peran tasawuf dalam penyelesaian masalah modernitas (politik, ekonomi, dan budaya)
DESCRIPTION
Makalah mata kuliah tasawuf dengan judul Peran Tasawuf dalam Penyelesaian Masalah ModernitasTRANSCRIPT
PERAN TASAWUF DALAM PENYELESAIAN MASALAH MODERNITAS
(Politik, Ekonomi, dan Budaya)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Matakuliah Tasawuf yang dibina oleh Bapak Saiful Musthofa, M.Pd
Oleh:Izza Ulil Amri (07650107)
Naila Fithri Qudriyah (07650115)Mohammad Zaka (07650116)Agus Pri Handoko (07650132)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANGJURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JUNI 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam yang
telah mellimpahkan rahmat, hidayah serta taufik-Nya sehingga makalah kami
yang berjudul PERAN TASAWUF DALAM PENYELESAIAN MASALAH
MODERNITAS (Politik, Ekonomi, dan Budaya) dapat terselesaikan.
Dalam makalah ini dibahas mengenai peran tasawuf atas usahanya dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan modernitas yaitu persoalan dalam bidang
politik, ekonomi dan budaya.
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada Bapak Saiful
Mustofa, M.Pd. yang telah membimbing kami dalam mempelajari tasawuf dan
kepada seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata,
oleh karena itu kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan. Kritik dan saran konstruktif dari para pembaca senantiasa kami
nantikan untuk kebaikan karya kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kajian tasawuf (mistik, sufi, olah spiritual) berperan besar dalam
menentukan arah dan dinamika kehidupan masyarakat. Kehadirannya meski
sering menimbulkan kontroversi, namun kenyataan menunjukkan bahwa tasawuf
memiliki pengaruh tersendiri dan layak diperhitungkan dalam upaya menuntaskan
problem-problem kehidupan modern yang senantiasa berkembang mengikuti
gerak dinamikanya, karena tasawuf adalah jantung dari ajaran Islam, tanpa
tasawuf Islam akan kehilangan ruh ajaran aslinya. Tasawuf akan membimbing
seseorang dalam mengarungi kehidupan ini yang memang tidak bisa terlepas dari
realitas yang tampak maupun yang tidak tampak, Untuk menjadi seseorang yang
bijak dan professional di dalam menjalankan setiap peran dalam mengarungi
kehidupan ini, karena selain bisa memahami realitas lahir ia juga mampu
memahami realitas batin, sehinga ia mampu untuk berinteraksi dangan alam
secara harmonis dan serasi, dan itulah yang diajarkan di dalam agama Islam,
keharmonisan dan keserasian dengan alam semesta.
Tasawuf menjadi sangat penting, karena bisa menjadi dasar bagi setiap
upaya amal untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, bagi setiap pencari
kebenaran dan kesempurnaan diri dan kehidupannya. Tasawuf sebagai salah satu
pilar utama dalam Islam, harus dapat menyesuaikan di dunia modern ini karena
kebanyakan manusia didominasi oleh hegemoni paradigma ilmu pengetahuan
positivistic-empirisme dan budaya barat yang materialistik-sekularistik.
1.2 Masalah
Dalam makalah ini dibahas mengenai penyelesaian masalah-masalah
modernitas dengan menggunakan tasawuf.
1.3 Batasan Masalah
Batasan dalam makalah ini adalah hanya membahas masalah modernitas
yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan budaya yang terjadi di Indonesia dan
Islam.
1.4 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada Matakuliah
Tasawuf dan mengetahui peran tasawuf dalam menyelesaikan dan menghadapi
permasalahan modernitas yang ada di Indonesia dan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tasawuf dan Perannya dalam Menyelesaikan Permasalahan Modernitas
2.1.1 Identitas Tasawuf
Peran tasawuf dalam menyelesaikan persoalan modernitas tidak terlepas
dari identitasnya sebagai ajaran yang selaras dengan Islam. Berikut dijelasskan
beberapa identitas yang dimungkinkan sebagai usaha menyelesaikan
permasalahan modernitas.
