penyakit jantung koroner
DESCRIPTION
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait (Muchid, dkk., 2006).Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan kematian mendadak (Santoso dan Setiawan, 2005).Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia (Muchid, dkk., 2006).TRANSCRIPT
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan
salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk
Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian
pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa
diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar
36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker.
Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi)
merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka
ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan
kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat
PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek
metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait
(Muchid, dkk., 2006).
Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat
insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif,
di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia
Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting;
apalagi sering menyebabkan kematian mendadak (Santoso dan Setiawan, 2005).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan
angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional
dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada
perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi
keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena
proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh
adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis,
vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris
tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation
myocardial infarction STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU
dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia (Muchid, dkk.,
2006).
Gangguan irama jantung (disritmia atau aritmia) tidak hanya terbatas pada denyut
jantung yang tidak teratur, tetapi juga termasuk kecepatan denyut jantung yang abnormal dan
gangguan konduksi. Sinus takikardi adalah sinus yang kecepatannya lebih dari 100 kali per
menit (Trisnohadi, 2009). Takikardi supraventrikel timbul dari atrium atau sambungan
atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat pula cabang serabut. Fibrilasi
atrium (Atrial Fibrilation/AF) pada umumnya merupakan penyakit pada manula, mengenai
0,2% pria berusia 47-56 tahun dan 3% pria berusia 77-86 tahun (Penelitian Farmingham,
1949) (Rubenstein, et.al., 2007).
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. SSD
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Puthuk Duren 1/-, Alasombo, Weru, Sukoharjo
No RM : 191443
Masuk Rumah Sakit : 27 Mei 2012
Jam : 08:50 WIB
Tanggal pemeriksaan : 31 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 27 Mei 2012 jam 08:50 WIB dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Pasien adalah pasien rujukan dari Puskesmas
Weru, dan sudah dirawat inap 1 hari (sejak tanggal 26 Mei 2012). Nyeri dada (+),ampeg (+),
berdebar-debar(+), keringat dingin(+), pusing(-), mual(+), muntah(-), perut mbeseseg (+), hal
ini dirasakan setelah mencangkul di sawah. BAB(+), BAK(+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat alergi obat/makanan disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat Lingkungan Sosial :
- Pasien adalah seorang suami.
- Pasien sudah 1 tahun tidak bekerja.
- Pasien tinggal bersama istrinya.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis :
Keadaan umum lemas, kesadaran compos mentis.
Vital Sign : TD = 150/100 mmHg, Suhu = 36ºC, Nadi = 110x/menit, Respirasi = 28x/menit.
Mata : conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.
Leher : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena
jugularis tidak ada.
Thorax : Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : iktus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra pulmo : fremitus
(+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra, batas
jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra pulmo : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal erista, kesan takikardi, pulmo :
suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen : Inspeksi sikatrik (-), dinding perut lebih rendah dari dinding dada
Auskultasi eristaltic (+)
Palpasi nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-) turgor elastisitas kulit normal
Perkusi timpani di keempat kuadran, nyeri ketok kostovertebral (-)
Extremitas : tidak ditemukan oedema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambar 1. EKG tanggal 27 Mei 2012
Hasil EKG: HR; 135x/menit Supraventrikel takikardi, ischemik inferior, Clockwise rotation.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Mei 2012:
Kolesterol 152,10 mg/dl; Glukosa 59,15 mg/dl; HDL 44,45 mg/dl; LDL 96,68 mg/dl;
Trigliserid 54,87 mg/dl; Asam urat 7,27 mg/dl.
Elektrolit: Na 130, K 3,5, Cl 97
DIAGNOSIS
Supraventrikel takikardi
Hipertensi stage I
Iskemik heart Disease
TERAPI
Infus RL 15 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 X 75 mg
Digoxin 2 x 1
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
FOLLOW-UP
Tanggal 28 Mei 2012 – 30 Mei 2012
TD: 110/70
N: 72x/menit
Rr: 2x/menit
S: 36,30C
S/ sesek(+), nyeri dada(+), pusing(-), mual(+), muntah(-), perut senep(+), gelisah(+).
O/ KU: CM, lemas
Kep: CA(-/-), SI (-/-)
Tho: BJ 1-2 ireg, SDV (+/+)
Abd: Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (+)
Ext: Akral hangat, oedema (-)
Gambar 2. EKG tanggal 28 Mei 2012
Hasil EKG tanggal 28 Mei 2012: SVT, Ischemic high lateral, clockwise rotation.
A/ SVT, dd Unstable Angina Pectoris (UAP)/ Non ST Elevasi Miokard Infarc (NSTEMI),
HT Stage I.
