penyakit akibat kerja pada petani
TRANSCRIPT
![Page 1: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/1.jpg)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA PETANI SAWAH
Oleh :
Nurul Fuadi Rahman C11108011
Dian Pratiwi C11108138
Rizka Purnamasari C11108196
DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN IKM-IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
![Page 2: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada
kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian
masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak
wilayah kabupaten Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan
sebagai sumber penghasilan daerah.
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi
pertanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan
sebuah teknologi, secara implicit akan terjadi perubahan faktor resiko kesehatan.
Teknologi mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah
factor resiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani.
Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus
keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida, seperti indikasi hama,
takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki
potensi bahaya khususnya pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban
berjatuhan tanpa intervensi program pencegahan dampak kesehatan yang
seyogianya dilakukan Dinas Kesehatan tingkat local maupun tingkat pusat.
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga
usaha-usaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat
demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri.
Dalam hal ini sesuai pula dengan luas lahan pertanian atau perkebunan yang
sudah sepatutnya ada usaha-usaha meliputi bidang preventif dan kuratif, baik
mengenai peyakit umum, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja.
![Page 3: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/3.jpg)
Sudah dapat diduga bahwa pekerja-pekerja pertanian dan perkebunan
penyakit-penyakit oleh sanitasi buruk adalah hal yang terpenting. Dari itu
kesehatan dan kebersihan lingkungan serta sangatlah perlu.
1.2. Tujuan Penelitian
1.2.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari survey ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
gangguan kesehatan yang sering terjadi pada petani sawah.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan petani mengenai penyakit
yang timbul akibat pekerjaannya
2. Untuk mendapatkan informasi tentang gangguan kesehatan pada petani selama
melakukan pekerjaannya
3. Untuk mendapatkan informasi tentang alat pelindung diri yang digunakan
petani selama pekerjaannya.
![Page 4: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Kesehatan Kerja Petani
Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan indeks
perkembangan manusia (IPM) . dalam IPM kesehatan petani harus dilihat dalam
dua aspek. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja dan aspek penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan, khususnya factor risiko akibat penggunaan
teknologi baru dan agrokimia.
Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi
fisik harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit-
sakitan. Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan awal. Kesehatan petani
diperlukan utnuk mendukung produktivitas
Secara teoretis apabila seseorang bekerja, ada tiga variable pokok yang
saling berinteraksi. Yakni, kualitas tenaga kerja, jenis atau beban pekerjaan dan
lingkungan pekerjaannya. Akibat hubungan interaktif berbagai factor risiko
kesehatan tersebut, apabila tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Gangguan kesehatan
akibat atau berhubungan dengan pekerjaan dapat bersifat akut dan mendadak, kita
kenal sebagai kecelakaan, dapat pula bersifat menahun.berbagai gangguan
kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya para petani mengalami
keracunan pestisida dari dari tingkat sedang hingga tingkat tinggi.
Penyakit yang berhubingan dengan pekerjaan petani yang diderita oleh
petani seperti sakit pinggang (karena alat cangkul yang tidak ergonomis),
gangguan kulit akibat sinar ultraviolet dan gangguan agrokimia. Penggunaan
agrokimia khususnya pestisida merupaka factor risiko penyakit yang paling sering
dibicarakan. Kondisi kesehatan awal petani berpengaruh terhadap penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Seperti, penderita anemia karena
![Page 5: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/5.jpg)
kekurangan gizi disebabkan kecacingan di sawah atau perkebunan maupun kurang
pasokan makanan, kemudian dapat diperburuk dengan keracunan organofospat.
Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan pekerjaan, termasuk penyakit
infeksi yang diakibatkan bakteri, virus, maupun parasit. Misalnya penyakit
malaria, selain dianggap sebagai penyakit yang merupakan bagian dari kapasitas
kerja atau modal awal untuk bekerja, juga dapat dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan.
2.2 Penyakit Endemik sebagai Faktor Resiko
a. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria ,
habitat utama di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan
menyerang dan berkembang biak dalam butir darah merah sehingga
seseorang yang terkena malaria akan menderita demam dan anemia sedang
hingga berat. Anemia dan kekurangan hemoglobin dapat mengganggu
kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang menderita anemia
akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu saja tidak
produktif.
b. Tuberkulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia
termasuk petani adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko
penyakit TBC adalah golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan
kondisi ekonomi lemah tersebut. TBC diperburuk dengan kondisi
perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi dengan lantai tanah akan
menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa
viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan.
Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%,
kinerja dan produktivitas rendah, dan akan membebani keluarga.
