penggunaan analisis kovariansi dalam … · pembelajaran kimia pokok bahasan stoikiometri pada...
TRANSCRIPT
1
Gema Pendidikan diterbitkan sejak 01 Januari 1994 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari
Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, JANUARI 2014
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuwarto dengan persyaratan seperti yang tercantum pada halaman belakang (Petunjuk bagi penulis Gema Pendidikan). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan sebagainya.
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan konseptual di bidang Pendidikan. ISSN : 0854 ? 9044
DAFTAR ISI Pengantar Redaksi
Penerapan Perangkat Pembelajaran Sains Berbasis CTL dan E-Learning di SD 01 Poasia Kendari sebagai Model Praktikum Pembelajaran Bagi Mahasiswa P.MIPA FKIP UHO
Arisona, Yuris???? ? ? ? ? ?.??? ? ? ? ?.1 Tumbuhan Berkhasiat Obat yang dimanfaatkan oleh Etnis Lokal Sulawesi Tenggara
Asmawati Munir, M.Si???? ? ? ? ?..??. 8 Studi Karakteristik Adsorpsi Ion Logam Pb (II) menggunakan Arang Aktif Tempurung Kemiri
Ratna, Muh. Zakir Muzakkar ...................13 Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SD
Negeri Kota Kendari Dorce B. Pabunga???..?..???? ? ?.??19
Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Nani Restati Siregar??..???? ? ? ? ? ? ?26
Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru Nanik Hindaryatiningsih???? ?.?..???.36
Distribusi Konsentrasi Nitrat dan Fosfat di Perairan Teluk Kendari Indra Purnama Iqbah, Arifin, Arniah ???. 43
Pemetaan Kompetensi Dasar Capaian Siswa pada Matapelajaran Fisika di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2011
La Harudu?????.??? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?.48 Analisis Kemapuan Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar Guru dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Fisika yang Belum Seritfikasi pada SMPN se-Kota Kendari
La Sahara................................................56 Peningkatkan Keaktifan Mahasiswa Mata Kuliah
Fisiologi Tumbuhan melalui Pembelajaran Problem Solving Damhuri????????????.?... ???..65
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament) dalam Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Stoikiometri Pada Siswa SMAN 2 Kendari
La Rudi, Saefuddin, Syamsuwarni ? ?..?. 69
Kohesif Grammatikal Tulisan Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris Universitas Halu Oleo La Ode Nggawu......................................76
Sistem Pemerintahan di Indonesia Wa Ode Reni ??????????????? 84
Meningkatkan hasil Belajar IPA Fisika siswa Kelas VIII3 SMPN 4 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigastion dengan Media Pictorial Riddle pada Materi
Pokok Alat-Alat Optik La Ode Nursalam ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?...91
Identifikasi Peluang Kemitraan dalam Usaha Pengolahan Buah Kelapa di Kec. Abeli
Murni Nia??.??????????96
Penanggung Jawab Dekan FKIP Unhalu
Pemimpin Redaksi
Pembantu Dekan I FKIP
Redaktur Pelaksana Kepala Perpustakaan FKIP
Penyunting Ahli
H. Zalili Sailan (UHO) H. Barlian Usman (UHO)
H. Hilaluddin Hanafi (UHO) La Maronta Galib (UHO)
Amiruddin (UHO) Nurlansi (UHO)
La Harudu (UHO) Moh. Salam (UHO) Muh. Yuris (UHO)
Albert (UHO) Darnawati (UHO) La Sawali (UHO)
Pelaksana Layout
La Rudi Muh. Abas
Pendais Haq Rahmat
Alamat JurnaL : Kantor Perpustakaan FKIP UHO, laman web: www.gemapendidikanfkipuho.wordpress.com
i
DAFTAR ISI Daftar isi ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? i Pengantar Redaksi ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ii
Bagian Judul Artikel/Penulis Halaman
1 Penerapan Perangkat Pembelajarn Sains Berbasis CTL dan E-Learning di SD 01 Poasia Kendari sebagai Model Praktikum Pembelajaran Bagi Mahasiswa P.MIPA FKIP UHO. (Arisona, Yuris)???? ? ? ?..??? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?.
1
2 Tumbuhan Berkhasiat Obat yang dimanfaatkan oleh Etnis Lokal Sulawesi Tenggara. (Asmawati Munir) ? ? ?.. ??? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?.
8
3 Studi Karakteristik Adsorpsi Ion Logam Pb (II) menggunakan Arang Aktif Tempurung Kemiri. (Ratna, Muh. Zakir Muzakkar) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?
13
4 Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SD negeri Kota Kendari. (Dorce B. Pabunga) ? ?..?..??? ? ? ..? ?
19
5 Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan Konseling FKIP UHO. (Nani Restati Siregar) ??.. ??..????????????? ..?.
26
6 Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru. (Nanik Hindaryatiningsi) ? ? ? ? ? ? ?.. ??? ? ? ? ? ?..??? ? ? ..
36
7 Distribusi Konsentrasi Nitrat dan Fosfaat di Perairan Teluk Kendari (Indra Purnama Iqbah, Arifin, Arniah) ? ???????????????? ???? ???
43
8 Pemetaan Kompetensi Dasar Capaian Siswa pada Matapelajaran Fisika di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2011. (La Harudu) ? ? ? ?.? .? ? ? ? ? ? ? ? ?
48
9 Analisis Kemapuan Pelaksanaan Keterampilan Dasar Mengajar Guru dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Fisika yang Belum Seritfikasi pada SMPN se-Kota Kendari. (La Sahara) .........................................................................
56
10 Peningkatkan Keaktifan Mahasiswa Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan melalui Pembelajaran Problem Solving. (Damhuri) ?? ???????????????? ?? ?.
65
11 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament) dalam Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Stoikiometri Pada Siswa SMAN 2 Kendari. (La Rudi, Saefuddin, Syamsuwarni) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?
69
12 Kohesif Grammatikal Tulisan Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris Universitas Halu Oleo. (La Ode Nggawu) .................................................................................
76
13 Sistem Pemerintahan di Indonesia (Wa Ode Reni) ? ? ? ? ? ?.. ??? ? ? ? ? ? .... 84
14 Meningkatkan hasil Belajar IPA Fisika siswa Kelas VIII3 SMPN 4 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigastion dengan Media Pictorial Riddle pada Materi Pokok Alat-Alat Optik (La Ode Nursalam ??????? ??? ?.
91
15 Identifikasi Peluang Kemitraan dalam Usaha Pengolahan Buah Kelapa di Kec. Abeli Kota Kendari. (Murni Nia) ?????.. ??? ???????????? ?
96
ii
PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah, Segala Puji kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga Jurnal
Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, Januari 2014 dapat diterbitkan kembali tepat
waktu. Tak lupa juga tim redaksi jurnal Gema Pendidikan mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang mendukung terbitnya kembali Jurnal Gema Pendidikan Volume
21 Nomor 1, Januari 2014.
Gema Pendidikan Volume 21 Nomor 1, Januari 2014 memuat 15 (lima belas artikel) yang
merupakan ringkasan hasil penelitian, yang membahas berbagai permasalahan aktual baik
dibidang pendidikan dan kependidikan serta dibidang ilmu sains.
Para penulis dalam edisi kali ini adalah dosen dan Alumni Fakultas keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO).
Artikel yang dimuat adalah artikel yang memenuhi persyaratan format dari jurnal Gema
Pendidikan FKIP Universitas Halu Oleo.
Pada Edisi kali ini, Tampilan Jurnal Gema Pendidikan berbeda dengan edisi-edisi yang
lalu. Pada edisi kali ini, selain warna sampul yang berubah, pada bagian isi jurnal,
ditambahkan dengan lembar daftar isi. Warna sampul berubah dari warna merah bata
berubah menjadi warna hijau, warna hijau merupakan warna dari FKIP.
Meskipun telah dilakukan upaya perbaikan dan pembenahan yang optimal, akan tetapi
pasti masih ada kekurangan-kekurangan dalam segala hal, oleh karena itu tim redaksi
“Gema Pendidikan” mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan untuk terbitan berikutnya.
Semoga pada terbitan-terbitan selanjutnya “Gema Pendidikan” tampil lebih baik lagi
utamanya dari kualitas keilmuan dan relevansinya dengan pembangunan dalam dunia
pendidikan.
Kendari, Januari 2014
Tim Redaksi
1
PENERAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS CTL dan
E-LEARNING di SD 01 POASIA KENDARI SEBAGAI MODEL PRAKTIKUM
PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA P.MIPA FKIP UNIVERSITAS HALU OLEO1
Oleh:
Arisona2,Yuris
3
Abstrak. Telah dilakukan penelitian Penerapan perangkat pembelajaran berbasis CTL
(Contekstual Teaching And Learning) dan E-Learning untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran Sains di SD 01 Poasia sebagai Sekolah Unggulan (sebelumnya Sekolah Rintisan
Bertaraf Internasional) di Kota Kendari, dengan menerapkan Four-D Model dengan
beberapa adaptasi kerangka berfikir yang sesuai. Instrumen yang digunakan adalah lembar
observasi, pengelolaan pembelajaran dan persepsi siswa terhadap penerapan perangkat
pembelajaran. Data-data dianalisis dengan statistik deskriptif kualitatif yang dapat
memberikan informasi tentang efektivitas dan keterbacaan perangkat pembelajaran, serta
kemampuan guru Sains dalam mengelola pembelajaran sesuai yang diinginkan KTSP.
Berdasarkan hasil deskriptif terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa kelas IV & V SD
Negeri 1 Poasia sebelum dan sesudah penerapan perangkat pembelajaran, nampak bahwa
hasil belajar siswa cenderung mengalami peningkatan rata-rata. Hal ini nampak pada nilai
rata-rata siswa kelas IV melalui pre-test sebesar 46,05 dimana siswa yang tuntas sebesar 7,89
atau perolehan nilai siswa sama atau lebih besar dari nilai 65, sedang pada post test nilai
rata-rata menjadi 75,53 dengan ketuntasan belajar secara individu menjadi sebesar 84,21 %
atau terjadi peningkatan rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar siswa sebesar 64.53 %.;
sedangkan rata-rata pre-test siswa kelas V sebesar 59,36 dimana siswa yang sudah tuntas
atau perolehan nilai siswa sama atau lebih besar dari skor 65 sebanyak 35,29%, dan pada
pada post test nilai rata-rata menjadi 73,15 dengan ketuntasan belajar secara individu
menjadi sebesar 79% atau terjadi peningkatan rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar
Sains siswa sebesar 23,23 %.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan bagi Dinas Diknas Kota
Kendari untuk mencoba menerapkan perangkat pembelajaran tersebut pada sekolah lain
dalam lingkup Kota Kendari.
Kata Kunci :CTL ,E-Learning,Perangkat Pembelajaran.
1 Ringkasan hasil Penelitian 2,3 Dosen Pendidikan Fisika FKIP UHO
PENDAHULUAN
Pendekatan pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, dan
sebagai warga masyarakat dan nantinya sebagai
tenaga kerja.
Selain itu,untuk memperkuat pemahaman
konsep dan proses pembelajaran lebih interaktif
maka dikembangkan E-learning yang merupakan
sebuah proses pembelajaran yang berbasis
elektronika. Salah satu media yang digunakan
adalah jaringan komputer. Dengan
dikembangkannya di jaringan komputer
memungkinkan untuk dikembangkan dalam
bentuk berbasis web, sehingga kemudian
2
dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih
luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis
web ini bisa menjadi lebih interaktif. Materi
pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan
melalui media ini berbentuk teks, grafik,
animasi, simulasi, audio dan video, serta ruang
diskusi yang memudahkan siswa untuk
berinteraktif dengan guru. Perbedaan
pembelajaran tradisional dengan e-learning yaitu
pada kelas tradisional, guru dianggap sebagai
orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk
menyalurkan ilmu pengetahuan kepada
pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran e-
learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar
mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-
jawab untuk pembelajarannya. Suasana
pembelajaran e-learning akan memaksa pelajar
memainkan peranan yang lebih aktif dalam
pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan
dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif
sendiri.
Sebagai upaya meningkatkan kompetensi
mahasiswa di LPTK, khususnya di FKIP Unhalu
Kendari Jurusan Pendidikan MIPA, maka
peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan
perangkat pembelajaran berbasis CTL dan E-
learning dalam pembelajaran, khususnya pada
SD 01 Poasia sebagai sekolah Unggulan
(sebelumnya bernama Sekolah Rintisan Bertaraf
Internasional ) di Kota Kendari. Peneliti
berasumsi bahwa Pembelajaran Sains Berbasis
CTL dan E-Learning, akan membuat siswa
disekolah terutama pada tingkat Sekolah Dasar
akan mampu mengembangkan konsep-konsep
Sains yang selama ini merupakan suatu mata
pelajaran yang susah difahami (banyak rumus
dan hafalan) disamping mata pelajaran lainnya
(matematika.) Disisi lain banyak guru yang
beranggapan bahwa apabila siswa dapat
mengahafal semua materi, maka siswa akan
dapat memahami isi materi pelajaran Sains. Hal
ini diduga disebabkan oleh guru yang senantiasa
menerapkan metode ceramah dalam
pembelajaran Sains di sekolah?. Metode ini
menciptakan proses belajar mengajar yang
terpusat pada guru dan menciptakan
ketergantungan siswa siswa pada guru sangat
besar. Akhirnya siswa tidak terlatih untuk
mandiri dalam mencari dan menemukan
pengetahuan sendiri. Sehingga perlu
mengembangkan perangkat pembelajaran E-
learning yang bertujuan akan membuat siswa lebih
interaktif dan dapat secara mandiri menggali
pengetahuan dan menghubungkan segala kejadian
yang ada diingkungan mereka sendiri.
TINJAUAN PUSTAKA
Hakikat Sains (IPA)
Sains (IPA) dengan bidang Biologi,
Fisika, dan Kimia dengan kajian meliputi benda-
benda alam semesta, kegiatan mencari untuk
menemukan fakta-fakta tentang benda-benda dan
menjadikan fakta-fakta menjadi pola konseptual
yang disebut Teori atau Hukum. Teori atau
Hukum inilah yang akan menjelaskan hubungan
antara fakta dan benda-benda alam semesta.
Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan pembelajaran konstektual
atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
berkembang dari faham konstruktivisme (Haston,
1999). Ide utamanya ialah mengaitkan kegiatan
dan persoalan pembelajaran dengan konteks
keseharian anak (Blankchard, 2000). Anak belajar
dari dunia nyata dimana ilmu pengetahuan yang
dipelajari bakal digunakan. Teori belajar
bermakna (meaningful learning) dari Ausubel
(1979) menyarankan agar siswa belajar dari
persoalan kesehariannya agar bermanfaat bagi
kehidupannya. Ide-ide tersebut dipakai dalam
kontekstual learning, dimana siswa diajak belajar
dari persoalan yang nyata dalam konteks
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan
bahwa pendekatan kontektual (Contextual
Teaching and Learning/ CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
peserta didik dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari hari.
3
Model-Model Pembelajaran Kontekstual
Pengembangan CTL di sekolah-
sekolah dilaksanakan melalui pengembangan
model-model pengajaran. Ada 3 (tiga) model-
model pengajaran ditambah dengan 1 (satu)
strategi-strategi belajar yang dikembangkan
dalam CTL, yaitu: (1) model pengajaran
langsung (direct instruction), (2) model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning),
(3) model pengajaran berbasis masalah (problem
based instruction) dan (4) strategi-strategi
belajar (learning strategy).
Pembelajaran Berbasis E-Learning
E-learning adalah sebuah proses
pembelajaran yang berbasis elektronika. Salah
satu media yang digunakan adalah jaringan
komputer. Dengan dikembangkannya di jaringan
komputer memungkinkan untuk dikembangkan
dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian
dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih
luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis
web ini bisa menjadi lebih interaktif. Materi
pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan
melalui media ini berbentuk mempunyai teks,
grafik, animasi, simulasi, audio dan video.
Perbedaan pembelajaran tradisional dengan e-
learning yaitu pada kelas tradisional, guru
dianggap sebagai orang yang serba tahu dan
ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan
kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam
pembelajaran e-learning fokus utamanya adalah
pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan
bertanggung-jawab untuk pembelajarannya.
Bahan-bahan belajar dan tugas-tugas
yang harus dikerjakan oleh mahasiswa di tempat
tertentu di dalam websites untuk diakses oleh
para mahasiswa. Bahan belajar yang tempatkan
di dalam websites dapat terdiri dari teks, grafik,
audio, vidio, animasi, dan simulasi yang bersifat
interaktif. Bahan-bahan belajar yang tersimpan
dalam komputer dapat diakses oleh
siswa/mahasiswa setiap saat dan memudahkan
dosen dalam melakukan pembaharuan dari sisi
kontens materi sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Rancangan Penerapan perangkat
pembelajaran Sains berbasis CTL dan E-
Learning
Dalam penelitian pengembangan ini,
metode yang akan digunakan untuk
mengembangkan model dan perangkat
pembelajaran Sains adalah menggunakan Four-D
Model dengan beberapa adaptasi kerangka berfikir
yang sesuai (Fida, 2004) yaitu : Define, Design,
Develop, Implementation
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap 1: Define: Analisis Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam analisis kurikulum, kegiatan yang
dilakukan adalah pengkajian terhadap masalah
dan kebutuhan yang dijumpai dalam
pembelajaran Sains di SD 01 Poasia Kendari
pada siswa kelas IV dan V. Kegiatan yang
dilakukan dalam tahap ini adalah mengembangkan
Silabus dan RPP berdasarkan KTSP yang telah
dikembangkan di SD 01 Poasia Kendari selama
ini.
Pada tahap analisis, kegiatan yang
dilakukan adalah menganalisis kemampuan dasar
matematika siswa SD 01 Poasia Kendari yaitu sisw
kelas IV dan V, melalui analisis tugas-tugas yang
akan diberikan kepada siswa dengan
mempertimbangkan aspek kognitif, psikomotor
dan sikap yang dimiliki siswa.
Analisis materi/konsep mata pelajaran
Sains, dilakukan untuk menelusuri konsep-konsep
yang ada menurut KTSP dengan
mengklasifikasikan materi kedalam tingkat mudah,
sedang dan sukar/kompleks. Selanjutnya
perumusan tujuan pembelajaran didasarkan pada
analisis tugas, analisis konsep, analisis siswa yang
telah dijabarkan pada SK dan SKD.
Tahap 2: Design
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
design adalah perancangan dan penulisan model
perangkat pembelajaran. Pemilihan format
ditempuh dengan mengkaji perangkat
pembelajaran yang sedang dikembangkan di
4
sekolah menurut KTSP dengan beberapa
adaptasi yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa SD 01 Poasia
Kendari yang sudah berada pada fase berpikir
formal. Perangkat pembelajaran tersebut
meliputi: Silabus, bahan ajar siswa, pemilihan
media, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang mengacu pada model pembelajaran
kontekstual, lembar kerja keterampilan proses
siswa (LKKPM), dan lembar penilaian
(asessment) berbasis kelas (produk dan proses).
Tahap 3: Develop
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
develop adalah menelaah model dan perangkat
pembelajaran yang telah dikembangkan, baik
hasil telaah secara terbatas dari Tim Dosen
Peneliti dan tim guru, maupun hasil telah/revisi
dari beberapa pakar (bidang pengajaran dan
subtansi materi) dan/atau dari hasil refleksi
ujicoba terbatas atau simulasi melalui peer
teaching. Uji coba terbatas dilakukan dengan
melibatkan mahasiswa sebanyak 3 orang. Pada
tahap ini akan dihasilkan laporan pengembangan
perangkat pembelajaran yang ditulis berdasarkan
analisis data ujicoba terbatas dan hasil revisi dari
para pakar.
Setelah serangkaian revisi dilakukan
terhadap perangkat pembelajaran Sains yang
telah dikembangkan, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan uji coba perangkat untuk skala
luas, yaitu menerapkan dalam ruang kelas secara
nyata, atau real teaching. Selanjutnya melakukan
lagi revisi terhadap kelemahan-kelemahan yang
ada dari perangkat tersebut pasca uji coba, dan
diterapkan pada skala luas, misalnya pada semua
sekolah pada tingkatan yang sama dalam Kota
Kendari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Pengembangan Perangkat
Pembelajaran
Setelah dilakukan serangkaian kegiatan
dan tahapan dalam pengembangan Perangkat
Pembelajaran IPA-Fisika, maka dapat diuraikan
sebagai berikut:
Tahap 1: Define: Analisis Kurikulum
Dalam analisis kurikulum, kegiatan yang
dilakukan adalah pengkajian terhadap masalah
dan kebutuhan yang dijumpai dalam
pembelajaran Sains pada kelas IV,dan V.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah
mengembangkan Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan
format Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Pada tahap analisis siswa, kegiatan yang
telah dilakukan adalah melakukan observasi awal
di SD 01 Poasia. Hal ini dimaksudkan untuk
menganalisis kemampuan dasar matematika siswa
mulai dari jenjang kelas IV dan V. Berdasarkan
kondisi kemampuan dasar yang dimiliki siswa
tersebut, maka dapat dilakukan analisis tugas-
tugas yang akan diberikan kepada siswa dengan
mempertimbangkan aspek kognitif, psikomotor
dan sikap yang dimiliki siswa.
Analisis materi/konsep mata pelajaran
Sains dilakukan untuk menelusuri konsep-konsep
yang ada menurut KTSP dengan
mengklasifikasikan materi mulai dari tingkat
mudah, sedang dan sukar/kompleks. Selanjutnya
perumusan tujuan pembelajaran didasarkan pada
analisis tugas, analisis konsep, analisis siswa yang
telah dijabarkan pada Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD). Adapun
materi/konsep yang akan dikembangkan model
dan perangkat pembelajarannya adalah
materi/konsep mata pelajaran Sains, dari kelas IV
dan V dengan masing-masing KD dan materi
pokoknya : Sebaran Konsep Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Sains Siswa kelas IV SD
01 Poasia Kendari: Standar Kompetensi : 9.
Memahami perubahan kenampakan bumi dan
benda langit .Kompetensi Dasar (KD) : 9.1
Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi
dan 9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan
kenampakan bumi dari hari ke hari. Materi Pokok
dan Uraian Materi :Perubahan kenampakan bumi
dan benda langit : Perubahan kenampakan bumi,
Perubahan kenampakan benda-benda langit.
Sedangkan Sebaran Konsep Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Sains Siswa kelas V
SDN 01 Poasia Kendari: Standar Kompetensi 7.
5
Memahami perubahan yang terjadi di alam dan
hubungannya dengan penggunaan sumber daya
alam ;Kompetensi Dasar (KD) :7.4
Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan
manusia yang dapat mempengaruhinya, 7.5
Mendeskripsikan perlunya penghematan air ;
Materi Pokok dan Uraian Materi Bumi dan Alam
Semesta (Daur Air).
