penyidikan dan pengujian penyakit rabies di wilayah kerja ... · balai veteriner bukittinggi -...
TRANSCRIPT
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN NO. 561/2015
KEMENTERIAN PERTANIAN
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabies di Wilayah Kerja Balai Veteriner BukittinggiTahun 2015
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
TA H U N 2 0 1 5
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
i
Laporan ini merupakan hasil kegiatan monitoring postvaksinasi Rabies di
wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi meliputi Propinsi Sumatera Barat,
Propinsi Riau, dan Propinsi Jambi. Surveilans sindromik diwilayah bebas rabies
(Prov.Kepri, Kab Meranti dan Kab Mentawai dan Pulau Bengkalis serta Pulau
Rupat (akan diajukan bebas) dan Hasil Monitoring postvaksinasi rabies diwilayah
endemis.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini terutama dinas peternakan atau
dinas pertanian yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di
lokasi kegiatan. Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi dapat
diharapkan sebagai sumber informasi bagi yang memerlukannya.
Drh. AzfirmanNIP. 19651004 199403 1 001
Drh. Martdeliza, M. ScNIP. 19720301 200312 2 002
Kepala Balai Penyusun
Kata Pengantar
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Input 3
1.4 Keluaran 3
1.5 Manfaat 3
1.6 Sasaran 3
1.6.a Monitoring Post Vaksinasi Rabies 3
1.6.b Surveilans Sindromik 4
Bab II Materi dan Metode
2.1 Materi 5
2.2 Metode 5
Prosedur Uji ELISA KIT Platelia II KIT Rabies Bio-Rab 5
Prosedur Uji ELISA KIT Rabies Pusvetma Surabaya 5
Prosedur Uji FAT 6
Bab III Hasil dan Pembahasan 8
Bab IV Kesimpulan dan Saran 14
Daftar Pustaka 15
ii
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 1
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia. Penyakit ini disebabkan oleh
virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui sekreta yang
mengandung virus pada gigitan Hewan Penular Rabies (HPR). Gejala klinis yang terlihat umumnya adalah berupa
manifestasi peradangan otak (encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Masa inkubasi rabies pada
anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8 minggu. Pada sapi, kambing. Kuda dan babi berkisar antara 1 sampai 3
bulan. Gejala klinis pada anjing dan kucing hampir sama.
Penyakit ini dikenal dalam 3 bentuk yaitu:
a. Bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2 sampai 3 hari setelah tanda
tanda rabies terlihat.
b. Bentuk diam atau dungu (dumb rabies) disini terjadi kelumpuhan (paralisa) sangat ceat menjalar keseluruh
anggota tubuh dan masa eksitasi pendek
c. Bentuk asymptomatis disini memperlihatkan kejadian dimana hewan tiba-tiba mati dengan tidak menunjukan
gejala-gejala sakit.
Selain dari ketiga bentuk tanda klinis rabies pada anjing dan kucing bisa dijumpai tanda-tanda lain yang sering
terlihat sebagai berikut :
§ Pada phase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin dan menyendiri, tetapi dapat lebih menjadi
agresif dan nervous. Reflek cornea berkurang/hilang, pupil meluas dan cornea kering.
§ Pada phase exitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada disekitamya dan memakan barang yang aneh-aneh.
Dengan berlanjutnya penyakit, mata mejadi keruh dan selalu terbuka.
§ Pada phase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor, semua reflek hilang dan mati.
Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup, liar dan adanya rasa gatal pada seluruh
tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat
biasanya temperatur normal, anorexia, eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak dan ini merupakan tanda
yang spesiftk bagi hewan yang menderita rabies.
Rabies dapat digolongkan sebagai penyakit strategis, karena merugikan dari segi ekonomi dan kesehatan
masyarakat. Ada sekitar 30.000-70.000 kematian pada manusia yang disebabkan oleh penyakit ini setiap tahunnya,
99% dari kasus kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Rabies tersebar diseluruh dunia dan hanya beberapa
negara yang bebas rabies. Lebih dari 100 negara beresiko terinfeksi rabies. Anak- anak lebih beresiko terinfeksi rabies.
Lebih dari 99 % kasus rabies pada manusia ditularkan melalui gigitan anjing.
Penyakit Rabies menimbulkan dampak psikologis seperti kepanikan, kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan
ketidaknyamanan pada orang-orang yang terpapar. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pada daerah tertular terjadi
Bab I
Pendahuluan
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 2
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
karena biaya penyidikan, pengendalian yang tinggi, serta tingginya biaya post- exposure treatment. Disamping itu,
kerugian akibat pembatalan kunjungan wisatawan, terutama di daerah yang menjadi tujuan wisata, dapat saja terjadi
jika tingkat kejadian rabies sangat tinggi.
Rabies telah ada di Indonesia sejak abad ke-19 dan telah tersebar di sebagian besar wilayah. Rabies dilaporkan
pertama kali oleh Stchorl pada tahun 1884, yaitu pada seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Selanjutnya kasus rabies
pada kerbau dilaporkan pada tahun 1889, kemudian rabies pada anjing dilaporkan oleh Penning tahun 1890 di
Tangerang. Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada seorang anak di Desa Palimanan,
Cirebon tahun 1894. Selanjutnya rabies dilaporkan semakin menyebar kebeberapa wilayah di Indonesia, yaitu Sumatra
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun 1953, Sulawesi Selatan tahun 1959, Lampung 1969, Aceh tahun 1970,
Jambi dan DI Yogyakarta tahun 1971. Rabies di Bengkulu, DKI Jakarta, dan Sulawesi Tengah di laporkan tahun 1972,
Kalimantan Timur tahun 1974 dan Riau tahun 1975. Pada dekade 1990-an dan 2000-an rabies masih terus menjalar ke
wilayah yang sebelumnya bebas historis menjadi tertular, yaitu Pulau Flores tahun 1998, Pulau Ambon dan Pulau
Seram tahun 2003, Halmahera dan Morotai tahun 2005, Ketapang tahun 2005, serta Pulau Buru tahun 2006. Kemudian
Pulau Bali dilaporkan tertular rabies tahun 2008, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Propinsi Riau tahun 2009
(Direktorat Kesehatan Hewan, 2006; Kepmentan, 2008).
