penyakit neuromuskular dan neuropati

24
PENYAKIT NEUROMUSKULAR DAN NEUROPATI Carpal Tunnel Syndrome Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat penekanan nervus medianus lainnya adalah di daerah siku. Ini menyebabkan sindrom pronator, yaitu pada gerak pronasi lengan bawah secara maksimal akan menimbulkan rasa nyeri. Etiologi Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab, yaitu: a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal tertentu seperti diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada kehamilan. b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi umum c. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinovium d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat meningkatkan tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS e. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti tendon f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan tangan g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat yang menimbulkan getaran h. Faktor keturunan Gejala Klinis Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah berat dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus. 2,3 Pada beberapa penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur. Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi (carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati. Patogenesis Adanya disproporsi antara volume CT dengan isinya, yaitu bertambahnya volume dari isi carpal Tunnel atau berkurangnya volume dari CT tersebut. Dengan adanya Disproporsi akan terjadi penekanan pd vasa vasorum dari N. Medianus serta ischemic sehingga akan menekan syaraf pada pembedahan akan tampak syaraf yang pipih seperti pita. Bertambahnya volume CT, karena: Penebalan / fibrosis dari Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering. Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif Udema di dalam CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf, karena faktor:

Upload: linnizz

Post on 11-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

neuropati

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

PENYAKIT NEUROMUSKULAR DAN NEUROPATICarpal Tunnel Syndrome Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat penekanan nervus medianus lainnya adalah di daerah siku. Ini menyebabkan sindrom pronator, yaitu pada gerak pronasi lengan bawah secara maksimal akan menimbulkan rasa nyeri.EtiologiSebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab, yaitu:

a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal tertentu seperti diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada kehamilan.

b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi umumc. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinoviumd. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat meningkatkan tekanan pada nervus

medianus dan menyebabkan CTSe. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti tendonf. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan tangang. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang pergelangan tangan atau

jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat yang menimbulkan getaranh. Faktor keturunan

Gejala KlinisCarpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah berat dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus.2,3 Pada beberapa penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur.Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi (carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati.

PatogenesisAdanya disproporsi antara volume CT dengan isinya, yaitu bertambahnya volume dari isi carpal Tunnel atau

berkurangnya volume dari CT tersebut. Dengan adanya Disproporsi akan terjadi penekanan pd vasa vasorum dari N. Medianus serta ischemic sehingga akan menekan syaraf pada pembedahan akan tampak syaraf yang pipih seperti pita. Bertambahnya volume CT, karena:

Penebalan / fibrosis dari Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering. Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif

Udema di dalam CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf, karena faktor:a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT. misalnya: Menstruasi, kehamilan, menopouse,

diabetes mellitus, disini miksudema pada hipotiroidisme.b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya: Ganglion, neuroma, lipoma, kista sinovitis,

hematoma, deposit Calsium, amiloidosis, Chondrocalsinosis.d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan tangan secara berlebihan pada

keadaan Hiperekstensi pada pergelangan tangan, sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan posisi netral.

e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan tulang baru yang berlebihan pada Colles fractureTerjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang patah atau ujung ligamentum menekan n. medianus.

f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan

“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.

h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.

Page 2: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh

Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut

Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.

Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal

Stadium pada kelainan syaraf: Stadium I:

Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan meningkatkan tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan konstriksi pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang menyebabkan timbulnya gangguan nutrisi serta akan terjadi hipereksitabilitas serabut saraf.

Stadium IIAdanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh karena akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan metabolisme serta nutrisi aksonal. Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir dari kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.

Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan berkurang nya aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada penderita CTS tekanan pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut berlangsung selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini terus terjadi pada endotel kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk kedalam jaringan sehingga oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan terjadi.

Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak eksudat dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus perineurium. Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena kelenturan.

Diagnosa Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan fisik Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah 4 :

a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat

dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.

Page 3: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya

jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.

b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

4. Pemeriksaan laboratorium. Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

Terapi / PenatalaksanaanNonoperasi

1. Splint (Bidai Immobilisasi)Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa dengan mengurangi fleksi

pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Bidai biasanya digunakan pada pasien dengangelaja yang ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 1 tahun.

2. Peregangan (Stretching)Beragam gerakan peregangan dapat membantu pencegahan terhadap CTS, namun banyak orang yang

tidak tahu akan kegunaan peregangan otot – otot pergelangan tangan dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang CTS, berikut ini adalah gerakan peregangan yang bisa dilakukan:

Gerakan 1, Gerakan Mengepal dan MembukaKepalkan tangan dengan kencang selama 3 – 5 detik, lalu lepaskan dan ratakan seluruh jari – jari tangan.

Ditahan selama 3 – 5 detik juga. Ulangi gerakan ini sebanyak 5 kali di tiap tangan.

Gerakan 2 : PereganganGerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang disebabkan oleh pergerakan tangan

repetitif dalam periode tertentu. Dengan menggunakan salah satu tangan, jari – jari di tangan lain di lebarkan sebisa mungkin tanpa menimbulkan rasa nyeri. Hasil dari peregangan dapat dirasakan pada telapak tangan dan pergelangan tangan. Tahan posisi peregangan ini selama 3 – 5 detik lalu lepaskan. Lakukan gerakan ini sebanyak 5x di tiap tangan yang telah dilakukan gerak mengepal dan meregang.

Page 4: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

3. Injeksi Kortikosteroid LokalInjeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara temporer dalam waktu yang

singkat. Metilprednisolon atau hidrokortison bisa disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Pada kebanyakan pasien, pembedahan merupakan satu –satunya pengobatan yang bisa memberikan penyembuhan permanen.

4. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan nyeri. Pada

umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.

