pentokolan benih kepiting bakau hasil perbenihan...

7
627 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PENTOKOLAN BENIH KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DI BAK TERKONTROL DENGAN JENIS PAKAN BERBEDA Herlinah dan Gunarto Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Produksi benih kepiting bakau, Scylla sp. sudah berhasil dilakukan sehingga penyediaan benih hatcheri diharapkan dapat lebih intensif dan menggantikan penggunaan benih alam yang banyak digunakan oleh petani kepiting saat ini.Tingkat kanibalisme yang tinggi pada kepiting muda yang dihasilkan dari perbenihan memerlukan penanganan dan teknik khusus pada aspek pentokolannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis pakan yang tepat pada pentokolan benih kepiting di bak terkontrol.Penelitian dilaksanakan di hatcheri kepiting Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) di Maranak-Maros Sulawesi Selatan. Penelitian didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Krablet dipelihara secara individu dalam gelas plastik yang dilubangi dan diset terapung dalam rakit mini di dalam 16 unit akuarium yang telah diisi air payau salinitas 20 ppt. Perlakuan yang diuji adalah perbedaan jenis pakan untuk crablet yaitu : A). Ikan teri, B). Ikanucah, C). Udang/rebon. dan D). kulit sapi yang dimasak. Masing-masing jenis pakan diberikan setiap hari sekali secara ad libitum. Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa ikan rucah mengandung kadar lemak tertinggi (13,65%) dan kadar protein tertinggi adalah kulit sapi (84,9%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa meskipun sintasan krablet berkisar 80- 93,3% dimana sintasan tertinggi pada krablet yang diberi pakan udang rebon dan terendah pakan kulit sapi namun berdasarkan analisa statistik keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). KATA KUNCI: pentokolan krablet, kepiting bakau, jenis pakan berbeda PENDAHULUAN Usaha budidaya kepiting yang meliputi usaha penggemukan maupun pembesaran di tambak semakin berkembang di Indonesia. Usaha ini tentu saja masih sulit dikembangkan karena penyediaan benih masih mengandalkan hasil tangkapan darialam. Produksi benih melalui pembenihanbelum mampu menyediakan benih secara massal untuk kepentingan usaha pembesarannya. Benih kepiting yang ditebar ke petak pembesaran sekiranya memenuhi beberapa kriteria,di antaranya mampu beradaptasi dengan lingkungan budidaya, sehat, serta memiliki respon positif terhadap pakan yang diberikan. Pada umur, stadium atauukuran tertentu benih akan mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya (Djunaidah et al ., 2004).Penyempurnaan teknik pemeliharaan benih kepiting untuk memproduksi benih kepiting yang siap ditebar ke tambak sangat penting dilakukan mengingat benih kepiting memiliki karakter yangberbeda pada setiap stadium pertumbuhannya sehingga diperlukan penanganan yang berbeda. Benih atau larva kepiting bakau terdiri dari 5 tingkatan stadia zoea dan satu stadia megalopa yang selanjutnya akan bermetamorfosis menjadi stadia krablet (C-1). Lama perkembangan masing- masing stadia zoea adalah 2-3 hari, untuk menjadi megalopa dibutuhkan waktu dua minggu dan untuk menjadi krablet (C-1) diperlukan satu minggu. Setelah mengalami perubahan dari stadia zoea menjadi megalopa, larva mengalami perubahan morfologi dan kebiasaan hidup, bersifat bentonik dan akan memangsa larva pada stadia yang lebih muda. Kanibalisme antara megalopa dan yuwana merupakan salah satu alasan kegagalan dalam perkembangan kultur larva kepiting (Ventura et al., 2008). Upaya mendapatkan teknologi perbenihan kepiting bakau sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Maros dengan memanfaatkan hatcheri di Instalasi Tambak Percobaan Marana.

