penurunan cacat kesalahan formulasi pada produk …

92
PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK ALE-ALE DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC Oleh Hendra Adi Kelvianto NIM: 004201605011 Laporan Skripsi disampaikan kepada Fakultas Teknik President University diajukan untuk memenuhi persyaratan akademik mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri 2020

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI

PADA PRODUK ALE-ALE DENGAN

MENGGUNAKAN METODE DMAIC

Oleh

Hendra Adi Kelvianto

NIM: 004201605011

Laporan Skripsi disampaikan kepada

Fakultas Teknik President University diajukan untuk memenuhi

persyaratan akademik mencapai gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Industri

2020

Page 2: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul “Penurunan Cacat Kesalahan Formulasi Pada

Produk Ale-Ale Dengan Menggunakan Metode DMAIC” yang

disusun dan diajukan oleh Hendra Adi Kelvianto sebagai salah satu

persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada

Fakultas Teknik telah ditinjau dan dianggap memenuhi persyaratan

sebuah skripsi. Oleh karena itu, saya merekomendasikan skripsi ini

untuk maju sidang.

Cikarang, Indonesia, 08 Juli 2020

Ir. Hery Hamdi Azwir, MT

Page 3: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penurunan Cacat

Kesalahan Formulasi Pada Produk Ale-Ale Dengan Menggunakan

Metode DMAIC” adalah hasil dari pengetahuan terbaik saya dan

belum pernah diajukan ke Universitas lain maupun diterbitkan baik

sebagian maupun secara keseluruhan.

Cikarang, Indonesia, 08 Juli 2020

Hendra Adi Kelvianto

Page 4: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI

PADA PRODUK ALE-ALE DENGAN

MENGGUNAKAN METODE DMAIC

Oleh:

Hendra Adi Kelvianto

NIM. 004201605011

Disetujui Oleh,

Ir. Hery Hamdi Azwir, MT

Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Ir. Andira Taslim, MT

Kepala Program Studi Teknik Industri

Page 5: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

iv

ABSTRAK

Salah satu aspek terpenting bagi perusahaan adalah kualitas produk karena dapat

mempengaruhi eksistensi, kinerja, produktivitas dan profit bagi perusahaan. Efektif

dalam pengendalian kualitas akan menghasilkan produktivitas tinggi serta

meminimalisir faktor-faktor penyebab kegagalan sehingga biaya produksi menjadi

relatif lebih rendah. PT. TAS merupakan perusahaan minuman yang menghasilkan

berbagai produk minuman ringan berperisa buah. Pada periode produksi tahun

2019, perusahaan mengalami masalah dengan ditemukannya produk cacat yang

relatif tinggi pada produk Ale-Ale yang mencapai 0,20% dari total produk yang

dihasilkan. Angka ini melebihi batas maksimal toleransi cacat perusahaan yang

seharusnya maksimal hanya 0,15%. Penyebab utama dari kejadian ini dikarenakan

banyaknya cacat kesalahan pada formulasi yang mencapai 46,49% dari total jumlah

cacat. Untuk mengatasinya, perbaikan mutu menggunakan metode pendekatan

DMAIC diterapkan untuk meminimalisir jumlah cacat. Langkah pertamanya

dengan mendefinisikan masalah dan menerapkan tujuan penelitian. Langkah kedua

adalah mengukur kualitas kondisi saat ini dengan diagram pareto dan menentukan

nilai sigmanya. Langkah ketiga adalah menganalisis akar penyebab masalah dengan

fishbone diagram dan FMEA. Langkah keempat, melakukan perbaikan berdasarkan

potensi kegagalan tertinggi pada FMEA. Langkah terakhir adalah kontrol, langkah

ini akan menunjukkan hasil perbaikan serta perbandingan dengan sebelum

perbaikan. Berdasarkan hasil perbaikan, persentase cacat kesalahan formulasi

mengalami penurunan dari 46,49% menjadi 0% sehingga persentase cacat pada Ale-

Ale juga mengalami penurunan dari 0,20% menjadi hanya 0,04%, dan dapat

disimpulkan bahwa metode six sigma dengan pendekatan DMAIC telah berhasil

mengurangi jumlah cacat produk Ale-Ale.

Kata Kunci: Ale-Ale, Six Sigma, DMAIC, Flow Chart, SIPOC Diagram, CTQ

Tree, Fishbone diagram, FMEA.

Page 6: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul

“Penurunan Cacat Kesalahan Formulasi Pada Produk Ale-Ale

Dengan Menggunakan Metode DMAIC”. Penulisan laporan ini

merupakan syarat penulis untuk mencapai gelar sarjana teknik program studi teknik

industri. Atas terselesainya penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan terima

kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang mendukung khususnya

kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga yang tak henti-hentinya memberikan doa,

semangat, serta dukungan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di

President University.

2. Bapak Ir. Hery Hamdi Azwir, MT selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan motivasinya dalam penyusunan skripsi.

3. Ibu Ir. Andira Taslim, MT selaku kepala Kepala Program Studi Industrial

Engineering President University.

4. Seluruh dosen President University yang telah membekali penulis dengan

ilmu pengetahuan dan pembelajaran yang berharga selama perkuliahan.

5. Ibu Anggun Dwi Septiana Suciptan selaku Assistant Manager

Laboratorium Quality Assurance yang telah memberikan dukungannya

dalam proses pengumpulan data dan pembuatan laporan.

6. Rekan-rekan seperjuangan batch 2016 Industrial Engineering President

University.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan skripsi

ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

membantu dalam penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Page 7: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii

ABSTRAK ....................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

DAFTAR PERSAMAAN ................................................................................ xii

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

Latar Belakang Masalah......................................................................... 1

Perumusan Masalah ............................................................................... 2

Tujuan Penelitian ................................................................................... 2

Batasan Masalah .................................................................................... 2

Asumsi Penelitian .................................................................................. 3

Sistemetika Penulisan ............................................................................ 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Konsep Kualitas ..................................................................................... 4

Definisi Kualitas ............................................................................. 4

2.1.2 Dimensi Kualitas ............................................................................ 5

2.1.3 Pengendalian Kualitas ..................................................................... 6

2.2 Six Sigma .............................................................................................. 6

2.2.1 Definisi Six Sigma .......................................................................... 6

Page 8: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

vii

2.2.2 Keuntungan Six Sigma ................................................................... 7

2.2.3 Apresiasi Level pada Sig Sigma ....................................................... 7

2.3 Metode Perbaikan Six Sigma dengan Pendekatan DMAIC ..................... 8

2.4 Alat-Alat DMAIC ................................................................................ 10

2.4.1 Diagram Pareto (Pareto Chart) ..................................................... 10

2.4.2 Diagram Alir (Flowchart) ............................................................. 11

2.4.3 Diagram SIPOC ............................................................................ 12

2.4.4 Critical to Quality (CTQ) Tree ...................................................... 13

2.4.5 Check Sheet .................................................................................. 14

2.4.6 Perhitungan nilai Sigma dan Yield ................................................ 15

2.4.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone) ................................................ 17

2.4.8 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 24

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 24

3.2 Rancangan Penelitian ........................................................................... 24

3.3 Tempat Penelitian ................................................................................ 24

3.4 Objek Penelitian .................................................................................. 24

3.5 Kerangka Penelitian ............................................................................. 25

3.6 Uraian Tahap Penelitian ....................................................................... 25

3.6.1 Survey Pendahuluan ..................................................................... 25

3.6.2 Identifikasi Masalah...................................................................... 26

3.6.3 Studi Literatur............................................................................... 26

3.6.4 Pengumpulan Data ........................................................................ 26

3.6.5 Analisis Data ................................................................................ 27

3.6.6 Kesimpulan & Saran ..................................................................... 28

BAB IV DATA DAN ANALISIS .................................................................... 29

Page 9: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

viii

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................................................. 29

4.1.1 Deskripsi Produk .......................................................................... 29

4.1.2 Alur Proses Produksi .................................................................... 30

4.2 Pengumpulan Data .................................................................................. 33

4.3 Analisa Data ............................................................................................ 35

4.3.1 Tahap Pendefinisian (Define) ........................................................ 35

4.3.2 Tahap Pengukuran (Measure) ....................................................... 42

4.3.3 Tahap Analisis (Analyze) .............................................................. 47

4.3.4 Tahap Perbaikan (Improve) ........................................................... 58

4.3.5 Tahap Pengendalian (Control) ...................................................... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 72

5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 72

5.2 Saran ................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 74

LAMPIRAN .................................................................................................... 76

Page 10: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Hubungan antara nilai Sigma dengan tingkat kegagalan per sejuta

peluang dan Ekuivalen Yield ................................................................ 8

Tabel 2. 2 Nilai Severity ..................................................................................... 21

Tabel 2. 3 Nilai Occurrance ............................................................................... 22

Tabel 2. 4 Nilai Detection .................................................................................. 23

Tabel 4. 1 Data rekapitulasi hasil produksi produk Ale-Ale periode Januari -

Desember 2019 .................................................................................. 33

Tabel 4. 2 Rekapitulasi jenis-jenis cacat produk Ale-Ale periode tahun 2019 ...... 34

Tabel 4. 3 Persentase jumlah cacat proses produk Ale-Ale .................................. 42

Tabel 4. 4 Perhitungan nilai Sigma dan Yield ..................................................... 44

Tabel 4. 5 Data rekapitulasi kapabilitas Sigma per bulan .................................... 45

Tabel 4. 6 Nilai Severity (S) ............................................................................... 52

Tabel 4. 7 Nilai Occurance (O) .......................................................................... 53

Tabel 4. 8 Nilai Detention (D) ............................................................................ 54

Tabel 4. 9 Jumlah cacat berdasarkan faktor penyebabnya ................................... 55

Tabel 4. 10 Failure Mode and Effect Analysis .................................................... 56

Tabel 4. 11 Action Planning for Failure Modes .................................................. 59

Tabel 4. 12 Data produksi setelah perbaikan ...................................................... 68

Tabel 4. 13 Perhitungan nilai Sigma proses ........................................................ 69

Page 11: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Lima tahapan DMAIC ..................................................................... 9

Gambar 2. 2 Contoh Diagram Pareto ................................................................. 11

Gambar 2. 3 Contoh Diagram Alir ..................................................................... 12

Gambar 2. 4 Contoh SIPOC Diagram ................................................................ 13

Gambar 2. 5 Contoh CTQ Tree .......................................................................... 14

Gambar 2. 6 Contoh Check Sheet ....................................................................... 15

Gambar 2. 7 Contoh Fishbone Chart .................................................................. 17

Gambar 2. 8 Siklus FMEA ................................................................................. 19

Gambar 3. 1 Kerangka penelitian ....................................................................... 25

Gambar 4. 1 Produk Ale-Ale............................................................................... 29

Gambar 4. 2 Alur proses produksi Ale-Ale ......................................................... 32

Gambar 4. 3 Fluktuasi data cacat produk Ale-Ale ............................................... 36

Gambar 4. 4 Persentase jenis - jenis cacat .......................................................... 37

Gambar 4. 5 Diagram SIPOC proses Blending ................................................... 40

Gambar 4. 6 CTQ Tree suara pelanggan ............................................................. 41

Gambar 4. 7 Diagram Pareto jenis cacat produk Ale-Ale .................................... 43

Gambar 4. 8 Grafik pola nilai Sigma kapabilitas proses per bulan ...................... 46

Gambar 4. 9 Grafik pola DPMO kapabilitas proses per bulan ............................. 46

Gambar 4. 10 Fishbone Diagram kesalahan pada formulasi ............................... 49

Gambar 4. 11 Form pengecekan proses Blending ............................................... 60

Gambar 4. 12 Penempelan Flowchart pada area proses Blending ....................... 61

Gambar 4. 13 SOP pengecekan kualitas produk Ale-Ale pada proses Blending ... 61

Gambar 4. 14 Pemasangan kamera CCTV ada setiap station kerja ..................... 62

Gambar 4. 15 Form Checklist aktivitas proses Blending Ale-Ale......................... 62

Gambar 4. 16 Form pengecekan pengiriman Premix .......................................... 64

Gambar 4. 17 Form pengecekan proses Ale-Ale.................................................. 65

Gambar 4. 18 Form pengecekan pengiriman Premix .......................................... 65

Gambar 4. 19 Form Checklist aktivitas proses Blending Ale-Ale......................... 66

Gambar 4. 20 SOP pengecekan kualitas pada proses Blending ........................... 67

Page 12: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

xi

Gambar 4. 21 Persentase jenis cacat produk Ale-Ale setelah dilakukan perbaikan

.................................................................................................... 68

Gambar 4. 22 Perbandingan persentase cacat kesalahan formulasi sebelum dan

sesudah perbaikan ....................................................................... 70

Gambar 4. 23 Perbandingan persentase cacat produk Ale-Ale sebelum dan sesudah

perbaikan .................................................................................... 71

Page 13: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

xii

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 2.1 Defect per Unit (DPU) .................................................................. 15

Persamaan 2.2 Opportunity (Opp) ........................................................................ 15

Persamaan 2.3 Defect per Opportunity (DPO) ..................................................... 15

Persamaan 2.4 Defect per Million Opportunity (DPMO) ..................................... 16

Persamaan 2.5 Opportunity Level Yield ................................................................ 16

Persamaan 2.6 Througput Yield ............................................................................ 16

Persamaan 2.7 First Time Yield ............................................................................ 16

Persamaan 2.8 Rolled Throughput Yield ............................................................... 16

Persamaan 2.9 Normalized Yield .......................................................................... 16

Page 14: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

xiii

DAFTAR ISTILAH

CTQ Tree : Critical to Quality Tree

DMAIC : Define Measure Analyze Improve Control

DPMO : Defect per Million Opportunity

QC : Quality Control

TOA : Taste Oddor Apperance

SOP : Standart Operating Procedure

S : Severity

O : Occurance

D : Detection

ID : Identitas

Blending : Proses pencampuran bahan

Premix : Material kombinasi yang telah diracik sesuai formula perusahaan

pH : Power of Hidrogen atau derajat keasaman

Brix : Kadar gula dari larutan berair

Standar : Syarat yang telah ditetapkan oleh perusahaan terkait parameter -

parameter tertentu dalam menjamin kualitas.

Page 15: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Persaingan yang ketat antar perusahaan belakangan ini terjadi karena masalah

kualitas. Kualitas produk harus diperhatikan dengan baik, karena ketika kualitas

produk tersebut akan mempengaruhi nama perusahaan atau merk itu sendiri, dan

terlebih lagi kompetitor dapat menguasai dan mengambil alih pasar. Permasalahan

kualitas adalah salah satu strategi perusahaan agar mampu bersaing dan

mempertahankan eksitensinya terhadap persaingan global, karena tidak semua

perusahaan memiliki dan mampu mencapai kualitas superior (Kotler & Armstrong,

2008). Ini membuat perusahaan harus bisa mempertahankan atau bahkan

meningkatkan kualitas produknya agar lebih baik (Hatani, 2007). Oleh sebab itu,

kualitas setiap proses produksi harus selalu diperhatikan oleh perusahaan agar

terhindar dari kegagalan produksi yang menyebabkan produk cacat. Efektif dalam

pengendalian kualitas akan dapat meningkatkan produktivitas dan meminimalisir

faktor-faktor penyebab kegagalan dalam proses produksi sehingga biaya

pembuatan barang menjadi relatif lebih rendah.

