perbandingan antara audiogram pada pasien omsk sebelum dan sesudar terapi operatif

13
1 PERBANDINGAN HASIL AUDIOGRAM PADA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI DI RSPAD GATOT SUBROTO JAKARTA PADA TAHUN 2013 2015 INDRA PRAMANA PUTRA Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Jl. RS Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450, Telp. (021) 7656971 Homepage : http://www.upnvj.ac.id E-mail : [email protected] Abstract Hearing loss is one of common complication for CSOM, as the tympani membrane damaged and perforated, they are become a disvantageous circumstances to convert sound into vibrations. As the hearing ability lacked, it will decrease the hearing patient‟s degree. The condition of hearing loss can be evaluation by audiometry. Management of CSOM can simultaneously overcome this complication is surgery. The study intend to apprehend results of an audiogram in patients before and after CSOM operative treatment in RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. The study was an analitycal study with cross sectional design. The total sample that being used were 35 patients between 18-65 years. It contained 19 males and 16 females. The sample was taken by non-probability sampling technique. Operative therapy were discussed in this study are combined approach tympanoplasty and mastoidektomi radical modifications. The obtained data were analyzed by using paired T-test. The results of the analysis showed a differences in postoperative audiogram results with pre operative with significant value {p = 0.000 (p <0.05)}, there‟s an increase of average from 64,48 to 51,71 in post operative. The study approve that surgery is a mainstay of treatment in CSOM eradication disease and restoration of hearing. Keywords : Chronic Suppurative Otitis Media, Audiogram, Audiometry PENDAHULUAN Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah inflamasi kronik yang terdapat pada bagian telinga tengah dan ruang mastoid disertai pengeluaran cairan pus (otorea). OMSK merupakan fase lanjutan dari otitis media akut (OMA) yang ditandai dengan pengeluaran discharge yang persisten melalui membran timpani yang mengalami perforasi. OMSK rata-rata disebabkan oleh adanya infeksi Proteus mirabilis (31%) dan Pseudomonas aeruginosa (26,7%) (Acuin, 2007, p. 2-5). OMSK diderita oleh 65 - 330 juta orang di seluruh dunia dengan 39 200 juta ( 60% ) diantaranya mengalami gangguan pendengaran yang signifikan secara klinis. angka kematian yang terjadi

Upload: indra-pramana-putra

Post on 12-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran skripsi thesis

TRANSCRIPT

Page 1: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

1

PERBANDINGAN HASIL AUDIOGRAM PADA PENDERITA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI DI RSPAD GATOT

SUBROTO JAKARTA PADA TAHUN 2013 – 2015

INDRA PRAMANA PUTRA

Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta,

Jl. RS Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450, Telp. (021) 7656971

Homepage : http://www.upnvj.ac.id E-mail : [email protected]

Abstract

Hearing loss is one of common complication for CSOM, as the tympani membrane damaged

and perforated, they are become a disvantageous circumstances to convert sound into

vibrations. As the hearing ability lacked, it will decrease the hearing patient‟s degree. The

condition of hearing loss can be evaluation by audiometry. Management of CSOM can

simultaneously overcome this complication is surgery. The study intend to apprehend results

of an audiogram in patients before and after CSOM operative treatment in RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta. The study was an analitycal study with cross sectional design. The total

sample that being used were 35 patients between 18-65 years. It contained 19 males and 16

females. The sample was taken by non-probability sampling technique. Operative therapy

were discussed in this study are combined approach tympanoplasty and mastoidektomi

radical modifications. The obtained data were analyzed by using paired T-test. The results of

the analysis showed a differences in postoperative audiogram results with pre operative with

significant value {p = 0.000 (p <0.05)}, there‟s an increase of average from 64,48 to 51,71 in

post operative. The study approve that surgery is a mainstay of treatment in CSOM

eradication disease and restoration of hearing.

Keywords : Chronic Suppurative Otitis Media, Audiogram, Audiometry

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronik

(OMSK) adalah inflamasi kronik yang

terdapat pada bagian telinga tengah dan

ruang mastoid disertai pengeluaran cairan

pus (otorea). OMSK merupakan fase

lanjutan dari otitis media akut (OMA)

yang ditandai dengan pengeluaran

discharge yang persisten melalui membran

timpani yang mengalami perforasi. OMSK

rata-rata disebabkan oleh adanya infeksi

Proteus mirabilis (31%) dan Pseudomonas

aeruginosa (26,7%) (Acuin, 2007, p. 2-5).

