peranantagoniskalsiumdalampenatalaksanaanhipertensi

6
Tinjauan Pustaka Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007 Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi Lucky Aziza Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang utama hingga saat ini. Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ target, sehingga memerlukan penatalaksanaan serius. Penatalaksanaan hipertensi dibagi dua yaitu non-medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa berupa pemberian obat anti hipertensi (OAH); salah satunya antagonis kalsium (AK). AK bekerja menghambat masuknya Ca ke dalam sel melalui channel-L. AK dibagi dua yaitu golongan dihidropiridin yang terutama bekerja pada arteri dan golongan non-dihidropiridin yang menyebabkan vasodilatasi perifer serta menurunkan resistensi perifer. AK memiliki efek antihipertensi yang baik pada kasus hipertensi ringan maupun sedang, berhubungan dengan dosis serta baik untuk pasien yang tidak mematuhi diet garam. Dibandingkan β-blockers dan diuretik, AK lebih baik dalam menurunkan kejadian hipertrofi ventrikel kiri. AK merupakan obat yang aman dan sama efektifnya dengan OAH lain dalam terapi hipertensi. AK baik untuk hipertensi dengan penyakit penyerta seperti diabetes melitus, asma bronkhial dan renovaskular. Kata kunci: obat antihipertensi, dihidropiridin, non-dihidropiridin 259

Upload: whul2

Post on 29-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PeranAntagonisKalsiumdalamPenatalaksanaanHipertensi

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007

Peran Antagonis Kalsium dalamPenatalaksanaan Hipertensi

Lucky Aziza

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang utama hingga saat ini. Hipertensidapat mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ target, sehingga memerlukanpenatalaksanaan serius. Penatalaksanaan hipertensi dibagi dua yaitu non-medikamentosadan medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa berupa pemberian obat anti hipertensi(OAH); salah satunya antagonis kalsium (AK). AK bekerja menghambat masuknya Ca kedalam sel melalui channel-L. AK dibagi dua yaitu golongan dihidropiridin yang terutamabekerja pada arteri dan golongan non-dihidropiridin yang menyebabkan vasodilatasi periferserta menurunkan resistensi perifer. AK memiliki efek antihipertensi yang baik pada kasushipertensi ringan maupun sedang, berhubungan dengan dosis serta baik untuk pasien yangtidak mematuhi diet garam. Dibandingkan β-blockers dan diuretik, AK lebih baik dalammenurunkan kejadian hipertrofi ventrikel kiri. AK merupakan obat yang aman dan samaefektifnya dengan OAH lain dalam terapi hipertensi. AK baik untuk hipertensi dengan penyakitpenyerta seperti diabetes melitus, asma bronkhial dan renovaskular.Kata kunci: obat antihipertensi, dihidropiridin, non-dihidropiridin

259

Page 2: PeranAntagonisKalsiumdalamPenatalaksanaanHipertensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007

Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi

The Role of Calcium Antagonist in theManagement of hypertansion

Lucky Aziza

Departement of Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: Hypertension (HT) is still the leading health problem. HT may cause complication onmany target organ, thus it should be treated seriously. Management of HT consist of non-pharmacdogical and pharmacdogical treatment. Pharmacdogical therapy consist of giving anantihypertensive drugs and calcium channel blockers (CCBs). CCBs works through calciuminhibition into the cell by channel-L. CCBs divided in two groups, dihydropyridine that works atthe arteries and non-dihydropyridine that cause perifer dilatation and reduction of perifer resis-tance. CCBs have good anti HT effects in mild and moderate HT, is dose dependent, and is suitablefor patients who are not compliant to salt diet. Compared with β-Blockers and diuretics, CCBs arebetter in lowering its incidence of left ventricular hyperthrophy. CCBs is safe and has equaleffectiveness with other anti hypertensive drugs. CCBs is suitable for hypertensive patients withdiabetes mellitus, asthma and renovascular disease.Key words: antihypertensive drugs, dihydropyridine, non-dihydropyridine

Pendahuluan

Hipertensi tetap merupakan masalah kesehatan masya-rakat meskipun obatnya telah sekitar tiga puluh tahunditemukan. Patofisiologi hipertensi mencakup interaksigenetik dengan lingkungan yang meliputi proses retensigaram, penurunan ambang filtrasi ginjal, hiperaktivitassimpatis, kelebihan sistem renin angiotensin, perubahanmembran sel, hiperinsulinemia dan disfungsi endotel.1 Diag-nosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah (TD) lebihtinggi atau sama dengan 140/90 mmHg, yang menetap padapengukuran berulang minimal dua kali selama beberapaminggu, kecuali bila TD sangat tinggi yang memerlukantindakan atau terapi segera.

