faktor risiko penyakit jantung koroner r
DESCRIPTION
Faktor Risiko Penyakit Jantung KoronerTRANSCRIPT
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG TAHUN 2014
Oleh :
NURDAFRIKA RAHMADIANA
No. BP. 1210336044
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan
Penelitian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2014
i
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI
PERNYATAAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
KATA PENGANTAR .................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ............................Error! Bookmark not defined.
BAB 1 : PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................................7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................................8
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................9
2.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK)......................................................................9
2.2 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner ....................................................... 12
2.3 Telaah Sistematik .......................................................................................... 29
2.4 Kerangka Teori ............................................................................................. 31
2.5 Kerangka Konsep .......................................................................................... 32
2.6 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 33
BAB 3 : METODE PENELITIAN ....................................................................... 34
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 34
3.2 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 35
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 35
3.4 Definisi Operasional ...................................................................................... 39
3.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................... 41
3.6 Teknik Analisis Data ..................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Pada Pria dan Wanita Berusia 35-
64 Tahun .............................................................................................. 12
Tabel 2.2 : Suku di Minangkabau ............................................................................ 14
Tabel 2.3 : Definisi Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) ....................................... 15
Tabel 2.4 : Kadar Kolesterol dalam Darah ............................................................... 17
Tabel 2.5 : Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur .............................................. 18
Tabel 2.6 : Klasifikasi Hipertensi ............................................................................ 19
Tabel 2.7 : Nilai Laboratorium untuk Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus dan
Kategori Hiperglikemia yang lain ......................................................... 21
Tabel 2.8 : Intensitas Absolut (METs) Pada Berbagai Kelompok Usia .................... 23
Tabel 2.9 : Telaah Sistematik .................................................................................. 29
Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel ................................................................ 39
Tabel 3.2 : Struktur Kuesioner GPAQ ..................................................................... 41
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Arteri Koroner Normal dan Dengan Aterosklerosis ..............................9
Gambar 2.2 : Diagram Teori Hubungan Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner ... 31
Gambar 2.3 : Diagram Konsep Hubungan Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner 32
Gambar 3.1 : Skema Rancangan Studi Kasus Kontrol(54)
......................................... 35
1
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian yang utama saat ini.
WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 36 juta (63 %) dari total 57
juta kematian di dunia pada tahun 2008 disebabkan oleh penyakit tidak menular,
yang meliputi penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan penyakit pernafasan
kronis. Penyakit tidak menular tersebut, tidak hanya terjadi pada usia tua, tapi juga
terjadi pada usia muda. Negara dengan tingkat ekonomi rendah hingga menengah, 29
% dari seluruh kematian pada usia kurang dari 60 tahun disebabkan oleh penyakit
tidak menular, sedangkan di negara maju adalah sebanyak 13 %. Proporsi kematian
yang disebabkan oleh penyakit tidak menular pada orang-orang yang berusia
dibawah 70 tahun, paling banyak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (39 %),
diikuti kanker (27 %), kemudian penyakit pernafasan kronis dan penyakit tidak
menular lainnya (30 %), dan yang terakhir adalah diabetes (4 %).(1, 2)
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan tingkat ekonomi
menengah ke bawah, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak lagi menghadapi
double burden diseases, tetapi triple burden diseases. Maksudnya, penyakit menular
masih menjadi masalah yang tak kunjung terselesaikan, munculnya penyakit menular
lama (re-emerging diseases), timbulnya penyakit baru (new-emerging diseases), dan
diperparah dengan penyakit tidak menular dengan kecenderungan yang semakin
meningkat.(2)
Penyakit jantung koroner atau disebut juga dengan penyakit arteri koroner
terjadi bila pembuluh arteri koroner tersumbat atau menyempit karena endapan lipid
2
atau lemak yang berada pada dinding arteri. Pengendapan ini terjadi secara bertahap
dan perlahan-lahan. Pengendapan atau penumpukan ini disebut dengan aterosklerosis
yang bisa juga terjadi pada pembuluh darah lainnya, tidak hanya pada arteri
koroner.(3)
Penelitian tentang faktor risiko penyakit jantung koroner dimulai pada tahun
1948 di Kota Frammingham, yang dikenal dengan “Framingham Heart Study”,
subyeknya adalah penduduk yang berusia 30-62 tahun sebanyak lima ribu orang
lebih. Para ilmuan mencatat jenis kelamin, usia, beberapa parameter kimiawi darah,
tekanan darah, dan kebiasaan hidup penduduk Framingham yang diperiksa secara
rutin setiap 2 tahun. Tahun 1960-an, diketahuilah bahwa beberapa karakteristik
pribadi, kondisi kesehatan dan kebiasaan hidup subyek penelitian merupakan faktor-
faktor risiko kardiovaskular, istilah yang diungkapkan William Kannel sebagai
kepala peneliti. Faktor risiko tersebut meliputi usia lanjut, jenis kelamin, riwayat
penyakit, hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus dan kebiasaan merokok.(4)
Faktor risiko pada penyakit jantung koroner dapat dikelompokkan menjadi 2,
berdasarkan bisa atau tidaknya dimodifikasi, faktor risiko yang bisa dimodifikasi
(modifiable) antara lain obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, aktivitas
fisik, kebiasaan merokok dan stres, faktor yang tidak bisa dimodifikasi (non-
modifiable) antara lain adalah umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, dan
ras/etnis. Selain itu, faktor risiko penyakit jantung koroner juga ada yang
digolongkan menjadi faktor risiko utama (merokok, hipertensi, kolesterol, diabetes
mellitus dan alkohol) dan faktor risiko tambahan (obesitas, keturunan, aktivitas fisik,
umur, jenis kelamin dan stres).(3, 5)
Ras atau etnis sering dihubungkan dengan kejadian penyakit jantung koroner.
Etnis minangkabau diduga memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit jantung
3
koroner, hal ini karena kebiasaan etnis minangkabau dalam mengonsumsi sari kelapa
atau santan. Sari kelapa atau santan mengandung lemak total atau lemak jenuh yang
cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Namun
penelitian membuktikan hal lain, bahwa konsumsi lemak total atau lemak jenuh dari
sari kelapa bukanlah faktor risiko terjadinya penyakit jantung, tapi asupan makanan
hewani, protein total, makanan yang mengandung kolesterol dan kurangnya
karbohidrat nabati menjadi faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner.(6)
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, dkk. membuktikan bahwa obesitas
merupakan salah satu faktor yang berhubungan terhadap kejadian penyakit jantung
koroner. Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan
diabetes mellitus tipe 2.(7, 8)
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa faktor lain seperti riwayat
penyakit keluarga, dislipidemia, hipertensi, dan diabetes mellitus merupakan faktor
yang berperan terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Faktor risiko tersebut
diperparah dengan pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok dan kurangnya
aktivitas fisik. Faktor pengetahuan atau tingkat pendidikan juga berperan pada
kejadian penyakit jantung koroner, hasil penelitian membuktikan bahwa orang
dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik mempunyai risiko 2,4 kali lebih besar
terkena penyakit jantung koroner dibanding dengan orang dengan tingkat
pengetahuan yang baik.(9-14)
Selain faktor risiko di atas, beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada
hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit jantung koroner. Penyakit
periodontal tersebut antara lain karies gigi dan oral hygiene status (status kebersihan
gigi dan mulut).(15-17)
4
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi
penyakit jantung diatas rata-rata nasional pada tahun 2007, dengan presentase 1,3 %
berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan, dan 11,3 % berdasarkan gejala. Pada tahun
2013 angka ini mengalami penurunan, provinsi Sumatera Barat tidak berada di atas
rata-rata nasional. Berdasarkan hasil diagnosa tenaga kesehatan adalah sebesar 0,6 %
dan berdasarkan gejala adalah sebesar 1,5 %. World Health Organization (WHO)
mencatat bahwa proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia pada
tahun 2008 adalah sebesar 30 %. Angka tersebut merupakan yang tertinggi diantara
penyakit tidak menular lainnya (kanker, diabetes, penyakit pernafasan kronis, dan
lain-lain).(3, 18-20)
Penyakit jantung koroner biasanya terjadi pada usia setengah baya. Serangan
jantung pada anak remaja sangat sedikit, jika ada, hal itu biasanya berkaitan dengan
konsumsi narkotik atau obat-obat terlarang. Penyakit jantung koroner tidak mudah
terlihat seperti penyakit lainnya (kulit, tumor, patah tulang atau penyakit infeksi).
Keluhan pada penderita bersifat khas dan terasa berat, sehingga mudah ditebak. Akan
tetapi beberapa penderita hanya menampakkan gejala yang samar, bahkan ada yang
tanpa keluhan sama sekali. Usia di atas 40 tahun merupakan usia yang rentan terkena
penyakit jantung koroner. Sehingga jika sudah merasakan keluhan yang mengarah ke
penyakit jantung, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan.(4)
Penelitian dengan rancangan kasus kontrol tentang faktor risiko penyakit
jantung koroner sudah banyak diteliti, diantaranya penelitian Yusnidar (2007) yang
dilakukan pada wanita usia > 45 tahun di RSUP Dr. Kariadi Semarang, hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor yang terbukti berpengaruh dengan kejadian
PJK pada wanita usia > 45 tahun adalah menopause; penuaan; inaktivitas fisik;
riwayat diabetes mellitus; riwayat hipertensi dan tingkat pengetahuan, kemudian
5
penelitian di tempat yang sama yang dilakukan oleh Supriyono (2008), penelitian
dilakukan pada pasien yang berusia ≤ 45 tahun, didapatkan hasil faktor risiko yang
berpangaruh terhadap kejadian PJK adalah dislipidemia; kebiasaan merokok; dan
penyakit diabetes mellitus, berikutnya penelitian Anggraini (2005) yang dilakukan
pada pasien rawat jalan di poliklinik jantung RSUP DR. M. Djamil Padang, dari
penelitian tersebut diketahui bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit
jantung koroner adalah keturunan; hipertensi dan merokok, kemudian penelitian
yang dilakukan oleh Suganda (2012) di tempat yang sama pada pasien rawat inap
yang berusia > 40 tahun didapatkan hasil faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian PJK adalah diabetes mellitus.(9, 10, 12, 21)
Dari uraian di atas, diketahui banyak faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian penyakit jantung koroner. Faktor tersebut dapat digolongkan pada faktor
risiko yang tidak dapat diubah (non-modifiable) dan faktor risiko yang dapat diubah
(modifiable). Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain adalah usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit keluarga dan ras, sedangkan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi antara lain adalah obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus,
aktivitas fisik dan kebiasaan merokok. Dari faktor risiko tersebut, maka akan
dilakukan penelitian tentang faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
penyakit jantung koroner di RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2014. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah perbedaan waktu
penelitian dan variabel yang diteliti.