Dilihat dari definisinya, tasawuf memiliki:
1. Shafa, memiliki kesucian batin dan kebersihan dalam tindakan.
2. Shaf, mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih, dan senantiasa memilih
barisan paling depan dalam berjamaah.
3. Saufanah, arti umumnya adalah berpola hidup sederhana, memusatkan
perhatian kepada kebenaran akan kehidupan nanti dan bukannya kesenangan-
kesenangan serta kekayaan-kekayaan kehidupan ini, tasawuf menyampaikan
pesan kesederhanaan dan ditambah spiritualitas yang menekankan cinta
kepada Tuhan..
4. Saffah, merupakan orang-orang yang terpilih dan terbaik diantara hamba Allah
SWT atas ketulusan amalnya.
5. Shopos, memiliki hikmat dan hubungan dengan kearifan ketuhanan.
6. Shuf, tidak berlebihan dalam penampilannya.
Dilihat dari karakteristiknya, tasawuf memiliki:
1. Peningkatan moral, tasawuf memilki nilai-nilai moral tertentu yang tujuannya
untuk membersihkan jiwa sebagai perealisasian nilai-nilai tersebut.
2. Tidak adanya rasa keakuan, karena sesungguhnya semua adalah milik Allah
SWT.
Dilihat dari sudut pandang maqamnya, tasawuf memiliki:
1. Taubah, kembali ke jalan yang fitrah yaitu kesadaran melakukan amalan yang
positif. Selalu berinovasi menuju jalan yang lebih baik.
2. Wara’, disini dimaknai sebagai tindakan menghindari hal-hal bersifat duniawi
yang berlebihan, tidak tamak, selalu berusaha melakukan amalan yang diridhai
Allah SWT.
3. Zuhud, disini substansi dari zuhud bukanlah menyangkal kenikmatan duniawi,
tetapi lebih memilih atau mengalihkan dirinya kepada satu aktivitas yang
diyakini memiliki nilai keutamaan lebih dihadapan Allah SWT.
4. Faqr, merasa semuanya milik Allah SWT.
5. Sabar, memiliki keteguhan hati dan selalu berpegang teguh pada tali Allah
SWT.
6. Tawakal, berserah diri kepada Allah atas usaha-usaha yang telah dilakukan.
7. Ridha, selalu menerima dengan senang hati apa yang menimpanya dan tetap
berusaha serta berpikir positif.
Sebenarnya seluruh aspek yang dimiliki tasawuf dapat dipergunakan
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan modern, esensinya tergantung
dari bagaimana memperlakukannya.
2.1.2 Relasi Tasawuf dengan Penyelesaian Masalah Modernitas
Telah dijelaskan pada subbab sebelumnya mengenai identitas tasawuf
yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah modernitas atau sebagai
langkah penyelesainnya. Sudah dipastikan masalah apapun yang dihadapi dapat
diselesaikan dengan kaidah tasawuf ini. Bisa diibaratkan apabila setiap manusia
memiliki prinsip identitas tasawuf tersebut, bukanlah tidak mungkin hidup ini
menjadi begitu nikmat karena segala aktivitas yang dilakukan adalah semata-mata
mengharap ridho Allah SWT. Yang berpolitik, berpolitik dengan baik, yang
berdagang adalah berdagang yang memberikan manfaat, demikian pula dengan
yang mencintai seni adalah yang tetap menghargai karya Tuhan.
2.2 Tasawuf dan Permasalahan Politik
Permasalahan politik yang dialami Indonesia saat ini yang paling serius
adalah krisis kepercayaan dan spiritual. Masalah ini telah merasuk kedalam jiwa
warga negara Indonesia sendiri dan juga kedalam jiwa warga negara lain,
termasuk para investor. Betapa tidak, setiap hal yang dilakukan oleh pemimpin
negara bahkan pemimpin yang berada dibawahnya dirasa kurang memihak rakyat
atau dengan kata lain lebih memihak suatu golongan tertentu atau untuk dirinya
sendiri. Banyak rakyat tidak puas dengan apa yang telah dilakukan pemerintah,
demikian pula bobroknya para pelaksana lapangan yang berlaku semena-mena
dan tidak sesuai dengan prosedur. Akhirnya demo dan aksi anarkis terjadi dimana-
mana. Seain itu kehidupan pers yang terkadang bahkan sering melupakan etikanya
sebagai media pencerahan menambah parah keadaan yang ada.
