refrat rabies (1)

Upload: novita-indah-permatasari-yudha

Post on 20-Jul-2015

128 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Rabies adalah infeksi virus akut yang menyerang sistem saraf pusat (SSP) manusia dan mamalia dengan mortalitas 100%. Penyebabnya adalah virus rabies yang termasuk genus Lyssa virus, famili Rhabdoviridae. Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing, hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah. Penyakit rabies mempunyai gejala patognomik takut air (hydrophobia), takut sinar matahari (photophobia), takut suara, dan takut udara (aerophobia). Gejala tersebut disertai dengan air mata berlebihan (hiperlakrimasi), air liur berlebihan (hipersalivasi), timbul kejang bila ada rangsangan, kemudian lumpuh dan terdapat tanda bekas gigitan hewan penular rabies.1 Beberapa Negara endemik rabies meliputi Negara-negara di Amerika tengah, Amerika utara, Afrika, China dan Negara-negara di Asia Tenggara. Saat ini prevalensi penyakit rabies bertambah terus setiap tahunnya. Hal ini perlu menjadi perhatian dan diperlukan strategi khusus dalam menanganinya. Di Indonesia serangan rabies yang disebabkan oleh anjing hampir dilaporkan setiap tahun dari berbagai daerah tertular di Indonesia terutama Sumatera Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2008 Provinsi Bali melaporkan adanya kasus gigitan pertama yang dikonfirmasi sebagai rabies. Ini adalah kasus pertama yang di pernah dilaporkan dari pulau dengan populasi anjing yang tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Menurut laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia, kasus gigitan rabies ke manusia mencapai jumlah 20.926 kasus gigitan per tahun pada tahun 2010 yang terlaporkan kepada Dinas-Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten di Indonesia.1,3 Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies jarang akan menderita rabies. Tindakan

1

pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan, pada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberkan suntikan vaksin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14 dan 28. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).1,3

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Rabies adalah suatu infeksi virus pada otak yang menyebabkan iritasi dan peradangan otak dan medulla spinalis. Menurut cara penularannya rabies termasuk golongan zoonosis langsung (direct zoonosis) yaitu zoonosis yang hanya memerlukan satu jenis vertebrata saja untuk kelangsungan hidupnya, dan agen penyebab penyakit hanya sedikit berubah atau tidak mengalami perubahan sama sekali selama penularan. Sedangkan menurut reservoir utamanya rabies digolongkan dalam antropozoonosis, yaitu penyakit yang secara bebas berkembang di alam di antara hewan-hewan. Menurut agen penyebabnya rabies merupakan zoonosis kausa viral. Rabies dapat ditularkan oleh satwa liar (wild life zoonosis), hewan piaraan (domesticated animal zoonosis) maupun hewan yang hidup dipemukiman manusia (domiciliated zoonosis).1 Penularan rabies biasanya terjadi melalui gigitan hewan yang telah terinfeksi, pencemaran luka segar atau selaput lendir dengan saliva atau otak hewan yang telah terinfeksi. Pada kasus tertentu penularan melalaui udara dapat juga terjadi. Virus ini berkembang biak dalam kelenjar ludah. Sangat peka terhadap pelarut yang bersifat alkalis seperti sabun, desinfektan, alkohol, dll. Sistem yang diserang adalah sistem syaraf atau nervous system: clinical encephalitis yang dapat bersifat paralitik/furious dan glandula salivarius: mengandung sejumlah besar partikel virus yang berada di saliva.1 2.2. Epidemiologi Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak. Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras. Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan kelelawar. Rabies

3

serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila. Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram). Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case Fatality Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing (0,29%) dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia yang digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki(57%), lain-lain (10%).2,5 2.3. Etiologi Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.4

4

Gambar 1. Struktur dan komposisi virus Rabies Ket: Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-paku glikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein, phosphorylated atau phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini menunjukkan lapisan konsentrik yaitu amplop dengan membrane ganda, protein m dan digulung dalam RNA.4 2.4. Patogenesis Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus rabies tidak bisa menembus kulit yang utuh. V i r u s r a b i e s m e m b e l a h d i r i d a l a m o t o t a t a u j a r i n g a n i k a t p a d a t e m p a t inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan

5

melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi. 3

Gambar 2 perjalanan penyakit rabies Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima spesies mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan pembentukan RNA keturunan. RNA genomic berhubungan dengan transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui pertusan yang melalui selaput plasma. 3 Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung, sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagianbagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk virus baru yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak secara sentripetal sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak.