Wilayah kerja BPPV Regional II termasuk daerah endemis rabies. Dalam rangka pengendalian dan penanganan
penyakit rabies perlu dilakukan koordinasi lintas sektoral. Untuk mencapai Indonesia bebas rabies Tahun 2020
Direktorat Kesehatan Hewan membuat road map pembebasan rabies, dengan kegiatan pokok :
1. Mempertahankan daerah bebas melalui kegiatan :
Kontrol lalu lintas HPR khususnya anjing, peningkatan kapasitas surveillans untuk deteksi penyakit, respon cepat
terhadap dugaan kasus rabies, kontrol populasi, koordinasi dan kolaborasi lintas sektoral dan pencegahan didaerah
resiko tinggi.
2. Membebaskan daerah tertular melalui kegiatan :
Vaksinasi massal, kontrol lalu lintas HPR khususnya anjing, peningkatan kapasitas surveilans (termasuk deteksi
dini), peningkatan kapasitas pengendalian dan penanggulangan (harus ada respon cepat juga), kontrol populasi
dan koordinasi dan kolaborasi antar sektoral.
Dalam upaya mendukung program diatas, sesuai dengan tupoksi, BVet Bukittinggi tiap tahun rutin melaksanakan
program monitoring rabies di wilayah kerja Reg II. Demikian juga untuk tahun 2015 BVet Bukittinggi melakukan
monitoring rabies, dengan kegiatan berupa :
1. Surveilans sindromik diwilayah bebas rabies (Prov.Kepri, Kab Meranti dan Kab Mentawai dan Pulau Bengkalis serta
Pulau Rupat (akan diajukan bebas)
2. Monitoring postvaksinasi rabies diwilayah endemis
1.2. Tujuan
1. Menunjukkan keadaan bebas penyakit
2. Untuk mengetahui efikasi vaksin dan tingkat keberhasilan pelaksanaan vaksinasi Rabies di wilayah kerja Bvet Bukit
Tinggi dengan melihat tingkat antibodi protektif yang ditimbulkan sebagai bahan masukan dalam menyusun
kegiatan pengendalian
3. Mengetahui waktu optimum untuk melakukan revaksinasi
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 3
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
1.3. Input
1. Data lokasi pengambilan sampel
2. Sampel yang diperoleh
3. Peralatan pengambilan sampel
4. Petugas Pelaksana
1.4. Keluaran
Tersedianya laporan tentang keberhasilan pelaksanaan vaksinasi Rabies secara laboratories dan data dari tanda
tanda yang menunjukkan kearah penyakit rabies atau tidak ada tanda tanda penyakit rabies
1.5. Manfaat
Tersedianya data laboratoris yang dapat dipakai sebagai dasar untuk tindakan pengendalian rabies, diharapkan
rencana Indonesia bebas rabies dapat tercapai. Dengan bebasnya Indonesia dari rabies akan menimbulkan rasa
aman masyarakat, untuk daerah-daerah wisata rasa aman ini akan meningkatkan jumlah wisatawan yang datang.
Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan.
1.6. Sasaran
1.6.a. Monitoring postvaksinasi rabies
Sasaran dari kegiatan monitoring rabies adalah HPR terutama anjing postvaksinasi yang ada di daerah yang
dikunjungi. Besaran sampel disesuaikan dengan target sampel Bvet Bukittinggi (berdasarkan kemampuan balai
dalam menyediakan bahan uji). Daerah pengambilan sampel berdasarkan realisasi pengambilan sampel 2014,
dimana daerah yang susah didapatkan sampelnya pada tahun sebelumnya, tahun ini tidak didatangi lagi
Rencana Lokasi yang akan dikunjungi
Tabel 1. Jumlah target sampel monitoring aktif rabies 2015 di Propinsi Sumatera Barat
Tabel 2. Jumlah target sampel monitoring aktif rabies 2015 dari Propinsi Jambi
NO KABUPATEN / KOTA TOTAL�SERUM HARI�KUNJUNGAN
1 50 Kota 100 ( 2 x kunjungan ) 2 2 Bukittinggi 50 2 3 Padang Panjang 100 ( 3 x kunjungan) 3 4 5
Pasaman Sijunjung
50 50
3 3
Total 350 13
1 Kota Sungai Panuah 50 3 2 3 4
Kota Jambi Kab Kerinci Muaro Bungo
50 100( 2 x kunjungan)
50
3 6 3
Total 250 15
NO KABUPATEN / KOTA TOTAL�SERUM HARI�KUNJUNGAN
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 4
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 3. Jumlah target sampel monitoring aktif rabies 2013 dari Propinsi Riau
1.6.b. Surveilans sindromik
Sasaran daerah bebas rabies (Prov.Kepri, Kab. Mentawai dan Kab Meranti), dan daerah yang akan mengajukan
bebas rabies (Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis). Pada daerah diatas BVet akan membagikan kuisioner untuk
mendapatkan informasi/data rabies didaerah tersebut. Jika ada HPR dengan gejala rabies diharapkan dinas
peternakan dan kesehatan hewan/fungsi yang membawahinya mengirimkan sampel otak HPR tersebut ke BVet
Bukittinggi. Atau jika ada HPR yang mati karena kecelakaan, otak harap dikirimkan ke BVet Bukittinggi.