Upload: doankiet

Post on 02-Mar-2019

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

627 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

PENTOKOLAN BENIH KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DI BAK TERKONTROLDENGAN JENIS PAKAN BERBEDA

Herlinah dan GunartoBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Produksi benih kepiting bakau, Scylla sp. sudah berhasil dilakukan sehingga penyediaan benih hatcheridiharapkan dapat lebih intensif dan menggantikan penggunaan benih alam yang banyak digunakan olehpetani kepiting saat ini.Tingkat kanibalisme yang tinggi pada kepiting muda yang dihasilkan dari perbenihanmemerlukan penanganan dan teknik khusus pada aspek pentokolannya. Tujuan penelitian adalah untukmengetahui jenis pakan yang tepat pada pentokolan benih kepiting di bak terkontrol.Penelitian dilaksanakandi hatcheri kepiting Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) di Maranak-MarosSulawesi Selatan. Penelitian didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4ulangan. Krablet dipelihara secara individu dalam gelas plastik yang dilubangi dan diset terapung dalamrakit mini di dalam 16 unit akuarium yang telah diisi air payau salinitas 20 ppt. Perlakuan yang diuji adalahperbedaan jenis pakan untuk crablet yaitu : A). Ikan teri, B). Ikanucah, C). Udang/rebon. dan D). kulit sapiyang dimasak. Masing-masing jenis pakan diberikan setiap hari sekali secara ad libitum. Hasil analisa proksimatmenunjukkan bahwa ikan rucah mengandung kadar lemak tertinggi (13,65%) dan kadar protein tertinggiadalah kulit sapi (84,9%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa meskipun sintasan krablet berkisar 80-93,3% dimana sintasan tertinggi pada krablet yang diberi pakan udang rebon dan terendah pakan kulit sapinamun berdasarkan analisa statistik keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).

KATA KUNCI: pentokolan krablet, kepiting bakau, jenis pakan berbeda

PENDAHULUAN

Usaha budidaya kepiting yang meliputi usaha penggemukan maupun pembesaran di tambaksemakin berkembang di Indonesia. Usaha ini tentu saja masih sulit dikembangkan karena penyediaanbenih masih mengandalkan hasil tangkapan darialam. Produksi benih melalui pembenihanbelummampu menyediakan benih secara massal untuk kepentingan usaha pembesarannya. Benih kepitingyang ditebar ke petak pembesaran sekiranya memenuhi beberapa kriteria,di antaranya mampuberadaptasi dengan lingkungan budidaya, sehat, serta memiliki respon positif terhadap pakan yangdiberikan. Pada umur, stadium atauukuran tertentu benih akan mudah beradaptasi dengan lingkunganbarunya (Djunaidah et al., 2004).Penyempurnaan teknik pemeliharaan benih kepiting untukmemproduksi benih kepiting yang siap ditebar ke tambak sangat penting dilakukan mengingat benihkepiting memiliki karakter yangberbeda pada setiap stadium pertumbuhannya sehingga diperlukanpenanganan yang berbeda.

Benih atau larva kepiting bakau terdiri dari 5 tingkatan stadia zoea dan satu stadia megalopayang selanjutnya akan bermetamorfosis menjadi stadia krablet (C-1). Lama perkembangan masing-masing stadia zoea adalah 2-3 hari, untuk menjadi megalopa dibutuhkan waktu dua minggu danuntuk menjadi krablet (C-1) diperlukan satu minggu. Setelah mengalami perubahan dari stadia zoeamenjadi megalopa, larva mengalami perubahan morfologi dan kebiasaan hidup, bersifat bentonikdan akan memangsa larva pada stadia yang lebih muda. Kanibalisme antara megalopa dan yuwanamerupakan salah satu alasan kegagalan dalam perkembangan kultur larva kepiting (Ventura et al.,2008).

Upaya mendapatkan teknologi perbenihan kepiting bakau sudah dilakukan sejak beberapa tahunyang lalu baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Balai Penelitian dan Pengembangan BudidayaAir Payau (BPPBAP), Maros dengan memanfaatkan hatcheri di Instalasi Tambak Percobaan Marana.