5. Fisioterapi dan Terapi OkupasiProsedur fisioterapi ini harus dilakukan secaraspesifik terhadap pola nyeri/gejala dan disfungsi yang ditemukan. Terapi okupasi memberikan penyaranan ergonomik untuk mencegah gejala yang semakin parah. Terapi

okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui terapi adaptif tradisional. Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot – otot lengan dan tangan dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. Medianus.

Pemijatan merupakan salah satu metode terapi yang sering digunakan untuk mengobati gejala CTS. Perengangan dan pelepasan myofascial dapat menghilangkan rasa nyeri, mati rasa, kesemutan dan nyeri terbakar dalam beberapa menit.Operasi Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan. Jika gejala menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari operasi CTS adalah membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada saat TCL dipotong, maka tekanan nervus di bawahnya akan berkurang.

Prognosis Prognosis untuk carpal tunnel syndrome sangat baik. Kasus ringan dapat merespon perawatan nonsurgical, seperti bracing dan injeksi steroid. Kasus lanjut dapat diobati secara efektif dengan operasi.

Tarsal Tunnel SyndromeTarsal tunnel syndrome merupakan sebuah keadaan yang disebabkan karena adanya kompresi pada nervus tibialis atau yang berhubungan dengan percabangannya yang melewati bagian bawah dari flexor retinaculum pada pergelangan kaki atau di bagian distalnya.Etiologi

Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya tarsal tunnel neuropathy. Soft-tissue masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf tibialis posterior. Contoh termasuuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada tarsal canal, nerve sheath dan nerve tumor, dan vena varicose. Tulang yang menonjol dan exostoses dapat pula menimbulkan gangguan. Sebuah penelitian dari Daniel dan teman-temannya menunjukkan adanya deformitas dari valgus pada rearfoot yang menghasilkan neuropathy dengan menigkatnya tensile load pada saraf tibial.Manifestasi KlinisGejala Ketika terjadi kompresi saraf, menyebabkan nyeri pergelangan kaki dan sensasi terbakar, mati rasa dan

kesemutan pada telapak kaki.Gejala biasanya unilateral. Gejala mungkin lebih buruk di malam hari. Rasa sakit cenderung diperburuk oleh berdiri atau berjalan lama, biasanya memburuk sebagai hari berlangsung

dan biasanya dapat hilang dengan istirahat, elevasi atau pijat. Nyeri dapat menyebar sepanjang telapak kaki, kadang-kadang sampai ke betis. Nyeri dapat diperburuk ketika pergelangan kaki ditempatkan di dorsofleksi ekstrim.

Tanda Pemeriksaan dapat mengungkapkan tanda Tinel (memancar nyeri berikut perkusi saraf di belakang maleolus

medial) atas saraf tibialis di pergelangan kaki. Panduan kompresi untuk 30 detik juga dapat mereproduksi gejala. Pemeriksaan dapat mengungkapkan atrofi otot intrinsik dalam aspek medial kaki dan gangguan sensorik atas satu-

satunya. Dua titik diskriminasi pengujian sensorik dapat menunjukkan yang cabang saraf plantar dikompresi.

Patofisiologi

Page 5: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Sindrom tarsal tunnel adalah kompresi neuropathy dari nervus tibial pada tarsal canal. Tarsal canal terdiri dari flexor retinaculum, dimana berada posterior dan distal dari maleolus medial. Gejala dari kompresi dan tension neuropathy adalah mirip; akan tetapi, perbedaan dari kondisi ini tidaklah semudah dengan mengidentifikasi gejalanya saja. Pada akhir-akhir ini, kompresi dan tension neuropathy merupakan gejala yang terdapat bersama-sama. Fenomena double-crush yang dipublikasikan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Dengan hipotesanya adalah: kerusakan lokal pada saraf pada satu sisi sepanjang saraf tersebut dapat cukup merusak dari seluruh fungsi dari sel saraf (axonal flow), dimana sel saraf menjadi lebih mudah terkena trauma kompresi pada bagian distal. Jaringan saraf mempunyai tanggung jawab dalam menyalurkan sinyal afferent dan efferent sepanjang saraf tersebut dan mereka juga mempunyai tanggung jawab dalam penyaluran nutrisi,dimana secara esensial untuk optimalnya fungsi. Pergerakan dari nutrisi intraselular melewati beberapa tipe dari sitoplasma pada sel saraf yang dinamakan axoplasma (sitoplasma dari Akson). Axoplasma bergerak bebas sepanjang dari keseluruhan panjangnya saraf. Jika aliran dari axoplasma (axoplasmic flow) terhalangi, maka jaringan saraf di bagian distal mengalami penurunan dari nutrisi dan mudah mengalami injury sebagai akibat dari penekanan tersebut.

Upton dan McComas menemukan (75%) dari pasien-pasien yang mengalami lesi saraf perifer, kenyataannya didapatkan adanya lesi sekunder. Penulis menyetujui bahwa dengan adanya lesi-lesi tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala pada pasien. Lesi-lesi tersebut telah dipelajari pada beberapa kasus yang sama sebagai kerusakan dari flexus brachialis dengan meningkatnya insiden dari carpal tunnel neuropathy. Contoh yang dapat disamakan sebagai double crush phenomenon yang terjadi pada kaki sebagai akibat kompresi dari cabang nervus S1, yang dihubungkan dengan compression neuropathy pada kanal tarsal.

Pemeriksaan FisikPasien-pasien umumnya dengan gejala yang tidak jelas pada nyeri kaki, dimana terkadang dihubungkan dengan

plantar fasitis. Adanya nyeri, parestesia, dan rasa tebal merupakan gejala yang tidak jelas. Pada beberapa kasus, adanya atropi pada otot intrinsik kaki dapat ditemukan, meskipun secara klinik sulit untuk dapat dipastikan. Eversion dan dorsofleksi dapat menimbulkan gejala yang bertambah berat.