P/Rawat ICU
O2 3 lt/menit
Diet jantung
Infus RL 15 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Digoxin extra ½ Amp
Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 X 75 mg
Digoxin 2 x 0,25 mg
Tanggal 31 Mei 2012
TD: 120/80
S: 360C
S/ sesek nafas berkurang, pusing(-), mual(+), muntah (-), makan(+) sedikt, lemes(+).
O/ KU: CM, lemah
Kep: CA(-/-), SI (-/-)
Tho: BJ 1-2 reg, SDV (+/+) Rh(+/+)
Abd: Peristaltik (+), nyeri tekan (+)
Ext: Akral hangat, oedema(-)
Gambar 3. EKG tanggal 31 Mei 2012
Hasil EKG tanggal 31 Mei 2012: Atrial fibrilasi rapid ventricular respon (AFRVR),
Ventricle extrasistole (VES) jarang, ischemic inferior.
A/ dd UAP/NSTEMI
SVT
Ventricle extrasistole (VES)
HT stage I
Atrial fibrilasi rapid ventricular respon (AFRVR)
P/Diet jantung
02 3 Lt/menit
Infus RL 12 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp /24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp /8jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Digoxin 2 x 0,25 mg
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
Tanggal 01 Juni 2012
TD: 110/70
S: 360C
S/ sesek nafas berkurang, batuk(+), dahak(+), pusing(-), mual(+), muntah (-), makan(+)
sedikt, lemes(+).
O/ KU: CM, lemah
Kep: CA(-/-), SI (-/-)
Tho: BJ 1-2 reg, SDV (+/+) Rh(+/+)
Abd: Peristaltik (+), nyeri tekan (+)
Ext: Akral hangat, oedema(-)
Gambar 4. EKG tanggal 1 Juni 2012.
Hasil EKG tanggal 1 Juni 2012: AFRVR, VES, Ischemic inferior dan anterolateral.
A/ dd UAP/NSTEMI
SVT
VES
HT
AFRVR
P/
O2 intermiten
Infus RL 12 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp /8jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Digoxin 2 x 1
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
Latihan duduk (Mobilisasi)
Tanggal 02 Juni 2012
S/ sesek(+), mual(+), muntah(-)
Jam 04.00 keluarga mengatakan pasien tiba-tiba sesak nafas, telp. Dokter IGD(+). Jam 04.10
Apneu. RJP(+). Pupil midriasis maksimal. Arteri karotis, nadi, TD tak teraba. Jam 04.15
pasien dinyatakan meninggal dihadapan petugas dan keluarga.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sindrom Koroner Akut
1. Definisi
Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard (Rani, dkk., 2006).
2. Etiologi
Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis yang merupakan proses multifaktor. Kelainan
ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada
usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai
50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik
yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa
infark miokardium maupun angina (nyeri dada) (Nawawi, et.al., 2006).
3. Klasifikasi
a. Unstable Angina Pectoris (UAP)
Unstable angina memiliki spektrum presentasi klinis disebut secara kolektif sebagai
sindrom koroner akut, mulai dari segmen ST elevasi miokard infark (STEMI) atau non-ST-
segmen elevasi miokard infark (NSTEMI). Unstable angina dianggap sindrom koroner akut
dimana tidak ada pelepasan dari enzim dan biomarker nekrosis miokard (Tan, 2011).
Unstable angina pectoris disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh
koroner sehingga mengakibatkan iskemia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini
belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin,
Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari
agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga
terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh
koroner ialah variant (prinzmental) (Djohan, 2004).
Penatalaksanaan, pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin. Terapi medikamentosa: obat anti iskemia (Nitrat, penyekat beta,
antagonis kalsium), obat anti agregasi trombosit (Aspirin, triklopidin, klopidogrel, inhibitor
glikoprotein Iib/IIIa), obat antitrombin (Unfractionated heparin, Low molecular weight
heparin) (Trisnohadi, 2009).
b. Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)
Angina pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung (Harun dan Alwi, 2009).
Penatalaksanaannya dengan agen anti iskemik (β-blocker, Nitrat, Calcium chanel
blocker), antiplatelet (Aspirin, clopidogrel, Glikoprotein Iib/IIIa receptor inhibitor),
antikoagulan (unfractionated heparin, bivalirudin), revaskularisasi coroner (bedah arteri
coroner) (Hamm, et.al., 2011).
c. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction =
STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (Alwi, 2009).
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial. Nyeri
seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung / interskapula, dan dapat juga
ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak.
Nyeri divetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat
disertai gejala mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan lemas (Rani, et.al., 2006).
b. Elektrokardiogram
1. Angina pektoris tak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
2. Non ST elevasi miokard infark: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
3. ST elevasi miokard infark: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang
T.
(Rani, et.al., 2006)
c. Petanda Biokimia
Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah terdapat
peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan gejala dan
adanya perubahan EKG yang diduga iskemia. Kriteria World Health Organization (WHO)
diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi,
yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit),
perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung (Nawawi., et.al., 2006).
