makalah rabies fixxxxxx

31
MAKALAH RABIES OLEH : SGD 5 Putu Citra Anjasmara Dewi 1302105002 Ni Luh Made Dwi Purmanti 1302105018 Luh Anggariasih 1302105023 Ni Luh Putu Listiana Yanti 1302105038 Putu Diah Adnya Dewi 1302105046 Komang Eva Trijayanti 1302105047 I Ketut Dian Lanang Triana 1302105074 Ni Luh Putu Mira Santana Sari 1302105087 Ni Luh Gede Citriani Dewi 1302105088 Dewa Ayu Lydia Citra Dewi 1302105089

Upload: diahadnya

Post on 27-Jan-2016

272 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

f

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Rabies Fixxxxxx

MAKALAH

RABIES

OLEH : SGD 5

Putu Citra Anjasmara Dewi 1302105002

Ni Luh Made Dwi Purmanti 1302105018

Luh Anggariasih 1302105023

Ni Luh Putu Listiana Yanti 1302105038

Putu Diah Adnya Dewi 1302105046

Komang Eva Trijayanti 1302105047

I Ketut Dian Lanang Triana 1302105074

Ni Luh Putu Mira Santana Sari 1302105087

Ni Luh Gede Citriani Dewi 1302105088

Dewa Ayu Lydia Citra Dewi 1302105089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: Makalah Rabies Fixxxxxx

Learning Task

Kasus rabies menjadi permasalahan yang sangat penting untuk diatasi. Berdasarkan data Dinkes

Provinsi Bali menunjukkan bahwa terjadi trend peningkatan kasus gigitan anjing, sampai dengan

Agustus 2015 jumlah gigitan masih tinggi yaitu rata-rata 120 gigitan tiap hari. Hal ini sangat

berpotensi menimbulkan masalah baik dari segi kesehatan bahkan kondisi pariwisata pun juga

akan terkena dampaknya.

Perkembangan penyakit rabies di Bali cukup menarik untuk dipelajari. Penyakit yang mematikan

ini seperti jinak-jinak merpati. Kelihatannya mudah dikendalikan bahkan dimusnahkan, tetapi

kenyataannya tidak demikian. Penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh hewan

terutama anjing melalui gigitannya ini , menyerang Bali sejak tahun 2008. Dan sampai saat ini

pertengahan tahun 2015, penyakit ini masih menjadi masalah besar di Bali. Tidak sedikit

manusia menjadi korban meninggal, tercatat ada 154 nyawa orang melayang karena rabies.

Pemerintah dan masyarakat dari berbagai lapisan telah berupaya memberantas penyakit rabies di

Bali. Berbagai cara telah diterapkan untuk membebaskan Bali dari cengkraman rabies namun

kasus ini masih tetap terjadi sehingga Bali digolongkan sebagai zona merah dan menjadi

kejadian luar biasa (KLB).

PERTANYAAN :

1. Jelaskan tentang konsep dasar penyakit rabies!

2. Menurut analisis saudara sebagai perawat/petugas kesehatan apa yang menjadi faktor

masih tingginya kejadian rabies di Bali?

3. Apakah dampak yang bisa ditimbulkan dari kejadian luar biasa (KLB) rabies di Bali?

4. Bagaimanakah strategi perawat /petugas kesehatan dalam menanggulangi kasus KLB

rabies tersebut ?

5. Apakah peran perawat dalam pencegahan terjadinya kasus rabies khususnya di

masyarakat?

6. Jelaskan hewan selain anjing yang bisa menjadi agent/pengantar rabies?

7. Apabila dilihat dari sudut pandang kesehatan pariwisata, risiko gigitan bisa terjadi pada

pelaku wisata (wisatawan, pemandu wisata, dan masyarakat pada daerah yang

dikunjungi). Bagaimanakah upaya perawat untuk mencegahnya ?

Page 3: Makalah Rabies Fixxxxxx

Pembahasan

1. Jelaskan tentang konsep dasar penyakit rabies!

Konsep Dasar Penyakit :

Pengertian

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia

(bersifat zoonosis) (WHO, 2010). Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo

yang berarti berbentuk batang dan Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan

virus yang mempunyai bentuk seperti batang. Rabies merupakan infeksi akut dari susunan

saraf pusat yang berakibat fatal. Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan dan kadang

melalui jilatan (air liur) hewan yang terinfeksi rabies. Hewan yang dapat menularkan

penyakit rabies antara lain anjing, kucing, kera, dan kelelawar.

Etiologi

Rabies disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridaeirus rabies

di keluarkan bersama air liur hewan terinfeksi dan ditularkan melalui luka gigitan atau

jilatan. Virus tersusun dari ribonukleokapsid di bagian tengah, memiliki membrane selubung

(amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjolan (spikes) yang

jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membrane selubung terdapat kandungan lemak yang

tingi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak

antara spikes 4-5nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alcohol 70%,

yodium, fenol, dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan

gliserin 50 %. Pada suhu 6 derajat celsius virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam

penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 4 derajst celsius dapat tahan

selama bebarapa tahun.