OMSK diderita oleh 65 - 330 juta

orang di seluruh dunia dengan 39 – 200

juta ( 60% ) diantaranya mengalami

gangguan pendengaran yang signifikan

secara klinis. angka kematian yang terjadi

Page 2: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

2

terhadap OMSK adalah 28.000 dari 2 juta

kasus. Lebih dari 90% kejadian OMSK

terjadi di Asia Tenggara, Afrika dan

beberapa etnis minoritas di daerah Pasifik

(Acuin, 2007, p.2-5). OMSK diderita

setiap 9 dari 100.000 orang, dengan 95%

diantaranya disertai kolesteatoma (Morris,

2012, p. 2-7).

Di Indonesia menurut hasil riset

kesehatan dasar (RISKESDAS) yang

dilakukan sejak tahun 2007 menyatakan

bahwa penyebab morbiditas telinga yang

disebabkan sekret dalam liang telinga

terjadi sebanyak 3,8%. Prevalensi

gangguan pendengaran di Indonesia secara

nasional sebesar 2,6% dengan kejadian di

perkotaan lebih tinggi yaitu sebesar 2,2%

jika di bandingkan dengan kejadian di

pedesaan sebesar 0,09% (RISKESDAS,

2013, hm.243). Prevalensi OMSK di

Jakarta menurut hasil penelitian Pasra pada

tahun 2012 mencapai jumlah 3,4% dari

total populasi penduduk, menurut kriteria

Prevalensi OMSK Setiap Negara oleh

WHO Regional Classification jumlah

tersebut termasuk dalam insidensi tinggi

(2-4%) (Pasra, 2012, hlm.1-3). Di RSPAD

Gatot Soebroto sendiri angka kunjungan

pasien OMSK pada tahun 2014 mencapai

jumlah 42 kunjungan pasien OMSK per

bulan (DITKESAD, 2014).

Otitis media merupakan penyakit

yang paling sering menyebabkan gangguan

pendengaran konduktif, yaitu sebesar

13,32% (Ghonaim.M, 2011, p.172-181).

Penurunan fungsi pendengaran merupakan

komplikasi yang paling sering terjadi,

selain itu OMSK dapat berdampak

terjadinya penyebaran infeksi sehingga

dapat menyebabkan infeksi intrakranial

atau mastoiditis akut (Acuin, 2007, p.2-5).

Untuk mengevaluasi gangguan

pendengaran dapat dilakukan dengan

menggunakan uji audiometri nada murni

atau audiometri tutur (Amundsen, 2010,

p.453-357).

Dampak yang timbul apabila

mengalami gangguan pendengaran terbagi

atas segi fungsi sosial, meliputi gangguan

komunikasi, gangguan perkembangan

apabila terjadi pada anak-anak dalam masa

pertumbuhan, selain itu dalam segi

emosional keterbatasan pendengaran dapat

menyebabkan timbulnya perasaan

kesepian, terisolasi ataupun frustasi. Dari

segi ekonomi, biasanya di negara

berkembang anak-anak dengan gangguan

pendengaran jarang menerima pendidikan

dan orang dewasa dengan gangguan

pendengaran memiliki tingkat

pengangguran yang lebih tinggi ( WHO,

2014).

Proses penyembuhan OMSK ini

membutuhkan waktu yang lama dengan

cara yang bermacam-macam bergantung

pada jenisnya seperti terapi operatif dan

non operatif . Terapi non operatif dipilih

apabila OMSK tergolong tipe aman,

Page 3: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

3

sementara untuk OMSK tipe bahaya yang

biasanya disertai gangguan pendengaran

dilakukan pilihan terapi operatif, selain

untuk menyembuhkan OMSK terapi

operatif terbagi menjadi untuk

memperbaiki fungsi pendengaran dan

untuk mencegah komplikasinya (Soepardi

et al, 2007, hlm.69-73).

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di RSPAD

Gatot Soebroto Jakarta pada bulan April

2015. Pengambilan sampel selama 15 hari

didapatkan sejumlah 35 orang. Jumlah ini

adalah jumlah seluruh pasien yang sesuai

dengan kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi. Karakteristik sampel penelitian

yang variabelnya dimasukan antara lain

jenis kelamin, usia dan pekerjaan. Berikut

dibawah ini tabel yang menyajikan

gambaran umum mengenai karakteristik

sampel yang telah didapat.