Tahap 2: Design
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
design adalah perancangan dan penulisan model
perangkat pembelajaran. Pemilihan format
ditempuh dengan mengkaji perangkat
pembelajaran yang sedang dikembangkan di
sekolah menurut KTSP dengan beberapa
adaptasi yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa SD 01 Poasia
Kendari yang sudah berada pada fase berpikir
formal. Perangkat pembelajaran tersebut
meliputi: Silabus, bahan ajar, pemilihan media,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau
skenario pembelajaran yang mengacu pada
model pembelajaran kontekstual, Lembar Kerja
Ilmiah Siswa (LKIS), dan lembar penilaian
(asessment) berbasis kelas (produk dan proses).
Tahap 3: Develop
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
develop adalah menelaah model dan perangkat
pembelajaran yang telah dikembangkan, baik hasil
telaah secara terbatas dari Tim Dosen Peneliti dan
juga dari Tim guru mata pelajaran Sains di SD
Negeri 1 Poasia, maupun hasil telah/revisi dari
beberapa pakar (bidang pengajaran dan subtansi
materi) dan/atau dari hasil refleksi ujicoba
terbatas atau simulasi melalui peer teaching.
Melalui tahap uji coba terbatas ini
dihasilkan laporan pengembangan perangkat
pembelajaran IPA-Fisika yang akan dipakai pada
tahap uji coba produk perangkat pembelajaran
pada siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Poasia
Kendari semester ganjil tahun akademik
2012/2013.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif
terhadap hasil pre-test serta post-test dapat
dirangkumkan pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Profil Distribusi Penguasaan Konsep Sains siswa SD 1 Poasia Kelas IV dan Kelas V
sebelum dan sesudah Penerapan Perangkat Pembelajaran
PARAMETER
PENILAIAN
NILAI SISWA SETIAP KELAS
KELAS IV KELAS V
Pre- Test Post- Test Pre-Test Post- Test
Skor minimum 25 45 25 20
Skor maksimal 75 95 90 95
Rata-rata 46,05 75,53 59,36 73,15
Standar deviasi 14,34 13,04 17.23 18,24
Persentase jumlah siswa yang masuk
kategori belajar Tuntas (Nilai 65 - 100)
7,89 84,21 35.29 79,0
Persentase jumlah siswa yang masuk
kategori Tidak Tuntas belajar (Nilai < 65)
92,11 15,79 64.71 21.0
Untuk melihat apakah perangkat
pembelajaran dikembangkan memiliki
keterbacaan yang memadai, maka dapat dilihat
dari peningkatkan penguasaan konsep dan
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran
yang dilakukan dengan cara membandingkan
keadaan sebelum dan sesudah penerapan
perangkat pembelajaran di dalam kelas.
Disamping itu juga digunakan kelulusan
secara individu 65 dan Prosentase secara
klasikal 75%.
6
Jika kita melihat dari hasil analisis
deskriptif terhadap hasil belajar yang
diperoleh siswa kelas IV dan V SD Negeri 01
Poasia sebelum dan sesudah penerapan
perangkat pembelajaran, seperti telah
diuraikan pada Tabel 1 di atas, nampak bahwa
hasil belajar siswa cenderung mengalami
peningkatan rata-rata dengan persentase
peningkatan rata-rata dari pre-test ke post-test
sebesar 75.53 dan 73.15 untuk masing-masing
kelas; dan secara lengkap dapat dipaparkan
seperti pada Gambar berikut:
Gambar 1. Profil peningkatan rata-rata penguasaan
konsep Sains Siswa Kelas IV melalui pre-test ke
post-tes selama Uji Coba Perangkat
Gambar 2. Profil peningkatan rata-rata penguasaan
konsep IPA-Fisika Siswa Kelas V melalui
pre-test ke post-test selama Uji Coba Perangkat
Gambar 3. Profil peningkatan rata-rata penguasaan
konsep Sains Siswa Kelas IV dan V melalui re-
Test ke Post-Test selama uji coba perangkat
pembelajaran berbasis CTL dan E-Learning
Dari gambar ke-3 gambar tersebut,
nampak adanya peningkatan penguasaan
konsep/hasil belajar Sains siswa SD 01 Poasia
dari nilai Pre-Test ke Post-Test. Disamping itu
juga terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas
dengan perolehan nilai 65-100. Pada siswa kelas
IV diperoleh 7,89 % siswa yang tuntas melalui
pre-test dan pada hasil post-test sudah mencapai
84,21 % siswa yang dikategorikan tuntas.
Demikian juga untuk siswa kelas V, dari 35,29 %
saja siswa yang berada dalam kategori tuntas
pada pres-test menjadi 79% siswa dikategorikan
tuntas pada hasil post-test.
Berdasarkan hasil analisis data yang
ditampilkan pada Tabel 1 di atas, nampak bahwa
rata-rata penguasaan konsep/hasil belajar IPA-
Fisika siswa kelas IV dan V SD 01 Poasia setelah
dilakukan uji coba penerapan perangkat
pembelajaran yang berbasis CTL dan E-Learning
diperoleh bahwa terjadi kecenderungan
peningkatan rata-rata penguasaan konsep/hasil
belajar Sains siswa dari 46,05 pada Pre-Test
menjadi 75,53 pada siswa kelas IV. Demikian
juga pada siswa kelas V terjadi peningkatan rata-
rata dari 59,36 pada Pre-Test menjadi 73,15 pada
Post-Test ; hal ini berarti bahwa indikator
ketuntasan belajar secara individu 65 dan
persentase secara klasial 75 % telah tercapai.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa secara umum penerapan perangkat
pembelajaran Sains yang telah dikembangkan dan
telah diujicobakan pada siswa kelas IV dan V SD
Negeri 1 Poasia Kendari cenderung dapat
meningkatkan penguasaan konsep/ hasil belajar
siswa pada Mata Pelajaran Sains.
Jika kita kaitkan antara hasil penelitian
ini dengan teori motivasi dapat dijelaskan bahwa
seorang siswa yang menggunakan banyak indra
dalam melakukan aktivitas belajar, akan
cenderung lebih mudah memahami karakteristik
terhadap obyek yang diamati, karena bertinteraksi
secara langsung dengan media pembelajaran (
web) yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran.
7
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilakukan tahap Define (Analisis
kurikulum), Design dan Develop terhadap
terhadap perangkat pembelajaran Sains
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) di SD 01 Poasia Kendari,
sesuai dengan tujuan penelitian pada tahun I
(2012), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan Perangkat pembelajaran Sains
berupa Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) setiap materi pokok
untuk siswa kelas IV dan V, yang telah
dikembangkan oleh Tim Peneliti bekerjasama
dengan guru-guru mitra Sains cenderung
telah mengacu pada pembelajaran yang
berbasis Contextual Teaching and Learning
(CTL) sehingga SD 1 Poasia Kendari dapat
dijadikan sebagai sekolah Model Praktikum
Pembelajaran bagi mahasiswa Jurusan
Pendidikan MIPA-FKIP Unhalu,
2. Perangkat pembelajaran Sains berupa materi
ajar dan penilaian (asessment) telah
dikembangkan pula penilaian yang berbasis
kelas (proses dan hasil) yang sesuai dengan
karakteristik materi pokok/sub-materi pokok
yang ada di dalam KTSP.
Saran
Berdasarkan hasil analisis terbatas
terhadap pengembangan dan penerapan perangkat
pembelajaran Sains yang telah direvisi secara
terbatas antara Tim Peneliti dan Tim Ahli bidang
Pendidikan Sains (IPA), maka dapat diberikan
beberapa saran, yaitu:
1. Dalam mengembangkan perangkat
pembelajaran pada mata pelajaran Sains,
khususnya pada konsep/materi yang memiliki
karakteristik abstrak agar merancang suatu
media Pembelajaran Model E-Learning
berbasis Web melalui program simulasi
komputer yang interaktif, sehingga guru-guru
dalam menjelaskan materi/konsep tersebut
menjadi lebih mudah dan tenatunya siswa-
siswa akan lebih cepat memahami
konsep/materi tersebut,
2. Kepada guru-guru Sains di sekolah Dasar
dalam lingkup Kota Kendari secara khusus
dan umumnya sekolah-sekolah di Sulawesi
Tenggara agar dalam mengembangkan
Perangkat Perbaikan Pembelajaran yang
berbasis CTL dan E-Learning dengan
kegiatan pembelajaran yang lebih banyak
diarahkan kepada siswa untuk belajar melalui
berbuat dengan kegiatan kerja ilmiah dan
penugasan secara terstruktur berdasarkan
KTSP.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2004a). Hakikat Sains (SN-1). Materi
Pelatihan Terintegrasi Berbasis
Kompetensi . Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Slamet, S., (2002), Pendekatan Pembelajaran
Sains Kontekstual dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah
dalam pelatihan TOT guru SLTP se
Indonesia di FMSAINS, Universitas Negeri
Yogyakarta pada 1-14 Oktober 2002.
Blankchard, A. (2000). Contextual Teaching and
Learning. diakses dari
http://www.horizonshelpr.org/contextual/.
Clifford, M. dan Wilson, M. (2000), Contextual
teaching, professional learning and student
experiences: Lessons learned from
implementation. Educational Information
Serries no. 2. Madison: Center on
Education and Work.
Fida, R., (2004). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran. Disajikan dalam pelatihan
model-model pembelajaran, penyusunan
SAP dan bahan ajar, Program Hibah
Kompetisi A1, Kendari: Jurusan
PMSAINS FKIP Unhalu.
Joice, B., Weil, M., (1992). Models of Teaching Fith Edition. Singapore, Tokyo: Allyn and Bacon.
8
TUMBUHAN BERKHASIAT OBAT YANG DIMANFAATKAN OLEH ETNIS LOKAL
SULAWESI TENGGARA
Oleh :
Asmawati Munir, M.Si1
ABSTRAK
Abstrak. Telah dilakukan penelitian inventarisasi jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat yang
dimanfaatkan oleh etnis lokal Sulawesi Tenggara. Tujuan jangka panjang lebih diarahkan pada upaya
pemanfaatan tumbuhan obat lokal Sulawesi Tenggara sebagai bahan ramuan obat berbagai jenis
penyakit tropis. Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari
riset peneliti untuk menginventarisasi jenis-jenis tanaman obat pada etnis Tolaki, Buton dan Muna
yang merupakan etnis lokal dominan. Penelitian ini selain bertujuan sebagai proses inventarisasi jenis-
jenis tanaman berkhasiat obat, juga diarahkan pada pengumpulan informasi mengenai jenis organ
tanaman yang dimanfaatkan dan cara pemanfaatannya. Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi 50
famili dan 102 spesies tumbuhan berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh etnis Muna, Buton dan
Tolaki. Hasil penelitian juga menunjukan kemiripan yang tinggi antara kearifan lokal masyarakat etnis
Muna dan Buton dalam pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan. Di sisi lain terdapat perbedaan
kearifan lokal masyarakat etnis Tolaki dengan etnis Muna ataupun Buton dalam penggunaan tanaman
obat. Penelitian selanjutnya diarahkan pada identifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam organ
tumbuhan obat dan upaya pemanfaatannya.
Kata kunci : Tanaman obat, identifikasi, etnis lokal Sultra
1 Dosen Pend. Biologi FKIP UHO
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan
menduduki urutan kedua keanekaragaman
tumbuhan tertinggi setelah Brazil. Sebanyak
30.000 spesies tumbuhan telah berhasil
diidentifikasi dan 1.260 spesies di antaranya
merupakan tumbuhan berkhasiat obat.
(Wirakusumah, 2004).
Keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan
yang tumbuh di wilayah Indonesia merupakan
kekayaan hayati yang menunjang kehidupan
masyarakat di dalamnya. Banyak manfaat yang
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, diantaranya
adalah pemanfaatan sebagai obat tradisional.
Penggunaan bahan alam sebagai obat
tradisional di Indonesia telah dilakukan sejak
berabad-abad yang lalu. Prinsip back to nature
yang kembali diangkat ke permukaan pada saat
ini berakibat pada peningkatan upaya pemenuhan
kebutuhan hidup dengan meanfaatkan
sumberdaya alami. Masyarakat pedesaan atau
masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinan memanfaatkan prinsip “back to
nature” sebagai solusi terhadap mahalnya biaya
pengobatan modern. Selain itu, masyarakat
cenderung memanfaatkan tumbuhan alami sebagai
obat karena efek sampingnya relatif kecil
dibandingkan dengan obat modern (Mursito,
2002). Selain itu, obat-obatan yang berasal dari
alam tidak memerlukan perawatan intesif serta
murah dan cepat (Jarvis, 1991).
Pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan
juga telah berlangsung ribuan tahun yang lalu di
Indonesia, tetapi penggunaan belum
terekomendasi dengan baik (Lubis, 1983: 212).
Lebih lanjut Gunawan (2004: 140)
mmengemukakan bahwa pada pertengahan abad
ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus
Rantius (1592-1631) mengumumkan khasiat
tumbuh-tumbuhan dalam bukunya “De Indiae
Untriusquere Naturali et Medica”. Meskipun
hanya 60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti,
tetapi buku ini merupakan dasar penelitian
tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A van Rheede tot
9
Draakestein (1637-1691) dalam bukunya,
“Horticus Indicus Malabaricus”.
Menurut catatan Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat yang berpusat di
Bogor dilaporkan, terdapat lebih dari 1000 jenis
tanaman obat yang tumbuh di Indonesia. Namun,
baru dimanfaatkan sekitar 50 jenis, itupun karena
digunakan oleh industri jamu, sedangkan
selebihnya tumbuh liar (Purwadaksi, 2007).
Tanaman berkhasiat obat adalah salah satu
diantara obat tradisional yang paling banyak
digunakan secara empirik oleh masyarakat dalam
rangka menanggulangi masalah-masalah
kesehatan yang dihadapinya, baik dengan
maksud pemeliharaan, pengobatan, maupun
pemulihan kesehatan lainnya (Kusuma dan
Dalimartha, 1994: 2).
Sulawesi Tenggara memiliki sejumlah
etnis lokal yang telah mendiami daerahnya
dalam jangka waktu yang lama. Etnis lokal yang
dominan di Sulawesi Tenggara adalah etnis
Tolaki, Muna dan Buton. Mayoritas etnis Tolaki
mendiami daerah Konawe dan Konawe Selatan,
etnis Buton mendiami pulau Buton dan
kepualauan Wakatobi, sedangkan etnis Muna
mendiami pulau Muna dan Buton Utara.
Masyarakat etnis lokal sebagai etnis yang
mendiami wilayah Sulawesi Tenggara memiliki
budaya spesifik termasuk dalam pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat. Oleh karena itu,
pengkajian terhadap pemanfaatan tumbuhan obat
pada etnis lokal Sulawesi Tenggara sangat
diperlukan sebagai bentuk pelestarian kearifan
budaya lokal dan sumber informasi awal dalam
pengembangan tumbuhan sebagai bahan obat-
obatan alternatif.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap utama,
yakni wawancara dengan informan untuk
mendapakan data awal mengenai jenis-jenis
tanaman berkhasiat obat dan cara
penggunaannya, pengumpulan sampel tanaman
obat di lapangan dan identifikasi sampel di
laboratorium. Inventarisasi diawali dengan
pengumpulan informasi dari masyarakat
mengenai jenis-jenis tanaman berkhasiat obat
pada tiga etnis dominan di Sulawesi Tenggara,
yakni Muna, Buton dan Tolaki. Informasi berupa
nama lokal, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan
dan cara pemanfaatan ditindak lanjuti dengan
pengambilan sampel tanaman untuk diidentifikasi.
Hasil identifikasi dilaporkan sebagai langkah awal
untuk penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi
senyawa berkhasiat obat pada jenis-jenis tanaman
tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan kepada informan (tabib) diperoleh
informasi bahwa penggunaan tanaman sebagai
ramuan obat tradisional telah dilakukan oleh
masyarakat Sulawesi Tenggara sejak dahulu kala
dan masih dipertahankan sampai saat ini. Hal ini
dilakukan oleh masyarakat karena persepsi
masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional
masih memenuhi fungsinya sebagai penyembuh,
nilai ekonomis yang lebih murah dan aman
terhadap efek samping. Hal ini sesuai dengan
pendapat Aziddin dan Syarifuddin (1990) yang
menyatakan bahwa masyarakat tradisional lebih
memilih penggunaan tanaman sebagai obat
tradisional karena telah diakui fungsinya secara
empirik sebagai sarana penyembuhan berbagai
penyakit yang dikenal secara khusus oleh
masyarakat. Hal ini didukung dengan kondisi
masyarakat lokal yang memiliki kepercayaan yang
kuat terhadap tradisi yang diwariskan oleh nenek
moyangnya. Fakta adanya pusat pelayanaan
kesehatan masyarakat yang mulai masuk sampai
di pelosok-pelosok sampai saat ini belum mampu
menggeser eksistensi penggunaan tanaman obat
dalam masyarakat karena masyarakat lebih
cenderung memilih bahan-bahan alami yang
dianggap lebih aman dan murah.
Sebagian besar tanaman yang digunakan
sebagai tanaman obat oleh masyarakat lokal
Sulawesi Tenggara merupakan tanaman liar yang
dijumpai pada hutan di sekitar perkampungan
warga seperti Spondias malayana, Plumeria
rubra, Alastonia scholaris, Alocasia macrorrizos,
Arenga pinnata, Elephantopus scaber, Synedrella
nodiflora, Wedelia trilobata, Eupatorium odorata,
Crassocephalum crepidiodes, Blumea
balsimifera, Blumea lacera, Ceiba petandra,
Heliotrophium indicum, Cassia alata,
Christensenia aesculifolia, Terminalia copeladii,
Trichosanthes tricuspidata, Henslowia frutescens,
10
Melanolepsis multiglandulosa, Hibiscus
tiliaceus, Arcangelisia flava, Ficus septica,
Averrhoa bilimbi, Abrus precatorius, Sesbania
grandiflora, Drynaria sparsisora, Ziziphus
mauritina, Schleichera oleosa, Santalum album,
Kleinhovia hospita, Clerodendron paniculatum,
Premna serratifolia, Vitex cofassus, Lee indica
dan Lee aquea. Beberapa jenis tanaman yang
digunakan sebagai bahan obat-obatan merupakan
tanaman pekarangan dan dibudidayakan oleh
masyarakat sebagai tanaman oabat keluarga
seperti Kaempferia galanga, Zingiber officinale,
Costus speciosus, Curcuma domestica, Lantana
camara, Tinospora crispa, Lawsonia inermis,
Ocimum tenuiflorum, Hyptis spicigera,
Philanthus urinata, Jatropa miltifida,
Pedilanthus tithymaloides, Euphorbia hirta,
Jatropa curcas, Phyllanthus niruri, Kalanchoe
pinnata, Ipomea quamoclit, Bidens pilosa dan
Acorus calamus. Selain itu, beberapa spesies
tumbuh liar di pekarangan dan ada pula yang
meruapakan tanaman budidaya seperti Ruellia
tuberosa, Centella asiatica, Amaranthus
spinosus, Anacardium occidentale, Annona
muricata, Areca catechu, Cocos nucifera,
Ageratum conyzoides, Tidax procumbens,
Crassocephalum crepidiodes, Ananas comosus,
Carica papaya, Ipomoea batatas, Cucurbita
moschata, Momordica charantia, Manihot
uttilissima, Euphorbia prunifolia, Moringa
oleifera, Musa paradisiaca, Lansium
domesticum, Psidium guajava, Peperomia
pelucida, Piper betle, Imperata cylindrica, Zea
mays, Morinda citrifolia, Physalis minima,
Nicotiana tabacum, Pilea microphylla, Hedyotis
corymbosa, Borreria latifolia dan Premna
serratifolia.
Tinjauan ilmiah terhadap jenis-jenis
tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat
oleh masyarakat tradisional memberikan
kebenaran ilmiah terhadap pengetahuan empirik
yang dimiliki oleh masyrakat tradisional. Jenis
tumbuhan tertentu dapat bermanfaat sebagai obat
tradisional mengandung senyawa bioaktif yang
mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme
seperti daar, tanin, minyak atsiri, flavanoid dan
alkaloid. Adanya senyawa bioaktif dalam
tanaman obat menyebabkan tanaman obat
bersifat konstruktif, yakni membangun dan
memperkuat organ-organ dan sistem dalam tubuh
sehingga tahan terhadap serangan penyakit dan
mampu menanggulangi penyakit yang sudah
menyerang. Beberapa jenis tumbuhan yang
termasuk dalam famili Euphobiaceae,
Zingiberacea, Asteraceae dan Moraceae memiliki
senyawa metabolit yang bersifat sebagai
antimikroba sehingga mampu membunuh bibit
penyakit pada luka ataupun yang masuk ke dalam
tubuh. Di sisi lain, kandungan senyawa bioaktif
yang dimiliki oleh tumbuhan dapat memacu
peningkatan sistem imun sehingga tubuh mampu
melawan bibit-bibit penyakit yang masuk ke
dalam tubuh dan mampu meregenerasi kembali
jaringan yang telah rusak.
Penggunaan tanaman obat pada
masyarakat lokal Sulawesi Tenggara tidak terbatas
pada penyakit yang disebabkan oleh organisme-
organisme parasit seperti jamur, Protozoa, bakteri,
virus ataupun cacing-cacingan, tetapi juga pada
jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh
kelainan metabolisme seperti panas dalam,
penyakit ginjal, sakit kepala, sariawan, demam
dan sebagainya. Sejumlah tanaman tertentu seperti
alang alang (Imperata cylindica), meniran
(Phyllantus niruri L.) dan Sambiloto
(Andrographis paniculata) merupakan jenis-jenis
tanaman yang sering digunakan untuk mengobati
penyakit tersebut. Menurut Kartasapoetra (2004),
rimpang alang-alang mengandung asam kersik,
damar dan logam alkali yang memiliki sifat sejuk
sehingga dapat digunakan sebagai obat diuretika
(peluruh kencing), menghentikan pendarahan dan
menghilangkan panas dalam. Tanaman Sambiloto
(Andrographis paniculata) memiliki kandungan
laktone, andrographolida, polymethoxyflavone,
panicolin, andrographin, keton kalium, asam
kersik, damar, kalmegin, hablur kuning. Tanaman
ini bersifat antibiotik, menurunkan panas dalam,
antiradang dan antidiare (Winarto, 2003).
Selanjutnya, Kartasapoetra (2004) menyatakan
bahwa meniran (Phyllanthus niruri) mengandung
minyak atsiri, timol, karvakol, zat penyamak dan
zat pahit . Selain itu, Dalimartha (2005)
menyatakan bahwa meniran mengandung filatin,
hipofilatin, kalium, damar dan tanin yang
berfungsi sebagai pembersih racun di hati,
antiradang, pereda demam, peluruh kencing,
peluruh haid dan penambah nafsu makan).