6
1.2 Perumusan Masalah
Kejadian penyakit jantung koroner disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya yaitu suku, tingkat pendidikan, riwayat penyakit keluarga, obesitas,
dislipidemia, riwayat hipertensi, diabetes mellitus, aktivitas fisik dan kebiasaan
merokok. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan faktor risiko
tersebut dengan kejadian penyakit jantung koroner di RSUP DR. M. Djamil Padang
tahun 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko yang dapat
dan tidak dapat dimodifikasi terhadap kejadian penyakit jantung koroner di RSUP
DR. M. Djamil Padang Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi suku terhadap kejadian penyakit jantung
koroner
2. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pendidikan terhadap kejadian
penyakit jantung koroner
3. Diketahuinya pengaruh faktor risiko riwayat penyakit dalam keluarga terhadap
kejadian penyakit jantung koroner
4. Diketahuinya pengaruh faktor risiko obesitas terhadap kejadian penyakit
jantung koroner
5. Diketahuinya pengaruh faktor risiko dislipidemia terhadap kejadian penyakit
jantung koroner
6. Diketahuinya pengaruh faktor risiko riwayat hipertensi terhadap kejadian
penyakit jantung koroner
7
7. Diketahuinya pengaruh faktor risiko diabetes mellitus terhadap kejadian
penyakit jantung koroner
8. Diketahuinya pengaruh faktor risiko aktivitas fisik terhadap kejadian penyakit
jantung koroner
9. Diketahuinya pengaruh faktor risiko kebiasaan merokok terhadap kejadian
penyakit jantung koroner
10. Diketahuinya faktor risiko yang paling berpengaruh dari seluruh faktor risiko
yang diteliti terhadap kejadian penyakit jantung koroner
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Sebagai masukan untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan
referensi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas.
1.4.2 Manfaat praktis
Sebagai referensi dan informasi baik bagi tenaga kesehatan maupun
masyarakat tentang faktor apa saja yang berisiko meningkatkan kejadian penyakit
jantung koroner, sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung
koroner.
1.4.3 Manfaat bagi peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan peneliti tentang faktor risiko
yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner di RSUP DR. M. Djamil
Padang.
8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas tentang faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya penyakit jantung koroner di RSUP DR. M. Djamil Padang pada tahun
2014, faktor risiko yang diteliti adalah tingkat pendidikan, suku, riwayat penyakit
dalam keluarga, obesitas, dislipidemia, riwayat hipertensi, diabetes mellitus, aktivitas
fisik dan kebiasaan merokok. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dan
multivariat.
9
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK)
2.1.1 Pengertian
Jantung merupakan organ vital manusia. Sebagaimana anggota tubuh yang
lain, jantung memerlukan oksigen dan zat makanan sebagai sumber energi agar
mampu memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung akan bekerja dengan baik jika
pasokan dan pengeluaran darah/oksigen seimbang. Jika terjadi penyumbatan pada
arteri koroner, maka pasokan makanan ke jantung berkurang. Karena tugas arteri
koroner adalah “pemberi makan” jantung.(22)
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya
penyempitan atau penyumbatan di dinding arteri/nadi koroner oleh lemak dan
kolesterol (plak), sehingga menyebabkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu.
(3, 22)
Gambar 2.1 : Arteri Koroner Normal dan Dengan Aterosklerosis
Sumber : (23)
Gambar 2.1 memperlihatkan keadaan arteri koroner normal (a), yaitu bersih
tanpa ada pengendapan atau penyumbatan oleh plak, keadaan arteri dengan
aterosklerosis, yaitu ada pengendapan plak (b), dan arteri kororner dengan
pengendapan plak dan penyumbatan oleh darah (c).
c
b
a
10
2.1.2 Epidemiologi penyakit jantung koroner
Salah satu penyakit tidak menular yang paling banyak terjadi saat ini adalah
penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2008
penyebab kematian tertinggi di dunia adalah akibat penyakit kardiovaskular, salah
satunya adalah penyakit jantung. Di Inggris, penyakit kardiovaskular membunuh satu
dari dua penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hampir sebesar 250.000
kematian pada tahun 1998. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, penyakit jantung dan
pembuluh darah yang paling banyak adalah penyakit jantung koroner.(1, 24, 25)
Penyakit jantung koroner tidak menyerang laki-laki saja, wanita juga
memiliki risiko. Pada orang yang berumur 65 tahun keatas, ditemukan 20 % kasus
penyakit jantung koroner pada laki-laki dan 12 % pada wanita.(26)
2.1.3 Gejala penyakit jantung koroner
Gejala penyakit jantung yang sering timbul adalah rasa sakit atau nyeri di
dada dan sesak nafas. Gejala ini mirip “masuk angin”, seperti sakit di ulu hati,
kadang-kadang diiringi kembung, disertai denyut nadi yang lemah, cepat dan banyak
keringat. Pendapat lain juga menambahkan bahwa gejala penyakit jantung
diantaranya adalah merasa tertekan di tengah dada selama 30 detik sampai 5 menit,
keluar keringat dingin, berdebar-debar, pusing, merasa akan pingsan dan nafas
tersengal-sengal pada saat berolah raga, namun gejala ini tidak selalu dirasakan oleh
penderita.(8, 27)
11
2.1.4 Pembagian penyakit jantung koroner
2.1.4.1 Angina
Plak dari kolesterol mengakibatkan aliran darah yang kaya oksigen menuju
jantung terhambat, sehingga otot jantung mengalami angina. Angina adalah rasa
nyeri pada otot jantung yang disebabkan karena adanya penyumbatan atau
penyempitan lebih dari 50 % pada arteri koroner. Rasa nyeri ini akan terjadi ketika
serangan jantung iskemia.(22)
2.1.4.2 Angina pektoris
Angina pektoris adalah keadaan nyeri dada yang khas yang biasanya timbul
jika aterosklerosis dalam arteri koroner sudah mengalami penyempitan yang lebih
dari 60 % ukuran lumen (lubang) yang normal. Gejala ini timbul saat melakukan
aktivitas namun reda saat istirahat, rasa nyeri timbul di dada bagian tengah dan kiri,
menjalar hingga kerongkongan, terasa seperti dicekik atau rasa kering, kemudian ke
bahu sampai belikat dan lengan serta ujung jari sebelah kiri.(5)
2.1.4.3 Infark miokard
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard, biasanya timbul sebagai
akibat aterosklerotik arteri koroner, hal ini menyebabkan kematian pada otot jantung.
Infark miokard ditandai dengan gejala nyeri dada memanjang, rasa gelisah,
berkeringat, sesak nafas dan rasa mual.(25)
Secara fungsional, infark miokard
menyebabkan berkurangnya kontraksi dengan gerak dinding abnormal, terganggunya
kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu
pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Gangguan
fungsi tidak hanya tergantung pada luasnya infark, tetapi juga lokasinya, karena
berhubungan dengan pasokan darah.(28)
12
2.1.4.4 Serangan jantung
Serangan jantung terjadi apabila ada hambatan total pada arteri koroner. Rasa
nyeri lebih lama dan berat, rasa nyeri tidak akan hilang dengan istirahat ataupun obat.
Serangan jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung yang permanen.(22)
2.2 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Sejumlah faktor risiko atau kondisi yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya penyakit kardiovaskular dapat digunakan untuk menilai kemungkinan
morbiditas kardiovaskular atau kematian. Berikut adalah ringkasan hasil studi
Frammingham tentang faktor risiko yang dapat di modifikasi.
Tabel 2.1 : Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Pada Pria dan Wanita
Berusia 35-64 Tahun
Faktor Risiko Risiko Realtif*
Pria Wanita
Kolesterol > 240 mg/dl 1,9 1,8
Hipertensi > 140/90 mmHg 2,0 2,2
Diabetes 1,5 3,7
Hipertrofi ventrikel kiri 3,0 4,6
Merokok 1,5 1,1 * Menunjukkan RR untuk individu dengan faktor risiko dibandingkan dengan individu tanpa faktor risiko
Sumber : Aoronson, 2010(29)
Tabel 2.1 merupakan ringkasan dari studi Frammingham, dapat diketahui
bahwa pria dan wanita sama-sama mempunyai risiko untuk terkena penyakit jantung
koroner.