5. Patofisiologi
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang
vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi,
fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik
yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-
sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan
persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti
apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur
pada plakaterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi
oleh kerentanan (vulnerability) plak. Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah
ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag
dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk
dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi
akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relative kecil akan menyebabkan angina
pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya
transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit. Bila
oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus
yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak
merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung
sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka
keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga
dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan
perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan
nekrosis miokard transmural (Muchid, et.al., 2006).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum :
a. Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk
melakukan aktivitas.
b. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang.
c. Pengendalian faktor risiko.
d. Pencegahan sekunder.
Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pem-buluh darah lain, yang akan
berlangsung terus, obat pen-cegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang
sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.
e. Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia
yang lebih berat sampai infark miokardium. Misalnya diberi O2.
Mengatasi Iskemia
Medikamentosa:
a. Nitrat, dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,transdermal dan ada yang di buat
lepas lambat
b. Berbagai jenis penyekat beta untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat
seperti pindolol dan pro-panolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan nadolol. Ada
beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.
c. Antagonis kalsium
Revaskularisasi:
a. Pemakaian trombolitik
b. Prosedur invasif non operatif, yaitu melebarkan aa coronaria dengan balon.
c. Operasi (Santoso dan Setiawan., 2005).
B. Aritmia
1. Definisi
Aritmia adalah kelainan irama jantung di mana irama sinus menjadi lebih cepat pada
waktu inspirasi dan menjadi lebih lambat pada waktu ekspirasi. Keadaan ini menjadi lebih
nyata ketika pasien disuruh menarik nafas dalam (Trisnohadi, 2009).
2. Etiologi
Aritmia dapat terjadi karena hal-hal yang mempengaruhi kelompok sel-sel yang
mempunyai automatisitas dan sistem penghantarannya:
a. Persarafan autonom dan obat-obatan yang mempengaruhinya.
b. Lingkungan sekitarnya seperti beratnya iskemia, PH dan berbagai elektrolit dalam serum,
obat-obatan.
c. Kelainan jantung seperti fibrosis dan sikatriks, inflamasi, metabolit-metabolit dan jaringan
abnormal/degeneratif dalam jantung seperti amiloidosis, kalsifikasi dan lain-lain.
d. Rangsangan dari luar jantung seperti pace maker (Rahman, 2009).
3. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya aritmia:
a. Pengaruh persarafan autonom (simpatis dan parasimpatis) yang mempengaruhi HR).
b. Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih yang lain.
c. Fokus yang lain lebih aktif dari nodus SA dan mengontrol irama jantung.
d. Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar (Sinus arrest) atau mengalami
hambatan dalam perjalanannya keluar nodus SA (SA block).
e. Terjadi hambatan dalam impuls sesudah keluar nodus SA, misalnya di daerah atrium, berkas
His, ventrikel dan lain-lain (Rahman, 2009).
4. Klasifikasi
a. Supraventrikular Takikardi
Takikardi ventrikel adalah ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut 4 kali atau
lebih (Trisnohadi, 2009). Supraventrikuler takikardi berarti berasal dari atas ventrikel. Pada
episode SVT, irama jantung tidak diatur oleh nodus SA, pencetus impuls pada SVT berada di
atas ventrikel. Jantung kemudian berkontraksi lebih cepat dan regular. Kondisi lain yang
menyebabkan irama jantung cepat tetapi tidak teratur yang disebabkan oleh impuls yang
abnormal dari atrium disebut atrial fibrilasi (Aliance, 2006). Takikardi supraventrikel timbul
dari atrium atau sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat pula
cabang serabut (Rubenstein, et.al., 2007).
SVT dikelompokkan berdasar tempat sinyal elektrik dari atrium. Tipe pertama SVT
adalah AVNRT / AV Nodal Reentran Takikardia yang terjadi Karena impuls elektrik berjalan
pada lingkaran ekstra fiber pada sekeliling AV nodal. Tipe yang lain terjadi karena konduksi
elektrikal melalui ekstra fiber antara atrium dan ventrikel. Impuls elektrik berjalan turun ke
ventrikel dari nodus AV dan kembali ke atrium melalui ekstra fiber, menghasilkan SVT yang
disebut Reentran Takikardi atau AVRT (Wang and Estes, 2002).
Terapi yang digunakan adalah:
1. Β-blocker, biasa digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan masalah jantung lain
seperti angina. Pada SVT digunakan terutama untunk mengurangi konduksi melalui nodus
AV, untuk menghentikan konduksi selama takikardi.
2. CCB, juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi da masalah jantung. Seperti Β-
blocker, CCB digunakan juga untuk menurunkan konduksi melalui nodus AV, misalnya
verapamil atau diltiazem.
3. Agen anti aritmia, agen ini digunakan untuk mengobati bermacam-macam aritmia dan
berakibat langsung ke jaringan atrium atau ventrikel. Berguna untuk SVT yang terjadi atrial
takikardi.