Tipe Rabies Pada Anjing

1. Rabies Ganas

Tidak menuruti lagi perintah pemilik.

Air liur keluar berlebihan

Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan

ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.

Page 4: Makalah Rabies Fixxxxxx

Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul

atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.

2. Rabies Tenang

Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.

Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.

Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar

berlebihan.

Kematian terjadi dalam waktu singkat.

Epidemiologi

Rabies pertama kali ditemukan pada 2000 tahun SM, yaitu ketika Aristoteles menemukan

bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. Lalu pada

tahun 1885, ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing yang

terinfeksi virus rabies, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis

anjing tersebut. Hal ini menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena

anak tersebut tidak menderita rabies. Kemudian pada tahun 1903 ditemukan badan Negri

yang bersifat diagnostik. Pada tahun 1940-an sudah dimulai penggunaan vaksin rabies pada

anjing. Penambahan globulin imun rabies untuk manusia setelah pemaparan pengobatan

vaksinasi dilakukan pada tahun 1954. Lalu pada tahun 1958 dilakukan penumbuhan virus

rabies dalam biakan sel. Pada tahun 1959 dilakukan pengembangan tes antibodi fluoresen

diagnostik. Rabies telah ada di Indonesia sejak abad ke-19 dan telah tersebar di sebagian

besar wilayah. Rabies dilaporkan pertama kali oleh Stchorl pada tahun 1884, yaitu pada

seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Selanjutnya kasus rabies pada kerbau dilaporkan pada

tahun 1889, kemudian rabies pada anjing dilaporkan oleh Penning tahun 1890 di Tangerang.

Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada seorang anak di Desa

Palimanan, Cirebon tahun 1894. Selanjutnya rabies dilaporkan semakin menyebar

kebeberapa wilayah di Indonesia, yaitu Sumatra Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun

1953, Sulawesi Selatan tahun 1959, Lampung 1969, Aceh tahun 1970, Jambi dan DI

Yogyakarta tahun 1971.

Rabies di Bengkulu, DKI Jakarta, dan Sulawesi Tengah di laporkan tahun 1972, Kalimantan

Timur tahun 1974 dan Riau tahun 1975 Pada dekade 1990-an dan 2000-an rabies masih terus

menjalar ke wilayah yang sebelumnya bebas historis menjadi tertular, yaitu Pulau Flores

Page 5: Makalah Rabies Fixxxxxx

tahun 1998, Pulau Ambon dan Pulau Seram tahun 2003, Halmahera dan Morotai tahun 2005,

Ketapang tahun 2005, serta Pulau Buru tahun 2006. Kemudian Pulau Bali dilaporkan tertular

rabies tahun 2008, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Propinsi Riau tahun 2009 (Direktorat

Kesehatan Hewan, 2006; Kepmentan, 2008).

Bali merupakan propinsi terbaru tertular rabies di Indonesia dan Bali dinyatakan tertular

secara resmi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.:1637.1/2008 tertanggal 1

Desember 2008. Secara laboratorium rabies pada anjing di Bali didiagnosis pertama kali

pada tanggal 27 Nopember 2008 yaitu pada satu ekor anjing asal Kelurahan Kedonganan.

Dengan mengkaji kasus pada manusia dan hewan serta masa inkubasi rabies, rabies diduga

masuk ke Semenanjung Bukit, Kabupaten Badung, Propinsi Bali sekitar bulan April 2008

(Putra et al., 2009). Selanjutnya dalam beberapa bulan rabies sudah ditemukan menyebar

kebeberapa wilayah antara lain di Kota Denpasar pada 19 Desember 2008. Pada pertengahan

tahun 2009 wabah sudah menyebar ke Kabupaten Tabanan, Kabupaten Karangasem,

Kabupaten Buleleng, Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar. Kabupaten Klungkung

tertular akhir Maret 2010, dan akhirnya bulan Juni 2010 Kabupaten Jembrana dinyatakan

tertular rabies. Dengan demikian, saat ini, semua kabupaten/kota di Propinsi Bali sudah

tertular rabies.

Patofisiologi

Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui jilatan atau gigitan

hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala, raccoon,

kelelawar. Virus masuk melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti

konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksi melalui

inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka

selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak

mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahanperubahan

fungsinya. Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai lebih dari 1

tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya kerusakan

jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah

luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh.

Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari, gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari,

gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain

Page 6: Makalah Rabies Fixxxxxx

menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh ,

melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap bagian tubuh, contohnya gigitan

pada. Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah, menengah pada

gigitan daerahlengan dan tangan,paling rendah bila gigitan ditungkai dan kaki.

(Jackson,2003. WHO,2010).

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua

bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang

otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah

perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan

demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang

biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

Manifesitasi Klinis

Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :

1. Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung

antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen

yang masih ringan. Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap,

menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh

terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak

bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan

suhu badan.

2. Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat

berlangsung selama 3- 7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain

ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada

provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan.

Hewan mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan

bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.

3. Stadium Paralisis.

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk

dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian.

