun masih didasarkan kepada saat

berlakunya konstitusi yang lama, sehingga nilai-nilai lama dalam konstitusi asli

4

Page 5: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

yang belum diubah masih tetap eksis. Sistem perubahan dengan istilah

amandemen ini dianut oleh Amerika Serikat.[12]

Perubahan konstitusi di Indonesia dari perubahan pertama sampai dengan

keempat UUD 1945 mengikuti sistem amandemen seperti di Amerika Serikat.

Mahfud MD menyebutkan kelemahan-kelemahan UUD 1945 sehingga perlu

perubahan diantaranya :[13]

UUD 1945 membangun sistem politik yang executive heavy dengan

memberi porsi yang sangat besar kepada kekuasaan presiden tanpa adanya

mekanisme checks and balances yang memadai;

UUD 1945 terlalu banyak memberi atribusi dan delegasi kewenangan

kepada presiden untuk mengatur lagi hal-hal penting dengan UU maupun dengan

PP;

UUD 1945 memuat beberapa pasal yang ambigu atau multitafsir sehingga

bisa ditafsirkan dengan macam-macam tafsir, tetapi tafsir yang harus diterima

adalah tafsir yang dibuat oleh presiden;

UUD 1945 lebih mengutamakan semangat penyelenggara Negara

daripada sistemnya.

Pada sidang tahunan MPR tahun 1999, seluruh Fraksi di MPR sepakat

membuat arah perubahan UUD 1945 yaitu :

1. Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945

2. Sepakat untuk mempertahankan bentuk NKRI

3. Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensil

4. Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam penjelasan

UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945

5. Sepakat menempuh cara adendum dalam melakukan amandemen terhadap

UUD 1945.[14]

Berdasarkan kesepakatan tersebut dan dikaitkan dengan perubahan UUD

1945 amandemen dari tahun 1999 sampai dengan 2002, maka dapat ditarik

5

Page 6: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

kesimpulan bahwa perubahan pertama hingga ke empat UUD 1945 berdasarkan

sistem amandemen konstitusi (constitutional amendment).

Secara keseluruhan Amandemen Pertama hingga ke empat UUD 1945

meliputi hampir keseluruhan materi dalam UUD 1945. Naskah Asli UUD 1945

berisi 71 butir ketentuan. Namun pada amandemen UUD 1945 yang keempat

materi mencangkup 199 butir ketentuan.[15] Dengan melihat jumlah materi yang

bertambah bisa dikatakan hampir ada perubahan pada seluruh pasal yang berarti

sama saja dengan merubah konstitusi lama menjadi konstitusi yang baru. Namun

ini tetap sistem amandemen karena perubahan amandemen UUD 1945 tetap

mempertahankan pembukaan UUD 1945, dan perubahan hanya pada batang tubuh

serta menghilangkan penjelasan pada UUD 1945 asli. Perubahan pertama sampai

dengan ke empat UUD 1945 merupakan perubahan berdasar sistem amandemen

yang berlaku sekarang.

Perubahan UUD 1945 mengikuti sistem amandemen meskipun jumlah

materi muatan perubahan lebih besar daripada naskah aslinya karena yang utama

dalam sistem amandemen adalah berlakunya konstitusi yang telah diubah itu tetap

berdasar pada saat berlakunya konstitusi asli, perubahan redaksi dan atau

substansi atas beberapa pasal atau ketentuan tersebut dijadikan sebagai adendum

atau lampiran konstitusi asli. Jadi sedikit banyaknya jumlah ketentuan dalam

konstitusi yang diubah bukan merupakan penentu sistem amandemen.[16]

Mengenai sistem perubahan konstitusi di Swiss pada awalnya

menggunakan kategori Pembaruan Konstitusi (constitutional reform). Adapun

istilah yang digunakan dalam perubahan konstitusi di Swiss adalah revision. Pada

tahun 1999, Konstitusi Federal Swiss 1874 telah digantikan oleh Konstitusi Baru

(berlaku sejak 1 Januari 2000) mengintegrasikan sekitar 150 revisi kecil menjadi

teks, baru konsolidasi tanpa secara radikal mengubah struktur Federasi Swiss.[17]

Konstitusi Swiss 1999 tersebut terus mengalami perubahan hingga sekarang

dengan langsung memasukkan materi perubahan yang baru dalam Konstitusi

6

Page 7: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Federal Swiss. Ini merupakan pembaharuan naskah lama menjadi naskah yang

baru dengan menambah materi perubahan dalam Konstitusi.

2. Perubahan Konstitusi secara Formal dan di Luar Cara Formal

Perubahan Konstitusi dapat berubah atau diubah melalui :

Jalan Yuridis Formal yaitu dilakukan sesuai dengan ketentuan formal

mengenai perubahan konstitusi yang terdapat dalam konstitusi sendiri dan

mungkin juga diatur dalam peraturan perundangan yang lain.

Jalan nonyuridis formal yaitu perubahan konstitusi tersebut terjadi karena

sebab tertentu atau keadaan khusus yang mendorong terjadinya perubahan

konstitusi baik perubahan konstitusi secara total maupun sebagian ketentuan saja

sesuai dengan kebutuhannya.[18]

Menurut pendapat George Jellinek yang membedakan dua cara perubahan

konstitusi melalui cara Verfassungsanderung dan Verfassungswandlung.

Perubahan konstitusi yang dilakukan dengan sengaja menurut tata cara yang

diatur oleh konstitusi disebut sebagai Verfassungsanderung. Sedangkan

Verfassungswandlung merupakan yaitu perubahan konsitusi yang dilakukan tidak

berdasarkan cara formal yang ditentukan oleh konstitusi sendiri melainkan melalui

jalur istimewa seperti revolusi, kudeta(coup d’etat),konvensi dan sebagainya.[19]

Dua cara perubahan konstitusional tersebut dapat dikembangkan lagi

menjadi empat macam cara. Menurut K.C.Wheare mengenai metode perubahan

terhadap konstitusi atau UUD ada empat cara, yaitu :

1. Formal amendment atau perubahan resmi ialah perubahan konstitusi yang

dilakukan sesuai ketentuan yang terdapat dalam konstitusi.