PT. TAS merupakan perusahaan minuman yang menghasilkan berbagai macam

produk minuman ringan berperisa buah. Produk minuman ringan dengan berbagai

macam rasa telah berhasil dipasarkan di asia dan juga afrika. Salah satu produk

populer yang dihasilkan adalah Ale-Ale (di Indonesia) atau Ole-Ole (untuk eksport)

yang memiliki 6 varian rasa buah, diantaranya yaitu jeruk, stroberi, apel fuji,

anggur, sirsak dan markisa. Selama ini, pengendalian kualitas yang dilakukan oleh

PT TAS belum maksimal yang terbukti dengan ditemukannya produk cacat yang

masih relatif tinggi dan belum mampu teridentifikasinya faktor-faktor penyebab

kecacatan secara mendetail. Ini terlihat dari rekapitulasi jumlah cacat yang terjadi

di sepanjang tahun 2019 yang mencapai 172.602 box atau 0,20% dari 84.809.668

box produk yang telah diproduksi. Angka ini dianggap melebihi toleransi target

maksimum kerusakan yang perusahaan telah ditentutan yaitu 0,15%. Penyebab

utama dari permasalahan ini karena banyaknya cacat kesalahan formulasi.

Page 16: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

2

Cacat kesalahan formulasi yang terjadi sepanjang tahun 2019 dapat dikatakan

sangat tinggi dengan total produk cacat sebesar 80.261 box atau 46,49% dari total

produk cacat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perusahaan harus dapat

melakukan antisipasi dengan menganalisis faktor-faktor apa saja yang

memungkinkan terjadinya kesalahan pada formulasi dan mencari ide-ide serta

tindakan yang dapat diambil sebagai solusi perbaikan. Dan untuk mencegah agar

permasalahan ini tidak terulang kembali, maka diperlukan informasi, data, serta

metoode untuk mengatasi hal tersebut.

Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

permasalahan yang dihadapi adalah:

1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya cacat kesalahan formulasi pada

proses produksi Ale-Ale?

2. Bagaimana perbaikan yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat cacat

kesalahan formulasi pada proses produksi Ale-Ale?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan untuk dapat menjawab rumusan masalah

yaitu:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya cacat kesalahan

formulasi pada proses produksi Ale-Ale.

2. Melaksanakan perbaikan untuk menurunkan tingkat cacat kesalahan formulasi

pada proses produksi Ale-Ale.

Batasan Masalah

Dikarenakan waktu dan sumberdaya yang ada terbatas, jadi penelitian yeng

dilakukan memiliki batasan sebagai berikut:

1. Penelitian hanya di lakukan pada bagian Quality dan Produksi.

2. Penelitian hanya dilakukan pada proses produksi Ale-Ale.

3. Data yang yang dianalisa adalah data record produksi tahun 2019.

Page 17: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

3

Asumsi Penelitian

Berikut asumsi yang diterapkan pada penelitian ini:

1. Kondisi mesin produksi yang digunakan pada penelitian ini dalam keadaan

baik.

2. Tidak ada penambahan atau pengurangan elemen kerja pada proses produksi.

3. Personil produksi dan QC bekerja sesuai instruksi kerja.

Sistemetika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah yang

terdapat pada perusahaan, perumusan tentang masalah, tujuan dari

penelitian, batasan untuk permasalahan yang dihadapi, asumsi yang

diterapkan dan juga sistematika yang digunakan dalam penulisan.

BAB II STUDI LITERATUR

Studi literatur berisikan tentang semua teori dan konsep yang dipakai

untuk mengolah data dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi

dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian berisikan langkah-langkah (metode) yang digunakan

untuk mencari solusi dalam permasalahan yang ada secara sistematik

berdasarkan studi literatur yang digunakan.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Data dan analisis menyajikan semua data hasil observasi ataupun dari

pengamatan langsung pada proses produksi untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada dengan melakukan analisis.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang diambil terhadap hasil dari

pengamatan yang telah dilakukan serta memberikan rekomendasi atau

saran dari hasil yang telah ditemukan selama penelitian berlangsung.

Page 18: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kualitas

Definisi Kualitas

Kualitas merupakan salah satu faktor terpenting untuk pelanggan dalam pemilihan

suatu produk yang digunakan. Kualitas memiliki upaya untuk memenuhi keinginan

pelanggan, apabila kualitas yang dimiliki produk bagus dan sesuai dengan

kebutuhan pelanggan maka pelanggan akan terpuaskan. Zero defect merupakan

salah satu konsep yang digunakan dalam kualitas, yang bermaksud mengarahkan

tingkat kegagalan pada produk sampai seminimal mungkin atau bahkan hingga

tidak adanya kegagalan. Kualitas dan mutu didefinisikan sebagai karakteristik pada

suatu produk baik barang atau jasa, yang dapat meningkatkan kemampuannya

dalam memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan atau semua yang dapat

memuaskan pelanggan sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan pelanggan

(Gasperz, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, 2007).

Kualitas memiliki definisi lain yang menyatakan bahwa kualitas adalah tujuan yang

sulit dipahami (tujuan yang sulit dipahami), karena harapan para konsumen akan

selalu berubah. Setiap standar baru ditemukan, maka konsumen akan menuntut

lebih untuk mendapatkan standar baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam

pandangan ini, kualitas adalah proses dan bukan hasil akhir (meningkatkan kualitas

kontinuitas) (Kadir, 2001).

Dari kedua pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas adalah

suatu nilai standard yang diperoleh dengan melakukan continues improvement atau

inovasi dan menerapkan unsur efisiensi dalam melihat berbagai hal yang

dibutuhkan pasar ataupun pelanggan. Dengan begitu, pelanggan akan merasa puas

atas produk atau jasa yang diberikan.

Page 19: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

5

2.1.2 Dimensi Kualitas

Terdapat delapan dimensi yang berbeda pada kualitas yang bersifat independen,

yang artinya suatu produk yang terlihat baik dari salah satu dimensi namun

mungkin buruk ketika dilihat dari dimensi lainnya. Dengan mengacu terhadap

beberapa dimensi, kualitas produk dapat ditentukan. Menurut Garvin (1984) agar

kualitas suatu produk bisa sesuai dengan harapan maka tingkatan kepentingan dari

setiap dimensi kualitas harus dapat diidentifikasi secara jelas (Tjiptono & Chandra,

2012). Berikut merupakan delapan dimensi yang dapat menentukan kualitas suatu

produk:

1. Performance

Merupakan karakteristik produk yang paling utama.

2. Features

Merupakan ciri-ciri kelengkapan atau tambahan yang merupakan karakteristik

sekunder.

3. Reliability

Kemampuan produk dalam mempertahankan kinerjanya secara konsisten

sampai produk ini mengalami penurunan.

4. Conformance to specification

Merupakan dimensi kualitas yang berhubungan dengan karakteristik desain

dan operasi yang memenuhi spesifikasi dan standar-standar yang telah

ditentukan.

5. Durability

Berkaitan dengan jangka waktu. Berapa lama waktu untuk produk dapat terus

digunakan, termasuk setelah produk tersebut mengalami perbaikan.

6. Serviceability

Mencangkup cara-cara dalam menangani keluhan terhadap produk. Meliputi

kenyamanan kompetensi kecepatan, serta kemudahan dalam perbaikan.

7. Aesthetics

Merupakan karakteristik produk yang bersifat menambah keindahan atau

tampilan produk.

8. Perceived Quality

Ialah persepsi dari pelanggan terhadap keunggulan atau kualitas produk secara

Page 20: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

6

menyeluruh yang sehubungan dengan tujuan yang ditetapkan, dan relatif

terhadap alternatif.

2.1.3 Pengendalian Kualitas

Dalam proses produksi seringkali terjadi penyimpangan atau kesalahan yang tidak

terprediksi sebelumnya. Proses produksi akan berhasil apabila di dalamnya terdapat

perencanaan produksi yang baik. Perencanaan produksi yang baik pun tentunya

memerlukan proses pengendalian terhadap pelaksanaan yang dilakukan, sehingga

penyimpangan atau kesalahan dapat segera diketahui dan diambil tindakan yang

tepat secepatnya (Ariani, 2004).

Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik untuk meningkatkan dan

mencapai standard perusahaan yang diharapkan, yang dimulai dari sebelum proses

produksi berlangsung hingga akhir proses sampai menghasilkan suatu produk.

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang digunakan untuk

memantau serta mengawasi semua aktivitas guna memastikan kinerja yang

sebenarnya (Bakhtiar, 2013).

Dalam perannya, pengendalian kualitas memiliki tujuan, yaitu :

a. Produk yang dihasilkan mencapai standard kualitas dan spesifikasi yang

ditetapkan perusahaan.

b. Menekan biaya inspeksi, biaya perbaikan, dan biaya produksi menjadi serendah

atau sekecil mungkin.

c. Mencapai tingkat kepuasan pelanggan dengan kualitas yang diberikan.

2.2 Six Sigma

2.2.1 Definisi Six Sigma

Six sigma merupakan suatu teknologi canggih yang dipakai oleh statistikawan

dalam rangka memperbaiki atau meningkatkan suatu produk ataupun proses (Pande

& Cavanagh, The Six sigma Way, 2003). Six sigma juga diartikan sebagai suatu

tujuan dalam peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan dalam sejuta

kesempatan pada setiap produk dan merupakan pendekatan menuju tingkat

kegagalan nol (zero defect oriented) (Gasperz, Total Quality Management, 2005).

Page 21: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

7

Saat pelanggan menerima produk yang nilainya sesuai dengan yang diharapkan

maka mereka akan meraasa puas. Pada konsepnya, six sigma bertujuan untuk dapat

menghasilkan kesalahan seminimal mungkin dari 3,4 kesalahan persejuta

kesempatan (defect per million opportunities) atau mencapai tingkat keberhasilan

99,9966%, yang berarti dari 1.000.000 unit produksi hanya terdapat 3,4 unit saja

yang cacat. Semakin kecil kesalahan yang dialami dan suatu proses mengalami

variasi maka nilai sigma akan semakin tinggi (Gupta, 2003).

Six Sigma tidak hanya membantu perusahaan untuk mengurangi cacat, baik dalam

bentuk produk, layanan, atau proses, seperti yang biasa dikenal dalam industri

(Desai & Shrivastava, 2008), tetapi juga memiliki peran penting dalam

meningkatkan pengakuan. tentang pemahaman, kebutuhan, sistem bisnis,

produktivitas, dan kinerja keuangan pelanggan (Kwak & Anbari, 2006). Saat six

sigma dinyatakan berhasil, maka keseluruhan proses produksi dapat dinyatakan

optimal.

2.2.2 Keuntungan Six Sigma

Dengan menerapkan six sigma, perusahaan dapat mendapatkan berbagai

keuntungan seperti:

1. Peningkatan produktivitas.

2. Pertumbuhan market share.

3. Pengurangan biaya produksi akibat inefisiensi produksi.

4. Kepuasan pelanggan yang menjadikan loyalitas pelanggan (customer loyalty).

5. Penurunan tingkat produk cacat (reduce defect rate).

6. Pengurangan cycle time.

7. Berkembangnya suatu produk dan jasa (product and service development).

8. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan karyawan terhadap kualitas.

2.2.3 Apresiasi Level pada Sig Sigma

Model Statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan peningkatan Six sigma

disebut dengan “Six sigma Improvement Initiative”. Tujuan model statistik adalah

menggambarkan unit-unit sigma sehubungan dengan pengukuran suatu kinerja

Page 22: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

8

proses. Misalnya, jika kinerja proses bisnis berada di level 5 (lima) sigma, berarti

tingkat kinerja proses bisnis tersebut sebesar 99,9767%. Hal itu berarti, dalam

setiap satu juta aktivitas proses hanya akan terjadi 233 kali kegagalan proses, dan

kinerja prosesnya berada dibawah satu tingkat dibandingkan dengan kinerja terbaik

(sigma level enam) (Aziz Alimul, 2007). Pada tabel 2.1 dibawah ini menunjukan

hubungan nilai sigma dengan tingkat kegagalan per juta peluang (DPMO) dan

ekuivalen yield.

Tabel 2. 1 Hubungan antara nilai Sigma dengan tingkat kegagalan per sejuta

peluang dan Ekuivalen Yield

2.3 Metode Perbaikan Six Sigma dengan Pendekatan DMAIC

Tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas Six sigma yaitu dengan

menggunakan metode DMAIC, yang merupakan kepanjangan dari Define,

Measure, Analyze, Improve, dan Control. DMAIC merupakan suatu strategi yang

dapat diimplementasikan sebagai prosedur keberhasilan dalam peningkatan

kualitas, peningkatan proses, dan mengurangi tingkat cacat (defect rate) (Pande &

Holpp, Berpikir Cepat Six Sigma, 2005). Gambar 2.1 merupakan lima tahapan

DMAIC.

Page 23: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

9

Gambar 2. 1 Lima tahapan DMAIC

a. Define

Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan

kualitas six sigma. Tahap ini bertujuan untuk menentukan atau mengidentifikasi

permasalahan dan berfungsi untuk menentukan sasaran kegiatan yang akan

dilakukan tindakan perbaikan (improvement) (Pyzdek & Keller, 2010).

b. Measure

Measure merupakan tindak lanjut dari langkah define. Tahap ini melibatkan

pengumpulan data yang relevan dengan penelitian. Data tersebut dapat

dikumpulkan berdasarkan data historis, namun data historis terkadang tidak

cukup, maka dibutuhkan observasi secara langsung dilapangan ataupun melalui

berbagai cara lain. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi kondisi proses saat ini. Langkah yang dilakukan dalam tahap

ini dengan pengambilan data yang akan diukur karakteristiknya dan kondisi

proses untuk menentukan langkah apa yang perlu diambil dalam perbaikan.

Measure adalah kegiatan pengukuran kuantitas dimensi kinerja dari produk,

layanan atau jasa, proses dan kegiatan bisnis lainnya (Evans dan Lindsay,

2005). Tahap ini berguna untuk memantau tujuan dari suatu organisasi atau

perusahaan.

c. Analyze

Tahap analyze mulai memasuki ke proses dan hal-hal yang lebih detail dengan

menentukan dan mengidentifikasi akar penyebab permasalahan. Analyze berfungsi

Page 24: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

10

untuk memeriksa data, proses dan fakta dalam rangka mendapatkan pemahaman

mengenai penyebab permasalahannya (Evans & Lindsay, 2005).

d. Improve

Pada tahap improve diuraikan ide-ide perbaikan atau solusi perbaikan sesuai hasil

identifikasi dari penyebab kegagalan yang telah teridentifikasi sebelumnya, yang

kemudian akan diimplementasikan.

e. Control

Tahap terakhir dalam pendekatan DMAIC adalah tahap kontrol. Pada tahap ini

diperlukan adanya pengawasan atau evaluasi secara rutin dalam rangka pencapaian

dan pemeliharaan kinerja untuk mengetahui performansi dari hasil perbaikan

tersebut.

2.4 Alat-Alat DMAIC

Semua alat yang bisa mendukung tercapainya target six sigma dapat digunakan

dalam tiap fase penerapan metodologi six sigma. Adapun alat-alat yang digunakan

dalam penelitian dengan pendekatan DMAIC ini adalah:

a. Fase define

Flow chart, Supplier-Inputs-Process-Outputs-Customers (SIPOC), Critical to

Quality (CTQ) tree.

b. Fase measure

Paretto chart, Perhitungan DPMO, kapabilitas sigma dan nilai yield.

c. Fase analyze

Fishbone diagram dan FMEA.

d. Fase improve

FMEA, Check sheet.

e. Fase control

Pareto chart, perhitungan nilai DPMO, level sigma, nilai yield.