Page 7: Makalah Rabies Fixxxxxx

Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya

lumpuh dan mati. (Jackson, 2008.WHO, 2010).

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi tiga stadium.

1. Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah

perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar,

kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka

kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap

ransangan sensoris.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa

eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,

tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.

Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.

Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif,

halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang. (Jackson,2008)

Kriteria Diagnostis

Selama periode awal infeksi rabies, temuan laboratorium tidak spesifik. Seperti temuan

ensefalitis oleh virus lainnya, pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis

dengan limfositosis, protein dapat sedikit meningkat, glukosa umumnya normal. Untuk

mendiagnosis rabies antemortem diperlukan beberapa tes, tidak bisa dengan hanya satu tes. Tes

yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kasus rabies antara lain deteksi antibodi spesifik

virus rabies, isolasi virus, dan deteksi protein virus atau RNA. Spesimen yang digunakan

berupa cairan serebrospinal, serum, saliva, dan biopsy kulit. Pada pasien yang telah meninggal,

digunakan sampel jaringan otak yang masih segar. Diagnosis pasti postmortem ditegakkan

dengan adanya badan Negri pada jaringan otak pasien, meskipun hasil positif kurang dari 80%

kasus. Tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan kemungkinan rabies. Badan Negri

adalah badan inklusi sitoplasma berbentuk oval atau bulat, yang merupakan gumpalan

Page 8: Makalah Rabies Fixxxxxx

nukleokapsid virus. Ukuran badan Negri bervariasi, dari 0,25 sampai 27 µm, paling sering

ditemukan di sel piramidal Ammon’s horndan sel Purkinje serebelum. (Jawetz, 2010).

Rabies perlu dipertimbangkan jika terdapat indicator positif seperti adanya gejala prodromal

nonspesifik sebelum onset gejala neurologik, terdapat gejala dan tanda neurologik ensefalitis

atau mielitis seperti disfagia, hidrofobia, paresis dan gejala neurologi yang progresif disertai

hasil tes laboratorium negatif terhadap etiologi ensefalitis yang lain. Bentuk paralitik rabies

didiagnosis banding dengan sindrom Guillain-Barre. Pada sindrom Guillain-Barre, sistem

saraf perifer yang terkena adalah sensorik dan motorik, dengan kesadaran yang masih baik.

Spasme tetanus dapat menyerupai gejala rabies, namun tetanus dapat dibedakan dengan rabies

dengan adanya trismus dan tidak adanya hidrofobia. (Merlin, 2009).

Penatalaksanaan

Terdapat 3 unsur yang penting dalam PEP (Post Exposure Praphylaxis), yaitu perawatan luka,

serum antirabies (SAR), dan vaksin antirabies (VAR). Tindakan pertama yang harus

dilaksanakan adalah membersihkan luka dari saliva yang mengandung virus rabies. Luka

segera dibersihkan dengan cara disikat dengan sabun dan air (sebaiknya air mengalir) selama

10-15 menit kemudian dikeringkan dan diberi antiseptik (merkurokrom, alkohol 70%, povidon-

iodine, 1-4% benzalkonium klorida atau 1% centrimonium bromida). Luka sebisa mungkin

tidak dijahit. Jika memang perlu sekali, maka dilakukan jahitan situasi dan diberi SAR yang

disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan secara

intramuskuler ditempat yang jauh dari tempat inokulasi vaksin. Disamping itu, perlu

dipertimbangkan pemberian serum/vaksin antitetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi, dan

pemberian analgetik.

Rekomendasi WHO mencegah rabies tergantung adanya kontak:

1. Kategori 1: menyentuh, memberi makan hewan atau jilatan hewan pada kulit yang intak

karena tidak terpapar tidak perlu profilaksis, apabila anamnesis dapat dipercaya.

2. Kategori 2: termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan,

atau lecet (erosi ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan, dan kaki. Untuk luka

resiko rendah diberi VAR saja.

3. Kategori 3: jilatan/ luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka,kepala,leher),luka

pada jari tangan/ kaki, genitalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multiple)/

atau ada kontak dengan kelelawar, maka gunakan VAR dan SAR.

Page 9: Makalah Rabies Fixxxxxx

Vaksin rabies dianjurkan diberikan pada semua orang dengan riwayat kontak dengan hewan

pengidap rabies. Vaksin rabies yang lazim saat ini adalah tissue culture vaccine, suatu

inactivated vaccine yang ditumbuhkan pada kultur sel seperti human diploid cell vaccine

(HDCV), diproduksi sejak tahun 1964, purivied vero cell rabies vaccine (PVRV), diproduksi

mulai tahun 1985, purified chick embryo cell vaccine (PCEC) yang mulai dipasarkan tahun

1985. Vaksin generasi lama seperti suckling mouse brain vaccine (SMBV), suatu nerve tissue

vaccinedan duck embryo vaccine (DEV), suatu non-nerve tissue vaccine, tidak digunakan lagi

karena dapat menimbulkan komplikasi ensefalomielitis post-vaksinasi dan reaksi anafilaksis.

Namun demikian nerve tissue vaccinemasih diproduksi dan dipergunakan di beberapa negara

Asia. (WHO,2009).