11
Masyarakat lokal Sulawesi Tenggara
dapat menggunakan tanaman sebagai obat
tradisional sebagai ramuan tunggal ataupun
dalam bentuk campuran dari berbagai jenis
tanaman. Penggunaan tanaman obat sebagai
ramuan tunggal terbatas pada pengobatan
penyakit ringan seperti Acorus calamus,
Phyllantus urinata, Hyptis spicigera, Ocimum
tenuiflorum, dan Pilea microphylla sebagai obat
cacingan; Amaranthus spinosus, Spondias
malayana, Alocasia macrorrhizos, Ageratum
conyzoides, Bidens pilosa, Casia alata,
Cucurbita moscahata, Euphorbia hirta, Allium
sativum dan Kleinhovia hospita sebagai obat
pada berbagai jenis penyakit kulit (bisul, cacar,
kurap, panu, dll). Pengobatan terhadap penyakit
berat seperti malaria, hipertensi, diabetes, liver
dan infeksi paru-paru pada umumnya
menggunakan campuran berbagai jenis tanaman.
Hal ini dimaksudkan untuk memberi efek saling
menguatkan. Selain itu, penggunakan organ dari
berbagai jenis tanaman dapat pula membawa
efek meniadakan toksin yang dihasilkan oleh
jenis tanaman tertentu.
Bagian tumbuhan yang sering digunakan
sebagai ramuan obat tradisional pada masyarakat
lokal Sulawesi Tenggara meliputi akar, batang,
daun, bunga dan buah. Bahkan tidak jarang
masyarakat langsung memanfaatkan bagian
tanaman secara utuh. Pada bagian tanaman ini
terdapat senyawa bioaktif seperti alkaloid, tanin,
minyak atsiri dan flavanoid yang dapat berfungsi
sebagai penyembuh penyakit ataupun berperan
secara tidak langsung dalam perbaikan jaringan.
Senyawa-senyawa tersebut dapat berada
bersama-sama dalam satu organ ataupun
terpisah-pisah pada berbagai organ. Oleh karena
itu, pada beberapa kasus tertentu masyarakat
menggunakan bagian tanaman secara
keseluruhan untuk mengoptimalkan khasiat yang
terkandung pada tanaman tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan informan diperoleh
informasi bahwa ketiga etnis lokal di Sulawesi
Tenggara memiliki kemiripan relatif dalam
penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional. Kemiripan yang tinggi dijumpai pada
etnis Buton dan Muna. Hal ini disebabkan secara
geografis kedua etnis ini lebih dekat
dibandingkan dengan etnis Tolaki yang mendiami
wilayah daratan Sulawesi. Selain itu, sebagian
etnis Muna mendiami wilayah daratan Buton,
begitupula etnis Buton ada pula yang mendiami
wilayah daratan Muna. Hal ini memungkinkan
pertukaran informasi dari kedua etnis tersebut
lebih mudah terjadi. Meskipun demikian, masih
dijumpai adanya perbedaan tradisi pengobatan
yang merupakan identitas dari tiap-tiap etnis.
Sebagai contoh etnis tolaki menggunakan pegagan
(Centella asiatica L.) sebagai obat wasir,
penambah stamina dan awet muda, sedangkan
etnis Muna menggunakan daun awar-awar (Ficus
septica L.) sebagai obat wasir dan etnis Buton
menggunakan akar alang-alang (Imperata
cylindrica L.) sebagai ramuan obat kuat. Contoh
lain adalah penggunaan kunyit (Curcuma
domestica) sebagai ramuan perawatan persalinan
bagi masyarakat Buton sedangkan bagi etnis
Muna Kunyit (Curcuma domestica) digunakan
sebagai perawatan wajah dan penyembuh untuk
penyakit trahom. Pada etnis Muna perawatan
persalinan menggunakan campuran dari pelepah
daun pisang (Musa paradisiaca), pinang (Areca
catechu L.), sembung (Blumea balsamifera)dan
bunga raja (Ipomoea quamoclit L.). Begitu pula
penggunaan sembung kuwuk (Blumea lacera Dc.)
sebagai obat haid tidak teratur, sawi langit
(Veronia cinerea L.) sebagai penawar bisa ular,
sangketan (Heliotrophium indicum L.) sebagai
obat infeksi paru-paru dan radang buah zakar pada
masyarakat etnis Tolaki yang tidak dijumpai pada
etnis Muna dan Buton ataupun penggunaan
Ipomoea quamoclit L. sebagai ramuan persalinan
dan penyakit dalam, Trichosanthes tricuspidata
sebagai obat penyakit kudis, Euphorbia prunifolia
Jack. sebagai obat sembelit akut, Hibiscus
tiliaceus sebagai obat sesak napas dan Sesbania
grandiflora Pers.sebagai obat infeksi saluran
pernapasan dan paru-paru pada masyarakat Muna
yang tidak dijumpai pada masyarakat Tolaki dan
Buton. Hal serupa dijumpai pada penggunaan
rimpang Christensenia aesculifolia sebagai
penguat akar rambut, akar alang-alang (Imperata
cylindrica L.) sebagai obat kuat, Eupatorium
odorata L. sebagai obat maag dan penghilang bau
badan pada etnis Buton yang tidak dijumpai pada
etnis Muna dan Tolaki. Hal ini merupakan
12
warisan budaya secara turun temurun dari tiap-
tiap etnis.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa Jenis-jenis tanaman berkhasiat obat yang
dimanfaatkan oleh etnis lokal Sulawesi Tenggara
yang berhasil teridentifkasi adalah 50 famili dan
102 jenis. Dalam penggunaan tanaman obat, ada
perbedaan kearifan lokal dalam pemanfaatan
tanaman sebagai bahan pengobatan antara etnis
Muna-Buton dengan etnis Tolaki, sebaliknya
terdapat kemiripan yang tinggi antara etnis
Buton dengan Muna.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A., 1995. Eksplorasi Tumbuhan
Hutan Tropis Indonesia : Beberapa
Data Mikromolekuler Tumbuhan
Laurenceae Sebagai Komplemen
Botani. Prosiding Seminar dan
Lokakarya Nasional Etnobotani.
Jakarta.
Aziddin., Y., Syarifuddin, R., 1990. Pengobatan
Tradisional Daerah Kalimantan timur.
Depdikbud. Jakarta.
Dalimartha, S., 1999. Atlas Tanaman Obat
Indonesia jilid I. Pustaka Pembangunan
swadaya Nusantara. Jakarta
Dalimartha, S., 2005. Resep Tumbuhan Obat
untuk Asam Urat. Penebar swadaya.
Jakarta.
Jarvis, P.C, 1991. Pengobatan Tradisional dengan
Madu dan Apel. Pionir Jaya. Bandung.
Kusuma dan Dalimartha, 1994. Ramuan
Tradisional untuk Pengobatan Darah
Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lubis, S. 1983. Mengenal Apotik Hidup Obat Asli
Indonesia. Bahagia. Pekalongan.
Mursito, B., 2003. Ramuan tradisional untuk
Kesehatan Anak. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Purwodaksi, R., 2007. Memanfaatkan Pekarangan
Untuk tanaman Obat Keluarga.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Sastramidjojo, S., 2001. Obat Asli Indonesia.
Dian Rakyat, Jakarta
Siswanto, 1997. Penanganan Hasil Panen
Tanaman Obat Tradisional. Trubus
Agrawidya. Jakarta.
Widiyastuti, S., 2004. Penanganan Hasil Panen
Tanaman Obat Komersial. Trubus
Agrawidya. Jakarta.
Winarto, W.P., 2003. Tanaman Obat untuk
Mencegah SARS. Penebar Sawadaya.
Jakarta.
13
STUDI KARAKTERISTIK ADSORPSI ION LOGAM Pb(II) MENGGUNAKAN ARANG
AKTIF TEMPURUNG KEMIRI
Oleh:
Ratna1, Muh. Zakir Muzakkar
2
Abstrak. Telah dilakukan penelitian Adsorpsi ion logam Pb(II) menggunakan arang aktif tempurung
kemiri. Tujuan penelitian adalah menentukan waktu kontak optimum, kapasitas adsorpsi, dan energi
adsorpsi arang aktif tempurung kemiri terhadap ion logam Pb(II), serta menentukan jenis kinetika
adsorpsi yang terjadi. Penelitian ini meliputi pembuatan arang aktif dengan tiga tahap yaitu dehidrasi,
karbonasi dan aktivasi dengan aktivator ZnCl2, penentuan waktu kontak optimum dengan cara
mengontakkan arang aktif dengan larutan ion logam Pb(II) 100 mg/L dengan variasi waktu 30, 60, 90
dan 120 menit, serta penentuan jenis dan kapasitas adsorpsi dengan cara mengontakkan arang aktif
dengan larutan ion logam Pb(II) dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 mg/L. Konsentrasi ion
logam Pb(II) ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum yang diperlukan oleh arang aktif tempurung
kemiri untuk mengadsorpsi ion logam Pb(II) adalah 90 menit. Jenis adsorpsi yang terjadi antara arang
aktif tempurung kemiri terhadap ion logam Pb(II) cenderung mengikuti jenis adsorpsi isotermal
Langmuir. Energi untuk adsorpsi dengan arang aktif tempurung kemiri adalah sebesar 8687,749 J/mol
dan kapasitas adsorpsi arang aktif tempurung kemiri adalah 116,28 mg/g.
Kata Kunci : Adsorpsi, ion logam Pb(II), tempurung kemiri, energi adsorpsi, kapasitas adsorpsi.
1 Dosen Pend. Kimia FKIP UHO 2 Dosen Jurusan Kimia FMIPA UHO
PENDAHULUAN
Kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mendorong
berkem-bangnya kegiatan industri. Perkembangan
sektor industri yang sangat pesat di berbagai
bidang di satu sisi memberikan manfaat besar
bagi manusia, yaitu: memberikan kemu-dahan
dalam beraktivitas, dalam pemenuhan kebutuhan
hidup, dan juga dapat memberikan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat. Namun, di sisi lain
membawa dampak negatif bagi kehidupan
manusia. Hal ini terkait dengan sistem
pengolahan limbah industri yang kurang baik
yang mengakibatkan lingkungan menjadi
tercemar sehingga menimbulkan gangguan
kesehatan pada manusia.
Limbah sebagai hasil samping industri
sangat berpotensi mencemari lingkungan, yang
dapat membawa dampak negatif bagi manusia,
hewan dan tumbuhan. Limbah tersebut dapat
berasal dari bahan-bahan organik, anorganik dan
logam berat. Logam timbal merupakan salah satu
contoh logam berat yang berbahaya dan bersifat
toksis terhadap tubuh. Gejala yang diakibatkan
dari keracunan logam timbal adalah kurangnya
nafsu makan, kejang, muntah, dan pusing-pusing.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
pemisahan limbah industri dari zat pencemar
logam berat sangat penting dilakukan. Beberapa
metode seperti penukar ion dan pengendapan
secara elektrolisis telah dilakukan untuk
menyerap bahan pencemar beracun, tetapi metode
ini membutuhkan biaya yang tinggi.
Salah satu metode alternatif yang dapat
digunakan adalah metode adsorpsi. Beberapa
jenis adsorben yang sering digunakan adalah:
lempung, zeolit, mikroorganisme saccharomyces
cerevisiae dan arang aktif. Proses adsorpsi oleh
arang aktif dapat berlangsung karena adanya
sejumlah situs aktif pada permukaan arang.
Arang aktif yang sering digunakan dapat berasal
dari arang aktif ampas sagu, tempurung kelapa,
tempurung kemiri, kulit biji mete. Hal ini
disebabkan karena ampas sagu, tempurung
kelapa, tempurung kemiri, dan kulit biji jambu
14
mete memiliki kandungan lignin dan selulosa
yang tinggi, sehingga kadar karbonnya tinggi
pula. Selain arang aktif digunakan sebagai
adsoben, juga digunakan berbagai keperluan
diantaranya untuk bahan bakar briket dan sebagai
filter. Berdasarkan uraian di atas, maka pada
penelitian ini merupakan penelitian aplikasi
adsorpsi ion logam Pb(II) dengan menggunakan
arang aktif tempurung kemiri.
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Arang Aktif Tempurung
Kemiri
Pembuatan arang tempurung kemiri
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1) dehidrasi,
merupakan proses penjemuran tempurung kemiri
di bawah sinar matahari. 2) karbonasi, pada
proses ini tempurung kemiri yang telah
didehidrasi ditempatkan dalam drum tertutup
berbentuk standar yang telah diberi lubang di
atasnya untuk mengontrol asap yang dihasilkan.
Selanjutnya drum karbonasi diletakkan di atas
tungku pemanas yang terbuat dari tanah liat
dengan bahan bakar bongkahan kayu/arang yang
biasa diperoleh di pasaran. Karbonasi ini
dilakukan dengan pembakaran selama ± 3-5 jam
sampai diperoleh arang tempurung kemiri
(pembakaran dihentikan saat asap putih telah
habis). Arang tempurung kemiri yang dihasilkan
digerus dan diayak dengan ayakan 50 dan 100
mesh, sehingga diperoleh arang dengan diameter
antara 50–100 mesh. 3) aktivasi, proses ini
dilakukan melalui perendaman arang kemiri
dengan aktivator ZnCl2. Masing-masing arang
kemiri direndam dalam aktivator dengan
konsentrasi 2 M selama 6 jam. Arang yang telah
direndam, selanjutnya dididihkan selama 90
menit, lalu disaring. Residu kemudian diaktivasi
dengan pemanasan dalam tanur listrik, arang
kemiri dipanaskan pada suhu 1000C selama 60
menit [14]. Selanjutnya dicuci dengan 25 mL
larutan HCl 10% sebanyak 3 kali, kemudian
dicuci kembali dengan 25 mL HCl panas untuk
melarutkan sisa-sisa bahan pengaktif yang tidak
larut dalam HCl dingin. Selanjutnya dicuci
kembali dengan akuades berulang kali sampai
filtratnya memiliki pH 6 atau mendekati pH
netral. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada
suhu 115C selama 1 jam, lalu disimpan dalam
desikator. Bubuk arang kemiri ini siap untuk
dianalisis sesuai dengan keperluan.
2. Analisis Arang Aktif Tempurung Kemiri
Pembuatan larutan induk ion logam Pb(II)
Larutan induk ion logam Pb(II) 500 mg/L
dibuat dengan melarutkan 0,799 g Pb(NO3)2
dalam gelas kimia dengan akuades, lalu dituang
ke dalam labu takar 1000 mL. Selanjutnya ke
dalam larutan ditambahkan 15 mL HNO3 pekat,
dikocok hingga bening, kemudian ditambahkan
akuades hingga tanda tera.
Pembuatan larutan standar ion logam Pb(II)
Larutan standar dibuat dari larutan induk
ion logam Pb(II) 500 mg/L, dengan variasi
konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20 mg/L.
Pembuatan kurva standar
Larutan standar yang dibuat pada point
diukur absorbansnya dengan spektrofotometer
serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.
Selanjutnya data absorbansi yang diperoleh
diplotkan dengan konsentrasi larutan standar
dalam suatu kurva standar.
3. Penentuan waktu kontak optimum
Arang aktif tempurung kemiri sebanyak
0,1 g dimasukkan ke dalam 4 buah labu
erlenmeyer, kemudian dikontakkan dengan 50
mL larutan ion logam Pb(II) 100 mg/L dengan
variasi waktu 0, 30, 60, 90, dan 120 menit,
dimana larutan dikocok dengan shaker sesuai
dengan waktu kontak tersebut. Setelah itu, setiap
larutan disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm
selama 5 menit, disaring lalu diencerkan.
Selanjutnya konsentrasi ion logam Pb(II) sisa
ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 217 nm.
4. Penentuan jenis dan kapasitas adsorpsi
arang aktif terhadap ion logam Pb(II)
Sebanyak 0,1 g arang aktif tempurung
kemiri dimasukkan ke dalam 5 buah labu
erlenmeyer, kemudian dikontakkan dengan 50
mL larutan ion logam Pb(II) dengan variasi
konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 mg/L, dimana
tiap larutan dikocok dengan shaker selama 90
15
menit. Setelah itu, setiap larutan disentrifus
dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit lalu
disaring. Selanjutnya konsentrasi ion logam
Pb(II) sisa ditentukan dengan spektrofotometer
serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.
5. Uji reversibilitas dengan metode desorpsi
Arang aktif yang telah dipakai untuk
penentuan jenis dan kapasitas adsorpsi arang aktif
tempurung kemiri, masing-masing disaring
dengan kertas saring whatman lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 115oC. Selanjutnya residu
yang telah kering dimasukkan ke dalam gelas
kimia yang berbeda, lalu ditambahkan 50 mL
akuades, kemudian dishaker selama 90 menit,
disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 5
menit lalu disaring. Selanjutnya konsentrasi ion
logam Pb(II) yang terdesorpsi ditentukan dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 217 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pembuatan arang aktif tempurung kemiri
Proses pembuatan arang aktif tempurung
kemiri dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a)
Dehidrasi, proses dehidrasi merupakan proses
penghilangan air (H2O) yang terkandung dalam
tempurung kemiri. Proses ini dilakukan dengan
bantuan sinar matahari, dimana tempurung kemiri
dijemur kurang lebih selama 2 minggu (sampai
kering). b) Karbonasi, proses
karbonasi/pengarangan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode
konvensional. Tempurung kemiri yang telah
kering ditempatkan pada wadah tertutup (kaleng),
yang di setiap sisinya diberi beberapa lubang
udara. Reaksi karbonasi secara umum sebagai
berikut:
(C6H12O6)n panas
Arang (karbonasi) + nCO
+ nH2O + Pengotor
Dari penelitian ini, karbonasi tempurung
kemiri menghasilkan arang sebanyak 450 g
(rendemen = 45%) dari 1 kg tempurung kemiri. c)
Aktivasi, arang tempurung kemiri yang telah
diperoleh dari proses karbonasi, kemudian
diaktivasi menggunakan aktivator ZnCl2,
kemudian dipanaskan pada suhu 1000C selama 1
jam (Suryani, 2007). Maksud pemanasan ini
adalah supaya ZnCl2 dalam bentuk oksidanya
(ZnO) dapat masuk di antara gugus-gugus arang,
yang akan melapisi permukaan arang dan
memperluas permukaan arang tersebut. Pada
proses ini, seng klorida (ZnCl2) sebagai aktivator
akan bereaksi dengan karbon monoksida (CO)
yang dihasilkan dari pembakaran pada proses
karbonasi. Reaksinya sebagai berikut:
(C6H12O6)n panas
Arang + nCO
+ nH2O + Pengotor
Arang + nCO + ZnCl2 → ZnO +
Arang aktif + Cl2↑
2. Pengaruh Waktu Kontak Larutan Ion
Logam Pb(II) terhadap Adsorpsi Arang
Aktif Tempurung Kemiri
Hubungan antara waktu kontak terhadap
daya adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif
tempurung kemiri dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 1. Kurva pengaruh waktu kontak terhadap
adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif
tempurung kemiri
Gambar 2. Kurva pengaruh konsentrasi ion logam
Pb(II) terhadap daya adsorp-si arang aktif
tempurung kemiri
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu Kontak (menit)
Daya A
dso
rpsi
(mg
Pb
(II)
/ g
Ara
ng
Akti
f)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi Pb(II) (mg/L)
Da
ya
Ad
so
rps
i (m
g P
b(I
I)/g
Ara
ng
ak
tif)
16
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa daya
adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif
tempurung kemiri mengalami kenaikan seiring
dengan semakin lamanya waktu kontak, yang
menunjukkan semakin banyak ion logam Pb(II)
yang teradsorpsi oleh arang. Akan tetapi setelah
waktu kontak 90 menit, nampak daya adsorpsi
tidak mengalami kenaikan tetapi mengalami
penurunan, yang menunjukkan bahwa arang aktif
sudah mulai jenuh, sehingga ion logam Pb(II)
yang teradsorpsi sudah mulai terlepas kembali.
Berdasarkan penelitian sebelumnya,
diketahui bahwa luas permukaan arang aktif
melalui aktivasi kimia untuk arang aktif
tempurung kemiri adalah 985,3711 m2/g dan
waktu kontak optimum yang diperoleh untuk
arang aktif tempurung kemiri adalah sama yaitu
90 menit. Pada waktu kontak 120 menit
penurunan daya adsorpsi hampir konstan
sehingga dengan penambahan waktu
kontak/interaksi setelah 90 menit tidak efektif.
3. Penentuan Jenis dan Kapasitas Adsorpsi
Ion Logam Pb(II) oleh Arang Aktif Tempu-
rung Kemiri
Kapasitas adsorpsi ion logam Pb(II) oleh
arang aktif tempurung kemiri ditentukan dengan
menghitung daya adsorpsi kedua arang aktif
tersebut berdasarkan banyaknya ion logam Pb(II)
yang teradsorpsi pada tiap gram arang aktif. Data
persentase ion logam Pb(II) yang teradsorpsi oleh
arang aktif dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar konsentrasi ion logam Pb(II), maka
jumlah ion logam Pb(II) yang teradsorpsi semakin
besar pula sehingga daya adsorpsinya meningkat.
Pada Gambar 2 menunjukkan pula bahwa
apabila arang aktif tempurung kemiri dengan
jumlah massa yang sama dikontakkan dengan
larutan ion logam Pb(II) dengan konsentrasi yang
semakin besar, akan menghasilkan daya adsorpsi
yang semakin besar dan meningkat secara linear
sampai konsentrasi 100 ppm.
Penentuan jenis adsorpsi isotermal arang
aktif tempurung kemiri dilakukan dengan
menggunakan dua jenis persamaan isotermal
yang umum digunakan untuk adsorpsi padat-cair
yaitu persamaan isotermal Langmuir dan
persamaan isotermal Freundlich. dimana hasil
adsorpsi diplotkan pada suatu kurva linearitas.
Persamaan Isotermal Freundlich:
eFe Cn
Kq log1
loglog
Persamaan Isotermal Langmuir:
memLe qCqKq
1111
Dimana:
Co = Konsentrasi [Pb(II)]awal,
Ce =Konsentrasi [Pb(II)]sisa
[Pb(II)]sisa = [Pb(II)]awal–[Pb(II)]teradsorpsi,
qe = Daya adsorpsi hasil dari {berat Pb(II)teradsorpsi
(mg)/berat arang aktif (g)},
Berat Pb(II)teradsorpsi diperoleh dari {CawalCsisa}
(mg/L) x Volume sampel (L)
Dari data yang diperoleh dibuat kurva
untuk Freundlich antara log qe dan log Ce dan
untuk langmuir antara 1/qe dan 1/Ce, seperti
diperoleh Gambar 3 dan 4. Kedua gambar
tersebut menunjukkan bahwa baik linearitas (R2)
isotermal Langmuir maupun linearitas isotermal
Freundlich mendekati nilai satu (R2
IL = 0,9996
dan R2IF = 0,997). Dengan demikian proses
adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang aktif
tempurung kemiri mengikuti kedua model
isotermal adsorpsi pada kondisi penelitian ini.