2. Some primary force merupakan perubahan konstitusi yang terjadi akibat

kekuatan-kekuatan yang bersifat primer, seperti dorongan politik.

3. Judicial Interpretation merupakan perubahan konstitusi melalui penafsiran

hakim atau pengadilan.

4. Usage and convention merupakan perubahan konstitusi oleh suatu

kebiasaan dan konvensi yang lahir apabila ada kesepakatan rakyat.[20]

7

Page 8: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Menurut CF Strong dalam bukunya “ Modern Political Constitutions” bahwa

prosedur perubahan konstitusi secara formal dapat dilakukan oleh :

1. Oleh pemegang kekuasaan legislatif, tetapi menurut pembatasan-

pembatasan tertentu.

2. Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh rakyat secara langsung melalui

suatu referendum.

3. Oleh utusan negara-negara bagian , khusus di negara-negara serikat.

4. Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau perubahan oleh suatu Lembaga

Negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.[21]

Miriam Budiarjo mengemukakan empat macam prosedur, yang pada dasarnya

sama dengan yang dikemukakan oleh CF Strong, yaitu :

1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya

ditetapkan kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan

undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk

menerimanya (Belgia, RIS 1949);

2. Referendum atau plebisit (Swiss, Australia);

3. Negara-Negara bagian dalam Negara federal (Amerika Serikat: ¾ dari

lima puluh Negara-Negara bagian harus menyetujui; India);

4. Musyawarah khusus (special convention) (beberapa Negara Amerika

Latin).[22]

5. Untuk Indonesia menggunakan perubahan konstitusi melalui jalur formal

yaitu prosedur perubahan konstitusi melalui pemegang kekuasaan

legislatif dalam UUD 1945. Menurut CF Strong perubahan konstitusi

melalui lembaga legislatif dapat terjadi melalui tiga macam kemungkinan

sebagai berikut :[23]

Untuk mengubah konstitusi adalah sidang pemegang kekuasaan

legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu yang

disebut dengan kuorum.

8

Page 9: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan kemudian diselenggarakan

pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat yang diperbarui ini lalu

melaksanakan wewenangnya mengubah konstitusi.

Kemungkinan ketiga ini terjadi dan berlaku dalam sistem dua kamar

bahwa untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan.

Rakyat harus mengadakan sidang gabungan dengan syarat-syarat

seperti dalam cara kesatu yang berwenang mengubah konstitusi.

Perubahan konstitusi yang digunakan Indonesia melalui pemegang

kekuasaan legislatif menggunakan kemungkinan pertama yaitu sidang pemegang

kekuasaan legislatif yang harus dihadiri sekurang-kurangnya sejumlah anggota

tertentu (kuorum) yang diatur dalam Pasal 37 UUD 1945. Cara perubahan

Konstitusi UUD 1945 mencangkup dua hal yaitu perubahan konstitusi menurut

Pasal 37 UUD 1945 Asli dan menurut pasal 37 UUD 1945 amandemen keempat.

Cara Perubahan UUD 1945 Menurut Pasal 37 Sebelum Perubahan menyebutkan :

[24]

1. Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota

MPR harus hadir;

2. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah

anggota yang hadir.

Dari ketentuan tersebut diatas mengandung tiga norma, yaitu :

1. Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga

tertinggi Negara;

2. Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhi sekurang-

kurangnya adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR;

3. Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh

sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.[25]

jika di lihat dari sisi persyaratan kuorum sidang yang harus dihadiri oleh

2/3 (66,66%) dari jumlah anggota majelis, maka sebenarnya cara perubahan

demikian dapat dilakukan tergolong sulit, karena kurang dari satu orang anggota

9

Page 10: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

saja yang tidak hadir dalam kuorom dapat dinyatakan tidak sah.[26] Selanjutnya

pelaksanaan perubahan konstitusi diatur dalam Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Tap ini sebagai pedoman majelis

alam melaksanakan tugas dan wewenangnya termasuk melaksanakan perubahan

UUD 1945.[27]

Sedangkan cara Perubahan UUD 1945 Menurut Pasal 37 Amandemen

keempat pada prinsipnya tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah perubahan

UUD 1945 mengenai kewenangan MPR dalam melakukan perubahan undang

undang dasar. Perbedaannya terletak pada prosedur dan jumlah kuorum. Menurut

Pasal 37 UUD 1945 Amandemen keempat yang menyebutkan :

(1) “Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan

dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh

sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat”.

(2) “Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara

tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah

beserta alasannya”

(3) “Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari

jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

(4) “Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan

dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu

anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

(5) “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak

dapat dilakukan perubahan”.[28]

Selain tata cara perubahan menurut pasal 37 tersebut, juga diamanatkan

melalui Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Kontitusi.

Akan tetapi, Komisi Konstitusi ini tidak berwenang mengubah UUD,[29]

Menurut pasal 3 ayat I UUD 1945 yaitu yang berwenang mengubah UUD adalah

10

Page 11: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

MPR. Komisi Konstitusi ini terbentuk karena ada desakan dari masyarakat yang

menghendaki agar perubahan UUD 1945 dilakukan oleh lembaga di luar majelis.

Apabila kita melihat ketentuan pasal 37 UUD 1945 setelah amandemen

dan ketetapan MPR No.1/MPR/2002 tentang perubahan yang di atur dalam UUD

1945 telah memenuhi kriteria cara perubahan konstitusi. Cara perubahan

konstitusi UUD 1945 setelah amandemen telah mengikuti cara perubahan yang

seusia dengan yuridis formal, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

konstitusi dan melalui lembaga perwakilan rakyat yang bernama Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Sementara Prosedur perubahan konstitusi dengan jalur formal yang

digunakan oleh Swiss adalah menggunakan Referendum atau plebisit.