Tanda Tinel (nyeri yang menyebar dan parestesi sepanjang perjalanan dari saraf) dapat timbul pada bagian posterior dari maleolus medial. Gejala-gejala tersebut umumnya akan berkurang saat beristirahat, meskipun tidak semua gejala tersebut hilang seluruhnya. (Perkusi dari saraf bagian distal dengan manifestasi berupa parestesia dikenal sebagai tanda Tinel. Hal ini jangan sampai dibingungkan dengan tanda dari Phalen, yaitu kompresi saraf selama 30 detik, dengan timbulnya kembali gejala-gejala tersebut).

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penurunan sensitivitas akan tekanan ringan, tusukan dengan peniti, dan suhu pada pasien-pasien dengan distal symmetric sensorimotor neuropathy. Pemeriksaan dengan radiografi pada pasien-pasien dengan gangguan pada anggota geraknya menunjukkan adanya pengurangan dari densitas tulang, penipisan pada phalang, atau adanya bukti akan neuropathy (contoh: Charcot disease) pada long-standing neuropathies. Sebagai tambahan adanya perubahan-perubahan pada anggota tubuh seperti pes cavus, rambut rontok, dan ulkus. Penemuan-penemuan tersebut sangat berhubungan dengan diabetes, amyloid neurophaty, leprosy, atau hereditary motor sensory neurophaty (HMSN) disertai dengan gangguan sensorik. Menipisnya jaringan perineural ditemukan juga pada kasus-kasus leprosy dan amyloid neuropathy.

PROSEDUR PEMERIKSAANPemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan Electromyography (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) dapatlah berguna untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk memastikan adanya neuropathy. Sebagai tambahan, dapat membedakan dari tipe-tipe dari jaringan saraf (sensorik, motorik atau keduanya) dan patofisiologi (aksonal vs demyelinating dan simetrik vs asimetrik) dari pemeriksaan EMG dan/atau NCV. Psikiater atau neurolog yang telah cukup berpengalaman dalam pemeriksaan ekstremitas dengan menggunakan pemeriksaan EMG dan NCV akan lebih mendapatkan hasil yang baik pada pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian distal sampai ke otot dari abductor hallucis atau abductor digiti quinti. Pemeriksaan ini juga dapat disertai dengan adanya penurunan amplitude dari fungsi motorik atau hilangnya respons dari otot-otot yang diperiksa. Awalnya pada pemeriksaan sensibilitas bagian medial dan/atau lateral plantar di mana aksi potensial akan terpengaruhi dengan pemanjangan dari masa laten, lambatnya velocity, dan penurunan amplitude. Aksi potensial dari sensorik dapat tidak terdeteksi pada beberapa kasus yang lebih berat seperti tarsal tunnel syndrome, pemeriksaan dengan jarum (needle) pada otot abductor hallucis dan/atau abductor digiiti quinti dapat menunjukkan adanya denervation dan perubahan-perubahan aktif dan/atau kronis. Untuk memastikan hasil penemuan-penemuan tersebut bukanlah suatu lesi pada cabang dari S1, otot dari tibialis posterior ke bawah dari tarsal tunnel (posterior tibialis) atau otot-otot lainnya dari bagian otot dari tibialis posterior

Page 6: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

(extensor digitorum brevis) harus dilakukan pemeriksaan pembandingnya. Otot-otot dari lumbosacral paraspinal haruslah sensitif terhadap pemeriksaan EMG dan NCV.

Pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motorik:Terminal latensi dari otot abductor digiti quinti (saraf lateral plantar) yang lebih dari 7 ms adalah abnormal.

Terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) lebih dari 6,2 ms adalah abnormal. Adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan.

Pemeriksaan Imaging- Magnetic resonance imaging (MRI) dan ultrasonography dapat cukup membantu yang berhubungan dengan

kasus soft-tissue masses dan space-occupying lesion lainnya pada tarsal tunnel. Sebagai tambahan, MRI berguna dalam menilai suatu flexor tenosynovitis dan unossified subtalar joint coalitions.

- Plain radiography juga berguna untuk mengevaluasi pasien-pasien dengan dasar kelainan struktur dari kaki, fraktur, bony masses, osteophytes, dan subtalar joint coalition.

TerapiTerapi Medik

Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan memberikan suntikan lokal steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari tarsal tunnel neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana dapat mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi harus diberikan secara bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan tersebut. Physical therapy juga berguna dalam mengurangi local soft-tissue edema, karena dapat menimbulkan tekanan pada kompartemen tersebut.

Juga pada pasien dengan gejala kontraktur pada otot gastrocnemius dari triceps surae, stretching exercises berguna untuk meningktakan fleksibilitas dari gastrocnemius. Pada beberapa kasus tertentu dimana pasien dengan tipe kaki pes planovalgus, diperlukan suatu desain kaki orthosis untuk mengurangi ketegangan dari nervus tibialis dengan mengurangi beban pada medial column. Hal ini terbukti dengan memberikan medial longitudinal posting dengan orthosis pada kedua hindfoot dan forefoot. Penggunaan night splints pada kaki dengan plantar valgus foot. Penggunaan dalam jangka panjang akan meningkatkan efektivitas, dimana hal ini terbukti pada penelitian-penelitian saat ini, tetapi hal ini sering kali hanya digunakan pada clinical practice.

