peran perawat dalam implementasi informe

24
PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI INFORMED CONSENT Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah: Etika dan Hukum Oleh: Erika Dewi Noorratri NIM. 22020114410019 Ida Nur Imamah NIM. 22020114410020 PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN 0

Upload: hengkihanggara

Post on 08-Jul-2016

248 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nursing education

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI

INFORMED CONSENT

Disusun untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Etika dan Hukum

Oleh:

Erika Dewi Noorratri NIM. 22020114410019

Ida Nur Imamah NIM. 22020114410020

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2014

0

Page 2: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG . ........................................................ 2

B. PERMASALAHAN ........................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ASPEK MEDIS DAN KEPERAWATAN .............................. 5

B. ASPEK ETIK ..................................................................... 7

C. ASPEK YURIDIS ............................................................... 8

BAB III PEMBAHASAN ................................................................. 11

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN .................................................................. 13

B. SARAN ............................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA

1

Page 3: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan yang mendasari hubungan antara klien dengan dokter ataupun

petugas medis adalah sebuah kepercayaan. Hubungan kepercayaan terjadi

karena petugas medis telah dinyatakan sebagai seorang profesional yang

mengandalkan kompetensi dalam pelayanan medis. Dalam melakukan

tindakan medis, seorang tenaga medis memerlukan ijin dari pasien dan atau

keluarga, atau yang sering disebut dengan informed consent.[1]

Informed consent adalah pernyataan setuju dari klien yang diberikan

dengan bebas dan rasional setelah sebelumnya mendapatkan penjelasan atau

informasi dari dokter dan klien mengerti informasi yang diberikan (Guwandi,

1995) [2]. Salah satu manfaat informed consent yaitu dapat meningkatkan

mutu pelayanan sebab setelah pemberian informed consent diharapkan

tindakan medis yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar, efek samping

dan komplikasi yang terjadi dapat dimimalisir serta proses pemulihan dapat

terjadi dengan cepat. Manfaat yang paling penting pemberian informed

consent adalah melindungi tenaga medis dari kemungkinan terjadinya

tuntutan hukum apabila tindakan medis yang dilakukan dapat menimbulkan

masalah, petugas medis memiliki bukti tertulis yaitu persetujuan pasien

(informed consent). [3]

2

Page 4: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

Informed consent sebagai suatu bentuk persetujuan dari klien telah

diatur oleh pemerintah dalam Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008

tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Tenaga medis yang tidak

memberikan hak pasien untuk memberikan informed consent yag jelas dapat

dikategorikan melanggar case law. Dalam makalah ini akan membahas

tentang implementasi informed consent termasuk dalam keadaan emergency.

[1]

B. Permasalahan

Contoh kasus malpraktek karena informed consent yaitu kasus yang

terjadi antara Anna Marlina Simanungkalit dengan dokter di RS Persahabatan

Jakarta Timur pada Februari 2013 lalu. Kejadian bermula pada 20 Februari

2013 pasien memeriksakan benjolan pada lehernya, oleh dokter pasien

didiagnosa Struma Multinodosa Non Toksika atau menurut pasien disebut

tumor kelenjar tiroi. Oleh dokter pasien dianjurkan untuk menjalankan

operasi pengangkatan tumor, pasien dan keluarga diberikan informed consent

yang harus ditanda tangani. Setelah dilakukan tindakan operasi ternyata

kondisi pasien mengalami penurunan dan terus memburuk hingga harus

dilarikan ke ICU, sampai pada 23 Maret 2013 pasien tidak tertolong dan

meninggal. [4]

3

Page 5: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

Keluarga kemudian menuntut dokter Rumah sakit yang merawat pasien

karena saat diberikan informed consent pasien dan keluarga tidak diberitahu

tentang efek samping dari operasi yang akan dijalankan. Namun menurut

dokter, pasien telah diberikan informed consent yang didalamnya telah

dijelaskan tentang efek samping operasi yang akan dijalankan. [5]

4

Page 6: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek Medis dan Keperawatan

Dewasa ini dengan kecanggihan ilmu teknologi dan semakin

berkembangnya ilmu pengetahuan, seorang pasien memiliki pengetahuan

yang luas dalam bidang kedokteran dan keperawatan, oleh karena itulah

pasien selalu ingin terlibat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan perawatannya. Keinginan pasien tersebut sebenarnya telah

dirumuskan dalam bentuk informed consent, yaitu kesepakatan atau

persetujuan pasien atas upaya medis setelah memperoleh informasi dari

tenaga kesehatan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. [6]