Gambar 3. Kurva Isotermal Freundlich untuk
Arang Aktif Tempurung kemiri
y = 0.8874x + 0.8716
R2 = 0.9971
0
0.5
1
1.5
2
-0.5 0 0.5 1 1.5
log Ce
log
qe
17
Gambar 4. Kurva Isotermal Langmuir untuk
Arang Aktif Tempurung kemiri
Energi adsorpsi dapat ditentukan dengan
memasukkan harga K yang diperoleh dari
persamaan isotermal Langmuir maupun isotermal
Freundlich ke dalam persamaan ∆E = -RT lnK.
Dari Gambar 3 dan 4 di atas dipeoleh nilai KF =
7,44 L/mg dan KL = 0,03 L/mg. Dengan demikian
diperoleh energi adsorpsi arang aktif tempurung
kemiri adalah EF = 4972,167 J/mol dan EL =
8687,749 J/mol. Besar energi adsorpsi ini erat
kaitannya dengan kekuatan ikatan dan
reversibilitas (desorpsi) yang terjadi pada
peristiwa adsorpsi ion logam Pb(II) oleh arang
aktif tempurung kemiri.
Tabel 1. Perbandingan Adsorpsi-Desorpsi untuk Arang Aktif Tempurung Kemiri
ADSORPSI DESORPSI
[Pb(II)]awal
(mg/L)
Adsorpsi
(mg/L)
Persentase
Adsorpsi
(%)
[Pb(II)]awal
(mg/L)
Desorpsi
(mg/L)
Persentase
Desorpsi
(%)
5
10
25
50
100
4,42
8,81
21,85
43,31
83,39
88,40
88,10
87,42
86,61
83,39
4,42
8,81
21,85
43,31
83,39
1,42
2,23
2,33
2,76
3,14
32,12
25,31
10,66
6,37
3,77
Berdasarkan data pada Tabel tersebut
diatas, konsentrasi ion logam Pb(II) yang
terdesorpsi atau terlepas kembali dari arang aktif
sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan
antara arang aktif tempurung kemiri dengan ion
logam Pb(II) adalah ikatan yang cukup kuat. Dari
data tersebut, juga menunjukkan adanya
kecenderungan makin besar konsentrasi awal ion
Pb(II), maka makin kecil persentase (%)
desorpsinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu waktu
kontak optimum arang aktif tempurung kemiri
untuk mengadsorpsi ion logam Pb(II) adalah 90
menit. Adsorpsi yang terjadi antara arang aktif
tempurung kemiri terhadap ion logam Pb(II)
cenderung mengikuti model isotermal Langmuir
dengan kapasitas adsorpsi (qm) yang diperoleh
untuk arang aktif tempurung kemiri adalah 116,28
mg/g. Energi adsorpsi untuk arang aktif
tempurung kemiri adalah sebesar 8687,749 J/mol.
DAFTAR PUSTAKA
Palar, H., 1995, Pencemaran dan Toksikologi
Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta.
Syarif, H., Pranoto dan Masykur, A., 2002,
Alternatif Pemanfaatan Karbon Aktif
Bagase untuk Menurunkan Kadar Ion
Pb2+
dan Zat Warna Tekstil. J. Kimia
Lingkungan. Vol. 4 (1): 45–54.
Bandung.
Onrizal, 2005, Restorasi Lahan terkontaminasi
Logam Berat, Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, dalam www.usu-library.co.id,
diakses 20 Maret 2007.
y = 0.2579x + 0.0086
R2 = 0.9996
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0 0.5 1 1.5 2
1/Ce
1/q
e
18
Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai
Penyerap Logam Berat (Timbal,
Kadmium dan Tembaga) di Perairan,
http//rudyct.topcities.com/pps702_7103
4/marganof.htm_9 1k. Diakses: 20
Januari 2006.
Nemes, Z, dan Konya, J., 2005, Kinetics of
Strontium Ion Adsorption On Natural
Clay Sample, J. Radioanalycal and
NuclearChemistry, 266 (2) : 289 – 293.
Widayat, Suherman dan Haryani, K., 2006,
Optimasi Proses Adsorpsi Minyak
goreng Bekas dengan Adsorbent Zeolit
Alam, J. Teknik Gelagar, 17 : 77 – 82.
Wahyuni, 2006, Pemanfaatan Saccharomyces
Cerevisiae Sebagai Adsorben ion
Pb(II) Air Laut Sekitar Pelabuhan
Nusantara Kendari. Skripsi, Jurusan
Kimia, FMIPA UNHALU, Kendari.
Alimin, 2007. Pembuatan Dan Karakterisasi
Arang Aktif Dari Ampas Sagu
Menggunakan Aktivator MgCl2.
Paradigma: Majalah Ilmiah Sains dan
Matematika, 11(1), FMIPA Unhalu,
Kendari.
Muzakkar, M. Z. 2001. Studi Absorpsi Arang
Aktif Tempurung Kelapa yang
Diaktivasi dengan ZnCl2. Paradigma:
Majalah Sains dan Matematika, 5(2),
FMIPA Unhalu, Kendari.
Jayadin, 2006, Pembuatan dan Karakterisasi
Arang Aktif dari Tempurung Kemiri
(Aleurites moluccana willd), Skripsi,
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas
Haluoleo, Kendari.
Anas, M., Ratna, 2008. Studi Kualitas Arang
Aktif Kulit Biji Mete yang Dibuat
dengan Metode Fisik, Paradigma:
Majalah Ilmiah Sains dan Matematika,
12(2), FMIPA Unhalu, Kendari.
Suryani, 2006, Karakterisasi dan Penentuan
Kondisi Optimum Aktivasi Arang
Tempurung Kemiri Dengan Aktivator
ZnCl2, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Haluoeo, Kendari.
Fathnur, 2006, Karakterisasi dan Penentuan
Kondisi Optimum Aktivasi Arang Kulit
Biji Mete dengan Aktivator ZnCl2,
Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Haluoeo, Kendari.
19
PENERAPAN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESESSMENT)
DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SD NEGERI KOTA KENDARI
Oleh:
Dorce B. Pabunga1
Abstrak. Penilaian kinerja (performance assessment) dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam merancang dan membuat karya benda. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan tiga siklus, dengan tahapan; perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi
dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah guru kelas V SD dan siswa kelas V SD Negeri 3 Baruga
kota Kendari. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil yang
dicapai dalam penelitian ini difokuskan pada penilaian kinerja dan tugas membuat karya benda
melalui pembelajaran materi pokok energy angin (udara), keterlibatan siswa sangat aktif, kreatif
dan sangat serius. Guru mengatakan sangat puas menyaksikan siswanya mulai dari merancang,
melakukan proses sampai pada pemanjangan hasil karya. Kemampuan imajinasi dan daya cipta
siswa berkembang sangat baik yang terlihat pada hasil karyanya. Ciri-ciri penilaian kinerja yang
tepat untuk siswa SD meliputi tugas yang bersifat nyata, menarik, dekat dengan kehidupan siswa,
bersifat spesifik, mudah dikerjakan siswa dan biayanya relatif murah.
Kata kunci: penilaian kinerja dalam pembelajaran IPA SD, kemampuan merancang dan
kemampuan membuat hasil karya
1 Dosen PGSD FKIP UHO
PENDAHULUAN
Salah asatu masalah yang dihadapi sistem
pendidikan dewasa ini adalah masalah mutu.
Tinggi rendahnya mutu pendidikan umumnya
dikaitkan dengan mutu lulusan. Indikator utama
yang digunakan untuk menilai kualitas suatu
lembaga pendidikan salah satunya adalah hasil
belajar siswa yaitu EBTANAS (NEM). Dampak
dari pandangan bahwa indikator keberahilan
siswa seperti yang tertera pada hasil belajar atau
NEM mendorong guru berlomba-lomba
menyampaikan materi sebanyak-banyaknya untuk
mempersiapkan siswa mengikuti EBTANAS.
Akibatnya siswa dipaksa melahap semua
informasi yang disampaikan guru dan hanya
sedikit peluang untuk mengembangakan
pengetahuannya melalui keterampilan proses.
Dalam kurikulum berbasis kompetensi,
khususnya dalam pembelajaran sains
keterampialn proses dimunculkan sebagai salah
satu materi yang harus diukur dan berada dalam
lingkup pembelajaran “bekerja ilmiah” dan
keterampilan proses sains sebagai materi pokok
yang memperjelas perlunya keterampilan proses
sains dikembangkan dan diukur keberhasilannya
Kenyataan di lapangan bahwa walaupun
sudah sebagian besar guru IPA telah
melaksanakan proses pembelajaran dengan
mengembangkan keterampilan proses, tetapi
masih sangat kurang yang melakukan penilaian
terhadap kinerja siswa. Melalui wawancara
terhadap guru SD Negeri 3 Kendari mengatakan
bahwa penilaian yang dilakukan lebih banyak
menekankan pada aspek kognitif melalui tes
sebagai alat ukur karena tes hasil belajar
(EBTANAS) hanya menekankan pada konsep
dan sangat kurang memunculkan aspek sikap dan
keterampilan. Hal inilah merupakan salah satu
penyebab guru jarang melakuakan penilaian
knerja siswa. Dalam kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) keterampilan proses Sains
dimunculkan sebagai materi yang harus dinilai
dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekeja
ilmiah” (Kurikulum SD, 2006). Keterampilan
proses sains dalam bekerja ilmiah sebagai materi
pokok memperjelas pentingnya keterampilan
proses sains dikembangkan dan diukur
keberhasilannya. Seperti yang dikemukakan oleh
Nuryani (2011:51) bahwa pengukuran
keberhasilan siswa di kelas dapat dilakukan oleh
guru baik secara tertulis maupun melalui kinerja.
20
Selanjutnya Nuryani mengatakan bahwa kajian
mendalam tentang asesmen sangat tepat untuk
aspek-aspek keterampilan dalam bekerja ilmiah
yang diujikan dengan prosedur atau teknik kinerja
yang disebut: performent assessment.
Selanjutnya Stiggins (dalam Sri Estu 2000: 3)
menegaskan bahwa penilaian kinerja merupakan
salah satu bentuk penilain yang dapat digunakan
untuk menilai kinerja dan hasil karya siswa.
Melalui penilaian kinerja siswa dapat
mengumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa
secara aktual yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pembelajaran untuk
memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.
Selain itu penilaian kinerja dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa untuk terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran agar penguasaan
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
terbentuk pada diri siswa secara seimbang maka
alat ukur hasil belajar siswa tidak cukup jika
hanya berupa tes, tetapi juga perlu melalui tes
kinerja.
Penilaian merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan oleh guru setelah berlangsung
proses pembelajaran untuk mengetahui sejauh
mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
Menurut Nana Sudjana (1989), penilaian
adalah proses untuk penentukan nilai dari suatu
obyek atau peristiwa dalam konteks situasi
tertentu, di mana proses penentuan nilai
berlangsung dalam bentuk interpretasi yang
kemudian diahkiri dengan suatu “ judgment”.
Dalam pedoman penilaian (Depdiknas, 2004)
ditegaskan bahwa tujuan dan fungsi penilaian
untuk memberikan umpan balik baik bagi siswa,
guru, maupun lembaga pendidikan yang
berkepentingan serta untuk menentukan nilai
hasil belajar siswa.
Fungsi penilaian bagi siswa untuk
memberikan motivasi agar lebih giat belajar, juga
sebagai informasi tentang sejauhmana tingkat
penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan
guru juga penentuan status siswa.
Fungsi penilaian bagi guru untuk memberikan
pertanggungjawaban secara obyektif kepada
atasan, dan sebagai dasaruntuk mengintrospeksi
diri terhadap proses pembelajaran yang telah
berlangsung dan sebagai dasar pengambilan
keputusan dalam melakukan tindakan yang
berkaitan dengan proses pembelajaran secara
keseluruhan.
Fungsi penilaian bagi lembaga pendidikan;
merupakan masukan yang dapat digunakan
sebagai bahan kajian untuk membantu guru dalam
meningkatkan kemampuan profesionalnya
khususnya di bidang penilaian.
IPA menanamkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai
ilmiah pada siswa serta mencintai dan
menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
(Depdiknas, 2004). Pernyataan ini mencerminkan
bahwa IPA memiliki dua dimensi yaitu proses
dan produk. Sasaran dari segi proses adalah
kemampuan yang dapat dialihgunakan (bernalar,
keterampilan proses, dan penerapan konsep
dalam kehidupan sehari-hari), sikap ilmiah dan
kemampuan dasar teknologi. Kemampuan dasar
teknologi diantaranya adalah merancang dan
membuat suatu karya, mangujicoba dan
memodifikasi karyanya berdasarkan hasil uji
coba.
Target pembelajaran IPA yang ditetapkan
seperti yang diuraikan di atas mempunyai
kontribusi terhadap pembelajaran siswa untuk
melatih kemampuan dan keterampilan melalui
pengalaman langsung. Cara ini selain
mengembangkan aspek kognisi juga
meningkatkan keterampilan proses, sikap ilmiah,
kreativitas, dan kemampuan aplikasi konsep.
Penilaian kinerja menuntut kompetensi dan
kreativitas yang lebih luas serta inisiatif dari diri
siswa. Karena itu diharapkan guru mampu
merencanakan sekaligus melaksanakan proses
penilaian terhadap kinerja siswa.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang bentuk penerapan penilaian
kinerja pada pembelajaran IPA di SD dalam
merancang, membuat serta memperindah hasil
karya berdasarkan konsep energy.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan 2 siklus.
Tahapan setiap siklus adalah: perencanaa,
tindakan, observasi dan evaluasi, refleksi.
21
Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek dalam penelitian ini
adalah guru yang mengajarkan IPA kelas IV dan
seluruh siwa SDN 3 Baruga pada semester genap
2009/2010.
Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
diperoleh melalui : wawancara, observasi, dengan
menggunakan instrument.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Proses Penilaian yang Dilakukan Guru
Sebelum Penerapan Penilaia Kinerja
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi secara ringkas kegiatan yang dilakukan
guru sebelum tindakan, dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 1. Tanggapan Siswa Terhadap Pelaksanaan Penilaian Sebelum Penerapan Penilaian Kinerja.
No Aspek yang
Ditanyakan
Kategori jawaban %
1 Persiapan sebelum
mengikuti tes
1. Belajar dengan menghafal supaya
nilainya bagus.
2. Belajar dengan tanya jawab supaya
bisa mengerjakan soal
90
10
2 Perasaan saat akan
mengikuti tes
1. Tegang, takut, kawatir tidak hafal
2. Tenang karena sudah belajar
80
20
3 Jika nilai rapornya
hanya ditentukan
oleh hasil tes?
1. Tidak setuju, sebab merugikan
karena kegiatan sehari-hari tidak
dinilai
2. Setuju, terserah guru
90
10
4 Untuk PR dinilai
atau dibahas
1. Dinilai dan dibahas supaya
menambah nilai rapor dan
mengetahui jawabannya
2. Dibahas agar mengetahui langsung
jawabannya
85
15
Tabel di atas menunjukkan bahwa
penilaian yang dilakukan dengan tes mendorong
sebagian besar (90%) siswa belajar dengan cara
menghafal materi. Jika tes yang dibuat guru
hanya pada kategori ingatan (C1) atau ranah
kognitif hanya menuntut kemampuan siswa untuk
mengingat (Bloom dalam Nana Sudjana 1995:
22). Sedangkan untuk jenis tes pada jenjang yang
lebih tinggi siswa belum siap sehingga siswa
merasa tegang dan takut. Selanjutnya siswa
mengatakan bahwa tidak setuju jika nilai
rapornya hanya ditentukan oleh hasil tes, karena
itu sangat merugikan sebab ada serangkaian
proses yang berkaitan dengan pembelajaran
teramsuk pekerjaan di luar kelas (PR)
Berdasarkan analisis data di atas dapat
disimpulkan bahwa proses penilaian yang
diterapkan mempengaruhi cara belajar siswa.
Penilaian yang hanya dengan tes kurang
mendorong siswa untuk berproses dan berpikir
kritis.
2. Pelaksanaan Penilaian Kinerja Siswa
Penilaian kinerja siswa dilakukan terhadap
proses maupun produk atau hasil. Dari segi
proses, penialian ditekankan pada aspek: 1)
kinerja siswa dalam merancang, membuat dan
memperindah serta menerbangkan pesawat dari
kertas; 2) kinerja siswa dalam merancang,
membuat dan melayangkan parasut. Dari segi
produk, penilaian difokuskan pada hasil karya
22
siswa, yaitu berupa pesawat dari kertas dan
parasut dari kantong plastik.
Penilaian secara keseluruhan ditujukan
pada kinerja siswa secara kelompok. Sebagai
acuan siswa dalam mengerjakan tugas, guru
membagikan criteria penilaian yang telah
ditetapkan disertai dengan penjelasannya.
Tugas pertama; setiap kelompok merencanakan
proses pembuatan pesawat dari kertas yang
dulakukan melalui diskusi. Masing-masing
kelompok merinci alat dan bahan yang diperlukan
dalam pembuatan pesawat termasuk pembagian
tugas antar anggotanya. Selama siswa bekerja
dalam kelompok semua siswa nampak
termotivasi untuk mencapai hasil yang terbaik.
Kegiatan ini diakhiri dengan pengumpulan hasil
diskusi kelompok berupa perencanaan secara
tertulis tentang pembuatan pesawat dari kertas.
Tugas kedua; guru memberi pekerjaan rumah
pada masing-masing kelompok untuk membuat
sketsa tahap-tahap pembuatan pesawat. Tugas ini
bertujuan agar siswa lebih mengembangkan
proses berpikirnya dalam merancang langkah-
langkah pembuatan pesawat.
Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Penelitian ini dilakukan pada penilaian
kinerja siswa pada materi energi angin
(udara) di kelas V SDN 3 Baruga kota Kendari
Pada tindakan I, penilaian difokuskan pada
kemampuan siswa dalam merancang, membuat
dan memperindah serta cara penerbangkan
pesawat dari kertas. Pada tindakan II, penilaian
difokuskan pada kemampuan siswa dalam
merancang, membuat dan memperindah serta
cara penerbangkan parasut dari plastik. Hasil
penilaian kinerja siswa siklus I dan siklus II
secara lengkap ditulis pada tabel berikut.
Tabel 2. Rata-Rata Hasil Penilaian Kinerja Siswa pada
Siklus I dan II
No Kemampuan Siklus I Siklus
II
1 Membuat 7,2 9,1
2 Memperindah 7,4 8,6
3 Memperagakan 7,5 8,8
Penilaian pada siklus I dimaksudkan untuk
mengembangkan aspek-aspek: (1) memperjelas
pemahaman siswa tentang hubungan antara
konsep energi angin (udara) dengan tugas
membuat pesawat, (2) mengembangkan proses
berpikir sains, (3) meningkatkan aktivitas siswa,
meningkatkan motivasi kinerja siswa, (5) menilai
kemampuan dan aktivitas siswa dalam membuat
dan memperagakan cara menerbangkan pesawat.
Penilaian pada siklus II dimaksudkan untuk
mengembangkan aspek-aspek: (1) memperjelas
pemahaman siswa tentang hubungan antara
konsep energi angin (udara) dengan tugas
membuat parasut, (2) mengembangkan proses
berpikir sains, (3) meningkatkan aktivitas siswa,
meningkatkan motivasi kinerja siswa, (5) menilai
kemampuan dan aktivitas siswa dalam membuat
dan memperagakan cara menerbangkan parasut.
3. Hasil Observasi
Selama kegiatan pembelajaran pada siklus I
maupun pada siklus II nampak siswa (1) sangat
aktif berdiskusi dan semua siswa tidak sabar
ingin mencoba menerbangkan hasil karyanya, (2 )
setiap kelompok siswa muncul motivasi untuk
bersaing, (3) kreativitas siswa sangat menonjol
dalam mendesain dan memperindah karyanya, (4)
proses berpikir sains masih perlu bimbingan guru,
(5) siswa sangat bangga menampilkan karyanya.
4. Hasil Refleksi
Mengacu pada hasil penilaian kinerja siswa
pada umumnya belum memuaskan mengingat
sebagian besar siswa mengalami kesuliatan dalam
memilih bahan yang tepat baik pada pembuatan
pesawat dari kertas maupun pada pembauatan
parasut dari bahan plastik. Penilaian kinerja siswa
hendaknya mempertimbangkan tingkat kesulitan
dari tugas yang diberikan kepada siswa termasuk
biaya bahan.
5. Tanggapan
Guru
Guru memberikan tanggapan yang positif
terhadap penilaian kinerja siswa. Guru sangat
senang melihat siswa antusias dan sangat kreatif,
dan tidak ada siswa yang merasa bosan di kelas.
Hasil penilaian kinerja dapat membantu guru
dalam memberi nilai akhir pada siswa. Kendala
yang dirasakan guru adalah sulit menetapkan
criteria penilaian yang tepat.
23
Siswa
Siswa secara umum siswa memberikan
tanggapan positif terhadap penerapan
penilaian kinerja. Persiapan siswa untuk
mengikuti tes dalam penerapan penilaian kinerja
pada umumnya siswa merasa tenang karena
suasananya seperti bermain. Penilaian kinerja
memberi peluang kepada siswa untuk
mengembangkan kreativitasnya. Pemberian tugas
secara kelompok dapat mengembangkan sikap
kerja sama dan saling bertukar pikiran. Adanya
kriteria yang digunakan sebagai pedoman untuk
mengerjakan tuggas sangat membantu siswa
dalam menyelesaikan sebuah karya.
PEMBAHASAN
1. Penerapan Penilaian Kinerja Siswa
Temuan-temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
selama berlangsungnya proses penilaian kinerja
dan wawancara yang dilakukan setelah selesai
pembelajaran, yaitu penerapan penilaian kinerja
siswa meningkatkan keterlibatan siswa secara
aktif. Kriteria penilaian yang ditetapkan
memotivasi kinerja siswa, menciptakan kondidsi
yang menyenangkan serta memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan
kreativitasnya.
Kemampuan siswa dalam mengerjakan
tugas dari tindakan pertama ke tindakan
berikutnya mengalami peningkatan yang
signifikan. Tidak ada siswa yang duduk pasip.
Hal ini disebabkan karena penilaian kinerja
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperlihatkan kebenaran dan pemahamannya
dalam mengaplikasikan penegetahuan maupun
keterampilannya dalam berbagai konteks.
(Wiggins dalam Sri Estu, 2000: 82).