628Pentokolan benih kepiting bakau hasil perbenihan di bak ..... (Herlinah)

Selama lima tahun terakhir di hatcheri tersebut produksi krablet semakin meningkat. Meskipun terjadipeningkatan produksi, tetapi sintasan hingga menjadi krablet masih sangat rendah dari total larvayang dihasilkan dalam satu kali penetasan dari satu induk kepiting bakau betina S. olivacea, S. serrataataupun S. paramamosain. Upaya ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 1/Permen KP/2015tentang pelarangan penangkapan lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunuspelagicus spp.). Jika benih kepiting dapat dihasilkan dari kegiatan perbenihan yang mampu menopangkebutuhan benih pembudidaya kepiting di tambak maupun pengusaha kepiting lunak (soka) makakegiatan penangkapan akan dapat ditekan dan dengan sendirinya mampu membantu pemulihanstok kepiting di alam. Kebijakan tersebut selaras dengan konsep pembangunan perikanan yangberkelanjutan yang harus tetap memelihara sumberdaya alam untuk generasi mendatang.

Tingkat kanibalisme yang tinggi pada krablet (kepiting muda) yang dihasilkan perlu dipelajarisecara khusus melalui teknik pentokolan (krablet/kepiting muda) yang efektif. Pemilihan shelterberperan penting dalam menentukan sintasan benih baik megalopa maupun krablet kepiting bakau,hal ini disebabkan karena pada fase tersebut benih memiliki sifat kanibalisme yang cukup tinggidiantara sesamanya (Sulaeman et al., 2008). Pemberian shelter mampu memperluas ruang jelajah dantempat berlindung atau bersembunyi sehingga krablet terhindar dari pemangsaan terutama ketikasedang moulting. Dengan demikian diharapkan mampu mengurangi terjadinya kanibalisme yangtinggi pada tingkat kepiting muda sehingga dihasilkan jumlah kepiting muda siap tebar pada ukurantertentu yang lebih banyak.

Pentokolan merupakan fase pemeliharaan transisi diantara benih kepiting yang relatif lemah dandengan yang lebih kuat. Sebuah fase yang mengakomodasi segi kontrol dan lingkungan alaminya.Pentokolan benih kepiting biasa dilakukan di tambak maupun di bak terkontrol di hatcheri. Selainfaktor kanibalisme yang harus menjadi fokus perhatian pada fase krablet, hal yang tidak kalahpentingnya adalah pemilihan jenis pakan. Sampai saat ini belum banyak tersedia informasi pakansegar maupun pakan buatan yang sesuaiuntuk budidaya. Untuk meningkatkan pertumbuhan dalampemeliharaan yuwana kepiting ini, masih menggunakan ikan segar (rucah) yang ketersediaanya jugatergantung pada musim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan yang terbaik untukkrablet kepiting bakau pada pentokolan yang dilakukan di bak terkontrol.

METODE PENELITIAN

Penelitian pentokolan benih kepiting bakau dilaksanakan di hatcheri kepiting Balai Penelitian danPengembangan Budidaya Air Payau di Maranak-Maros Sulawesi Selatan. Hewan uji adalah benihkrablet S. olivacea yang berasal dari satu cohor hasil pembenihan induk kepiting bakau yang dilakukandi Instalasi Hatcheri BPPBAP. Bobot awal rata-rata benih yang digunakan adalah 0,21 g dan lebarkarapaks 1,05 cm. Penelitian pentokolan benih kepiting bakau di desain menggunakan RancanganAcak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Untuk menghindari kanibalisme, krabletdipelihara secara individu dalam gelas plastik yang dilubangi dan diset terapung dalam rakit miniterbuat dari bambu dan diapungkan di 16 unit akuarium (ukuran masing-masing 20 cm x 20 cm x 40cm). Akuarium diisi air payau salinitas 20 ppt dan dasar akuarium diberi rumput laut Gracillaria sp.Perlakuan yang diuji adalah perbedaan jenis pakan untuk krablet yaitu: a). Ikan teri, b). ikan rucah, c).udang rebon dan d). kulit sapi yang dimasak. Masing-masing jenis pakan diberikan setiap hari sekalisecara ad libitum (jumlah disesuaikan dengan respons yuwana kepiting). Pada hari berikutnya sisapakan dibuang diganti dengan pakan yang baru.