2.2.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
2.2.1.1 Umur
Pertambahan umur tidak ada satu orangpun yang bisa menghindarinya. Umur
termasuk dalam salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung
koroner. Sebagian besar kasus kematian akibat penyakit jantung koroner ditemukan
pada laki-laki berumur 35-44 tahun, dan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Hal ini dikaitkan dengan mulai meningkatnya kadar kolesterol
pada laki-laki dan perempuan saat berumur 20 tahun, dan terus meningkat hingga
13
usia 50 tahun pada laki-laki. Perubahan hormon juga dikaitkan dengan meningkatnya
kolesterol. Perempuan yang menopause, kadar kolesterolnya akan meningkat bahkan
dapat lebih tinggi dari laki-laki.(3)
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa frekuensi
terbesar kejadian penyakit jantung koroner ada pada usia lebih dari 40 tahun dan
terus meningkat pada usia diatas 60 tahun. Artinya, prevalensi penyakit jantung
koroner akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.(30, 31)
2.2.1.2 Jenis kelamin
Angka kesakitan akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan. Hormon estrogen endogen pada perempuan
bersifat protektif, namun setelah menopause, insidensi penyakit jantung koroner
meningkat dengan cepat, dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki.(25)
Di Amerika Serikat, gejala penyakit jantung koroner sebelum usia 60 tahun,
ditemukan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan, hal ini mendukung teori
di atas yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih berisiko untuk terkena jantung
koroner, resikonya yaitu 2-3 kali lebih besar dibandingkan perempuan.(3)
2.2.1.3 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang dimaksud adalah yang memiliki hubungan darah,
misalnya ayah atau ibu. Di Indonesia, dikenal beberapa garis kerurunan, salah
satunya adalah matrilineal, yang ada pada orang minangkabau. Setiap orang
minangkabau memiliki suku yang diturunkan oleh ibu kandung. Ada 4 suku besar
yang ada di minangkabau, yaitu suku Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Namun, 4
suku tersebut sering dibagi menjadi 2 “lareh” (keselarasan) yaitu lareh Koto Piliang
dan lareh Bodi Caniago. Suku-suku tersebut memiliki turunan, seperti pada tabel : (32-
34)
14
Tabel 2.2 : Suku di Minangkabau Koto piliang Bodi caniago
1. Koto
2. Piliang
3. Guci
4. Tanjung
5. Malayu
6. Sikumbang 7. Panai
8. Kampai
9. Bendang
10. Pitopang
11. Piboda
12. Pagacancang
13. Simabur 14. Salayan
1. Bodi
2. Caniago
3. Jambak
4. Kutianyie
5. Pisang
6. Singkuang 7. Sinapa
8. Mandailing
9. Mandaliko
10. Maksiang
11. Panyalai
12. Sumagek
13. Supanjang 14. Muaro basa
15. Talapuang
16. Sapuluh
17. Baringin
18. Salo
19. Makaciak
20. Pauh 21. Simawang
Adanya riwayat keluarga yang terkena penyakit jantung dan pembuluh darah
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dua kali lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga. Riwayat serangan
jantung dalam keluarga kebanyakan adalah akibat dari profil kolesterol yang tidak
normal.(8, 35, 36)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat penyakit
keluarga dengan kejadian penyakit jantung koroner. Orang dengan riwayat keluarga
memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk terkena penyakit jantung koroner
dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga (OR = 5, p = 0,00).(9)
Hasil penelitian di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan
Andresdottir, et al. yang menemukan bahwa pria dengan riwayat keluarga menderita
penyakit jantung koroner mempunyai risiko 1,75 kali lebih besar untuk menderita
penyakit jantung koroner (RR=1,75;95% CI 1,59-1,92) dan wanita dengan riwayat
keluarga menderita penyakit jantung koroner mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar
untuk menderita penyakit jantung koroner (RR=1,83; 95%CI 1,60-2,11)
dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat penyakit jantung koroner.(37)
2.2.1.4 Ras
Data dari American Heart Association menunjukkan bahwa kejadian penyakit
jantung koroner banyak terjadi pada laki-laki kulit putih dibandingkan dengan laki-
laki kulit hitam, sedangkan pada wanita lebih banyak terjadi pada kulit hitam
dibanding dengan kulit putih.(38)
15
Penelitian yang dilakukan terhadap beberapa etnik di Malaysia, diantaranya
etnik Malaysia, Cina dan India, berdasarkan angka kematian akibat penyakit jantung
koroner di beberapa rumah sakit didapatkan hasil bahwa etnik India dan Cina
memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya penyakit jantung koroner
dibandingkan etnik Malaysia.(39)
2.2.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
2.2.2.1 Obesitas
Kelebihan berat badan atau obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung koroner, kelebihan berat badan meningkatkan risiko kenaikan tekanan darah,
diabetes dan lemak dalam darah. Obesitas merupakan kelebihan jumlah lemak tubuh
> 19 % pada laki-laki dan > 21 % pada perempuan. Risiko penyakit jantung koroner
akan meningkat bila berat badan melebihi 20 % dari berat badan ideal. (3, 25, 36, 40, 41)
Orang yang obesitas memiliki risiko lebih besar untuk terkena serangan
jantung karena terlalu banyak makan dengan pola makan yang tidak sehat sehingga
memicu meningkatnya kolesterol dan kadar gula dalam darah. Obesitas dapat diukur
melalui ukuran pinggang. Dikatakan obesitas jika ukuran pinggang wanita lebih dari
80 cm, dan untuk pria lebih dari 90 cm.(27)
Tabel 2.3 : Definisi Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori IMT (kg/m2)
Berat badan kurang (underweight) < 18,5
Berat badan normal (normal weight) 18,5-24,9
Berat badan lebih (over weight) yang moderat 25,0-29,9
Berat badan lebih (over weight) ≥ 25,0
Pre-obese 25-29,9
Obesitas
Kelas I
Kelas II
Kelas III
> 30
30-34,9
35-39,9
≥ 40
Sumber : Russel, 2011.
Tabel 2.2 adalah klasifikasi berat badan yang dikategorikan dalam indeks
massa tubuh (IMT). Dikatakan obesitas apabila IMT > 30 kg/m2.
16
Penelitian yang dilakukan Yuliani, dkk. menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara obesitas dengan kejadian penyakit jantung koroner (p=0,023).(7)
.
Namun, penelitian yang dilakukan Supriyono tidak mendukung hasil penelitian
Yuliani, dkk. Hasil penlitian Supriyono menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara obesitas dengan kejadian penyakit jantung koroner (p=0,59) dan
obesitas bukanlah faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner pada usia ≤ 45
tahun (OR=0,8; 95% CI 0,4-1,6).(10)
2.2.2.2 Dislipidemia
Dislipidemia atau kelainan kolesterol merupakan salah satu faktor risiko
penyakit jantung koroner. Pola makan yang buruk, seperti hidangan praktis, cepat
saji dan makanan yang diawetkan, dapat meningkatkan kadar kolesteol dalam darah.
Tubuh sangat membutuhkan kolesterol untuk membuat berbagai macam komponen
penting seperti hormon, membran sel, dan lain-lain, tapi kadar yang tinggi
mengakibatkan kolesterol mudah tertimbun (melekat) pada arteri koroner, sehingga
menjadi plak dan penyumbatan atau penyempitan pada ateri. (41, 42)
Masyarakat biasanya hanya mengenal kolesterol dan trigliserida, karena
kedua hal ini yang selalu dinilai. Faktanya lemak di dalam darah tidak berdiri sendiri,
lemak selalu berkaitan dengan fosfolipid dan protein spesifik yang disebut
lipoprotein. Lemak tersebut kemudian diangkut oleh globulin yang dikenal dengan
apolipoprotein A dan B. oleh karena itu, yang dinilai di laboratorium sebenarnya
adalah lipoprotein, misalnya kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL-Cholesterol),
atau dikenal dengan sebutan “kolesterol jahat” karena LDL mempunyai peranan
penting dalam pembentukan plak dan High Density Lipoprotein (HDL-Cholesterol)
atau dikenal dengan istilah “kolesterol baik” karena HDL mempunyai kemampuan
melepaskan kembali dan mengangkut kolesterol jahat yang berada dalam darah
17
kembali ke sirkulasi, sehingga tidak terjadi penyumbatan. (42)
Berikut ini adalah tabel
kadar kolesterol dalam darah.
Tabel 2.4 : Kadar Kolesterol dalam Darah
Ideal
(mg/dl)
Hati-hati
(mg/dl)
Bahaya
(mg/dl)
Kolesterol total < 200 200-240 > 240
Kolesterol LDL
Tanpa PJK
Dengan PJK
< 130
< 100
130-160
-
> 160
-
Kolesterol HDL > 45 35-45 < 35
Trigliserid
Tanpa PJK
Dengan PJK
< 200
< 150
200-400
-
> 400
-
Sumber : Tapan, 2005.(41)
Tabel 2.3 menunjukkan bahwa kadar kolesterol jahat (LDL) yang maksimal
boleh ada dalam darah orang normal adalah tidak melebihi dari 160 mg/dl, dan
idealnya adalah kurang dari 130 mg/dl. Sedangkan pada orang dengan penyakit
jantung koroner harus menjaga agar LDL tidak lebih dari 100 mg/dl. Kolesterol baik
(HDL) untuk semua orang (dengan atau tanpa PJK) idealnya adalah tidak kurang dari
45 mg/dl, jika sudah kurang dari 35 mg/dl, maka hal tersebut menjadi ancaman atau
bahaya bagi tubuh. Sementara trigliserid pada orang normal (tanpa PJK) idealnya
adalah kurang dari 200 mg/dl, dan bahaya jika lebih dari 400 mg/dl, untuk orang
dengan PJK, yang dibolehkan adalah kurang dari 150 mg/dl.