2.4.1 Diagram Pareto (Pareto Chart)

Pada abad ke-19, seorang ekonom Italia bernama Vilfredo Pareto mengembangkan

diagram pareto. Ini merupakan grafik yang digunakan untuk mengurutkan

permasalahan dari yang paling kiri atau tertinggi hingga yang paling kanan atau

Page 25: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

11

terendah. Susunan tersebut membantu untuk menentukan penting prioritas kategori

kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui

masalah utama proses. Dengan bantuan diagram pareto tersebut, kegiatan akan

lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai

dampak paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai penyebabnya

(Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, 2004). Gambar 2.2 merupakan contoh dari

diagram pareto.

Gambar 2. 2 Contoh Diagram Pareto

Diagram pareto memiliki berbagai kegunaan seperti berikut (Nasution, Manajemen

Mutu Terpadu, 2001):

1. Dapat menunjukkan faktor-faktor penyebab persoalan yang harus diatasi.

2. Dapat membantu dalam memusatkan perhatian terhadap pokok permasalahan

yang perlu diatasi pada upaya perbaikan.

3. Memperlihatkan hasil upaya perbaikan.

4. Membandingkan kondisi proses sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan.

2.4.2 Diagram Alir (Flowchart)

Diagram alir adalah suatu alat yang digunakan dalam memodelkan suatu proses.

Diagram alir merupakan suatu gambaran skematik yang dapat menunjukkan setiap

langkah dalam keseluruhan proses. Karena begitu pentingnya tool ini sampai ada

pernyataan yang menyebutkan “flow chart provides a very effective graphical

description of how something works”. Gambar 2.3 merupakan skema contoh dari

diagram alir.

Page 26: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

12

Gambar 2. 3 Contoh Diagram Alir

Diagram alir dapat digunakan untuk berbagai maksud seperti:

1. Memberi penjelasan tentang jalannya proses. Kebanyakan orang lebih cepat

memahami informasi yang dijelaskan memalui grafik daripada langsung secara

verbal.

2. Membandingkan proses yang sedang terjadi dengan proses ideal yang

diharapkan.

3. Membantu dalam mengetahui langkah-langkah yang tidak diperlukan ataupun

langkah-langkah yang duplikatif.

4. Untuk mengetahui dimana pengukuran dapat dilakukan.

5. Menggambarkan sistem secara keseluruhan.

2.4.3 Diagram SIPOC

SIPOC adalah singkatan dari Supplier-Input-Process-Output-Customer. Diagram

ini berguna untuk melihat secara sekilas tentang aliran kerja suatu proses produksi,

mengidentifikasi dan menunjukkan korelasi serta interaksi antara seluruh proses

atau kegiatan. Dengan kata lain, diagram SIPOC berfungsi untuk mengidentifikasi

pemasok dan masukan mereka ke dalam proses, urutan proses, keluaran proses, dan

kepentingan pemasok terhadap keluaran (Saludin, 2016). Contoh diagram SIPOC

disajikan pada gambar 2.4 sebagai berikut.

Page 27: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

13

Gambar 2. 4 Contoh SIPOC Diagram

Penjelasan mengenai bagian-bagian diagram SIPOC adalah sebagai berikut:

➢ Supplier ialah orang, organisasi, ataupun system yang menyediakan sumber

daya atau barang yang perusahaan butuhkan dalam rangka memproduksi

produk.

➢ Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (Supplier) untuk

digunakan pada proses produksi.

➢ Process ialah seluruh aktivitas ataupun kegiatan yang bertujuan untuk

membuat input menjadi output.

➢ Output merupakan produk yang telah dihasilkan oleh proses yang kemudian

akan dikirimkan kepada pelanggan.

➢ Customer adalah orang, sistem, maupun organisasi yang menerima output.

2.4.4 Critical to Quality (CTQ) Tree

Ini berkaitan langsung dengan kepuasan dan kebutuhan pelanggan yang berkaitan

dengan atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan. Karakteristik

kualitas yang diperoleh dari konsumen dikumpulkan dalam sebuah diagram pohon

(Tree diagram). Berguna untuk memecah dan mempersingkat ide-ide agar menjadi

semakin rinci secara progresif. Ini bertujuan untuk membuat ide dapat dipahami

Page 28: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

14

dengan mudah dan mengatasi masalah menjadi lebih mudah. CTQ merupakan

langkah operasional dalam fase measure dengan persyaratan yang mencakup:

➢ Sebuah karakteristik: digunakan untuk atribut, penetapan kualitas yang akan

diukur.

➢ Sebuah skala: suatu basis guna pengukuran sebuah karakteristik.

➢ Sebuah standar: suatu kondisi criteria yang spesifik.

Gambar 2. 5 Contoh CTQ Tree

2.4.5 Check Sheet

Check sheet digunakan untuk melakukan pengambilan data. Analisa perbaikan

tidak dapat dilakukan tanpa data produk yang diteliti. Product and services “talk”

in the form of data. Tujuan utama dibuat suatu check sheet ialah untuk

memastikan jika data dikumpulkan dengan hati-hati dan akurat. Data harus

dikumpulkan sedemikian agar dapat dengan mudah digunakan dan dianalisa.

Desain check sheet dapat berbeda-beda dan dapat dikembangkan sesuai kreativitas,

namun sebuah check sheet seharusnya mudah untuk digunakan. Gambar 2.6

merupakan contoh check sheet.

Page 29: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

15

Gambar 2. 6 Contoh Check Sheet

2.4.6 Perhitungan nilai Sigma dan Yield

Nilai sigma dan nilai yield ialah sebuah nilai metric. Nilai sigma ialah nilai yang

dapat menggambarkan performa dari suatu proses produksi, kemudian yield ialah

nilai yang dapat menggambarkan kemampuan dari suatu proses dalam

menghasilkan produk yang tidak cacat. Perhitungan nilai sigma dan yield digunakan

untuk menjadi tolak ukur pada penentuan tindakan dalam perbaikan. Kedua nilai

metric ini diukur dari data output proses yang berada dalam kendali statistik.

a. Perhitungan nilai Sigma

Langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan perhitungan nilai sigma

ialah seperti berikut:

1. Menghitung jumlah Defect per Unit (DPU)

Nilai DPU adalah total cacat atau defect dibagi jumlah unit yang diperiksa.

𝐷𝑃𝑈 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (2-1)

2. Menghitung jumlah Opportunity (Opp)

Jumlah opportunity sama dengan jumlah karakteristik CTQ tree.

𝑂𝑝𝑝 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 𝐶𝑇𝑄 𝑇𝑟𝑒𝑒 (2-2)

3. Menghitung jumlah Defect per Opportunity (DPO)

𝐷𝑃𝑂 = 𝐷𝑃𝑈

𝑂𝑝𝑝 (2-3)

Page 30: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

16

4. Menghitung jumlah Defect per Million Opportunity (DPMO)

𝐷𝑃𝑀𝑂 = 𝐷𝑃𝑂 × 1000000 (2-4)

5. Mengkonversikan nilai DPMO yang telah didapatkan kedalam nilai sigma

menggunakan tabel konversi sigma.

b. Perhitungan nilai Yield

kemudian yield ialah nilai yang dapat menggambarkan kemampuan dari suatu

proses dalam menghasilkan produk yang tidak cacat. Ada beberapa jenis

perhitungan yield yang biasa digunakan perusahaan-perusahaan:

1. Opportunity level yield, ialah perhitungan nilai yield berdasarkan total

karakteristik CTQ pada setiap produk.

𝑌 =𝑇𝑜𝑝𝑝−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡

𝑇𝑜𝑝𝑝× 100% (2-5)

2. Throughput yield, ialah perhitungan nilai yield yang berasal dari jumlah

cacat per unit (Defect per Unit).

𝑌 = 1 −𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎× 100% (2-6)

3. First time yield, disebut juga unit sensitive yield atau nilai yield yang

dihitung dari jumlah ubit yang diproduksi tanpa memperhatikan jumlah

opportunity defect yang bisa terjadi pada tiap unit produk.

𝑌 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎× 100% (2-7)

4. Rolled Throughput Yield adalah nilai yield untuk satu rangkaian proses atau

operasi yang dihitung dengan mengalikan tiap throughput yied dari tipa-tiap

proses atau operasi yang dilalui.

𝑌 = 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 1 × 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 2 × … (2-8)

5. Normalized yield

Merupakan kebalikan rolled throughput yield, adalah suatau nilai yield yang

ekivalen yang dihitung bagi serangkaian langkah proses atau operasi yang

berkaitan dengan pembuatan produk. Jika nilai yield dihitung langsung

setelah melalui beberapa proses, maka nilai normalized yield

merepresentasikan rata-rata yield pada setiap tahapan yang dilalui.

𝑌 = √𝑟𝑜𝑙𝑙𝑒𝑑 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑𝑛 (2-9)

Page 31: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

17

Kebanyakan perusahaan saat ini menggunakan first time yield, namun

sebenarnya first time yield tidak sensitive terhadap kompleksitas produk dan

sangat tergantung pada distribusi cacat itu sendiri. First time yield biasanya

lebih besar atau sama dengan throughput yield dan memberikan gambaran

yang lebih optimis. Throughput yield dapat memberikan estimasi yang lebih

baik.

2.4.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone)

Diagram fishbone (diagram tulang ikan) sering juga disebut Cause and Effect

Diagram atau Ishikawa Diagram dikenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli

pengendalian kualitas dari Jepang, sebagai salah satu dari tujuh alat kualitas dasar

(7 basic quality tools). Diagram fishbone digunakan ketika kita ingin

mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan terutama ketika sebuah tim

cenderung jatuh berpikir pada rutinitas (Tague, 2005). Pada diagram ini, hubungan

antar masalah yang terjadi dengan faktor-faktor penyebabnya dapat digambarkan.

Dan dalam diagram ini, faktor-faktor utama yang menyebabkan masalah

dikelompokkan menjadi 4 yaitu material, machine, man, and method.

Gambar 2. 7 Contoh Fishbone Chart

Page 32: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

18

Fishbone diagram memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi akar permasalahan.

2. Menganalisa kondisi aktual guna melakukan upaya perbaikan.

3. Dapat membantu dalam mendapatkan ide-ide terkait solusi permasalahan.

4. Dapat membantu pada penyelidikan lebih lanjut.

5. Dapat mengidentifikasi tidakan perbaikan yang sesuai harapan.

2.4.8 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Suatu prosedur yang terstruktur dalam rangka pengidentifikasian dan pencegahan

semaksimal mungkin mode kegagalan (Failure Mode) ialah FMEA. Metode ini

dipakai dalam rangka mengidentifikasi semua sumber dan penyebab pada

permasalahan kualitas. Sedangkan failure mode atau mode kegagalan merupakan

segala sesuatu yang termasuk kedalam kegagalan/kecacatan pada desain, kondisi

dimana produk tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, ataupun

segala seatu yang mengakibatkan terganggunya fungsi pada produk (Chrysler &

Ford Motor, 1995). Metode ini bisa dilakukan dengan:

1. Pencatatan pada setiap proses produksi (document in process);

2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi semua potensi kegagalan pada suatu

produk dan beserta efeknya;

3. Mengetahui tindakan yang dapat mengurang atau bahkan menghilangkan

kesempatan dari semua potensi kegagalan yang terjadi.

Metode FMEA memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Dapat menjadi sarana pencegahan sebelum terjadinya masalah;

2. Dapat memjadi alat pendeteksi bila terjadi suatu kegagalan;

3. Dapat digunakan dalam pengaplikasian proses baru;

4. Dapat digunakan dalam rangka pemindahan suatu komponen atau proses

menuju baru;

5. Dapat digunakan dalam rangka pergantuan/perubahan komponen peralatan.

Page 33: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

19

Metode FMEA dalam rangka menganalisa suatu kasus pada menejemen memiliki

keuntungan sebagai berikut:

1. Dapat meningkatkan quality, safety, dan reability pada suatu produk/proses;

2. Membuat citra perusahaan beserta daya saing perusahaan meningkat;

3. Menambah tingkat kepuasan pelanggan;

4. Pengumpulan informasi dalam rangka meminimalisir potensi kegagalan

dimasa mendatang;

5. Sebagai pengidentifikasian awal dan pengeliminasian semua potensi failure

mode;

6. Sebagai pengantisipasian masalah;

7. Untuk meminimalisir perubahan akhir dan juga biaya terkait;

8. Dapat meminimalisir potensi terjadinya kegagalan yang sama dimasa

mendatang.

Gambar 2. 8 Siklus FMEA

Metode FMEA memiliki langkah-langkah dasar sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi;

2. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi;

3. Mengidentifikasi potensi efek kegagalan produksi;

4. Mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan proses produksi;

5. Mengidentifikasi mode-mode deteksi proses produksi;

Page 34: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

20

6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detection dan RPN prose

Produksi;

7. Usulan perbaikan

Metode ini memiliki elemen-elemen yang dibangun berdasar pada semua informasi

pendukung analisa, yaitu:

1. Fungsi proses

Ialah penjelasan singkat tentang proses dari sistem yang dianalisa.

2. Failure mode

Ialah potensi terjadinya cacat pada setiap proses.

3. Efek potensial dari kegagalan

Ialah merupakan efek yang terjadi dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan.

4. Tingkat keparahan (Severity (S))

Merupakan penilaian dari tingkat keseriusan efek pada potensi kegagalan.

5. Penyebab potensial (potential cause)

Ialah alasan mengapa kegagalan dapat terjadi.

6. Tingkat kejadian (Occurrence (O))

Ialah penilaian tingkat keseringan/frekuensi terjadinya kegagalan.

7. Nilai deteksi (Detection (D))

Ialah penilaian dari seberapa efekttif alat pendeteksi yang digunakan saat ini.

8. Nomor prioritas resiko (Risk Priority Number (RPN))

Ialah nilai yang didapat dari perkalian nilai severity, occurrence, dan detection.

𝑅𝑃𝑁 = 𝑆 × 𝑂 × 𝐷

9. Tidakan yang telah direkomendasikan (Recommended Action)

Pemberian tindakan perbaikan yang dilakukan berdasarkan dari tingkat

kegagalan dengan nilai RPN tertinggi.

Page 35: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

21

Nilai severity, nilai occurrance, dan nilai detection dapat diukur dengan cara

sebagai berikut:

a. Nilai Severity (S)

Ini merupakan tahap pertama dalam penganalisa resiko, yang merupakan

perhitungan besar pengaruh atau intensitas terjadinya kejadian yang

mempengaruhi hasil akhir. Penilaian tersebut diberi rating dengan skala 1

hingga 10. Semakin besar nilai yang diberikan maka semakin buruk dampak

yang didapatkan. Nilai severity dapat ditentukan sesuai dengan tabel 2.1

berikut ini:

Tabel 2. 2 Nilai Severity

Sumber Gaspersz 2002

Page 36: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

22

b. Nilai Occurrance (O)

Tahap kedua ialah penentuan nilai occurrance, yang merupakan penilaian

terhadap tingkat kemungkinan kegagalan akan terjadi selama masa produksi.

Nilai occurrance dapat ditentukan sesuai dengan tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2. 3 Nilai Occurrance

Sumber Gaspersz 2002

Page 37: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

23

c. Nilai Detection (D)

Tahap ketiga ialah penentuan nilai detection, yang merupakan penilai dari

keefektifitasan alat pendeteksi yang digunakan saat ini didalam proses

produksi. Nilai ini dapat ditentukan sesuai dengan tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2. 4 Nilai Detection

Sumber Gaspersz 2002

Page 38: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian yang berjenis kualitatif deskriptif dengan

tujuan agar dapat mendikripsikan dan menjelaskan suatu gejala, peristiwa, atau

kejadian yang telah terjadi saat ini dengan menggunakan angka-angka yang

disajikan secara actual, sistematis dan akurat. Pada penelitian ini tidak memberikan

perlakuan khusus terhadap sebuah peristiwa sebab penelitian ini bertujuan untuk

dapat menjelaskan peristiwa yang menjadi pusat penelitian tanpa adanya rekayasa.