Berdasarkan uraian kasus di atas dapat dilihat kelalaian dari tenaga

medis yaitu dokter dalam hal pemberian informed consent. Hal tersebut telah

dijelaskan dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 37 ayat 1

yang menyatakan bahwa “Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di

rumah sakit harus mendapat persetujuan pasien dan keluarganya”. Namun

dalam kasus tersebut selain dokter yang menjelaskan informed consent,

perawat juga perlu menjelaskan informed consent pada pasien, sebab perawat

24 jam hadir bersama pasien serta memiliki hubungan lebih dekat dengan

pasien dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Peraturan

Pemerintah No. 32 tahun 1996 keperawatan merupakan salah satu profesi

tenaga kesehatan, dimana peran profesinya setara dengan tenaga kesehatan

5

Page 7: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

lain. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat harus terlebih dahulu

memberikan informed consent kepada pasien.[7]

Kasus di atas digambarkan bahwa dokter dan perawat ataupun tenaga

kesehatan lain yang berada pada rumah sakit tersebut memang telah

memberikan informed consent yang harus ditanda tangani oleh pasien atau

keluarganya, namun tenaga kesehatan tidak memberikan penjelasan tentang

operasi serta efek ataupun komplikasi yang akan terjadi setelah operasi.

Padahal operasi yang dilakukan pada pasien yang awalnya didiagnosa Struma

Multinodosa Non Toksika yang kemudian setelah dilakukan patologi anatomi

pasien diketahui mengidap tumor ganas atau Karsinoma Papiler Thyroid dan

harus dilakukan pengangkatan seluruh tiroidnya termasuk dalam operasi

besar dan memiliki efek samping serta resiko pada pasien. Sebab menurut UU

No. 29 tahun 2004 Pasal 45 tindakan medis yang diberikan pada pasien dapat

diberikan setelah pasien menyetujui dan menerima penjelasan, penjelasan

yang diberikan sekurang-kurangnya mencakup diagnosis dan tata cara

tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan

lain dan risikonya, komplikasi terhadap tindakan serta prognosis terhadap

tindakan yang dilakukan.[8]

Namun, dilihat dari sisi medis dan keperawatan apa yang diputuskan

oleh tenaga medis yaitu dokter dan tenaga kesehatan dapat dikatakan tepat.

Pemeriksaan pertama pada pasien yang kemudian diketahui memiliki tumor

pada leher atau struma, kemudian pasien diputuskan untuk dilakukan operasi

pertama yaitu pengangkatan benjolan yang langsung diperiksa laboratorium

6

Page 8: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

patologi anatomi yang apabila hasilnya jinak operasi dihentikan, namun

apabila ganas pasien harus dilakukan operasi kedua yaitu pengangkatan

tyroid[9]. Dan dari hasil patologi anatomi benjolan pada leher pasien adalah

kanker ganas atau karsinoma yang berarti harus dilakukan pengangkatan

seluruh thyroid. [4]

B. Aspek Etik

Dalam praktek kedokteran selain aspek hukum juga terdapat aspek

etik, yang sering menjadi masalah dan tumpang tindih pada suatu issue

tertentu seperti pada kasus informed consent sebagai contoh pada kasus di

atas. Aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum karena

banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum atau

sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Etika

berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil

oleh pasien. [10]

Persetujuan yang berdasarkan pada pengetahuan merupakan salah satu

konsep inti dari etika kedokteran, seorang pasien berhak untuk mengambil

keputusan mengenai perawatan. Dalam World Medical Association (WMA)

telah menyatakan banwa pasien berhak untuk menentukan sendiri secara

bebas untuk membuat keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri, serta

dokter harus memberitahu pada pasien tentang konsekuensi dari keputusan

yang diambil. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk tindakannya, pasien harus paham tentang tujuan dari tes

7

Page 9: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

atau pengobatan yang akan dijalani, hasil apa yang akan diperoleh, dan apa

dampak jika menunda pengobatan yang disarankan. [11]

Berdasarkan kasus yang terjadi di RS Persahabatan dokter telah

melanggar etika kedokteran berkaitan dengan persetujuan yang diberikan

pasien. Sebab dokter hanya memberikan saran pengobatan dan dampak jika

tidak segera dilakukan tindakan, namun tidak secara spesifik menjelaskan

efek samping ataupun dampak yang akan terjadi setelah dilakukan tindakan.