Pada penatalaksanan hipertensi harus dilakukanstratifikasi pasien berdasarkan klasifikasi tingginya TD,identifikasi kerusakan organ sasaran yang telah terjadi, dankeadaan klinis terkait akibat hipertensi. Berdasarkan haltersebut, ada lima prinsip penatalaksanaan hipertensi. Prinsippertama adalah deteksi dini dan terapi dini sebelum timbulkerusakan organ sasaran yang reversibel. Prinsip keduamemulai terapi dengan memberikan komponen dasar yaitukomponen non obat (modifikasi gaya hidup) yang diikutidengan pemberian obat anti hipertensi (OAH) apabila TDbelum terkendali. Prinsip ketiga adalah menurunkan targettekanan darah diastolik (TDD) lebih rendah dari 90 mmHgyang dilakukan secara perlahan-lahan secara gradualdengan memantau kualitas hidup dan tanda vital pasien.

Prinsip keempat mempertimbangkan derajat tingginya tekanandarah dan tekanan sistolik dalam menetapkan prognosishipertensi. Pemilihan OAH yang sesuai atau sedikitnyamendekati faktor penyebab hipertensi merupakan prinsipterakhir dalam penatalaksanaan hipertensi.2

Pemilihan OAH

Pemilihan OAH harus berdasarkan jumlah faktor risikoyang menyertai dan kerusakan organ sasaran atau keadaanklinis terkait. Pemilihan tersebut memperhatikan efek sampingseperti efek metabolisme, efek terhadap organ lain (bron-kospasme, batuk, dsb), kondisi tertentu pasien (hamil, usialanjut, olahragawan) dan faktor kemampuan pasienmengingat OAH harus dikonsumsi dalam jangka panjang.3

Terapi hipertensi dengan obat dimulai dengan dosisterendah yang masih efektif dan dosis dinaikkan bila efekterapi masih kurang. Untuk menambah efek hipotensif danmengurangi efek samping dapat diberikan terapi kombinasiyang tepat. Pemilihan OAH yang bekerja 24 jam lebih mudahdipatuhi pasien, selain itu tekanan darah akan menurun secaramerata sepanjang hari.

Sesuai indikasi, dapat dipilih salah satu dari 6 OAH yangbanyak dipakai saat ini, yaitu: golongan diuretik, penghambatbeta, penghambat angiotensin converting enzyme (ACE),kalsium antagonis, antagonis A II receptor blocker, danalpha-1 blocker.

260

Page 3: PeranAntagonisKalsiumdalamPenatalaksanaanHipertensi

Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007

Antagonis Kalsium sebagai Obat Hipertensi

Antagonis kalsium (AK) bekerja dengan cara meng-hambat masuknya kalsium ke dalam sel melalui chanel-L.AK dibagi 2 golongan besar, yaitu AK non-dihidropiridin(kelas fenilalkilamin dan benzotiazepin) dan AK dihidropiridin(1,4-dihidropiridin). Golongan dihidropiridin terutama bekerjapada arteri sehingga dapat berfungsi sebagai OAH, se-dangkan golongan non-dihidropiridin mempengaruhi sistemkonduksi jantung dan cenderung melambatkan denyutjantung, efek hipertensinya melalui vasodilatasi perifer danpenurunan resistensi perifer.