Dalam pelaksanaan surveilans sindromik ini benar benar membutuhkan kerjasama dan komitmen yang kuat dari
masing-masing pihak terkait (BVet Bukittinggi, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan/fungsi yang membawahinya
Provinsi/Kabupaten dan petugas lapangan serta diharapkan peran serta masyarakat dalam pelaporan kasus)
1 2 3 4 5
Dumai Bengkalis Kuansing Pekanbaru Siak
50 50 50 50 50
3 3 3 3 3
Total 250 15
NO KABUPATEN / KOTA TOTAL�SERUM HARI�KUNJUNGAN
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 5
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab II
Materi dan Metode2.1. Materi
Untuk monitoring postvaksinasi materi yang dibutuhkan serum darah anjing postvaksinasi (minimal 3 minggu
postvaksinasi dan maksimal 12 bulan postvaksinasi) di daerah yang dikunjungi dengan catatan semua tim yang
berangkat harus mengisi waktu vaksinasi sampel yang diambil. Jika tidak ada informasi lebih baik sampelnya tidak
diambil. Serum yang diambil benar-benar serum postvaksinasi. Bahan pemeriksaan berupa Kit Elisa Antibody Rabies
Produksi Pusvetma Surabaya atau Kit Elisa Biorad
Untuk surveilans sindroming materi berupa data dari kuisioner dan otak anjing (jika ada anjing yang menunjukkan
gejala/dicurigai rabies dan otak anjing yang mati karena kecelakaan)
2.2. Metode
Metode pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan antibody rabies secara Elisa. Hasil pemeriksaan berupa
status protektif dan tidak protektif berdasarkan nilai Optical density (OD) serum yang diperiksa.
Prosedur uji ELISA KIT Platelia II KIT Rabies Bio-Rad
Mikroplate dikeluarkan dari kemasan, kemudian serum sampel, serum kontrol positif (R4a 0,5EU) dan kontrol
negatif (R3) diencerkan dengan perbandingan 1: 100 dalam larutan pengencer (R6). Sedangkan serum kontrol positif
standar (R4b), diencerkan 1:100 (sebagai S6 dengan titer 4EU) dalam larutan pengencer (R6), selanjutnya dari S6
tersebut diencerkan secara serial dua kali (500μl S6 ditambah 500μl R6) menjadi S5 (2EU), demikian seterusnya
dengan cara yang sama menjadi S4 (1EU), S3 (0,5EU), S2 (0,25EU) dan S1 (0,125EU). Kemudian masing-masing serum
sampel dan serum kontrol, dimasukkan 100 μl ke dalam sumuran mikroplate. Mikroplate ditutup dan diinkubasikan
pada suhu 37°C selama 1 jam. Mikroplate dicuci sebanyak 3 kali. Kemudian ditambahkan 100 μl conjugate yang telah
diencerkan pada semua lubang. Tutup mikroplate dan diinkubasikan 1 jam pada suhu 37°C. Mikroplate dicuci
sebanyak 5 kali. Kemudian ditambahkan 100 μl substrat pada semua sumuran, dan diinkubasikan pada suhu kamar
selama 30 menit dalam kondisi gelap. Kemudian ditambahkan 100 μl stop solution pada semua sumuran. Setelah 30
menit, dilakukan pembacaan optical density pada panjang gelombang 450 nm sampai 620 nm. Penghitungan
dilakukan ke dalam EU dari masing-masing OD sampel dengan menggunakan rumus yang sudah disediakan dalam
KIT. Titer 0,5 EU atau lebih dianggap protektif.
Prosedur uji ELISA Kit Rabies Pusvetma Surabaya
Serum sampel di inaktivasi dengan memanaskan dalam penangas air dengan suhu 56ºC selama 30 menit, kemudian
diencerkan 1:100 dengan menambahkan 2,5 μl sampel serum dengan 247,5 μl PBST. Selanjutnya diencerkan serum
kontrol positif 1:100 yakni 10 ul Kontrol Positif (sebagai K4 dengan titer 4 EU) dalam 990 ul PBST, selanjutnya dari K4
tersebut diencerkan secara serial dua kali (500μl K4 ditambah 500μl PBST) menjadi K2 (2EU), demikian seterusnya
dengan cara yang sama menjadi K1(1EU), K0,5(0,5EU), K0,25(0,25EU) dan K0,125 (0,125EU ). Kontrol negatif
diencerkan dengan pengenceran 1 : 100 dengan mengambil 2,5 ul kontrol negatif ditambahkan 247,5 ul PBST,
demikian juga dengan kontrol ST 1 EU diencerkan dengan pengenceran 1 : 100. Serum sampel dan kontrol dimasukkan
pada sumuran mikroplate masing-masing 100 μl dan sumuran H11 dan H12 tanpa serum, tetapi dimasukkan 100 ul
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 6
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
PBST sebagai blank. Kemudian mikroplate ditutup dengan plastik penutup dan diinkubasikan pada suhu 37ºC selama
60 menit. Selanjutnya cairan serum pada mikroplate uji dibuang dan dilakukan pencucian sebanyak 4-5 kali. Cairan
pencuci yang tersisa dalam jumlah kecil dalam mikroplat dikeringkan dengan cara membalikkan mikroplat di atas
kertas tissue tebal. Kemudian tambahkan konjugat yang telah diencerkan(16.000 x) sebanyak 100 μl per sumuran.