Yang akhirnya mengakibatkan pasien menyetujui tindakan tanpa paham betul

efek samping atau resiko fatal yang kemungkinan terjadi setelah operasi.

Kondisi yang diperlukan agar tercapai persetujuan atau informed

consent yang benar adalah adanya komunikasi yang baik antara dokter

dengan pasien. Jenis hubungan dokter dengan pasien dalam etika profesi

kedokteran tertuang dalam prinsip-prinsip moral profesi yaitu antara lain

menghormati hak-hak pasien (autonomy), berorientasi pada kebaikan pasien

(beneficence), tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien (non

maleficence), dan kebenaran informasi (truthful information).[12]

C. Aspek Yuridis

Dokter sebagai pelaksana tindakan medis terkait dengan permasalahan

informed consent, selain terikat oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia

(KODEKI) juga tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan hukum, baik

hukum perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi sepanjang hal

tersebut dapat diterapkan. Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan

8

Page 10: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

hukum perdata yang digunakan sebagai tolok ukur adalah kesalahan kecil

(culpa levis), yaitu apabila terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang

merugikan pasien, maka seorang dokter sudah dapat dimintai pertanggung

jawaban secara hukum perdata. Sedangkan pada masalah hukum pidana, yang

dijadikan tolok ukur adalah kesalahan berat (culpa lata). Pasal yang

digunakan dalam kaitannya aspek hukum pidana adalah pasal 351 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan dimana suatu

tindakan invasive misalnya pembedahan yang dilakukan pelaksana jasa

tindakan medis tanpa adanya ijin dari pihak pasien maka pelaksana jasa dapat

dituntut.[12]

Berdasarkan kasus pada Ny. Anna Marlina di Jakarta, dokter yang

melakukan tindakan medis pada pasien tersebut dapat dikenakan hukum

perdata, sebab tindakan yang dilakukannya telah merugikan pasien. Dokter

tidak dapat dikenakan hukum pidana karena dokter telah memberikan

informed consent pada pasien dan pasien atau keluarganya telah menanda

tangani informed consent yang berarti pasien telah menyetujui tindakan

invasiv pembedahan yang akan dilakukan oleh dokter. Yang berarti dokter

tidak melanggar UU No. 36 tahun 2009 pasal 8 tentang Kesehatan serta UU

No. 44 tahun 2009 pasal 37 tentang Rumah Sakit, yang menyatakan bahwa

setiap tindakan kedokteran yang dilakukan harus dengan persetujuan pasien

dan atau keluarganya. [13]

Kelalaian yang dilakukan dokter dalam kasus di atas adalah

melanggar UU No. 44 tahun 2009 Pasal 32 yang menyatakan bahwa setiap

9

Page 11: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

pasien berhak memperoleh informasi yang berkaitan dengan diagnosis dan

tata cara tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang

mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan

biaya pengobatan. Sebab informed consent sebagai proses komunikasi antara

dokter dan pasien harus mengandung 4 komponen yaitu pasien harus

memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, dokter harus memberi

informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan beserta manfaat dan

resikonya, pasien harus dapat memahami informasi yang diberikan, serta

yang terakhir pasien harus secara sukarela memberikan ijinnya tanpa adanya

paksaan atau tekanan. Sedangkan dalam kasus yang terjadi pada 2013 silam,

informed consent yang diberikan dokter hanya memenuhi 2 komponen saja.

[14]

10

Page 12: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

BAB III

PEMBAHASAN

Informed consent yang didefinisikan sebagai suatu kesepakatan atau

persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya

setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat

dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resikonya

(Komalawati,1999). Fungsi perawat profesional dalam pemberian informed

consent adalah sebagai client advocate dan educator. Klien advokat yaitu dimana

perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam

memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil informed consent,

sedangkan sebagai educator perawat memberikan pendidikan kesehatan bagi

pasien dan keluarga. Sehingga apabila terjadi kasus seperti di atas, dimana pasien

diberikan tindakan dimana sebelumnya diberikan informed consent oleh

dokter,namun tanpa diberikan penjelasan, perawat juga perlu memberikan edukasi

serta advokasi pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Sehingga

informed consent tidak hanya terjadi komunikasi antara pasien dengan dokter

namun juga tenaga kesehatan lain seperti perawat.