1. Karakteristik Demografik

Jumlah terbesar sampel OMSK di

RSPAD Gatot Soebroto Jakarta adalah pria

yang berjumlah 19 orang (54,3%). Jumlah

terbesar kelompok usia penderita OMSK

di RSPAD Gatot Soebroto adalah 26 – 45

tahun dengan jumlah sampel 19 orang

(53,3%). Mayoritas pekerjaan pasien

OMSK yang datang ke RSPAD Gatot

Soebroto adalah anggota TNI dan PNS

yang masing masing berjumlah 13 orang

(37,1%).

Tabel 1 Hasil karakteristik demografik

pasien OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto

Karakteristik Jumlah Persen

(%)

Jenis Kelamin

Pria

Wanita

19

16

54,3 %

45,7 %

Pekerjaan

TNI

PNS

Swasta

Wiraswasta

Ibu Rumah

Tangga

13

13

4

4

1

37,1 %

37,1 %

11,4 %

11,4 %

2,9 %

Usia

17 – 25 tahun

26 – 45 tahun

46 – 65 tahun

7

19

9

20,0 %

53,3 %

25,7 %

Stati

stika

Usia

Rerat

a

Usia

terbanyak

Usia

termuda

Usia

tertua

Standar

Deviasi

37,80 43 19 60 12,54

2. Keluhan Utama

Keluhan utama yang paling banyak

disampaikan oleh penderita OMSK di

RSPAD Gatot Soebroto adalah telinga

berair sebanyak 11 orang (31,4%)

termasuk didalamnya adalah telinga

Page 4: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

4

berdarah, telinga berair dan telinga keluar

nanah.

Tabel 2 Hasil keluhan utama pasien

OMSK di RSPAD Gatot Soebroto

Keluhan

Utama

Jumlah Persen

(%)

Telinga Sakit 6 17,1 %

Telinga

Berdengung

4 11,4 %

Telinga Berair 11 31,4 %

Telinga Penuh 5 14,3 %

Pendengaran

Menurun

9 25,7 %

3. Status Lokasi

Status lokasi perforasi terbanyak

yang ditemukan dari pemeriksaan pada

penderita OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto adalah perforasi sentral, dimana

letak perforasi berada ditengah, ditemukan

pada 22 pasien (62,9%).

Tabel 3 Hasil status lokasi perforasi

pasien OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto

Status Lokasi Jumlah Persen

(%)

Sentral 22 62,9 %

Atik 0 0 %

Marginal 6 17,1 %

Subtotal 7 20,0 %

4. Telinga yang Terkena

Telinga yang paling banyak

dikeluhkan terinfeksi sehingga

menyebabkan OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto adalah kedua telinga dengan

jumlah 16 orang (45,7%).

Tabel 4 Hasil lokasi infeksi telinga

pasien OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto

Telinga

Terkena

Jumlah Persen

(%)

Telinga

Kanan

8 22,9 %

Telinga Kiri 11 31,4 %

Bilateral 16 45,7 %

5. Jenis Tuli

Jenis tuli yang paling banyak

ditemukan di RSPAD Gatot Soebroto

adalah tuli konduktif dengan jumlah 25

orang (71,4%). Hal ini dilihat berdasarkan

hasil audiogram yang telah dinilai oleh

dokter pemeriksa.

Tabel 5 Hasil jenis Tuli pasien OMSK di

RSPAD Gatot Soebroto

Jenis Tuli Jumlah Persen

(%)

Konduktif 25 71,4 %

Campuran 10 28,6 %

Page 5: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

5

6. Jenis Operasi

Tindakan operatif yang paling

banyak dilakukan untuk menangani

penyakit OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto adalah combined approach

tympanoplasty (CAT) sebanyak 27

tindakan (77,1%).

Tabel 6 Hasil jenis operasi pasien

OMSK di RSPAD Gatot Soebroto

Jenis Operasi Jumlah Persen (%)

CAT 27 77,1 %

MRM 8 22,9 %

7. Hasil Audiogram

a. Hasil Audiogram Sebelum Operasi

Berdasarkan data audiogram

sebelum terapi operatif yang telah didapat,

didapatkan bahwa penurunan pendengaran

paling banyak didapatkan pada tingkat

sedang sebanyak 15 orang (42,9%).

Tabel 7 Hasil audiogram pasien OMSK

sebelum terapi operatif di RSPAD Gatot

Soebroto

Hasil audigram

sebelum operatif

Jumlah Persen

(%)

Normal 0 0%

Ringan 3 8,6 %

Sedang 15 42,9 %

Berat 14 40,0 %

Sangat Berat 3 8,6 %

Total 35 100,0 %

b. Hasil Audiogram Setelah Operasi

Berdasarkan data audiogram

setelah terapi operatif yang telah didapat,

didapatkan bahwa tingkat audiogram

paling banyak didapatkan pada tingkat

ringan sebanyak 13 orang (37,1%). Dari

hasil ini dapat dilihat adanya peningkatan

pendengaran sebelum dan sesudah

operatif, terbukti dari terjadinya

pergeseran jumlah kelompok audiogram

terbanyaknya. Selain itu dapat dilihat pula

adanya penurunan jumlah pasien pada

kategori sengat berat, berat dan sedang.