Korupsi, kasus suap, penjualan dan pemaksaan hak dan masih banyak lagi
hal-hal yang dapat dikaitkan dengan masalah politik atau lebih tepatnya
ketidakwarasan perpolitikan di Indonesia. Dikatakan tidak waras karena antara
pelaku politik dan rakyat sudah tidak memahami jalur perpolitikan yang sehat.
Setiap orang menginginkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Sebagia contoh
kesalahan rakyat adalah dalam memilih pejabat sudah tidak didasari hati
nuraninya, tidak lagi memilih yang benar-benar layak dijadikan pimpinan, bahkan
banyak dari mereka yang memilih atas dasar nilai nominal yang lebih banyak
yang telah diberikan kepadanya. Kemudian kesalahan pelaku politik sudah jelas.
Mereka berangkat dan akhirnya terpilih karena uang, mereka menyuap rakyat
dengan uang agar memilihnya. Selanjutnya bisa dipastikan langkah pertama yang
diambil adalah mengembalikan sejumlah uang yang telah dia keluarkan melalui
segala cara, salah satunya korupsi. Hanya sedikit atau bahkan tidak ada rasa takut
yang pada diri mereka, bahkan dengan hukum dan sumpah yang telah mereka
ikrarkan sebelumnya.
Inilah gambaran bobroknya perpolitikan di Indonesia dan sebenarnya
masih banyak lagi kebobrokan yang lainnya disamping kebaikannya. Dari sinilah
saatnya tasawuf menjadi suatu yang wajib dilirik oleh mereka yang berada di
kursi panas dan juga rakyat yang awam terhadap dunia perpolitikan. Apa yang
akan dilakukan tasawuf akan menguntungkan semuanya. Berikut analisisnya:
Pertama, dari para manusia yang akan mencalonkan dirinya sebagai wakil
rakyat maupun pimpinan rakyat hendaknya telah mampu memenej kehidupannya
sendiri. Dengan begitu apabila telah terpilih, mereka tidak menyusahkan, tidak
banyak permintaan dan dapat bekerja secara optimal. Seorang pemimpin adalah
memimpin rakyat banyak, bukan memimpin suatu golongan tertentu. Oleh karena
itu, dalam kepemimpinannya tidak dianjurkan memihak kepada salah satu atau
beberapa golongan tertentu. Selain itu seorang calon pejabat adalah merupakan
tokoh terpilih atas amalannya yang baik (saffah) dan pengetahuannya yang luas,
sehingga nantinya tidak menyeleweng dari tugasnya dan selalu bekerja secara
baik.
Kedua, memiliki identitas tasawuf. Berangkat dengan jalan yang bersih
dan bertindak juga dengan kesucian hati (shafa, shaf) sehingga niatnya tidak
tercemar. Sebagaimana ungkapan Mr. Kasman Singodimejo “leiden is lijen” yang
berarti pemimpin itu menderita (saufanah,shuf). Sebagai seorang pemimpin harus
berani hidup menderita dan berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Seorang
pemimpin jangan sampai melirik nikmatnya dunia sebelum rakyatnya merasa
sejahtera. Andaikan harus menikmati dunia, hendaknya tidak berlebihan (zuhud,
wara’). Mereka bekerja semata-mata untuk mendapat ridho Allah SWT dengan
cara memakmurkan rakyat banyak (memberikan manfaat).
Ketiga, tidak mudah terpengaruh dan tetap teguh pada penddiriannya.
Selalu berusaha menjadi yang terbaik dan menyerahkan segala yang telah
diusahakan hanya kepada Allah (sabar, shopos).
