peran perawat
TRANSCRIPT
TUGASJOURNAL NEUROLOGI TENTANG PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK ANGIOGRAPHY
OLEH :
BAYU KURNIANTO (20111660014)
PRODI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SURABAYA2014
A. Percutaneous Coronary Angiography (PCA)
1. Pengertian
Angiografi koroner adalah tindakan memasukkan kateter melalui arteri femoralis (Judkins) atau
arteri brachialis (Sones) yang didorong sampai ke aorta assendens dan diarahkan ke arteri
koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi (Woods, Froelicher, Motzer & Bridges, 2005).
Diagnostik invasif kardiovaskuler adalah suatu tindakan pemeriksaan diagnosik untuk
menentukan diagnosa secara invasif pada kelainan jantung dan pembuluh darah. Dikatakan
invasif, karena tindakan ini memasukkan selang/tube kecil (kateter) ke dalam jantung, melalui
pembuluh darah baik vena atau arteri. Oleh karena itu biasa disebut juga pemeriksaan kateterisasi
jantung (Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe, 2001).
Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan kateter ke dalam
sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Angiografi koroner
atau penyuntikan bahan kontras ke dalam arteri koronaria merupakan tindakan yang paling
sering digunakan untuk menentukan lokasi, luas dan keparahan sumbatan dalam arteri koronaria
(Price & Wilson 2005). Price dan Wilson (2005) menyebutkan bahwa angiografi koroner dapat
memberikan informasi tentang lokasi lesi atau sumbatan pada koroner, derajat obstruksi, adanya
sirkulasi kolateral, luasnya gangguan jaringan pada area distal koroner yang tersumbat dan jenis
morfologi lesi.
2. Macam Kateterisasi Jantung
Menurut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) pemeriksaan kateterisasi jantung terbagi
atas:
a. Kateterisasi jantung kanan (untuk kelainan pada jantung kanan), misalnya Stenosis Pulmonal.
b. Kateterisasi jantung kiri(untuk kelainan pada jantung kiri), misalnya penyakit jantung koroner,
koartasio aorta.
c. Kateterisasi jantung kanan dan kiri (untuk kelainan jantung kanan dan kiri), misalnya
Tetralogi Of Fallot, transposisi arteri besar.
Lebih lanjut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001) menyebutkan bahwa pemeriksaan
kateterisasi menurut pada intinya terbagi atas 2 tindakan yaitu angiogram dan penyadapan.
a. Angiogram/angiography
Yaitu memasukkan media/zat kontras ke dalam suatu rongga (ruang jantung/pembuluh darah),
untuk meyakinkan suatu anatomi/aliran darah, kemudian merekam/mendokumentasikannya ke
dalam film/CD/video sebagai data.
b. Penyadapan
Yaitu tindakan menyadap/merekam/mendokumentasikan tekanan, kandungan oksigen, sistem
listrik jantung, tanpa menggunakanmedia kontras.
3. Indikasi dan Kontra IndikasiKateterisasi Jantung dan Angiografi Koroner
Indikasi kateterisasi jantung secara umum menurut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe (2001)
dilakukan untuk beberapa kondisi yaitu
a. Penyakit jantung koroner yang jelas/didiagnosis.
b. Sakit dada (angina pektoris) yang belum jelas penyebabnya.
c. Angina pektoris yang tidak stabil/bertambah.
d. Infark miokard yang tidak berespon dengan obat-obatan.
e. Gagal jantung kongestif.
f. Gambaran EKG abnormal (injuri, iskemik, infark), usia 50 tahun ke atas, asimtomatik.
g. Treadmill test positif.
h. Evaluasi bypass koroner.
i. Abnormal irama (bradi/takhikardia).
j. Kelainan katub jantung.
k. Kelainan jantung bawaan.
l. Kelainan pembuluh perifer.