![Page 6: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/6.jpg)
c. Kecacingan dan Gizi Kerja
Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang
diperoleh dari pasokan makanan. Namun makanan yang diperoleh dengan
susah payah dan seringkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh
berbagai penyakit menular dan kecacingan. Masalah lain yang dihadapi
ankgatan kerja petani adalah kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat
berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat mikronutrien lainnya,
akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan kemiskinan.
d. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama timbulnya
penyakit-penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A,
disentri, Infeksi Bakteri Coli maupun penyakit kronik lainnya.
Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang menderita
malaria kronik atau diare kronik. apalagi TBC. Untuk meningkatkan
produktivitas, seorang petani harus senantiasa mengikuti pengembangan
diri. Lalu tidak mungkin mengikuti pelatihan dengan baik kalau tidak
sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan keselamatan kerja petani
sebagai modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja
dengan baik dan lebih produktif.
2.3 Faktor Risiko Kesehatan Kerja Petani
Gabungan konsep kualitas kesehatan tenaga kerja sebagai modal awal untuk
bekerja dengan resiko bahaya lingkungan pekerjaannya.
Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju
tempat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal
diperkotaan yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya maka kualitas
dan kapasitas kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi petani yang
menggunakan sepeda motor yang harus exposed terhadap pencemaran udara dan
kebisingan jalan raya. Tentu akan menimbulkan beban yang lebih berat.
![Page 7: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/7.jpg)
Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang
ditemui di tempat kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Mikroba : factor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian
penyakit infeksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit
kecacingan dan malaria selain merupakan ancaman kesehatan juga
merupakan factor risiko pekerjaan petani karet, perkebunan lada, dan
lain-lain. Berbagai factor risiko yang menyertai leptospirosis, gigitan
serangga, dan binatang berbisa.
2. Faktor lingkungan kerja fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin,
cuaca, hujan, angin, dan lain-lain.
3. Ergonomi : kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul,
traktor, dan alat-alat pertanian lainnya.
4. Bahan kimia toksik : agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan
pestisida.
2.4 Aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Agrokimia
Agrokimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan petani berkenaan
dengan pekerjaannya. Agrokimia meliputi semua bahan kimia sintetik yang
digunakan untuk kepentingan dan keperluan luas produksi pertanian. Bahan
tersebut meliputi hormone pemacu pertumbuhan, pupuk, pestisida, antibiotika,
dan lain-lain.
Pengaruh atau dampak penggunaan agrokimia terhadap kesehatan kerja
adalah sebagai berikut :
Tergantung bahan kimia
Tergantung besar kecilnya dosis
Cara aplikasi, bagaimana agrokimia tersebut digunakan di lapangan.
![Page 8: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/8.jpg)
Pestisida digunakan karena daya racunnya (toksisitas) untik membunuh
hama. Oleh sebab itu penggunaan pestisida dilapangan memeiliki potensi bahaya
kesehatan kerja.
Dalam melakukan penilaian terhadap aspek kesehatan kerja dengan
pestisida, ada dua hal yang harus diperhatikan :
a. Toksisitas, sifat dan karakteristik pestisida
Tiap jenis pestisida memiliki sifat, karakteristik, dan toksisitas yang
berbeda. Oleh sebab iti harus dipelajari. Disamping itu, pestisida yang ada di
pasaran dalam bentuk kemasan ada tiga komponen bahan kimia yaitu :
Active Ingredient (a.i)
Stabilizer
Pewarna, pembau, pelarut, dan lain-lain.
Masing-masing bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan.
Namun, toksisitasnya diperhitungkan terhadap active ingredient. Sedangkan
ketiga bahan kimia tersebut saling berpotensi membentuk toksisitas baru.
Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat
pestisida tersebut. Misalnya golongan organochlorine dapa mengganggu fungsi
susunan syaraf pusat. Golongan karbamat dan organofospat menimbulkan
gangguan susunan syaraf pusat dan perifer melalui ikatan cholinesterase.
b. Aspek Penggunaan
Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan serta aspek manusia
pekerja itu sendiri seperti, pendidikan, keterampilan, perilaku, umur, tinggi
tanaman, pakaian pelindung, dan lain-lain.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
Alat Pelindung Diri
Satu hal yang sering dilupakan oleh petani pada penggunaan pestisida
adalah contact poison. Oleh karena itu route of entry melalui kulit sangat
efektif. Apalagi kalau ada defect kelainan kulit atau bersama keringat,
![Page 9: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/9.jpg)
penyerapan oleh efektif akan lebih efektif. Petani umumnya kurang
mengetahui hal ini, mereka umumnya suka menggunakan masker dan
telanjang dada, ketimbang menutupi dirinya dengan pakaian pelindung.