Keempat, memiliki jiwa yang senantiasa menginginkan inovasi untuk
menjadi lebih baik, pantang menyerah, kemudian menyerahkan semua yang telah
diusahakan hanya kepada Allah SWT (tawakal) dan menerima apa yang akan
terjadi dangan tetap teguh hati dan terus berusaha (ridha).
Dalam khazanah Islam terdapat al-hanafiyyat as-samhah (sikap toleran
yang lapang). Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk tidak semata-mata
sibuk dengan ritual (seremonial), melainkan juga peduli dengan lingkungan sosial
di sekitar kita. Dengan sikap hidup seperti ini, dimungkinkan lahirnya kesadaran
beragama yang inklusif dan tidak fanatik. Dalam bahasa yang elok, Al-Quran
menuntun umatnya untuk tidak “berlebihan dalam beragama” (laa taghluw fii
diinikum), sebab Islam pada dasarnya merupakan penjabaran dari seperangkat
pola hidup yang terbuka, sederhana dan jauh dari rumit. Karenanya ia senantiasa
menyodorkan dimensi kelapangan (samhah) serta kemudahan (sahlah).
Demikian pula halnya dalam berpolitik, perhatian terhadap kehidupan
sosial yang di sekitarnya harus tetap menjadi tolak ukur dalam menjalankan
perpolitikan yang ada. Akhirnya berdasarkan uraian tersebut, setidaknya para elit
politik (serta disokong para intelektual dan pemuka agama) dapat menjalankan
fungsinya sebagai sentrum pembentukan kesadaran (centers of rational thought)
publik yang cerdas.
2.2 Tasawuf dan Masalah Ekonomi
Menurut Erich Fromm, karakter masyarakat ekonomi modern sekarang ini
diwarnai oleh orientasi pasar, di mana keberhasilan seseorang bergantung pada
sejauh mana “nilai jualnya” di pasar. Masyarakat modern mengalami dirinya
sebagai penjual sekaligus sebagai komoditas untuk dijual di pasar. Maka,
penghargaan atas dirinya ditentukan oleh nilai-nilai yang diakui oleh pasar.
Akhirnya, setiap orang didorong berjuang keras menjadi pekerja sukses dan kaya
demi penegasan akan keberhasilannya itu. Kemakmuran melambangkan nilai
jualnya yang tinggi dan dihargai di pasar. Kemiskinan dimaknai sebagai
sebaliknya. Kebaikan, kejujuran, kesetiaan pada kebenaran dan keadilan
dipandang tidak bernilai jika tidak memberikan manfaat bagi kesuksesan dan
kemakmuran. Sejauh kondisi ekonominya tidak makmur, dia dinilai belum sukses.
Kondisi ini menandakan masyarakat ekonomi modern mengalami alienasi
(keterasingan). Mereka menilai manusia tidak lagi berpijak pada kualitas
kemanusiaan, melainkan oleh keberhasilannya dalam mencapai kekayaan materiil.
Keadaan ini memalingkan kesadaran manusia sebagai makhluk termulia.
Keutamaan dan kemuliaannya menyatu dengan kekuatan kepribadiannya, bukan
bergantung pada sesuatu di luar dirinya. Karena itu, masyarakat modern
mengalami depersonalisasi, kehampaan, dan ketidakbermaknaan hidup.
Eksistensinya bergantung pada pemilikan dan penguasaan pada simbol kekayaan.
Hasrat mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap
solidaritas sosial. Ini didorong pandangan bahwa orang banyak harta merupakan
manusia unggul.
Inilah modernisasi, setiap individu dituntut untuk dapat menyelaraskan diri
dengannya, oleh karena itu pembenahan dalam bidang ekonomi sangat diperlukan
sebagai perantara bagi umat untuk memperoleh kedamaian di dunia dan akhirat.