Adapun kontra indikasi dalam pemeriksaan kateterisasi jantung menurut Rokhaeni, Purnamasari
& Rahayoe (2001) tidak ada yang mutlak, hanya bergantung pada kondisi saat itu, yaitu ibu
hamil dengan usia kehamilan kurang dari 3 bulan, infeksi, gagal jantung yang tidak terkontrol
dan alergi berat terhadap zat kontras (mungkin menjadi mutlak).
4. Komplikasi
Berdasarkan Turkish Society of Cardiology (2007), komplikasi yang ditemukan dibagi menjadi
komplikasi mayor dan komplikasi minor.
a. Komplikasi mayor/utama
Komplikasi utama meliputi reoklusi akut, miokard infark baru, pendarahan hebat di
selangkangan kaki, tamponade jantung akibat pecah atau robeknya dinding arteri koroner atau
jantung ruang dan kematian.
b. Komplikasi minor
Komplikasi minor PCA antara lain oklusi cabang pembuluh koroner, ventrikel/atrium aritmia,
bradikardi, hipotensi, perdarahan, arteri trombus, emboli koroner. Komplikasi minor lain
adalahkehilangan darah yang parah dan membutuhkan transfusi, iskemia pada ekstremitas
tempat penusukan femoral sheath, penurunan fungsi
ginjal karena media kontras, emboli sistemik dan hematoma di selangkangan, hematoma
retroperitoneal, pseudoaneurisma, fistula AV.
Komplikasi yang timbul pasca angiografi koroner melalui arteri arteri femoral dipengaruhi oleh
strategi untuk mengurangi komplikasi vaskuler yang terkait dengan kateterisasi jantung melalui
identifikasi faktor risiko yang terkait dan pelaksanaan strategi pengurangan risiko. Antara ahli
jantung dan perawat memainkan peran penting dalam pengenalan dini dan pengelolaan
komplikasi ini. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko individu pasien merupakan aspek penting
dari perawatan selama kateterisasi jantung. Hal-hal yang dapat meningkatkan risiko untuk
pengembangan komplikasi vaskular pasca kateterisasi jantung yaitu usia (yakni usia lebih dari 70
tahun), jenis kelamin perempuan, sangat kurus atau gemuk tidak sehat, adanya penyakit
pembuluh darah perifer, hipertensi (PA-PSRS, 2007).
5. Teknik Anestesi
Umumnya tindakan kateterisasi menggunakan anestesi lokal, karena kita perlu kerja sama
dengan pasien saat tindakan berlangsung, tetapi pada bayi atau anak yang tidak stabil/biru dan
berpotensi terjadi kegawatan biasanya digunakan anestesi umum (Rokhaeni, Purnamasari &
Rahayoe, 2001).
6. Teknik Memasukkan Kateter
Rokhaeni, Purnamasari dan Rahayoe (2001) menyebutkan bahwa teknik memasukkan kateter
PCA ada 2 cara yaitu
a. Perkutan atau percutaneous, seperti teknik memasang infus.
b. Cutdown atau vena seksi, yaitu membuat sayatan pada otot dan mencari pembuluh darah
kemudian melokalisasinya dan membuat tusukan pada pembuluh darah tersebut untuk
memasukkan kateter.
Teknik yang sering digunakan adalah cara perkutan karena komplikasi dari teknik ini sangat
kecil dan mudah untuk mengerjakannya.
7. Persiapan Pasien Pre Tindakan
Rokhaeni, Purnamasari dan Rahayoe (2001) menyebutkan bahwa persiapan terencana yang
dilakukan pada pasien sebelum dilakukan PCA adalah persiapan fisik, administrasi dan mental.
a. Persiapan fisik
1) Puasa (makanan) kurang lebih 4-6 jam sebelum tindakan.
2) Bebaskan area penusukan (cukur rambut pada area tersebut).
3) Obat-obatan dilanjutkan sesuai instruksi dokter.
4) Hasil pemeriksaan penunjang dibawakan: laboratorium (Hb, CT, BT, Ureum, Kreatinin,
HbSAg, AIDS), test treadmill, X-ray, Echokardiogram, EKG lengkap.