Tabel 8 Hasil audiogram pasien OMSK

pasca terapi operatif di RSPAD Gatot

Soebroto

Hasil audigram

sebelum operatif

Jumlah Persen

(%)

Normal 1 2,9 %

Ringan 13 37,1 %

Sedang 11 31,4 %

Berat 9 25,7 %

Sangat Berat 1 2,9 %

Total 35 100,0%

Hasil Analisis Bivariat

Hasil analisis bivariat berupa

perbandingan hasil audiogram pasien

OMSK sebelum dan sesudah melakukan

terapi operatif di RSPAD Gatot Soebroto

dengan menggunakan uji T-test.

Page 6: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

6

Uji T-test berpasangan Hasil Audiogram

Sebelum dan Sesudah Operatif

Pada penelitian ini, meneliti

mendapatkan data numerik yang

berdistribusi normal sehingga digunakan

Uji T-test berpasangan untuk mengetahui

perbedaan hasil audiogram sebelum dan

sesudah terapi operatif. Dari hasil nilai

rata-rata dapat terlihat perbedaan hasil

audiogram sebelum dan sesudah yang

cukup signifikan. Hasil uji T-test dengan p

–value uji dua sisi menunjukan hasil p

sebesar 0,000. Sementara peneliti

melakukan uji satu sisi (one tailed) maka

hasil nilai p dibagi dua ( 0,000

/2 ) = 0,000

Nilai p – value untuk uji satu sisi < 0,05

maka menjadi bukti kuat untuk menolak

H0.

Tabel 9 Hasil uji T-test nilai audiogram

pasien OMSK sebelum dan sesudah

terapi operatif di RSPAD Gatot

Soebroto

Hasil

Audiogram Rerata P

Nilai Audiogram

Sebelum

64,48 0,000

Nilai Audiogram

Sesudah

51,71

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan

sampel penelitian berjenis kelamin pria

sebanyak 19 orang (54,3%) dan berjenis

kelamin wanita sebanyak 16 orang

(45,7%). Sedangkan pada penelitian

sebelumnya oleh Asroel pada tahun 2013

didapatkan bahwa pria berjumlah 64 orang

(53,78%) dan wanita sebanyak 55 orang

(46,22%) (Asroel et al, 2013, hlm.567-

570). Sehingga dapat disimpulkan sampel

penelitian keduanya sejalan karena sama-

sama memperoleh sampel pria dengan

jumlah yang lebih banyak dikarenakan

faktor risiko pria yang lebih besar 2,50 kali

untuk terkena infeksi telinga tengah

dibandingkan wanita. Hal ini dikarenakan

aktivitas pria lebih banyak dilakukan

diluar rumah sehingga kemungkinan risiko

terinfeksi lebih tinggi dibanding wanita

yang lebih banyak beraktivitas di dalam

ruangan (Umar, 2013, hlm.47-64).

Pada penelitian ini didapatkan usia

termuda pasien OMSK yang melakukan

terapi operatif adalah 19 tahun, sementara

usia tertua adalah 60 tahun. Diketahui pula

usia terbanyak adalah 43 tahun. Sementara

jumlah terbesar kelompok usia penderita

OMSK di RSPAD Gatot Soebroto adalah

26 – 45 tahun dengan jumlah sampel 19

orang (54,3%). Hal ini berbeda dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Asroel pada tahun 2013 yakni didapatkan

kelompok usia sampel terbanyak adalah

Page 7: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

7

11- 20 tahun sebanyak 38 orang (31,93%)

(Asroel et al, 2013, hlm.567-570). Begitu

pula dengan hasil penelitian Sengupta

yang mengatakan prevalensi tertinggi ada

pada usia 11- 20 tahun (37,5%), sementara

prevalesi terbanyak kedua ada pada

kelompok usia 21- 30 tahun (35%)

(Sengupta et al, 2010, p.171-176).