Pengamatan terhadap kepiting yang moulting dilakukan setiap hari. Peubah yang diamati adalahsintasan, pertambahan bobot, panjang dan lebar karapas benih kepiting setelah satu bulanpemeliharaan dengan cara sensus per individu. Pengukuran berat benih kepiting dilakukan dengancara menimbang benih kepiting menggunakan timbangan elektrik yang mempunyai ketelitian 0,01g.Panjang dan lebar karapas diukur menggunakan kaliper yang mempunyai ketelitian 1 mm. Dataparameter kualitas air yang dimonitor secara langsung adalah suhu, salinitas, dan pH. Sedangkankonsentrasi amonia dan nitrit dianalisa di laboratorium dengan metode spektrofotometrik dan BOTdengan metode Titrimetrik. Analisis proksimat pakan dilakukan dengan metode AOAC (1985).Untukmengetahui pengaruh jenis pakan penelitian terhadap data pertumbuhan dan sintasan, percobaan

629 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

dianalisis dengan ANOVA serta Tukey,s (Steel & Torrie, 1960). Sebagai alat bantu untuk melaksanakanuji statistik tersebut digunakan paket program SPSS (Statical Product Service Solution).

Sintasan krablet kepiting uji dihitung dengan menggunakan rumus (Huynh & Fotedar 2004),yaitu:

SR = Nt /No x 100 %

di mana:SR = sintasan benih (%)No = jumlah benih pada awal penelitian (ekor)Nt = jumlah benih yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

Pertumbuhan bobot mutlak megalopa kepiting dihitung dengan mengunakan rumus Effendie(2002), yaitu:

W = Wt– Wo

di mana :W = pertumbuhan bobot mutlak benih kepiting (g)Wo= bobot rata-rata benih pada akhir penelitian (g)Wt = bobot rata-rata benihpada awal penelitian (g)

Laju pertumbuhan bobot spesifik harian benih dihitung dengan rumus (Changbo et al., 2004),yaitu:

SGR = (ln Wt – ln Wo)/t x 100%.

di mana:SGR = laju pertumbuhan bobot spesifik harian (%/hari)Wo = bobot rata-rata benih pada awal penelitian (g)Wt = bobot rata-rata benih pada waktu t (g)T = lama pemeliharaan (hari)

HASIL DAN BAHASAN

Fushimi & Watanabe (2001) melaporkan bahwa benih kepiting (S. tranquebarica dan S. ocenica)yang diproduksi di beberapa panti pembenihan di Jepang sebelum ditebar ke perairan umum dilakukanpemeliharaan sampai benih tersebut mencapai ukuran panjang karapas 20 mm. Ut & Le Vay (2001)dalam Marzuqi et al. (2006) juga melaporkan bahwa sintasan serta pertumbuhan benih kepitingbakau (S. paramamosain) yang berasal dari penangkapan di alam lebih tinggi secara nyata dibandingkandengan benih yang berasal dari pembenihan setelah 79 hari masa pemeliharaan dari benih yangditebar dengan ukuran lebar karapas 20-25 mm. Hal ini mengindikasikan bahwa perlunya upayapenyempurnaan metode pemeliharaan larva pada pembenihan kepiting bakau sebelum ditebahlangsung ke tambak atau kolam pembesaran melalui teknik pentokolan sehingga larva akan mudahberadaptasi dengan lingkungan untuk pembesarannya (Marzuqi et al., 2006).

Selain faktor kanibalisme, hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemilihan jenis pakan. Penyediaanpakan yang cukup dan berkualitas akan berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan pentokolan.Beberapa jenis pakan segar yang digunakan pada penelitian ini telah dianalisa proksimat untukmemastikan nilai gizi dan komposisi nutrisi pakan tersebut (Tabel 1). Krablet pada fase ini masihdalam fase peralihan dari pakan formula yang diberikan sejak stadia megalopa hingga stadia awalkrablet. Seperti yang diutarakan dalam Shelley & Lovatelli (2011) krablet dapat diberikan pakanformula, atau pakan ikan rucah dan atau dari golongan moluska. Artemia ukuran besar juga dapatdiberikan untuk megalopa hingga krablet stadia awal.

Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa ikan rucah mengandung kadar lemak tertinggi (13,65%)dan kadar protein tertinggi adalah kulit sapi (84,9%). Kadar protein dan lemak yang terdapat padaikan rucah yang digunakan pada penelitian ini kurang lebih sama dengan yang digunakan padapenelitian Herlinah & Early (2014) yakni 55,56% dan 7,85%. Secara umum, komposisi kadar proteindan lemak yang ideal pada pakan ikan maupun kepiting adalah 45-55% dan 12% (Marzuqi et al.,

630Pentokolan benih kepiting bakau hasil perbenihan di bak ..... (Herlinah)

2006; Thruong, 2008). Dalam Shelley & Lovatelli (2011) juga dijelaskan bahwa pakan kepitingmengandung 45-55% crude protein dan 9-15% lemak untuk mendukung perkembangan krablet S.Serrata.

Selama penelitian, benih kepiting bakau dapat merespon dengan baik semua jenis pakan yangdiberikan sehingga diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan optimal. Kebutuhan protein benihkepiting sekitar 45% dan lemak berkisar 9-12% (Giri et al., 2002). Kebutuhan lemak dalam pakanmerupakan hal yang penting untuk diketahui. Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan membantupenyerapan mineral-mineral tertentu serta vitamin yang terlarut dalam lemak (vitamin A, D, E, danK).

Ketika stadia megalopa dan krablet, capit telah terbentuk sehingga lebih mudah menangkapmangsanya. Pada stadia ini, kanibalisme sering terjadi karena kesempatan memangsa yang semakinbesar sehingga perlu diberi pelindung (shelter) untuk mengurangi laju kanibalismenya. Pada penelitianini, fungsi shelter digantikan dengan pemeliharaan larva secara individu di dalam wadah plastik kecilsehingga kemungkinan kanibalisme dapat dihindari. Pemeliharaan secara individual ini jugamemudahkan dalam proses perhitungan jumlah krablet pada akhir pemeliharaan atau pada saatpanen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sintasan krablet berkisar 80-98,33% di manasintasan tertinggi pada krablet yang diberi pakan udang rebon dan terendah pakan kulit sapi namunberdasarkan analisa statistik keempat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).Hal yang baru dari penelitian ini adalah pemanfaatan kulit sapi sebagai pakan kepiting. Namunberdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan proteinnya sangat tinggi (84%) danlemak yang rendah (4%) yang berada di luar kisaran ideal untuk pakan sebagaimana yang telahdisebutkan sebelumnya. Berdasarkan sintasan, krablet kepiting bakau yang diberi kulit sapi jugapaling rendah yakni 80%.

Pada krustase termasuk kepiting bakau, pertumbuhan didahului oleh proses pelepasan kulitataukarapas dan ganti kulit merupakan rangkaian proses yangmeliputi persiapan pergantian kutikulatua, pengelupasan, pembentukan kutikula baru, peningkatan ukuran, dan pembentukan jaringanbobot tubuh kepiting mungkin bertambah bahkan berkurang setelah moulting, sehingga bobottubuh tidak selalu relevan untuk mengukur pertumbuhan. Selain itu, lebar dan panjang karapasselalu naik pada setiap moulting.

Pertumbuhan merupakan perubahan/pertambahan bobot atau ukuran tubuh kepiting yangdipelihara dalam satuan waktu. Pertumbuhan kepiting dapat terjadi apabila energi yang diretensipositif atau energi yang disimpan lebih besar dibandingkan dengan energi yang digunakan untukaktivitas tubuh. Terdapat beberapa cara untuk melihat pertumbuhan di antaranya dengan menghitungpertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian krablet. Pertumbuhan bobot mutlakdinyatakan sebagai perubahan ukuran bobot dalam kurun waktu tertentu, sedangkan laju pertumbuhanharian dinyatakan sebagai persentase pertumbuhan bobot per hari (Effendie, 2002). Rata-ratapertumbuhan lebar dan bobot mutlak krablet Scylla sp. selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Hasil analisa proksimat beberapa jenis pakan segar untukpentokolan krablet kepiting bakau

Ikan teri Ikan rucah Udang Kulit sapi Kerang

Kadar air 5,58 7,69 5,55 6,01 4,9

Kadar lemak 5,03 13,65 7,91 4,29 7,72

Kadar protein 81,02 57 66,09 84,9 55,47

Serat kasar 0,33 0,17 1,31 0,22 0,36

Sumber: dianalisa di Laboratorium Nutrisi BPPBAP, Maros (2014)