4. Radio frequency ablation (RFA) sudah berkembang menjadi terapi alternative untuk
mengobati beberapa pasien SVT. Pada prosedur ini kateter khusus dimasukkan pada vena di
atas lengan menuju jantung dengan fluoroskop. Kateter tersebut digunakan untuk merekam
sinyal elektrik dari dalam jantung dan dapat mendeteksi lokasi SVT (Wang and Estes, 2002)
b. Ventrikel Ekstra Sistole
Ventrikel ekstra sistole ialah gangguan irama di mana timbul denyut jantung prematur
yang berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol ventrikel dapat berasal dari
satu fokus atau lebih (multifokal). Ekstrasistol ventrikel merupakan kelainan irama jantung
yang paling sering ditemukan dan dapat timbul pada jantung yang normal. Biasanya
frekuensinya bertambah dengan bertambahnya usia, terlebih bila banyak minum kopi,
merokok atau emosi (Trisnohadi, 2009).
Etiologi VES ini biasanya terjadi akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis
atau melalui mekanisme reentri. Penatalaksanaan VES ini adalah mengoreksi gangguan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan lipoksia. Pada pasien yang tanpa atau
tidak dicurigai mempunyai kelainan jantung organik tidak perlu diobati. Perlu pengobatan
bila terjadi iskemia miokard akut, bigemini, trigemini, atau multifokal alvo ventrikel. Obat
yang digunakan adalah L. xilokain intravena, dengan dosis 1-2 mg/KgBB dilanjutkan infuse
2-4 menit. Obat alternative: prokainamid, disopiramid, amiodaron, meksiletin. Komplikasi
dari VES ini dapat terjadi ventrikel takikardi/ ventrikel fibrilasi, kematian mendadak.
Prognosisnya tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi (Rani, dkk., 2006).
c. Atrial Fibrilasi
Pada Fibrilasi atrial terjadi eksitasi dan rekoveri yang sangat tidak teratur dari atrium.
Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan sama sekali tidak
teratur (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi klinis AF dapat simptomatik, dapat juga asimptomatik. Gejala-gejala AF
sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakit yang
mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktifitas,
sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala
iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat
berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal
jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (Nasution dan Ranitya, 2009).
5. Penatalaksanaan
Periksa kadar kalium serum, ekokardiogram dan fungsi tiroid. Tujuannya adalah
mengembalikan irama sinus atau pengendalian kecepatan ventrikel untuk meminimalkan
resiko embolisasi. Kardioversi arus searah (DC cardioversion) mengembalikan irama sinus
pada 90% pasien, namun relaps sering timbul.
Terapi medikamentosa:
Kina, flekainid, dan amiodaron telah lama digunakan untuk mengembalikan dan
mempertahankan irama sinus (Rubenstein, et.al., 2007).
C. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolik (bagian atas) dan angka bawah
(diastolik) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik
yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Anonim, 2011).
2. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi
primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain
dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila
penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial (Muchid, et.al., 2006).
3. Klasifikasi Tekanan Darah
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan darah Tek. Darah sistolik (mmHg)
Tek. Darah diastolik (mmHg)
Normal < 120 Dan <80Prehipertensi 120-139 Atau 80-89Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99Hipertensi stage 2 ≥160 atau ≥100
4. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko
utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri
koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita
hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk
penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Muchid, et.al., 2006).
5. Penatalaksanaan.
Prinsip penatalaksanaan:
a. Target tekanan darah <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes
atau cronic kidney disease.
b. Sebagian besar pasien akan diberi 2 obat untuk mencapai target (JNC 7, 2003).
Alogaritme Penatalaksanaan Hipertensi
(JNC 7, 2003)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosa unstable angina pectoris (UAP) / non ST elevasi miokard
infark (NSTEMI) dengan supraventrikel takikardi (SVT), ventrikel ekstrasistole (VES), atrial
fibrilasi (AF). Penegakan diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.
Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
yang lalu. Nyeri dada (-), pusing(-), mual(+), muntah(+), perut ampeg (+), BAB(+), BAK(+).
Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain :
suara jantung irreguler.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Mei 2012: Kolesterol 152,10 mg/dl;
Glukosa 59,15 mg/dl; HDL 44,45 mg/dl; LDL 96,68 mg/dl; Trigliserid 54,87 mg/dl; Asam
urat 7,27 mg/dl. Elektrolit: Na 130, K 3,5, Cl 97. Hasil EKG 27 Mei 2012: HR; 135x/menit
supraventrikel takikardi, Ischemik inferior, clockwise rotation.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa :
1. Infus RL 15 tpm ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan
memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.
2. Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam. Diuretik untuk menangani edema paru dan tekana
tinggi ateri pulmonalis.