Penelitian yang membandingkan efek antihipertensi AKdengan obat lain menunjukkan efek antihipertensi yang samabaiknya pada pasien dengan hipertensi ringan dan moderat.Efek anti hipertensi AK berhubungan dengan dosis, biladosis ditambah maka efek antihipertensi semakin besar dantidak menimbulkan efek toleransi. AK tidak dipengaruhiasupan garam sehingga berguna bagi orang yang tidakmematuhi diet garam.3

Menurut beberapa studi penggunaan AK dalamhipertensi secara umum tidak berbeda dalam efektivitas, efeksamping, atau kualitas hidup dibandingkan dengan OAHlain. Ditinjau dari mortalitas, tidak ada perbedaan bermaknaantara diuretik, AK dan penghambat ACE dalam pengobatanhipertensi.4 Hanya mungkin ada sedikit perbedaan dalamrespons terapi sesuai usia dan kelompok suku bangsa atauwarna kulit. AK sebagai OAH banyak dipakai pada pasiendengan hipertensi esensial, pasien dengan hipertensirenovaskular, hipertensi pada pasien kulit hitam (dimanarespons penyakit terhadap β blocker atau ACE biasanyakurang memuaskan) dan pasien hipertensi dengan diabetesmellitus, hipertensi dengan asma bronkhial, serta hipertensidengan hipertrofi ventrikel kiri.

AK mempunyai efek tambahan yang menguntungkanpasien. AK dan penghambat ACE lebih baik dari penghambatbeta dan diuretik dalam mengurangi kejadian hipertrofiventrikel kiri yang merupakan risiko independen padahipertensi.5,6 Banyak studi menunjukkan AK mempunyai efekproteksi vaskular dengan mengurangi remodelling vaskulardan memperbaiki faal endothelium.7,8 Beberapa studi jangkapanjang pada penggunaan AK (kelompok diltiazem) sebagaiOAH menunjukkan hasil bahwa AK dapat mengurangikejadian stroke sampai 20%.9 Kontraindikasi utamapenggunaan AK adalah gangguan konduksi (heart block)gagal jantung berat dan sindrom sick sinus.4

Semua AK menyebabkan vasodilatasi. Potensi relatifsebagai vasodilator bervariasi dengan nifedipin dianggappaling poten sedangkan verapamil dan diltiazem kurangpoten. Pada penelitian in vitro, diketahui bahwa beberapaAK (nifedipin, nisoldipin, isradipin) berikatan di salurankalsium tipe L di pembuluh darah dengan beberapa sifatselektif, sedangkan verapamil berikatan sama baiknya disaluran kalsium tipe L pada jantung dan pembuluh darah.Semua kelas AK menurunkan aktivitas sinus jantung dan

memperlambat konduksi arterioventrikular (AV), sedangkandi klinik, hanya verapamil dan diltiazem yang menghambatkonduksi AV atau menyebabkan berkurangnya aktivitas si-nus. Semua kelas AK menyebabkan kontraksi otot jantungyang tergantung konsentrasi pada in vitro, sedangkan invivo hanya verapamil dan diltiazem yang menunjukan haltersebut. Perbedaan in vitro dan in vivo mungkin dapatdijelaskan dengan aktivasi simpatis yang terjadi sebagairespons terhadap vasodilatasi yang diinduksi oleh dihi-dropiridin, yang mengurangi efek kronotropik dan inotropiknegatif.

Efek Antihipertensi

Di Amerika Serikat (AS), AK yang digunakan sebagaiantihipertensi antara lain amlodipin, diltiazem, felodipin,isradipin, nikardipin, nifedipin, nisoldipin dan verapamil.Semuanya menurunkan tekanan darah selama pemberian peroral jangka panjang. Kebanyakan mempunyai waktu kerjapanjang sehingga dapat diberikan 1 kali sehari. Di AS, AKdirekomendasikan sebagai terapi lini pertama jika ada alasanyang kuat untuk tidak menggunakan tiazid atau β-blocker.10

On et al11 melaporkan bahwa pemberian amlodipin danvitamin C secara terus menerus dalam jangka waktu lamaakan memperbaiki fungsi endotel pada pasien hipertensi.

Pada terapi dengan antihipertensi, jika target tekanandarah 125/75 mmHg tidak tercapai seperti direkomendasikanModification of Diet in Renal Disease (MDRD), penambahanAK dihidropiridin dapat bermanfaat, namun pemantauantekanan darah dan protein urin harus dilakukan secara ketat.12

Efek Antiproteinuria

Proteinuria merupakan pencerminan tekanan intra-glom-erulus, tetapi mungkin juga merangsang kerusakan ginjalkarena proteinuria itu sendiri menyebabkan kerusakantubulointerstisial. Proteinuria merupakan penentu yangpenting pada memburuknya fungsi ginjal. Penurunan pro-teinuria diikuti dengan perbaikan fungsi ginjal, karena itupenurunan proteinuria dianggap sebagai hasil akhir yangpenting.