6

Setelah melewati medula spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang otak dan nukleus selebelaris batang otak selanjutnya virus akan menyebar ke sel purkinye serebelum, diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menuju hipokampus terjadi lebih lambat dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak bisa menginfeksi sel granuler pada girus dentatus yang sebagian besar mengandung reseptor AMPAdan Kainate. 2,5

Gambar 3 Replikasi dan siklus infeksi virus Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap selsel sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai system limbik dimana berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron

7

sentral virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut aferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju multi organ melalui neuron otonom dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Replikasi di luar sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh v i r u s u n t u k b e r g e r a k d a r i t i t i k m a s u k k e s u s u n a n s a r a f p u s a t . Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.2,4

Gambar 4 Negri body di neuron

8

Gambar 5 Skema patogenesis infeksi virus rabies. Nomor pada gambar menunjukkan urutan kejadian. 2.5. Masa Inkubasi Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi., Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke

9

susunan saraf pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kirakira 30 hari.3 2.6. Gejala Klinis Rabies Pada Manusia Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium. 1. Stadium Prodromal Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. 2. Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris. 3. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot dan aktifitas simpatik meningkat dengan gejala hiperhidrosis (banyak berkeringat), hipersalivasi (banyak air liur), hiperlakrimasi (banyak air mata) dan dilatasi pupil. Bersamaan dengan stadium eksitasi penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya bermacam- macam fobia, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobia (takut air). Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara ke muka penderita (aerophobia) atau dengan menjatuhkan sinar ke mata (photophobia) atau dengan bertepuk tangan ke dekat telinga penderita (audiophobia). Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis, kejang dan takikardi, cardiac arrest, tingkah laku penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan respons yang berlebihan. Gejala-gejala eksitasi dapat berlangsung sampai pasien meninggal, tetapi pada saat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemas, sehingga terjadi paresis flaksid otototot.

10

4. Stadium Paralis Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.5,6 2.7. Gejala Klinis Rabies Pada Hewan Anjing muda lebih relatif lebih peka dibandingkan hewan dewasa. Masa inkubasi rata-rata 3 s.d 6 minggu dengan variasi yang tinggi , bisa 10 hari atau 6 bulan, jarang kurang dari 2 minggu atau lebih dari 4 bulan. Virus rabies dijumpai pada air liur anjing segera setelah gejala klinis tampak. Ada tiga bentuk rabies pada hewan yaitu : 1. Furious rabies (bentuk ganas) 2. Dumb rabies (bentuk tenang) 3. Asimtomatik rabies Pada anjing dan kucing biasanya bersifat ganas. Masa inkubasi 10-60 hari namun bisa juga lebih lama. Air liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran.Gejala klinis dari tiga bentuk rabies pada hewan: 1. Bentuk ganas (Furious rabies) Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat. Tanda-tanda yang sering terlihat: a. Hewan menjadi penakut atau menjadi galak; b. Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif; c. Tidak menurut perintah majikannya; d. Nafsu makan hilang; e. Air liur meleleh tak terkendali; f. Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, benda-bendaasing seperti batu, kayu dsb; g. Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai; h. Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan; ekor diantara 2 (dua) paha.

11

2.