Referendum adalah semacam hak veto rakyat terhadap keputusan-keputusan

tertentu Parlemen dan bersifat reaktif. Walaupun Parlemen merupakan lembaga

legislatif yang mempunyai kewenangan membuat undang-undang, namum

masyarakat Swiss mempunyai hak untuk melakukan intervensi kepada Parlemen,

baik dalam hal pembuatan undang-undang, perubahan konstitusi maupun

keikutsertaan Negara untuk menjadi anggota suatu organisasi internasional.[30]

Referendum dalam Konstitusi federal Swiss diatur dalam Pasal 138 sampai 139

Konstitusi Swiss 1999. Keputusan perubahan konstitusi federal diserahkan kepada

rakyat melalui referendum. Perubahan konstitusi dapat dilakukan secara total

maupun sebagian. Untuk perubahan secara total harus mengikuti ketentuan

undang-undang federal yang dapat diusulkan oleh sebagian anggota sidang dewn

federal atau seratus ribu warga Negara Swiss yang memiliki hak suara. Sedangkan

perubahan konstitusi sebagian dapat dilakukan dengan inisiatif biasa berupa

permintaan yang diajukan pleh seratus ribu warga Negara Swiss yang memiliki

hak suara.[31]

3. Tingkat kesulitan Perubahan Konstitusi

11

Page 12: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Berdasarkan tingkat kesulian perubahan konstitusi maka konstitusi dapat

diklasifikasikan bersifat luwes (flexible) atau kaku (Rigid). Ukuran yang biasanya

dipakai para ahli untuk menentukan suatu konstitusi bersifat luwes atau kaku

adalah : (i) apakah terhadap naskah konstitusi dimungkinkan dilakukan perubahan

dan apakah cara mengubahnya mudah atau sulit, dan (ii) apakah naskah konstitusi

itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan zaman. Apabila Prosedur

perubahan undang-undang dasar diatur sedemikian berat dan rumit syarat-

syaratnya maka termasuk rigid atau kaku. Sebaliknya bila undang-undang dasar

yang mensyaratkan tata cara perubahan tidak terlalu berat dengan pertimbangan

tidak mempersulit perubahan sehingga undang-undang dasar dapat disesuaikan

dengan tuntutan perubahan zaman maka termasuk konstitusi yang fleksibel atau

luwes.[32] James Bryce dalam bukunya yang berjudul “Studies in History and

Jurisprudence” sebagaimana dikutip oleh Sri Soemantri menjelaskan tentang ciri-

ciri pokok yang rigis antara lain mempunyai kedudukan dan derajat lebih tinggi

dari peraturan perundang-undangan yang lain, hanya dapat diubah dengan cara

yang khusus atau istimewa seperti persetujuan rakyat dalam referendum atau

keputusan legislatif dengan suara terbanyak mutlak.[33]

Untuk naskah konstitusi yang bersifat luwes, perubahan undang-undang

dasarnya tidak memerlukan cara yang istimewa melainkan cukup dengan lembaga

pembuat-undang-undang biasa dan persyaratannya mudah, perubahan konstitusi

dapat dilakukan jika lebih dari setengah jumlah anggota yang hadir atau cukup

dilakukan dengan jalur setingkat undang-undang. Sedangkan konstitusi yang rigid

perubahannya dapat dilakukan :

(1) Oleh Lembaga legislatif tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu;

(2) Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum;

(3) Oleh utusan-utusan Negara bagian, khusus di Negara-Negara serikat;

(4) ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga Negara yang khusus dibentuk

untuk keperluan perubahan.[34]

Ada beberapa alasan mengapa Negara-Negara lebih suka memakai

kontitusi rigid karena pertimbangan faktor keinginan para pembentuk konstitusi

12

Page 13: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

untuk mempertahankan cita-cita fundamental mereka yang menjadi alasan atau

latar belakang dibentuknya Negara tersebut.[35]

Dalam Konstitusi Indonesia Pasal 37 UUD 1945 sebelum amandemen,

prosedur perubahan konstitusinya termasuk bersifat fleksibel karena perubahan

undang-undang dasar dapat dilakukan dengan dukungan tidak melebihi setengah

dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kemudian dalam

pasal 37 UUD 1945 setelah amandemen keempat mekanisme prosedur perubahan

sedikit diperberat dengan dicantumkan ketentuan yang menegaskan untuk

perubahan pasal undang-undang dasar hanya dapat dilakukan apabila disetujui

oleh lebih dari separuh jumlah anggota MPR.

Berbeda dengan prosedur perubahan konstitusi federal Negara Swiss yang

bersifat rigid. diatur dalam pasal 138 sampai dengan pasal 139 Konstitusi Swiss.

Amandemen konstitusi memerlukan persetujuan dari mayoritas rakyat dan kanton.

[36]Keputusan perubahan konstitusi federal diserahkan kepada rakyat melalui

referendum. Referendum adalah semacam hak veto rakyat terhadap keputusan-

keputusan tertentu parlemen dan bersifat reaktif. Walaupun Parlemen merupakan

lembaga legislatif yang mempunyai kewenangan membuat undang-undang,

namun masyarakat Swiss mempunyai hak melakukan intervensi kepada Parlemen,

baik dalam pembuatan undang-undang, perubahan konstitusi dan keikutsertaan

Negara untuk menjadi anggota organisasi internasional.