Sebagai salah satu jenis penelitian kuantitatif tanpa eksperimen yang tergolong

mudah, penelitian diskriptif menyajikan data kuantitatif yang didapatkan dari

sebuah subjek atau kejadian berdasarkan populasi.

3.2 Rancangan Penelitian

Sumber data primer yang digunakan adalah rekapitulasi cacat produk Ale-Ale oleh

PT TAS selama periode Januari-Desember 2019. Data tersebut kemudian

digunakan sebagai hipotesa masalah. Peneliti mengunakan metode six sigma

dengan menggunakan pendekatan DMAIC untuk menemukan akar permasalah dan

menentukan rencana tindakan yang sesuai berdasarkan akar permsalahan tersebut.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada PT. TAS bagian produk minuman cup Ale-Ale.

3.4 Objek Penelitian

Objek penelitian yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah

pengurangan tingkat persentasi cacat pada produk Ale-Ale.

Page 39: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

25

3.5 Kerangka Penelitian

Berikut merupakan langkah-langkah yang digunakan didalam penelitian ini yang

disajikan dengan kerangka penelitian pada gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Kerangka penelitian

3.6 Uraian Tahap Penelitian

3.6.1 Survey Pendahuluan

Tahap pertama yang harus dilakukan ialah survey pendahuluan di PT. TAS yang

berfungsi untuk mengumpulkan bahan dan informasi terkait dengan penelitian yang

dituju. Survey pendahuluan dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan

operator dan technical lab yang berkaitan dengan produk Ale-Ale dari tahap awal

hingga akhir pendistribusian produk, serta mengamati langsung setiap proses

Survey Pendahuluan

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Survey Pendahuluan

• Wawancara secara langsung untuk mendapatkan informasi

dari pihak-pihak terkait.

• Mengamati line proses produksi Ale-Ale.

Identifikasi Masalah

• Analisis dari observasi awal.

• Mengidentifikasi potensial masalah yang akan diteliti,

tujuan dan batasannya.

Studi Literatur

• Konsep kualitas dan pengendalian kualitas.

• Konsep Six Sigma.

• Pendekatan DMAIC.

• Alat-alat DMAIC.

Pengumpulan Data

• Data produk reject pada Ale-Ale pada bulan Januari-

Desember 2019.

• Alur proses produksi.

• Observasi langsung kepada operator line produksi dan

personil QC.

Analisis Data

• Analisa dengan implementasi pendekatan DMAIC.

• Hasil perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan

dilakukan.

Kesimpulan & Saran

• Kesimpulan berdasarkan hasil analisa data

• Saran yang dapat diambil dari penelitian

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kesimpulan & Saran

Page 40: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

26

tersebut di lapangan untuk mengidentifikasi proses mana yang bermasalah. Pada

tahap ini diketahui terdapat masalah pada tingkat kecacatan produk yang cenderung

naik turun dan tidak konsisten pada setiap bulannya.

3.6.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah tahap lanjutan setelah survey pendahuluan, tahap ini

penting karena untuk menentukan objek permasalahan yang akan dilakukan

perbaikan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, diidentifikasi adanya beberapa

permasalahan-permasalahan kecil yang lebih cenderung disepelekan namun sangat

berdampak pada fluktuasi jumlah cacat. Untuk mengatasi permasalahan yang ada

berdasarkan pengamatan awal pada survey pendahuluan, maka perlu adanya

perbaikan agar tingkat cacat berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang menyebabkan masalah yang dilanjutkan dengan melakukan

perbaikan untuk dapat menurunkan persentase cacat produk. Agar pembahasan

pada penelitian ini tidak keluar dari pokok permasalahan, maka ditentukanlah

batasan masalahnya. Kemudian pada penelitian ini juga digunakan asumsi-asumsi

yang dapat membantu dalam menjawab permasalahan yang ada dan keduanya telah

dijelaskan pada Bab I.

3.6.3 Studi Literatur

Dalam menjalani suatu penelitian, studi literatur merupakan suatu proses

pemahaman konsep. Ini digunakan dalam landasan teori sebagai bahan dasar

pelengkap penelitian untuk mengumpulkan informasi dengan jelas dan lengkap dari

berbagai sumber untuk mengatasi permasalahan. Penelitian ini menggunakan

literatur penelitian dengan konsep perbaikan mutu menggunakan metode

pendekatan DMAIC.

3.6.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari data produk Ale-Ale pada bulan Januari-

Desember 2019, alur proses produksi, serta melalui observasi dan wawancara

langsung kepada operator line produksi dan technical lab mengenai proses yang

difokuskan yaitu proses produksi Ale-Ale. Data dikumpulkan agar dapat

Page 41: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

27

mendapatkan informasi secara detail, dan kemudian data akan diolah dalam rangka

mencapai tujuan penelitian.

3.6.5 Analisis Data

Semua data yang didapatkan pada tahap pengumpulan data kemudian diolah dan

dianalisis untuk dilakukan perbaikan. Metode six sigma dengan pendekatan

DMAIC akan membantu untuk mendefinisikan masalah dan mengarahkan solusi

dari permasalahan tersebut guna mengurangi persentase jumlah cacat produk Ale-

Ale. Berikut ini merupakan penjelasan dari setiap tahapan pada pendekatan

DMAIC:

1. Define

Define atau pengidentifikasian masalah merupakan langkah pertama pada DMAIC.

Langkah ini akan menjelaskan tujuan, target, dan batasan penelitian secara jelas.

Langkah ini pun menjelaskan alur proses produksi, elemen-elemen yang

mempengaruhi produksi dengan SIPOC diagram, serta menjelaskan semau jenis-

jenis persoalan yang menyebabkan terjadinya cacat pada proses produksi Ale-Ale.

2. Measure

Measure atau tahap pengukuran ini merupakan langkah kedua yang harus diambil.

Tahap pengukuran berfungsi untuk mengukur dan mengevaluasi kondisi serta

tingkat kualitas produk saat ini. Data yang telah terkumpul akan digunakan untuk

menghitung persentase reject dengan pembuatan diagram pareto yang dilanjutkan

dengan menghitung nilai DPMO dan level sigma. Berdasarkan pengukuran dari

data yang diperoleh pada bulan Januari-Desember 2019.

3. Analyze

Analyze atau tahap analisis merupakan langkah ketiga dari tahapan DMAIC. Tahap

ini dilakukan dengan analisis fishbone diagram dan FMEA dalam rangka

menemukan faktor-faktor yang memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya

tingginya persentase cacat pada produk Ale-Ale.

4. Improve

Langkah keempat adalah melakukan perbaikan dengan mengimplementasikan

solusi-solusi yang didapat berdasarkan akar penyebab masalah sebagai bentuk

penanganan tingkat cacat.

Page 42: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

28

5. Control

Tahap kontrol merupakan langkah terakhir dalam pendekatan DMAIC yang

berfungsi untuk mengendalikan, memantau, dan menjaga proses yang telah

dilakukan melalui langkah-langkah diatas agar tetap terkendali. Tahap ini

menggunakan pengukuran yang sama dengan tahap measure, dengan menggunakan

persentase reject, DPMO dan level sigma. Pada tahap kontrol ini, pengukuran yang

dilakukan bertujuan untuk mengetahui hasil yang didapatkan setelah dilakukannya

perbaikan yang dilanjutkan dengan melakukan perbandingan dari hasil yang

didapatkan setelah perbaikan dengan sebelum dilakukannya perbaikan. Hasil

perbandingan itu dapat menentukan apakah implementasi pendekatan DMAIC

dalam proses tersebut berhasil atau tidak.

3.6.6 Kesimpulan & Saran

Setelah tahapan analisis dengan pendekatan DMAIC mendapatkan hasil perbaikan

dan control, kemudian tahapan terkahir yaitu pemberian kesimpulan dan saran

berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan.

Page 43: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

29

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Deskripsi Produk

Ale-Ale adalah minuman ready to drink berperisa buah segar yang terbuat dari

100% gula asli dan mengandung 500 mg vitamin C yang dapat mendukung stamina

dan daya tahan tubuh konsumen. Produk ini merupakan produk unggulan dari

perusahaan PT TAS karena sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Diproduksi dengan proses blending yang baik dan dilanjutkan dengan proses

pengemasan menggunakan kemasan cup berkapasitas 200 ml yang tentunya

higienis dengan selalu menjaga kualitas disetiap prosesnya.

Gambar 4. 1 Produk Ale-Ale

Gambar 4.1 diatas memperlihatkan jika produk ready to drink Ale Ale hadir dengan

6 varian rasa buah:

1. Orange (Jeruk)

2. Strawberry (stroberi)

3. Fuji Appel (Apel Fuji)

4. Grape (Anggur)

5. Soursop (Sirsak)

6. Passion Fruit (Markisa)

Page 44: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

30

4.1.2 Alur Proses Produksi

Pembuatan produk Ale-Ale harus memerlukan beberapa proses untuk sampai pada

proses akhir yaitu produk realease. Pengerjaan proses produksi Ale-Ale terbagi

menjadi beberapa station proses yaitu proses blending, proses filling, proses

packing dan proses verifikasi kualitas sebelum dikirim ke Warehouse Finish Good

(WFG) untuk dilakukan verifikasi produk realease sebelum akhirnya dikirim ke

konsumen.

1. Proses Blending & Pasteurisasi

Proses Blending dimulai dari semenjak penerimaan dan pemeriksaan incoming

material yaitu air Reverse Osmosis (RO), sugar syrup dan material premix (perasa,

pengawet, pewarna, penambah aroma, dll). Kemudian transfer sugar syrup dan air

RO melalui pipa menuju blending tank sesuai ketentuan. Sementara itu, mixing

premix A, B, C, D (sesuai dengan formula produk) didalam premix tank yang

sebelumnya telah diisi air RO dan langsung transfer ke blending tank saat sudah

tercampur. Blending semua material hingga tercampur sempurna dan kemudian

akan dilakukan pengecekan kualitas. Personil QC bertanggung jawab untuk

mengecek kualitas pH, brix (kadar gula), dan TOA (Taste-Oddor-Appearance)

produk. Pada tahap ini jika produk kurang manis akan ditambah gula dan jika terlalu

manis akan ditambah air hingga sesuai dengan standar yang ditentukan. Setelah

dinyatakan oke oleh QC, produk kemudian di transfer menuju balance tank untuk

dilakukan proses pasteurisasi dengan mengalirkan hot water disekeliling balance

tank sebelum akhirnya produk di transfer ke pipa filling.

2. Proses Filling

Proses filling dilakukan di dalam mesin filling. Proses dimulai sejak tahap

preparation mesin yaitu dengan pensterilisasian jalur filling menuju hopper dengan

hot water yang dilanjutkan dengan push in line dan pengecekan kualitas mesin

filling. Kemudian persiapkan manual cup printing ke dalam cup entry dan lids ke

chuck lids sebelum mesin dioperasikan. Pada tahap produksi, produk masuk ke

hopper tank (tanki penyimpanan sementara sebelum masuk hopper mesin filling)

yang selanjutnya dilakukan pengecekan kualitas oleh personil QC sebelum produk

Page 45: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

31

masuk hopper mesin filling. Kemudian masuk ke proses filling produk (pengisian

produk kedalam cup) yang dilanjutkan proses sealing dengan lids yang sebelumnya

telah melalui proses UV lids (pensterilan lids) dan dengan pemanasan sealing lids

sebelum akhirnya seal di-cutting. Kemudian produk di-transfer menggunakan

conveyor menuju proses packing.

3. Proses Packing

Proses packing disini adalah proses pengemasan produk jadi ke dalam box. Proses

ini dimulai dari persiapan bahan baku kardus, straw packing, lakban, tinta make up

coding dan carbon cup yang harus disiapkan pada setiap station kerjanya. Produk

dari filling datang melalui conveyor menuju mesin coding untuk dilakukan

pengcodingan kode produk pada bottom cup yang selanjutnya conveyor akan area

packer. Produk diikuti dengan straw akan dikemas secara manual kedalam karton

box sembari disortir oleh packer jikalau ada produk yang reject untuk di-rework.

Kemudian karton box di-sealing menggunakan lakban dan di-print untuk

pencantuman best before pada karton box sebelum disusun di atas paller dan

dilakukan scanning barcode untuk pengiriman ke warehouse.

4. Proses Verifikasi Kualitas

Proses verifikasi status kualias produk FG yang dilakukan oleh Laboratorium QA

harus menunggu 1x24 jam di warehouse FG untuk produk bisa di-release. Karena

produk ini merupakan golongan food grade sehingga perlu adanya pengecekan

fisika, kimia dan mikrobiologi yang lengkap untuk menjaga keamanan dari

konsumen terhadap kualitas produk ini. Setelah produk dinyatakan PASSED atau

lolos pengujian oleh Laboratorium QA, barulah produk bisa di-release dan di-

transfer ke area loading. Jika QA menyatakan bahwa produk tidak layak, maka

produk akan dikembalikan ke area produksi untuk dilakukan destroy atau repack

sesuai keputusan QA. Di area loading, FG produk dimasukkan ke kendaraan yang

kemudian ditimbang sebelum dikirim menuju depo untuk didistribusikan. Pada

proses muat, sering terdapat produk yang pecah ataupun penyok yang kemudian

harus dikembalikan ke area produksi untuk dilakukan destroy pada produk yang

pecah dan sisanya di-repack jika produk masih bagus.

Page 46: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

32

Gambar 4.2 berikut ini merupakan alur proses produksi produk Ale-Ale:

Gambar 4. 2 Alur proses produksi Ale-Ale

Page 47: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

33

4.2 Pengumpulan Data

Salah satu bagian terpenting dalam penelitian adalah pengumpulan data, karena

seluruh data maupun informasi data permasalahan diperoleh melalui proses

wawancara dan diskusi dengan staff produksi dan staff Quality Control, serta

berdasarkan rekapitulasi data cacat yang disimpan pada departemen Quality

Assurance.

Pada penelitian ini, data yang digunakan merupakan data rekapitulasi hasil produksi

Ale-Ale dari periode produksi pada bulan Januari-Desember 2019. Dilihat dari

rekapitulasi data yang diperoleh, tercatat bahwa jumlah produk yang telah

diproduksi pada periode tersebut sebanyak 84.809.668 box dengan total produk

yang dinyatakan cacat sebanyak 172.602 box atau 0,20% dari total produksinya.

Dan tingkat kecacatan ini sebagian besar disebabkan karena kesalahan pada proses

formulasinya. Tingkat persentase cacat ini melebihi dari target perusahaan yang

seharusnya hanya 0,15%. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini tabel 4.1 akan dapat

memperlihatkan data rekapitulasi hasil produksi dan tabel 4.2 akan memperlihatkan

data rekapitulasi jenis-jenis cacat pada periode tersebut.