Sehingga dapat disimpulkan distribusi

karakteristik usia berbeda walaupun tidak

signifikan, perbedaan ini dikarenakan

peneliti tidak mengambil data apabila usia

pasien kurang dari 18 tahun, karena

menurut verhoeff tindakan operatif yang

dilakukan pada masa sebelum pubertas

insiden kegagalan tindakan operasinya

lebih tinggi. Peneliti juga mengeksklusikan

usia lebih dari 65 tahun untuk

mengurangin faktor perancu antara

penuruan pendengaran akibat OMSK atau

penurunan pendengaran fisiologis akibat

pertambahan usia (Verhoeff et al, 2006,

p.1-8).

Pasien terbanyak ada pada kategori

usia 26 – 45 tahun karena kategori ini

merupakan kategori usia produktif

sehingga merupakan salah satu faktor

risiko terpapar infeksi kuman di saat

aktifitas, selain itu infeksi juga dapat

dipengaruhi oleh faktor status sosial

ekonomi yang rendah atau adanya infeksi

kronis yang tidak diobati secara adekuat

(Dewi et al, 2009, hlm.1-5).

Mayoritas pekerjaan pasien OMSK

yang datang ke RSPAD Gatot Soebroto

adalah anggota TNI dan PNS yang

berjumlah 13 orang (37,1%). Hal ini

dikarenakan RSPAD merupakan rumah

sakit pusat dan rujukan tertinggi bagi

rumah sakit TNI. Hal ini dibuktikan

dengan didapatkannya data sampel pasien

yang berasal dari tempat yang berbeda dan

jauh seperti Bengkulu, Kalimantan,

Maluku, Aceh dan lain - lain. Selain itu

sesuai dengan misi RSPAD Gatot

Soebroto tahun 2014 yaitu memberikan

pelayanan kesehatan yang bermutu secara

menyeluruh untuk prajurit PNS TNI AD

serta masyarakat (DITKESAD, 2014).

Keluhan utama yang paling banyak

diutarakan oleh pasien adalah telinga

berair, dimana hal ini diutarakan oleh 11

orang (31,4%). Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian sebelumnya oleh Yazdi, yaitu

keluhan terbanyak adalah adanya ear

discharge sebanyak 85 orang (68%)

(Yazdi, 2011, p.37-41). Keluhan ini

disebabkan oleh infeksi telinga tengah

yang selanjutnya akan menimbulkan reaksi

inflamasi dan menyebabkan keluarnya

cairan dari telinga sebagai hasil dari

inflamasi tersebut (Shaikh et al, 2010,

p.362).

Status lokasi perforasi terbanyak

menurut data RSPAD Gatot Soebroto

adalah perforasi sentral dengan jumlah 22

Page 8: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

8

orang (62,9%). Hal ini sesuai dengan

penelitian Kamran et al yang menyatakan

letak perforasi terbanyak adalah perforasi

sentral yaitu sebanyak 82 orang (43,15%)

(Kamran et al, 2011, p.189-193). Penyebab

banyaknya perforasi sentral belum dapat

diketahui secara pasti (Dewi, 2009, hlm.1-

5).

Telinga yang paling banyak

terinfeksi adalah kedua telinga (bilateral)

dengan jumlah penderita 16 orang

(45,7%), sementara untuk infeksi

terbanyak kedua ada pada infeksi pada

telinga kiri didapatkan sejumlah 11 orang

(31,4%). Hal ini tidak sejalan dengan hasil

penelitian sebelumnya oleh Dewi yang

mendapatkan telinga yang paling banyak

terinfeksi adalah telinga kanan dengan

jumlah 9 subjek (39,1%) dan bilateral 8

subjek (34,8%). Penyebab tingginya

insidensi OMSK pada bagian telinga

tertentu masih belum diketahui secara pasti

(Dewi, 2009, hlm.1-5).

Jenis tuli konduktif merupakan

komplikasi dari OMSK yang paling

banyak ditemukan di RSPAD Gatot

Soebroto adalah dengan data 25 orang

(71,4%) disusul dengan tuli campur

dengan jumlah 10 orang (28,6%). Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Asroel di

tahun 2013 yang menemukan bahwa tuli

konduktif merupakan komplikasi tersering

dengan jumlah 70 orang (58,82%) disusul

dengan tuli campuran dengan jumlah 29

orang (24,37%). Selain itu pada penelitian

lain di India dan Bangladesh juga

mengemukakan bahwa tuli konduktif

merupakan jenis tuli tersering pada

komplikasi OMSK dengan jumlah 90,0%

dan 93,62% (Asroel, 2013, hlm.567-570).

Tuli konduktif pada OMSK disebabkan

adanya gangguan hantaran suara, dalam

hal ini dikarenakan perforasi yang ada

pada membran timpani di telinga tengah

atau akibat adanya sekret hasil dari proses

inflamasi yang ada di telinga tengah

(Soepardi,2007, hlm.22).