Sistem referendum ini terdiri dari dua macam yaitu referendum obligatur

berupa pemungutan suara secara langsung oleh rakyat yang berhak mengeluarkan

suara guna dimintai persetujuannya terhadap peraturan perundang-undangan yang

baru. Yang kedua adalah referendum fakultatif yaitu referendum yang

dilaksanakan untuk meminta pendapat rakyat apakah suatu peraturan perundang-

undangan yang sedang berlaku masih tetap dapat dipertahankan, atau perlu

dirubah, atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru dan

bersifat representatif.[37]

Perubahan konstitusi dapat dilakukan secara total atau sebagian. Cara

perubahan secara total harus mengikuti ketentuan undang-undang federal yang

13

Page 14: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

diusulkan oleh sebagian anggota sidang dewan federal atau seratus ribu warga

Negara yang mempunyai hak suara. Sedangkan perubahan konstitusi sebagian

dapat dilakukan dengan inisiatif biasa, berupa permintaan yang diajukan oleh

seratus ribu warga Negara Swiss yang memiliki hak suara.[38]

B. Perbandingan Berdasarkan Bentuk Pemerintahan

Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik bukan kerajaan

(monarchi). Semenjak Indonesia merdeka dan membentuk Negara modern yang

diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, bentuk pemerintahan yang dipilih

adalah republik. Hal tersebut dikarenakan falsafah dan kultur politik yang bersifat

kerajaan yang didasarkan pada sistem feodalisme dan paternalisme tidak

dikehendaki oleh bangsa Indonesia modern. Bangsa Indonesia menghendaki

Negara modern dengan pemerintahan res republica.[39]

Bentuk pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara Swiss sama-sama

berbentuk republik dimana Negara dikepalai oleh presiden sebagai kepala Negara

untuk masa jabatan tertentu. Dalam bentuk pemerintahan republik, kepala

pemerintahan dan kepala Negara ada di tangan Presiden. Namun ada beberapa

perbedaan bila dilihat dari bentuk pemerintahan antara Indonesia dengan Swiss

antara lain :

Masa jabatan Presiden Indonesia Berdasarkan Pasal 7 UUD RI 1945

setelah amandemen menyatakan bahwa untuk jabatan presiden dan wakil presiden

memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam

jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan untuk masa

jabatan Presiden dan wakil Presiden di Swiss berdasarkan Pasal 176 ayat 2

Konstitusi Swiss 1999 adalah satu tahun. Jabatan Presiden di Swiss digilir di

antara para Menteri Kabinet yang berjumlah 7 orang.[40]

Presiden di Indonesia dalam menjalankan pemerintahannya menunjuk dan

membentuk kabinet yang akan membantu dan mendukung presiden dalam

menjalankan pemerintahannya dalam jumlah yang besar. Namun pembentukan

14

Page 15: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

kabinet di Swiss hanya terdiri dari 7 orang Menteri Kabinet dipilih oleh Majelis

Federal. Jumlah menteri termasuk presiden dan wakil presiden hanya tujuh orang.

Mereka disebut sebagai Federal Council atau Dewan Federal. Masa jabatan dewan

federal selama empat tahun. Mereka dipilih oleh DPR dengan mempertimbangkan

komposisi partai yang ada di parlemen. Dengan demikian, parlemen Swiss juga

tidak mengenal sistem oposisi sebagaimana di parlemen Negara Eropa lainnya.

[41]

C. Perbandingan Berdasarkan Bentuk Negara

Secara garis besar bentuk Negara di dunia terbagi menjadi :

Negara Kesatuan dapat disebut sebagai Negara unitaris adalah Negara

yang tidak tersusun dari beberapa Negara melainkan hanya terdiri atas satu

Negara sehingga tidak ada Negara dalam Negara. Dalam Negara kesatuan hanya

ada satu pemerintah yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan dan

wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan Negara, menetapkan kebijakan

pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan baik di pusat maupun didaerah.

[42] Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun

ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat

dijalankan secara langsung. Dalam Negara kesatuan hanya ada satu konstitusi,

satu kepala Negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Negara

kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu Sentralisasi, dan

Desentralisasi.

Negara Serikat adalah Negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa

Negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati Negara-Negara

bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala Negara sendiri, parlemen sendiri,

dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam Negara serikat adalah gabungan

Negara-Negara bagian yang disebut Negara federal. Setiap Negara bagian bebas

melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal.

Tindakan ke luar (hubungan dengan Negara lain) hanya dapat dilakukan oleh

pemerintah federal.[43] Ciri-ciri Negara serikat federal yaitu :

15

Page 16: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

1. Tiap Negara bagian memiliki kepala Negara, parlemen, dewan menteri

(kabinet) demi kepentingan Negara bagian;

2. Tiap Negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh

bertentangan dengan konstitusi Negara serikat;

3. Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui

Negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah

diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal. [44]

Jika dilihat dari sejarah ketatanegaraan berdasarkan konstitusi maka bentuk

Negara Indonesia telah mengalami perubahan bentuk Negara beberapa kali

sebagai berikut :

1. Pada masa UUD 1945 yang pertama

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang asli bahwa : “Negara Indonesia ialah

Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.[45] Berdasarkan UUD 1945

original dapat disimpulkan bahwa pada masa diberlakukannya UUD yang

pertama, bahwa bentuk Negara Indonesia adalah berbentuk Negara kesatuan.

Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 Indonesia menganut bentuk Negara kesatuan

dengan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi. Namun pada pelaksanaannya

berdasarkan Undang-undang organik dari pasal 18 UUD 1945 yaitu Undang-

undang Nomor 22 tahun 1948 Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan

Daerah pada Konsideran bagian Menimbang beserta pasal-pasalnya hanya

mengatur pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonom saja.