Hasil penelitian yang dilakukan Supriyono, membuktikan adanya hubungan
yang signifikan antara dislipidemia dengan kejadian penyakit jantung koroner pada
usia ≤ 45 tahun (p=0,029). Adanya dislipidemia meningkatkan risiko untuk
terjadinya penyakit jantung koroner sebesar 2,8 kali dibandingkan dengan yang tidak
mengalami dislipidemia (OR=2,8; 95% CI 1,1-7,1).(10)
Penelitian yang dilakukan oleh Suganda, tidak mendukung penelitian
sebelumnya. Hasil penelitian Suganda menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara dislipidemia dengan kejadian penyakit jantung koroner (p=0,275)
18
dan dislipidemia bukanlah faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner
(OR=0,56; 95% CI 0,23-1,33).(12)
2.2.2.3 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah terjadinya peningkatan tekanan
diastolik, yang tingginya tergantung umur seseorang yang terkena. Tekanan darah
berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung pada posisi tubuh, usia, dan stres
yang dialami. Hipertensi dengan peningkatan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi dengan peningkatan
diastolik saja, tanpa disertai peningkatan tekanan darah sistolik sering terjadi pada
dewasa muda. Berikut adalah tabel pengelompokan hipertensi berdasarkan kelompok
umur :(28)
Tabel 2.5 : Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok umur Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)
Bayi 80/40 90/60
Anak 7-11 tahun 100/60 120/80
Remaja 12-17 tahun 115/70 130/80
Dewasa
20-45 tahun
45-65 tahun
> 65 tahun
120-125/75-80
135-140/85
150/85
135/90
140-160/90-95
160/95
Sumber : Tambayong, 2000.
Dari Tabel 2.4 dapat dilihat tekanan darah normal dan hipertensi berdasarkan
kelompok umur, untuk mendiagnosa seseorang adalah hipertensi atau tidak, harus
disesuaikan dengan umur. Namun dalam beberapa kasus, hal ini tidak berlaku.
Hipertensi dapat di klasifikasikan berdasarkan tingkatannya, klasifikasi ini
menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment on High Blood Pressure (JNC 6).
19
Tabel 2.6 : Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan Darah (mmHg)
Optimal < 120/80
Normal 120/80 - 129/84 Borderline 130/85 – 139/89
Hipertensi > 140/90
Stadium 1 140/90 – 159/99
Stadium 2 160/100 – 179/109
Stadium 3 > 180/110
Sumber : Ridwan, 2009.(43)
Tabel 2.5 menjelaskan bahwa kategori hipertensi dibagi menjadi 3 stadium,
dikatakan hipertensi jika tekanan darah > 140/90 mmHg. Pada klasifikasi ini ada
batas atau dikategorikan prehipertensi, yang berguna untuk mengidentifikasi tingkat
risiko seseorang terkena hipertensi.
Hipertensi akan meningkatkan beban jantung, sehingga dinding jantung akan
menebal, akibatnya jantung semakin lama semakin membesar, kondisi ini membuat
kerja jantung melemah.(8)
Tekanan darah dikatakan normal jika kurang dari 140
mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik). Hipertensi bukan faktor risiko yang
berdiri sendiri. Hipertensi yang disertai dengan kegemukan, merokok, kadar
kolesterol yang tinggi atau penyakit kencing manis akan meningkatkan risiko
serangan jantung beberapa kali.(41)
Hipertensi memicu terjadinya aterogenesis, kemungkinan dengan merusak
endotel dan menyebabkan efek berbahaya lain pada dinding arteri besar. Semakin
tinggi beban kerja jantung, ditambah dengan tekanan arteri yang meningkat juga
dapat menyebabkan penebalan diding ventrikel kiri, atau disebut dengan hipertropi
ventrikel kiri, yang merupakan penyebab sekaligus penanda kerusakan
kardiovaskular yang lebih serius. Hipertropi ventrikel kiri menjadi predisposisi bagi
miokardium untuk mengalami aritmia dan iskemia, serta menjadi kontributor utama
terjadinya gagal jantung, infark miokard dan kematian mendadak.(29)
20
Penelitian yang dilakukan oleh Yusnidar pada wanita usia > 45 tahun
membuktikan bahwa adanya riwayat hipertensi meningkatkan risiko terjadinya
penyakit jantung koroner sebesar 3,5 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki
riwayat hipertensi (OR=3,5; 95% CI 1,6-7,8).(21)
Penelitian yang dilakukan Yuliani, dkk. pada pasien diabetes mellitus tipe 2
juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
kejadian penyakit jantung koroner pada penderita DM tipe 2 (p=0,007).(7)
Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Elytha pada pasien rawat inap khusus
jantung di sumatera barat, bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat
hipertensi dengan kejadian penyakit jantung koroner (p=0,001).(11)
Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono pada pasien yang berusia ≤ 45
tahun tidak membuktikan adanya hubungan antara riwayat hipertensi dengan
kejadian penyakit jantung koroner (p=0,87), dengan kata lain adanya riwayat
hipertensi tidak meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner
(OR=1,1; 95% CI 0,6-2,1).(10)
2.2.2.4 Diabetes mellitus
Diabetes mellitus atau kencing manis yang serius dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner. Lebih dari 80 % penderita biabetes mellitus meninggal
karena menderita salah satu atau lebih jenis penyakit jantung atau pembuluh
darah.(41)
Diabetes mellitus tidak menunjukkan gejala yang khas yang mudah dikenali.
Hal ini membuat penderita tidak tahu bahwa mereka sudah menderita diabetes.
Akibatnya, timbul berbagai penyakit kronis yang dapat berakibat fatal, misalnya
penyakit jantung, ginjal, kebutaan atau koma diabetik yang berisiko menyebabkan
kematian. Seseorang dikatakan diabetes jika terjadi kadar gula darah yang lebih dari
21
kadar normal, yaitu 60-80 mg/dl (dalam keadaan puasa), setelah makan kadar gula
darah berkisar antara 120-160 mg/dl.(44)
Tabel 2.7 : Nilai Laboratorium untuk Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus
dan Kategori Hiperglikemia yang lain
Kadar glukosa, mmol/l (mg/dl)
Darah Utuh Plasma (Vena)
Vena Kapiler
Diabetes mellitus Puasa ≥ 6,1 (≥ 110) ≥ 6,1 (≥ 110) ≥ 7,0 (≥ 126)
2 jam setelah makan ≥ 10,0 (≥ 180) ≥ 11,1 (≥ 200) ≥ 11,1 (≥ 200)
Toleransi glukosa terganggu Kadar puasa (jika diukur) < 6,1 (< 110) < 6,1 (< 110) < 7,0 (< 126)
2 jam setelah makan ≥ 6,7 (≥ 120) dan
< 10 (< 180)
≥ 7,8 (≥ 140) dan
< 11,1 (< 200)
≥ 7,8 (≥ 140) dan
< 11,1 (< 200)
Glikemia puasa terganggu Puasa ≥ 5,6 (≥ 100) dan
< 6,1 (< 110)
≥ 5,6 (≥ 100) dan
< 6,1 (< 110)
≥ 6,1 (≥ 110) dan
< 7,0 (< 126)
2 jam postprandial (Jika
diukur)
< 6,7 (< 120) < 7,8 (< 140) < 7,8 (< 140)
Sumber : Gibney, 2008.(45)
Tabel 2.5 menjelaskan bahwa seseorang dikatakan diabetes mellitus jika
kadar glukosa dalam plasma darah adalah ≥ 126 mg/dl saat puasa atau ≥ 200 mg/dl 2
jam setelah makan.
Penelitian yang dilakukan Suganda menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara penyakit diabetes mellitus terhadap kejadian penyakit jantung
koroner (p=0,043) dan penderita diabetes mellitus memiliki risiko 2,5 kali lebih besar
untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan yang bukan penderita
diabetes mellitus (OR=0,4; 95% CI 0,17-0,90).(12)
Penelitian ini diperkuat oleh
penelitian Yuliani, dkk. yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara lama menderita diabetes mellitus dengan kejadian penyait jantung koroner
(p=0,043).(7)
22
2.2.2.5 Aktivitas fisik
Kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner ditentukan oleh faktor
risiko tertentu. Salah satu faktornya yaitu kurangnya aktivitas fisik.(28)
Kurangnya
aktivitas fisik meningkatkan risiko penyakit jantung koroner melalui berbagai
mekanisme. Kebugaran yang rendah dapat menyebabkan kadar HDL menurun,
tingkat tekanan darah yang lebih tinggi, resistensi insulin dan obesitas. Studi
menunjukkan bahwa tingkat kebugaran yang sedang hingga tinggi berhubungan
dengan penurunan angka mortalitas akibat penyakit jantung kororner sebesar
setengah kali.(29)
Aktivitas fisik terbukti sangat bermanfaat bagi kesehatan. Diantaranya dapat
memperkecil risiko penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes mellitus tipe 2 dan
obesitas. Penurunan risiko dengan cara melakukan aktivitas fisik secara teratur, sama
besarnya dengan berhenti merokok.jika aktivitas fisik dilakukan secara teratur.