Dan dalam hal ini ilmu tasawuf sangat diperlukan dalam proses pembenahan
ekonomi sekarang ini, sehingga akan tercipta perekonomian yang sesuai dengan
nilai-nilai tasawuf yang dapat mengantarkan masyarakat ke dalam kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Permasalahan ekonomi lainnya yang dapat ditemukan saat ini adalah
masalah tidak meratanya kesejahteraan rakyat. Yang kaya semakin kaya dan yang
miskin jadi semakin miskin. Permasalahan ini tidak disebabkan oleh hanya satu
perkara, namun benyak perkara yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ada
masalah moneter, terkait juga pendidikan, keadaan politik, pelaku saham,
stabilitas nasional, harga dunia, dan sebagainya. Masalah ini sebenarnya hanya
memerlukan kesadaran (taubah) dari masyarakat itu sendiri. Yaitu adanya
kesadaran atas kewajiban menunaikan zakat, kesadaran infaq dan shadaqoh. Jika
hal ini benar-benar dilakukan oleh orang-orang yang kaya maka dapat dipastikan
bahwa jarak kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin tidak akan terlihat
mencolok seperti sebelumnya.
2.3 Tasawuf dan Masalah Budaya
Masyarakat dan kebudayaann dimanapun selalu dalam keadaan berubah
sekalipun masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi jauh dari berbagai
hubungan dari masyarakat lainnya. Terjadinya perubahan ini disebabkan oleh
beberapa hal:
1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri,
misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.
Masyaratkat yang hidupnya terbuka dan berada dalam jalur hubungan dengan
masyarakat dan kebudayaan lain cenderung untuk berubah lebih cepat.
Perubahan ini selain karena jumlah penduduk dan komposisinya juga
karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru khususnya teknologi
dan inovasi. Indonesia adalah negara yang berideologi, mempunyai hukum,
undang-undang, tradisi , agama dan budaya. Itu semua merupakan penyaring
(filter) atas budaya lain yang masuk ke Indonesia. Apabila budaya tersebut sesuai
dengan ideologi Indonesia, maka diperbolehkan masuk dan menjadi budaya
serapan. Namun apabila tidak cocok, maka budaya itu harus dijauhkan dari
Indonesia.
Namun yang terjadi saat ini berbeda. Berbagai budaya asing yang
sebetulnya tidak cocok dengan ideologi Indonesia telah masuk dan dengan
mudahnya di anut oleh masyarakat. Kebebasan pers dan mewabahnya media
informasi menjadi beberapa contoh sarana penyebarnya budaya asing. Misalnya
televisi, saat ini film-film yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa sudah tidak
lagi mendapat perhatian pihak sensor perfilman Indonesia, dibiarkan tetap tayang
dengan alasan modernisasi. Kemudian internet, tidak ada yang dapat menghalangi
arus informasi yang ada disini, tidak ada sensor ataupun yang membatasinya,
andaipun ada kerjanya juga tetap tidak optimal dalam membendung arus
informasi itu.
Di tengah situasi seperti ini, Islam sebagai agama terbesar
merepresentasikan diperlukannya keinginan untuk meraih kemandirian dalam
menyaring kebudayaan dan peradaban asing untuk melahirkan gelombang
pembaruan. Kemandirian tidak mesti dimaknai sebagai sikap tertutup untuk tidak
menerima keunggulan peradaban lain. Di sini, pembaruan adalah hasil interaksi
dialektis yang tiada pernah berhenti antara doktrin-doktrin normativitas Islam
dengan gejala-gejala kontemporer yang mengelilinginya.
Sejumlah peneliti mengemukakan, Islam melebarkan sayapnya melalui
strategi harmonisasi dengan budaya lokal. Walaupun islam datang dari arab yang
memiliki akar tradisi berbeda secara diametral dengan tradisi nusantara yang
memang majemuk., akan tetapi para penyebar islam berusaha menyesuaikan diri
dengan tradisi lokal setempat. Langkah-langkah yang ditempuh oleh pendakwah
bukannya secara frontal menyingkirkan tradisi yang sudah mapan berabad-abad.