Mikroplat ditutup kembali dan diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 60 menit. Selanjutnya cairan dibuang dan
dilakukan pencucian sebanyak 4 - 5 kali dan ditambahkan substrat sebanyak 100 μl pada setiap sumuran. Plate
diinkubasikan pada suhu kamar, dalam kondisi gelap selama 10 menit. Terakhir ditambahkan 100μl stop solution pada
setiap sumuran. Pembacaan densitas optik (OD = Optical Density) pada pembaca (Reader) dengan panjang
gelombang 405nm. Selanjutnya dihitung Equivalent Unit (EU) dari masing-masing OD sampel dengan menggunakan
rumus yang sudah disediakan dalam KIT. Titer serum 0,5 EU atau lebih dianggap protektif.
Kuisioner untuk sindromik akan dianalisa dan sampel otak diuji dengan metode uji seller dan FAT
Prosedur uji FAT
a. Penyusunan Conjugate
§ Larutkan conjugate dengan 3 ml aquadest
§ Sentrifuge 1500 rpm selama 5 menit
b. Pembuatan Preparat Slide
1. Material segar atau dalam pengawet 50% gliserin-garam yang sudah dicuci beberapa kali dalam larutan PBS,
dipersiapkan untuk dibuat preparat tempel atau preparat ulas.
2. Pembuatan Preparat Tempel atau Preparat Ulas.
Preparat tempel/sentuh :
§ Material besarnya cukup, kondisi masih baik atau belum mengalami pembusukan.
§ Material dipotong dibeberapa bagian, permukaan potongan digunakan untuk membuat satu preparat tempel.
§ Dibuat preparat tempel diatas satu kaca preparat, masing-masing area preparat tempel panjangnya + 2,5 cm.
Preparat Ulas :
§ Material besarnya cukup, tetapi pada beberapa bagian sudah mengalami pembusukan.
§ Material tanpa pengencer digerus dalam mortar dan pastanya digunakan secukupnya untuk membuat preparat
ulas.
§ Preparat ulas dibuat sampai ¾ panjang kaca preparat
3. Sisa material atau pastanya disimpan dalam deep freezer untuk pemeriksaan lanjutan/ulang dan uji biologis
bilamana pemeriksaan ini negatif.
4. Dibuat juga preparat tempel dari otak tikus putih yang sudah diinfeksi street virus Rabies sebagai kontrol Positif
dan preparat tempel dari otak tikus putih normal sebagai kontrol negatif. Preparat kontrol dapat dibuat beberapa obuah sekaligus dan setelah difiksasi dalam aceton dingin, preparat dapat disimpan kering pada suhu –20 C untuk
tidak lebih dari 10 hari.
5. Keringkan Preparat uji di udara terbuka.
0 06. Kemudian preparat difiksasi dalam aceton –15 C sampai –20 C selama 2-4 jam.
7. Setelah difiksasi, preparat dikeringkan di udara terbuka.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 7
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
8. Setiap preparat tempel dibuat lingkaran pembatas menggunakan pensil lilin (marking pencil).
9. Pada setiap kaca preparat ditetesi dengan conjugate secukupnya
10. Konjugat diusahakan merata dengan cara merotasi kaca preparat atau menggunakan tusuk gigi tanpa
mengganggu preparat/film.
011. Preparat diinkubasikan pada ruang lembab pada suhu 37 C selama 30 menit.
12. Selanjutnya preparat dicuci 2 X dengan cara merendam ke dalam bak pencuci yang berisi larutan PBS pH 7,4
dengan menggunakan Coplin Jar masing-masing selama 10 menit.
13. Preparat dikeringkan di udara terbuka dengan posisi tegak.
14. Preparat diberi 1 tetes 50% gliserin-buffer (pH 7,6) dan tutup dengan cover slip.
15. Preparat diperiksa menggunakan mikroskop ultra-violet pada perbesaran 200 dan 400 kali.
Pembacaan Hasil
Positif : Preparat Kontrol Positif dan preparat uji akan memberikan warna flourecent hijau apel atau berstruktur hijau-
kuning dengan ukuran bervariasi dariberupa pasir/debu sampai berupa bentuk negri body.
Kontrol Positif selalu diperiksa sebelum dan sesudah contoh uji.
Negatif : Preparat kontrol Negatif tidak memberikan warna flourecent, demikian juga contoh uji yang tidak
mengandung antigen Rabies.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 8
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab III
Hasil dan PembahasanKegiatan monitoring rabies dilakukan secara aktif dan pasif. Pada monitoring aktif pengambilan sampel untuk
pemeriksaan rabies dilakukan oleh tim BVet langsung ke beberapa kabupaten/kota yang berada diwilayah kerja BVet
Bukittinggi. Dilapangan pengambilan sampel berkoordinasi dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan atau
yang membawahinya. Jumlah sampel yang berhasil diambil dalam kegiatan surveilans rabies secara aktif pada Tahun
2015 adalah sebanyak 783 serum, jumlah ini tidak mencapai target di TOR yaitu sebanyak 850 serum. Hal ini terjadi
karena beberapa kendala dilapangan, tetapi jumlah sampel ini memenuhi target minimal sampel balai yaitu 653
sampel. Demikian juga dengan daerah yang ditarget di atas ada beberapa wilayah yang diganti karena kendala
lapangan (daerah yang ditargetkan belum siap). Jumlah sampel dan daerah asalnya dapat dilihat pada tabel 4,5 dan 6.