[46]

2. Pada masa Konstitusi RIS 1949

Konstitusi RIS 1949 adalah konstitusi Negara federasi dengan sistem

parlementer yang masih bersifat sementara. Materi pasal konstitusi RIS telah

memenuhi kriteria menjadi konstitusi demokratik karena memuat tiga pokok

penting dalam UUD yakni jaminan terhadap HAM, ditetapkannya susunan

ketatanegaraan yang bersifat mendasar dan adanya pembagian dan pembatasan

tugas-tugas ketataNegaraan yang bersifat mendasar.[47] Meskipun masa berlaku

Konstitusi RIS 1949 ini singkat dari tanggal 27 Desember 1949 – 17 Agustus

16

Page 17: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

1950 namun apabila dilihat dari latar belakang anggota Panita pembuat konstitusi

RIS yaitu para teknokrat pejuang Republik Indonesia, teknokrat akademisi

Belanda, dan teknokrat BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overlag/ Wilayah

Indonesia yang akan menjadi anggota RIS) maka konstitusi RIS termasuk produk

karya intelektual. Dalam Bab V pasal 188 Konstitusi RIS diatur pembuatan UUD

yang mencantumkan perlunya diangkat keanggotaan Konstituante yang bersifat

ad-hoc. Pasal-pasal dalam konstitusi RIS tersusun secara sistematik, rapi dan

rasional serta adanya bab Lampiran sedemikian rinci yang bisa dijadikan

rujukan dalam pembuatan undang-undang agar tidak terjadi tumpang tindih.[48]

Berdasarkan pasal 1 Konstitusi RIS 1949 maka indonesia pernah

berbentuk Negara serikat (Federal). Republik Indonesia Serikat merupakan

Negara serikat yang terdiri dari Negara-Negara bagian sebagai berikut :

Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti

tersebut dalam persetujuan Renville tanggal 17 Januari 1948; Negara Indonesia

Timur; Negara Pasundan; termasuk Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur,

Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dengan pengertian bahwa status quo

Asahan dan Labuhan Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap

berlaku; Negara Sumatera Selatan;

Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri : Jawa Tengah, Bangka,

Belitung, Riau, Kalimantan Barat (Daerah Istimewa),Dayak Besar, Daerah Banjar,

Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timor a dan b ialah daerah-daerah bagian

yang dengan kemerdekaan menentukan nasib sendiri bersatu dalam ikatan federasi

Indonesia Serikat.

Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.[49]

Dalam Negara federasi, Negara-Negara bagian berhak memiliki undang-

undang dasar sendiri. Dengan demikian dalam Negara Republik Indonesia serikat

ada dua jenis undang-undang dasar yaitu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi

Negara Federasinya dan Undang-Undang Dasar Negara Bagian, namun dalam

kurun kurun waktu berlakunya Konstitusi (Sementara) Republik Indonesia (tahun

1949); baru Negara Bagian Republik Indonesia (Proklamasi Yogyakarta) yang

17

Page 18: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

telah memiliki UUD yaitu tetap menggunakan UUD 1945 sebagai Undang-

Undang Dasarnya. Dalam Konstitusi RIS1949 pengaturan dan ketentuan

mengenai pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah tidak ada karena hal

tersebut memang diatur dalam UUD Negara-Negara bagian. Dalam hal ini Negara

Bagian Republik Indonesia (Proklamasi Yogyakarta) tetap menggunakan Undang-

Undang Nomor 22 tahun 1948 Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan

Daerah.[50]

3. Pada masa UUD Sementara Republik Indonesia1950

UUD sementara 1950 dilatarbelakangi oleh semangat mengembalikan

integritas Republik Indonesia menjadi Negara kesatuan sebagaimana yang

diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.[51] Meskipun Belanda berusaha

memecah belah Negara Kesatuan republik Indnoesia dengan mendirikan Negara-

Negara bagian namun usaha tersebut gagal, terbukti dengan bersatunya Negara-

Negara bagian tersebut menjadi republik Indonesia serikat atau tergabung dalam

Negara federasi. Atas semangat itulah maka dilakukanlah perubahan Konstiusi

RIS 1949 menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950

(UUDS RI 1950) mengenai seluruh Negara bagian atau daerah yang tergabung

dalam Republik Indonesia Serikat untuk dirubah mengenai bentuk susunan

Negaranya dari Negara yang berbentuk federasi menjadi Negara yang berbentuk

kesatuan. UUDS RI 1950 berlaku resmi mulai tanggal 17 Agustus 1950

menggantikan Konstitusi RIS 1949 dan berakhir setelah dikeluarkannya Dekrit

Presiden (Soekarno) 5 Juli 1959 yang mana menetapkan kembali berlakunya

UUD 1945.

Perubahan tersebut dilakukan dengan Undang-Undang Federal yang

dibentuk Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat

yaitu dengan membentuk Undang-Undang Federal Nomor 7 tahun 1950 tentang

Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia serikat menjadi Undang-

Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.[52] Dengan diberlakukannya

Undang-Undang Federal Nomor 7 tahun 1950 maka nasib sebuah federasi

terkubur dengan terbentuknya Negara kesatuan yang baru dengan sebuah

konstitusi yang baru yaitu UUDS RI 1950. Mengenai pemerintahan daerah dalam

18

Page 19: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

UUDS RI 1950 menegaskan dengan jelas tentang sistem pemerintahan daerah

dengan otonomi yang luas yang diberikan kepada masing-masing daerah.[53]

Dalam Pasal 131 UUDS RI 1950 diatur ketentuan mengenai pelaksanaan

desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam Pasal 131 UUDS RI 1950 menentukan

sebagai berikut :

1. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak

mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang

dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam

sistem pemerintahan Negara;

2. Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus

rumah tangganya sendiri;

3. Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas

kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah

tangganya.[54]

Pada Pasal 131 ayat 1 UUDS RI 1950 menghendaki dibentuknya suatu

undang-undang organik untuk mengatur pelaksanaan penyelenggaraan

pemerintahan di daerah-daerah tersebut, namun kenyataannya undang-undang

organik tersebut tidak segera dibentuk sehingga berdasarkan peraturan peralihan

pasal 142 UUDS 1950 maka peraturan perundang-undangan yang sudah ada tetap

berlaku selama belum ada ketentuan yang mencabut, menambah atau

merubahnya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Undang-Undang Nomor 22

tahun 1948 masih tetap berlaku dengan diadakan penyesuaian.[55] Undang

undang organik mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dikehendaki pasal