Sangat tidak mudah untuk menggusur tradisi yang bersenyawa dalam jiwa suatu
masyarakat dan menggantinya dengan yang baru.
Salah satu contoh yang relevan untuk memahami keluwesan ajaran islam
terhadap tradisi lokal adalah persinggungan terhadap Tradisi Hindu dan Budha.
Sebenarnya, kelembutan dan kehalusan ajaran islam terhadap budaya setempat ini
memiliki akar geneologinya dari Rosulullah SAW yang senantiasa berlaku lunak
dan toleran terhadap tradisi lokal. Beliau menginsafi betul bahwa budaya lokal
perlu dilestarikan serta diisi dengan ruh islam. Selama tidak bertentangan dengan
nilai nilai islam. Namun degan catatan bahwa perubahan itu dilakukan secara
gradual sehingga tidak menimbulkan goncangan sosial-budaya bagi masyrakat
setempat.
Karena realitas kemajemukan budaya dan keberagamaan itu pula, dipandang perlu
untuk menciptakan perdamaian dan rasa aman dalam setiap lapisan masyarakat.
Islam yang notabene memiliki mayoritas penganut di negeri ini harus menjadi
pioneer dalam usaha menciptakan perdamaian di negeri ini. Dan karena itu pula
metode tersebut bisa di gunakan untuk dakwah sebagai bagian dari kewajiban
umat islam. Satu sisi kita dapat menjadi umat yang solih, di sisi lain kita menjadi
warga negara yang baik, dapat ikut serta dalam usaha menciptakan perdamaian di
negeri ini.
2.4 Sikap Tasawuf dalam Mengahadapi Modernitas
Menjelang abad XXI ini, tasawuf dituntut untuk lebih humanistik, empirik,
dan fungsional. Penghayatan terhadap ajaran Islam, bukan hanya pada Tuhan,
bukan hanya reaktif, tetapi aktif serta memberikan arah kepada sikap hidup
manusia di dunia ini, baik berupa moral, spiritual, politik, sosial, ekonomi,
teknologi, dan sebagainya. Dan ketika tasawuf menjadi “pelarian” dari dunia yang
“kasat mata” menuju dunia spiritual, bisa dikatakan sebagai reaksi dan tanggung
jawab, yakni kewajiban dalam melakukan tugas dan merespon terhadap masalah-
masalah modernitas.
Saat ini kita berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern, atau
sering pula disebut sebagai masyarakat yang sekuler. Pada umumnya, hubungan
antara anggota masyarakatnya atas dasar prinsip-prinsip materialistik. Mereka
merasa bebas dan lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia metafisis. Dalam
masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler dan materialis, ternyata
tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Berkaitan dengan itu,
Sayyid Hosein Nasr menilai bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan
ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka berada dalam wilayah pinggiran
eksistensinya sendiri. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang
telah kehilangan visi keilahiannya. Hal ini menimbulkan kehampaan spiritual,
yang berakibat banyak dijumpai orang yang stress dan gelisah, akibat tidak
mempunyai pegangan hidup.
Untuk mengantisipasi hal-hal semacam di atas, maka diperlukan
keterlibatan langsung tasawuf dalam kancah politik, ekonomi, budaya, hal ini
dapat kita lihat dalam sejarah Tarekat Sanusiyah di berbagai daerah di Afrika
Utara, Dalam kiprahnya, tarekat ini tidak henti-hentinya bekerja dengan
pendidikan keruhanian, disiplin tinggi, dan memajukan perniagaan yang menarik
orang-orang ke dalam pahamnya. Maka Fazlur Rahman menceritakan bahwa
tarekat ini menanamkan disiplin tinggi dan aktif dalam medan perjuangan hidup,
baik sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Pengikutnya dilatih menggunakan
senjata dan berekonomi (berdagang dan bertani). Gerakannya pada perjuangan
dan pembaharuan, dan programnya lebih berada dalam batasan positivisme moral
dan kesejahteraan sosial daripada “terkungkung” dalam batasan-batasan spiritual
keakhiratan. Coraknya lebih aktif, memberantas penyelewengan moral, sosial dan
keagamaan.