Parameter (%)Perlakuan

631 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Berdasarkan analisa statistik, perbedaan pakan yang diberikan berpengaruh nyata terhadappertambahan lebar dan berat krablet kepiting bakau (p<0,05). Pemberian pakan ikan teri dan udangrebon tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan lebar dan bobot krablet.Untuk pakan kulit sapi, menunjukkan performansi terendah dalam hal pertambahan lebar dan bobotakhir. Pakan kulit sapi memberi pengaruh yang sama dengan pertambahan lebar krablet denganyang diberi pakan ikan rucah dan pengaruh yang berbeda dengan semua perlakuan pakan lainnyadalam hal pertambahan bobot.

Semua golongan arthropoda, termasuk kepiting mengalami proses pergantian kulit atau moultingsecara periodik, sehingga ukuran tubuhnya bertambah besar. Kepiting bakau mengalami pergantiankulit sekitar 15-17 kali sampai dengan umur setahun. Dalam kondisi moulting, kepiting sangat rentanterhadap serangan kepiting lainnya, karena di samping kondisinya masih sangat lemah, kulit luarnyabelum mengeras. Kepiting pada saat moulting mengeluarkan cairan moulting yang mengandung asamamino, enzim dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial eksoskeleton yang baunya sangatmerangsang nafsu makan kepiting. Hal tersebut bisa membangkitkan sifat kanibalisme kepitingyang sehat (Shelley & Lovatelli, 2011; Truong, 2008),

Gambaran tentang jumlah krablet yang moulting setiap perlakuan selama 1 bulan dapat dilihatpada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 tersebut terlihat bahwa terdapat tren moulting yang lebihtinggi pada awal pemeliharaan dan cenderung menurun hingga akhir penelitian.

Kualitas Air

Sintasan dan pertumbuhan benih kepiting bakau juga dipengaruhi oleh parameter kualitas airyang baik. Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran parameter kualitas air meliputi:suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, dan amonia disajikan pada Tabel 3.

A B C D

(ikan teri) (ikan tembang) (udang rebon) (Kulit Sapi)

Lebar karapas awal (cm) 1,05 1,05 1,05 1,05

Lebar karapas akhir (cm) 1,48 1,34 1,45 1,20

Pertambahan lebar karapas (cm) 0,42a 0,29b 0,4a 0,15b

Panjang karapas akhir (cm) 0,96a 0,93a 1,03a 0,86a

Berat awal rata-rata (g/ekor) 0,21 0,21 0,21 0,21

Berat akhir rata-rata (g/ekor) 0,42a 0,42a 0,57a 0,31a

Pertumbuhan mutlak (g) 0,21 0,21 0,36 0,099

Pertumbuhan harian (g/hari) 0,023 0,023 0,033 0,013

Laju Pertumbuhan harian (%) 2.310 2.310 3.328 1.298

Jumlah individu awal 60 60 60 60

Jumlah individu akhir 49 51 59 48

Sintasan (%) 81,67a 85a 98,33b 80a

Parameter

Keterangan: angka dalam satu baris dan diikuti huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Perlakuan

Tabel 2. Pertumbuhan dan sintasan krablet yang ditokolkan selama satu bulan dengan sistemindividual dalam gelas plastik di akuarium

632Pentokolan benih kepiting bakau hasil perbenihan di bak ..... (Herlinah)

Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian meliputi suhu, salinitas, pH, nitrit, amonia, danBOT di mana nilainya masih berada pada kisaran yang layak untuk penelihaan benih krablet kepitingbakau di bak terkontrol.