Sampel serum yang diambil berasal dari hewan yang sudah divaksin rabies, minimal 3 minggu postvaksinasi dan
maksimal 12 bulan postvaksinasi. Pengambilan serum dengan rentang waktu 3 minggu sampai 12 bulan
postvaksinasi dimaksutkan untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan revaksinasi. Tetapi dalam
pelaksanaan dilapangan, beberapa sampel tidak mempunyai data yang lengkap kapan divaksin. Hal ini kemungkinan
terjadi karena memang petugas dilapangan tidak mempunyai data yang lengkap atau karena tim BVet yang berangkat
kelokasi tersebut dengan beban kerja yang tinggi, target sampel biasanya ada beberapa jenis hewan yang mesti
diambil dengan jumlah yang tinggi, sehingga tentang data tersebut terlewatkan. Kurang lengkapnya data
menyebabkan serum postvaksinasi yang diperiksa tidak dapat di kelompokan berdasarkan waktu vaksinasinya,
sehingga tidak bisa disimpulkan kapan waktu terbaik untuk revaksinasi.
Tabel 4. Jumlah serum postvaksinasi dari Provinsi Sumatera Barat
Tabel 5. Jumlah serum postvaksinasi dari Provinsi Jambi
Bukittinggi 51
Lima Puluh Koto 30 Padang Panjang 50 Pasaman 51 Sijunjung 85
Total 267
KABUPATEN / KOTA JUMLAH
Batang Hari 5 Jambi 27 Kerinci 126 Sungai Penuh 60 Tanjung Jabung Timur 19 Total 237
KABUPATEN / KOTA JUMLAH
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 9
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 6. Jumlah serum postvaksinasi dari Provinsi Riau
Dari 783 serum tersebut diatas hanya 604 serum yang layak untuk diuji (tabel 7, 8 dan 9), yang lainnya lisis dan
berwarna merah pekat, karena metode pengujian yang digunakan ELISA dimana yang diukur adalah densitas warna,
serum yang jelek bisa menghasilkan hasil uji yang bias. Hal ini perlu menjadi perhatian, perlunya kualitas sampel yang
bagus dari lapangan sehingga perlu ditinjau penyebabnya, apakah faktor SDM sehingga dibutuhkan pelatihan untuk
mengingatkan kembali teknik pengambilan dan penanganan sampel yang baik, atau perlunya tim yang kelapangan
membawa sentrifuse untuk mendapatkan sampel yang lebih baik.
Tabel 7. Jumlah serum yang diuji dari Provinsi Sumatera Barat
Tabel 8 Jumlah serum yang diuji dari Provinsi Jambi
Tabel 9. Jumlah serum yang diuji dari Provinsi Riau
Bengkalis 45
Dumai 27 Kuantan Singingi 91 Pekanbaru 92 Siak 24
Total 279
KABUPATEN / KOTA JUMLAH
Bukittinggi 51 20
Lima Puluh Koto 30 23
Padang Panjang 50 58
Pasaman 51 35
Sijunjung 85 75
Total 267 221
KABUPATEN / KOTA JUMLAH�SERUM�DIUJIJUMLAH
Batang Hari 5 5
Jambi 27 8
Kerinci 126 88
Sungai Penuh 60 50
Tanjung Jabung Timur 19 19
Total 237 170
KABUPATEN / KOTA JUMLAH�SERUM�DIUJIJUMLAH
KABUPATEN / KOTA JUMLAH�SERUM�DIUJIJUMLAH
Bengkalis 45 34
Dumai 27 7
Kuantan Singingi 91 86
Pekanbaru 92 72
Siak 24 24
Total 279 223
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 10
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Pada grafiks 1 dibawah dapat dilihat dari 170 serum posvaksinasi Provinsi Jambi hanya 54 serum yang protektif ( 32
%). Serum Provinsi Jambi berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur dimana dari 19 serum yang diuji 63 %
protektif, dari Kota Sungai Penuh 40 % protektif dari 19 serum yang diuji, dari Kabupaten Kerinci 18 % protektif dari 88
sampel yang diuji, dari Kota Jambi 63 % protektif dari 8 serum yang diuji, dari Kabupaten Batanghari 20 % protektif dari 5
sampel yang diuji.
Tingkat protektifitas vaksinasi yang dilakukan di 5 Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi masih rendah, hal ini perlu
menjadi perhatian mengingat cakupan vaksinasi minimal 70% dan jika dilapangan cakupan 70 % ini tercapai tetapi
dengan hasil protektifitas masih rendah apakah mungkin hasil yang didapat dapat mengendalikan kasus rabies.
Tingkat protektifitas vaksinasi Provinsi Jambi pada Tahun 2014 sebesar 34 %, jadi pada Tahun 2015 ini tidak
menunjukkan peningkatan hasil vaksinasi yang dilakukan. Rendahnya tingkat protektifitas bisa disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain, catatan vaksinasi dilapangan masih kurang, rantai dingin vaksin yang belum memadai,
kondisi hewan yang kurang sehat waktu vaksinasi, juga faktor individu hewan yang divaksin dalam merespon vaksin,
dan mutu vaksin yang digunakan. Untuk itu perlu kerja keras dan komitment semua pihak yang terkait, sehingga
vaksinasi yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan
Grafiks 1. Hasil uji ELISA serum dari Provinsi Jambi
Dari 223 serum posvaksinasi Provinsi Riau yang diuji, protektif 35 %, Sampel yang diuji berasal dari Kabupaten Siak,
29 % protektif dari 24 serum yang diuji, Kota Pekanbaru, 65 % protektif dari 72 sampel yang diuji, Kabupaten Kuantan
Singingi protektif 15 % dari 86 sampel yang diuji, Kota Dumai 29 % protektif dari 7 sampel yang diuji, Kabupaten
Bengkalis 29 % protektif dari 34 sampel yang diuji.