Pemberian verapamil dosis sedang, menimbulkan sedikitefek pada tekanan darah tetapi meningkatkan proteinuria danglomerulosklerosis, sedangkan verapamil dosis tinggimenurunkan tekanan darah namun tidak meningkatkan pro-teinuria atau glomerulosklerosis secara bermakna.12

Kanazawa et al.13 melaporkan kombinasi azelnidipin(AK) dan temokapril (penghambat ACE) mempunyai efekrenoprotektif dan antihipertensi. Pemberian kombinasi obattersebut secara simultan mempunyai efek renoprotektif yanglebih besar daripada pemberian temokapril sebagai mono-terapi. Pada uji klinis pasien nondiabetik, penurunan pro-teinuria berhubungan dengan kestabilan fungsi ginjal.Semakin besar penurunan proteinuria, semakin besarperlambatan progresivitas penyakit ginjal. Peningkatan

261

Page 4: PeranAntagonisKalsiumdalamPenatalaksanaanHipertensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007

Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi

tekanan darah dan proteinuria merupakan prediktorgangguan kardiovaskular dan gagal ginjal pada pasiendiabetik. Efek antiproteinuria dan penurunan tekanan arteri< 130/85 mmHg dapat mengurangi progresivitas penyakitginjal.14

AK mungkin efektif pada pasien diabetes melitus (DM).Dihidropiridin mempunyai efek antiproteinuria pada pasiendengan albuminuria < 500 mg/24 jam tetapi tidak ada efekpada pasien dengan albuminuria > 500 mg/24 jam. Verapamildan diltiazem tampaknya lebih efektif daripada dihidropiridindalam menurunkan proteinuria, tetapi penurunan tekanandarah pada kelompok verapamil dan diltiazem juga lebih jelassehingga mungkin penurunan tekanan darah tersebutberperan dalam menurunkan proteinuria.12

AK tetap dibutuhkan untuk mencapai target tekanandarah (130/85 mmHg bila albuminuria <1g/24 jam atau 120/75mmHg bila albuminuria >1 g/24 jam) pada pasien DM, terutamapada kombinasi dengan penghambat ACE atau antagonisangiotensin II.15

AK merupakan salah satu pilihan terapi untuk pasienhipertensi dengan DM, karena tidak ditemukan efek sampingpada metabolisme glukosa, lipid atau fungsi ginjal. Padabinatang, nondihidropiridin meningkatkan aliran darah renaldan filtrasi glomerulus dengan menghambat vasokonstriksipreglomerulus. Pada suatu studi dengan jumlah sampel kecilditemukan bahwa pada pasien hipertensi dan DM, dihidro-piridin tidak memperlambat perkembangan proteinuria ataugagal ginjal, namun tidak demikian halnya dengan verapamilatau diltiazem. Pada studi kecil lain, nifedipin memperlambatpeningkatan proteinuria pada pasien diabetes yang normo-tensi, akan tetapi kurang efektif dibandingkan denganlisinopril.

African American Study of Kidney Disease on Hyper-tension (AASK) tidak merekomendasi penggunaan AK kelasdihidropiridin pada penyakit ginjal atau DM karena dapatmemperburuk fungsi ginjal. Penelitian tersebut menganjurkanpenggunaan penghambat ACE atau antagonis angiotensinII, tetapi dalam penelitian tersebut pada pasien hipertensidan insufisiensi ginjal, risiko kematian pada penggunaandihidropiridin tidak berbeda bermakna dibandingkanpenggunaan penghambat ACE.

Efek pada Fungsi Ginjal

Mekanisme perlindungan AK pada ginjal yang telahdiketahui dan dipostulasikan adalah sebagai berikut:1. Menurunkan tekanan darah sistemik2. Menurunkan hipertrofi ginjal3. Modulasi alur mesangial makromolekul4. Menurunkan aktivitas metabolisme pada ginjal remnant5. Memperbaiki nefrokalsinosis uremia6. Mengurangi efek mitogenik pada faktor pertumbuhan7. Menghambat tekanan yang menginduksi pemasukan