Tabel 4. 1 Data rekapitulasi hasil produksi produk Ale-Ale periode Januari -

Desember 2019

No Month Output (Boxes) Total Product

Cacat

% Product

Cacat

1 January 7.245.778 33988 0,47%

2 February 7.154.567 10708 0,15%

3 March 6.964.010 5914 0,08%

4 April 7.578.808 16451 0,22%

5 May 7.996.600 6741 0,08%

6 June 4.331.553 3475 0,08%

7 July 8.100.769 5655 0,07%

8 August 7.577.455 8173 0,11%

9 September 7.459.645 4290 0,06%

10 October 7.616.562 43450 0,57%

11 November 6.921.912 15140 0,22%

12 December 5.862.009 18617 0,32%

TOTAL 84.809.668 172.602

RATA-RATA 0,20%

Page 48: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

34

Tabel 4. 2 Rekapitulasi jenis-jenis cacat produk Ale-Ale periode tahun 2019

Periode

Jumlah

Produk

Cacat

Rekapitulasi Jenis-Jenis Cacat

A B C D E F G H

January 33988 0 22678 0 0 0 0 11310 0

February 10708 8758 0 585 0 0 975 0 390

March 5941 3333 0 975 658 0 0 0 975

April 16451 0 4166 10920 585 0 780 0 0

May 6741 625 4166 1560 195 195 0 0 0

June 3475 0 2500 195 0 0 0 0 780

July 5655 0 0 0 5655 0 0 0 0

August 8173 3333 2500 975 780 0 0 0 585

September 4290 0 0 3315 390 0 0 0 585

October 43450 41500 0 390 0 0 0 0 1560

November 15140 6045 5000 2340 780 975 0 0 0

December 18617 16667 0 1950 0 0 0 0 0

TOTAL 172629 80261 41010 23205 9043 1170 1755 11310 4875

CACAT (%) 46,49 23,76 13,44 5,24 0,68 1,02 6,55 2,82

Berdasarkan tabel diatas terdapat 8 jenis cacat pada produk, yaitu:

A. Kesalahan formulasi.

B. High/low brix (kadar gula).

C. Weakseal.

D. Lid Delaminasi.

E. Kesalahan penggunaan tipe cup.

F. Kualitas cup dan lid jelek.

G. Salah kode produksi.

H. Kode produksi tidak tercetak.

Page 49: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

35

4.3 Analisa Data

4.3.1 Tahap Pendefinisian (Define)

Tahapan pertama dalam pengimplementasian metodologi Six sigma dengan

pendekatan DMAIC adalah tahap pendefisian yang bertujuan untuk mengetahui

kondisi atau permasalahan secara lebih mendalam baik dari sisi konsumen maupun

sisi proses. Inisiatif implementasi Six sigma dimulai dengan menetapkan subjek dari

penelitian, setelah dilakukan penetapan subjek maka selanjutnya dedefinisikan

tujuan atau target dari penelitian. Target dapat berupa pengurangan jumlah cacat

atau peningkatan hasil. Tahap selanjutnya adalah dilakukan pemetaan pada proses

yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penjadwalan agar penelitian dilakukan

dengan tepat waktu, serta identifikasi keinginan pelanggan (Customer requirement)

yang vital atau disebut juga Critical to Quality (CTQ) yang merupakan tahapan

terakhir dari tahap pendefinisian ini.

4.3.1.1 Pernyataan Masalah

Hal paling pertama yang harus dilakukan pada tahap pendefinisian adalah

pernyataan masalah atau menentukan akar permasalahan yang akan dijadikan

sebagai subjek penelitian. Penentuan permasalahan harus memperhatikan beberapa

aspek penting sebagai berikut:

1. Spesifik, mampu menjelaskan secara jelas dan tepat tentang kesalahan yang

terjadi, bagian mana yang mengalami kesalahan, dan apakah

permasalahannya.

2. Bisa diamati, mampu untuk menerangkan bukti-bukti secara nyata dari

sebuah permasalahan. Semua bukti yang digunakan dapat didapatkan dari

laporan internal perusahaan maupun ulasan pelanggan.

3. Bisa diukur, mampu memperlihatkan ruang lingkup permasalahan dalam

satuan ukuran.

4. Bisa dikendalikan, mampu menyelesaikan permasalahan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan. Dan apabila masalah yang dihadapi terlalu besar maka

dapat dilakukan secara bertahap sehingga dapat lebih dikendalikan.

Page 50: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

36

Masalah yang sedang dihadapi oleh PT TAS sepanjang periode tahun 2019 kemarin

adalah adanya ketidak konsistenan terhadap penanganan kualitas produk sehingga

mengakibatkan adanya fluktuasi tingkat cacat produk yang tidak konsisten dan

cenderung naik turun pada setiap bulannya. Ini seperti yang terlihat pada gambar

4.3 dibawah ini:

Gambar 4. 3 Fluktuasi data cacat produk Ale-Ale

periode Januari – Desember 2019

Dari grafik fluktuasi diatas, terlihat bahwa fluktuasi jumlah hasil data cacat yang

tidak konsisten dan cenderung naik turun setiap bulannya. Pada bulan Januari

tingkat cacat tinggi yaitu 33.988 box, kemudian pada bulan Februari-September

berangsur membaik hingga hanya 3475 box dibulan Juni dan 4290 box pada dibulan

September, namun pada saat bulan Oktober tingkat cacat melonjak naik hingga

mencapai 43.450 box. Ini menjelaskan jika adanya ketidak konsistenan terhadap

penanganan kualitas produk pada proses produksi Ale-Ale sehingga perlu adanya

penanganan untuk meminimalisir peluang terjadinya cacat agar angka persentase

cacat dapat menjadi konsisten dan seminimal mungkin.

Hal ini perlu adanya penanganan kualitas dengan melakukan identifikasi berbagai

jenis-jenis kesalahan yang sering terjadi dalam proses produksi Ale-Ale dan dapat

menimbulkan cacat pada produk, mulai dari kesalahan kecil yang cenderung

disepelekan hingga yang fatal. Berikut ini merupakan data persentase jenis-jenis

33988

107085914

16451

67413475

56558173

4290

43450

1514018617

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

Fluktuasi Data Cacat

Page 51: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

37

cacat pada produk Ale-Ale sepanjang periode tahun 2019 yang bisa dilihat pada

gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4. 4 Persentase jenis - jenis cacat

Dari data yang didapatkan bahwa pada periode bulan Januari-Desember 2019

tingkat persentase cacat terbesar adalah kesalahan pada formulasi yang mencapai

46,69% penyebab cacat. Tingkat kesalahan ini cenderung fatal karena berpengaruh

terhadap cita rasa pada produk dan juga kuantitas produk yang cacat tergolong

tinggi pada setiap kejadiannya. Untuk itu perlu adanya penanganan untuk kesalahan

pada formulasi agar kesalahan semacam ini dapat diminimalisir atau bahkan

dihilangkan.

4.3.1.2 Jenis Cacat pada Proses Produksi Ale-Ale

Sebelum adanya analisa lebih lanjut, perlu adanya pengenalan macam-macam jenis

cacat produk yang mempengaruhi proses produksi Ale-Ale.

a. Kesalahan pada formulasi

Jenis cacat ini dapat mengakibatkan perubahan pada warna, rasa dan aroma

pada produk. Kesalahan jenis ini dianggap fatal karena jumlah produk yang

46,49%

23,76%

13,44%

5,24%

0,68%1,02%

6,55% 2,82%

Jenis - Jenis Cacat

Kesalahan pada formulasi High/Low Brix (kadar gula)

Weakseal Lid Delaminasi

Kesalahan penggunaan tipe cup Kualitas cup dan lid jelek

Salah kode produksi Kode produksi tidak tercetak

Page 52: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

38

cacat bisa sangat tinggi. Kesalahan ini dapat terjadi karena kesalahan operator

pada tahap pencampuran formula produk.

b. Weakseal

Cacat weakseal adalah dimana proses sealing antara cup dan lids tidak

menempel sempurna sehingga mengakibatkan pengelupasan pada lids hingga

terjadi kebocoran pada produk. Jenis cacat ini dapat terjadi karena kualitas

antara cup dan lids jelek ataupun temperatur sealing yang digunakan tidak

tercapai.

c. Kesalahan penggunaan tipe cup

Jenis cacat ini adalah ketika tipe cup yang digunakan tidak sesuai dengan

produk yang sedang diproduksi. Kesalahan ini biasanya terjadi disaat

pergantian jenis produk.

d. Salah kode produksi

Salah kode produksi adalah cacat yang terjadi ketika tanggal produksi ataupun

kode produksi yang tercantum pada cup tidak sesuai dengan kode produksi yang

seharusnya. Ini dapat terjadi saat pergantian tanggal dan operator lupa untuk

mengubahnya.

e. High/Low brix (kadar gula)

High/Low brix adalah cacat yang terjadi ketika kadar gula pada produk tidak

sesuai dengan standar yang telah ditentukan, terkadang bisa lebih tinggi dan

juga lebih rendah dari standar yang ada. Cacat jenis ini dapat terjadi karena

kesalahan bagian proses pada pengenceran formulasi ataupun kebocoran

saluran air RO pada bagian filling.

f. Lid delaminasi

Lid delaminasi adalah cacat yang terjadi pada lapisan plastik lids yang

mengelupas dan mengakibatkan kebocoran pada produk yang telah dikemas.

Cacat jenis ini terjadi karena kualitas lids yang digunakan tidak sesuai standar

yang telah ditetapkan.

g. Kualitas cup dan lid jelek

Jenis cacat ini dapat mengakibatkan cup dan lids bocor ataupun pecah dan juga

kualitas gambar printing yang tidak sesuai standar kualitas. Ini dapat terjadi

karena penggunaan cup ataupun lids yang memiliki kualitas jelek.

Page 53: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

39

h. Kode produksi tidak tercetak

Kode produksi tidak tercetak dapat terjadi karena mesin printing yang

kehabisan tinta ataupun terjadinya macet pada mesin printing. Ini dapat terjadi

karena operator dan personil QC yang lalai untuk memeriksa mesin printing

secara teratur.

4.3.1.3 Goal Statement

Penelitian ini memiliki tujuan untuk meminimalisir tingkat persentase cacat yang

terdapat pada proses produksi produk Ale-Ale. Penentuan tujuan ini dilakukan

berdasarkan pada prinsip SMART (Specific, Measurable, Attainable, Reasonable,

Time Based) untuk menentukan langkah selanjutnya agar penelitian ini dapat lebih

terarah. Prinsip SMART akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Specific, yaitu fokus terkait masalah penurunan tingkat persentase cacat produk

Ale-Ale yang khususnya disebabkan oleh kesalahan pada formulasi.

b. Measurable, yaitu target terukur untuk menurunkan persentase kesalahan pada

formulasi agar tingkat persentase cacat produk Ale-Ale dapat diturunkan dari

0,20% menjadi kurang dari 0,15%.

c. Attainable, yakin bahwa masalah yang disebabkan oleh kesalahan pada

formulasi dapat diselesaikan melalui analisa lebih lanjut serta tindakan yang

diambil untuk perbaikan.

d. Reasonable, yaitu tim produksi dan tim Quality optimis untuk menurunkan

tingkat persentase cacat pada produk Ale-Ale menjadi kurang dari 0,15%

dengan meminimalisir tingkat cacat yang diakibatkan oleh kesalahan pada

formulasi.

e. Time Based, yaitu pelaksanaan perbaikan yang dilakukan selama 3 bulan dari

Januari 2020 hingga Maret 2020.

4.3.1.4 SIPOC Diagram

PT. TAS dalam menjalankan produksi memiliki rangkaian tahapan dari supplier

hingga customer. Rangkaian tahapan tersebut dapat dilihat pada diagram SIPOC

(Supplier, Input, Process, Output, Customer) pada gambar 4.5. Diagram SIPOC

digunakan untuk melihat secara sekilas tentang aliran kerja pada proses blending

Page 54: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

40

yang merupakan tempat terjadinya cacat kesalahan pada formulasi, serta

mengidentifikasi dan menunjukkan korelasi serta interaksi antara seluruh proses

atau kegiatan yang nantinya dapat digunakan pada tahapan analisis.

Suppliers Inputs Process Output Custumer

• Section Premix

• Section RO water

• Section Sugar

Syrup

• Premix

• RO water

• Hot water

• Sugar

Syrup

• Liquid Ale-

Ale

• Check sheet

• Section

Filling

Gambar 4. 5 Diagram SIPOC proses Blending

Berdasarkan diagram SIPOC diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama pemasok (supplier) adalah section premix, section sugar syrup, section RO

Water. Lalu inputnya adalah bahan yang digunakan untuk produksi yaitu premix,

RO water, hot water, sugar syrup. Setelah input, masuk ke proses produksi Ale-Ale

yang dimulai dari proses blending dan dilanjutkan dengan proses pasteurisasi.

Kemudian dari proses tersebut didapatkanlah output yaitu liquid Ale-Ale beserta

check sheet prosesnya. Dan customer dari section blending ialah section filling.

4.3.1.5 Suara Pelanggan

Suara pelanggan merupakan bagian penting dalam proses kerja yang diamati. Suara

pelanggan didapatkan dari hasil wawancara dengan seluruh karyawan yang terlibat

langsung dalam proses produksi Ale-Ale mulai dari operator, QC, maupun staff

yang bersangkutan. Hal ini dilakukan karena pada saat ini, manajemen perusahaan

belum mempunyai bagian yang berfungsi sebagai manajemen relasi pelanggan

sehingga keluhan pelanggan selama ini belum didokumentasikan.

Terdapat tiga permasalahan utama yang menyebabkan pelanggan merasa belum

puas serta mengeluhkan kondisi tersebut kepada perusahaan. Permasalahan yang

dimaksud adalah masih sering ditemukan problem Taste, Oddor dan Appearance

Blending Pasteurisasi

Page 55: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

41

pada produk. Ketiga permasalahan utama dari suara pelanggan tersebut dapat

dilihat dari CTQ tree pada gambar 4.6 dibawah ini:

Gambar 4. 6 CTQ Tree suara pelanggan

Suara pelanggan diterjemahkan menjadi bagian kritis yang dapat berpengaruh

terhadap kualitas pelayanan. Dari aspek ini, terdapat enam permasalahan yang

dipandang sebagai permasalahan yang perlu dibenahi. Permasalahan tersebut

adalah rasa produk yang tidak sesuai dengan standar varian rasa, kadar kemanisan

yang tidak sesuai dengan standar, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan standar,

warna produk tidak sesuai dengan standar, kemasan cup bocor, dan kualitas

kemasan yang tidak sesuai dengan standar.

Karena tujuan dari penelitian ini adalah perbaikan mutu pada produk Ale-Ale

dengan cara meminimalisir tingkat persentase cacat hasil produksi, kemudian

disusunlah usulan sistem perbaikan yang bersifat menyeluruh dan efektif.

Berdasarkan itu, maka yang harus menjadi fokus pada penelitian ini yaitu

permasalahan rasa produk yang tidak sesuai standar varian rasa, kadar kemanisan

yang tidak sesuai dengan standar, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan standar,

warna produk tidak sesuai dengan standar, kemasan cup bocor, dan kualitas

kemasan tidak sesuai dengan standar.

Page 56: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

42

4.3.2 Tahap Pengukuran (Measure)

Tahapan kedua yang harus dilakukan dalam metode Six sigma dengan pendekatan

DMAIC ini adalah tahapan pengukuran. Pada fase ini, proses kerja akan diukur

kemampuannya dalam menghasilkan output berdasarkan input yang masuk.

Terdapat dua tahapan yang digunakan dalam tahap pengukuran ini yaitu diagram

pareto yang digunakan untuk menekankan bahwa kesalahan pada formulasi

merupakan jenis cacat yang paling tinggi dan juga perhitungan nilai sigma yang

berfungsi untuk memastikan tingkatan sigma pada proses produksi saat ini.

4.3.2.1 Diagram Pareto

Sebelumnya telah diketahui data dan jenis-jenis penyebab cacat pada periode bulan

Januari-Desember 2019, maka untuk lebih jelasnya dapat tampilkan dalam diagram

pareto agar memudahkan dalam membandingkan persentase masing-masing jenis

cacat sehingga dapat menentukan reject tertinggi sebagai prioritas untuk

selanjutnya dilakukan perbaikan. Tabel 4.3 menunjukkan persentase jenis-jenis

cacat untuk diagram pareto yang diperoleh dari pembagian frekuensi jumlah cacat

dengan total frekuensi keseluruhan jumlah produk cacat, dan gambar 4.7

menunjukkan diagram pareto berdasarkan data persentase jenis-jenis cacat selama

periode bulan Januari-Desember 2019 pada produk Ale-Ale.