5) Nilai tanda-tanda vital saat itu.
6) Test Allen (untuk kateterisasi melalui arteri radialis).
7) Cek sirkulasi darah perifer (arteri femoralis, poplitea, dorsalis pedis) untuk kateterisasi
melalaui arteri femoralis.
b. Persiapan Administrasi
1) Surat ijin tindakan/inform concent.
2) Surat pernyataan pembayaran (keuangan).
c. Persiapan Mental
Pemberian pendidikan kesehatan tentang prosedur kateterisasi jantung (apa, bagaimana, tujuan,
manfaat, komplikasi dan prosedur kerja).
8. Perawatan Pasien Pasca Tindakan
Perawatan pasien pasca tindakan angiografi koroner menurut Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe
(2001) adalah
a. Observasi keluhan pasien.
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit selama 1 jam dan 30 menit selama 2 jam sampai
stabil.
c. Observasi perdarahan dengan melakukan tindakan:
1) Mengevaluasi area bekas tusukan femoral sheath.
2) Gunakan penekanan dengan bantal pasir.
3) Immobilisasi ekstremitas pada daerah tusukan selama 8-12 jam post tindakan.
4) Libatkan keluarga/pasien untuk mengamati daerah tusukan, mungkin terjadi perdarahan.
d. Observasi tanda-tanda dan efek samping zat kontras yaitu
1) Observasi tanda-tanda alergi kontras seperti gatal-gatal, menggigil, mual dan muntah.
2) Observasi tanda hipotensi dan perubahan tanda vital.
3) Pemberian cairan/volume peroral/parenteral.
4) Ukur cairan yang masuk dan keluar.
e. Observasi tanda-tanda infeksi meliputi:
1) Observasi daerah luka dari sesuatu yang tidak aseptik/septik.
2) Selalu menjaga kesterilan area penusukan.
3) Observasi adanya perubahan warna, suhu pada luka tusukan.
f. Observasi tanda-tanda gangguan sirkulasi ke perifer.
1) Palpasi arteri poplitea, dorsalis pedis, pada sisi arteri yang kita lakukan penusukan seiap 15
menit (1 jam), 30 menit (2 jam) antara kanan dan kiri dibandingkan.
2) Bila terjadi gangguan(nadi lemah/tak teraba), beritahu dokter biasanya diberikan obat
antikoagulan bolus atau bisa dilanjutkan dengan pemberian terus menerus(kontinyu).
3) Observasi kehangatan daerah ekstremitas kanan dan kiri kemudian dibandingkan.
B. Penekanan Mekanikal Menggunakan Bantal Pasir Pasca Angiografi Koroner
Bantal pasir pada pasien pasca angiografi koroner mempunyai tujuan membantu mengurangi
komplikasi yang timbul akibat pencabutan femoral sheath. Penelitian tentang penggunaan bantal
pasir sebagai penekan mekanik salah satunya dilakukan oleh Yilmaz, Gurgun dan Dramali
(2007) yang bertujuan untuk mengevaluasi efek menempatkan karung pasir di situs akses
femoralis setelah prosedur invasif jantung dan mengubah posisi pasien di tempat tidur pada
tingkat komplikasi pembuluh darah dan beratnya nyeri punggung yang berkaitan dengan masa
istirahat setelah prosedur yang menghasilkan angka kejadian komplikasi vaskular tidak berbeda
nyata pada kelompok dengan penerapan karung pasir bila dibandingkan dengan kelompok tanpa
penerapan karung pasir. Sakit punggung dilaporkan lebih sering pada pasien yang posisinya
tidak berubah dan yang kepala tempat tidur tidak dibesarkan sehingga kesimpulan yang
diperoleh adalah karung pasir tidak efektif dalam mengurangi kejadian komplikasi vaskular
setelah prosedur sedangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan untuk mengurangi nyeri
punggung pasien, posisi pasien harus diubah dan kepala tempat tidur tersebut harus ditinggikan
sekitar 30 atau 45 derajat dari posisi semula.