Aktivitas fisik yang bersifat weight bearing sangat penting bagi perkembangan
tulang selama masa kanak-kanak, remaja dan untuk mencapai massa tulang yang
maksimal (peak bone mass) pada dewasa muda.(45)
Central for Disease Control and Prevention (CDC) juga menyebutkan bahwa
selain mengontrol berat badan, aktivitas fisik juga dapat membantu menurunkan
hipertensi, menurunkan risiko diabetes tipe 2, serangan jantung, stroke, dan beberapa
jenis kanker, menurunkan risiko osteoporosis dan menurunkan risiko depresi dan
kecemasan.(46)
Aktivitas fisik dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu aktivitas fisik
moderate (sedang) dan aktivitas fisik vigorous (berat). Kegiatan yang dapat
digolongkan sebagai aktivitas fisik sedang adalah menyapu halaman, mengepel,
mencuci baju, menimba air, bercocok tanam, membersihkan kamar mandi/kolam,
23
tenis ganda, bulu tangkis ganda, senam aerobik, senam tera, renang, basket, bola
voly, jogging dan bermain sepak bola, sedangkan kegiatan yang termasuk aktivitas
berat antara lain seperti mengangkut atau memikul kayu, beras, batu, pasir,
mencangkul, menebang pohon, bersepeda cepat, angkat besi, tenis tunggal, bulu
tangkis tunggal, lari cepat, marathon, mengayuh becak, mendaki gunung dan
bersepeda membawa beban.(20, 46)
Aktivitas fisik dapat dinilai dalam bentuk total volume aktivitas fisik atau
pengeluaran energi yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Sebagian instrument
penelitian ada yang dapat menggali frekuensi, durasi dan intensitas, disamping total
volume aktivitas fisik. Di bidang kesehatan masyarakat, total volume aktivitas fisik
menjadi sangat penting karena memberikan dampak yang signifikan terhadap status
kesehatan. Total volume aktivitas fisik ditentukan dengan satuan METs (Metabolic
Energy Turnover) per hari atau per minggu, yaitu intensitas semua aktivitas yang
berbeda selama periode pengkajian dinyatakan dengan ekuivalen MET yang
dilakikan dengan waktu yang digunakan untuk semua aktivitas. Cara ini sering
dilakukan untuk menyatakan total volume aktivitas fisik ketika menggunakan metode
kuesioner.(45)
Tabel 2.8 : Intensitas Absolut (METs) Pada Berbagai Kelompok Usia
20-39 tahun 40-64 tahun 65-79 tahun > 80 tahun
Ringan 3,0 – 4,7 2,5 – 4,4 2,0 – 3,0 1,26 – 2,2
Sedang 4,8 – 7,1 4,5 – 5,9 3,6 – 4,7 2,3 – 2,95
Berat 7,2 – 10,1 6,0 – 8,4 4,8 – 6,7 3,0 – 4,25
Sumber : Gibney, 2009.(45)
Dari Tabel 2.7 dapat disimpulkan ada 3 tingkatan nilai METs, yaitu intensitas
ringan (< 3 METs), intensitas sedang (3-6 METs) dan intensitas berat (> 6 METs).
Hal ini digunakan untuk mempermudah dalam menilai kuesioner yang telah diisi
oleh subyek.
24
Klasifikasi aktivitas fisik terbagi atas 3, yaitu :(47)
1. Tinggi/berat, jika :
Melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas minimal
1500 MET-menit/minggu, atau
Melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang dan berjalan
dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000 MET-menit/minggu
2. Sedang, jika :
Intensitas aktivitas berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih
Melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling
sedikit 30 menit/hari, atau
Melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang dan berjalan
dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600 MET-
menit/minggu
3. Rendah/ringan, jika tidak memenuhi kriteria berat dan sedang di atas.
Data riset kesehatan dasar tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi
penduduk Indonesia yang kurang aktivitas fisik pada umur > 10 tahun adalah
sebanyak 48 %. Ada 16 provinsi dengan prevalensi di atas prevalensi nasional, 5
urutan tertinggi yaitu NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi.(24)
Penelitian yang dilakukan Rahmawati,dkk. menujukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara aktivitas fisik dengan rasio HDL dalam darah (p=0,045),
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Aktivitas
fisik dapat meningkatkan kadar HDL dan menurunkan LDL, sehingga dapat
mencegah timbulnya penumpukan kolesterol dalam darah dan mencegah timbulnya
penyakit jantung koroner.(31)
25
Penelitian dengan desain cohort pada wanita pekerja sehat yang berusia ≥ 45
tahun menunjukkan bahwa risiko relatif untuk terjadinya penyakit jantung koroner
pada wanita yang melakukan aktivitas fisik 600-1499 kkal/minggu lebih kecil
(RR=0,55; 95% CI 0,37-0,82).(48)
2.2.2.6 Kebiasaan Merokok
Salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner yang paling banyak
ditemukan di Indonesia adalah kebiasaan merokok. Rokok merupakan radikal bebas
yang sangat kuat yang terdiri dari 1 zilion radikal bebas. Di dalam rokok terkandung
22 jenis radikal bebas seperti Ter, CO2, nikotin dan sebagainya. Radikal bebas
merupakan suatu ion molekul tanpa pasangan yang bisa mengikat molekul lain yang
dapat mengakibatkan molekul atau zat menjadi rusak atau berubah sifat. Misalnya,
sel-sel pembuluh darah menjadi cepat mati atau pembuluh darah jadi menyempit. Hal
ini bisa menyebabkan serangan jantung.(27, 35)
Sekitar 24 % kematian akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki dan 11
% pada perempuan disebabkan oleh kenbiasaan merokok. Orang yang tidak merokok
dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki risiko sebesar 20-30 %
dibandingkan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko terjadinya penyakit
jantung koroner akibat merokok berkaitan dengan dosis merokok. Orang yang
merokok sebanyak 20 batang rokok atau lebih dalam sehari, memiliki risiko sebesar
2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian
koroner mayor. Hasil studi Huxley dan Woodward tahun 2011 didapatkan bahwa
durasi atau lamanya merokok merupakan determinan yang sangat penting yang
berhubungan dengan risiko kejadian penyakit jantung koroner. Risiko penyakit
jantung koroner akibat merokok turun menjadi 50 % setelah satu tahun berhenti
merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun berhenti merokok.(25, 49)
26
Peran rokok dalam patogenesis penyakit jantung koroner adalah hal yang
kompleks, yaitu timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan
vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, provokasi aritmia
jantung, peningkatan kebutuhan oksigen miokard dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen.(25)
Perokok dapat digolongkan menjadi perokok aktif dan perokok pasif.
Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, perokok dapat digolongkan dalam perokok
ringan jika merokok < 10 batang/hari, perokok sedang jika merokok 10-20
batang/hari dan perokok berat jika merokok > 20 batang/hari. Berdasarkan jenis
rokok yang dihisap, terbagi menjadi rokok kretek, cerutu/rokok putih, dan dengan
filter atau tidak. Lama merokok yaitu lebih dari 10 tahun merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Makin lama seseorang merokok, semakin
besar orang tersebut terpapar asap rokok yang mempengaruhi organ-organ tubuh
yang terpapar.(50, 51)
Lebih dari 95 % pasien penyakit jantung koroner adalah perokok aktif.
Namun dari hasil penelitian, ternyata perokok pasif, yaitu orang yang hidup di sekitar
perokok aktif mempunyai risiko yang sama dengan perokok aktif.(5)
Penelitian yang dilakukan Irawan, dkk. menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara status merokok dengan kejadian penyakit jantung koroner
(p=0,032), penelitian ini menyimpulkan bahwa orang yang merokok 3 kali lebih
berisiko untuk terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang yang
bukan perokok (OR=3,06; 95% CI 1,89-10,51).(13)
27
2.2.2.7 Stres
Beberapa ahli mencatat hubungan antara penyakit jantung koroner dengan
stres dari kehidupan seseorang, perilaku dan status sosial-ekonomi. Hal ini
dicontohkan pada seseorang yang sedang stres mulai merokok atau menjadi lebih
sering merokok dari biasanya.(41)
Saat mengalami stres, tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol, yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku. Selain itu, keadaan stres yang cukup
tinggi juga dapat menyebabkan meningkatnya kadar hormon norepinephrine yang
merangsang naiknya tekanan darah dan denyut jantung. Keadaan ini akan
mempermudah kerusakan dinding pembuluh darah. Sehingga kerja jantung menjadi
berat dan memicu timbulnya serangan jantung. Stres meningkatkan risiko terjadinya
penyakit jantung koroner sebanyak 6 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak mengalami stres.(8, 22, 27)
28
2.2.2.8 Tingkat pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti, di dalam
pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang
lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang.(52)
Pendidikan dibagi atas pendidikan
formal dan non-formal. Pendidikan formal terdiri atas jenjang dasar (SD, SMP
sederajat), jenjang menengah (SMA sederajat), dan jentang tinggi (diploma, sarjana,
magister, spesialis, doktor dan seterusnya).(53)
Penelitian yang dilakukan Andresdottir, et al menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan yang rendah mempunyai risiko sebesar 1,86 kali untuk terjadinya
penyakit jantung koroner dibandingkan dengan pendidikan yang tinggi (HR=1,86;
95% CI 1,63-2,14).(37)
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yusnidar
menunjukkan bahwa wanita dengan tingkat pengetahuan yang kurang memiliki
risiko 2,4 kali lebih besar untuk terjadinya penyakit jantung koroner dibandingkan
wanita dengan tingkat pengetahuan yang baik (OR=2,4; 95% CI 1,1-5,3).(21)
29
2.3 Telaah Sistematik
Penelitian tentang faktor risiko penyakit jantung sudah banyak dilakukan.
Beberapa diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.9 : Telaah Sistematik
Peneliti Judul Thn. Variabel Desain Hasil
Novita
Anggraini
Faktor-faktor risiko
PJK pada pasien rawat jalan di
poliklinik jantung RS
M. Djamil Padang
2005 Keturunan,
Hipertensi, Merokok, Olah raga
Kasus
kontrol
Faktor risiko yang
terbukti berhubungan adalah keturunan,
merokok dan kurang
olah raga
Bambang
Irawan,
Moch.
Sja’bani dan
Muhammad
Ayus Astoni
Hiperhomosisteinemia
sebagai risiko
penyakit jantung
koroner
2005 Riwayat hipertensi,
Status merokok,
Hiperkolesterolemia,
HDL rendah, Hiper-
homosisteinemia
Kasus
kontrol
Faktor risiko yang
terbukti berhubungan
adalah hiper-
homosisteinemia,
status merokok dan
HDL rendah
Yusnidar Faktor-faktor risiko
PJK pada wanita usia
> 45 tahun di RSUD
Dr. Kariadi Semarang
2007 Penuaan, Riwayat
penyakit keluarga,
Hipertensi, Diabetes
mellitus, Kebiasaan merokok, Obesitas,
Keadaan sosek,
Tingkat
pengetahuan, Pola
diet, Inaktivitas
fisik, Dislipidemia,
Menopause,
Riwayat penggunaan
kontrasepsi
Kasus
kontrol
faktor risiko yang
terbukti berhubungan
adalah menopause,
penuaan, inaktivitas fisik, riwayat DM,
riwayat hipertensi,
tingkat pengetahuan.