Tabel 4. 3 Persentase jumlah cacat proses produk Ale-Ale

No Jenis-jenis cacat Frekuensi

Cacat (box)

Frekuensi

Cacat (%) Frekuensi Cacat

Kumulatif (%)

1 Kesalahan pada formulasi 80261 46,49% 46,49%

2 High/Low Brix (kadar gula) 41010 23,76% 70,25%

3 Weakseal 23205 13,44% 83,69%

4 Salah kode produksi 11310 6,55% 90,24%

5 Lids Delaminasi 9043 5,24% 95,48%

6 Kode produksi tidak tercetak 4875 2,82% 98,31%

7 Kualitas cup dan lids jelek 1755 1,02% 99,32%

8 Kesalahan penggunaan tipe cup 1170 0,68% 100,00%

Total 172629 100,00%

Page 57: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

43

Gambar 4. 7 Diagram Pareto jenis cacat produk Ale-Ale

Dilihat dari pareto chart diatas, terlihat banyaknya cacat muncul yang didominasi

oleh cacat yang berdasarkan kesalahan pada formulasi dengan jumlah sebanyak

80.261 box atau dengan persentase 46,49% cacat dari seluruh jumlah cacat selama

periode Januari 2019 hingga Desember 2019. Kemudian selanjutnya diikuti oleh

high/low brix dengan jumlah sebanyak 41.010 box atau persentase sebesar 23,76%

cacat, lalu diikuti weakseal dengan jumlah 23.205 box atau persentasenya 13,44%

cacat, selanjutnya diikuti cacat salah kode produksi dengan jumlah sebanyak 11.310

box atau dengan persentase 6,55%, kemudian urutan selanjutnya ada lids

delaminasi dengan jumlah 9.043 box atau persentase 5,24% cacat, selanjutnya ada

kode produksi yang tidak tercetak dengan 4.875 box atau dengan persentase 2,82%

cacat, lalu berikutnya ada kualitas cup dan lids yang jelek dengan jumlah cacat

sebanyak 1.755 box produk cacat atau dengan persentase 1,02% cacat, dan yang

terakhir dari kesalahan penggunaan tipe cup sebanyak 1.170 box atau dengan

persentase 0,68% cacat.

Dengan demikian, kedepannya penelitian akan difokuskan pada penelusuran

penyebab terjadinya cacat berdasarkan kesalahan pada formulasi untuk selanjutnya

akan dilakukan usaha-usaha perbaikan untuk menghilangkan jenis cacat ini.

Page 58: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

44

Dengan hilangnya kesalahan pada formulasi diharapkan nantinya akan mampu

mengatasai mayoritas permasalahan cacat yang terjadi.

4.3.2.2 Perhitungan Nilai Sigma

Dalam perhitungan pada nilai sigma proses untuk data atribut, membutuhkan data-

data berikut ini:

1. Banyak unit yang cacat

2. Banyak unit yang diperiksa atau sampel sesuai ukuran

3. Banyaknya opportunity

Pada penelitian ini berdasarkan data rekapitulasi cacat produk Ale-Ale periode

Januari - Desember 2019 didapatkan banyaknya unit yang cacat adalah 172602 box

dan jumlah unit yang diproduksi adalah sebanyak 84809668 box. Dalam

perhitungan nilai sigma proses, banyaknya opportunity yang dipakai ialah sebanyak

karakteristik kualitas kritis yang telah ditentukan sebelumnya yaitu 6 karakteristik.

Nilai sigma ditentukan dengan cara mengkonversikan nilai perhitungan DPMO

yang telah didapat dengan menggunakan tabel konversi six sigma. Perhitungan nilai

sigma dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4. 4 Perhitungan nilai Sigma dan Yield

PERHITUNGAN NILAI SIGMA

Ukuran sampel 84809668

Defects 172602

Defect Opportunities Per Unit 6

Defects Per Unit (DPU) 0,002

Defect Per Opportunities (DPO) 0,034 %

Defect Per Million Opportunities (DPMO) 339

Yield 99,966 %

Sigma Level 4,90

Perusahaan dengan nilai sigma 5 hingga 6 dapat dikategorikan sebagai “World

Class Company”, dan sedangkan perusahaan dengan nilai sigma antara 2 sampai 4

dikategorikan sebagai “Average Company”. Sedangkan nilai ideal untuk sigma

Page 59: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

45

menuju kegagalan 0% yaitu 6 sigma. Nilai sigma proses yang dihasilkan untuk

produk Ale-Ale sebesar 4,90, yang berarti hampir mencapai kategori perusahaan

ideal yaitu world class company.

Berdasarkan nilai yield dalam tabel diatas yaitu 99,966%, dapat ditarik kesimpulan

bahwa 0,034% produk Ale-Ale yang memiliki peluang untuk cacat. Maka untuk

mengantisipasi agar jadwal produksi tidak terganggu, maka PT TAS sebaiknya

harus mengalokasikan allowance sebesar 0,034% untuk material dan sub-material.

Untuk lebih memperjelas kapabilitas sigma pada proses produksi Ale-Ale, maka

dihitunglah kapabilitas sigma pada setiap bulan proses produksinya dari bulan

Januari 2019 hingga Desember 2019. Seperti yang terlihat dari tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4. 5 Data rekapitulasi kapabilitas Sigma per bulan

No Periode Unit Cacat DPU Opp DPO DPMO Yield Sigma

1 January 7.245.778 33988 0,004691 6 0,000782 782 99,922% 4,66

2 February 7.154.567 10708 0,001497 6 0,000249 249 99,975% 4,98

3 March 6.964.010 5914 0,000849 6 0,000142 142 99,986% 5,13

4 April 7.578.808 16451 0,002171 6 0,000362 362 99,964% 4,88

5 May 7.996.600 6741 0,000843 6 0,000140 140 99,986% 5,13

6 June 4.331.553 3475 0,000802 6 0,000134 134 99,987% 5,14

7 July 8.100.769 5655 0,000698 6 0,000116 116 99,988% 5,18

8 August 7.577.455 8173 0,001079 6 0,000180 180 99,982% 5,07

9 September 7.459.645 4290 0,000575 6 0,000096 96 99,990% 5,23

10 October 7.616.562 43450 0,005705 6 0,000951 951 99,905% 4,61

11 November 6.921.912 15140 0,002187 6 0,000365 365 99,964% 4,88

12 December 5.862.009 18617 0,003176 6 0,000529 529 99,947% 4,77

Total 84.809.668 172602 0,002035

Rata-Rata 6 0,000339 339 99,966% 4,90

Berdasarkan tabel 4.5 dibuat grafik pola DPMO dan nilai sigma yang disajikan pada

gambar 4.8 dan gambar 4.9 berikut ini:

Page 60: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

46

Gambar 4. 8 Grafik pola nilai Sigma kapabilitas proses per bulan

Gambar 4. 9 Grafik pola DPMO kapabilitas proses per bulan

Pada gambar 4.8 dan gambar 4.9 menunjukkan bahwa pola nilai sigma dan DPMO

proses produksi Ale-Ale tiap bulannya belum dapat konsisten, garis fraktuasi terlihat

masih naik turun tidak menentu sepanjang periode waktu, ini sekaligus menandakan

bahwa proses produksi produk Ale-Ale masih belum dapat dikelola dengan tepat

dan harus ditingkatkan lagi.

4,66

4,98

5,13

4,88

5,13 5,145,18

5,07

5,23

4,61

4,88

4,77

4,20

4,30

4,40

4,50

4,60

4,70

4,80

4,90

5,00

5,10

5,20

5,30

Grafik Pola Fraktuasi Nilai Sigma

782

249

142

362

140 134 116180

96

951

365

529

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Grafik Pola Fraktuasi DPMO

Page 61: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

47

Untuk memperbaiki kapabilitas proses, sehingga pola DPMO akan turun dari waktu

ke waktu dan pola nilai sigma naik dari periode ke periode, perlu dilakukan

pengendalian dan perbaikan berkesinambungan, dan akhirnya proses dapat dikelola

pada nilai 6 sigma. Sebagai baseline kinerja nilai sigma 4,90 dapat digunakan untuk

menetapkan perbaikan nilai kapabilitas proses pembuatan produk Ale-Ale.

4.3.3 Tahap Analisis (Analyze)

Setelah sebelumnya telah ditentukan bahwa cacat dominan yang akan dicari

penyelesaiannya adalah masalah kesalahan pada formulasi yang merupakan

penyebab cacat tertinggi, kemudian tahapan selanjutnya merupakan tahap analisa

(Analyze) pada metodologi Six sigma dengan pendekatan DMAIC. Analisis data

dan analisis proses digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya cacat produk Ale-Ale.

Analisa data digunakan untuk mengetahui pola dan kecenderungan pokok penyebab

permasalahan kualitas yang didasarkan dari kumpulan data pengamatan. Sementara

analisa proses merupakan cara untuk memaparkan inti proses secara terperinci,

dimana inti proses tersebut adalah langkah-langkah atau kegiatan yang diharapkan

dapat memenuhi tujuan pada penelitian yaitu meningkatkan kualitas pada produk

Ale-Ale dengan cara meminimalir jumlah cacat pada produk dan melakukan

perbaikan langsung yang mengarah ke akar penyebab masalah kualitas.

Pada tahap ini, dilakukan analisa faktor penyebab cacat kesalahan pada formulasi

dengan menggunakan fishbone diagram untuk menunjukkan semua faktor

penyebab terjadinya cacat dan menentukan modus kegagalannya. Dan dilanjutkan

dengan pembuatan tabel FMEA untuk menentukan modus kegagalan yang paling

berpotensi menimbulkan cacat kesalahan pada formulasi.

4.3.3.1 Menganalisa Faktor Penyebab Cacat Dengan Fishbone Diagram

Setelah diketahuinya bahwa jenis cacat paling dominan adalah kesalahan pada

formulasi, untuk menganalisa penyebab terjadinya angka cacat yang masih tinggi

maka perlu adanya identifikasi atau penelusuran untuk mengetahui segala penyebab

Page 62: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

48

dari terjadinya cacat produk. Cacat dapat terjadi akibat variasi yang bersumber dari

mesin/peralatan, manusia, metode kerja dan material. Pengaplikasian diagram

sebab akibat (Fishbone diagram) dapat memenunjukkan semua faktor penyebab

terjadinya cacat secara garis besar yang dikelompokkan menjadi 4 buah kategori

sumber cacat seperti faktor manusia, faktor mesin/peralatan, faktor metode, dan

faktor material. Diagram sebab akibat yang menunjukkan ke-4 faktor potensi

penyebab cacat ditunjukkan pada gambar 4.10 berikut ini:

Page 63: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

49

Gambar 4. 10 Fishbone Diagram kesalahan pada formulasi

Page 64: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

50

Gambar 4.10 yang menunjukkan fishbone diagram, dibuat berdasarkan hasil

pengamatan dari lini produksi dan hasil brainstorming dengan quality control dan

operator yang bersangkutan. Dari diagram sebab yang telah dibuat kemudian dapat

diketahui semua penyebab adanya cacat pada semua kategori faktornya. Penyebab-

penyebab dari keempat faktor yaitu:

1. Manusia

Manusia merupakan sumber variasi yang terbesar, sebab manusia memiliki

tingkat kesalahan yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan mesin yang

performanya lebih konsisten. Penyebab kesalahan formulasi yang terjadi

karena faktor manusia yaitu operator eror. Ini dikarenakan kurangnya motivasi

kerja operator yang disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan juga kurang

fokus akibat dari kelelahan dalam bekerja.

2. Mesin

Terdapat 2 penyebab kesalahan formulasi yang terjadi karena faktor mesin:

• Pencampuran tidak rata

Pencampuran tidak rata terjadi karena putaran spindel mesin mixing yang

tidak stabil.

• Adanya endapan material produk lain

Ini dikarenakan pencucian tangki yang kurang bersih yang disebabkan

oleh kurangnya pengontrolan tanki sebelum digunakan.

3. Metode

Pada faktor metode, cacat kesalahan formulasi terjadi karena metode kerja

yang digunakan tidak sesuai dengan SOP kerja yang ditetapkan. Ini

mengakibatkan tidak dilakukannya pengecekan in process oleh personil QC

dan urutan pencampuran yang dilakukan operator salah. Tidak adanya

pengecekan in process ini karena personil QC yang tidak melakukan analisa

brix, pH, dan Taste-Oddor-Appearance (TOA) sehingga produk cacat dapat

lolos menuju proses selanjutnya. Dan untuk urutan pencampuran material salah

disebabkan oleh urutan pencampuran material premix yang tidak sesuai SOP

kerja yang dikarenakan kurangnya training untuk operator (khususnya operator

baru).

Page 65: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

51

4. Material

Terdapat 2 penyebab kesalahan formulasi yang terjadi karena faktor material:

• Material susah identifikasi

Ini dikarenakan oleh tempat penyimpanan material premix yang sama

dengan produk lain saat dikirimkan dan juga tidak adanya label identitas

(ID) pada box pengiriman dan setiap material.

• Komposisi material salah

Ini disebabkan karena penimbangan material premix salah dan tidak sesuai

dengan SOP formula.

Dari keterangan diatas dapat diidentifikasi bahwa terdapat 6 modus kegagalan yang

menjadi penyebab cacat kesalahan pada formulasi:

1. Operator eror

2. Pencampuran tidak rata

3. Adanya endapan material produk lain

4. Tidak sesuai SOP kerja

5. Material susah diidentifikasi

6. Komposisi material salah

Setiap modus kegagalan diatas memiliki efek/dampak masing-masing yang dapat

mempengaruhi banyaknya cacat yang terjadi pada kualitas produk Ale-Ale yang

dihasilkan.

Page 66: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

52

4.3.3.2 Mengidentifikasi Akar Penyebab Masalah Dengan FMEA

Metode FMEA merupakan salah satu dari tools six sigma yang sangat

komprohensif, yang berarti suatu prosedur yang dipakai dalam mengidentifikasi

dan menilai semua resiko yang berhubungan dengan semua sumber potensi

kegagalan produk atau proses. FMEA dapat mempermudah penyusunan tindakan

perbaikan yang diperlukan.

Langkah-langkah dalam membuat FMEA:

1. Identifikasi Potential Failures Modes

2. Mengidentifikasi Potential Effect pada setiap modus kegagalan dan kemudian

tentukan nilai Severity-nya.

• Potential Effect ialah dampak yang timbul akibat tidak adanya pencegahan

pada Failure Modes.

• Severity (S) ialah nilai yang menunjukkan seberapa signifikannya dampak

yang timbul pada Potential Effect baik secara internal maupun eksternal.

Dalam penentuan nilai severity (S) dilakukan dengan mengacu pada tabel

4.6 dibawah ini.

Tabel 4. 6 Nilai Severity (S)

Rating Kriteria

1 Negligible severity (Pengaruh buruk yang dapat diabaikan).

Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampakpada

kualitasproduk. Konsumen mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan ini.

2-3 Mild severity (Pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang ditimbulan akan bersifat ringan, konsumen tidak akan

merasakan penurunan kualitas.

4-6 Moderate severiy (Pengaruh buruk yang sedang).

Konsumen akan merasakan penurunan kualitas, namun masih dalam batas toleransi.

7-8 High severity (Pengaruh buruk yang tinggi).

Konsumen akan merasakan penurunan kualitas yang berada diluar

batas toleransi.

9-10 Potential severity (Pengaruh buruk yang sangat tinggi). Akibat yang ditimbulkan sangat berpengaruh terhadap kualitas

lain, sehingga konsumen tidak dapat menerimanya.