kalsium8. Mengurangi pembentukan radikal bebas

Obat antihipertensi paling efektif untuk menghambatpenurunan LFG. Pada studi MDRD, pengontrolan tekanandarah sistolik lebih baik daripada tekanan darah diastolikdalam melindungi ginjal. Fungsi ginjal terbaik dijaga padapasien dengan tekanan darah sangat rendah yaitu antara135/85 mmHg-125/75 mmHg. Menurut Joint National Com-mittee (JNC) VII, target tekanan atau lebih rendah lagi darahpada pasien tanpa proteinuria adalah 140/90 mmHg, padaproteinuria <1 g/24 jam target tekanan darah sampai dengan130/80 mmHg, sedangkan jika proteinuria >1 g/24 jam makatarget tekanan darah 125/75 mmHg. Dengan demikian, pasienhipertensi dengan proteinuria memerlukan terapi anti-hipertensi yang efektif.12

Zuchelli et al,16,17 membandingkan kaptopril dengannifedipin pada 121 pasien non-diabetik dengan insufisiensiginjal dan proteinuria yang diikuti selama 3 tahun. Secarakeseluruhan, tidak ada perbedaaan bermakna pada mem-buruknya fungsi ginjal, tetapi tekanan darah menurun akibatkedua obat tersebut (tekanan darah turun dari 165/100 mmHgmenjadi 139/82 mmHg). Kelemahan penelitian ini adalah lebihbanyak pasien yang diobati dengan nifedipin selama tindaklanjut (follow up) yang memerlukan hemodialisis, walaupuntidak berbeda bermakna. Jumlah pasien yang diikuti menjadiberkurang (37 pasien vs 31 pasien), sehingga efek negatifAK dibandingkan penghambat ACE tidak dapat diketahuisebenarnya. Piccoli et al,18 menemukan pada 31 pasien yangdiberikan dihidropiridin, penurunan fungsi ginjal lebih cepatdaripada enalapril. Penurunan rata-rata proteinuria lebih besarpada kelompok enalapril daripada dihidropiridin. Perlu dicatatpada kedua kelompok pengobatan, hanya terdapat sedikitpenurunan tekanan darah, dan mean arterial pressure (MAP)± 110 mmHg pada akhir studi. Secara keseluruhan, studi yangterakhir menyiratkan bahwa dihidropiridin kurang efektifdibandingkan penghambat ACE dalam menurunkan gagalginjal progresif terutama apabila penurunan tekanan darahhanya sedikit.

Pada pasien insufisiensi ginjal dengan proteinuria,didapatkan fungsi ginjal yang memburuk secara bervariasidan tidak tergantung pada aktivitas penyakit ginjal dasar.Hipertensi glomerulus menyebabkan glomerulosklerosis (jalurakhir yang umum pada progresivitas penyakit ginjal). Penu-runan efek sistemik terhadap glomerulus dengan penghambatACE atau diet rendah protein menghambat glomeruloskle-rosis dan insufisiensi ginjal. Menurut teori tersebut pro-teinuria merupakan suatu gambaran kerusakan glomerulus.Baru-baru ini fokus pengamatan dialihkan kepada kerusakantubulointerstisial pada penyakit ginjal progresif. Proteinuriadianggap bertanggung jawab terhadap kerusakan sel tubu-lus yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan interstisial.12

Terjebaknya makromolekul pada mesangial menye-babkan kerusakan mesangial akibat stimulasi inflamasi lokalterutama ekspansi sel mesangial dan/atau matriks denganprogresi glomerulosklerosis. AK juga bertindak denganmemodulasi efek mitogenik sitokin dan sel-sel pertumbuhan

262

Page 5: PeranAntagonisKalsiumdalamPenatalaksanaanHipertensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007

Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi

termasuk platelet-activating factor (PAF) dan platelet-de-rived growth factor (PDGF). Nifedipin, verapamil, diltiazemmenghambat efek mitogenik PDGF dan trombin pada selmesangial. Amlodipin menghambat proliferasi sel mesangialseperti sintesis protein dan hipertropi. AK menghambatstimulasi produksi PAF oleh sel endotel yang diinduksitrombin sehingga produksi PAF yang menginduksikerusakan glomerulus dapat dibatasi.19 Mekanisme lainberupa gangguan overload kalsium pada mitokondria yangmenyebabkan malfungsi sel dan pada akhirnya kematian sel.