Vaksin Rabies

Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies :

1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine) terdiri dari vaksin kering dalam vial dan

pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.

a. Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit : cara pemberiannya adalah

disuntikkan secara intramuscular (im) di daerah deltoideus/ lengan atas kanan dan

kiri. Dosis untuk anak dan dewasa sama yaitu 0,5 ml dengan 4 kali pemberian

yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan

hari ke 21 satu kali pemberian.

b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit : cara

pemberiannya sama di atas. Dosis untuk anak dan dewasa sama yaitu Dasar 0,5

ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian sekaligus), hari ke

7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian. Ulangan 0,5 ml sama

pada anak dan dewasa pada hari ke 90.

Depkes menganjurkan pemberian Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) dengan

regimen 2-1-1. Vaksin disuntikkan secara intramuskular di deltoid atau di anterolateral

paha (pada anak yang lebih kecil). Cara pemberiannya adalah diberikan 2 dosis sekaligus

pada hari ke 0 dan satu dosis diberikan masing-masing pada hari ke-7 dan 21. Vaksin

tidak boleh diberikan di area gluteal karena buruknya respons antibodi yang didapat. Jika

VAR diberikan bersama dengan SAR, VAR diberikan dengan cara yang sama dan

diulang pada hari ke-90. Pada daerah dengan keterbatasan vaksin dan biaya, vaksin dapat

Page 10: Makalah Rabies Fixxxxxx

diberikan secara intradermal. Dengan cara ini, volume dan biaya vaksin dapat dikurangi

60-80%. (WHO, 2009).

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV) mempunyai kemasan yang terdiri dari dos berisi 7

vial @1 dosis dan 7 ampul pelarut @2 ml dan Dos berisi 5 ampul @1 dosis intra kutan

dan 5 ampul pelarut @0,4 ml.

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit adalah : cara pemberian untuk vaksinasi

dasar disuntikkan secara subcutan (sc) disekitar pusar. Sedangkan untuk vaksinasi

ulang disuntikkan secara intracutan (ic) dibagikan fleksor lengan bawah. Dosis untuk

vaksinasi dasar pada anak adalah 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian setiap

hari, untuk ulangan dosis pada anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke

11,15,30 dan hari ke 90.

b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit : cara pemberian

sama dengan diatas. Dosis dasar untuk anak 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 kali

pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml

diberikan pada hari ke 11,15,25,35 dan hari ke 90.

Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) :

1. Serum heterolog (Kuda),mempunyai kemasan bentuk vial 20 ml (1 ml = 100 IU).

Cara pemberian: disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,

sisanya disuntikkan intramuskular. Dosis 40 Iu/KgBB diberikan bersamaan dengan

pemberian VAR hari ke 0, dengan melakukan skin test terlebih dahulu.

2. Serum homolog, mempunyai kemasan bentuk vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU). Cara

pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,sisanya

disuntikkan intramuskular. Dosis 20 Iu/ kgBB diberikan bersamaan dengan

pemberian VAR hari ke 0, dengan sebelumnya dilakukan skin test.

Dosis dan Cara Pemberian VAR untuk Pengebalan Sebelum Digigit (Pre Exposure

Immunization) : Khusus untuk mereka yang berisiko tinggi mendapat paparan virus rabies,

seperti staf laboratorium, dokter hewan, dan petugas yang menangani hewan liar.

1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine) terdiri dari vaksin kering dalam vial dan

pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.

a. Cara pemberian pertama: disuntikkan secara intramuskular (im) didaerah

deltoideus. Dosisnya: dasar digunakan dua dosis masing-masing 0,5 ml

Page 11: Makalah Rabies Fixxxxxx

pemberian pada hari 0, kemudian hari ke 28 dengan dosis 0,5 ml. Diberikan

ulangan pada 1 tahun setelah pemberian I dengan dosis 0,5 ml dan ulangan

selanjutnya 0,5 ml tiap tiga tahun.

b. Cara pemberian kedua: disuntikkan secara intra kutan (dibagian fleksor lengan

bawah) dengan dosis dasar 0,1 ml pemberian hari ke 0, kemudian hari ke 7 dan

hari ke 28 dengan dosis 0,1 ml. Ulangan diberikan tiap 6 bulansatu tahun dengan

dosis 0,1 ml.

Vaksin SMBV (Suckling Mice Brain Vaccine), terdiri dari dus yang berisi 7 vial @1 dosis dan

7 ampul pelarut @2 ml, dus berisi 5 ampul @1 dosis intrakutan dan 5 ampul pelarut @0,4 ml.

Cara pemberian: disuntikkan secara intrakutan dibagian fleksor lengan bawah. Dosis dasar 0,1

ml untuk anak dan 0,25 ml untuk dewasa, pemberian hari 0, hari 21 dan hari 42. Untuk ulangan

dosis 0,1 ml untuk anak dan 0,25 untuk dewasa setiap tahun.(Depkes. RI,2000:Rupprecht,

2009)

2. Menurut analisis saudara sebagai perawat/petugas kesehatan apa yang menjadi faktor

masih tingginya kejadian rabies di Bali?