Kriteria penilaian ditetapkan untuk
mengurangi faktor subyektivitas guru dalam
melakukan penilaian . Adanya kriteria penilaian
membantu guru dalam melakukan penilain dan
memotivasi siswa dalam mencapai indikator
kinerja yang ditargetkan. Selama mengerjakan
tugas, siswa bersungguh-sungguh dan berusaha
memenuhi kriteria yang ditetapkan. Fakta ini
didukung oleh pendapat Nidhi Kattri (dalam
Nuryani, 2010: 11) bahwa dengan penilaian
kinerja siswa lebih termotivasi dalam belajar.
Anderson (dalam Nuryani , 2010: 79)
mengemukakan bahwa salah satu karakteristik
dari penilaian kinerja adalah adanya tuntutan bagi
siswa untuk melakukan aktivitas berdasarkan
kriteria yang jelas bagi guru maupun siswa. Dari
pendapat tersebut menunjukkan bahwa tugas
merupakan bagian utama dari penilaian kinerja
siswa. Tugas yang menarik dan menantang serta
sesuai dengan kemampuan siswa menunjang
terciptanya kondisi pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa. Dengan memberi
tugas yang menuntut kinerja siswa berarti
memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kreativitasnya dan mendorong
siswa untuk terampil, mencipta dan memproduksi
hasil akhir.
Hasil penilaian kinerja siswa selama
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan siswa dalam membuat, memperindah
dan memperagakan (menerbangkan pesawat)
seperti pada Tabel 2 diatas. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dari
tindakan I meningkat pada tindakan berikutnya.
Peningkatan hasil kinerja siswa lebih menonjol
pada kemampuan merencanakan/membuat
sedangkan pada tahap memperindah dan
memperagakan peningkatannya hampir sama.
2. Tanggapan Guru terhadap Pererapan
Penilaian Kinerja
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan pada akhir kegiatan penelitian ini
diperoleh gambaran bahwa guru memberikan
tanggapan yang positip terhadap penerapan
kinrerja. Selama berlangsungnya kegiatan
penilaian guru tidak mengalami hambatan yang
berarti. Guru mengatakan senang melihat
keaktifan siswa yang sangat berbeda jika
dibandingkan dengan saat berlangsungnya
kegiatan penilaian maupun pembelajaran yang
diterapkan guru sebelumnya. Berdasarkan
pengalaman ini guru berminat untuk menerapkan
penilaian kinerja pembelajaran berikutnya pada
konsep yang sesuai.
3. Tanggapan Siswa terhadap Pererapan
Penilaian Kinerja
Dari hasil wawancara dengan siswa yang
diberikan melalui angket diperoleh temuan
bahwa siswa memberikan tanggapan yang positip
24
terhadap penerapan penilaian kinerja. Tidak ada
siswa yang merasa cemas, semua siswa
menjawab sangat senang diberi tugas membuat
karya (pesawat), khususnya saat siswa mendapat
kesempatan menunjukkan kemampuannya dengan
memperagakan hasil karyanya. Fenomena ini
menunujukkan bahwa tugas membuat karya
(pesawat) sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa SD. Sejalan dengan pendapat Kartini (2008
: 138) mengatakan bahwa minat anak pada usia
SD tercurah pada segala sesuatu yang dinamis
atau bergerak. Bermain tidak hanya sekedar untuk
mengembangkan otot, melainkan melalui
eksperimentasi dalam bermain anak menemukan
bahwa merancang sesuatu yang baru dapat
menimbulkan kepuasan (Hurlock dalam , Endang
Purwati 2009 )
Selain perasaan senang, ternyata ada pula
siswa yang menyatakan cemas dan takut tidak
dapat membuat parasut. Rasa cemas dan takut
timbul pada hal-hal yang belum dikenalnya,
karena kurangnya pengetahuan menyebabkan
kurang percaya diri. Menghadapi kenyataan
kurang percaya diri pada anak menuntut guru
untuk selalu memberikan bimbingan dan
keyakinan pada diri anak. Siswa secara
keseluruhan menyatakan senang mengerjakan
tugas secara kelompok. Menurut Harlen (2008:
158) melalui kerja kelompok memberi
kesempatan kepada anak bekerjsama, anak dapat
memperoleh pengetahuan dari teman
kelompoknya tanpa merasa terintimidasi. Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa tugas kelompok dapat menumbuhkan rasa
sosialisasi antar individu dan pada akhirnya
berpengaruh pada kepribadiannya.
Karena itu dalam kegiatan pembelajaran guru
hendaknya member kesempatan kepada siswa
untuk mengerjakan tugas secara kelompok.
4. Penilaian Kinerja yang Tepat untuk
Sekolah Dasar
Berdasarkan data yang dihimpun melalui
wawancara, angket da observasi selama
berlangsungnya penilaian kinerja, diperoleh
temuan bahwa tujuan pembelajaran khusus
mengarahkan dalam menentukan cara penilaian.
Pemberian tugas yang sesuai dengan kehidupan
anak sehari-hari dan dikerjakan secara kelompok
menimbulkan rasa senang pada diri anak.
Penetapan criteria penilaian yang dilakukan
sebelum mengerjakan tugas memotivasi kinerja
siswa. Dari beberapa descriptor yang ditetapkan
dalam criteria penilaian, menurut siswa ada yang
sulit untuk dipenuhi yaitu menggambar sketsa
tahap-tahap pembuatan pesawat maupun parasut.
Langkah awal yang harus dilakukan guru
sebelum melakukan penilaian terhadap kinerja
siswa, adalah merumuskan tujuan pembelajaran
khusus. Tujuan pembelajaran hendaknya
menggambarkan proses dan hasil yang
diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan
kompetensi dasar ( Kurikulum KTSP SD, 2011:
81). Kesesuaian tugas dengan tujuan
pembelajaran mencerminkan bahwa tugas
tersebut mempunyai validitas dari segi isi. Tugas
yang sesuai dengan pelajaran akan dirasakan
oleh siswa lebih bermakna. Sealin itu siswa
senang terhadap tugas yang dikerjakan secara
kelompok. Hal ini sesuai dengan karakteristik
siswa yang tingkat perkembangan berpikirnya
masih berada pada jenjang konkrit operasional
dan anak pada jenjang ini senang bergaul.
Untuk melakukan penilaian yang lebil
adil dan fair, dituntut adanya kriteria penilaian
yang disepakati bersama antara siswa dan guru.
Penetapan kriteria penilaian selain digunakan
sebagai acuan guru dalam melakukan penilaian
dan menafsirkan hasil kinerja siswa, juga
bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan
kreativitas dan kemandirian siswa. Dalam
melakukan penilaian kinerja sebaiknya
memberitahukan kepada siswa tentang criteria
yang akan digunakan, agar siswa terdorong
melakukan tugas secara bersungguh-sungguh dan
berusaha mencapai hasil sesuai dengan
kriterianya. Untuk meminimalkan factor
subyektifitas dalam penilaian kinerja siswa maka
perlu ada pedoman penskoran (guide scoring).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis, temuan dan
pembahasan maka hasil penelitian ini dapat
disimpulakan sebagai berikut:
1. Dalam melaksanakan penilaian kinerja
siswa, guru mengawali kegiatannya dengan
merencanakan penilaian kemudian
menerapkannya dalam pembelajaran.
25
Sebelum proses penilaian dilakukan
terlebih dahulu guru menginformasikan
kepada siswa tentang tugas-tugas yang
akan dikerjakan siswa dan kriteria
penilaiannya.
2. Penerapan penilaian kineja mendapat
tanggapan positif dari guru dan siswa. Bagi
guru, penilain kinerja memberikan
wawasan dan pengalaman dalam
mengembangkan penilaian. Bagi siswa,
penilaian kinerja memberikan semangat dan
kegembiraan yaitu pada saat siswa
memperagakan. Mereka juga sangat puas
dengan hasil karyanya.
3. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
serta kajian pustaka, penilaian kinerja siswa
yang tepat untuk SD mempunyai cirri-ciri:
a. Tugas yang diberikan nyata, menarik
dan dekat dengan kehidupan siswa.
b. Tugas yang diberikan bersifat spesifik
dan dapat dikerjakan oleh siswa
biayanya murah.
c. Tugas yang diberikan tidak mempunyai
bias ?gender ”, artinya tugas tersebut
dapat dikerjakan oleh laki-laki maupun
perempuan.
d. Tugas dapat dinilai dari beberapa segi,
contohnya dalam membuatt pesawat
penilainnya difokuskan pada
kemampuan meranrang, memperindah
dan memperagakan.
e. Penilaiannya didasarkan atas criteria
yang terdefinisikan dengan jelas dan
dapat dipenuhi oleh setiap siswa serta
ada petunjuk penskorannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Sapriati, (2011). Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di SD. Jakarta,
Universitas Terbuka
Balitbang Depdiknas, (2006). Model Penilaian
Kelas. Jakarta, Pusat Kurikulum.
Depiknas
Depdiknas, (2006), Pedoman Penilaian
Kelompok Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi. Jakarta,BSNP.
Depdiknas, (2004). Pedoman Penilaian Hasil
Belajar di SD. Jakarta, Diejendikti.
Endang Purwanti, (2009). Asesmen Pembelajaran
Sekolah Dasar. Jakarta, Depdiknas.
Hendro Darmodjo, (1998). Pendidikan IPA
PGSD. Jakarta, Dirjendikti.
Harlen, (2008). A Practical Guide To Alternatif
Assessment. California. ASCD
Nana Sudjana, (1989). Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar. Bandung, Sinar
Baru.
Nana Sudjana, (1995). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung,
Rosdakarya.
Nuryani Rustaman, (2010). Pembelajaran IPA
Sekolah Dasar. Jakarta, Universitas
Terbuka.
Sri Estu Winahyu, (2000). Penilaian Kinerja
untuk Menilai Kemampuan Siswa
Berdasdarkan Konsep Udara pada
Pelajaran IPA SD. Tesis IKIP
Bandung. Tidak Diterbitkan.
Kementerian Pendidikan Nasional, (2011).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
SD. Jakarta
26
KETERAMPILAN SOSIAL MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013 PROGRAM
STUDI BIMBINGAN KONSELING FKIP UNIVERSITAS HALU OLEO
Oleh :
Nani Restati Siregar1
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keterampilan sosial mahasiswa baru
program studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO. Keterampilan sosial sangat penting dimiliki oleh
mahasiswa baru agar mampu dan terampil dalam melakukan penyesuaian diri secara adaptif dengan
masalah-masalah psikologisnya, juga terampil dalam penyesuaian sosial mengingat bahwa salah satu
karakteristik mahasiswa di UHO adalah bervariasi dalam hal latar belakang budaya (suku), sehingga
keberhasilan dalam penyesuaian sosial termasuk juga prestasi akademik salah satunya dipengaruhi
oleh kemampuan membina hubungan sosial yang memadai dengan teman sebaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa dari 20 butir pernyataan tentang keterampilan sosial pada
umumnya pada setiap butir pernyataan keterampilan sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan
dan Konseling FKIP UHO adalah baik, namun ada beberapa aspek termasuk kategori kurang. Secara
keseluruhan menunjukkan bahwa 80 persen mahasiswa baru memiliki kemampuan keterampilan sosial
yang baik, 14,29 persen sangat baik, dan 5,71 persen yang memiliki kategori kurang, serta tida ada
mahasiswa baru yang memiliki keterampilan sosial sangat kurang.
Kata kunci : Keterampilan social
1 Dosen FKIP UHO
PENDAHULUAN
Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut
untuk mampu mengatasi segala masalah yang
timbul sebagai akibat dari interaksi dengan
lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan
diri sesuai dengan norma atau aturan yang
berlaku. Untuk itulah setiap individu dituntut
untuk menguasai beberapa keterampilan seperti
keterampilan pribadi, keterampilan sosial,
keterampilan akademik dan keterampilan dalam
bidang tertentu.
Dunia perguruan tinggi mempunyai
tantangan bagi siapa saja yang memasukinya
terutama bagi mahasiswa baru. Sistem
perkuliahan, cara belajar, lingkungan belajar dan
lingkungan sosial yang sangat berbeda
dibandingkan selama di Sekolah menengah Atas
(SMA) merupakan tantangan yang akan dihadapi
oleh mahasiswa baru di awal perkuliahan. Di
perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk
belajar mandiri dan meraih pencapaian yang telah
ditentukan.
Masa Perkuliahan adalah masa-masa yang
penuh dengan tuntutan. Mahasiswa harus
menjalani proses adaptasi pada lingkungan
pendidikan yang sementara ditempuh yaitu
lingkungan perguruan tinggi dan lingkungan
tempat tinggal yang baru bagi mahasiswa yang
jauh dari orang tua. Di awal-awal tahun
kehidupan sebagai mahasiswa, tugas
perkembangan seperti jauh dari orang tua dan
lebih bebas dan pengambilan keputusan,
perbenturan antara nilai yang dipelajari di
keluarga dan nilai yang mereka kenal di dunia
perkuliahan, berbaur dengan tuntutan-tuntutan
untuk berprestasi sekaligus disukai oleh teman-
teman baru (Stalman, 2009).
Universitas Halu Oleo (UHO) pada setiap
tahun menerima mahasiswa baru dari berbagai
daerah (kabupaten) yang ada di Sulawesi
Tenggara, bahkan dari luar Provinsi Sulawesi
Tenggara. Beraneka ragam latar belakang budaya
bahkan sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh
masing-maing mahasiswa baru menuntut
kemampuan terampil secara sosial agar mampu
menyesuaikan diri dengan kehidupan baru
sebagai mahasiswa.
Berdasarkan hasil observasi saat
berinteraksi dengan mahasiswa baik dalam proses
perkuliahan yang membutuhkan keaktifan dari
mahasiswa, misalnya diskusi atau pemberian
27
tugas secara kelompok. Maupun dalam kegiatan-
kegiatan lain yang melibatkan kerjasama dan
keaktifan sesama mahasiswa terdapat beberapa
mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
Mengingat bahwa keterampilan sosial
sangat penting dimiliki oleh mahasiswa baru agar
mampu dan terampil dalam melakukan
penyesuaian diri secara adaptif dengan masalah-
masalah psikologisnya, juga terampil dalam
penyesuaian sosial mengingat bahwa salah satu
karakteristik mahasiswa di UHO adalah
bervariasi dalam hal latar belakang budaya
(suku), sehingga keberhasilan dalam penyesuaian
sosial termasuk juga prestasi akademik salah
satunya dipengaruhi oleh kemampuan membina
hubungan sosial yang memadai dengan teman
sebaya yang berbeda suku ( Cartledge &
Milburn,1995).
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui
kemampuan keterampilan sosial mahasiswa baru
angkatan 2013 program studi Bimbingan dan
konseling FKIP UHO.
KAJIAN PUSTAKA
Keterampilan Sosial
Secara verbal maupun nonverbal sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu,
di mana keterampilan ini merupakan perilaku
yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan
sosial akan mampu mengungkapkan perasaan
baik positif maupun negatif dalam hubungan
interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (
Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel &
Merrel, 1998).
Libet dan Lewinsohn (dalam Cartledge dan
Milburn,1995) mengemukakan bahwa
keterampilan sosial sebagai kemampuan yang
kompleks untuk menunjukan perilaku yang baik
dinilai secara positif atau negatif oleh lingkungan,
dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan
punishment oleh lingkungan. Kelly (dalam
Gimpel & Merrel, 1998) mendefinisikan
keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku
yang dipelajari, yang digunakan oleh individu
pada situasi-situasi interpersonal dalam
lingkungan. Keterampilan sosial baik secara
langsung maupun tidak langsung membantu
remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan
standar harapan masyarakat dalam norma-norma
yang berlaku di sekelilingnya (Matson, dalam
Gimpel & Merrel,1998).
Mu‟tadin (2006) mengemukakan bahwa
salah satu tugas perkembangan yang harus
dikuasai remaja yang berada dalam fase
perkembangan masa remaja madya dan akhir
adalah memiliki keterampilan sosial (social skill)
untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial
tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi,
menjalin hubungan dengan orang lain,
mendengarkan pendapat atau keluhan orang lain,
memberi atau menerima feedback , memberi atau
menerima kritik, bertindak sesuai norma dan
aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan
sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase
tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula
bahwa sang remaja tersebut mampu
mengembangkan aspek psikososial dengan
maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa keterampilan sosial
merupakan kemampuan seseorang untuk berani
berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau
permasalahan yang dihadapi sekaligus
menemukan penyelesaian yang adaptif, memiliki
tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala
hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan
sesuatu, mampu menolak dan menyatakan
ketidaksetujuan terhadap pengaruh-pengaruh
negatif dari lingkungan.
Ciri-ciri Keterampilan Sosial
Gresham & Reschly (dalam Gimpel dan
Merrell, 1998) mengidentifikasikan keterampilan
sosial dengan beberapa ciri, antara lain:
1) Perilaku Interpersonal. Perilaku interpersonal
adalah perilaku yang menyangkut keterampilan
yang digunakan selama melakukan interaksi
sosial yang disebut dengan keterampilan
menjalin persahabatan.
2) Perilaku yang berhubungan dengan diri
sendiri. Perilaku ini merupakan ciri dari
seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri
28
dalam situasi sosial, seperti : keterampilan
menghadapi stres, memahami perasaan orang
lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya.
3) Perilaku yang behubungan dengan kesuksesan
akademis. Perilaku ini berhubungan dengan
hal-hal yang mendukung prestasi belajar di
sekolah, seperti : mendengarkan guru,
mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik
dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di
sekolah.
4) Penerimaan teman sebaya. Hal ini didasarkan
bahwa individu yang mempunyai keterampilan
sosial yang rendah akan cenderung ditolak
oleh teman-temannya, karena mereka tidak
dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk
perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan
menerima informasi, dapat dengan tepat
menangkap emosi orang lain dan sebagainya.
5) Keterampilan berkomunikasi. Keterampilan ini
sangat diperlukan untuk menjalin hubungan
sosial yang baik, berupa pemberian umpan
balik dan perhatian terhadap lawan bicara dan
menjadi pendengar yang responsif.
Adapun ciri-ciri individu yang memiliki
keterampilan sosial, menurut Hurlock (1994)
adalah orang yang berani berbicara, memberi
pertimbangan yang mendalam, memberikan
respon yang lebih cepat, memberikan jawaban
secara lengkap, mengutarakan bukti-bukti yang
dapat meyakinkan orang lain, tidak mudah
menyerah, menuntut hubungan timbal balik, serta
lebih terbuka dalam mengekspresikan dirinya.
Dimensi Keterampilan Sosial
Caldarella dan Merrel (dalam Gimpel &
Merrel,1998) mengemukakan 5 (lima) dimensi
paling umum yang terdapat dalam keterampilan
sosial yaitu :
1) Hubungan dengan teman sebaya (peer
relation), ditunjukkan melalui perilaku yang
positif terhadap teman sebaya seperti memuji
atau menasehati orang lain, menawarkan
bantuan kepada orang lain, dan bermain
bersama orang lain.
2) Manajemen diri (self-management),
merefleksikan remaja yang memiliki
emosional yang baik, yang mampu
untukmengontrol emosinya, mengikuti
peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat
menerima kritikan dengan baik.
3) Kemampuan akademis (academic), ditunjukan
melalui pemenuhan tugas secara mandiri,
meyelesaikan tugas individual, menjalankan
arahan guru dengan baik.
4) Kemampuan (compliance), menunjukanremaja
yang dapat mengikuti peraturan dan harapan,
menggunakan waktu dengan baik, dan
membagikan sesuatu.
5) Perilaku assertive (assertion), didominasi oleh
kemampuan-kemampuan yang membuat
seorang remaja dapat menampilkan perilaku
yang tepat dalam situasi yang diharapkan.
Pola perilaku keterampilan sosial
mahasiswa seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Dimensi Umum Keterampilan Sosial
Dimensi Pola Perilaku
Hubungan
dengan teman
sebaya (peer
relation)
Interaksi sosial, prososial,
empati, partisipasi sosial,
sociability-leadership,
kemampuan sosial pada
teman sebaya.
Manajemen
Diri (self-
management)
Kontrol diri, kompetensi
sosial, tanggung jawab
sosial, peraturan, toleransi
terhadap frustasi.
Kemampuan
akademis
(academic)
Penyesuaian sekolah,
kepedulian pada peraturan
sekolah, orientasi tugas,
tanggung jawab akademis,
kepatuhan di kelas, murid
yang baik.
Kepatuhan
(compliance)
Kerjasama secara sosial,
kompetensi, cooperation-
compliance.
Perilaku
Asertif
Keterampilan sosial asertif,
social initiation, social
activator, gutsy
Mahasiswa Baru
Mahasiswa sangat erat kaitannya
dengan perguruan tinggi. Istilah „mahasiswa „
ditujukan bagi orang-orang yang menuntut ilmu
di perguruan tinggi. Ketika seseorang memasuki
dunia perkuliahan, maka akan muncul sebutan
sebagai mahasiswa baru. Gunarsa (2004)
29
menjelaskan bahwa jika seseorang mengikuti
pendidikan dari sekolah dasar (SD) hingga
sekolah menengah atas (SMA) sesuai dengan usia
normal (usia seharusnya), maka pada umur 18
tahun maka ia akan masuk perguruan tinggi.
Namun ada juga mahasiswa yang masuk pergurun
tinggi lebih awal atau terlambat dari usia yang
seharusnya. Sehingga mahasiswa yang masuk di
perguruan tinggi digolongkan pada remaja akhir.
Menurut Santrock (2007) bahwa mahasiswa baru
merupakan status yang disandang oleh mahasiswa
ditahun pertama kuliahnya.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Program
Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu
Oleo. Waktu penelitian dilaksanakan selama 1
(satu) bulan yaitu dimulai dari tanggal 15
November sampai 15 Desember 2013.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
mahasiswa baru angkatan 2013 Program Studi
Bimbingan dan Konseling FKIP UHO yang
berjumlah 87 orang. Besarnya ditentukan sebesar
40 persen dari jumlah populasi, sehingga
diperoleh jumlah sampel sebanyak 35 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik acak sederhana.
Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan angket berbentuk
skala likert. Metode angket berdasarkan pada
asumsi bahwa : (a) subjek adalah orang yang
paling tahu tentang dirinya; (b) apa yang
diketahui oleh subjek kepada peneliti adalah
benar dan dapat dipercaya; (c) interpretasi subjek
tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepadanya adalah sama.
Angket keterampilan sosial berisi 20 butir,
yang terdiri dari butir favorable dan butir
unfavorable. Berbentuk skala likert dengan
kategori pilihan antara lain SS (sangat sesuai
menggambarkan diri), S (sesuai menggambarkan
diri), A (agak menggambarkan diri), STS (sangat
tidak sesuai menggabarkan diri).
Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya
dianalisis secara deskriptif dalam bentuk
persentase, yaitu menampilkan jumlah responden
pada kategori keterampilan sosial tertentu baik
skor pada setiap butir pernyataan maupun skor
keseluruhan.
Adapun skor untuk butir favorable adalah
sebagai berikut :
SS (sangat sesuai menggambarkan diri) skor 4
S (sesuai menggambarkan diri) skor 3
A (agak menggambarkan diri) skor 2
STS (sangat tidak menggambarkan diri) skor 1
Untuk skor unfavorable adalah sebagai berikut :
SS (sangat sesuai menggambarkan diri) skor 1
S (sesuai menggambarkan diri) skor 2
A (agak menggambarkan diri) skor 3
STS (sangat tidak menggambarkan diri) skor 4
Selanjutnya skor keseluruhan menggambarkan
kemampuan keterampilan sosial atas keseluruhan
aspek dengan kategori sebagai berikut :
Tabel 2. Kategori Kemampuan Keterampilan
Sosial Berdasarkan Skor Total
Interval Skor
Keterampilan
Sosial
Kategori Keterampilan
Sosial
20 - 35 Sangat Kurang
36 - 50 Kurang
51 - 65 Baik
66 - 80 Sangat Baik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keterampilan Sosial Berdasarkan Tiap Butir
Pernyataan
Berdasarkan hasil penelitian tentang
keterampilan sosial mahasiswa baru angkatan
tahun 2013 pada Program Studi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Halu Oleo diperoleh data
dari 20 butir pernyataan sebagaimana pada tabel
berikut ini.
30
Tabel 3. Data Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Skor pada Masing-masing Butir
Pernyataan Tentang Keterampilan Sosial.
Butir Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
Jum-
lah
Persen-
tase
1 9 25.70 23 65.70 3 8.6 0 0 35 100
2 11 31.40 22 62.90 2 5.7 0 0 35 100
3 17 48.60 10 28.60 6 17.1 2 5.7 35 100
4 7 20.00 21 60.00 7 20 0 0 35 100
5 5 14.30 11 31.40 15 42.9 4 11.4 35 100
6 9 25.70 10 28.60 11 31.4 5 14.3 35 100
7 18 51.40 10 28.60 7 20 0 0 35 100
8 9 25.70 23 65.70 3 8.6 0 0 35 100
9 12 34.30 16 45.70 7 20 0 0 35 100
10 13 37.10 15 42.90 7 20 0 0 35 100
11 3 8.60 12 34.30 19 54.3 1 2.9 35 100
12 17 48.60 16 45.70 2 5.7 0 0 35 100
13 5 14.30 15 42.90 13 37.1 2 5.7 35 100
14 18 51.40 12 34.30 5 14.3 0 0 35 100
15 17 48.60 14 40.00 4 11.4 0 0 35 100
16 7 20.00 21 60.00 7 20 0 0 35 100
17 3 8.60 16 45.70 11 31.4 5 14.3 35 100
18 4 11.40 18 51.40 11 31.4 2 5.7 35 100
19 6 17.10 10 28.60 14 40 5 14.3 35 100
20 6 17.10 11 31.40 14 40 4 11.4 35 100
Sumber : Data Primer (diolah), 2013.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada
butir 1 sebahagian besar responden atau 65,70
persen menyatakan sesuai menggambarkan diri
dengan pernyataan mendahulukan dalam
memberikan perhatian kepada teman yang
mengalami musibah, daripada kepentingan
pribadi yang tidak cukup penting, 25,70 persen
menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri,
8,60 persen responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, dan tidak satupun
responden yang menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan hal
yang positf bagi keterampilan sosial, karena pada
umumnya responden memilih untuk
mengeyampingkan kepentingan pribadi yang
tidak cukup penting, artinya keterampilan sosial
mahaiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling termasuk dalam kategori baik.
Pada butir 2 menunjukkan bahwa
sebesar 62,90 persen responden menyatakan
sesuai menggambarkan diri dengan pernyataan
berusaha untuk menjaga hubungan pertemanan
dan persahabatan dengan baik, walaupun bagi
saya teman (ataupun sahabat) tersebut kadang
menyebalkan, 31,40 persen responden
menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri,
5,70 persen responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, dan tidak satupun
responden yang menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa
pada umumnya responden membutuhkan dan
selalu menjaga hubungan pertemanan dengan
orang lain (hubungan sosial) dengan baik.
Dengan demikian keterampilan sosial mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling
dari aspek ini dapat dikatakan pada umumnya
baik.
31
Butir 3 yaitu mencari teman atau
sahabat atas dasar bisa mendapatkan keuntungan
bagi saya hal tersebut wajar menunjukkan sebesar
48,60 persen responden menyatakan sangat tidak
sesuai menggambarkan diri, sebesar 28,60 persen
responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, 17,1 10 persen menyatakan
sesuai menggambarkan diri, dan hanya 5,70
persen yang menyatakan sangat sesuai
menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa
pada umumnya mahasiswa baru program studi
Bimbingan dan Konseling dalam menjalin
hubungan sosial (pertemanan) lebih
mengutamakan adanya hubungan sosial yang baik
tanpa didasari oleh peroleh keuntungan pribadi,
sehingga dapat dikatakan bahwa keterampilan
sosial mahasiswa baru program studi Bimbingan
dan Konseling pada aspek ini pada umumnya
berada dalam kategori baik.
Butir 4 yaitu saya mampu menjadi
teman yang dapat memberikan pengaruh yang
positif bagi teman atau sahabat saya
menunjukkan sebesar 60 persen responden
menyatakan sesuai menggambarkan diri, 20
persen menyatakan sangat sesuai menggambarkan
diri, dan 20 persen lainnya menyatakan agak
sesuai menggambarkan diri, serta nol persen yang
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada
umumnya mahasiswa baru program studi
Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan
sosial yang baik pada aspek ini.
Butir 5 yaitu di masa sekarang saya
mudah mengalami stres, dikarenakan masalah
yang saya rasakan lebih berat dan saya kesulitan
untuk menemukan cara mengatasinya
menunjukkan sebesar 42,90 persen responden
menyatakan sesuai menggambarkan diri, 31,40
persen responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, 14,30 persen responden
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri, dan hanya 11,40 persen yang menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini
menunjukkan bahwa keterampilan sosial
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling pada aspek ini dengan kategori kurang
masih cukup tinggi.
Butir 6 yaitu bagi saya sulit mengemban
tugas sebagai mahasiswa, karena harus mampu
menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
dan tidak menjadi kekanakan lagi, menunjukkan
sebesar 31,40 persen responden menyatakan
sesuai menggambarkan diri, 28,60 persen
menyatakan agak sesuai menggambarkan diri,
25,70 persen menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri, dan hanya 14,30 persen
yang menyatakan sangat sesuai menggambarkan
diri. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
secara keseluruhan keterampilan sosial
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling pada aspek ini termasuk dalam
kategori baik dan sangat baik yaitu 28,60 persen
dan 25,70 persen), namun yang masuk dalam
kategori kurang dan sangat kurang masih cukup
tinggi yaitu 31,40 persen dan 14,30 persen.
Butir 7, yaitu saya terlebih dulu
mencoba berpikir manfaat positifnya, jika ada
suatu tindakan yang akan saya lakukan,
menunjukkan sebesar 51,40 persen responden
menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri,
28,60 persen menyatakan sesuai menggambarkan
diri, 20 persen menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, dan nol persen yang
menyatakansangat tidak sesuai menggambarkan
diri. Hal ini menunjukkan bahwa sebahagian
besar mahasiswa baru program studi Bimbingan
dan Konseling memiliki keterampilan sosial yang
sangat baik pada aspek ini, dan tidak ada
responden yang sangat kurang.
Butir 8, yaitu saya sadar bahwa tidak
semua tingkah laku saya adalah benar, sehingga
jika ada teman atau sahabat yang menegur dan
memberikan saran untuk kebaikan saya berusaha
untuk mengikuti. Untuk pernyataan ini sebesar
65,70 persen responden menyatakan sesuai
menggambarkan diri, 25,70 persen menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri, 8,60 persen
menyatakan agak sesuai menggambarkan diri,
dan tidak seorangpun responden yang
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling memiliki keterampilan sosial yang
baik pada aspek ini.
Butir 9, yaitu saya merasa kesulitan
mengikuti aturan-aturan perkuliahan,
menunjukkan bahwa sebesar 45,70 persen
responden menyatakan agak sesuai
32
menggambarkan diri, 34,30 persen menyatakan
sangat tidak sesuai menggambarkan diri, 20
persen menyatakan sesuai menggambarkan diri,
dan tidak seorangpun responden yang
menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri.
Hal ini mengisyarakatkan bahwa pada umumnya
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling dapat mengikuti aturan-aturan
perkuliahan yang berarti bahwa keterampilan
sosial responden pada umumnya baik pada aspek
ini.
Butir 10 yaitu Saya berusaha
menyelesaikan tugas kuliah dengan baik dan tepat
waktu, menunjukkan sebesar 42,90 persen
responden menyatakan sesuai menggambarkan
diri, 37,10 persen menyatakan sangat sesuai
menggambarkan diri, 20 persen menyatakan agak
sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun
responden yang menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa
pada umumnya responden dapat menyelesaikan
tugas kuliah dengan baik dan tepat waktu yang
berarti bahwa pada umumnya keterampilan sosial
responden pada aspek ini adalah baik.
Butir 11 yaitu saya lebih menyenangi
mengisi waktu luang di kampus dengan
mengerjakan tugas, membaca catatan kuliah atau
ke perpustakaan mencari bahan materi kuliah
daripada melakukan hal-hal lain yang kurang
bermanfaat. Untu pernyataan ini sebesar 54,30
persen responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, 34,30 persen responden
menyatakan sesuai menggambarkan diri, 8,60
persen responden menyatakan sangat sesuai
menggambarkan diri, dan hanya 2,90 persen
responden yang menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri. Hal ini mengisyaratkan
bahwa sebahagian besar mahasiswa baru program
studi Bimbingan dan Konseling belum dapat
memanfaatkan waktu luangnya untuk keperluan
perkuliahannya. Dengan demikian pada aspek ini
keterampilan sosial responden masih kurang.
Butir 12 yaitu saya telah merencanakan
target untuk menyelesaikan kuliah dan menjadi
sarjana, sehingga memotivasi saya selama ini
dalam belajar. Untuk pernyataan ini menunjukkan
sebesar 48,60 persen responden menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri, 45,70 persen
menyatakan sesuai menggambarkan diri, 5,70
persen menyatakan agak sesuai menggambarkan
diri, dan tidak seorangpun responden yang
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri. Hal inimemgisyarakatkan bahwa motivasi
responden untuk menyelesaikan studi sesuai
target pada umumnya sangat tinggi, sehingga
dapat dikatakan bahwa pada aspek ini
keterampilan sosial responden termasuk sangat
baik.
Butir 13 yaitu saya mampu menunjukan
kerjasama yang baik dalam mengerjakan tugas-
tugas kuliah bersama teman-teman. Untuk
pernyataan ini menunjukkan sebesar 42,90 persen
responden menyatakan sesuai menggambarkan
diri, 37,10 persen menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, 14,30 persen menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri, dan 5,70
persen responden menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri. Kondisi ini
mengisyarakatkan bahwa pada umumnya
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling dapat bekerja sama dengan baik dalam
penyelesaian tugas-tugas kuliah, yang berarti
umumnya mahasiswa baru program studi
Bimbingan dan Konseling memiliki keterampilan
sosial yang baik, namun yang memiliki
keterampilan sosial yang kurang juga masih
cukup tinggi yang mencapai 37,10 persen.
Butir 14 yaitu saya merasa kesulitan
bekerjasama dengan teman kelompok dalam
menyelesaikan tugas, karena pendapat saya
diterima. Untuk butir ini menunjukkan sebesar
51,40 persen responden menyatakan sangat tidak
sesuai menggambarkan diri, 34,30 persen
menyatakan agak sesuai menggambarkan diri,
14,30 persen menyatakan sesuai menggambarkan
diri, dan tidak seorangpun responden yang
menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri.
Keadaan ini mengisyaratkan bahwa pada
umumnya mahasiswa baru program studi
Bimbingan dan Konseling dapat bekerja sama
dengan teman kelompok dalam menyelesaikan
tugas, yang berarti bahwa pada aspek ini
keterampilan sosial mahasiswa baru program
studi Bimbingan dan Konseling sangat baik.
Butir 15 yaitu saya mampu dengan
mudah menyesuaikan diri pada lingkungan
tempat tinggal sekarang. Untuk pernyataan ini
sebesar 48,60 persen responden menyatakan
33
sangat sesuai menggambarkan diri, 40 persen
menyatakan sesuai menggambarkan diri, 11,40
persen menyatakan agak sesuai menggambarkan
diri, dan tidak seorangpun responden yang
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya
mahasiswa baru program studi Bimbingan dan
Konseling memiliki keterampilan sosial yang
sangat baik dari aspek penyesusian diri pada
lingkungan tempat tinggal.
Butir 16 yaitu walaupun ada teman yang
memusuhi saya, tetapi jika teman tersebut
mengalami musibah saya tetap akan memberikan
perhatian. Untuk pernyataan ini sebesar 60 persen
responden menyatakan sesuai menggambarkan
diri, 20 persen menyatakan sangat sesuai
menggambarkan diri, 20 persen menyatakan agak
sesuai menggambarkan diri, dan tidak seorangpun
responden yang menyatakan sangat tidak sesuai
menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan bahwa
keterampilan sosial mahasiswa baru program
studi Bimbingan dan Konseling dari aspek ini
pada umumnya baik.
Butir 17 yaitu saya berusaha menolak
dengan cara yang baik, jika ada seorang teman
mengajak untuk menyontek saat ujian di kelas.
Untuk pernyataan ini menunjukkan sebesar 45,70
persen responden menyatakan sesuai
menggambarkan diri, 31,40 persen menyatakan
agak sesuai menggambarkan diri, 14,30 persen
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri, dan hanya 8,60 persen yang menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini
menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling
memiliki keterampilan sosial yang baik ditinjau
dari aspek ini, namun yang memiliki
keterampilan sosial kurang juga relatif masih
cukup tinggi.
Butir 18 yaitu saya sulit menampilkan
tingkah laku sebagai orang dewasa yang
bertanggung jawab. Untuk pernyataan ini sebesar
51,40 persen responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, 31,40 persen menyatakan
sesuai menggambarkan diri, 11,40 persen
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri, dan hanya 5,70 persen yang menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling
memiliki keterampilan sosial yang baik dari aspek
ini, dan yang memiliki keterampilan sosial kurang
masih relatif cukup tinggi yang mencapai 31, 40
persen.
Butir 19 yaitu jika dalam kelompok
diskusi, saya diminta oleh teman-teman kelompok
untuk memimpin diskusi, maka saya akan
lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Untuk pernyataan ini sebesar 40 persen
responden menyatakan agak sesuai
menggambarkan diri, 28,60 persen menyatakan
sesuai menggambarkan diri, 17,10 persen
menyatakan sangat sesuai menggambarkan diri,
dan hanya 14,30 persen menyatakan sangat tidak
sesuai menggambarkan diri. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar mahasiswa baru program
studi Bimbingan dan Konseling memiliki
keterampilan sosial yang baik dan sangat baik
dari aspek ini, namun demikian yang memiliki
keterampilan sosial kurang relative masih cukup
tinggi yang mencapai 40persen.
Butir 20 yaitu saya ragu untuk
mengatakan IYA pada sesuatu yang saya anggap
baik dan benar. Untuk pernyataan ini sebesar 40
persen responden menyatakan sesuai
menggambarkan diri, 31,40 persen menyatakan
agak sesuai menggambarkan diri, 17,10 persen
menyatakan sangat tidak sesuai menggambarkan
diri, dan hanya 11,40 persen yang menyatakan
sangat sesuai menggambarkan diri. Hal ini
menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling
memiliki keterampilan sosial yang kurang dari
aspek ini.
Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Tahun
2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling
FKIP UHO.
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian tentang keterampilan sosial mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling, di
mana skor keseluruhan butir pernyataan
dijumlahkan sehingga diperoleh skor total
keterampilan sosial diperoleh data kemampuan
keterampilan sosial berdasarkan kategori
kemampuan keterampilan sosial sebagaimana
pada tabel di bawah ini.
34
Tabel 4. Klasifikasi Kemampuan Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru tahun 2013
Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UHO.
Interval Skor Keterampilan
Sosial
Kategori
Keterampilan Sosial
Jumlah
Responden
Persentase
20 – 35 Sangat Kurang 0 0
36 – 50 Kurang 2 5.71
51 – 65 Baik 28 80.00
66 – 80 Sangat Baik 5 14.29
Jumlah 35 100.00
Berdasarkan tabel 4 di atas tampak
bahwa jika dilihat dari keseluruhan aspek
keterampilan sosial menunjukkan 80 persen
responden memiliki keterampilan sosial dengan
kategori baik, kemudian sebesar 5 persen
responden yang memiliki keterampilan sosial
yang sangat baik, dan hanya 5,71 persen
responden yang memiliki keterampilan sosial
yang kurang, dan tidak terdapat responden yang
memiliki keterampilan sosial sangat kurang.
Hal ini menunjukan bahwa secara umum
mahasiswa baru program studi bimbingan dan
konseling memiliki keterampilan sosial yang
memadai ( kategori baik ) dalam menghadapi
situasi dan lingkungan yang baru mereka hadapi,
antara lain : kemampuan hubungan dengan
temansebaya, kemampuan manajemen diri,
kemampuan dalam akademik, kemampuan
mematuhi aturan dan nilai yang berlaku dan
kemampuan menyatakan pikiran dan pendapat
secara terbuka dan tegas (Caldarella dan Merrel
dalam Gimpel & Merrel,1998).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa
baru program studi Bimbingan dan Konseling
FKIP UHO termasuk dalam kategori baik, dan
hanya sebagian kecil yang memiliki keterampilan
sangat baik dan kurang, serta tidak ada
mahasiswa yang memiliki keterampilan sosial
sangat kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S, 1997. Reliabilitas dan Validitas.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cartledge, G dan Milburn,J.F, 1995, Teaching
Social Skills to Children and Youth.
Allyn & Bacon, Massachussetts.
Hadi, S, 2000. Statistik II. Cetakan ke 17.Andi
Offset, Yogyakarta.
, 2002. Metodologi Research II. Cetakan
ke 27. Andi Offset Yogyakarta.
Hurlock, E, 1973. Adolescence Develpoment.
Fourth Edition. McGraw – Hill
Kogakusha, Tokyo.
, ,1994. Psikologi Perkembangan. Suatu
Perkembangan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi ke Lima.Erlangga,
Jakarta.
Jersild, Arthur, 1978. Psichology of Adolescence.
Third Edition. McMillan International
Edition.
Kerlinger, F.N, 1990. Asas-Asas Penelitian
Behavioral. Edisi ke 3 (terjemahan).
Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Merrel, K.W dan Gimpel,G.A, 1998. Social Skills
of Childre and Addlesseat :
Conseptualization, Assesment,
Treatment. Mahwan, NJ : Elbaum.
Monks, F.J.Knoers, A.M.P & Haditono, S.R,
1994. Psikologi Perkembangan.
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Cetakan kesembilan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Mu‟tadin, Zainun, 2006. Pengantar Psikologi
Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
35
Nirwani, Nura Puspa, 2012. Perbedaan
Keterampilan Sosial Anak Laki-Laki
dan Perempusn (Skripsi USU), tidak
diterbitkan.
Santrock, J.W, 1999. Life ? Span Development.
Seventh Edition. McGraw –HillInc,
New York.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi.
Alfabeta, Bandung.
Thornburg, H.D, 1982. Development in
Adolescence. Second Editon. Cole
Publishing Company Monterey,
California.
Pikunas, J, 1976. Human Development :An
Emergent Science. Third Edition.
McGraw – Hill Kogakusha LTD,
Tokyo.
36
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, GAYA KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA
TERHADAP KINERJA GURU
(Studi Kausal Pada SMP Negeri Di Kota Baubau)
Oleh:
Nanik Hindaryatiningsih1
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan,
kepuasan kerja terhadap kinerja guru. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan
Oktober sampai dengan Nopember 2013 di SMPN di Kota Baubau. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan instrumen penelitian berbentuk kuesioner, kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis jalur. Sampel penelitian sebanyak 123 orang guru yang dipilih secara simple
random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) budaya organisasi berpengaruh langsung
terhadap kepuasan kerja, (2) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja, (3)
budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kinerja (4) gaya kepemimpinan berpengaruh
langsung terhadap kinerja, (5) kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja, (6) budaya
organisasi berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja, (7) gaya
kepemimpinan berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Temuan ini
meyakinkan bahwa perubahan atau variasi kinerja guru dipengaruhi oleh budaya organisasi, gaya
kepemimpinan, dan kepuasan kerja.
Kata Kunci: Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Kinerja.
1 Dosen FKIP Universitas Halu Oleo
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu pembangunan bangsa,
salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber
daya manusia. Pendidikan memiliki peran sangat
penting dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Di era globalisasi yang
penuh persaingan, guru dituntut bekerja secara
profesional dan mengembangkan kemampuannya
sesuai kompetensi yang dimiliki. Kinerja guru
merupakan tolok ukur dari hasil prestasi yang
telah diraih oleh seorang yang berprofesi sebagai
guru. Menurut Qolquitt, et al (2009:37)., kinerja
diartikan sebagai “ the value of the set of
employee behaviors that contribute, either
positively or negatively, to organizational goal
accomplishment? (nilai dari seperangkat perilaku
karyawan yang berkontribusi baik positif atau
negatif terhadap tercapainya tujuan organisasi).
Saat ini masalah-masalah pendidikan
semakin kompleks, sehingga pemerintah terus
mengoptimalkan kinerja guru. Namun demikian,
kinerja guru sampai dengan saat ini masih belum
optimal seperti yang diharapkan. Kondisi ini
terjadi, tentu saja bukan tanpa sebab. Tidak hanya
faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah
kepegawaian yang menjadi penyebabnya, tetapi
menyangkut keseluruhan sistem yang ada.
Beberapa faktor yang potensial secara teoretik
seperti model “integratif perilaku organisasi”
yang dikembangkan oleh Colquitt et al (2009:8).,
kinerja seorang pegawai atau individual outcome
dipengaruhi oleh mekanisme organisasi,
karakteristik individu, mekanisme group, dan
mekanisme individual Mekanisme organisasi
antara lain, seperti: budaya organisasi dan
struktur organisasi. Mekanisme group, terdiri
dari: gaya kepemimpinan, perilaku pemimpin,
kerja tim, dan karakteristik tim. Sedangkan
karakteristik individu, meliputi: nilai budaya dan
kemampuan individu. Mekanisme individu,
antara lain berupa kepuasan kerja, stres, motivasi
kerja, trust, dan decision making.