Kebutuhan akan kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat
diperlukan bagi penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan
mengangkat martabat umat itu sendiri, kerena sudah banyak terbukti bahwa umat
Islam sering dijadikan bulan-bulanan oleh orang-orang kafir karena kelemahan
mereka dibidang ekonomi yang akhirnya menjadikan mereka lemah dalam bidang
teknologi dan politik, hal ini adalah suatu bahaya yang wajib dihilangkan dan
dijauhi oleh orang-orang yang percaya terhadap Allah dan rasul-Nya, seperti
dalam sabda rasul: ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain”
(H.R. Ibnu Majah dari sahabat ‘Ubadah ibnu Samit), kalau kita perhatikan saat ini
bahaya dari terbengkalainya perekonomian sangat membahayakan umat, oleh
karena itu pembenahan dalam bidang ekonomi sangat diperlukan sebagai
perantara bagi umat untuk memperoleh kedamaian di dunia dan akhirat, dalam
sebuah kaidah, ulama membuat sebuah kaidah di dalam menanggapi berbagai
perintah Allah demi memperoleh kesempurnaan dalam menjalankanya yang
berbunyi: “Segala bentuk perantara yang bisa menunjang kesempurnaan suatu
kewajiban maka hukumnya menjadi wajib”.
Dari serangkaian paparan di atas kiranya kita bisa mengetahui bahwa
perkembangan tasawuf mulai dari awal munculnya sampai pada saat ini memang
dituntut untuk mengalami berbagai bentuk perubahan yang di sesuaikan dengan
keadaan dan pola kebiasaan dari suatu Masyarakat, karana tasawuf ibarat
makanan yang disuguhkan oleh para mursyid kepada suatu masa atau masyarakat
yang berbeda-beda di setiap tempat dan waktu dan membutuhkan keahlian dan
racikan yang berbeda pula, tetapi perubahan bentuk itu hanya sebatas pada bentuk
luarnya saja, secara garis besar konsep dasar yang ada dalam tasawuf hanyalah
satu, yaitu keyakinan, ketundukan, kepatuhan, pendekatan terhadap serta
menjahui hal-hal yang bisa menganggu ibadah kepada Allah yang esa.
BAB III
PENUTUP
1.1 Simpulan
Tasawuf merupakan ajaran yang berdasarkan Islam secara menyeluruh,
bahkan dapat dikatakan sebagai jantung dari Islam. Tasawuf tetap memiliki
eksistensi dalam menyelesaikan permasalahan modern. Persoalan yang
diselesaikan dengan jalan yang benar merupakan penyelesaian masalah yang tidak
menimbulkan masalah. Semua hal tergantung terhadap bagaimana menyikapinya.
Kehidupan yang didasari upaya menggapai ridho Allah SWT, pasti mendapat
jalan yang cerah, diberi kemudahan dan memperoleh kemakmuran pada akhirnya.
1.2 Saran
Disarankan kepada seluruh pihak untuk senantiasa mendalami tasawuf
sebagai pedoman hidup untuk menggapai ridha Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Alhakim. 2007. Ilmu Tasawuf.www.journalislam.blogspot.com/2007/09/ilmu-
taswuf.html. Diakses pada 04 Juni 2008.
Esposito, John L. http://swaramuslim.com/ebook/more.php?
id=1890_0_11_14_M. Diakses pada 03 Juni 2008.
http://excellent.telkom.tv/2008/05/06/. Diakses pada 03 Juni 2008.
http://gawtama.blogspot.com/. Diakses pada 03 Juni 2008.
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=323171&kat_id=16s
http://www.swaramuslim.com/galery/kafirisasi/index.php. Diakses pada 03 Juni
2008.
http://www.ukhuwah.or.id/dr/node/263. Diakses pada 03 Juni 2008.
Marshall G.S. Hedgson. 1974. The Venture of Islam I (Hukum Islam: Jalan yang
Lurus).Chicago: University of Chicago Press.