Tingginya kasus rabies dibali khususnya yang terjadi pada anjing lepasan hal ini disebabkan

karena tingkat kontak dengan anjing cukup intens dibandingkan dengan anjing rumahan, dan

upaya dalam melakukan vaksinasi suntikan sulit dilakukan sehingga proses penularan rabies

sulit diputus. Sementara kejadian pada anak anjing disebabkan karena sebagian anak anjing

tersebut tidak mendapatkan vaksinasi. Kelompok anak anjing juga memiliki peranan yang

penting dalam penularan rabies, hal ini disebabkan karena pergerakan anak anjing yang erat

kaitannya dengan tindakan eliminasi yaitu selektif dan targeted.

Selain itu factor dipengaruhi factor social budaya dari masyarakat, pergerakan anjing terus

terjadi karena pemilik anjing yang anjingnya tereliminasi akan kembali membeli/mencari

anjing baru. Tingginya kasus rabies di Bali juga disebabkan karena prilaku dan cara

pemeliharaan terhadap anjing masih kurang diketahui oleh masyarakat terutama pemilik

anjing.

3. Apakah dampak yang bisa ditimbulkan dari kejadian luar biasa (KLB) rabies di Bali?

Kondisi masyarakat Bali itu unik berbeda dengan daerah rawan rabies lainnya. Masyarakat

Bali sudah terbiasa memelihara anjing, anjing dianggap penjaga rumah dan dapat makan sisa

makanan sehari-hari. Disamping itu juga ada cerita hindu yang mengganggap binatang anjing

Page 12: Makalah Rabies Fixxxxxx

ini suci. Sehingga dampaknya hampir setiap rumah ada anjing bahkan bisa jadi lebih banyak

anjing daripada anggota keluarganya justru yang membedakan Provinsi Bali dengan daerah

lainnya adalah kepemilikan anjing tersebut. Anjing populasinya sangat banyak di Provinsi Bali

dibandingkan daerah lainnya, Anjing tersebut sering dilepaskan oleh pemiliknya (diliarkan).

Pemilik anjing tidak terdata dan jarang anjing yang divaksin. Disamping itu anjing bagi

masyarakat bali sebagai penjaga rumah sehingga hampir setiap rumah berisi anjing.

Diperkirakan hanya diperlukan seekor anjing dalam masa inkubasi untuk menularkan rabies di

Bali. Populasi anjing yang tinggi (500.000-600.000 ekor) di Bali merupakan media yang

efektif sebagai penyebaran rabies. Belakangan kejadian rabies semakin meningkat jumlahnya

di Bali. Provinsi Bali sudah menyandang status Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies. Upaya

penanganan rabies selama ini patut dipertanyaakan karena jumlah kasusnya justru semakin

meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dampak yang bisa ditimbulkan dari Kejadian Luar

Biasa (KLB) rabies di Bali yaitu:

1. Dampak ekonomi khususnya sector pariwisata

Sebagai daerah pariwisata dunia yang sebagian besar masyarakatnya tergantung pada

sektor pariwisata. Karena kejadian Rabies ini juga menjadi perhatian dunia internasional.

Banyak negara yang sudah mulai memberi perhatian terhadap penanganan rabies di Bali.

Mereka merasa terancam terhadap kondisi ini. Hal ini juga dapat mempengaruhi kunjungan

wisatawan ke Bali karena mempertimbangkan faktor kesehatan warganya. Karena itu, Bali

dapat mengalami kerugian yang besar apabila terjadi wabah rabies. Industri pariwisata

umumnya sensitif terhadap masalah yang terjadi khususnya masalah kesehatan masyarakat.

Pada tahun 2004 saja, Bali kedatangan hampir 1,5 juta wisatawan asing. Menurut survey

Dinas Pariwisata Bali, wisatawan asing tersebut rata-rata tinggal selama 11 hari dengan

pengeluaran per wisatawan per hari sebesar Rp 550.000,00. Berarti pada tahun 2004,

jumlah uang yang masuk dari para wisatawan asing yang berlibur di Bali diperkirakan

sebesar Rp9.075 trilyun (Rp550.000,00 dikali 11 hari, dikali 1,5 juta orang). Itu artinya

dampak tidak langsung yang ditimbulkan cukup besar dimana akan dirasakan juga oleh

pelaku pariwisata dimana terdapat perhotelan, agen perjalanan wisata, transportasi,

restoran, objek wisata, kerajinan tangan atau cinderamata, dan pelaku bisnis. Walaupun

sampai saat ini belum dikeluarkan travel warning untuk kejadian rabies. Namun kita harus

bertindak sebelum kejadian rabies menjadi lebih besar lagi.     

Page 13: Makalah Rabies Fixxxxxx

2. Dampak Kondisi sosial budaya

Masyarakat yang suka memelihara anjing juga harus dibarengi dengan perawatannya.