Terapi operasiKetika konservatif terapi dinyatakan gagal dalam mengurangi gejala-gejala pada pasien, maka intervensi operasi dapatlah diperhitungkan. Space-occupaying masses harusnya dihilangkan. Beberapa didapatkan adanya neurilemoma pada saraf tibial, dimana hal ini juga harus dihilangkan. Pengetahuan yang cukup akan anatomi haruslah dibutuhkan sebelum dilakukan tindakan pembebasan tersebut yang nantinya akan mempunyai efek terhadap saraf tersebut. External neurolysis pada saraf dapatlah dibutuhkan jika tindakan operasi eksplorasi didapatkan adanya pelekatan atau adanya jaringan parut yang dapat menyebabkan mengenai jaringan saraf. Terlebih lagi apabila jaringan parut atau entrapment encapsulates mengenai dari jaringan saraf, maka tindakan external neurolysis dengan membebaskan dari epineurium dapatlah dipertimbangkan.

Prognosis. Terapi bedah meningkatkan atau menyelesaikan gejala sindrom terowongan tarsal di 85% sampai 90% kasus.

Peroneal PalsyPeroneal palsy adalah kelainan yang ditandai dengan penurunan fungsi sensorik dan motorik pada tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus peroneal. Nama lain dari penyakit ini adalah peroneal neuropati dan peroneal nerve injury. Insidensi Peroneal palsy jarang terjadi pada anak-anak. Etiologi

Peroneal nerve palsy paling sering diakibatkan oleh duduk bersilang kaki yang mana menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan condylus femur externa serta patella pada tungkai yang berlawanan. Kondisi ini lebih sering terjadi pada mereka dengan penurunan berat badan yang sangat atau pada masa konvalesen dari suatu penyakit atau tindakan operasi. Hilangnya lemak (fat) yang sangat akan mengurangi proteksi terhadap saraf tersebut, sedangkan penurunan berat badan memungkinkan pasen merasa enak (comfortable) dengan duduk bersilang kaki. Kebiasaan duduk bersilang kaki dapat menimbulkan dimple sign yang terdiri dari daerah pressure atropi berbentuk oval yang mengenai jaringan sampai ke saraf peroneal di caput fibula. Selain itu beberapa pekerjaan yang memerlukan berjongkok atau bersujud, seperti bertani, penambang akan meningkatkan tekanan pada saraf terhadap collum fibula sehingga menyebabkan terjadinya occupational peroneal palsy juga gangguan fungsi saraf peroneal dapat terjadi setalah mengalami keseleo atau terkilir pada pergelangan kaki. Mekanisme lain yang diketahui sebagai penyebab peroneal

Page 7: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

nerve palsy adalah trauma langsung, dislokasi lutut, fraktur tibia dan fibula, myxedema pretibial, intoksikasi ergot dan malposisi diatas meja operasi. Lokalisasi lesi sebagian besar ditemukan pada collum fibula tempat saraf tersebut bercabang menjadi N.Peroneal superficial dan profunda. Pada daerah ini tampaknya saraf tersebut paling mudah mengalami kompresi atau stretching.

PatofisiologiN.Peroneus tersusun oleh serabut-serabut fasikel dan dipisahkan oleh jaringan ikat, ruang interfasikular dan

jaringan ikat yang elastis, keadaan ini memberikan bantalan sebagai proteksi terhadap tekanan. Serabut-serabut saraf yang terletak superfisial terahdap tekanan. Serabut-serabut saraf yang terletak superfisial agaknya melindungi serabut-serabut saraf yang letaknya lebihdalam. Di lain pihak jika tenaga mekanik externa terjadi secara tangensial atau jika ada cedera terbatas yang disebabkan oleh pergerakan saraf tubuh terhadap permukaan tulang yang keras, beberapa fasikel dapat terkena, sedangkan lainnya selamat. Saraf-saraf yang mempersarafi otot adalah lebih rentan dari pada saraf kulit terhadap efek kompresi. Perbedaan ini mungkin karena adanya perbedaan sifat biokimiawi dan komposisi serabut yang terdapat di antara otot dan saraf kulit. Kepentingan komposisi serabut saraf dikatakan bahwa serabut-serabut tebal yang bermyelin kurang tahan terhadap tekanan daripada serabut yang tipis dan serabut bermyelin lebih mudah rusak dari pada serabut saraf yang tidak bermyelin dan 75% serabut saraf kulit adalah tidak bermyelin. Perbedaan dalam komposisi dan kerentanan terhadap tekanan dapat menpengaruhi efek tekanan secara keseluruhan pada saraf otot dan saraf kulit.- Meningkatnya kerentanan saraf terhadap cedera tekanan

Sekali saraf tepi itu rusak oleh karena penyakit, maka saraf tersebut menjadi lebih sensitif terhadap efek tekanan. Jadi pada pasen yang menderita malnutrisi, alkoholisme, diabetes, gagal ginjal, atau Guillain-Barre Syndrome sering terjadi komplikasi pressure neuropathy. Kelainan tersebut biasanya tampak pada saraf yang lazim berpeluang terkena tekanan. Penyebab meningkatnya kerentanan tetap tidak diketahui. Disamping itu faktor genetik juga berperan sebagai predisposisi timbulnya pressure neuropati.