Berangkat dari model “integratif perilaku
organisasi” Colquitt et al. tersebut, dapat
disimpulkan bahwa secara langsung atau tidak
37
langsung kinerja guru dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti budaya organisasi, gaya
kepemimpinan, dan kepuasan kerja. Faktor-faktor
tersebut perlu mendapat perhatian para pemimpin
pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan
kinerja guru. Dengan demikian, penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh
budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan
kepuasan kerja terhadap kinerja.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian singkat pada
pendahuluan, maka dapat dikemukakan beberapa
permasaalahan penelitian, yaitu:
(1) Apakah terdapat pengaruh langsung budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja?
(2) Apakah terdapat pengaruh langsung gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja?
(3) Apakah terdapat pengaruh langsung budaya
organisasi terhadap kinerja?
(4) Apakah terdapat pengaruh langsung gaya
kepemimpinan terhadap kinerja?
(5) Apakah terdapat pengaruh langsung
kepuasan kerja terhadap kinerja?
(6) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung
budaya organisasi terhadap kinerja melalui
kepuasan kerja?
(7) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung
gaya kepemimpinan terhadap kinerja melalui
kepuasan kerja?
TINJAUAN PUSTAKA
Budaya Organisasi
Menurut Robbins dan Judge (2007:511).,
organizational culture is a system of shared
meaning held by members that distinguishes the
organization from other organizations (sistem
berbagi nilai yang dilakukan oleh para anggota
organisasi yang membedakan organisasi tersebut
dengan organisasi lain) Dari pendapat ahli
tersebut, dapat disintesiskan bahwa budaya
organisasi adalah asumsi dasar yang dianut dan
dilaksanakan oleh anggota organisasi yang
berhubungan dengan norma, nilai-nilai, dan
aturan yang menjadi pedoman dan kontrol sosial
perilaku anggota organisasi sehingga
membedakan organisasi tersebut dengan yang
lain.
Sekolah adalah sebuah organisasi.
Sebagai organisasi, sekolah tentu memiliki
budaya organisasi yaitu budaya sekolah yang
berupa sekumpulan nilai-nilai, keyakinan, pola
perilaku yang membentuk ciri khas dari sebuah
organisasi sekolah. Maslowski (2001:8-9),
menyatakan bahwa budaya sekolah adalah asumsi
dasar, norma, nilai-nilai, dan artefak budaya yang
dihayati semua anggota sekolah yang
mempengaruhi fungsinya di sekolah Selanjutnya,
Maslowski menjelaskan budaya sekolah
mencakup tiga aspek, yaitu isi (content),
keseragaman (homogenity), kekuatan (strength)
Isi budaya menunjuk pada tipologi budaya seperti
kolaboratif, berorientasi prestasi dan sebagainya.
Keseragaman budaya berupa asumsi norma dan
nilai serta warisan budaya yang dihayati oleh
anggota organisasi. Keseragaman budaya hanya
terjadi jika para anggota organisasi memilki
asumsi yang sama terhadap norma dan nilai-nilai
serta segala bentuk budaya sekolah. Kekuatan
budaya ditandai dengan kontrol sosial dan formal
pada ketaatan terhadap norma dan nilai-nilai yang
ada. Jika kekuatan budaya lemah maka kontrol
sosial dan sangsi terhadap pelanggaran
norma/nilai juga lemah.
Dari analisa teori Maslowski, budaya
organisasi berpengaruh langsung terhadap kinerja
guru. Budaya sekolah berhubungan dengan
perilaku guru. Sekolah yang memiliki budaya
sekolah yang kuat untuk maju, maka dengan
sendirinya anggota organisasi sekolah akan
berupaya untuk bekerja dan memberikan
pelayanan yang terbaik dalam upaya
meningkatkan kinerjanya.
Gaya Kepemimpinan
Menurut Plunkett, Raymond dan Gemmy
(2008:444), gaya kepemimpinan adalah suatu
tindakan pendekatan dan perilaku pemimpin
yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain
dalam mencapai cita-cita yang diinginkan.
Luthans (2008:421) mengelompokkan
gaya kepemimpinan menjadi empat, yaitu: (1)
kepemimpinan direktif, gaya ini diekspresikan
oleh seorang pemimpin yang memberikan
pengarahan spesifik agar semua bawahannya
mengetahui apa yang diharapkan,(2)
kepemimpinan suportif, pemimpin dengan gaya
38
ini memiliki sikap ramah, mudah didekati, dan
menunjukkan perhatian yang tulus pada bawahan,
(3) kepemimpinan partisipatif, dalam gaya ini
seorang pemimpin lebih banyak meminta
saran/pendapat dari bawahan dalam setiap
pengambilan keputusan, (4) kepemimpinan yang
berorientasi pada prestasi, dalam gaya ini
pemimpin menetapkan tujuan-tujuan yang
bersifat menantang dengan keyakinan karyawan
akan memilki kepercayaan diri dalam mencapai
tujuan dan memiliki kinerja yang lebih baik.
Dari pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan terkait
dengan perilaku atau cara seorang pemimpin
dalam upaya mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan untuk melaksanakan segala aktivitas
dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya
kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan
terhadap keberhasilan guru dalam melaksanakan
tugas-tugasnya baik tugas pokok ataupun di luar
tugas pokok. Dengan demikian, gaya
kepemimpinan berhubungan dengan kinerja guru.
Kepuasan Kerja
Menurut Newstrom (2007:204)., “job
satisfaction is a set of favorable or unfavorable
feelings and emotions with which employeesview
their work. Job satisfaction is affective attitude-a
feeling of relative like or dislike fowart
something? Kepuasan kerja adalah seperangkat
perasaan dan emosi menyenangkan dan tidak
menyenangkan seseorang dalam memandang
pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan sikap
afektif, suatu perasaan suka atau tidak suka
terhadap sesuatu.
Menurut Robbins(2005:85), secara umum
karakateristik kepuasan kerja antara lain adalah
karaktereristik pekerjaan, pengawasan, gaji,
kesempatan promosi, dan hubungan dengan rekan
kerja
Dari uraian yang disampaikan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah
perasaan yang dimiliki individu terhadap
pekerjaannya. Sedangkan dimensi dalam
mengukur kepuasaan kerja terdiri dari perasaan
terhadap hubungan dengan rekan kerja,
karakteristik pekerjaan, kondisi kerja, dan
orientasi pekerjaan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah
Menegah Pertama Negeri Baubau. Proses
pengumpulan data dilaksanakan selama dua
bulan, yaitu Oktober dan Nopember 2013. Sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai maka metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey dengan teknik analisis data “path
analysis? (analisis jalur). Penelitian survey ini
mengkaji dan menganalisis keterkaitan antar
variabel, serta mengukur pengaruh satu variabel
terhadap variabel lainnya. Variabel yang dikaji
terdiri dari empat, yaitu: budaya organisasi (X1),
gaya kepemimpinan (X2), kepuasan kerja (X3),
dan kinerja (X5). Pola hubungan antara variabel
bebas dan terikatnya dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2. Model Hubungan Antar Variabel
Populasi bersifat homogen yaitu seluruh
guru SMP yang berstatus pegawai negeri Sipil di
Kota Baubau. Alasan pemilihan guru-guru SMP
karena jumlah komunitasnya cukup banyak, yaitu
659 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan cara acak sederhana simple random
sampling), yaitu berjumlah 123 orang guru.
Sedangkan untuk uji coba instrumen diambil
sebanyak 30 orang guru. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner yang disusun dalam
bentuk butir-butir pernyataan/pertanyaan yang
dibangun berdasarkan landasan teori atau
indikator ke empat variabel yang hendak diukur
(budaya organisasi, gaya kepemimpinan,
kepuasan kerja dan kinerja). Skala penilaian
yang digunakan menggunakan skala likers yang
terdiri dari lima katagori, yaitu: (1) selalu, (2)
sering, (3) kadang-kadang, (4) jarang, dan (5)
tidak pernah. Instrumen penelitian yang berupa
kuesioner terlebih dahulu diuji keabsahan
(validity) dan uji keandalan (realibility).
Instrumen yang tidak valid dibuang. Kuesioner
diedarkan secara langsung pada seluruh guru
X
1
X2
X3 X4
39
SMP Negeri yang berstatus PNS di Kota Baubau
untuk diisi kemudian di serahkan kembali kepada
peneliti. Data penelitian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif (untuk
penyajian data masing-masing dari empat
variabel yang diteliti) dan statistika inferensial
(untuk menguji hipotesis penelitian) dengan
memakai analisa jalur yang sebelumnya
dilakukan uji normalitas dan uji linearitas data.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Sesuai dengan variabel yang diteliti,
maka deskripsi data berdasarkan data dalam
penelitian, terdiri dari: budaya organisasi, gaya
kepemimpinan, kepuasan kerja dan knerja. Data
tersebut merupakan hasil jawaban responden
terhadap kuesioner yang disebarkan. Dengan
menggunakan program SPSS for Windows release
17.0, dihasilkan data deskriptif, yaitu: rata-rata
(median), variansi, skor maksimum dan
minimum. Skor rata-rata, variansi, skor
maksimum dan minimum dari masing-masing
variabel disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rangkuman Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif
Variabel N (Sampel) SKOR
Min Max Median Variance
X1 123 44 105 84 185.230
X2 123 37 90 70 96.766
X3 123 45 98 77 155.798
X4 123 48 110 83 198.209
Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel dilakukan analisis hipotesis
dengan cara mencari koefisien tiap lintasan dari
variabel eksogen ke variabel endogen dengan
menggunakan program Lisrel 8.00. Selanjutnya,
melakukan uji keberartian koofisien jalur dengan
uji-t. Kriteria yang digunakan dalam pengujian
adalah jika thitung>ttabel maka dikatakan
“signifikan”.
Setelah dilakukan uji nomalitas dan
linearitas yang merupakan persyaratan analisa
data dengan path analysis, maka diperoleh hasil
populasi berdistribusi normal serta hubungan
antara variabel-variabel dalam model signifikan
dan linear. Adapun hasil perhitungan koofesien
jalur, pengaruh langsung dan tak langsung serta
uji signifikansi terlihat dalam tabel 2 dan 3
dibawah ini:
Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai Koofisien Jalur dan Uji Signifikansi Koofisien Jalur
Pengaruh Koofisien
Jalur t-hitung
Ttabel Kesimpulan
0,05 0,01
X1 X3 0,281 2,28 1,98 2,62 Signifikan
X2 X3 0,603 3,54* 1,98 2,62 Sangat Signifikan
X1 X4 0,302 3.00* 1,98 2,62 Sangat Signifikan
X2 X4 0,363 2,51 1,98 2,62 Signifikan
X3 X4 0,402 5,47* 1,98 2,62 Sangat Signifikan
Tabel 3. Rangkuman Hasil Perhitungan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung
Pengaruh Pengaruh
Langsung
Pengaruh Tidak
Langsung Pengaruh Total
X1 X3 0,281 0,281
X2 X3 0,603 0,603
40
Pengaruh Pengaruh
Langsung
Pengaruh Tidak
Langsung Pengaruh Total
X1 X4 0,302 0,281x0,402=0,112 0,414
X2 X4 0,363 0,603x0,402=0,242 0,605
X3 X4 0,402 0,402
Dari tabel 2 dan 3 di atas menunjukkan
bahwa:
a. Variabel budaya organisasi (X1) berpengaruh
langsung positif terhadap kepuasan kerja (X3),
hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar
0,281 mempunyai nilai thitung > ttabel pada
α=0,05 atau 2,28>1,98.
b. Variabel gaya kepemimpinan (X2) berpengaruh
langsung positif terhadap kepuasan kerja (X3),
hal ini ditunjukkan pada koofisien jalur budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar
0,603, mempunyai nilai thitung >t tabel pada
α=0,05 atau 3,54>1,98 dan 3,54> 2,62 pada
α=0,01.
c. Variabel budaya organisasi (X1) berpengaruh
langsung positif terhadap kinerja (X4), hal ini
ditunjukkan pada koofisien jalur budaya
organisasi terhadap kinerja sebesar 0,302
mempunyai nilai thitung>ttabel pada α=0,05 atau
3,00>1,98 dan 3,00>2,62. Sedangkan pengaruh
tidak langsungnya melalui kepuasan kerja (X3)
sebesar 0,414 mempunyai nilai t hitung>t tabel
pada α=0,05 atau 2,11>1,98
d. Variabel gaya kepemimpinan (X2) berpengaruh
langsung terhadap kinerja (X4), hal ini
ditunjukkan pada koofisien jalur gaya
kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 0,363
mempunyai nilai thitung>ttabel pada α=0,05 atau
2,51>1,98. Sedangkan pengaruh tidak
langsungnya melalui kepuasan kerja (X3)
sebesar 0,605 dengan t hitung>t tabel pada α=0,05
atau 2,97>1,98.
e. Variabel kepuasan kerja (X3) berpengaruh
langsung terhadap kinerja (X4), hal ini
ditunjukkan pada koofisien jalur kepuasan
kerja terhadap kinerja sebesar 0,402,
mempunyai nilai thitung > ttabel pada α=0,05
atau 5,47 > 1,98 dan 5,47 > 2,62 pada α=0,01.
Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui
kelima koofisien jalur signifikan, antar variabel
eksogen dan endogen terdapat pengaruh langsung
dan tidak langsung. Model akhir dari analisis
jalur dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Model Hubungan Antar Variabel
PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian hipotesis ditemukan
bahwa budaya organisasi berpengaruh langsung
positif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian
ini menemukan besar koofisien jalur antara
budaya organisasi terhadap kepuasan kerja
sebesar 0,281. Hal ini sesuai dengan model
teoretik yang dikatakan Robbins (2006:748),
bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap
kepuasan kerja. Jika dukungan organisasi tinggi
maka kepuasan kerja tinggi, begitu pula halnya
jika dukungan organisasi rendah maka kepuasan
kerja juga rendah
Gaya kepemimpinan berpengaruh
langsung positif terhadap kepuasan kerja. Hasil
penelitian ini menemukan besar koofisien jalur
antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan
kerja sebesar 0,603. Hal ini sesuai dengan model
teoretik yang dikembangkan Gibson et al
(2006:106), bahwa terdapat lima dimensi yang
berkaitan dengan kepuasan kerja yaitu: upah,
kesempatan promosi, atasan dan rekan kerja
Pemimpin yang memperlakukan bawahannya
dengan manusiawi akan berdampak pada
terciptanya perasaan positif dalam diri bawahan
terhadap atasannya. Perasaan positif yang
terbentuk dalam diri bawahan merupakan bentuk
X1
X2
X3 X4
0,603
0,302
0,363
0,402 0,281
41
kepuasan kerja yang dimiliki atasannya. Hal ini
berarti gaya kepemimpinan mempengaruhi
kepuasan kerja.
Budaya organisasi berpengaruh langsung
terhadap kinerja guru-guru SMP Negeri. Hal ini
ditunjukkan pada besarnya koofisien jalur antara
budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,281.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendekatan
perilaku “integratif model” Colquitt, LePine dan
Wesson (2009:9), yang menyatakan bahwa
kinerja hubungannya erat dengan perilaku
individu dalam organisasi. Organicational
culture merekomendasikan bahwa dalam rangka
meningkatkan kinerja, disarankan agar setiap
organisasi untuk berbagi pengetahuan tentang
peraturan-peraturan, norma, dan nilai-nilai yang
mengidentifikasi perilaku dan sikap pekerja
Gaya kepemimpinan berpengaruh
langsung terhadap kinerja guru-guru SMP. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya koofisien jalur
antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja
sebesar 0,363. Temuan penelitian ini sesuai
dengan model Daft (1999:93), gaya
kepemimpinan berhubungan dan berpengaruh
pada peningkatan kinerja Begitu pula Qolquitt
(2009:496) menyatakan bahwa kepemimpinan
transformational mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja
Dari hasil pengujian hipotesis ditemukan
besarnya koofesien jalur kepuasan kerja terhadap
kinerja guru SMP sebesar 0,402. Ini
menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh
langsung terhadap kinerja guru SMP. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ebert dan Griffin bahwa
“job satisfaction as degree of enjoyment that
people drive from performing their jobs”
(kepuasan kerja adalah tingkat kepuasan yang
dirasakan pekerja yang mendorongnya untuk
menghasilkan kinerja. Artinya jika orang
terpuaskan dengan keadaan di mana dia bekerja,
maka orang tersebut akan meningkatkan
kinerjanya. Dari hasil pengujian hipotesis
ditemukan besarnya koofesien jalur budaya
organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja guru SMP sebesar 0,302+0,112=0,414. Ini
menunjukkan bahwa budaya organisasi
berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja
melalui kepuasan kerja para guru SMP.
Mendukung pendapat Kreitner dan Kinicki
(2000:90), bahwa budaya organisasi berhubungan
positif dengan perilaku karyawan Budaya
organisasi sekolah yang baik memungkinkan
terciptanya suasana kerja yang kondusif, penuh
menyenangkan, loyalitas, tanggung jawab
terhadap pekerjaannya dan semua itu merupakan
indikator kepuasan kerja. Guru yang bekerja
dengan suasana batin yang menyenangkan, maka
akan semakin giat bekerja untuk meningkatkan
kinerjanya.
Gaya kepemimpinan berpengaruh tidak
langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
para guru SMP. Dari hasil pengujian hipotesis
ditemukan besarnya koofesien jalur gaya
kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja guru SMP sebesar 0,363+0,242=0,605.
Mendukung pendapat Cunningham and Cordeiro
(2003:140-141), gaya kepemimpinan
mempengaruhi perilaku bawahan Pemimpin yang
memperlakukan bawahan dengan baik akan
berdampak pada terciptanya perasaan positif
bawahan yang merupakan indikator kepuasan
kerja. Jika karyawan puas atau merasa senang
maka karyawan tersebut lebih semangat bekerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerjanya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis penelitian
dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut:
1. budaya organisasi berpengaruh langsung
terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri.
2. gaya kepemimpinan berpengaruh langsung
terhadap kepuasan kerja guru SMP.
3. budaya organisasi berpengaruh langsung
terhadap kinerja guru SMP.
4. gaya kepemimpinan berpengaruh langsung
terhadap kinerja guru SMP.
5. kepuasan kerja berpengaruh langsung
terhadap kinerja guru SMP.
6. budaya organisasi berpengaruh tidak
langsung terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja guru SMP.
7. gaya kepemimpinan berpengaruh tidak
langsung terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja guru SMP.
42
DAFTAR PUSTAKA
Colquitt, Jason A., Jeffery A. Lepine, and
Michael J. Wesson. Organizational
Behavior, Improving Performance and
Comitment in the Workplace. New York:
McGrawHill, 2009.
Cunningham, William G. And Paula A. Cordeiro,
Educational Leadership. New
York:Pearson Education, Inc.,2003.
Daft, Richhard L. Leadership: Theory and
Practice. Orlando: The Dryden
Press,1999.
Gibson James L., et al. Organizations:Behavior,
Structure, Processes, Twelfth Edition.
New York: McGraw-Hill Irwin, 2006.
Kreitner Robert and Kinicki Angelo,
Organizational Behavior: Perilaku
Organisasi, terjemahan Erly Suandy.
Jakarta: Salemba Empat, 2003.
Luthans, Fred. Organizational Behavior, eleventh
edition. Boston: McGraw-Hill
International Edition, 2008.
_____, Organizational Behavior. New York:
McGraw-Hill, 2005.
Maslowski, R.School Culture and School
Performance. 2001
(http://www.tuputwente.nl/ukcataloque/e
ducational/school-culture).
Newstrom John W. Organizational Behavior:
Human Behavior At Work, Twelfth
Edition. New York: Mc.Graw-Hill,2007.
Plunkett Warren R., Attner Raymond F. dan
Allen Gemmy S. Management: Meeting
and Exceeding Customer Expectation,
Ninth Edition. Mason Ohio:Thomson
South-Western, 2008.
Robbins, Stephen P. Organizational Behavior.
New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005.
_______. Perilaku Organisasi Edisi ke-10,
Terjemahan Benyamin Molan. Jakarta:
PT.Gramedia,2006.
43
DISTRIBUSI KONSENTRASI NITRAT DAN FOSFAT DI PERAIRAN
TELUK KENDARI
Oleh:
Indra Purnama Iqbah1, Arifin
2, Arniah
3
Abstrak. Telah dilakukan penelitian pengamatan Kadar Nitrat dan Fosfat di Perairan Teluk Kendari
pada bulan Agustus 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar nitrat dan fosfat
yang terdistribusi pada perairan Teluk Kendari. Metode Penelitian menggunakan tipe experimental
dimana kadar nitrat dianalisis dengan menggunakan metode Brusin sedangkan kadar fosfatnya
dianalisis menggunakan metode asam askorbat. Pengambilan sampel dilakukan di empat lokasi
perairan Teluk Kendari yang sebagai berikut lokasi I yaitu perairan sekitar Jembatan Triping, lokasi II
yaitu perairan sekitar Pasar Kota, lokasi III yaitu perairan sekitar Teluk Bagian Tengah dan lokasi IV
yaitu Perairan sekitar Pulau Bungkutoko. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar nitrat dan fosfat
di empat lokasi sebagai berikut untuk lokasi I konsentrasi nitrat dan fosfat berturut-turut sebesar 1.572
mg NO3-N/L ; 0.075 mg PO3-P/L, lokasi II sebesar 1.899 mg NO3-N/L ; 0.050 mg PO3-P/L, lokasi
III sebesar 1.532 mg NO3-N/L ; 0.038 mg PO3-P/L dan untuk lokasi IV sebesar 1.324 mg NO3-N/L ;
0.025 mg PO3-P/L. Dengan demikian rata-rata kadar nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari
adalah 1.582 mg NO3-N/L dan 0.103 mg PO3-P/L. Berdasarkan pada standar baku mutu perairan,
kadar nitrat dan fosfat di perairan sebaiknya 0.008 mg NO3-N/L dan 0.015 mg PO3-P/L sehingga
diketahui bahwa kadar nitrat dan fosfat di perairan Teluk Kendari telah melampaui ambang batas.
Kata Kunci : Nitrat, Fosfat dan Teluk Kendari
1 Alumni Pend. Kimia FKIP UHO 2,3 Dosen Pend. Kimia FKIP UHO
PENDAHULUAN
Teluk Kendari yang terletak di tengah
Kota Kendari diperkirakan memiliki luas ±10,84
km2
dan memiliki panjang garis pantai ± 35,85
km dengan batasan wilayah yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Kendari Barat,
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Poasia dan Kecamatan Abeli, sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Mandonga dan
Kecamatan Kambu dan sebelah Timur
berbatasan dengan Bungkutoko (Atlas Pesisir
Teluk Kendari, 2000). Pulau Bungkutoko yang
kecepatan arusnya sangat lemah dengan pola
pergerakan arus pada lapisan permukaan dan
pertengahan yang hampir sama (Dishidros, 2010)
memungkinkan limbah dari seluruh akivitas
penduduk akan terkumpul di kawasan teluk.