Masalah justru timbul karena banyak anjing peliharaan yang sengaja diliarkan oleh

pemiliknya tanpa ada perawatan dan vaksinasi. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung

penyebaran rabies semakin cepat karena padatnya populasi anjing di Bali. Apalagi kalau

nantinya ada monyet di Sangeh atau Alas Kedaton terkena rabies maka keadaannya akan

semakin parah saja. Hal itu dapat menyebabkan kawasan wisata itu hanya tinggal nama

karena semua monyet harus dieliminasi dari tempat itu.

Upaya penanggulangan rabies Dinas Perternakan dan Dinas Kesehatan saling berkordinasi

dalam upaya menangani masalah ini. Eliminasi anjing terus dilakukan namun memang

masih kurang efektif terutama didaerah yang diketahui ada anjing positif rabies karena

masih saja ada perlawanan dari masyarakat disamping tidak semua anjing dapat

dieliminasi. Beberapa korban dengan riwayat gigitan anjing dan positif rabies juga sudah

ada meninggal sejak setahun lalu hingga kini. Pemberian vaksin anti rabies (VAR) pada

anjing masih terbatas dilakukan dengan berbagai alasan. Rabies sepertinya menjadi bom

waktu bagi masyarakat kita maka dukungan dan peran serta masyarakatlah yang diperlukan

dalam penanganan masalah ini.   Pengawasan terhadap binatang penular rabies masuk ke

Bali kini mulai diperketat. Namun demikian potensi masuknya hewan penular rabies dapat

saja terjadi. Disamping sudah ada anjing yang pembawa virus rabies berkeliaran di provinsi

ini. Anjing tersebut dapat saja sudah tertular namun belum menunjukan gejala rabies

sehingga dapat masuk ke Provinsi Bali dan menyebarkan virusnya. Permasalahannya

menjadi begitu kompleks karena upaya eliminasi yang masih terbatas, VAR pada anjing

juga tidak kontiniue dilakukan, banyak anjing yang tidak terdata dimasing-masing wilayah,

Banyaknya populasi anjing liar dan belum diterapkannya sistem yang komprehensif dalam

penanganan masalah ini. Oleh sebab itulah harus ada langkah-langkah yang serius dan

berkesinambungan dalam penanganan masalah ini.

4. Bagaimanakah strategi perawat /petugas kesehatan dalam menanggulangi kasus KLB

rabies tersebut ?

Bali merupakan salah satu wilayah yang dijadikan prioritas penanggulangan penyakit rabies

yang disebabkan oleh gigitan hewan penular terutama anjing, mengingat rabies di wilayah ini

tergolong parah. Dari segi pemerintah, Departemen Kesehatan (Depkes) telah bekerjasama

Page 14: Makalah Rabies Fixxxxxx

dengan World Health Organitation (WHO) sebelumnya dalam membantu pengendalian

rabies di bali dengan menyediakan Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk manusia, menyediakan

media penyuluhan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan melalui

pelatihan paramedis puskesmas dan klinik swasta, serta membantu kebutuhan vaksin

antirabies untuk hewan. Selain itu, Dinas Kesehatan juga telah menyediakan “Rabies

Center” agar masyarakat dengan mudah mendapatkan pertolongan apabila tergigit oleh

anjing rabies. Rabies Center sendiri merupakan Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk

Dinas Kesehatan setempat sebagai pusat informasi dan penanganan kasus gigitan hewan

penular rabies. Sedangkan dari segi perawat/petugas kesehatan strategi yang dapat dilakukan

dalam menanggulangi kasus KLB (Rabies) tersebut yaitu dengan memanfaatkan fasilitas

yang telah disediakan oleh pemerintah dalam hal meningkatkan pengetahuan masyarakat

yaitu dengan mengadakan penyuluhan. Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan bahaya dari penyakit rabies tersebut. Materi

penyuluhan tidak jauh dari seputar penyakit rabies, disini perawat akan menyambaikan

mengenai pengertian rabies, pentingnya anjing peliharaan tersebut divaksin, hingga cara

penanganan apabila tergigit oleh anjing yang rabies. Selain itu perawat /petugas kesehatan

juga dapat bekerjasama dengan kepala desa atau ketua RT diwilayah tersebut untuk mendata

berapa jumlah penduduk di kawasan tersebut yang memiliki anjing dan juga apakah anjing-

anjing mereka telah di vaksin, selain bekerja sama dengan kepala desa atau ketua RT

perawat/petugas kesehatan juga bias bekerjasama dengan yayasan penampungan anjing liar

guna memilah-milah anjing-anjing liar mana saja yang rabies dan tidak rabies.

5. Apakah peran perawat dalam pencegahan terjadinya kasus rabies khususnya di

masyarakat?