Faktor yang mempengaruhi perilaku pemajanan (behavioral exposure)
Apabila seseorang bekerja menyemprot pestisida dilapangan maka
jumlah pestisida yang kontak dengan badan akan dipengaruhi oleh :
Tinggi tanaman
Umur
Pengalaman
Pendidika dan Keterampilan
Arah dan kecepatan angin
Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah :
Pencampuran
Penyemprotan/penggunaan
Pasca penyemprotan
2.5 Pelaksanaan K3 di pertanian dan perkebunan
Berikut terdapat beberapa cara strategis yang menyangkut pembangunan
kesehatan dan keselamatan kerja petani yang merupakan tugas pemerintah,
apalagi yang mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan
asli daerahnya.
a. Komitmen terhadap kualitas kesehatan petani
Pemerintah harus meiliki komitmen yang cukup terhadap permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja petani serta penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan petani.
Komitmen terhadap masalah kesehatan petani sangat penting untuk
mendukung perekonomian wilayah maupun regional. Keberpihakan terhadap
permasalahan petani perlu ditumbuhkan untuk membangun komitmen ini.sebagai
![Page 10: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/10.jpg)
contohnya adalah program sanitasi dasar untuk rumah tangga penduduk miskin,
petani sebagai sektor informal harus dianggap sebagai investasi daerah untuk
mendukung investasi perekonomian.
b. Perencanaan
o Perencanaan K3 meliputi antara lain :
Sasaran penerapan K3 harus jelas
Pengendalian terhadap resiko
Peraturan, undang-undang dan standar harus sesuai
o Penerapan K3
Pelayanan Kesehatan & keselamatan kerja
Penyuluhan tentang kesehatan dan penyakit akibat kerja yang terkait
dengan pekerjaan petani
Upaya kesehatan kerja (UKK) memberikan penyuluhan seperti bagaimana
menggunakan pestisida secara aman, bagaimana menggunakan bahan kimia
berbahaya secara benar agar tidak membahayakan diri petani dan lingkungannya.
Serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya
memperhatikan factor risiko yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus
menjangkau tingkat kesehatan sebagai modal awal untuk bekerja. Untuk itu
program penyediaan air bersih, perumahan sehat juga mendukung tingkat
kesehatan dan kesejahteraan petani.
c. Pengukuran dan evaluasi
Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya
yang terpapar dengan agrikimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi
perubahan anatomi tubuh akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak
diperhatikan.
![Page 11: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/11.jpg)
d. Kapasitas pengelolaan program
Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan
kemampuan atau kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam
mengelolah tenaga kerja khususnya petani perlu melibatkan kemampuan
profesionalisme tenaga ahli seperi dokter, perawat, dan petugas kesehatan
masyarakat.
Untuk itu, pelatiha dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai
modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola
secara tepat.
![Page 12: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/12.jpg)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan Dan Cara
3.1.1 Peralatan yang Diperlukan
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey antara
lain:
- Alat tulis menulis: Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama
survey jalan sepintas.
- Kamera digital: Berfungsi sebagai alat untuk memotret kegiatan dan
lingkungan kerja petani sawah.
- Check List: Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer
mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.
3.1.2 Cara
Dengan metode walk through survey dengan menggunakan check list
3.2 Jadwal
Survei akan dilaksanakan selama 1 minggu ( 27 Mei – 1 Juni 2013)
16 Juni 2013 : Melapor ke bagian K3 di RS. Ibnu Sina dan
diberikan pengarahan
17 Juni 2013 : Membuat referat mengenai Penyakit Akibat Kerja karena
Bahan Kimia Arsen
18 Juni 2013 : Membuat proposal penelitian
19 Juni 2013 : Melakukan survey di lokasi penelitian
20 Juni 2013 : Membuat laporan hasil penelitian
21 Juni 2013 : Membaca hasil penelitian.
![Page 13: Penyakit Akibat Kerja Pada Petani](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022080919/55cf9b99550346d033a6ac58/html5/thumbnails/13.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Kennedy M. Occupational health issues in farming. Available from:
www.teagasc.ie/.../2008/.../Occupational_Health_Issues_in_ Farming .pdf
2. Manfaat alat pelindung diri bagi petani. Available from:
http://www.ilmukesker.com/artikel/jurnal-manfaat-alat-pelindung-diri-
bagi-petani-pdf.html.
3. Draft Revisi: Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan 2010-
2014. Available from:
http://www.deptan.go.id/sakip/admin/file/RENSTRA-DITJEN-
PERKEBUNAN-2010-2014.pdf
4. Penyakit akibat kerja pada petani. Available from:
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/
detailberita/110