C. Keluhan Ketidaknyamanan Akibat Penggunaan Bantal Pasir Pasca Angiografi Koroner
1. Ketidaknyamanan
Pasien pasca PCA akan mengalami kondisi ketidaknyamanan atau gangguan rasa nyaman akibat
immobilisasi di tempat tidur antara 6-8 jam. Hal ini akan bertambah rasa ketidaknyamanan
dengan adanya
penekanan bantal pasir pada area penusukan femoral sheath. Ketidaknyamanan adalah hal yang
bertolak belakang dengan kenyamanan. Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat
keperawatan. Perawat memberi asuhan keperawatan kepada pasien di berbagai keadaan dan
situasi, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Konsep kenyamanan
memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisik,
logis, sosial, spiritual psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka
menginterpretasikan dan merasakan nyeri (Potter & Perry, 2005).
Kolbaca (1992) dalam Potter & Perry (2005) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang
konsisten pada pengalaman subjektif pasien. Kolbaca mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu
keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan
telah terpenuhi) dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri).
Suatu cara pandang yang holistik tentang kenyamanan membantu dalam upaya mengidentifikasi
empat konteks yaitu fisik, sosial, psikospiritual dan lingkungan (Perry & Potter, 2005).
Ketidaknyamanan fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh. Ketidaknyamanan sosial,
berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial. Ketidaknyamanan
psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri, meliputi harga diri,
seksualitas dan makna kehidupan. Sedangkan ketidaknyamanan lingkungan, berhubungan
dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia: cahaya, bunyi, temperatur, warna dan
unsur-unsur alamiah.
Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat rentang pilihan yang lebih
luas dalam mencari tindakan untuk mengatasi nyeri. Jacox, Carr, Payne, dkk, (1994) dalam
Potter & Perry (2005) mengatakan pendekatan klinis rutin terhadap pengkajian dan
penatalaksanaan nyeri dapat menggunakan metode ABCDE. “A” yaitu: Ask atau tanyakan nyeri
secara teratur atau assess/kaji nyeri secara sistematis. “B” yaitu believe atau percaya apa yang
dilaporkan pasien dan keluarga serta apa yang mereka lakukan untuk menghilangkan nyeri
tersebut. “C” yaitu choose atau pilih cara pengontrolan nyeri yang cocok untuk pasien, keluarga
dan kondisi. “D” yaitu deliver/berikan intervensi secara terjadwal, logis dan terkondisi. “E” yaitu
empower/ mendayagunakan pasien dan keluarga mereka serta enable/mampukan mereka
mengontrol pengobatan sejauh mana mereka dapat lakukan.
2. Ketidaknyamanan Akibat Penggunaan Bantal Pasir Pasca Angiografi Koroner
Ketidaknyamanan yang muncul saat dilakukan penekanan mekanik dan pasien dianjurkan
immobilisasi selama 6 jam yang akan dibahas peneliti yaitu nyeri (nyeri pada lipatan paha, nyeri
punggung dan nyeri pinggang), kaki kebas/baal dan kaki kesemutan.
a. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut International Assosiation
for Study of Pain (IASP) dalam Potter dan Perry (2005) nyeri adalah sensori subjektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Struktur spesifik dalam
sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam
transmisi dan persepsi nyeri disebut
sebagai sistem nosiseptif. Sensitivitas dari komponen sistem nosiseptif dapat dipengaruhi oleh
sejumlah faktor dan berbeda di antara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap
stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama.
Nyeri yang mungkin muncul saat dilakukan penekanan menggunakan bantal pasir pada pasien
pasca PCA antara lain nyeri lipatan paha tempat penusukan femoral sheath, nyeri pinggang, dan
nyeri punggung akibat immobilisasi. Keluhan tersebut diakibatkan immobilisasi pasien saat
dilakukan penekanan bantal pasir. Ketika orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan
persepsi tekanan. Sehingga mereka biasa merasakan posisi yang nyaman ketika berbaring.