Pemberian benidipin 3 mg dan 5 mg/kg BB/hari padatikus dengan mesangioproliferatif glomerulonefritis progresif,meningkatkan nilai bersihan kreatinin, mencegah kerusakanglomerulus dan tubulointerstisial. Pemberian 5 mg dapatmengurangi ukuran glomerulus, namun tidak sampai tingkatterkontrol. Benidipin mencegah progresivitas ke arah gagalginjal terminal tergantung pada dosis yang diberikan.Kemampuan renoprotektif benidipin dengan cara supresiekspresi transforming growth factor(TGF)-ß dan a-SMApada glomerulus.21

Rossing et al,19 membandingkan efek dihidropiridin kerjalama nisoldipin dengan penghambat ACE lisinopril mengenaiproteinuria dan penurunan LFG pada 49 pasien hipertensidengan diabetes melitus tergantung insulin (insulin depen-dent diabetes melitus=IDDM). Setelah 1 tahun proteinuriamenurun sebesar 47% pada kelompok lisinopril, sedangkannisoldipin tidak mengalami penurunan proteinuria.Sebaliknya penurunan LFG hanya sedikit pada kelompoknisoldipin dibandingkan lisinopril. Hal tersebut menunjukkanbahwa dihidropiridin melalui mekanisme yang tidaktergantung pada efek mikrosirkulasi ginjal tetap bersifatrenoprotektif.

AK dan obat antihipertensi konvensional mempunyaiefek renoprotektif yang sama pada pasien hipertensi dengantransplantasi ginjal, jika terapi dimulai 3 bulan setelahtransplantasi.20

Manidipin mempunyai mekanisme proteksi ginjalberhubungan dengan efek peroksida lipid. Salah satumekanisme pengurangan proteinuria oleh manidipin adalahdengan mengurangi akumulasi produk peroksida lipid padakorteks ginjal.21

Hipertrofi glomerulus mempengaruhi kerusakan ginjal.Pencegahan hipertrofi glomerulus dilakukan untuk me-ngurangi kerusakan ginjal dan glomerulosklerosis. Keru-sakan glomerulus tidak hanya tergantung pada tekanan dalamkapiler glomerulus tetapi juga pada tegangan dalam dindingvaskular. Tegangan dipengaruhi oleh tekanan glomerulusdan radius pembuluh darah, sehingga jika radius kapiler glom-erulus meningkat pada hipertrofi ginjal, maka tegangandinding vaskular akan meningkat secara hemodinamika danstuktural.22

Peran AK pada Gagal Ginjal

AK kelas dihidropiridin kerja pendek menyebabkan

peningkatan infark miokard sedangkan kerja panjang risikokematiannya serupa dengan obat antihipertensi yang lain.Pada gagal ginjal kronis tampaknya terdapat milieu (suasana)biokimia yang berbeda dengan populasi umum.23-24

Pengambilan kesimpulan mengenai penggunaan AK padapopulasi umum tidak dapat disamakan dengan pasien gagalginjal, karena pada beberapa penelitian, AK justru memberikeuntungan pada pasien uremia.

AK merupakan obat antihipertensi yang sangat efektifuntuk menurunkan tekanan darah pada pasien gagal ginjalyang dianggap resisten terhadap obat antihipertensi lain.AK terutama dihidropiridin meningkatkan ekskresi natriumdan air, sebagian dengan menurunkan reabsorbsi natriumpada tubulus proksimal. Mekanisme itu menguntungkanterutama pada pasien gagal ginjal karena tidak meretensi airdan garam (mengurangi edema). Dihidropiridin mungkin jugamenghambat reabsorbsi protein di tubulus. Setelah pemberiannifedipin terjadi peningkatan ekskresi beta 2 mikroglobulinpada urin (petanda reabsorbsi protein di tubulus proksimal).Keuntungan lain AK yaitu tidak menyebabkan hiperkalemiaseperti golongan penghambat ACE dan antagonis angio-tensin (AA) II. Solomon et al,12 melaporkan pada pasien gagalginjal terminal penggunaan AK diltiazem meningkatkanpengeluaran kalium.