Mamat
Supriyono
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap
kejadian PJK pada
kelompok usia ≤ 45 tahun di RSUD Dr.
Kariadi Semarang
2008 Kebiasaan merokok,
Hipertensi,
Dislipidemia,
Riwayat penyakit keluarga, Inaktivitas
fisik, Diabetes
mellitus, Obesitas,
Pengetahuan, Pola
diet, Keadaan sosek
Kasus
kontrol
Faktor risiko yang
terbukti berpengaruh
adalah penyakit DM,
dislipidemia, hipertrigleseridemia,
kebiasaan merokok,
penyakit DM dalam
keluarga.
Ayu Candra
Rahmawati,
Siti Zulaekah
&
Setyaningrum
Rahmawaty
Aktivitas fisik dan
rasio kolesterol
(HDL) pada penderita
PJK di poliklinik
jantung RSUD DR
Moewardi Surakarta
2009 Aktivitas fisik,
kolesterol HDL
Cross
Sectional
Faktor risiko yang
berhubungan adalah
aktivitas fisik
Agung
Suganda
Faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian PJK pada
kelompok usia > 40
tahun di RS DR,
M.Djamil Padang
2012 Hipertensi, Diebetes
mellitus, Obesitas, Riwayat PJK,
Dislipidemia
Kasus
kontrol
Faktor risiko yang
berhubungan adalah diabetes mellitus.
Fauziah
Elytha
Faktor-faktor yang
mempengaruhi PJK di
RS khusus Jantung
Sumbar
2012 Hipertensi,
Kolesterol, Obesitas,
Kebiasaan merokok,
Kebiasaan olahraga
Cross
Sectional
Faktor risiko yang
berhubungan adalah
hipertensi dan
kebiasaan merokok
30
Peneliti Judul Thn. Variabel Desain Hasil
Hermansyah,
Citra Kesuma
Sari &
Aminuddin
Aktivitas fisik dan
kesehatan mental
terhadap kejadian PJK
pada pasien rawat
jalan di RSUD
Labuang Baji
Makassar
2012 Aktivitas fisik,
Kesehatan mental
Cross
Sectional
Tidak ada hubungan
yang bermakna antara
aktivitas fisik dan
kesehatan mental
dengan kejadian PJK.
Annisa
Yuliana
Salim &
Anjar
Nurrohmah
Hubungan olahraga
dengan kejadian PJK
pada pasien rawat
jalan di RSUP DR.
Wahidin
Sudirohusodo dan RSUD Dr. Moewardi
2013 Olahraga Kasus
kontrol
Tidak ada hubungan
antara olah raga
dengan kejadian PJK.
Fadma
Yuliani, Fadil
Oenzil &
Detty Iryani
Hubungan berbagai
faktor risiko terhadap
kejadian PJK pada
penderita DM tipe-2
2013 Umur, Jenis
kelamin, Lama
menderita DM,
Hipertensi,
Dislipidemia,
Obesitas, Merokok
Cross
Sectional
Faktor risiko yang
berhubungan adalah
lama menderita DM,
hipertensi,
dislipidemia dan
obesitas.
31
2.4 Kerangka Teori
------ = area penelitian
____ = tidak diteliti
Gambar 2.2 : Diagram Teori Hubungan Faktor Risiko Penyakit Jantung
Koroner
Sumber : Supriyono, 2007, dikutip dengan modifikasi.(10)
Makro-angiopati
Olah Raga
Diabetes
Dem
ogra
fi
Hormonal dan Reproduksi Minum Alkohol
Merokok
Usia
Kontrasepsi Oral
Terapi Hormonal
Usia Menopause
Pola
Hid
up
Ras
Jenis Kelamin
Riw
aya
t
Mutasi Genetik
Nyeri Ulu Hati
Hipertensi
Sosial
Pendidikan
Pendapatan
Obesitas Sea Food
Low Fiber
Kolesterol
Diet Lemak
Pola Diet
Lingk. Sosial
Lingk. Kerja
Lin
gk
un
gan
Lingk. Rumah
Riwayat Penyakit
jantung lain
Hemosistein
Riwayat PJK
Metabolisme Lemak
Hiperkolesteroleni
Stres
Arteri K
oro
ner
Dis
fung
si
En
do
tel
Fa
kto
r G
en
etik
Penyakit Jantung
Koroner
(PJK)
Atherosklerosis pada
arteri koroner Penyumbatan pada arteri
koroner
Suku
32
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3 : Diagram Konsep Hubungan Faktor Risiko Penyakit Jantung
Koroner
Penyakit Jantung Koroner
Riwayat Hipertensi
Dislipidemia
Obesitas
Riwayat penyakit
keluarga
Diabetes mellitus
Kebiasaan Merokok
Aktivitas fisik
Suku
Tingkat pendidikan
33
2.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara suku dengan kejadian penyakit jantung koroner
2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit jantung
koroner
3. Ada hubungan antara faktor risiko riwayat penyakit keluarga dengan kejadian
penyakit jantung koroner
4. Ada hubungan antara faktor risiko obesitas dengan kejadian penyakit jantung
koroner
5. Ada hubungan antara faktor risiko dislipidemia dengan kejadian penyakit
jantung koroner
6. Ada hubungan antara faktor risiko riwayat hipertensi dengan kejadian
penyakit jantung koroner
7. Ada hubungan antara faktor risiko diabetes mellitus dengan kejadian penyakit
jantung koroner
8. Ada hubungan antara faktor risiko aktivitas fisik dengan kejadian penyakit
jantung koroner
9. Ada hubungan antara faktor risiko kebiasaan merokok dengan kejadian
penyakit jantung koroner
34
BAB 3 : METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi kasus
kontrol, yang bertujuan untuk melihat seberapa kuat hubungan faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner.(54)
Variabel independen
penelitian ini adalah faktor risiko penyakit jantung koroner, yaitu suku, tingkat
pendidikan, riwayat penyakit keluarga, obesitas, dislipidemia, riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, aktivitas fisik dan kebiasaan merokok, sedangkan variabel
dependennya adalah penyakit jantung koroner.
Pertimbangan yang diambil dalam memilih desain studi kasus kontrol
adalah:(10)
1. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kronis yang mempunyai masa
inkubasi yang panjang
2. Faktor risiko penyakit jantung koroner banyak diasumsikan secara luas, dan
banyak ditemukan pada laki-laki dan wanita post-menopause
3. Faktor risiko yang diteliti sebagian besarnya adalah peristiwa kebiasaan hidup
sehari-hari, sehingga diharapkan akan bertahan dalam ingatan dalam waktu
yang cukup panjang.
35
Gambar 3.1 : Skema Rancangan Studi Kasus Kontrol(54)
Sumber : Sastroasmoro, 2011.
Gambar 3.1 menunjukkan rancangan studi kasus kontrol. Pada kelompok
kasus adalah orang yang didiagnosa menderita penyakit jantung koroner, kemudian
dilihat faktor risiko secara retrospektif, apakah subyek memiliki faktor risiko yang
ditentukan atau tidak. Kemudian diambil kontrol dengan matching umur dan jenis
kelamin, yaitu pada orang yang didiagnosa tidak menderita penyakit jantung koroner,
dan dilihat apakah ada atau tidak faktor risiko yang ditentukan, secara retrospektif.
3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di bagian rawat inap dan instalasi rekam medis
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. M. Djamil Padang, pada bulan April sampai
Mei 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh pasien (laki-laki dan
perempuan) yang berobat ke RSUP DR. M. Djamil Padang pada tahun 2014.
Populasi sumber pada penelitian ini adalah semua pasien (laki-laki dan
perempuan) yang memiliki suku asli minangkabau yang mengunjungi bagian rawat
inap kardiologi RSUP DR. M. Djamil Padang selama periode penelitian.
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
Retrospektif Kasus :
Penderita PJK
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
Retrospektif
Kontrol :
Bukan
penderita PJK
Matching
36
Populasi studi atau sampel pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa
oleh dokter/dokter spesialis mengalami gangguan (penyempitan atau penyumbatan)
pada arteri koroner yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Sedangkan
kontrol pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa oleh dokter/dokter spesialis
tidak mengalami gangguan (penyempitan atau penyumbatan) pada arteri koroner
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan dengan matching umur dan jenis
kelamin.
3.3.1 Kasus
3.3.1.1 Kriteria inklusi
1. Pasien laki-laki atau perempuan yang sudah didiagnosa penyakit jantung
koroner oleh dokter
2. Sedang dirawat di bagian kardiologi RSUP DR M. Djamil Padang
3. Memiliki suku asli minangkabau
3.3.1.2 Kriteria eksklusi
1. Data rekam medis tidak lengkap
2. Tidak bersedia menjadi subyek penelitian
3.3.2 Kontrol
3.3.2.1 Kriteria inklusi
1. Pasien laki-laki atau perempuan yang didiagnosa tidak penyakit jantung
koroner oleh dokter
2. Memiliki suku asli minangkabau
3. Umur dan jenis kelamin sama dengan kasus
3.3.2.2 Kriteria eksklusi
1. Data rekam medis tidak lengkap
2. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
37
3.3.3 Besar sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus pengambilan sampel case control
berpasangan :(54)
[
⁄ √
( ⁄ ) ]
( )
Keterangan :
n = Besar sampel
Zα = Derajat kemaknaan (95 % = 1,96)
p = Proporsi sifat tertentu yang diperkirakan pada populasi
OR = 2,25 (dari penelitian Salim dan Nurrohmah, 2013)(30)
q = (1-p)
Zβ = Kekuatan penelitian/power (80 % = 0,842)
n = [
⁄ √( )( )
( ⁄ ) ]
( )
= [ √
( ) ]
( )
= [ ( )( )
( ) ]
= [
( ) ] p = 0,69
= [
( ) ]
= ( )
= 50,65
n = 51 orang
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan OR = 2,25, didapatkan jumlah
sampel minimal adalah sebanyak 51 orang, kemudian sampel cadangan sebanyak
10% dari sampel minimal, yaitu 5 orang. Dengan menggunakan perbandingan kasus
dan kontrol 1 : 1, maka jumlah sampel adalah 56 kasus dan 56 kontrol, sehingga
jumlah keseluruhan sampel adalah 112 orang (sampel minimal sebanyak 102 orang
dan sampel cadangan sebanyak 10 orang).