Pada penelitian ini, peneliti ingin

meneliti hubungan audiogram dan terapi

operatif sehingga data jenis terapi operatif

disesuaikan dengan tujuan pengobatan

untuk menyembuhkan penyakit dan juga

memperbaiki pendengaran. Dari kriteria

tersebut didapatkan bahwa jenis operasi

yang paling banyak dipilih adalah

Combined approach tympanoplasty (CAT)

didapatkan sebanyak 27 tindakan (77,1%)

dan mastoidektomi radikal dengan

modifikasi (MRM) didapatkan sebanyak 8

tindakan (22,9%). Hal ini tidak sejalan

dengan hasil penelitian sengupta yang

menemukan bahwa tindakan terbanyak

yang dilakukan untuk OMSK adalah wall

down dimana diantaranya terdapat

mastoidektomi radikal dengan modifikasi

dengan jumlah 25 tindakan (62,5%)

Page 9: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

9

(Sengupta et al, 2010, p.171-176). Hal ini

dikarenakan pada penelitian sebelumnya

sengupta hanya meneliti OMSK tipe

bahaya (maligna), sementara pada

penelitian kali ini tipe bahaya dan tipe

aman diteliti keduanya dan CAT dapat

dilakukan untuk mengobati tipe aman dan

tipe bahaya, sementara MRM hanya

dilakukan dengan tujuan mengobati

OMSK tipe bahaya saja (Soepardi et al,

2007, hlm.71-74).

Hasil audiogram sebelum tindakan

operatif, didapatkan jumlah terbanyak ada

pada kategori sedang dengan jumlah 15

orang (42,9%). Hasil ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya oleh sengupta pada

tahun 2010 yang mendapatkan penurunan

pendengaran terbanyak ada pada kategori

moderate hearing loss (sedang) (Sengupta,

2010, p.171-176). Sesuai dengan

penelitian sebelumnya oleh Acuin pada

tahun 2007 yang menyatakan bahwa

penurunan fungsi pendengaran adalah

komplikasi yang paling sering terjadi dari

OMSK (Acuin, 2007, p.2-5). Penurunan

pendengaran pada OMSK terjadi akibat

perforasi dan adanya sekret sehingga

terhambatnya hantaran udara yang

menyebabkan terjadinya penurunan

pendengaran (Soepardi, 2007, hlm.22).

Hasil audiogram setelah tindakan

operatif didapatkan jumlah terbanyak ada

pada kategori ringan dengan jumlah 13

(37,1%). Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian sengupta yang mendapatkan

hasil pasca operasi terbanyak adalah

kategori moderate hearing loss (Sedang)

(Sengupta, 2010, p.171-176).

Berdasarkan hasil uji T-test terlihat

peningkatan nilai rata-rata dari hasil

audiogram dimana yang awalnya 64,48

menjadi 51,71 terjadi perubahan yang

signifikan. Uji t-test juga disertai dengan

nila P = 0,000 sehingga dapat disimpulkan

menolak H0 dan terdapat perbaikan hasil

audiogram pasca terapi operatif. Hasil ini

sejalan dengan hasil penelitian Sengupta

yang juga mendapatkan perbaikan derajat

pendengaran pasca tindakan operatif

sebanyak 14 kasus (35%) (Sengupta, 2010,

p.171-176).

Membran timpani berfungsi untuk

mengubah gelombang suara menjadi

getaran untuk kemudian menggetarkan

tulang pendengaran, sehingga apabila

terjadi perforasi pada membran timpani

akibat penyakit OMSK maka akan

mengganggu fungsi fisiologisnya sehingga

gelombang suara yang dirubah menjadi

getaran pun menjadi tidak maksimal dan

tulang pendengaran tidak bergetar

sebagaimana mestinya (Sherwood, 2011,

hlm.176-185). Hal ini akan berdampak

pada kinerja organ pendengaran yang akan

menurun fungsinya. Tindakan operatif

bertujuan untuk eradikasi penyakit sebagai

Page 10: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

10

tujuan primernya serta untuk memperbaiki

atau memodifikasi anatomi

timpanomastoid sehingga fungsi

pendengaran dapat membaik dibanding

sebelumnya (Edward, 2011, hlm 1-5).