Bentuk diam (Dumb Rabies) Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi. Tanda- tanda yang sering terlihat : a. Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk b. Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahakan sering tidak terlihat. c. Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka. d. Air liur keluar terus menerus (berlebihan). e. Mati. 3. Bentuk Asimtomatis: Hewan tidak menunjukkan gejala sakit dan atau hewan tiba-tiba mati. Rabies Pada Kucing mempunyai gejala atau tanda-tanda yang hampir sama dengan gejala pada anjing, seperti : menyembunyikan diri, banyak mengeong, mencakar-cakar lantai dan menjadi agresif. Pada 2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang. Berikut fase-fase yang dilalui saat hewan terpapar rabies bentuk ganas (furious rabies), yaitu : 1. Fase prodormal (fase awal) : ditandai dengan bersikap tidak normal, bersembunyi ditempat yang gelap, gelisah, tidak dapat tidur, refleks keaktifan meningkat, anoreksia, nyeri pada gigitan, temperatur meningkat sedikit. 2. Fase eksitasi : setelah 1-3 hari, agresif, cenderung menggigit barang, hewan dan manusia termasuk pemiliknya sendiri. Bahkan kadang kadang menggigit dirinya sendiri. Hewan mengalami hipersalivasi karena hewan tidak bisa menelan salivanya sendiri akibat paralisa otot untuk menelan, gonggongannya berubah karena paralisa sebagaian syaraf vokal, hewan cenderung meninggalkan rumah dan lari jauh, seringkali menyerang anjing dan hewan lain. 3. Fase paralisis : konvulsi, diikuti inkoordinasi otot dan kelumpuhan. Selain bentuk ganas bisa juga dijumpai rabies bentuk diam dengan gejala kelumpuhan, fase eksitasi sangat pendek kadang kadang tidak ada, kelumpuhan mulai otot kepala dan leher. Hewan sulit menelan kemudian diikuti total dan berakhir dengan kematian.5,6

12

2.8. Diagnosis Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang bisa dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan aerofobia. Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan: 1. Darah rutin : dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000 13000/mm) dan penurunan hemoglobin serta hematokrit. 2. Urinalisis : dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit. 3. Mikrobiologi : Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah onset.4. Histologi : dapat ditemukan tanda patognomonik berupa badan Negri (badan

inklusi dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus yang divaksinasi dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu. Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk isolasi virus pengiriman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke laboratorium. Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).5. Serologi : DFA Testing and RT-PCR melaluii biopsy kulit, Reverse-Transcription

Polymerase Chain Reaction (RTPCR) dalam saliva.6. Cairan serebrospinal : Rabies VirusSpecific Antibodies dalam serum dan LCS

(Rapid fluorescent focus inhibition test/RFFIT), dapat ditemukan monositosis sedangkan protein dan glukosa dalam batas normal. Namun, gold pada pemeriksaan laboratorium, yang merupakan standar untuk

diagnosis rabies adalah pemeriksaan dengan tehnik fluorescent antibody

13

(FA). Deteksi nukleokapsid dengan ELISA merupakan tes yang cepat dan jugadapat digunakan maupun dilakukan pada survei epidemiologi.3,6 2.9. Penatalaksanaan Rabies Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin. 1. Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan: Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dgn air bersihmengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih dan dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%. 2. Lakukan eksplorasi pada luka. lakukan pembersihan dgn NaCl 0,9%, atau dgn H2O2 3%. 3. Luka yg ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan penjahitan secara longgar dgn menggunakan benang non absorbable, dan dipasang drain. 4. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml IM pada hari 1,3,7,14 dan hari ke-28 . Tidak ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa. 5. Dapat dikombinasikan dgn antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi kuman atau bakteri yg lain. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) : Bila ada indikasi pengobatan, terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR. Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak

14

berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya. Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai berikut : 1. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV). Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak anak di daerah paha). Vaksinasi Dasar 0,5ml Dosis 0,5ml Hari Waktu pemberian 4x Pemberian : Ke-0 : 2x Sekaligus (Deltoid Kiri dan Kanan) Ulangan Hari Ke 7 dan Ke 21 -

Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure Treatment) 15

Vaksinasi Dasar 1ml Vaksinasi Dasar Ulangan

Dosis 2ml Dosis 0,5ml 0,1ml

Waktu pemberian

Keterangan

7x Pemberian : diberikan Anak < 3th Waktu pemberian setiap hari 0,5ml 4x Pemberian : Hari Ke-0 : 2x Sekaligus Hari Ke-11, 15, 25, 30, (Deltoid Kiri dan Kanan) dan 90 Hari Ke 7 dan Ke 21 0.5ml Hari Ke-90

0,25ml

Ulangan

o.5ml

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV) Kemasan : Dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml dan Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara pemberian : Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (sc) di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagaian fleksor lengan bawah . Vaksinasi Dosis Dasar 1ml 2ml Waktu pemberian setiap hari Ulangan 0,1ml 0,25ml Hari Ke-11, 15, 30, dan 90 Keterangan

7x Pemberian : diberikan Anak < 3th

Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara pemberian : sama seperti pada butir 2.a.