Kaitannya dengan etika kedokteran, kondisi yang diperlukan agar

tercapai suatu persetujuan (informed consent) yang benar adalah komunikasi yag

baik antara dokter dengan pasien. Saat ini komunikasi memerlukan sesuatu yang

lebih karena dokter harus memberikan semua informasi yang diperlukan pasien

11

Page 13: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

dalam pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya menerangkan diagnosa

medis, prognosis, dan regimen terapi yang kompleks, dengan menggunakan

bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh pasien mengenai pilihan terapi yang

ada, menjawab semua pertanyaan yang mungkin diajukan, serta memahami

apapun keputusan pasien.

Dalam hubungannya dengan hukum, dokter dan pasien bertindak

sebagai subyek hukumyakni orang yang memiliki hak dan kewajiban, sedangkan

tindakan medis sebagai obyek hukum. Yang dimaksud obyek hukum disini yakni

sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi subyek hukum. Sebagai salah satu

pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa informed consent

dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pasien dengan dokter,

yang didasari atas saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing yang

seimbang dan dapat dipertanggung jawabkan. Berkaitan dengan kasus pada

Februari 2013 yang telah dipaparkan di atas, selain melanggar aspek etik, dokter

di rumah sakit tersebut juga melanggar aspek yuridis hukum.

12

Page 14: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi

yang efektif antara dokter dengan pasien, dilihat dari aspek hukum

informed consent bukan hanya sebagai perjanjian dua pihak antara dokter

dan pasien melainkan lebih kepada persetujuan sepihak atas layanan atau

tindakan yang ditawarkan.

2. Hak pasien yang pertama dan utama adalah hak akan informasi, seperti

dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dimana hak pasien

adalah hak akan informasi dan hak memberikan persetujuan tindakan

medis berdasarkan informasi (informed consent).

3. Informed consent merupakan implementasi dari hak pasien memperoleh

informasi dan memberikan persetujuan.

4. Peran perawat dalam informed consent adalah membantu pasien untuk

mengambil keputusan pada tindakan pelayanan kesehatan sesuai dengan

lingkup kewenangannya.

13

Page 15: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

B. Saran

1. Diharapkan tenaga kesehatan, tenaga medis, serta masyarakat lebih

memahami hukum yang mendasari informed consent serta manfaatnya

bagi masing-masing.

2. Diharapkan tenaga medis dan kesehatan lebih mengerti dan memahami

tentang pemberian informed consent pada pasien untuk meningkatkan

mutu kesehatan di masyarakat.

14

Page 16: Peran Perawat Dalam Implementasi Informe

DAFTAR PUSTAKA

1. Salamah, Umu, 2007. Pelaksanaan Informed Consent pada Tindakan Medis Risiko Tinggi Kebidanan di Rumah Sakit Umum Daerah Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Master Thesis : UNIKA Soegijapranata.

2. Guwandi, 1994. Tanya Jawab Persetujuan Tindakan Medis. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Jusuf, M & Amri Amir, 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC.

4. http://news.detik.com/read/2013/04/23/121253/2227910/10/1/diduga-malpraktik-dokter-di-rs-persahabatan-dilaporkan-ke-polisi. Diakses pada tanggal 19 September 2014.

5. http://news.detik.com/read/2013/04/24/120108/2229037/10/1/kronologi-kasus-pasien-anna-marlina-versi-rs-persahabatan. Diakses pada tanggal 19 September 2014.

6. Konsil Kedokteran Indonesia, Editor Adriyati & Budi Sampurna, 2006. Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran. Jakarta : KKI.

7. UU No. 44 tahun 2009 Pasal 37 tentang Rumah Sakit.

8. UU No. 29 tahun 2004 Pasal 45

9. Brunner, Suddarth, 2006. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

10. Hadianto, Tridjoko, 2000. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).

11. Williams, John R, 2005. Medical Ethics Manual. Yogyakarta : Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

12. http://kumpulan-askep3209.blogspot.com/2013/01/ Diakses tanggal 19 September 2014.

13. UU No. 36 tahun 2009 Pasal 8 tentang Kesehatan.

14. Guwandi, 2004. Medical Error dan Hukum Medis. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

15