Manifestasi KlinisPasien dengan peroneal palsy sering mengalami drop foot (tidak mampu melakukan gerakan dorsofleksi). Kram

pada malam hari dapat terjadi di anterior tungkai bawah (jika kompresi yang kronis). Jika kompresi akut, gejala cenderung lebih maksimal di awal. Nyeri bisa terjadi di lokasi kompresi. Gangguan sensorik (misalnya, kesemutan, mati rasa) di lateral tungkai bawah dan kaki dapat dicatat.. Untuk gejala klinis pastinya dapat dibedakan menurut lesinya antara lain:1. Lesi pada kaput fibula

Sebagian besar kelumpuhan saraf peroneus terjadii pada daerah kaput fibula, dimana saraf tersebut terletak superfisial dan rentan terhadap cedera

Cabang profunda lebih sering terkena dari pada saraf yang lain Jika ke 2 cabang terkena (superfisial dan profuna) menimbulkan parese/paralise jari kaki, dorso fleksi kaki dan jari

kaki, serta bagian lateral distal dari tungkai bawah Jika hanya cabang profunda yang terkena, menimbulkan deep peroneal nerve syndrome

2. Anterior tibial (deep peroneal) nerve syndrome Saraf ini bisa terkena cedera pada kaput fibula atau lebih distal Kelainan ini menimbulkan parese/paralise jari kaki dan dorsofleksi kaki Gangguan sensoris terbatas pada kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1 dan 2 Saraf ini dapat juga tertekan pada pergelangan kaki, sehingga menyebabkan anterior tarsal tunnel syndrome

yang menimbulkan gejala parese danatropi pada M.extensor digitorum brevis. Sedangkan gangguan sensoris bisa terdapat atau tidak pada kulit di sela jari-jari antara kaki 1 dan 2.

3. Superficial peroneal nerve syndrome Lesi bisa pada kaput fibula atau lebih distal Menimbulkan parese dan atropi pada M.Peronei dan gangguan eversi kaki Gangguan sensoris pada kulit bagian lateral distal tungkai bawah dan dorsum kaki, sedangkan kulit di sela jari-jari

antara jari kaki 1 dan 2 masih baik.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan dengan foto polos pada lutut dan pergelangan kaki harus diperoleh untuk mengevaluasi adanya fraktur, lesi massa, atau arthritis jika ada riwayat yang menunjukkan salah satu etiologi tersebut. Selain itu, MRI Lumbal dapat memberikan bukti radikulopati L5 jika radiografi negatif. MRI pada lutut dan pergelangan kaki dapat lebih menjelaskan lesi tulang atau menunjukkan ganglia intraneural.

Page 8: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Pada pemeriksaan elektromiografi (EMG) terlihat adanya perubahan amplitudo yang menunjukkan blok konduksi dan kegagalan kkonduksi saraf, kecepatan hantaran menurun, latensi distal meningkat dan memperlihatkan tanda-tanda denervasi.

Tatalaksana Konservatif yaitu dengan mengistirahatkan kaki dan menghindari faktor-faktor kompresi seperti menyilangkan kaki. Tindakan bedah diperlukan jika terdapat lesi akibat terdapat suatu masa yang mengkrompresi saraf, membebaskan

saraf yang tertambat atau terjepit, dan jika terjadi trauma terbuka dan tumpul yang berat dan mengkompresi saraf.

PrognosisDekompresi saraf peroneal komunis adalah prosedur yang berguna untuk memperbaiki sensasi dan kekuatan

serta mengurangi nyeri. Sebuah studi retrospektif mengevaluasi faktor prognostik elektrodiagnostik setelah cedera saraf peroneal pada 39 sunjek penelitian. Hasil ini dikaitkan dengan potensial aksi respon otot ekstensor digitorum brevis dan tibialis anterior: 81% subyek dengan respon tibialis anterior dan 94% dengan ekstensor digitorum brevis memiliki respon yang baik (setidaknya 4 dari 5 pergelangan kekuatan dorsofleksi) dibandingkan dengan mereka yang tidak berespon baik. Selain itu, semua pasien dengan kompresi nontraumatik memiliki hasil yang baik.

Guillain Barre Syndrome Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.

EtiologiKelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya myelin, material yang membungkus

saraf. Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP).Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun.

Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan , Mycobacterium Tuberculosa.; vaksinasi seperti BCG, tetanus, varicella, dan hepatitis B ; penyakit sistemik seperti kanker, lymphoma, penyakit kolagen dan sarcoidosis ; kehamilan terutama pada trimester ketiga ; pembedahan dan anestesi epidural. Infeksi virus ini biasanya terjadi 2 – 4 minggu sebelum timbul GBS .PatofisiologiInfeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.

Gejala klinisGBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan

diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot

Page 9: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Anak anak biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia.

Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi. terutama pada anak anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis. Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy. Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis. Refleks

tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.

Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti

kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3 pada kultur LCs tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri.

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.

Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS. Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit. Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) Gejala utama 1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai ataxia2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat generalGejala tambahan 1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu2. Biasanya simetris3. Adanya gejala sensoris yang ringan4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral5. Disfungsi saraf otonom6. Tidak disertai demam7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4Pemeriksaan LCS1. Peningkatan protein2. Sel MN < 10 /ul

Page 10: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Pemeriksaan elektrodiagnostik1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls sarafGejala yang menyingkirkan diagnosis1. Kelemahan yang sifatnya asimetri2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul4. Gejala sensoris yang nyata

Diagnosis banding GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat seperti myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan disertai demam.GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan thallium, arsen, dan plumbum Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia gravis juga harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot otot extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi ophtalmoplegia.

Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan peningkatan sedangkan LCS normal.

Penatalaksanaan Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda tanda vital.

Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan .

Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa steroid. 1) Namun ada pihak yang

mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.

Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE.

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IV Ig ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg.

Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya trombosis.

PrognosisPasien Guillain Barre syndrome dapat tetap di rumah sakit selama beberapa bulan dan pemulihan dapat memakan waktu selama satu tahun atau lebih. Kebanyakan pasien dengan GBS sembuh sepenuhnya, tetapi beberapa memiliki kelemahan residual, mati rasa, dan nyeri sesekali. Sejumlah kecil pasien tidak dapat melanjutkan kegiatan normal sehari-hari mereka atau pekerjaan.GBS berakibat fatal pada kurang dari 5 % dari kasus. Mereka kematian biasanya terjadi akibat komplikasi kardiovaskular atau pernapasan. Kematian akibat kronis demielinasi inflamasi polyradicalneuropathy (CIDP) jarang terjadi.