Karena rentang gerak, sensasi dan sirkulasi pada orang sadar berada dalam batas normal, mereka
mengubah posisi mereka merasakan ketegangan otot dan penurunan sirkulasi (Potter & Perry,
2005). Apabila terjadi penurunan sirkulasi pada area distal akibat penekanan bantal pasir inilah
yang berpotensi menimbulkan keluhan nyeri. Tetapi nyeri yang timbul tersebut dijabarkan secara
umum oleh penulis pada penelitian ini.
Proses fisiologi timbulnya nyeri pada pasien pasca angiografi koroner yaitu stimulus yang dalam
hal ini adalah bantal pasir sebagai penekan mekanikakan menyebabkan pelepasan substansi
kimia seperti histamin, bradikinin, dan kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls saraf yang akan
dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut saraf perifer yang akan membawa impuls saraf ada dua
jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. Impuls saraf akan dibawa sepanjang serabut saraf
sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls saraf tersebut akan menyebabkan kornu
dorsalis melepaskan neuro transmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi
sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls saraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Setelah impuls saraf sampai di otak, otak
mengolah impuls saraf kemudian akan timbul respon reflek protektif. Respon protektif yang
muncul sebagai cara untuk menghindari atau mengurangi rasa nyeri yang timbul (Smeltzer &
Bare, 2008).
Menurut Perry & Potter (2005) nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, berdasarkan
penyebab, berdasarkan lama durasi dan berdasarkan lokasi penyerbarannya.
1) Berdasarkan sumbernya yaitu nyeri superfisial, nyeri dalam dan nyeri organ dalam.
a) Cutaneous/superfisial yaitu nyeri yang mengenai kulit/jaringan subkutan biasanya bersifat
burning. Contoh : terkena ujung pisau/gunting.
b) Somatic/nyeri dalam yaitu nyeri yang muncul dari pembuluh darah, tendon saraf dan lebih
lama dari superfisial.
c) Visceral/organ dalam yaitu stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, kranium dan
thorak.
2) Berdasarkan penyebab dibagi menjadi nyeri fisik dan nyeri psikogenik.
a) Nyeri fisik, bisa terjadi karena stimulus fisik misalnya karena radang tulang, otot dan reumatik
lainnya, nyeri otot, kuku/ pemendekan otot (kram), sakit bahu dan tulang punggung, salah posisi
saat kerja/aktivitas dan tidur, cedera olah raga, kelainan bentuk kaki, pasca patah tulang,
amputasi tulang dan osteoporosis.
b) Nyeri Psycogenic yaitu terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah/diidentifikasi bersumber
dari emosi/psikis dan
biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
3) Berdasarkan Lokasi/Letak:
a) Radiating Pain adalah nyeri menyebar dari sumber nyeri menyebar ke jaringan didekatnya.
b) Referred Pain adalah nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab.
c) Intractable Pain yaitu nyeri yang sangat susah dihilangkan. Contoh: nyeri kanker maligna.
d) Phanthom Pain yaitu nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang/bagian tubuh yang
lumpuh injuri medula spinalis. Contoh: bagian tubuh yang diamputasi.
4) Berdasarkan lama atau durasinya dibagi menjadi nyeri akut dan kronis seperti yang diuraikan
dalam tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan Karakteristik Nyeri
Akut dan Nyeri Kronik Nyeri
Akut
Nyeri Kronik
Lama dalam hitungan menit.
Ditandai peningkatan nadi, respirasi.
Respon:fokus pada nyeri, menangis,
mengerang.
Tingkah laku: menggosok bagian
yang nyeri
Lama > 6 bulan.
Fungsi fisiologis bersifat normal.
Tidak ada keluhan nyeri.
Tidak ada aktifitas fisik sebagai
respon terhadap nyeri