KESIMPULAN

1. Pakan udang rebon adalah pakan terbaik untuk pentokolan krablet karena memberikan pertambahanlebar karapaks dan sintasan yang tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan pakan ikan teri, ikantembang dan kulit sapi;

A B C D

Suhu (oC) 25-28 25-28 25-28 25-28

pH 7,0-8,0 7,0-8,0 7,0-8,0 7,0-8,0

DO (mg/L) 3,0-5,0 3,0-4,5 3,7-4,8 3,8-4,8

Nitrit, NO2-N (mg/L) 0,01-0,13 0,001-0,36 0,014-0,33 0,004-0,24

Amonia, NH3-N (mg/L) 0,12-0,25 0,23-0,43 0,22-0,88 0,14-0,37

BOT (mg/L) 43,17-63,81 46,55-60,68 50,05-61,94 55,68-60,68

ParameterPerlakuan

Tabel 3. Rata-rata kualitas air selama penelitian pentokolan krablet kepiting bakau

Gambar 1. Jumlah krablet yang moulting per perlakuan (A); dan total moulting selama1 bulan (B)

633 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

2. Sintasan benih krablet hasil pentokolan secara individu dalam gelasyang diperoleh pada penelitianini adalah sekitar 80-93%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ucapkan terima kasih kepada Muhammad Syakaria dan Muhammad Risal serta tim teknisilainnya di hatcheri kepiting BPPBAP, Maranak atas bantuan dan dukungannya selama penelitian.Penelitian ini dibiayai oleh APBN Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran 2014.

DAFTAR ACUAN

Djunaidah, I.S., Toelihere, M.R., Effendie, M.I., Sukimindan, S., & Riani, E. (2004). Pertumbuhan danKelangsungan Hidup Benih Kepiting bakau (Scylla paramamosain) yang Dipelihara pada SubstratBerbeda.Ilmu Kelautan. Maret 2004, 9(I), 20-25.

Effendie, M.I. (2002). Metode Biologi Perikanan. Penerbit PT Penebar Swadaya. Jakarta, 62 hlm.Fushimi, H., & Watanabe, S. (2001). Stock enhancement trial of mudcrabs in Japan. 2001. Workshop

on Mudcrab Rearing, Ecology and Fisheries. Cantho University, Vietnam. European Commisssion(INCO-DC). Abstract.

Giri, N.A., Yunus, Suwirya, K., & Marzuki, M. 2002. Kebutuhan protein untuk pertumbuhan yuwanakepiting bakau (Scylla paramamosain). Jurnal Peneltian Perikanan Indonesia, VIII(5), 31-36.

Giri, N.A., Yunus, Suwirya, K., Rusdi, I., & Marzuki, M. (2002). Kandungan lemak pakan optimal untukpertumbuhan benih kepiting bakau (Scylla paramamosain). Jurnal Peneltian Perikanan Indonesia, IX(5),25-30.

Herlinah & Septiningsih, E. (2014). Performansi reproduski induk kepiting bakau Scylla olivacea denganpemberian jenis pakan yang berbeda. Unpublish.

Huynh, M.S., & Fotedar, R. (2004). Growth, survival, hemolymph osmolality and organosomatic indicesof the western king prawn (Penaeus laticulatus Kihinouye, 1896) reared at different salinities.Aquaculture, 234, 601-614.

Marzuqi, M., Rusdi, I., Giri, N.A., & Suwirya, K. (2006). Pengaruh proporsi minyak cumi dan minyakkedelai sebagai sumber lemak dalam pakan terhadap pertumbuhan juvenil kepiting bakau (Scyllaparamamosain). Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.), VIII(1), 101-107.

Shelley, C., & Lovatelli, A. (2011). Crab aquaculture. A practical manual. FAO Fisheries and AquacultureTechnical Paper 567. ISSN 2070-7010. Rome. P. 80. http://www.fao.org/docrep/015/ba0110e/ba0110e.pdf tanggal akses 10 November 2014.

Sulaeman, Yamin, M., & Parenrengi, A. (2008). Pengangkutan krablet kepiting bakau (Scyllaparamamosain) dengan kepadatan berbeda. Jurnal Riset Akuakultur, 3(1), 99-104.

Sulaeman, Widodo, A.F., & Jompa, H. (2010). Polikultur kepiting bakau (scylla serrata) dan rumpul laut(Gracillaria sp.) dengan metode tebar yang berbeda. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur diLampung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya.

Truong, P.H. (2008). Nutrition and Feeding Behavior in Two Species of Mud Crabs Scylla serrata andScyllaparamamosain.Queensland University of Technology.School of Natural Resource Sciences.