Page 67: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

53

3. Mengidentifikasi Potential Causes yang diikuti dengan menentukan nilai

Occurace-nya.

• Potential Causes ialah penyebab yang berpotensi mengakibatkan

kegagalan.

• Occurance (O) ialah menentukan tingkat keseringan terjadinya Potential

Cause. Dalam penentuan nilai Occurance dilakukan dengan mengacu pada

tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4. 7 Nilai Occurance (O)

Degree Frekuensi Kejadian Rating

Remote 0,01 per 1000 item 1

Low 0,1 per 1000 item 2

0,5 per 1000 item 3

Moderate 1 per 1000 item 4

2 per 1000 item 5

5 per 1000 item 6

High 10 per 1000 item 7

20 per 1000 item 8

Very High 50 per 1000 item 9

100 per 1000 item 10

4. Menjelaskan Current Control yang diikuti dengan menentukan nilai Detention.

• Current Control ialah perlakuan kontrol yang telah dilakukan pada saaat

ini.

• Detention (D) ialah menentukan kemampuan Current Control yang

dimiliki dalam mendeteksi setiap Failure Modes. Dalam penentuan nilai

Detention dilakukan dengan mengacu pada tabel 4.8 dibawah ini.

Page 68: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

54

Tabel 4. 8 Nilai Detention (D)

Rating Kriteria Frekuensi Kejadian

1 Metode pencegahan sangat efektif dan

tidak ada kesempatan penyebab

mungkin muncul

0,01 per 1000 item

2 Kemungkinan penyebab terjadi sangat

rendah

0,1 per 1000 item

3 0,5 per 1000 item

4 Kemungkinan penyebab terjadi bersifat

moderat. Metode pencegahan kedang

memungkinkan penyebab itu terjadi.

1 per 1000 item

5 2 per 1000 item

6 5 per 1000 item

7

Kemungkinan penyebab terjadinya

masih tinggi. Metode pencegah kurang

efektif sehingga kesalahan terus

terulang.

10 per 1000 item

8 20 per 1000 item

9

Kemungkinan penyebab terjadinya

kesalahan masih sangat tinggi. Metode

pencegahan tidak efektif sehingga

kesalahan terus terulang.

50 per 1000 item

10 100 per 1000 item

5. Mengkalikan nilai severity, occurance dan detection agar mendapatkan nilai

Risk Priority Number (RPN).

Data yang dibutuhkan dalam pembuatan FMEA berasal dari diagram sebab akibat

dan hasil wawancara dengan pihak terkait yang mencakup keseluruhan rantai

proses yang dilalui, yang kemudian dinilai severity, occurance, dan detention oleh

pihak yang ahli mengenai proses produksi Ale-Ale. Setelah dilakukan analisis

dengan menggunakan FMEA akan didapat nilai RPN yang menunjukan tingkat

prioritas, semakin tinggi nilai RPN semakin kuat hubungan antara failure mode

dengan resiko. Pembobotan angka yang dipakai pada Failure Modes and Effect

Analysis (FMEA) ini merupakan hasil dari diskusi subyektif oleh Pak Dudi selaku

Asisten Manajer Departemen Quality Control dan Pak Anang selaku Staff

Departemen Produksi yang berwenang pada produksi produk Ale-Ale.

Page 69: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

55

Pada tabel 4.9 berikut ini merupakan data jumlah cacat yang didasarkan oleh faktor-

faktor penyebab cacat kesalahan pada formulasi disepanjang tahun 2019 yang

digunakan dalam menentukan nilai detection dan occurance.

Tabel 4. 9 Jumlah cacat berdasarkan faktor penyebabnya

Faktor Penyebab Jumlah cacat Frekuensi kejadian

Operator eror 37961 0,45 per 1000 item

Pencampuran tidak rata 4166 0,049 per 1000 item

Adanya endapan produk lain 2500 0,03 per 1000 item

Tidak sesuai SOP kerja 111306 1,3 per 1000 item

Material susah diidentifikasi 48791 0,58 per 1000 item

Komposisi material salah 16044 0,19 per 1000 item

Didalam tabel FMEA berisikan nilai Frequence of Occurance (tingkat keseringan

terjadinya kegagalan), Degre of Severity (besarnya pengaruh dari modus kegagalan

pada terjadinya cacat), dan Probability of Detection (besarnya kemungkinan modus

kegagalan yang terdeteksi dan diatasi menggunakan teknik pengawasan saat ini),

semakin sulit terdeteksi maka nilai yang diberikan semakin besar yaitu antara 1

hingga 10. Bila nilai severity dikalikan nilai occurance dan nilai detection maka

nilai Risk Priority Number (RPN) akan didapatkan. Tabel 4.6 dapat memperlihatkan

nilai dari pembobotan yang telah dilakukan.

Page 70: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

56

Tabel 4. 10 Failure Mode and Effect Analysis

No

Potential

Failure

Mode

Potential

Failure Effect S Potential Cause O

Current

Control D RPN

1 Operator

Eror

Kesalahan pada proses

pencampuran

material

10

Kurang motivasi

kerja dan kurang

fokus

3 Pengawasan

QC 3 90

2

Metode tidak

sesuai SOP kerja

Rasa dan aroma

produk tidak standar

10

Tidak dilakukan pengecekan in

process dan

urutan pencampuran

material yang

salah

4 Pengawasan

QC 4 160

3

Proses

pencampuran

tidak merata

Rasa dan aroma

produk tidak

standar

8 Putaran mesin

tidak stabil 3

Corrective

maintenance 3 72

4

Adanya endapan

material

produk lain

Rasa dan aroma

produk tidak

standar

8 Pencucian tanki kurang bersih

1 Pengecekan QC

1 8

5

Material

susah

diidentifikasi

Kesalahan pada

proses pencampuran

material

10

Tidak adanya

label identitas

pada material dan tempat

penyimpanan

material premix

yang sama dengan produk

lain

3 Pengecekan QC

3 90

6

Komposisi

material

salah

Rasa dan aroma

produk tidak

standar

9 Tidak sesuai SOP formula

2 Pengecekan QC

2 36

Dari tabel 4.10 diatas, berikut merupakan keterangan dari setiap penentuan nilai

severity, occurance, dan detection dari setiap potential failure mode:

1. Operator Eror

Untuk operator eror, didapatkan potential failure effect ialah kesalahan pada

proses pencampuran material. Nilai severity diberi nilai 10 karena akibat yang

ditimbulkan dari operator eror sangat berpengaruh menimbulkan kesalahan

pada proses pencampuran material. Kemudian untuk nilai occurance dan

Page 71: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

57

detection diberi nilai 3 karena dilihat dari jumlah cacat dan frekuensi kejadian

yang dipengaruhi oleh operator eror. Ini dapat dilihat pada tabel 4.9.

2. Metode tidak sesuai SOP kerja

Untuk metode tidak sesuai SOP kerja, didapatkan potential failure effect ialah

rasa dan aroma produk tidak standar. Nilai severity diberi nilai10 karena akibat

yang ditimbulkan oleh metode tidak sesuai SOP kerja sangat berpengaruh

terhadap kualitas rasa dan aroma produk. Kemudian untuk nilai occurance dan

detection diberi nilai 4 karena dilihat dari jumlah cacat dan frekuensi kejadian

yang dipengaruhi oleh metode tidak sesuai SOP kerja. Ini dapat dilihat pada

tabel 4.9.

3. Proses pencampuran tidak merata

Untuk proses pencampuran tidak merata, didapatkan potential failure effect

ialah rasa dan aroma produk tidak standar. Nilai severity diberi nilai 8 karena

penurunan kualitas rasa dan aroma produk sangat dapat dirasakan oleh

konsumen dan diatas batas normalnya. Kemudian untuk nilai occurance dan

detection diberi nilai 3 karena dilihat dari jumlah cacat dan frekuensi kejadian

yang dipengaruhi oleh proses pencampuran tidak merata. Ini dapat dilihat pada

tabel 4.9.

4. Adanya endapan material produk lain

Untuk adanya endapan material produk lain, didapatkan potential failure effect

ialah rasa dan aroma produk tidak standar. Nilai severity diberi nilai 8 karena

penurunan kualitas rasa dan aroma produk sangat dapat dirasakan oleh

konsumen dan diatas batas normalnya. Kemudian untuk nilai occurance dan

detection diberi nilai 1 karena dilihat dari jumlah cacat dan frekuensi kejadian

yang dipengaruhi oleh adanya endapan material produk lain. Ini dapat dilihat

pada tabel 4.9.

5. Material susah diidentifikasi

Untuk material susah diidentifikasi, didapatkan potential failure effect ialah

kesalahan pada proses pencampuran material. Nilai severity diberi nilai10

karena akibat yang ditimbulkan oleh metode tidak sesuai SOP kerja sangat

Page 72: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

58

berpengaruh terhadap kualitas rasa dan aroma produk dan konsumen tidak

dapat menerimanya. Kemudian untuk nilai occurance dan detection diberi nilai

3 karena dilihat dari jumlah cacat dan frekuensi kejadian yang dipengaruhi oleh

material yang susah diidentifikasi. Ini dapat dilihat pada tabel 4.9.

6. Komposisi material salah

Untuk komposisi material salah, didapatkan potential failure effect ialah rasa

dan aroma produk tidak standar. Nilai severity diberi nilai 9 karena akibat yang

ditimbulkan oleh metode tidak sesuai SOP kerja sangat berpengaruh terhadap

kualitas rasa dan aroma produk. Kemudian untuk nilai occurance dan detection

diberi nilai 2 karena dilihat dari jumlah cacat dan frekuensi kejadian yang

dipengaruhi oleh komposisi material salah. Ini dapat dilihat pada tabel 4.9.

Dalam melakukan tindakan perbaikan, harus dilakukan dengan memprioritaskan

modus kegagalan yang memiliki nilai resiko yang paling tinggi oleh sebab itu,

diberikan peringkat pada nilai resiko (RPN). Dari tabel 4.10 diatas, dihasilkan tiga

modus kegagalan dengan nilai resiko paling tinggi:

• Peringkat 1, RPN 160 ialah metode tidak sesuai SOP kerja.

• Peringkat 2, RPN 90 ialah operator eror.

• Peringkat 3, RPN 90 ialah material yang susah diidentifikasi.

4.3.4 Tahap Perbaikan (Improve)

Tahapan keempat dalam pendekatan DMAIC ialah tahap perbaikan. Tahapan ini

merupakan fase untuk meningkatkan kapabilitas proses dengan menghilangkan

faktor penyebab cacat terhadap produk dengan cara pembuatan alternatif solusi atau

tindakan perbaikan.

Dalam melakukan peningkatan mutu, tahap perbaikan merupakan fase yang

sangatlah penting dikarenakan upaya perbaikan yang dilakukan harus dibuat

realistis dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pada tahap ini tool six

sigma yang digunakan adalah Action Planning for Failure Mode (APFM) sesuai

dengan 3 modus kegagalan terbesar yang telah dijelaskan sebelumnya.

Page 73: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

59

4.3.4.1 Memberikan Usulan Perbaikan Dengan Action Planning for Failure

Mode (APFM)

Dari hasil identifikasi pada fase analisis yang telah menghasilkan 3 modus

kegagalan tertinggi, kemudian digunakan untuk mencari solusi yang potensial

dengan menggunakan alat Action Planning for Failure Mode (APFM). APFM dapat

membantu dalam merumuskan tindakan-tindakan yang tepat untuk menyelesaikan

permasalahan seperti yang terlihat pada tabel 4.11 berikut ini:

Tabel 4. 11 Action Planning for Failure Modes

No Potential

Failure Mode

Potential

Cause Potential Solution Design Validation

1

Metode tidak

sesuai SOP kerja

Tidak

dilakukan

pengecekan in process

Pengecekan in process Form pengecekan

Urutan

pencampuran material yang

salah

Penempelan flowchart

proses blending dan pemberian SOP di area

kerja

Penempelan

flowchart proses blending dan

pemberian SOP

2 Operator Eror

Kurang

motivasi kerja

Staff produksi secara

konsisten mengontrol operator

Pemasangan CCTV

Kurang fokus Pengontrolan oleh personil QC

Checklist aktivitas

3 Material susah

diidentifikasi

Tidak adanya

label identitas

pada material

Pemberian label

identitas pada material premix dan box

pengiriman

Label ID material

premix dan box

pengiriman

Tempat

penyimpanan

material premix yang

sama dengan

produk lain

Pembedaan box transfer premix pada setiap

varian produk

Box yang berbeda

warna

Pengecekan QC

sebelum box premix dikirim ke section

blending

Form checklist material

Page 74: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

60

4.3.4.2 Implementasi Tindakan Perbaikan

Setelah usulan perbaikan telah didapatkan maka selanjutnya adalah melakukan

implementasi tindakan perbaikan. Prioritas tindakan perbaikan berdasarkan 3 besar

nilai RPN pada FMEA.

1. Perbaikan untuk metode tidak sesuai SOP kerja

Untuk mengatasi permasalahan metode tidak sesuai SOP kerja yang memiliki

potential cause tidak dilakukannya pengecekan in process dan urutan

pencampuran yang salah adalah dengan menerapkan form pengecekan yang

dapat membantu personil QC dalam menentukan standar kualitas beserta

penempelan flowchart pada area kerja untuk membantu para personil produksi

dalam memahami pekerjaannya dan pemberian SOP pada area analisa untuk

membantu personil QC dalam melakukan tugasnya. Pada form pengecekan

yang diterapkan telah disertakan standar baku untuk setiap parameter ujinya,

ini berfungsi untuk mempermudah personil QC dalam mengingat setiap standar

parameternya. Berikut merupakan form pengecekan proses blending yang

dapat dilihat pada gambar 4.11, penempelan flowchart dapat dilihat pada

gambar 4.12, dan pemberian SOP pengecekan kualitas produk Ale-Ale pada

area kerja proses blending dapat dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4. 11 Form pengecekan proses Blending

Page 75: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

61

Gambar 4. 12 Penempelan Flowchart pada area proses Blending

Gambar 4. 13 SOP pengecekan kualitas produk Ale-Ale pada proses

Blending

Page 76: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

62

2. Perbaikan untuk operator eror

Alasan utama terjadinya operator eror adalah karena kurangnya motivasi kerja

yang disebabkan oleh kurangnya pengawasan pada operator dan kurang fokus

yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Untuk itu perbaikan yang perlu

dilakukan pada masalah ini adalah dengan pengontrolan secara konsisten oleh

staff produksi yang disertai dengan pemasangan CCTV pada area kerja untuk

mempermudah dalam kegiatannya dan pengontrolan secara langsung oleh

personil QC dalam setiap aktivitas produksi disertai dengan pengisian checklist

aktivitas proses blending yang dibuktikan dengan penandatanganan oleh

operator yang bertugas dan personil QC yang mengawasinya. Gambaran untuk

pemasangan CCTV dapat dilihat pada gambar 4.14 dan gambar untuk form

checklist aktivitas proses blending dapat dilihat pada gambar 4.15.

Gambar 4. 15 Form Checklist aktivitas proses Blending Ale-Ale

Gambar 4. 14 Pemasangan kamera CCTV pada setiap station kerja

Page 77: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

63

3. Perbaikan untuk material susah diidentifikasi

Untuk menangani masalah material yang susah diidentifikasi, perbaikan yang

dilakukan adalah dengan selalu memberikan label identitas (ID) pada setiap

material premix dan pada box container yang siap digunakan disertai dengan

melakukan pembedaan warna pada box container wadah premix agar tidak

tertukar dengan varian lain. Pembedaan warna pada box dan pemberian label

ID dilakukan seperti yang digambarkan pada gambar 4.16 dan gambar 4.17.