38
3.3.4 Metode pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling, yaitu
semua subyek yang datang (dirawat) secara berurutan dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan
terpenuhi.(54)
Sampel penelitian kelompok kasus diambil dari pasien yang sedang
dirawat di bagian kardiologi RSUP DR. M. Djamil Padang selama periode
penelitian, sesuai dengan kriteria inklusi kasus. Sedangkan kontrol diambil dari
pasien yang tidak terdiagnosa penyakit jantung koroner di RSUP DR M. Djamil
Padang selama periode penelitian dengan matching umur dan jenis kelamin. Data
obesitas, dislipidemia, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus, diambil berdasarkan
rekam medis pasien, sedangkan data suku, tingkat pendidikan, riwayat penyakit
keluarga, aktivitas fisik dan merokok diambil dengan wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien berdasarkan kuesioner.
39
3.4 Definisi Operasional
Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Cara/Alat
Ukur Skala Hasil Ukur
Penyakit
jantung
koroner
Kasus :
Didiagnosa penyakit jantung
koroner oleh dokter
Kontrol : Didiagnosa tidak penyakit
jantung koroner oleh dokter
Telaah rekam
medis/Data
rekam medis
Nominal Kasus :
Jika pasien didiagnosa
PJK
Kontrol : Jika pasien didiagnosa
tidak PJK
Suku Suku yang dimiliki oleh
subyek yang diturunkan
melalui ibu kandung subyek.
Wawancara/
Kuesioner
Nominal 1. Koto piliang
2. Bodi caniago
Tingkat
pendidikan
Pendidikan terakhir yang
ditamatkan oleh subyek.
Wawancara/
Kuesioner
Ordinal 1. Rendah, ≤ SMP
2. Sedang, SMA
3. Tinggi, ≥ Diploma
Riwayat
penyakit
keluarga
Adanya salah satu atau lebih
anggota keluarga yang
memiliki hubungan darah
yaitu orang tua, saudara
kandung, kakek atau nenek
yang mengalami penyakit yang berisiko, diantaranya
adalah penyakit jantung,
hipertensi, stroke, dan
diabetes mellitus
Sumber : Yahya, 2010
Wawancara/
Kuesioner
Nominal 1. Ada
2. Tidak ada
Obesitas Kelebihan lemak tubuh > 19
% pada subyek laki-laki dan >
21 % pada subyek
perempuan, yang dialami
sebelum subyek didiagnosa
PJK.
Diukur dengan menghitung
BMI (body mass index). Dikatakan obesitas apabila
BMI seseorang > 30 kg/m2.
Sumber : Russel, 2011
Telaah rekam
medis/Data
rekam medis
Nominal 1. Ya, jika BMI > 30
kg/m2
2. Tidak, jika BMI ≤ 30
kg/m2
Dislipidemia Keadaan kolesterol yang tidak
normal di dalam darah yang
dialami oleh subyek sebelum
didiagnosa PJK, dikatakan
dislipidemia apabila
memenuhi salah satu atau
lebih kriteria berikut :(41)
Kadar kolesterol total ≥
200 mg/dl
Kadar kolesterol LDL:
≥ 100 mg/dl (kasus)
≥ 130 mg/dl (kontrol)
Kadar kolesterol HDL ≤
45 mg/dl
Kadar trigliserid:
≥ 150 mg/dl (kasus)
≥ 200 mg/dl (kontrol)
Sumber : Tapan, 2005
Telaah rekam
medis/Data
rekam medis
Nominal 1. Ya, jika memenuhi
salah satu atau lebih
kriteria
2. Tidak, jika tidak
memenuhi kriteria
40
Variabel Definisi Operasional Cara/Alat
Ukur Skala Hasil Ukur
Riwayat
hipertensi
Keadaan tekanan darah yang
melebihi batas normal yang
dialami subyek sebelum
didiagnosa PJK.
Dikatakan hipertensi apabila
tekanan darah subyek ≥ 140
mmHg (sistolik) dan ≥ 90
mmHg (diastolik)
Sumber : Ridwan, 2009
Telaah rekam
medis/Data
rekam medis
Nominal 1. Ya
2. Tidak
Diabetes
mellitus
Kondisi subyek yang
sebelumnya telah didiagnosis
oleh dokter menderita diabetes mellitus, sebelum
subyek didiagnosis PJK.
Dikatakan diabetes mellitus,
jika kadar gula darah saat
puasa adalah ≥ 126 mg/dl
Sumber : Gibney, 2008
Telaah rekam
medis/Data
rekam medis
Nominal 1. Ya
2. Tidak
Aktivitas
fisik
Keadaan aktivitas fisik
subyek sebelum didiagnosa
PJK.
Kegiatan yang melibatkan
gerakan tubuh sebagai bagian
dari kegiatan sehari-hari yang dinilai berdasarkan Global
Physical Activity
Questionnaire.
1. Berat, jika :
Melakukan aktivitas yang
berat minimal 3 hari
dengan intensitas minimal
1500 MET-menit/minggu,
atau
Melakukan kombinasi
aktivitas fisik yang berat, sedang dan berjalan dalam
7 hari dengan intensitas
minimal 3000 MET-
menit/minggu
2. Sedang, jika :
Intensitas aktivitas berat
minimal 20 menit/hari
selama 3 hari atau lebih
Melakukan aktivitas
sedang selama 5 hari atau
lebih atau berjalan paling
sedikit 30 menit/hari, atau
Melakukan kombinasi
aktivitas fisik yang berat,
sedang dan berjalan dalam
5 hari atau lebih dengan
intensitas minimal 600
MET-menit/minggu
3. Ringan, jika tidak
memenuhi kriteria berat
dan sedang.
Sumber : WHO, 2006
Wawancara/
Kuesioner
Ordinal 1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
41
Variabel Definisi Operasional Cara/Alat
Ukur Skala Hasil Ukur
Kebiasaan
merokok
Kebiasaan merokok subyek
sebelum didiagnosa PJK.
Dinilai berdasarkan kebiasaan
tidak merokok dan merokok
berdasarkan banyaknya
jumlah batang rokok yang
dihisap setiap hari
Sumber : Bustan, 2007
Wawancara/
Kuesioner
Ordinal 1. Tidak merokok
2. Perokok pasif
3. Perokok Ringan, < 10
batang/hari
4. Perokok Sedang, 10-20
batang/hari
5. Perokok Berat, > 20
batang/hari
3.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.5.1 Teknik pengumpulan data(55)
3.5.1.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti.
Data primer pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian
penyakit jantung koroner dengan menggunakan kuesioner yang akan ditujukan
kepada subyek penelitian maupun keluarga terdekat.
Data primer yang diambil adalah suku, tingkat pendidikan, riwayat penyakit
keluarga, aktivitas fisik dan kebiasaan merokok. Informasi yang dibutuhkan diambil
dengan cara wawancara dengan kuesioner yang telah disiapkan, untuk variabel
aktivitas fisik, kuesioner yang digunakan adalah Global Physical Activity
Questionnaire versi 2 yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization).
Tabel 3.2 : Struktur Kuesioner GPAQ
Jenis Pertanyaan Kode Kuesioner
Aktivitas saat bekerja C1, C2, C3, C4, C5, C6a & C6b
Perjalanan dari satu tempat ke tempat lain C7, C8, C9a & C9b
Olah raga C10, C11, C12, C13, C14, C15a & C15b
Waktu luang C16
Kuesioner terdiri dari 16 pertanyaan dengan menggunakan kode C1 sampai
dengan C16. Pertanyaan C1 - C6a & b mengenai aktivitas saat bekerja, pertanyaan
C7 – C9a & b mengenai perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, pertanyaan C10 –
C15a & b mengenai olah raga dan pertanyan C16 mengenai waktu luang. Cara
mengolah data ini adalah dengan menggunakan rumus total aktivitas fisik dalam
MET menit/minggu.
42
Rumusnya adalah :(56)
3.5.1.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang peneliti peroleh dari data rekam medis
(medical record) yang berkaitan dengan faktor risiko kejadian penyakit jantung
koroner. Data sekunder yang diambil adalah data mengenai obesitas, dislipidemia,
riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.
3.5.2 Teknik pengolahan data(55)
3.5.2.1 Editing
Proses ini dilakukan untuk mengecek isi kelengkapan, kesinambungan dan
keseragaman formulir atau kuesioner yang telah diisi dan diserahkan oleh subyek
penelitian.
3.5.2.2 Coding
Data yang sudah diterima, kemudian diperiksa dan ditrnsformasikan dari data
yang berbentuk huruf menjadi angka atau bilangan. Peneliti memberi nilai pada
pilihan jawaban yang telah dipilih subyek penelitian.
3.5.2.3 Entry data
Nilai/kode jawaban yang diperoleh dimasukkan ke dalam program komputer
untuk proses analisis.
3.5.2.4 Cleaning
Pembersihan data, yakni melakukan pengecekan kembali data yang sudah di-
entry. Data yang telah dimasukkan ke program komputer, dicek kembali untuk
menghindari terjadinya missing data atau duplikasi data.