131 UUDS RI 1950 baru dapat dibentuk pada tahun 1957 yaitu Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Sesuai

ketentuan ayat 2 pasl 131 UUDS RI 1950 maka Undang-Undang Nomor 1 tahun

1957 menganut prinsip otonomi seluas-luasnya. Undang-Undang Nomor 1 tahun

1957 iniseperti halnya dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yang hanya

mengatur tentang pemerintahan daerah yang bersifat otonom dan tetap dikandung

maksud menghapus daerah-daerah administrasi.[56] Melalui Undang-Undang

19

Page 20: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Nomor 1 tahun 1957 diperkenalkan pula konsepsi tentang sistem otonomi yang

riil yaitu suatu sistem penyelenggaraan desentralisasi yang berdasarkan faktor-

faktor yang nyata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah-

daerah maupun pusat serta disesuaikan dengan pertumbuhan kehidupan

masyarakat yang tengah berlangsung.[57]

4. Pada masa kembali lagi ke UUD 1945 hingga perubahannya sampai sekarang

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno menetapkan Dekrit Presiden

yang terkenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimana salah satu

materinya adalah menetapkan kembali UUD 1945 Asli sebagai Konstitusi Negara.

UUD 1945 dari Era Orde lama sampai dengan UUD 1945 amandemen keempat

tetap konsisten mengenai bentuk Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan.

Dalam Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 Amandemen dinyatakan yaitu : Negara

Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk republik. Dengan berlakunya

kembali UUD 1945 (kurun waktu mulai tanggal 5 Juli 1959 pada masa orde lama)

maka pengaturan mengenai pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan

ketentuannya dikembalikan ke pasal 18 UUD 1945 yang menghendaki

dilaksanakannya asas desentralisasi , asas dekonsentrasi, dan juga asas

pembantuan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Namun karena situasi politik yang tidak memungkinkan dan berbagai

permasalahan keNegaraan menyebabkan terjadinya kekosongan hukum dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Pada masa Orde Baru dibentuk Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah sebagai sebagai undang-undang

organik dari Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur mengenai pelaksanaan politik

desentralisasi, politik dekonsentrasi dan tugas pembantuan.[58] Namun pada

pelaksanaan dan penyelenggaraannya sejak tahun 1974 hingga tahun 1992

mengalami hambatan terutama ketentuan pasal 11 Undang-Undang Nomor 5

tahun 1974 mengenai titik berat otonomi daerah pada Daerah Tingkat II.

Memasuki masa reformasi dihapuslah Undang-Undang Nomor 5 tahun

1974 dan dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

20

Page 21: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 ini telah mengubah

paradigma sentralisasi pemerintahan ke arah desentralisasi dengan pemberian

otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab kepada daerah.[59]

Undang-Undang tersebut memberikan kewenangan yang luas namun bertanggung

jawab kepada daerah dan menitikberatkan pada pelaksanaan desentralisasi dan

otonomi daerah. Namun pelaksanaannya kurang efektif karena banyak pasal yang

berkaitan dengan pendelegasian wewenang harus diatur lebih lanjut oleh peraturan

perundang-undangan lain yang lebih rendah dan pelaksanaan undang undang ini

harus menunggu dua tahun kedepan. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 ini

tampaknya tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan ketataNegaraan

sehingga diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Setelah menjelaskan bentuk Negara yang digunakan di Indonesia akan

dibahas mengenai bentuk Negara Swiss dimana menjadi Negara Federal semenjak

tahun 1848 karena Swiss Mengadopsi konstitusi Federal. Pada tahun 1999,

Konstitusi Swiss 1874 telah digantikan oleh Konstitusi Baru (berlaku sejak 1 Jan

2000) mengintegrasikan sekitar 150 revisi kecil menjadi teks, baru konsolidasi

tanpa secara radikal mengubah struktur Federasi Swiss. Berdasarkan Pasal 1

Konstitusi Swiss 1999 menyatakan bahwa Rakyat Swiss dan kanton Zurich,

Bern, Lucerne, Uri, Schwyz, Obwald, Nidwald, Glarus, Zug, Fribourg, Solothurn,

Basel-Kota, Basel-Land, Schaffhausen, Appenzell Outer Rhodes, Appenzell Inner

-Rhodes, St Gall, Grisons, Aargau, Thurgau, Ticino, Vaud, Valais, Neuchatel,

Jenewa, dan Jura membentuk Federasi Swiss.[64] Berdasarkan konstitusi Swiss

1999 maka Swiss adalah Negara federasi yaitu Nationalrat yaitu semacam dewan

perwakilan rakyat dan standerat semacam senat.[65] Kedudukan kanton (semacam

Negara bagian) sangat kuat dalam struktur Negara di Swiss. Kanton merupakan

komunitas politik yang memiliki otonomi yang sangat luas. Setiap kanton terdiri

dari beberapa Komune. Tugas dan fungsi Pemerintah Federal secara tegas

ditentukan dalam Konstitusi Federal seperti kebijakan luar negeri, pertahanan, dan

keamanan, kebijakan moneter, bea cukai, pos, telegrap dan telekomunikasi serta

menetapkan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang menyangkut

kepentingan umum seluruh warga Negara Swiss.Kanton sendiri memiliki

21

Page 22: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

pemerintahan, konstitusi, parlemen dan pengadilan sendiri, dan secara bebas

mengatur pemerintahan masing-masing. Pemerintah Federal sama sekali tidak

mencampuri urusan-urusan yang secara tegas ditentukan dalam Konstitusi

Federal. Meskipun politik luar negeri merupakan wewenang pusat, namun dalam

beberapa hal, masing-masing Kanton juga diberi wewenang untuk melakukan

hubungan luar negeri seperti mengadakan perjanjian dengan Negara lain,

sepanjang hal tersebut diketahui oleh Pemerintah Pusat dan tidak bertentangan

dengan Undang-Undang Federal.[66]