Miastenia Gravis Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.

Page 11: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.

Etiologi Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologiklah yang berperanan.

Patofisiologi Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan antibodi terhadap AChR (anti-AChR), baru diketahui, gangguan tersebut adalah suatu proses imunologik yang menyebabkan jumlah AChR pada membran postsinaptik berkurang. Anti-AChR ditemukan pada 80 - 90% penderita. Adanya proses imunologik pada Miastenia gravis sudah diduga oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960. Selain itu, dalam serum penderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi terhadap jaringan otot serat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%. Kadar anti-AChR pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000 nMol/L, dan kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan mempercepat penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan AChR baru. Sebagai akibat proses imunologik, membran postsinaptik mengalami perubahan sehingga jarak antara ujung saraf dan membran postsinaptik bertambah lebar dengan demikian kolinesterase mendapat kesempatan lebih banyak untuk menghancurkan Ach . Gejala klinik Miastenia gravis akan timbul bila 75% AChR tidak berfungsi, atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal.

Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala) Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular. Keadaan ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian. Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung. Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot ranka. Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab :1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid atau gangguan fungsi

tiroid,2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas, dan infeksi yang disertai diare dan

demam, 3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadaan

tegang, 4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin (suatu obat yang mempermudah

terjadinya kelemahan otot) dan obat-obat lainnya.

Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) : Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat kelemahannya Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal

Page 12: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada otot okuler Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot

ekstrimitas Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

Penegakan DiagnosisUntuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.

Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain :1. Uji Tensilon (edrophonium chloride)Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.

2. Uji Prostigmin (neostigmin)Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.

3. Uji KininDiberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium

Anti-asetilkolin reseptor antibodiHasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody.

Antistriated muscle (anti-SM) antibodyMerupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.

Antistriational antibodiesDalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin

Page 13: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.

Imaging Chest x-ray (foto roentgen thorak)

Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.

Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.

MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.

Penatalaksanaan Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu 1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler

a. Istirahat Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.

b. Memblokir pemecahan Ach Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.

2. Mempengaruhi proses imunologik a. Timektomi

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun ± 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan 40-50% mengalami perbaikan.

b. Kortikosteroid Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.

c. Imunosupresif Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine, Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin (imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat sesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.

d. Plasma exchange Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat diturunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.

Page 14: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan: a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah problem psikis.b. Alat bantuan non medikamentosa Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivat kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.

PrognosisMengingat pengobatan saat ini, yang menggabungkan cholinesterase inhibitor, obat imunosupresif, plasmapheresis, imunoterapi, dan perawatan suportif di unit perawatan intensif (ICU) pengaturan (jika sesuai), kebanyakan pasien dengan MG memiliki jangka hidup yang mendekati normal. Kematian sekarang 3-4%, dengan faktor risiko utama yang berusia lebih tua dari 40 tahun, sejarah singkat penyakit progresif, dan thymoma; sebelumnya, itu setinggi 30-40%. Hasil morbiditas dari kerusakan intermiten kekuatan otot, yang dapat menyebabkan aspirasi, peningkatan kejadian pneumonia, jatuh, dan bahkan kegagalan pernafasan jika tidak diobati. Selain itu, obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit ini dapat menghasilkan efek samping.Hari ini, satu-satunya syarat dikhawatirkan muncul ketika kelemahan melibatkan otot-otot pernapasan. Kelemahan mungkin menjadi begitu parah untuk memerlukan bantuan ventilasi. Pasien dikatakan dalam krisis miastenia.Penyakit ini sering menyajikan (40%) dengan hanya gejala okular. Namun, ekstraokular hampir selalu terlibat dalam tahun pertama. Pasien yang hanya menampilkan keterlibatan okular pada awal MG, hanya 16% masih memiliki penyakit eksklusif okular pada akhir 2 tahun.Pada pasien dengan kelemahan umum, nadir kelemahan maksimal biasanya dicapai dalam 3 tahun pertama dari penyakit. Akibatnya, setengah dari kematian terkait penyakit juga terjadi selama periode ini. Mereka yang bertahan hidup 3 tahun pertama penyakit biasanya mencapai keadaan stabil atau membaik. Memburuknya penyakit ini jarang terjadi setelah 3 tahun.Hasil thymectomy di remisi lengkap penyakit di sejumlah pasien. Namun, prognosis sangat bervariasi, mulai dari remisi sampai mati.Sebuah studi retrospektif dari 38 pasien dengan MG menunjukkan bahwa penyakit, terutama akhir-onset MG, dikaitkan dengan risiko tinggi untuk kanker luar timus, apakah pasien juga, seperti umum di MG, timoma. Neoplasma Extrathymic terjadi di 12 dari pasien studi; semua tumor ini adalah padat dan heterogen untuk organ asal mereka. Beberapa tumor didiagnosis sebelum dan setelah beberapa pasien didiagnosis dengan MG.Secara keseluruhan tumor diwakili 9 jenis neoplasma, sebagai berikut: 2 masing-masing karsinoma sel skuamosa mulut, kanker kandung kemih invasif, dan adenokarsinoma prostat 1 masing-masing kanker kulit sel basal; paru-paru, lambung, payudara, dan usus besar adenokarsinoma; dan

kanker sel ginjalVariabel-satunya yang signifikan secara statistik antara pasien adalah usia, dengan tumor extrathymic yang hanya ditemukan pada pasien lebih dari 50 tahun. Tak satu pun dari pasien dengan neoplasma ini memiliki penyakit tiroid atau penyakit autoimun selain MG.