16

II. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) 1. Serum hetorolog (Kuda). Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU) Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler. - Dosis : Jenis Serum Serum Heterolog Dosis 40ml/Kgbb Waktu pemberian Bersamaan dengan pemberian VAR hari ke-0 Keterangan Sebelumnya Dilakukan Skintest

2. Serum Momolog Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU ). Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler. - Dosis : Jenis Serum Serum Momolog Dosis 20ml/Kgbb Waktu pemberian Bersamaan dengan pemberian VAR hari ke-0 Keterangan Sebelumnya tidak Dilakukan Skintest

Perawatan Rabies a. Penderita dirujuk ke Rumah Sakit b. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat/NACI 0,9%/cairan lainnya, kalau perlu diberi anti konvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi selama di perjalanan dan waspada terhadap tindaktanduk penderita yang tidak rasional, kadang kadang maniakal disertai saatsaat responsif. c. Di Rumah Sakit penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi d. Tindakan medik dan pemberian termasukanti biotik bila diperlukan. obatobat simptomatis dan supportif

17

e. Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka sewaktu

menanganikasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedis memakai sarung tangan, kaca mata dan masker, serta sebaiknya dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya.4 2.10. Pencegahan Rabies a. Pencegahan Primer 1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies. 2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies. 3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerahdaerah bebas rabies. 4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang

telah divaksinasi. 6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan. 7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2

meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong). 9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.

18

10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies. 11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurangkurangnya 1 meter. b. Pencegahan Sekunder Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies. c. Pencegahan Tersier Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.4,6 2.11. Prognosis Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek. Tanpa pencegahan, penderita hanya bertahan sekitar 8 hari, sedangkan dengan penangan suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan. Sebelum ditemukan pengobatan, kematian biasanya

19

terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Hingga saat ini belum ada laporan kasus yang dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari penyakit rabies timbul. Pada manusia yang tidak mendapatkan vaksin rabies hampir selalu fatal terutama setelah muncul gejala neurologi, tetapi bila setelah terpapar virus diberikan vaksin akan mencegah perkembangan virus. 5

BAB III PENUTUP Rabies adalah suatu infeksi virus pada otak yang menyebabkan iritasi dan peradangan otak dan medulla spinalis. Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini memularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembang biak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke

20

kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah. Penyakit rabies mempunyai gejala patognomik takut air (hydrophobia), takut sinar matahari (photophobia), takut suara, dan takut udara (aerophobia). Gejala tersebut disertai dengan air mata berlebihan (hiperlakrimasi), air liur berlebihan (hipersalivasi), timbul kejang bila ada rangsangan, kemudian lumpuh dan terdapat tanda bekas gigitan hewan penular rabies. Tindakan penatalaksanaan terhadap penderita rabies adalah dengan pemberian vaksin rabies. Pencegahan penyakit rabies dapat dilakukan dengan pencegahan primer, sekunder dan tersier. Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total.

DAFTAR PUSTAKA

1. Penyakit Januari 2012

Rabies.

Diunduh

dari

http://medicastore.com/penyakit/Rabies_anjing_gila.html. Pada tanggal 10

21

2. Petunjuk perencanaan dan penatalaksanaan kasus gigitan hewan tersangka rabies 11 Januari 2012 3. Priguna Sidharta, Mahar Mardjono. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 4. Penyakit Rabies. Diunduh dari http://nursingbegin.com/penyakit-rabiesserta-penatalaksanaannya/. Pada tanggal 10 Januari 2012 5. Sudomo, Agung; Kusuma, Megasari; Maryuni, Vivi. IPB. 2009. ProgramKreativitas Mahasiswa. Pemanfaatan Habbatus Sauda Untuk Terapi Penunjang Pencegah Rabies Pada Anjing

di

Indonesia.

Diunduh

dari

http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf. Pada tanggal

6. Patofisiologi Rabies. Diunduh dari http://www.deptan.go.id/rabies.pdf. Pada tanggal 10 Januari 2012. 7. Rabies. tanggal 10 Januari 2012 Diunduh dari Pada http://serdangbedagaikab.go.id/indonesia/keputusan/anjing.pdf.

22