Pada mastoidektomi radikal dengan

modifikasi yang dilakukan adalah seluruh

rongga mastoid dibersihkan dan dinding

posterior liang telinga direndahkan. Tujuan

operasi adalah untuk membuang semua

jaringan patologik dari rongga mastoid dan

mempertahankan pendengaran yang masih

ada (Amaleen, 2011, hlm.1-10). Pada

teknik mastoidektomi radikal modifikasi

yang perlu diperhatikan adalah kemiringan

tulang dan pengangkatan ujung mastoid

untuk memungkinkan jaringan lunak

menggantung untuk mendorong timbulnya

migrasi epitel sehingga menghasilkan

rongga yang kecil (Edward, 2011, hlm.1-

5).

Pada Combined approach

tympanoplasty juga dilakukan untuk

menghilangkan penyakit pada telinga

tengah disertai rekonstrusi kembali

membran timpani, sehingga pendengaran

yang menurun akibat perforasi dapat

membaik. Prognosis perbaikan fungsi

pendengaran juga dipengaruhi beberapa

faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh

peneliti seperti adanya penyakit penyulit

(diabetes melitus, hipertensi), kemampuan

dokter yang melakukan tindakan operatif,

adanya komplikasi (mastoiditis, labirinitis)

sehingga dapat menyebabkan perbaikan

pendengaran pasca operatif yang tidak

signifikan atau bahkan justru

memperburuk derajat pendengaran

(Soepardi, 2007, hlm.71-74).

Hal lain yang juga mempengaruhi

hasil derajat audiogram pasca terapi

operatif adalah pemeriksaan audiogram itu

sendiri, yang dipengaruhi oleh alat (harus

terkalibrasi), ruangan (harus kedap suara),

operator audiogram dan juga gangguan

lainnya seperti penggunaan anting dan

kacamata yang bisa mengganggu proses

pemeriksaan (Admusend, 2010, p.453-

457).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

terhadap pasien OMSK di RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

a. Gambaran karakteristik

demografik dari sampel

penderita OMSK di RSPAD

Gatot Soebroto Jakarta

didapatkan jumlah terbesar

adalah pria berjumlah 19 orang

(54,3%) dan jumlah terbesar

kelompok usia adalah

kelompok usia 26 – 45 tahun

berjumlah 19 orang (54,3%),

serta mayoritas pekerjaan dari

Page 11: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

11

penderita OMSK yang datang

adalah sebagai anggota TNI

dan PNS sebanyak 13 orang

(37,1%).

b. Gambaran karakteristik OMSK

yang ditemukan di RSPAD

Gatot Soebroto Jakarta

didapatkan keluhan utama

paling banyak pada telinga

berair yang dikeluhkan oleh 11

orang (31,4%). Status lokasi

perforasi terbanyak pada bagian

sentral membran timpani

sebanyak 22 orang (62,9%).

OMSK paling banyak

mengenai kedua telinga

(bilateral) sebanyak 16 orang

(45,7%). Jenis tuli paling

banyak adalah tuli konduktif

sebanyak 25 orang (71,4%),

serta tindakan operatif yang

paling banyak dipilih adalah

combined approach

tympanoplasty (CAT) sebanyak

27 tindakan (77,1%).

c. Terdapat penurunan nilai rata-

rata audiogram sebelum

tindakan operatif sebesar 64,48

menjadi 51,71 hal ini

menandakan adanya perbaikan

derajat pendengaran ( p =

0,0000).

DAFTAR PUSTAKA

Acuin, Jose. 2007. „Chronic Suppurative

Otitis Media‟, Philipines: De La

Salle University, diakses tanggal

28 April 2014,

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a

rticles/PMC2943814/

Amaleen, Syafeefah. 2011. Gambaran

Penderita Otitis Media Supuratif

Kronis di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik pada tahun

2009. Medan: FkUSU. Hlm. 1-10.

Amundsen, Gerarld A. 2010. Pfenninger

and fowler’s procedure’s for

primary care. Elsevier Health

Sciences, pp. 453- 457.

Asroel, H.A. 2013. Profil Penderita Otitis

Media Supuratif Kronis. Indonesia:

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Bedah Kepala

Leher Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Hlm.

567 – 570.

Boies, L.R. 2012. Buku Ajar Penyakit

THT, Edisi 6. Indonesia: EGC.

Dahlan, Sopiyudin. 2012. Besar Sampel

dan Cara Pengambilan Sampel

dalm Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Jakarta : Penerbit

Salemba Medika.

Dahlan, Sopiyudin. 2013. Statistik untuk

Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta

: Penerbit Salemba Medika.

Dewi NP, Zahara D. 2009. Characteristic

of Chronic Suppurative Otitis

Media at H. Adam Malik Hospital

Medan. Medan: FKUSU. Hlm. 1-5.