Total aktivitas fisik MET menit/minggu = [(C2 x C3 x 8) + (C5 x C6 x 4) + (C8 x C9 x 4) + (C11 x C12 x 8) + (C14 x C15 x 4)]
43
3.6 Teknik Analisis Data
3.6.1 Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat karakteristik tiap variabel, baik
dependen maupun independen. Data katagorik yang akan dilihat adalah distribusi
frekuensi dengan ukuran presentase dan proporsi, sedangkan data numerik yang akan
dilihat adalah mean dan standar deviasi. Hasil analisis data akan disajikan dalam
bentuk tabel, grafik atau narasi.(55, 57)
3.6.2 Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
tiap-tiap faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Variabel
independen yang akan di uji dengan variebel dependen adalah adalah riwayat
penyakit keluarga, obesitas, dislipidemia, riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
aktivitas fisik dan kebiasaan merokok. Analisis bivariat dilakukan dengan
menggunakan uji Mc.Nemar, untuk membandingkan dua proporsi sampel yang
berpasangan.(55)
Interpretasi besar pengaruh dinyatakan dengan Odds Ratio (OR)
dengan menggunakan 95 % Confidence Interval (CI) dan nilai p < 0,05.
Nilai OR ditentukan melalui tabel 2 x 2 kasus kontrol berpasangan :(54)
Kontrol
Kas
us Terpajan Tidak terpajan
Terpajan a b
Tidak terpajan c d
Untuk memperoleh nilai OR pada desain kasus kontrol berpasangan, yang
dibandingkan adalah kelompok kasus yang terpajan dan kelompok kontrol tidak
terpajan (b) dengan kelompok kasus tidak terpajan dan kelompok kontrol terpajan
(c).
Jadi nilai OR adalah =
44
3.6.3 Analisis multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel-variabel
independen dengan variabel dependen dan variabel independen mana yang paling
besar hubungannya terhadap variabel dependen. Analisis multivariat dilakukan
dengan menghubungkan beberapa variabel independen (p < 0,25 pada analisis
bivariat) dengan satu variabel dependen secara bersamaan. Teknik analisis yang
digunakan yaitu regresi logistik, teknik ini biasa digunakan apabila variabel
independennya berskala numerik dan kategorik, sedangkan variabel dependennya
berskala nominal (dikotomik).(54)
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Global Status Report on Noncomunicable diseases 2010. Italy: World
Health Organization; 2011.
2. Kemenkes RI. Penyakit Tidak Menular. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan. 2012.
3. Kasron. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegahan serta Pengobatannya.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2012.
4. Yahya AF. Menaklukkan Pembunuh No. 1 : Mencegah dan Mengatasi
Penyakit Jantung Koroner Secara Tepat dan Cepat. Bandung: Qanita; 2010.
5. Cahyono JBSB. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius;
2008.
6. Lipoeto NI, Agus Z, Oenzil F, Wahlqvist M, Wattanapenpaiboon N. Dietary
intake and the risk of coronary heart disease among the coconut-consuming
Minangkabau in West Sumatra, Indonesia. Asia Pacific journal of clinical
nutrition. 2004;13(4):377-84. Epub 2004/11/26.
7. Yuliani F, Oenzil F, Iryani D. Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap
Kejadian Penyakit jantung Koroner pada Penderita Diabetes Mellitus tipe-2.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014.
8. Sutanto. Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern. Yogyakarta: Andi;
2010.
9. Anggraini N. Faktor-faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Pasien
Rawat Jalan Di Poliklinik Perjan RSUP DR. M. Djamil Tahun 2005 [Skripsi].
Padang: Universitas Andalas; 2005.
10. Supriyono M. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia < 45 Tahun [Tesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2008.
11. Elytha F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Jantung Koroner Di RS
Khusus Jantung Sumbar. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012;Vol 8/No. 1:15.
12. Suganda A. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit
Jantung Koroner pada Kelompok Usia > 40 Tahun Di RS DR. M. Djamil
Padang Tahun 2012 [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas; 2012.
13. Irawan B, Sja'bani M, Astoni MA. Hiperhomosisteinemia Sebagai Risiko
Penyakit Jantung koroner. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2005;Vol. XXI.
14. Hermansyah, Sari CK, Aminuddin. Aktifitas Fisik dan Kesehatan Mental
Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat Jalan Di
RSUD Labuang Baji Makassar. 2012.
15. Nugroho P. Penyakit Periodontal Sebagai Penyebab Penyakit Jantung Koroner
Di RSUP DR. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.
16. Wangsarahardja K. Penyakit Periodontal Sebagai Faktor Risiko Penyakit
Jantung Koroner. Universa Medicina. 2005;Vol. 24 No. 3.
17. Kaisare S, Rao J, Dubashi N. Periodontal disease as a risk factor for acute
myocardial infarction. A case-control study in Goans highlighting a review of
the literature. British dental journal. 2007;203(3):E5; discussion 144-5. Epub
2007/08/19.
18. WHO. Noncommunicable Diseases Country Profiles 2011. France: World
Health Organization; 2011.
19. Badan Litbangkes. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta:
Kemenkes RI; 2013.
20. Badan Litbangkes. Kartu Peraga Riskesdas 2013. In: Kemenkes RI, editor.
Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
21. Yusnidar. Faktor-faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Wanita Usia >
45 Tahun [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2007.
22. Redaksi Agromedia. Solusi Sehat Mengatasi Penyakit Jantung Koroner.
Jakarta: Agromedia Pustaka; 2009.
23. Anonim. Cara Mencegah Penyakit Jantung Koroner. 2013 [cited 2013 13
Desember]; Available from: http://penyakitjantungkoroner.org/cara-mencegah-
penyakit-jantung-koroner/.
24. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI; 2008.
25. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Notes : Kardiologi.
Jakarta: Erlangga Medical Series; 2002.
26. Ulfah A. Gejala Awal dan Deteksi Dini Penyakit Jantung Koroner2000.
27. Russel DM. Bebas dari 6 Penyakit Paling Mematikan. Yogyakarta: Media
Pressindo; 2011.
28. Tambayong J. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC; 2000.
29. Aoronson PI, Ward JPT. At a Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Erlangga
2010.
30. Salim AY, Nurrohmah A. Hubungan Olahraga dengan Kejadian Penyakit
Jantung Koroner Di RSUD Dr. Moewardi. GASTER. 2013;Vol. 10/ No. 1.
31. Rahmawati AC, Zulaekah S, Rahmawaty S. Aktivitas Fisik dan Rasio
Kolesterol (HDL) pada Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Poliklinik
Jantung RSUD Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan. 2009;Vol. 2, no. 1.
32. Relasi Data. Suku Di Minangkabau. www.relasidata.com; 2014 [cited 2014 11
April].
33. Marajo SM. Urang Minang Berasal dari Suku Malayu? :
lubukgambir.wordpress.com; 2011 [cited 2014 11 April].
34. Chanan E. Suku-suku Di Minangkabau. www.pandaisikek.net; 2012 [cited
2014 11 April].
35. Saptawati L. Bersahabat dengan Penyakit Jantung. Yogyakarta: Kanisius;
2009.
36. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Nomor
854/Menkes/SK/IX/2009 (2009).
37. Andresdottir MB, Sigurdsson G, Sigvaldason H, Gudnason V. Fifteen percent
of myocardial infarctions and coronary revascularizations explained by family
history unrelated to conventional risk factors. The Reykjavik Cohort Study.
European heart journal. 2002;23(21):1655-63. Epub 2002/10/26.
38. Heart Disease and Stroke Statistics 2013 [database on the Internet]. American
Heart Association. 2013 [cited 21 November 2013].
39. Lu HT, Nordin RB. Ethnic differences in the occurrence of acute coronary
syndrome: results of the Malaysian National Cardiovascular Disease (NCVD)
Database Registry (March 2006 - February 2010). BMC cardiovascular
disorders. 2013;13:97. Epub 2013/11/08.
40. Heart UK The Cholesterol Charity. Risk Factor for CHD2013 02 Oktober
2013.
41. Tapan E. Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2005.
42. Kabo P. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner, Kesaksian
seorang ahli jantung dan ahli obat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2008.
43. Ridwan M. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer, "Hipertensi". 2009.
44. Mahendra B, Krisnatuti D, Tobing A, Alting BZA. Care Your Self Diabetes
Mellitus. Jakarta: Penebar Plus; 2008.
45. Gibney MJ, Margaretts BM, Kearney JM, Arab L. Gizi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC; 2008.
46. Center for Disease Control and Prevention. Physical Activity for a Healthy
Weight. CDC; [cited 2013 18 Desember]; Available from:
www.cdc.gov/healthyweight/physical_activity/index.html.
47. WHO. Global Health Risks : Mortality and burden of disease attributable to
selected major risks. Geneva: World Health Organization; 2009.
48. Lee IM, Rexrode KM, Cook NR, Manson JE, Buring JE. Physical activity and
coronary heart disease in women: is "no pain, no gain" passe? JAMA : the
journal of the American Medical Association. 2001;285(11):1447-54. Epub
2001/03/23.
49. Huxley RR, Woodward M. Cigarette smoking as a risk factor for coronary
heart disease in women compared with men: a systematic review and meta-
analysis of prospective cohort studies. Lancet. 2011;378(9799):1297-305. Epub
2011/08/16.
50. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.
51. Umar F, Citrakesumasari, Jafar N. Perilaku Merokok dan Lingkungan
Pemukiman Pasien Rawat Jalan Penyakit Jantung Koroner Di Makassar. Media
Gizi Masyarakt Indonesia. 2011;Vol. 1:21-8.
52. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2003.
53. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 tahun 2003
(2003).
54. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
PT Sagung Seto; 2011.
55. Budiarto E. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC; 2001.
56. WHO. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) Analysis Guide.
Switzerland: World Health Organization; 2006.
57. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat
dan Multivariat. Jakarta: Salemba Medika; 2011.