Pada penelitian the United States Renal Data systemDialysis Morbidity and Mortality Study Wave II (USRDSDMMS II), yang melibatkan 4065 pasien gagal ginjal terminalyang menjalani dialisis, ternyata penggunaan AK menurunkanmortalitas yang bermakna dibandingkan dengan obatantihipertensi lain (penghambat ACE, penyekat beta).Didapatkan angka kematian 21% lebih rendah dari semuapenyebab kematian dan 26% penurunan angka kematian padapenyebab penyakit kardiovaskular, serta 32% angka kematianlebih rendah pada pasien yang sebelumnya mempunyairiwayat penyakit kardiovaskular. Untuk diltiazem sendiri,penurunan mortalitas mencapai 48% pada pasien denganriwayat penyakit kardiovaskular serta 38% lebih rendah padasemua penyebab kematian. Risiko kematian yang lebih rendahpada penggunaan AK pada pasien gagal ginjal tersebutdihubungkan dengan peran AK yaitu menurunkan tekanandarah, mengurangi kejadian hipertrofi ventrikel kiri danmemperbaiki kalsium intrasel yang menguntungkan pasiengagal ginjal terminal.

Terapi Kombinasi AK dengan OAH lain

AK telah dipakai dengan hasil baik bila dikombinasikandengan OAH lain, sebagai obat lini kedua atau obat tambahanketiga terutama pada pasien dengan hipertensi yang refrakter.AK paling baik dikombinasikan dengan penghambat betaatau penghambat ACE yang akan menambah efek hipotensif.Golongan dihidropiridin menyebabkan peningkatan efeksimpatis yang mengakibatkan takikardia sedangkan penyekatbeta akan menghambat efek simpatis tadi dan dapatmenimbulkan bradikardia. Sebaliknya AK dapat menetralisir

263

Page 6: PeranAntagonisKalsiumdalamPenatalaksanaanHipertensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007

Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi

timbulnya vasokonstriksi perifer akibat pemberian peng-hambat beta.12

Pada pasien dengan hipertensi berat dan gangguan faaljantung, kombinasi AK dengan penghambat ACE merupakankombinasi yang efektif untuk menurunkan tekanan darahdengan aman. Obat pilihan kelompok hipertensi usia lanjut(usia lebih dari 60 tahun) dengan jumlah penderita hipertensisistolik terisolasi mencapai lebih 50% adalah diuretik tiaziddosis rendah. Pilihan kedua bila diuretik tidak berhasil adalahAK dihidropiridin. Golongan AK dihidropiridin jugamerupakan pilihan kedua setelah alfa metildopa untuk OAHpada ibu hamil. Indikasi AK pada penyakit gangguan fungsiginjal adalah sebagai obat kombinasi dengan penghambatACE dan bila gagal ginjal telah lanjut. Penggunaan AK untukhipertensi yang timbul akibat penyakit ginjal (penyakit ginjalnon-diabetik, penyakit ginjal diabetik dan penyakit ginjaltransplantasi) bertujuan untuk mengurangi risiko mem-buruknya penyakit kardiovaskuler dan mencapai target TDyaitu <130/80 mmHg.13

Kesimpulan

Dalam pengobatan hipertensi AK merupakan obat yangefektif, aman dan sama efektifnya dengan OAH yang lain.AK baik untuk hipertensi dengan penyakit penyerta sepertidiabetes melitus, asma bronkhial dan renovaskular. Efektambahan AK selain efek antihipertensi bersifat mengun-tungkan pasien.

Daftar Pustaka1. Kaplan NM, Clinical hypertension, 7ed. Baltimore: William and

Wilkins; 1998.2. Guidelines subcommittee. WHO-ISH Guidelines for the Manage-

ment of Hypertension. J Hypertension 1999;17:151-83.3. Trisnohadi HB. Peran antagonis kalsium dalam hipertensi: Sym-

posium pendekatan holistic penyakit kardiovaskular III &Karimun III. Jakarta; 2004.

4. The ALLHAT (The Antihypertensive and Lipid Lowering treat-ment to prevent Heart Attack Trial) Collaborative Researchgroup Sponsored by the National Heart, Lung, and Blood Insti-tute (NHBLI) JAMA,2002;288:2981-97.

5. Dahlof B, Pennert K, Hansson L. Revesal of left ventricularhypertrophy in hypertensive patients. A meta-analysis of 109treatment studies. Am J Hyperten 1992;5(2):95-110.