Peran perawat dalam mengatasi kasus rabies di masyarakat :

a. Care giver

Dalam peran ini perawat memberikan bantuan secara langsung pada masyarakat yang

mengalami gigitan anjing, atau masalah yang terkait dengan rabies.

b. Edukator

Dalam peran ini perawat perlu melakukan penyuluhan berupa pemberian pendidikan

kesehatan kepada masyarakat setempat mengenai penyakit rabies, dan bagaimana cara

menangani jika mengalami gigitan anjing. Dalam memberikan pendidikan kesehatan

Page 15: Makalah Rabies Fixxxxxx

perawat harus memberikan saran kepada masyarakat yang mempunyai anjing untuk

memberikan vaksin rabies secara rutin dan berkala agar terhindar dari penyakit rabies,

selain diwajibkan untuk memberikan vaksin rabies kepada anjing, masyarakat juga harus

menjaga anjing peliharaannya agar tidak liar, bila perlu masyarakat bisa mengikat

anjingnya dirumah supaya tidak liar, yang dapat berisiko tinggi menularkan rabies.

c. Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi masyarakat dalam mengatasi masalah – masalah terkait

dengan rabies, seperti masyarakat meminta saran atau nasehat kepada perawat tentang

bagaimana cara menangani penyakit rabies, selain memberikan saran, masyarakat juga

dapat berkonsultasi kepada perawat, maka perawat juga dapat memberikan saran-saran

yang baik kepada masyarakat mengenai masalah tersebut.

d. Kolaborasi

Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan instansi lain serta profesi lain terkait

pencegahan utama yakni pemberian vaksin bagi hewan peliharaan yang dapat menjadi

penyebar virus rabies itu sendiri.

e. Advokat

Peran ini dilakukan perawat untuk membantu masyarakat dalam menginterprestasikan

berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam

pengambilan persetujua atas pelayanan yang diberikan. Peran perawat sebagai advokat

juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan yang lebih baik, seperti berhak untuk mendapatkan vaksin

rabies.

6. Jelaskan hewan selain anjing yang bisa menjadi agent/pengantar rabies?

Hewan berdarah panas rentan terhadap virus rabies, kebanyakan adalah hewan menyusui

(Resang, 1988). Selain hewan berdarah panas, manusia juga rentan terhadap virus rabies.

Secara umum, penyebaran virus di luar negeri adalah serigala, rubah, kelelawar pemakan

serangga dan buah serta vampire (Resang 1986).

Di Indonesia hewan rentan terhadap rabies yang pernah dilaporkan adalah kerbau, kuda,

kucing, leopard, musang, meong congkok, sapi dan kambing. Hewan tersebut adalah hewan

peliharaan kecuali musang. Kelelawar dan tikus liar dapat diinfeksi virus secara buatan di

laboratorium dan kasus pada tikus liar pernah ditemukan di Bukittinggi 1991. Statistik

Page 16: Makalah Rabies Fixxxxxx

menunjukkan bahwa penyebar rabies yang utama adalah anjing (92%), kucing (6%) dan kera

(3%).

7. Apabila dilihat dari sudut pandang kesehatan pariwisata, risiko gigitan bisa terjadi

pada pelaku wisata (wisatawan, pemandu wisata, dan masyarakat pada daerah yang

dikunjungi). Bagaimanakah upaya perawat untuk mencegahnya ?

Dalam pencegahan penularan rabies kepada pelaku wisata, upaya perawat lebih banyak ke

pemberian pendidikan kesehatan serta berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait seperti dinas

kesehatan, dinas pariwisata dan dinas peternakan.

Berikut upaya-upaya yang dapat di lakukan oleh perawat dalam mencegah penularan rabies

pada pelaku wisata :

1) Perawat dapat melakukan pemberian pendidikan kesehatan dan himbauan terhadap

pelaku wisata atau agen wisata untuk melakukan vaksinasi sebelum ke daerah wisata

yang berisiko tinggi terhadap penularan rabies. Vaksin atau imunisasi yang di lakukan

adalah Pre Exposure Prophylaxis Immunization yaitu vaksin rabies yang diberikan,

sebelum orang tersebut kontak dengan virus rabies. Pemberian VAR ini bertujuan

untuk melindungi seseorang dengan resiko tinggi terhadap kontak yang tidak diketahui

dengan virus rabies, mengurangi dosis yang diperlukan jika terjadi kontak dengan virus

rabies dan melindungi seseorang apabila terjadi keterlambatan pemberian vaksinasi

setelah kontak. WHO merekomendasikan VAR diberikan sebanyak tiga kali dengan

dosis yang penuh (0,5 ml PVRV atau 1,0 ml HDCV/PCEC ) pada hari ke-0, ke-7 dan

ke-21 atau ke- 28. Pemberian secara intramuskular di daerah deltoid pada orang dewasa

dan anterolateral paha pada anak-anak. Di beberapa negara dimana biaya menjadi

masalah utama dan pemberian dilakukan secara massal dalam waktu yang bersamaan,

dosis VAR yang diberikan adalah 0,1 ml secara intradermal.5,8 Sedangkan untuk di

Indonesia pedoman VAR adalah : dua kali vaksinasi dasar dengan dosis 0,5 ml(PVRV)

intramuskular pada hari ke-0 dan ke-28, kemudian VAR ulangan 1 tahun setelah

pemberian pertama dan ulangan selanjutnya tiap 3 tahun

2) Berikan para agen wisata maupun penduduk yang bermukim di daerah pariwisata

pendidikan kesehatan mengenai hewan apa saja yang sebagai vector penularan rabies,