Page 12: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

12

DITKESAD. 2014. Diakses tanggal 02

Mei 2015 dari situs

http://www.rspadgatsu.com.

Edward Yan, Mulyani Sri. 2001.

Penatalaksanaan Otitis Media

Supuratif Kronik Tipe Bahaya.

Padang: Bagian Ilmu Telinga,

Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala

dan Leher Universitas Andalas.

Hlm. 1-5.

Ganong, William F. 2005. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran, Edisi 20.

EGC, 2008.

Iqbal Kamran, Khan Muhammad Ismail,

Satti Luqman. 2011. Microbiology

of Chronic Suppurative Otitis

Media: Experience at Dera Ismail

Khan. In: Gomal Journal of

Medical Sciences, Vol.9, No. 2, pp

189-193.

Kolo, E.S. 2012. Sensorineural Hearing

Loss in Patients with Chronic

Suppurative Otitis Media. India:

Association of Otolaryngologists of

India, pp 59 – 61.

Lee, Qureishi A. 2014. Update on otitis

media – prevention and treatment.

Pubmed, Vol7, January 2014, pp

15 - 24

Mabrouk M. Ghonaim.2011. Risk Factors

and Causative Organisms of Otitis

Media in Children Ibnosina J Med

BS 2011,3(5):172-181.

Morris, Peter. 2012. „Chronic suppurative

otitis media‟, BMJ Clin Evid.

2012; 2012: 0507, diakses pada

tanggal 1 Oktober 2014,

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

articles/PMC3412293/

Pasra,YW. 2012. Prevalensi Otitis Media

Supuratif Kronik di Jakarta.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Hlm. 1-62

Periasamy, Premraj. 2011. Gambaran

Karakteristik Penderita Otitis

Media Supuratif Kronik yang

dirawat inap di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik,

Medan Tahun 2009. Medan:

FKUSU. Hlm. 3-10.

Prakash R, Juyal D, Negi V, Pal S,

Adekhandi S, Sharma M, et al.

Microbiology of chronic

suppurative otitis media in a

tertiary care setup of uttarakhand

state, India. North Am J Med Sci

2013;5:282-7.

RISKESDAS. 2013. Riset Kesehatan

Dasar. Indonesia. Hlm. 243

Sastroasmoro, Sudigdo. 2010. Dasar-

dasar Metodologi Penelitian Klinis

Edisi 4. Jakarta : Sagung Seto.

Sengupta, Arunabha. 2010. A Study of

Surgical Management of Chronic

Suppurative Otitis Media with

Cholesteatoma and it’s Outcome.

India: Indian J Otolaryngol Head

Neck Surg. 62(2):171–176; DOI:

10.1007/s12070-010-0043-3

Shaikh, M.D. 2010. Diagnosing Otitis

Media – Otoscopy and Cerumen

Removal. New England: N Engl J

Med 2010;362:e62.

Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi

Manusia : dari Sel ke Sistem. Edisi

6. Jakarta: EGC,2011

Soepardi, E.A. 2007. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung

Page 13: perbandingan antara audiogram pada pasien OMSK sebelum dan sesudar terapi Operatif

13

Tenggorok Kepala dan Leher edisi

6. Jakarta: FKUI

Sulabh, B., Tarun, O., Suresh, K., Amit, S.

& Pratibha, V. (2013) Changing

Microbiological Trends in Cases of

Chronic Suppurative Otitis Media

Patients. IJCRR, 5 (15), pp 76-81.

Umar, Sakina. 2013. Prevalensi Otitis

Media Akut pada Anak-anak di

Kota Madya Jakarta Timur.

Jakarta: FKUI. Hlm. 47- 64.

Verhoeff, M. 2005. Chronic Suppurative

Otitis Media: A Review.

Netherlands: International Journal

of Pediatric Otorhinolaryngology,

pp 1 – 8.

World Health Organization, 2004.

„Burden of Illness and

Management Options‟, Geneva,

Switzerland 2004. Diakses tanggal

28 Mei 2014 dari situs

http://www.who.int/neglected_dise

ases/diseases/otitis/en/

World Health Organization, 2014.

„Neglected Tropical Disease‟.

Diakses tanggal 28 Mei 2014 dari

situs

http://www.who.int/neglected_dise

ases/diseases/otitis/en/

Yazdi, A.K. 2011. Association Between

Audiometric Profile and

Intraoperative Findings in Patients

with Chronic Suppurative Otitis

Media. Iran: Otolaryngology

Research Center, Imam Khomeini

Hospital, Tehran University of

Medical Sciences, pp 37 – 41.