NeuropatiNeuropati berarti kerusakan saraf, biasanya mengacu pada sistem saraf perifer.Tiga jenis utama dari saraf dapat terlibat dalam neuropati perifer : Saraf otonom (tidak di bawah kendali sadar, "otomatis" atau "tidak disengaja" saraf) Saraf motorik Saraf sensorik.Saraf otonom mengatur fungsi otomatis tubuh - misalnya, denyut jantung dan tekanan darah , keringat, dan sebagainya. Saraf motorik mengendalikan otot-otot tubuh dan berada di bawah kendali sadar kita. Dan saraf sensorik lulus sensasi dari bagian tubuh ke otak, termasuk informasi tentang dingin, panas dan nyeri.

Jenis Neuropati Neuropati perifer: Neuropati perifer adalah ketika masalah saraf mempengaruhi saraf di luar otak dan sumsum

tulang belakang. Saraf ini merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Dengan demikian, neuropati perifer adalah neuropati yang mempengaruhi saraf extremities- jari kaki, kaki, kaki, jari, tangan, dan lengan. Istilah proksimal neuropati telah digunakan untuk merujuk pada kerusakan saraf yang secara khusus menyebabkan nyeri di paha, pinggul, atau bokong.

Page 15: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

Neuropati kranial: neuropati kranial terjadi ketika salah satu dari dua belas saraf kranial (saraf yang keluar dari otak langsung) yang rusak. Dua jenis tertentu neuropati kranial yang neuropati optik dan neuropati auditori .Neuropati optik mengacu pada kerusakan atau penyakit saraf optik yang mentransmisikan sinyal visual dari retina mata ke otak. Neuropati auditori melibatkan saraf yang membawa sinyal dari telinga bagian dalam ke otak dan bertanggung jawab untuk pendengaran.

Neuropati otonom: neuropati otonom adalah kerusakan saraf dari sistem saraf tak sadar, saraf yang mengontrol jantung dan sirkulasi (termasuk tekanan darah), pencernaan, usus dan fungsi kandung kemih, respon seksual, dan keringat. Saraf pada organ lain juga akan terpengaruh.

Neuropati fokal: neuropati Focal adalah neuropati yang terbatas pada satu saraf atau kelompok saraf, atau satu area tubuh. Gejala neuropati fokal biasanya muncul tiba-tiba

Penyebab Kerusakan saraf dapat disebabkan oleh sejumlah penyakit yang berbeda, luka, infeksi, dan bahkan negara kekurangan vitamin. Diabetes: Diabetes adalah kondisi yang paling sering dikaitkan dengan neuropati. Gejala karakteristik neuropati

perifer sering terlihat pada orang dengan diabetes kadang-kadang disebut sebagai neuropati diabetes. Neuropati adalah yang paling umum pada orang yang telah menderita diabetes selama puluhan tahun dan umumnya lebih parah pada orang-orang yang memiliki kesulitan mengendalikan diabetes mereka, atau mereka yang kelebihan berat badan atau mengalami peningkatan lipid darah andhigh tekanan darah.

Kekurangan vitamin: Kekurangan vitamin B12 dan folat serta vitamin B lainnya dapat menyebabkan kerusakan saraf.

Neuropati autoimun: penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis , systemic lupus, dan sindrom Guillain-Barre dapat menyebabkan neuropati.

Infeksi: Beberapa infeksi, termasuk HIV / AIDS , penyakit Lyme , kusta, dan sifilis , dapat merusak saraf. Pasca-herpes neuralgia: neuralgia pasca herpes, komplikasi herpes zoster (infeksi virus varicella-zoster) adalah

bentuk neuropati. Neuropati alkohol: Alkoholisme sering dikaitkan dengan neuropati perifer. Meskipun alasan yang tepat untuk

kerusakan saraf yang tidak jelas, mungkin timbul dari kombinasi kerusakan pada saraf oleh alkohol itu sendiri bersama dengan gizi buruk dan kekurangan vitamin terkait yang umum pada pecandu alkohol.

Kelainan genetik atau diturunkan: gangguan genetik atau diturunkan dapat mempengaruhi saraf dan bertanggung jawab untuk beberapa kasus neuropati. Contohnya termasuk ataksia Friedreich dan penyakit Charcot-Marie-Tooth.

Amiloidosis: Amiloidosis adalah suatu kondisi di mana serat protein abnormal disimpan dalam jaringan dan organ. Deposito protein ini dapat menyebabkan berbagai tingkat kerusakan organ dan mungkin menjadi penyebab neuropati.

Uremia: Uremia (konsentrasi tinggi dari produk limbah dalam darah karena gagal ginjal) dapat menyebabkan neuropati.

Racun dan racun dapat merusak saraf. Contohnya termasuk, senyawa emas, timah, arsen, merkuri, beberapa pelarut industri, nitrous oxide, dan pestisida organofosfat.

Obat: Obat-obatan tertentu dan obat dapat menyebabkan kerusakan saraf. Contohnya termasuk obat kanker terapi sepertivincristine (Oncovin, Vincasar), dan antibiotik seperti metronidazol(Flagyl), dan isoniazid (Nydrazid, Laniazid).

Trauma / Cedera: Trauma atau cedera saraf, termasuk tekanan berkepanjangan pada saraf atau sekelompok saraf, merupakan penyebab umum dari neuropati. Aliran darah menurun (iskemia) pada saraf juga dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang.

Tumor: Tumor jinak atau ganas dari saraf atau struktur di dekatnya dapat merusak saraf langsung, dengan menyerang saraf, atau menyebabkan neuropati karena tekanan pada saraf.

Idiopatik: neuropati idiopatik merupakan neuropati yang ada penyebab telah ditetapkan.