tanda gejala hewan yang terinfeksi rabies serta penanganan pertama yang tepat pada

luka gigitan dengan tujuan menekan infeksi sebelum di rujuk ke pusat pelayanan

Page 17: Makalah Rabies Fixxxxxx

kesehatan terdekat. Vektor penularan rabies yang sering di temukan di lingkungan

sekitar kita ialah Anjing, Kucing dan Kera serta Kelelawar. Selain itu penduduk yang

bermukim di tempat wisata dimana penduduk tersebut memiliki hewan peliharaan

seperti anjing atau kucing, perawat dapat menghimbau mereka untuk merawat dengan

benar hewan peliharaannya. Himbau untuk tidak meliarkan hewan peliharaan mereka

terutama anjing serta rutin untuk melakukan vaksinasi anti rabies pada hewan

peliharaan mereka. Upaya perawat ini juga dapat berkolaborasi dengan dinas kesehatan

maupun dinas peternakan untuk pemberian vaksin kepada hewan-hewan vector rabies

seperti anjing dan kucing pada daerah-daerah wisata.

Selanjutnya upaya perawat berikutnya yakni mejelaskan ciri-ciri hewan yang terinfeksi

rabies. Gejala dan tanda rabies pada hewan ada 2 (dua) tipe yaitu :

1. Tipe ganas

Stadium prodromal (2-3 hari), eksitasi dan paralise dengan rincian : malaise, tidak mau

makan, agak jinak , demam sub febris, dan refleks kornea menurun. 

Stadium eksitasi ( 3 – 7 hari ), gejala : reaktif dengan menyerang, dan menggigit benda

bergerak, pica (memakan berbagai benda termasuk tinjanya sendiri), lupa pulang,

strabismus,dan ejakulasi spontan.

Stadium paralisis, gejala : ekor jatuh, mandibula jatuh, lidah keluar, saliva (ludah)

berhamburan, kaki belakang terseret. Pada stadium ini sangat singkat dan biasanya

dikuti dengan kematian hewan tersebut.

2. Tipe Jinak (dumb), umumnya stadium ini muncul setelah stadium paralisis, anjing ini

terlihat diam, berpenampilan tenang namun akan ganas kalau didekati.

Jika para pelaku wisata tergigit baik yang terinfeksi maupun tidak segera lakukan tindakan

penangnan awal yang tepat, dimana tindakan tersebut meliputi :

1. Cucilah gigitan hewan (anjing) dengan sabun / detergent di bawah air mengalir selama

10 – 15 menit 

2. Beri obat antiseptik pada luka gigitan (obat merah, alkohol 70 % dll) 

3. Hubungi rabies center untuk pertolongan selanjutnya (Media center ; Dinas Peternakan

Provinsi Bali).

Page 18: Makalah Rabies Fixxxxxx

3) Upaya perawat selanjutnya yaitu melakukan kolaborasi terhadap dinas peternakan dan

kesehatan untuk mendirikan rabies center yang mudah di jangkau oleh masyarkat maupun

pelaku wisata di tempat-tempat wisata. Rabies center berperan sebagai pusat informasi

mengenai rabies, serta tempat di lakukannya tindakan pertolongan kasus gigitan rabies.

Dengan upaya-upaya tersebut di harapkan, para pelaku wisata tidak takut lagi untuk melakukan

perjalanan wisata ke daerah – daerah endemis rabies dalam hal ini Bali. Pemberian informasi

dan himbauan di harapkan akan dapat menurunkan asa takut dan enggan melakukan kunjungan

para wisatawan ke daerah dengan kasus rabies yang masih tinggi.

Page 19: Makalah Rabies Fixxxxxx

Daftar Pustaka

Rabies Mengancam Pariwisata di Bali http://persakmi.or.id/headlines/rabies-mengancam-

pariwisata/ (diakses Minggu, 01 November 2015)

www.depkes.go.id/articel/print/411/tahun-2012-bali-bebas-rabies.html diakses pada tanggal 30

Oktober 2015

Ressang, AA. 1986. Penyakit Viral pada Hewan Universitas Indonesia. Jakarta

DEPKES R.I. Dirjen PPM & PPL. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan

Hewan Tersangka/Rabies di Indonesia; 2007.

Rupprecht CE, Gibbons RV. Prophylaxis against Rabies. N ENGL J MED.2004.351(25):2626-

35.

Current WHO Guide for Rabies Pre and Post-exposure prophylaxis in Humans, 2009.

http://www.who.int/rabies/ PEProphylaxisguideline.pdf. Tanpa Tahun.

Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan

Tersangka Rabies di Indonesia. 4th ed. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral

PPM & PL. Jakarta . 2000.

Jackson AV, Warrel MJ, Rupprecth VE. Management of Rabies in Human. Clin Infect Dis

2003. Jackson AC, Johannsen EC. Rabies and other Rhabdovirus infection: Harrison’s

Principles of internal medical, 17th ed, Vol. 1.Mc Graw-Hill, New York, 2008.

Jawetz E., Melnick JL, Adelberg EA.. Medical Microbiology, 25th ed.. Mc Graw Hill, New

York, 2010.