Dan juga sebelum material premix yang telah siap digunakan keluar dari area

premix, harus dilakukan pengecekan oleh personil QC untuk dilakukan

peninjauan apakah semua material premix telah sesuai dengan SOP formulasi

sesuai varian produk dan telah diberi label identitas atau belum. Jika ada yang

tidak sesuai akan mudah untuk teridentifikasi dan dilakukan koreksi.

Pengendalian oleh personil QC ini dilakukan dengan mengisi form checklist

pengiriman material premix dengan mencantumkan paraf personil premix yang

menyiapkan material dan juga personil QC yang memeriksa material. Form

pengecekan pengiriman premix dapat dilihat pada gambar 4.18.

Gambar 4. 16 Gambar label ID Material dan Box Warna

Gambar 4. 17 Format label ID Box Container Premix

Page 78: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

64

4.3.5 Tahap Pengendalian (Control)

Tahap terakhir dalam metode Six sigma adalah tahap pengontrolan, tahap ini

dilakukan setelah dilakukan tindakan perbaikan. Pada fase ini penting untuk

memastikan bahwa variasi-variasi yang terjadi tidak muncul lagi, dan bagaimana

acara untuk mengendalikan variabel-variabel agar tetap konstan, serta mengetahui

apakah metode perbaikan yang baru benar-benar efektif untuk memperbaiki proses

untuk jangka waktu panjang.

4.3.5.1 Pembuatan dan Pengaplikasian Form Check Sheet

Untuk memastikan bahwa proses selalu terkontrol maka pada tahapan pengontrolan

ini sangat diharapkan melibatkan operator dan personil QC dalam melakukan

pencatatan data cacat produk yang terjadi. Alat pengambilan data dapat

menggunakan form-form check sheet untuk mempermudah pengumpulan data.

Kemudian hasil-hasil form check sheet akan dibahas pada setiap daily briefing

perusahaan untuk mengetahui setiap perkembangan pada lini proses produksi.

Berikut merupakan form-form check sheet yang telah dibuat dalam membantu

mengontrol improvement pada lini proses produksi:

1. Form pengecekan proses Ale-Ale

Form pengecekan proses Ale-Ale dibuat untuk membantu dalam pencatatan hasil

analisa product in process dan juga membantu memastikan kesesuaian hasil

Gambar 4. 16 Form pengecekan pengiriman Premix

Page 79: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

65

analisa dengan standar produk yang telah ditetapkan. Pada form pengecekan ini

telah tercantum standar-standar produk yang harus dicapai. Form pengecekan

proses Ale-Ale dapat dilihat pada gambar 4.19 berikut ini:

Gambar 4. 17 Form pengecekan proses Ale-Ale

2. Form pengecekan pengiriman premix

Untuk mencegah terjadinya kesalahan pada pengiriman material premix, maka

sebelum semua material dikirim perlu dilakukan pengecekan jumlah premix

sesuai dengan quantity standar untuk setiap batching proses. Form pengecekan

pengiriman premix dapat dilihat pada gambar 4.20 berikut ini:

Gambar 4. 18 Form pengecekan pengiriman Premix

3. Form checklist aktivitas proses blending Ale-Ale

Dalam rangka memastikan bahwa proses blending benar-benar terkontrol, maka

setiap aktivitas proses harus diperhatikan dan diawasi oleh personil QC agar

Page 80: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

66

tidak terjadi kelalaian atau kesalahan pada proses. Untuk itu, form checklist

aktivitas proses blending Ale-Ale seperti yang terlihat pada gambar 4.21 dibawah

ini dibuat.

Gambar 4. 19 Form Checklist aktivitas proses Blending Ale-Ale

Page 81: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

67

4.3.5.2 Pembuatan SOP Pengecekan Kualitas Pada Proses Blending

Untuk mempermudah kinerja personil QC dalam mendalami prosedur pengecekan

yang harus dilakukan pada proses blending Ale-Ale, maka dibuatlah SOP untuk

pengecekan kualitas pada proses blending agar dapat digunakan sebagai acuan

terutama bagi personil-personil yang masih baru. SOP pengecekan kualitas proses

blending dapat dilahat pada gambar 4.22 berikut ini:

Gambar 4. 20 SOP pengecekan kualitas pada proses Blending

Page 82: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

68

4.3.5.3 Hasil Setelah Perbaikan

Perbaikan yang telah dilakukan selama tiga bulan, selanjutnya dilakukan

rekapitulasi hasil proses produksi dari periode bulan Januari hingga Maret 2020.

Rekapitulasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12 dan gambar 4.23 sebagai berikut.

Dan persentase cacat kesalahan pada formulasi setelah perbaikan dapat dilihat pada

gambar 4.24.

Tabel 4. 12 Data produksi setelah perbaikan

Periode Jumlah

Produksi

Jumlah

Produk

Cacat

Jumlah Tiap Jenis Cacat Produk

A B C D E F G H

January 6055529 2581 0 0 975 631 0 0 390 585

February 7578808 3205 0 865 1560 390 195 0 0 195

March 7577455 2730 0 0 1950 195 0 0 0 585

Total 21211792 8516 0 865 4485 1216 195 0 390 1365

Persentase Cacat 0,040% 0% 10% 53% 14% 2% 0% 5% 16%

Gambar 4. 21 Persentase jenis cacat produk Ale-Ale setelah dilakukan perbaikan

Berdasarkan tabel diatas terdapat 8 jenis cacat pada produk, yaitu:

A. Kesalahan formulasi.

B. High/low brix (kadar gula).

C. Weakseal.

D. Lid Delaminasi.

E. Kesalahan penggunaan tipe cup.

F. Kualitas cup dan lid jelek.

G. Salah kode produksi.

H. Kode produksi tidak tercetak.

0%

10%

53%

14%

2%0%

5% 16%

Persentase Jenis-Jenis Cacat Setelah Perbaikan

Kesalahan pada formulasi High/Low Brix (kadar gula)

Weakseal Lid Delaminasi

Kesalahan penggunaan tipe cup Kualitas cup dan lid jelek

Salah kode produksi Kode produksi tidak tercetak

Page 83: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

69

Berdasarkan dari diagram diatas, terlihat bahwa setelah dilakukan perbaikan dapat

memberikan hasil yang sangat signifikan bahwa persentase kesalahan pada

formulasi yang sebelumnya menjadi masalah utama pada proses produksi Ale-Ale

telah berhasil diminimalisir yang sebelumnya mencapai 46,49% menjadi 0%

sementara ini. Begitupun dengan persentase cacat secara keseluruhan turun dari

0,20% menjadi 0,040%. Dapat dinyatakan bahwa perbaikan yang telah dilakukan

sangat berpengaruh dan memberikan hasil yang sangat baik. Walaupun begitu, hasil

ini belum bisa dilihat secara pasti karena data yang digunakan untuk control sangat

terbatas dan untuk itu harus dilakukan peninjauan kembali untuk kedepannya oleh

perusahaan dan dilakukan secara continue setiap bulannya.

4.3.5.4 Mengukur Nilai Sigma Setelah Perbaikan

Dari data rekapitulasi hasil produksi setelah perbaikan yang telah didapatkan,

kemudian dihitung nilai sigma proses dengan cara menentukan defect opportunity

per unit, menghitung nilai DPU, menghitung nilai DPO dan kemudian menghitung

nilai DPMO. Dengan hasil perhitungan DPMO kemudian dikonversikan dengan

tabel sigma untuk dapat mendapatkan nilai sigma levelnya. Dan kemudian hasil

yang didapatkan dibandingkan dengan hasil awal sebelum dilakukan perbaikan.

Tabel 4. 13 Perhitungan nilai sigma proses

PERHITUNGAN NILAI SIGMA

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

Ukuran sampel 84809668 21211792

Defects 172602 8516

Defect Opportunities Per Unit 6 6

Defects Per Unit (DPU) 0,002 0,0004

Defect Per Opportunities (DPO) 0,034 % 0,007 %

Defect Per Million Opportunities (DPMO) 339 67

Persentase Cacat 0,20 % 0.04 %

Yield 99,966 % 99,993 %

Sigma Level 4,90 5,32

Page 84: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

70

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa hasil setelah perbaikan terjadi penurunan DPMO,

peningkatan nilai yield, peningkatan nilai sigma dan penurunan persentase cacat.

DPMO yang didapatkan menurun drastis dari 339 menjadi 67, berarti dapat

dinyatakan bahwa dalam sejuta peluang memiliki kemungkinan cacat yang lebih

rendah dari hasil sebelumnya. Nilai yield yang meningkat dari 99,966% menjadi

99,993% menyatakan bahwa kemampuan proses produksi untuk menghasilkan

produk yang tidak cacat meningkat menjadi lebih baik. Level sigma yang menigkat

dari 4,90 menjadi 5,32 membuktikan bahwa kemampuan proses produksi semakin

baik untuk menjadi perusahaan ideal.

4.3.5.5 Perbandingan Sebelum dan Sesudah Perbaikan

Selanjutnya hasil dari sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan akan dibandingkan

dengan menggunakan grafik batang untuk melihat perbedaan yang lebih jelas.

Dapat dilihat pada gambar 4.24 untuk persentase cacat kesalahan formulasi dan

gambar 4.25 untuk cacat.

Gambar 4. 22 Perbandingan persentase cacat kesalahan formulasi sebelum dan

sesudah perbaikan

Berdasarkan gambar 4.24 menunjukkan bahwa perbaikan yang telah dilakukan

telah membuahkan hasil yang sangat signifikan yang dibuktikan dengan cacat

kesalahan formulasi yang sebelumnya menjadi masalah utama pada proses produksi

Ale-Ale telah berhasil diminimalisir. Sebelum perbaikan dimulai, angka persentase

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

46,49%

0%

PERSENTASE CACAT KESALAHAN

FORMULASI

Page 85: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

71

untuk cacat kesalahan formulasi mencapai 46,49% namun setelah perbaikan

dilaksanakan angka persentase cacatnya berkurang hingga mencapai 0%.

Gambar 4. 23 Perbandingan persentase cacat produk Ale-Ale sebelum dan sesudah

perbaikan

Gambar 4.25 menunjukkan bahwa persentase cacat produk Ale-Ale sebelum

dilakukan perbaikan adalah 0,20% lalu menurun signifikan setelah dilakukan

perbaikan menjadi 0,04%. Penurunan persentase cacat produk Ale-Ale yang terjadi

adalah sebesar 80%, dan sudah berhasil melebihi dari target penelitian untuk

menurunkan cacat produk Ale-Ale sebesar 0,15%, yang merupakan hal yang sangat

baik karena perbaikan menghasilkan lebih dari yang diharapkan. Perbaikan-

perbaikan yang telah dilakukan sangat diterima baik oleh perusahaan karena

memberikan hasil yang baik bagi produksi.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa perbaikan yang telah diterapkan pada

cacat kesalahan formulasi telah berhasil menurunkan jumlah cacat keseluruhan

pada proses produksi Ale-Ale. Karena perusahaan berhasil mengurangi cacat pada

produk Ale-Ale yang terjadi pada proses produksinya secara signifikan, sehingga

dapat dikatakan bahwa DMAIC yang dilakukan telah berhasil.

0,00%

0,05%

0,10%

0,15%

0,20%

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

0,20%

0,04%

PERSENTASE CACAT PRODUK

ALE-ALE

Page 86: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil data dan analisis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Persentase cacat terbesar pada produk Ale-Ale adalah kesalahan pada formulasi

dengan persentase 46,49% selama periode 2019. Dan empat modus kegagalan

dengan RPN tertinggi yang berpotensi besar menyebabkan kesalahan pada

formulasi adalah :

a. RPN 160 ; Metode tidak sesuai SOP kerja yang dikarenakan tidak dilakukan

pengecekan in process dan urutan pencampuran material yang salah.

b. RPN 90 ; Material susah diidentifikasi dikarenakan tidak adanya label

identitas pada material dan tempat penyimpanan material premix yang sama

dengan produk lainnya.

c. RPN 90 ; Operator eror yng disebabkan oleh kurangnya motivasi kerja dan

kurang fokus dalam bekerja.

2. Perbaikan yang dilakukan untuk menurunkan tingkat cacat kesalahan pada

formulasi dari 46,49% menjadi 0% adalah pengontrolan performa kerja

operator oleh staff produksi dibantu dengan pemasangan CCTV pada setiap

station kerja dan pengecekan in process oleh personil QC, pemberian ID

material dan pembedaan warna box transfer, penempelan flowchart proses

blending pada area produksi dan pemberian SOP pada area analisa, serta

pengawasan secara konsisten oleh personil QC pada setiap kegiatan produksi.

Page 87: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

73

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat diajukan oleh

peneliti sebagai berikut :

1. Perusahaan perlu membentuk tim six sigma dalam pelaksanaan

pengendalian mutu diperusahaan untuk melakukan upaya perbaikan proses

secara terus-menerus agar kegagalan produk mencapai 0 (zero defect).

2. Perlu dilakukan perbaikan mutu selain cacat kesalahan formulasi di PT.

TAS agar kualitas proses produksi menjadi semakin baik.

Page 88: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

74

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, D. W. (2004). Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Abdul Kadir. (2001). Dasar Pemprograman Web Dinamis Menggunakan PHP.

Yogyakarta: Penerbit Abadi.

Aziz Alimul, H. (2007). Metode Penelitian dan Tenik Analisis Data. Jakarta:

Salemba Medika.

Bakhtiar. (2013). Analisa Pengendalian Kualitas Dengan MEnggunakan Metode

Statistical Quality Control (SQC). Malikussaleh Industrial Engineering

Journal.

Chrysler, & Ford Motor, C. (1995). Potential Failure Mode Effect Analysis

(FMEA). General Motor Coorporation.

Desai, D., & Shrivastava. (2008). Six Sigma. Mumbai: Himalaya Publishing House.

Evans, J. R., & Lindsay, W. M. (2005). An Introduction to Six Sigma & Process

Improvement. Ohio: Thomson.

Gasperz, V. (2005). Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Gasperz, V. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gupta, N. (2003). An Application of DMAIC Methodology For Increasing The

Yarn Quality In Textile Industry. IOSR Journal of MechanicaL And Civil

Engineering.

Hatani, L. (2007). Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti Melalui

Pendekatan Statistical Quality Control (SQC). Jurnal Ekonomi dan

Manajemen Unhalu.

Kotler, & Armstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Kwak, Y. H., & Anbari, F. T. (2006). Benefits, Obstacle, and Future of Six Sigma

Approach. Journal of Technovation.

Nasution, M. N. (2001). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nasution, M. N. (2004). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pande, P. S., & Cavanagh, R. (2003). The Six sigma Way. Yogyakarta: Andi Offset.

Pande, P. S., & Holpp, L. (2005). Berpikir Cepat Six Sigma. Yogyakarta: Andi

Offset.

Page 89: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

75

Pyzdek, T., & Keller, P. A. (2010). The Six Sigma Handbook: A Complete Guide

for Green Belts, Black Belts, and Managers at All Levels (3 ed.). New York:

Mc Graw-Hill.

Rohman, H. (2010). Mixing. Jakarta

Saludin. (2016). Desain Untuk Six Sigma: Cara Efektif Membangun Kinerja

Produk Dan Proses Prima Dari Tahap Awal . Jakarta: Mitra Wacana Media.

Tague. (2005). The Quality Toolbox. United States of America: ASQ.

Tjiptono, F., & Chandra, G. (2012). Pemasaran strategik. Yogyakarta: Andi.

Page 90: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

76

LAMPIRAN

1. Tabel konversi nilai DPMO ke nilai sigma

Page 91: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

77

Page 92: PENURUNAN CACAT KESALAHAN FORMULASI PADA PRODUK …

78