Tanda dan GejalaGejala neuropati tergantung pada jenis saraf yang terkena. Kelemahan otot, kram dan kejang berhubungan dengan kerusakan saraf motorik . Dalam beberapa kasus, neuropati dapat menyebabkan kehilangan keseimbangan dan koordinasi. Kerusakan saraf sensorik dapat menghasilkan kesemutan, mati rasa dan nyeri. Rasa sakit yang terkait dengan kerusakan saraf sensorik adalah berbagai digambarkan sebagai: Sensasi mengenakan tak terlihat "sarung tangan" atau "kaus kaki" Terbakar, pembekuan, atau listrik seperti Sensitivitas ekstrim menyentuh

Jika saraf otonom yang rusak, fungsi tak sadar mungkin akan terpengaruh. Gejala yang dapat hasil dari jenis kerusakan meliputi:

Page 16: Penyakit Neuromuskular Dan Neuropati

tekanan darah normal dan denyut jantung mengurangi kemampuan untuk berkeringat sembelit disfungsi kandung kemih (misalnya, inkontinensia ) disfungsi seksual (misalnya, FSD , disfungsi ereksi [impotensi])

DiagnosisDiagnosis neuropati dan penyebabnya melibatkan riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik untuk menentukan penyebab dan tingkat keparahan neuropati. Sebuah pemeriksaan neurologis, menguji refleks dan fungsi saraf sensorik dan motorik, merupakan komponen penting dari pemeriksaan awal.Meskipun tidak ada tes darah yang spesifik untuk menentukan apakah tidak neuropati yang hadir, ketika neuropati dicurigai, tes darah sering digunakan untuk memeriksa adanya penyakit dan kondisi (misalnya, diabetes atau kekurangan vitamin) yang mungkin bertanggung jawab untuk kerusakan saraf.Studi pencitraan seperti X-ray , CT scan, dan MRI scan dapat dilakukan untuk mencari sumber-sumber tekanan atau kerusakan saraf.Tes khusus dari fungsi saraf meliputi: Elektromiografi (EMG) adalah tes yang mengukur fungsi saraf. Untuk tes ini jarum yang sangat tipis dimasukkan

melalui kulit ke dalam otot.Jarum mengandung elektroda yang mengukur aktivitas listrik otot. Sebuah tes kecepatan konduksi saraf (nerve conduction velocity - NCV) mengukur kecepatan di mana sinyal

perjalanan melalui saraf. Tes ini sering dilakukan dengan EMG. Pada uji NCV, patch yang mengandung elektroda permukaan ditempatkan pada kulit di atas saraf di berbagai lokasi. Setiap patch memberikan dari impuls listrik yang sangat ringan, yang merangsang saraf. Aktivitas listrik saraf diukur dan kecepatan impuls listrik antara elektroda (mencerminkan kecepatan sinyal saraf) dihitung.

Dalam beberapa kasus, biopsi saraf mungkin disarankan. Biopsi adalah operasi pengangkatan sepotong kecil jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal. Saraf sural (di pergelangan kaki), atau saraf radial dangkal (pergelangan) adalah situs yang paling sering digunakan untuk biopsi.

PenatalaksanaanDalam banyak kasus, pengobatan penyakit yang mendasari dapat mengurangi atau menghilangkan gejala neuropati. Beberapa kasus, terutama yang melibatkan kompresi atau jebakan saraf oleh tumor atau kondisi lain, bisa dihilangkan dengan operasi. Pengendalian glukosa darah penting dalam pengobatan neuropati diabetes untuk mencegah kerusakan lebih lanjut untuk saraf.Obat pereda rasa sakit yang dijual bebas seperti acetaminophen (Tylenol dan lain-lain) dan ibuprofen (Motrin dan lain-lain) umumnya tidak efektif untuk mengendalikan rasa sakit neuropati. Obat ini mungkin efektif untuk mengurangi rasa sakit atau kerusakan sendi dan deformitas terkait dengan neuropati, tetapi mereka harus digunakan dengan hati-hati karena ada beberapa kekhawatiran bahwa obat ini dapat memperburuk cedera saraf.Beberapa resep obat telah terbukti membawa bantuan bagi mereka dengan neuropati. Pada kasus yang parah, kombinasi obat mungkin diperlukan. Obat oral yang telah berhasil digunakan untuk membantu rasa sakit neuropati meliputi: Antidepresan : termasuk antidepresan trisiklik amitriptyline (Vanatrip), imipramine (Tofranil, Tofranil-PM), dan

desipramine (Norpramin, Pertofrane) serta antidepresan lain seperti duloxetine (Cymbalta), venlafaxine (Effexor, Effexor XR), bupropion ( Wellbutrin), paroxetine (Paxil), dan citalopram(Celexa). Duloxetine telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) khusus untuk mengobati neuropati perifer diabetes.

Antikonvulsan: Antikonvulsan seperti pregabalin (Lyrica), gabapentin (Gabarone,Neurontin), carbamazepine (Carbarol, Equetro, Tegretol, Tegretol XR), dan lamotrigin (Lamictal). Pregabalin telah disetujui FDA untuk pengobatan neuropati diabetes.

Opioid seperti controlled-release oksikodon dan tramadol (Ultram)Obat topikal yang dapat membawa bantuan nyeri meliputi capsaicin krim dan patch lidokain (merek Lidoderm, Lidopain). Terapi alternatif atau komplementer seperti akupunktur, biofeedback, dan terapi fisik telah terbukti membantu dalam beberapa kasus.PrognosisPrognosis untuk neuropati tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Sebelumnya diagnosis dibuat dan pengobatan dimulai, semakin besar kemungkinan bahwa kerusakan saraf dapat diperlambat atau dibalik dan lebih baik prognosisnya.