Pada Tahun 2014 presentasi protektifitas vaksinasi yang dilakukan oleh Provinsi Riau sebesar 60 %, terjadi
penurunan yang signifikan dibandingkan protektifitas vaksinasi pada Tagun 2015 ini, sebesar 35 %. Hal ini perlu
menjadi perhatian masalahnya dimana, secara umum masalahnya sama dengan yang terjadi pada Provinsi Jambi
tetapi mengingat pada tahun sebelumnya sudah mencapai 60 % kenapa terjadi penurunan yang signifikan.
Vaksinasi merupakan salah satu cara untuk mengendalikan rabies, sehinggga perlu ditingkatkan cakupan, kualitas
sehinggga hasil yang didapat sesuai denngan harapan. Sehinggga Indonesia bebas rabies Tahun 2020 dapat dicapai.
Hal ini tentu memerlukan kerja keras dan kerjasama intra dan antar instansi yang terkait.
PRESENTASE POSITIF
PROTEKTIF
JUMLAH SAMPEL
15
20
58
63
1688
18
2050
40
54170
32
1219
63
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
BATANG HARI
JAMBI
KERINCI
SUNGAI PENUH
TANJUNG JABUNG TIMUR
PROV.JAMBI
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 11
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Grafiks 2. Hasil uji ELISA serum dari Provinsi Riau
Protektifitas vaksinasi Provinsi Sumbar tahun 2015 sebesar 64 %, (135 serum protektif dari 223 serum yang diuji).
Terjadi sedikit peningkatan jika dibandingkan dengan hasil pada Tahun 2014 yang sebesar 60 %. Presentase hasil uji
serum postvaksinasi Provinsi Sumbar lebih tinggi jika dibandingkan dengan presentasi protektifitas hasil uji dari 2
Provinsi lainnya di wilayah kerja BVet Bukittinggi.
Monitoring postvaksinasi di Provinsi Sumbar dilakukan di Kabupaten Sijunjung dengan hasil 71 % protektitif dari 75
sampel yang diuji, di Kabupaten Pasaman dari 35 serum yang diuji, 49 % protektif, di Kota Padang panjang dari 58
serum yang diuji 60 % protektif, di Kabupaten Lima Puluh Kota dari 23 serum yang diuji, protektif sebesar 48 %, sedang
di Kota Bukittinggi dari 20 serum yang diuji, 95 % protektif. Hasil yang didapatkan dari masing-masing kabupaten/kota
jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kab/kota lain yang diuji diwilayah kerja BVet Bukittinggi. Tetapi untuk
mencapai Indonesia bebas rabies Tahun 2020 keberhasilan vaksinasi ini masih perlu ditingkatkan, disamping langkah-
langkah lain yang disepakati secara nasional untuk mengendalikan rabies di Indonesia.
Grafiks 3. Hasil uji ELISA serum dari Provinsi Sumbar
1034
29
27
29
1386
15
4772
65
724
29
79223
35
PRESENTASE POSITIF
PROTEKTIF
JUMLAH SAMPEL
0 50 100 150 200 250
BENGKALIS
DUMAI
KUANTAN SINGINGI
PEKANBARU
SIAK
PROV.RIAU
1920
95
1123
48
355860
1735
49
5375
71
135223
64
PRESENTASE POSITIF
PROTEKTIF
JUMLAH SAMPEL
0 50 100 150 200 250
BUKITTINGGI
LIMA PULUH KOTO
PADANG PANJANG
PASAMAN
SIJUNJUNG
PROV.SUMBAR
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 12
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Monitoring rabies untuk Provinsi Kepri, yang berdasarkan Surat keputusan Menteri Pertanian RI di Propinsi
Kepulauan Riau No.240/Kpts/PD650/4/2015), Kabupaten Kepulauan Mentawai (No.238/Kpts/PD650/4/2015) dan
Kabupaten Kepulauan Meranti (No.239/Kpts/PD650/4/2015) dilakukan berdasarkan laporan kasus negatif dari
instansi yang bertanggungjawab terhadap kesehatan hewan di daerah tersebut. Pada Tahun 2015 tidak ada kasus
rabies di Provinsi Kepri. Bebas rabies bukan berarti tugas dari pihak-pihak terkait sudah selesai tetapi masih perlu kerja
sama dan kerja keras dari pihak-pihak terkait untuk mempertahankan daerah ini tetap bebas rabies
Monitoring rabies di wilayah kerja dilakukan juga berdasarkan hasil identifikasi virus rabies yang dilakukan di
laboratorium virologi BVet Bukittinggi dan Laboratorium type B Provinsi Jambi. Hasil uji dapat dilihat pada grafiks 4
dibawah. Prevalensi rabies di Provinsi Sumbar berdasarkan hasil uji laboratorium sebesar 82 %, prevalensi rabies
Provinsi Jambi sebesar 89 % dan prevalensi rabies Provinsi Riau sebesar 80 %.
ika dilihat berdasarkan hasil identifikasi virus yang dilakukan di laboratorium Provinsi Sumbar sebesar 82 %,
memang sudah tidak semua HPR yang menggigit positif rabies tetapi untuk mencapai prevalensi 0 % masih perlu
meningkatkan protektifitas vaksinasi yang dilakukan dan juga meningkatkan cakupan vaksinasi yang dilakukan oleh
pihak terkait. Demikian juga untuk Provinsi Jambi dan Provinsi Riau masih perlu kerja keras dan komitmen yang tinggi
untuk memberantas penyakit rabies.
Prevalensi rabies di ketiga wilayah diatas masih sangat tinggi, sehinggga benar-benar diperlukan kerja keras dan
kerjasama antar dan intra instansi untuk mewujudkan Indonesia bebas rabies Tahun 2020 sesuai kesepakatan
regional bebas rabies Tahun 2020.