6. Schlaich MP, Schmieder RE. Left ventricular hypertrophy andits regression: Pathophysiology and therapeutic approach: focuson treatment by antihypertensive agents. Am J Hypertension1998;11(111):1394-404.

7. Virdis A, Ghiadoni L, Sudano I. effect of antihypertensive drugson endothelial function in humans. J Hypertens 1998;16(Suppl.8):S103-10.

8. Schiffrin EL. Vascular protection with newer antihypertensiveagents. J Hypertension 1998.

9. Hansson L, Hedner T, Lun-Johansen P. Randomised trial or oldand new antihypertensive drugs in elderly patients: cardiovascu-

lar mortality and morbidity the Swedish Trialin Old Patients-2study. Lancet 1999;354:1751-6.

10. Abernethy DR, Schwartz JB. Calcium-antagonist drugs. The NewEngland Journal of Medicine 1999; 341(19):1447-57.

11. On YK, kim CH, sohn DW, oh BH, Lee MM, Park YB, et al.Improvement of endothelial function by amlodipine and vita-min C in essential hypertension. Korean J Intern Med2002;17(2):131-7.

12. Kloke HJ, branten AJ, Huymans FT, Wetzels JF. Antihyperten-sive treatment of patients with proteinuric renal diseases: risksor benefit of cakcium channel blockers? Kidney Int 1998;53:1559-73.

13. Kanazawa M, Kohzuki M, Yoshida K, Kurosawa H, Minami N,Saito T, et al. Combination therapy with an angiotensin-con-verting enzyme (ACE) inhibitor and a calcium antagonist.: be-yond the renoprotective effects of ACE Inhibitor monotherapyin spontaneous hypertensive rat with renal ablation. HypertensRes 2002;25(3):447-53.

14. Bakris GL, Weir MR, dequattro V, McMahon FG. Effects of anAce Inhibitor/calcium antagonist combination on proteinuria indiabetic nephropathy. Kidney Int 1998;54:1283-9.

15. Ruilope LM, Campo C, Segura J. The calcium channel blockercontroversy in patients with diabetic nephropathy: Is there anissue? Current Hypertens Rep 2001;3(5):419-21.

16. Zuchelli P, Zuccala A, Borghi M, Fusaroli M, Sasdelli M, StalloneC, et al. Long-term comparison between captopril and nifedipinein the progression of renal insufficiency. Kidney Int 1992;42:452-8.

17. Zuchelli P, Zuccala A, Gaggi R. Comparison of the effects of aceinhibitor and calsium channel blockers and the progression ofrenal failure. Nephrol Dial Transplant 1995;10 (suppl 9):46-51.

18. Piccoli A, Favaro E, Piva M, Bisetto F, Calvazara P, Arduini R, etal. The progression rate of chronic renal failure with hyperten-sion and proteinuria can be slowed by treatment with angiotensinconverting enzime inhibitor. Curr Ther Rest 1993;53:309-15.

19. Epstein M. Calcium antagonists and renal disease. Nephrologyforum. Kidney Int 1998;54:1771-84.

20. Rose GW, Kano Y, Ikeburo H, Kaneko M, Kaneko K, Kanno T,et al. Cilnidipine as effective as benazepril for control of bloodpressure and proteinuria in hypertensive patient benign nephro-sclerosis. Hypertens Rest 2001;24(4):377-83.

21. Nakamura T, Obata JE, Onitsuka M, Shimada Y, Yoshida Y,Kawachi H, et al. Benidipine, a long-acting calcium-channelblocker, prevents the progression to end stage renal failure in arat mesangio-proliferative glomerulonephritis. Nephron2000;86(3):315-26.

22. Dworkin LD, Benstein JA, Parker M, Tolbert E, Veiner HD.Calcium antagonist and converting wenzime inhibitor reduce re-nal injury by different mechanisme. Kidney Int 1993;43:808-14.

23. Zhank YB, Smogorzewski M, Ni Z, et al. Altered systolic cytoso-lic calcium homeostasis in rats cardiac miocyt in CRF. Kidney Int1994;45:1113-9.

24. Alexiewicz JM, Smogorzewski M, Akmal M, et al. Nifedipinereverses the abnormalities in [ca2+], end proliferation of b cellsfrom dialysis patient. Kidney Int 1996;50:1249-54.

S S

264