D. Perbandingan Berdasarkan Model Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan Negara yang paling dikenal di dunia yaitu :

1. Sistem Pemerintahan Presidensiil

Sistem pemerintahan dikatakan presidensiil apabila (a) kedudukan kepala Negara

tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan, (b) kepala Negara tidak

bertanggung jawab terhadap parlemen melainkan bertanggung jawab terhadap

rakyat yang memilihnya, (c) presiden tidak berwenang membubarkan parlemen,

(d) kabinet sepenuhnya bertanggung jawab kepada presiden sebagai pemegang

kekuasaan pemerintahan Negara atau sebagai administrator yang tertinggi.[67]

2. Sistem Pemerintahan Parlementer atau sistem Kabinet

Sistem pemerintahan dikatakan parlementer apabila (a) sistem kepemimpinannya

terbagi dalam jabatan kepala Negara dan kepala pemerintahan sebagai dua jabatan

yang terpisah, (b) jika sistem pemerintahannya ditentukan harus bertanggung

jawab kepada parlemen, (c) kabinet dapat dibubarkan apabila tidak mendapat

dukungan parlemen, (d) parlemen juga dapat dibubarkan oleh pemerintah apabila

dianggap tidak memberikan dukungan kepada pemerintah.[68]

3. Sistem Pemerintahan Campuran

22

Page 23: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Dinamakan dengan sistem pemerintahan campuran karena terdapat sistem

pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan

secara bersama-sama. Apabila sistem pemerintahan presidennya lebih menonjol

maka disebut sistem pemerintahan quasi- presidensiil. Apabila sistem

pemerintahan parlemennya lebih menonjol disebut sistem quasi parlementer.

4. Sistem Pemerintahan Kolegial

Selain ketiga sistem pemerintahan diatas masih ada satu sistem

pemerintahan yang unik yang diterapkan di Swiss yaitu Sistem Pemerintahan

Kolegial. Sistem pemerintahan kolegial adalah sistem pemerintahan dimana

kepemimpinan Negara dan pemerintahan dilaksanakan secara bersama sama.[69]

Dalam Sistem pemerintahan kolegial di Swiss, tujuh orang anggota Dewan

Federal yang dipilih oleh parlemen ini secara bersama sama memimpin Negara

dan pemerintahan Swiss. Ketujuhnya berstatus menteri, mengepalai departemen,

dan untuk jabatan presiden dan wakil presiden di Swiss dipilih oleh tujuh anggota

dewan federal untuk masa jabatan secara bergantian setiap tahun.

Keunikan dari sistem pemerintahan kolegial yang diterapkan di Swiss

ialah tidak ada orang yang sangat berkuasa, tetapi juga tidak ada orang yang

paling berat menanggung tugas kewajiban. Semuanya ditanggung bersama karena

kepemimpinan bersifat kolegial. Presiden Swiss bukanlah orang paling berkuasa

sebagaimana dalam Negara bersistem presidensial. Sistem demikian ini sudah

berjalan sejak konstitusi Swiss modern disahkan tahun 1848.[70] Sistem ini untuk

mencegah terjadinya otoriter serta kekuasaan yang terus-menerus dan sewenang-

wenang.

Untuk Indonesia semenjak awal pembentukan UUD 1945 dan berdasarkan

keinginan para perancang UUD 1945 menggunakan sistem pemerintahan

presidensiil namun Apabila ditelaah secara seksama dalam sejarah tatakeNegaraan

kita, sistem presidensiil yang dianut di Indonesia adalah tidak murni.[71] Pada

Konstitusi UUD 1945 Original dikatakan bahwa sistem pemerintahannya berupa

sistem pemerintahan presidensiil. Namun apabila kita lihat Majelis

23

Page 24: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi Negara dan juga

lembaga parlemen yang diberi kewenangan yang luas salah satunya dengan

membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dilaksanakan

oleh presiden sehingga presiden harus bertanggung jawab kepada MPR. MPR

juga diberi wewenang untuk memberhentikan presiden di tengah masa jabatannya

kaitannya dengan tuduhan pelanggaran haluan Negara. Presiden di posisikan

sejajar dengan lembaga tinggi Negara dalam UUD 1945 original sehingga seakan

akan diposisikan setara dengan fungsi perdana menteri seperti yang berlaku pada

sistem parlementer. dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem

pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di

Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan

yang berjalan di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan

atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensiil dengan sistem

pemerintahan parlementer.[72] Sistem pemerintahan seperti ini justru

mencerminkan sistem pemerintahan campuran (quasi presidensiil).

Kemudian apabila kita melihat dalam UUD 1945 amandemen keempat

dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah tidak lagi ditempatkan

menjadi lembaga penjelmaan rakyat serta menempatkan DPR sebagai lembaga

legislatif yang juga memiliki kewenangan dan kekuasaan yang terlalu besar dan

membatasi kekuasaan presiden yang menyebabkan sistem presidensiil menjadi

tidak efektif. Hal ini menjadikan sistem pemerintahan di Indonesia kembali

menjadi tidak jelas apakah akan tetap menganut sistem pemerintahan presidensiil

atau parlementer.

BAB III

PENUTUP

24

Page 25: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

A. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai materi muatan Konstitusi di Negara Indonesia dan

Negara Swiss dari segi prosedur perubahan konstitusi, bentuk pemerintahan,

bentuk Negara, sistem pemerintahannya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari Segi prosedur perubahan konstitusi

Bahwa secara formal perubahan UUD 1945 dari yang pertama hingga perubahan

keempat UUD 1945 secara formal mengikuti sistem amandemen dimana

konstitusi yang lama berupa pembukaan UUD 1945 masih tetap berlaku dan

beberapa ketentuan seperti penjelasan dalam UUD 1945 Asli sudah tidak ada dan

tidak berlaku lagi, yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang baru dalam

pasal-pasal perubahan UUD 1945 yang telah diamandemen walaupun materi

jumlah muatan perubahan lebih besar dari pada naskah aslinya namun sedikit

banyaknya perubahan ketentuan konstitusi bukan merupakan penentu sistem

amandemen.