Salah satu upaya untuk mengendalikan penyakit rabies adalah vaksinasi. Berdasarkan hasil monitoring
postvaksinasi rabies Provinsi Sumbar Tahun 2015 tingkat protektifitas vaksinasi yang dilakukan di Provinsi Sumbar
sebesar 64 %.
Upaya untuk mengendalikan rabies dengan vaksinasi dan eliminasi anjing yang tidak optimal tidak banyak
memberikan hasil. Hal ini mungkin disebabkan karena cakupan vaksinasi yang tidak memadai. Cakupan vaksinasi
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pengendalian suatu penyakit, disamping kualitas vaksin, teknik
aplikasi dan waktu pelaksanaan vaksinasi (Rahman dan Maharis, 2008; Touihri et al.,2011).
Penyebab lainnya yang perlu dikaji antara lain rentang waktu kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin yang dipakai
terlalu singkat, penanganan vaksin yang tidak baik (misalnya rantai dingin yang tidak terpenuhi), salah aplikasi,
ataukah terjadi perbedaan struktural gen pada glikoprotein virus rabies. Yang disebut terakhir itu dapat menyebabkan
vaksin yang diberikan tidak mampu lagi memberikan protektivitas pada anjing yang divaksin. Seperti diketahui bahwa
glikoprotein virus rabies merupakan protein yang berperan dalam menginduksi produksi antibodi netralisasi yang
bersifat protektif setelah vaksinasi. Glikoprotein juga sebagai faktor penting dalam patogenisitas virus rabies
(Benmansour et al., 1991; Susetya, 2005; Nagarajan et al., 2006; Maillard dan Gaudin, 2002).
Deteksi antibodi rabies sangat penting dilakukan untuk mengetahui efektivitas vaksin rabies. Jenis vaksin
tampaknya menghasilkan respon imun yang berbeda. Hasil penelitian Minke et al. (2009) menunjukkan bahwa vaksin
Rabisin menginduksi respon kebal tertinggi pada hari 14 setelah vaksinasi yaitu 87%. Vaksin yang lain, yaitu Nobivac,
disebutkan menginduksi kekebalan yang lebih seragam yang mencapai 100% (Minke et al. 2009). Penelitian yang
dilakukan di Nigeria (Ohore et al. 2007) menunjukkan bahwa titer antibodi tertinggi dicapai antara 3 sampai 6 bulan
pasca vaksinasi (PV) dan terendah antara 9 sampai 12 bulan PV.
Kunci utama dalam menangani rabies adalah mencegah pada sumbernya yaitu hewan. Sesuai dengan pedoman
pengendalian rabies terpadu, metoda pemberantasan rabies dilakukan dengan a) vaksinasi dan eliminasi dilakukan
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 13
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
pada anjing, kucing, dan kera dengan fokus utama pada anjing, b) vaksinasi dilakukan terhadap anjing dan kera
berpemilik, dan c) eliminasi dilakukan terhadap anjing tidak berpemilik dan anjing berpemilik yang tidak
divaksinasi/diliarkan (Direktorat Kesehatan Hewan, 2006).
Upaya untuk mengendalikan rabies dengan vaksinasi dan eliminasi anjing yang tidak optimal tidak banyak
memberikan hasil, bahkan didaerah-daerah tertentu kasus rabies semakin meningkat (Adjid et al., 2005). Hal ini
mungkin disebabkan karena cakupan vaksinasi yang rendah (kurang dari 70%) atau vaksin yang digunakan hanya
mampu memberikan kekebalan dalam waktu yang relatif singkat. Cakupan vaksinasi minimal 70% telah dibuktikan di
banyak negara berhasil mencegah terjadinya wabah. Namun demikian pemberantasan rabies tidak hanya tergantung
pada masalah anjing, tetapi juga menyangkut masalah manusia. Pada dasarnya keberhasilan pengendalian dan
pemberantasan rabies bergantung kepada tingkat kesadaran masyarakat. Perlu ada perubahan perilaku yang
membuat masyarakat dapat menerima dan mematuhi berbagai kewajiban sesuai aturan yang berlaku. Kewajiban
yang dimaksud antara lain mengandangkan atau mengikat anjing yang dimiliki, merawat dan menjaga kesehatannya,
serta memvaksinnya secara rutin. Hal ini akan membantu petugas pengendali rabies menjadi lebih mudah mengatasi
keadaan.
Tetapi untuk wilayah Sumatera Barat, kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi rabies terhadap anjingnya
sangat rendah, dimana masyarakat memelihara anjing untuk hobi berburu dan adanya anggapan ditengah masyarakat
jika anjing mereka divaksin akan menyebabkan anjing tersebut kehilangan tenaga untuk berburu. Disini dibutuhkan
ketegasan hukum bahwa setiap masyarakat yang memelihara anjing harus dipelihara dengan baik dan harus divaksin
rabies, jika perlu diberikan sanksi, bagi yang melanggar. Sanksi bisa berupa denda, yang harus dijalankan dengan
komitmen yang tinggi.
Grafiks 4. Hasil Identifikasi virus rabies wilker BVet Bukittinggi
132
47
5
108
42
4
82
89
80
0 20 40 60 80 100 120 140
PROVINSI SUMBAR
PROVINSI JAMBI
PROVINSI RIAU
PRESENTASE
POSITIF
JUMLAH SAMPEL
Prevalensi Rabies
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 14
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab IV
Kesimpulan dan Saran
4.1 KESIMPULAN
1. Dari 170 serum posvaksinasi Provinsi Jambi hanya 54 serum yang protektif ( 32 %).
2. Dari 223 serum postvaksinasi Provinsi Riau yang diuji, protektif 35 %,
3. Protektifitas vaksinasi Provinsi Sumbar sebesar 64 %, (135 serum protektif dari 223 serum yang diuji).
4. Provinsi Kepri, Kabupaten Meranti dan Kabupaten Mentawai bebas rabies
5. Prevalensi rabies di Provinsi Sumbar berdasarkan hasil uji laboratorium sebesar 82 %.
6. Prevalensi rabies Provinsi Jambi sebesar 89 %.
7. Prevalensi rabies Provinsi Riau sebesar 80 %.
Permasalahan yang terjadi monitoring rabies 2015 :
1. HPR yang divaksin tidak tercatat dengan baik
2. Pengambilan sampel door to door dengan jarak yang lumayan jauh, hal ini menyebabkan banyak sampel yang rusak
3. Kit pengujian kurang
4.2 SARAN
1. Masih perlu ditingkatkan pelaksanaan program vaksinasi dalam hal cakupan vaksinasi yang dilakukan
2. Penggunaan vaksin yang bermutu dan aplikasi vaksin yang sesuai standart
3. Perlu ditingkat pengawasan lalu lintas HPR
4. Perlu ditingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies dan pentingnya peran masyarakat dalam membantu
program pemerintah untuk mewujudkan Indonesia bebas rabies 2020
5. Perlu ditingkat koordinasi dan kolaborasi intra dan antar sektoral.
6. Program kontrol populasi HPR perlu dilakukan terutama pada daerah-daerah dengan kasus gigitan HPR tinggi atau
pada daerah-daerah yang secara historis bebas rabies.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 15
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Adjid.R.M.A., A.Sarosa, T.Syapriati, dan Yuningsih. 2005. Penyakit rabies diIndonesia dan pengembangan teknik
diagnosisnya. Wartazoa. 15(4 ) : 165-172
Anonim. 2004. WHO Expert Consultation on rabies first report. WHO technical Report series, 931.
Balai Veteriner Bukittinggi. 2014. Penyidikan Penyakit Rabies Dalam Rangka Pemberantasan Penyakit Rabies di
Wilayah Kerja Balai Veteriner. Balai Veteriner Bukittinggi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian.
Benmansour A., H. Leblois, P. Coulon, C.Tuffereau, Y. Gaudin, A. Flamand dan F. Lapay. 1991. Antigenicity of Rabies
Virus Glycoprotein. Journal of Virology. 65 (8): 4198-4203.
Bingham J. 2005. Canine Rabies Ecology in Southern Africa. Emerging Infectious Diseasses. 11(9) : 1337-1341.
www.cdc.org. Diakses Maret 2011.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2006. Pedoman Pengendalian Rabies Terpadu.Departemen Pertanian, Direktorat
Jenderal Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan.
Kang B., J.S.Oh, C.S.Lee, B.K.Park, Y.N.Park, K.S.Hong, K.G.Lee, B.K.Cho, and D.S.Song. 2007. Evaluation of Rapid
Immunodiagnostic Test kit for Rabies Virus. Journal of Virology Methods.145(2007): 30-36
Maillard.P.A. dan Y. Gaudin. 2002. Rabies virus glycoprotein can fold in two alternative, antigenically distinct
conformations depending on membraneanchor type. Journal of General virology. 83 : 1465-1476.
Minke.J.M., J.Bauvet, F.Cliquet, M.Wasniewski, A.L.Gulot, L.Lemaiter, C.Cariou, V.Cozette, L.Vergne dan P.M.Guigal.
2009. Comparison of Antibody Responses After vaccination with two inactivated rabies vaccines. Short
communication. Vet.Microbiology. 133 (2009) : 283-286.
Nagaraja T., B. Mohanasubramanian, E.V. Seshagiri, S.B. Nagendrakumar, M.R.Saseendranath, M.L. Satyanarayana, D.
Thiagarajan, P.N. Rangarajan, dan V.A. Srinivasan. 2006. Molecular Epidemiology of Rabies Virus Isolates
in India. Journal of Clinical Microbiology. 44 (9) : 3218-3224.
Ohore.O.G., B.O.Emikpe., O.O.Oke, and D.O.Oluwayelu. 2007. The seroprofile of rabies antibodies in companion urban
dogs in Ibalan Nigeria. Journal of animal and veterinary advance 6 (1). 53-56. Medwell online.
Rahman A. dan R. Maharis. 2008. Analisis Keberhasilan Vaksin Oral Rabies Sebagai Perbandingan Pengendalian
Rabies di Indonesia. Buletin Pengujian Mutu Obat Hewan.13 (2008).
Susetya H. 2005. Analisis genetik gen penyandi glikoprotein dari virus rabies isolat Indonesia. Seminar nasional
teknologi peternakan dan veteriner.
Touihri L., I. Zaouia, K.Elhili, K.Dellagi, and C.Bahloul. 2011. Evaluation of Mass Vaccination Campaign Coverage
Against Rabies in Dogs in Tunisia. Zoonoses and Public Health, 58: 110-118. Doi:10.1111/j.1863-
2378.2009.01306.x
William H Wunner and Deborah J Briggs. 2010. Rabies in the 21st century.
Daftar Pustaka
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015 16
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabiesdi Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
KEMENTERIAN PERTANIAN
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
H T T P : // B V E T B U K I T T I N G G I . D I TJ E N N A K . P E R TA N I A N .G O. I D
@BVETBUKITTINGGI BVET-BUKITTINGGISMS INFOVET
0812 2159 2225SMS SPECIMENT0812 2159 2226
Kementerian Pertanian
Balai Veteriner BukittinggiJl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh Km.14
Baso Kab. Agam Sumbar PO.Box 35
Bukittinggi 26101
0752 - 28300 0752 - 28290