Mengenai cara perubahan konstitusi UUD 1945 dilakukan dengan cara Yuridis

Formal sebagaimana telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam konstitusi yaitu

pasal 37 UUD 1945 sebelum Perubahan dan Pasal 37 UUD 1945 setelah

amandemen keempat. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara sebelum dan

sesudah Amandemen UUD 1945 dimana MPR tetap sebagai lembaga yang

berwenang untuk merubah UUD 1945 meskipun dengan struktur yang sudah

diubah. Perbedaannya hanya pada prosedur dan jumlah kuorum saja.

Dari segi prosedur perubahan konstitusi maka berdasarkan pasal 37 Undang-

Undang Dasar 1945 amandemen keempat mekanisme prosedur perubahan

konstitusi di Indonesia sedikit diperberat dengan dicantumkan ketentuan yang

25

Page 26: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

menegaskan untuk perubahan pasal undang-undang dasar hanya dapat dilakukan

apabila disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota MPR. Berbeda dengan

prosedur perubahan konstitusi federal Negara Swiss yang bersifat rigid. Prosedur

perubahan konstitusi di Swiss diatur dalam pasal 138 sampai dengan pasal 139

Konstitusi Swiss. Amandemen konstitusi memerlukan persetujuan dari mayoritas

rakyat dan kanton. Keputusan perubahan konstitusi federal diserahkan kepada

rakyat melalui referendum.

2. Dari bentuk pemerintahan

Mengenai Bentuk pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara Swiss sama-

sama berbentuk republik dimana Negara dikepalai oleh presiden sebagai kepala

Negara untuk masa jabatan tertentu. Dalam bentuk pemerintahan republik, kepala

pemerintahan dan kepala Negara ada di tangan Presiden. Namun perbedaannya

adalah tampak pada masa jabatan, dan jumlah anggota kabinet. Di Indonesia

berdasarkan Pasal 7 UUD RI 1945 setelah amandemen maka jabatan presiden dan

wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih

kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan

untuk masa jabatan Presiden dan wakil Presiden di Swiss berdasarkan Pasal 176

ayat 2 Konstitusi Swiss 1999 adalah satu tahun. Jabatan Presiden di Swiss digilir

di antara para Menteri Kabinet yang berjumlah 7 orang.

Presiden di Indonesia dalam menjalankan pemerintahannya menunjuk dan

membentuk kabinet yang besar untuk membantu dan mendukung presiden dalam

menjalankan pemerintahannya. Sedangkan pembentukan kabinet di Swiss hanya

terdiri dari 7 orang Menteri Kabinet(dewan federal) dipilih oleh Majelis

Federal(parlemen). Jumlah menteri termasuk presiden dan wakil presiden hanya

tujuh orang. Hal ini merupakan salah satu kelebihan Swiss dalam meminimalkan

jumlah kabinet sehingga dapat menghemat pengeluaran Negara. Sumber daya

Manusia di Swiss benar-benar dioptimalkan untuk membangun Negara.

26

Page 27: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

3. Dari bentuk Negara

Menurut Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 amandemen dinyatakan bahwa bentuk Negara

Indonesia adalah Negara kesatuan. Sedangkan bentuk Negara Swiss adalah

Negara Serikat/Federal semenjak tahun 1848 karena Swiss Mengadopsi konstitusi

Federal. Lepas dari perbedaan bentuk Negara pada dasarnya terdapat persamaan

antara Negara serikat/federal dan Negara kesatuan yaitu bersistem desentralisasi,

Pemerintah pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar, Sama-sama memiliki hak

mengatur daerah sendiri (otonomi). Yang membedakannya ialah mengenai asal-

asul hak mengurus rumah tangga sendiri itu. Pada Negara bagian, hak otonomi itu

merupakan hak aslinya, sedangkan pada daerah otonom di Negara kesatuan, hak

itu diperoleh dari pemerintah pusat.

4. Dari sistem pemerintahan

Meskipun kesepakatan dasar dalam Konstitusi Indonesia yang terakhir berupa

UUD 1945 amandemen keempat salah satunya adalah mempertegas sistem

pemerintahan presidensiil namun pada kenyataannya konstitusi UUD 1945

amandemen keempat justru memperkuat kedudukan DPR (bagian dari parlemen)

sebagai lembaga legislatif dan membatasi kewenangan presiden. Hal ini

menyebabkan sistem pemerintahan di Indonesia menjadi tidak jelas. Apabila telah

sepakat untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensiil maka dalam

konstitusi Indonesia harus diatur kembali mengenai sistem pemerintahan

presidensiil yang murni sehingga penataan hubungan dan kewenangan antara

legislatif dan eksekutif menjadi lebih jelas. Berbeda dengan sistem pemerintahan

di Swiss yang menggunakan sistem pemerintahan Kolegial tampak lebih stabil

dengan kepemimpinannya secara bersama-sama oleh tujuh dewan federal

termasuk didalamnya presiden dan wakil presidennya. Seluruh anggota Dewan

Federal dianggap sebagai Kepala Negara kolektif.

27

Page 28: Perbandingan Hukum Tata Negara FIX

B. Saran

Pemerintah dalam hal perubahan Konstitusi hendaknya membuat suatu rumusan

konstitusi yang efektif sehingga tidak terjadi pembatalan. Hendaknya dalam

perumusan perubahan konstitusi sebelum disahkan dan diberlakukan secara

efektif harus diajukan dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk diadakan pengujian

dan pengkajian terkait substansi hukumnya.

28