Teluk Kendari juga merupakan muara dari
beberapa sungai besar maupun kecil dimana
sungai induknya yaitu Sungai Wanggu, dan anak-
anak sungai seperti Sungai Konda, Sungai
Lapulu, Sungai Numanggere, Sungai Lamomea,
Sungai Ambololi, Sungai Lambusa, Sungai
Amohalo, Sungai Lepo-Lepo, dan Sungai Ea dan
hulu sungai berada di kabupaten lain, seperti
Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten
Konawe. (Apriyanto, 2007). Melihat dari
letaknya maka teluk secara langsung menjadi
tempat penimbunan limbah dari keseluruhan
aktivitas penduduk sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pada ekosistem perairan yang diikuti
dengan menurunnya produktivitas biota perairan.
Nitrat dan fosfat merupakan unsur yang
memiliki peran vital bagi pertumbuhan
fitoplankton atau alga yang biasa digunakan
sebagai indikator kualitas air dan tingkat
kesuburan suatu perairan. Ini sependapat dengan
Yulisman (2010) yang mengatakan zat hara
merupakan zat-zat yang diperlukan dan
44
mempunyai pengaruh terhadap proses dan
perkembangan hidup organisme seperti
fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat.
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan
alami dan merupakan nutrient utama bagi
pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat
mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Bahri,
2006). Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Nitrat adalah proses yang penting dalam siklus
nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob.
Oksidasi amoniak menjadi nitrit dilakukan oleh
bakteri nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit
menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri nitrobacter.
Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri
kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan
energi dari proses kimiawi. Oksidasi amoniak
menjadi nitrit ditunjukan dalam persamaan
berikut (a). Sedangkan oksidasi nitrit menjadi
nitrat ditujukan dalam persamaan (b).
2NH3 + 3O2 nitrosomonas
2NO2– + 2H
+ + 2H2O (a)
2NO2- + O2 nitrobacter 2NO3
- (b)
Masuknya nitrat kedalam badan sungai
disebabkan manusia yang membuang kotoran
(tinja) dalam air sungai. Penyebab lain yang
membuat konsentrasi nitrat menjadi tinggi ialah
pembusukan sisa tanaman dan hewan, hasil
buangan industri, dan kotoran hewan. Seperti
halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting
dalam suatu ekosistem air. Fosfor di alam tidak
dijumpai dalam keadaan bebas, akan tetapi
berada dalam bentuk terikat dengan unsur lain
membentuk senyawa. Di laut fosfor dijumpai
dalam keadaan terlarut dan tersuspensi atau
terikat di dalam sel organisme dalam air. Fosfor
terlarut hampir semuanya ditentukan oleh
presentase ion-ion ortofosfat yaitu H2PO4-,
HPO42-
, dan PO43-
. Adapun reaksi reaksi ionisasi
asam ortofosfat adalah sebagai berikut :
H3PO4 ↔ H+ + H2PO4
-
H2PO4- ↔ H
+ + HPO4
2-
HPO42-
↔ H+ + PO4
3-
Menurut Chaniago (1994), sumber utama
fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil
pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta
bahan organik seperti hancuran tumbuh-
tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut
berasal dari hasil dekomposisi organisme, run-off
dari daratan (erosi tanah).
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi nitrat dan fosfat yang terdistribusi
pada perairan Teluk Kendari.
METODE PENELITIAN
Pengambilan sampel dilaksanakan di
perairan Teluk Kendari pada bulan Agustus
2013. Pengambilan sampel dilakukan di empat
lokasi sebagai berikut; lokasi I yaitu di perairan
sekitar Jembatan Triping (Daerah Aliran Sungai
Wanggu), lokasi II yaitu peraian sekitar Pasar
Kota, lokasi III yaitu perairan sekitar Teluk
Bagian Tengah dan di lokasi IV yaitu perairan
sekitar Pulau Bungkutoko. Sampel air laut
diambil secara langsung di Perairan Teluk
Kendari menggunakan alat water sampling.
Tempat pengambilan sampel ditentukan sebanyak
4 tempat dan titik pengambilan ±1 meter dibawah
permukaan. Sampel yang telah diambil
dimasukkan dalam botol. Botol sampel berupa
bahan gelas atau plastik yang tidak
menimbulkan reaksi antara bahan wadah dengan
sampel. Dimasukkan kedalam ice box kemudian
dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Analisis selanjutnya adalah sebagai
berikut untuk nitrat: 1) Sebanyak 10 mL contoh
dimasukkan kedalam labu enlemeyer 50 mL, 2)
Tambahkan 10 mL larutan asam sulfat, kemudian
di aduk perlahan-lahan dan dibiarkan sampai
dingin, 3) Tambahkan 0,50 mL larutan campuran
brusin-sulfanilic acid, kemudian diaduk secara
perlahan dan dipanaskan di atas penangas air
pada suhu tidak melebihi 95ºC selama 20 menit
kemudian didinginkan, 4) Lakukan pengukuran
dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS
pada panjang gelombang 400 nm. Sedangkan
analisis untuk fosfat adalah sebagai berikut: 1)
Sebanyak 10 mL contoh dan dimasukkan ke
dalam gelas kimia 100 mL, 2) Ditambahkan 1
tetes indikator fenoftalein, jika terbentuk warna
merah muda ditambahkan tetes demi tetes H2SO4
45
5 N sampai warna hilang, 3) Ditambahkan 8 mL
reagen campuran (campuran antara Asam Sulfat,
Kalium Antimoniltartarat, Ammonium Molibdat,
dan Asam Askorbik) dikocok dan dibiarkan
selama beberapa menit sampai keruh hilang,
4) Lakukan pengukuran dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 600 nm. Hal yang sama juga
dilakukan untuk larutan blanko. Konsentrasi
nitrat dan fosfat dihitung dengan menggunakan
kurva standar, satuan konsentrasi dinyatakan
dalam mg/L.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nitrat
Hasil pengukuran konsentrasi nitrat pada
air laut di empat lokasi perairan di Teluk Kendari
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi Nitrat dari Empat
Lokasi di Perairan Teluk Kendari
Lokasi perairan Konsentrasi
(mg/L)
Sekitar Jembatan
Triping
1.572
Sekitar Pasar kota 1.899
Sekitar Teluk Bagian
Tengah
1.532
Sekitar Pulau
Bungkutoko 1.324
Dari tabel 1, konsentrasi nitrat dari yang
tertinggi sampai dengan konsentrasi yang
terendah di perairan sekitar Teluk Kendari
berturut – turut adalah Pasar Kota, Jembatan
Triping (Daerah Aliran Sungai Wanggu), Teluk
Bagian Tengah dan Pulau Bungkutoko.
Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada lokasi
perairan di sekitar Pasar Kota sebesar 1.899
mg/L, sedangkan konsentrasi nitrat terendah
diperoleh pada lokasi pengambilan sampel di
perairan sekitar Pulau Bungkutoko sebesar 1.324
mg/L.
Tingginya konsentrasi nitrat di perairan
sekitar Pasar Kota di sebabkan karena banyaknya
sumber pencemar yang berupa sampah-sampah
organik dari kegiatan pemasaran seperti
perdagangan ikan. Adanya pembusukan ikan
menyebabkan penguraian bahan organik yang
dilakukan bakteri menghasilkan amoniak.
Amoniak merupakan hasil dari perombakan
protein oleh bakteri dan merupakan produk dari
hasil metabolisme organisme dan pembusukan
oleh bakeri. Amoniak yang dihasilkan ini dengan
bantuan bakteri Nitrosomonas akan dioksidasi
menjadi senyawa nitrit yang bentuknya tidak
stabil di perairan dan bersifat racun bagi
organisme perairan. Nitrit yang dihasilkan akan
segera lagi dioksidasi dengan bantuan bakteri
Nitrococcus menghasilkan senyawa nitrat yang
stabil yang lebih mudah diserap oleh
fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Perairan
berikutnya yang mempunyai konsentrasi nitrat
terbesar kedua adalah perairan di sekitar
Jembatan Triping (Daerah Aliran Sungai
Wanggu) dengan konsentrasi nitrat sebesar 1.572
mg/L. Sungai Wangggu merupakan sungai induk
dari beberapa sungai yang ada di Kota Kendari
sehingga semua limbah hasil dari aktivitas
masyarakat yang menghasilkan limbah dosmetik
akan terkumpul di Sungai Wanggu dan
selanjutnya akan menuju ke Teluk Kendari.
Sebagai contoh adalah sumber makanan
manusia dan hewan umumnya berupa
karbohidat, lemak, dan protein.
Penguraian karbohidrat tidak menjadi
masalah yang serius bagi ekosistem perairan,
karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat
mengkomsumsinya. Yang dapat menimbulkan
masalah adalah penguraian lemak dan protein
yang berupa amoniak yang selanjutnya akan
dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dengan
bantuan bakteri. Sumber nitrat di perairan laut
pada wilayah pesisir adalah sungai. Karena
sungai membawa hanyutan sampah maupun
sumber nitrat, sehingga sumber nitrat dimuara
sungai lebih besar dari sekitarnya. Hal ini sesuai
dengan Hutagalung dan Rozak (1997) yang
menyatakan bahwa konsentrasi nitrat akan
semakin tinggi menuju ke arah pantai dan
konsentrasi nitrat tertinggi biasanya ditemukan di
perairan muara. Konsentrasi nitrat terendah
terdapat di sekitar perairan Teluk Bagian Tengah
dan Pulau Bungkutoko (Mulut teluk) yang
berturut turut sebesar 1.532 mg/L dan 1.324
mg/L.
46
Rendahnya konsentrasi nitrat di kedua
perairan disebabkan kedua perairan ini letaknya
sangat jauh dari sumber pencemar sehingga
nitrat yang dihasilkan dari sampah-sampah
pembuangan rumah tangga, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung dibuang ke
perairan akan terdistribusi ke berbagai penjuru
lautan. Konsentrasi nitrat di perairan sekitar
Teluk Bagian Tengah dan Pulau Bungkutoko
dipengaruhi pula oleh kerasnya ombak dan arus
lautan lepas sehingga akan terjadi pertukaran air
dikarenakan arus lautan yang lebih besar
dibanding lokasi lainnya yang jauh dari lautan
lepas.
Fosfat
Untuk hasil pengukuran konsentrasi
fosfat di empat lokasi perairan Teluk Kendari
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi Fosfat dari Empat
Lokasi di Perairan Teluk Kendari
Lokasi perairan Konsentrasi (mg/L)
Sekitar Jembatan
Triping
0.075
Sekitar Pasar kota 0.050
Sekitar Teluk
Bagian Tengah
0.038
Sekitar Pulau
Bungkutoko 0.025
Dari tabel 2, lokasi pengambilan sampel
yang memiliki konsentrasi fosfat terkecil sampai
dengan konsentrasi terbesar berturut-turut adalah
perairan sekitar Pulau Bungkutoko, perairan
sekitar Teluk Bagian Tengah, perairan sekitar
Pasar Kota dan perairan sekitar Jembatan
Triping. Konsentrasi fosfat tertinggi di empat
lokasi perairan Teluk Kendari terdapat pada
perairan sekitar Jembatan Triping sebesar 0.075
mg/L dan konsentrasi fosfat yang terendah
terdapat pada perairan sekitar Pulau Bungkutoko
sebesar 0.250 mg/L.
Untuk perairan di sekitar Teluk Kendari
yang memliki konsentrasi fosfat tertinggi adalah
perairan di sekitar Jembatan Triping (Daerah
Aliran Sungai Wanggu) sebesar 0.075 mg/L.
Perbandingan konsentrasi fosfat ini jauh lebih
rendah dibandingankan dengan konsentrasi nitrat.
Senyawa fosfat sebagian besar mengendap di
dasar laut. Fosfat akan naik ke permukaan air laut
ketika pada musim hujan yang disertai dengan
ombak atau adanya pergerakan dari dasar bumi
sehingga senyawa fosfat yang terletak di dasar
perairan akan naik ke permukaan. Naiknya fosfat
dari dasar perairan ke permukaan disebut dengan
upwelling. Upwelling merupakan proses yang
penting untuk mengembalikan zat-zat hara dari
lapisan air dekat dasar ke daerah permukaan.
Tingginya konsentrasi fosfat di sekitar Jembatan
Triping dikarenakan banyak terdapat aktivitas
atau kegiatan masyarakat yang akan
menghasilkan limbah dan semuanya akan
terkumpul di Sungai Wanggu yang sebagaimana
fungsinya sebagai sungai induk. Salah satu
contoh kegiatan masyarakat adalah mencuci
pakaian dengan menggunakan detergen yang
limbahnya langsung di buang ke badan air. Bahan
pembentuk detergen yang umum digunakan
adalah polifosfat, misalnya natrium tripolifosfat,
Na3P3O10. Namun demikian fosfat tidak
beracun terhadap hewan air dan tidak
mengganggu kesehatan manusia. Sungai wanggu
akan membawa hanyutan sampah maupun
sumber fosfat dari daratan lainnya, sehingga
sumber fosfat di muara sungai lebih besar dari
sekitarnya. Selain di sekitar perairan Jembatan
Triping, di perairan Pasar Kota juga mengandung
konsentrasi fosfat yang cukup tinggi.
Tingginya konsentrasi fosfat disekitar
pasar kota disebabkan terdapat kawasan
pemukiman penduduk yang hampir padat yang
dapat berpotensi menyumbangkan limbahnya
yang akan menambah konsentrasi fosfat di
perairan tersebut. Disamping itu juga banyaknya
sisa-sisa ikan yang langsung dibuang ke perairan
dimana senyawa fosfat ini dapat berasal dari feses
hewan (aves) dan dapat juga berasal dari jaringan
tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Untuk
konsentrasi fosfat terendah terdapat pada dua
perairan yaitu Teluk Bagian Tengah dan perairan
Bungkutoko. Rendahnya konsentrasi fosfat di dua
perairan ini disebabkan kedua perairan tersebut
jaraknya cukup jauh dari pusat-pusat aktivitas
masyarakat yang dapat menyumbangkan limbah
fosfat. Selain itu kedua perairan tersebut
47
berinteraksi dengan lautan lepas yang belum
tercemar, khususnya untuk perairan Bungkutoko
yang memiliki arus yang relatif besar sehingga
terjadi pertukaran air akibat arus lautan yang
lebih besar dibanding lokasi lainnya yang jauh
dari lautan lepas.
Berdasarkan data konsentrasi yang
diperoleh di empat titik lokasi perairan maka
dapat dibuatkan tabel konsentrasi rata-rata nitrat
dan fosfat pada perairan di Teluk Kendari seperti
pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Konsentrasi Rata-Rata Nitrat dan Fosfat Dari Empat Lokasi
Pada Perairan Teluk Kendari.
Lokasi Perairan
Konsentrasi
Nitrat
(mg/L)
Rata-rata
(mg/L)
Konsentrasi
Fosfat
(mg/L)
Rata-rata
(mg/L)
Sekitar Jembatan
Triping 1.572
1.582
0.075
0.103
Sekitar Pasar Kota 1.899 0.050
Sekitar Teluk
Bagian Tengah 1.532 0.038
Sekitar Pulau
Bungkutoko 1.324 0.250
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa
konsentrasi fosfat di empat lokasi perairan di
Teluk Kendari lebih kecil dibandingkan dengan
konsentrasi nitrat, dimana konsentrasi fosfat pada
pada perairan Teluk Kendari sebesar 0.103 mg/L.
Sedangkan konsentrasi nitrat pada perairan
Teluk Kendari sebesar 1.582 mg/L.
Secara keseluruhan dari berbagai titik
pengambilan sampel di perairan Teluk Kendari
konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan Teluk
Kendari menunjukan kondisi yang sudah
tercemar. Konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan
Teluk Kendari berturut-turut sebesar 1.582 mg
NO3-N/L dan 0.103 mg mg PO3-P/L. Konsentrasi
ini telah melewati standar baku mutu yang
diperbolehkan sebagai kriteria tingkat kesuburan
lingkungan perairan yang sebaiknya berturut-
turut sebesar 0,008 mg NO3-N/L dan 0.015 mg
PO3-P/L.
KESIMPULAN
Distribusi rata-rata kadar nitrat dan
fosfat di perairan Teluk Kendari adalah berturut-
turut sebesar 1.582 mg NO3-N/L dan 0.103 mg
PO3-P/L. Berdasarkan pada standar baku mutu
perairan, kadar nitrat dan fosfat di perairan
sebaiknya 0.008 mg NO3-N/L dan 0.015 mg
PO3-P/L sehingga diketahui bahwa kadar nitrat
dan fosfat di perairan Teluk Kendari telah
melampaui ambang batas.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Andi Faizal. 2006. Analisis Kandungan
Nitrat dan Fosfat pada sedimen
mangrove yang termanfaatkan di
Kecamatan Mallusetasi Kabupaten
Barru. Asosiasi Konservator Lingkungan
: Makassar.
Apriyanto, H, 2007. Jurnal Kebijakan
Pengelolaan Teluk Berbasis Daerah
Aliran Sungai (Studi Kasus Teluk
Kendari). Vol. 9 No. 3.
Hutagalung, Horas dan Abdul Rozak. 1997.
Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan
Biota. Buku Kedua. Puslitbang
Oseanologi-LIPI. Jakarta.
48
PEMETAAN KOMPETENSI DASAR CAPAIAN SISWA PADA UN MATA
PELAJARAN FISIKA DI KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2011
Oleh:
La Harudu1
Abstrak Telah dilakukan penelitian analisis pemetaan kompetens dasar capaian siswa pada ujian
nasional (UN) IPA Fisika yang bertujuan memetakan kompetensi dasar capaian siswa IPA fisika
dibawah nilai <6 mempengaruhi rendahnya penguasaan kompetensi dasar yang telah disusun dalam
SKL. Pemetaan capaian SKLdibawah nilai <6 dalam tiga tahun menunjukkan 14,99 % tahun 2008,
2,74 % tahun 2009, dan 12,41% tahun 2010, ini menunjukkan bahwa kemampuan kompetensi
dasar siswa tidak stabil dan relatif rendah. Ini disebabkan oleh factor pendidik dan tenaga
kependidikan 81,82%, proses 77, 78%, pengelolaan 75%, sarana dan prasarana 72,73%, isi
62,50% dan sisanya adalah faktor lain.
Kata Kunci: UN Fisika KOnsel 2011, pemetaan kompetensi dasar, faktor penyebab
1 Dosen Pend. Fisika FKIP UHO
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu
persyaratan utama dalam meningkatkan martabat
dan kualitas bangsa. Melalui pendidikan pada
berbagai tingkatan diharapkan kehidupan
masyarakat Indonesia akan berubah menjadi
lebih baik, seperti yang telah digariskan dalam
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005
bahwa, penyelenggaraan satuan pendidikan
formal yang bermutu akan menghasilkan lulusan
formal yang dapat membangun dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.
Masyarakat pengguna dari hasil pendidikan
ditentukan oleh hasil ujian akhir nasional (UN).
Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan
pengukuran dan penilaian kompetensi siswa
secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Ujian ini bertujuan menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu yaitu ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hasil UN digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk pemetaan mutu
pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutnya, serta sebagai penentuan kelulusan
siswa. Adapun mata pelajaran utama yang
diujikan, khususnya pada jenjang SMA adalah:
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Fisika, Kimia dan
Biologi.
Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya nilai UN yang dicapai oleh siswa,
antara lain: Pertama, kurangnya motivasi siswa
didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi.
Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi
pendidikan dalam lingkungan keluarga yang
kurang mendukung. Kedua, merebaknya sikap
instan yang melanda kehidupan kaum remaja.
Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif
masyarakat yang cenderung membiarkan
berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di
tengah-tengah panggung kehidupan sosial.
Berdasarkan data Nilai UN Murni
tingkatan SMA/MAN dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir, di Kabupaten Konawe Selatan dengan
prestasi siswa yang berada dibawah nilai <6 yakni
pada tahun 2007/2008 sebesar 14,99, tahun
2008/2009 sebesar 2,74dan tahun 2009/2010
sebesar 12,41.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan
ketidak stabilan kompetensi yang dimiliki calon
siswa yang menghadapi UN. Kenyataan ini
menunjukkan indikasi bahwa penguasaan mata
pelajaran fisika masih relative rendah.
Pada konteks ini salah satu upaya untuk
mengeksporasi factor-faktor penyebab tidak
tercapainya kompetensi dasar itu adalah
memberikan suatu alternative model pemecahan
masalah yang bersifat fungsional, aplikatif yang
relavan dengan upaya peningkatan mutu
49
pendidikan dijenjang sekolah menengah atas,
maka diajukan pemetaan SMA/MAN dalam ujian
nasional (UN) dikabupaten Konawe Selatan tahun
2011.
Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah gambaran kompetensi dasar
yang belum tercapai yang berada pada nilai
<6 mata pelajaran IPA fisika dalam UN
siswa SMA di tiga kabupaten Konawe
Selatan tahun 2011?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
rendahnya penguasaan kompetensi dasar
pada pokok bahasan tertentu semua mata
pelajaran dalam UN Jurusan IPA fisika di
Kabupaten Konawe Selatan dan Bombana
tahun 2011?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan
suatu panduan dalam mengambil kebijakan
1. Gambaran pemetaan kompetensi dasar mata
pelajaran dalam UN Jurusan IPA fisika yang
berada di bawah nilai <6 di kabupaten
Konawe Selatan tahun 2011.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya
penguasaan kompetensi dasar pada pokok
bahasan tertentu mata pelajaran IPA fisika
dalam UN di Kabupaten Konawe Selatan
tahun 2011.
TINJAUAN PUSTAKA
Mutu Pendidikan
Mutu dalam dunia pendidikan menjadi
focus utama akan tetapi ada sebagian orang
dianggapnya sebagai sebuah konsep yang penuh
teka-teki, membingungkan, sulit untuk diukur.
Mutu memiliki presepsi yang berbeda-beda, di
sesuaikan dengan pandangan masing-masing
orang. Para pakar pendidikan pun memiliki
kesimpulan yang berbeda tentang bagaimana cara
menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu
dengan baik. Menurut Depdiknas, (2002) Mutu
secara umum di definisikan sebagai gambaran
dan karakteristik menyeluruh dari barang atau
jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang di harapkan.
Menurut Sanjaya (2006) ada beberapa factor
yang mempengaruhi mutu pendidikan, antara
lain:
a) Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai
sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan
belajar mengajar.
b) Guru
Guru adalah komponen yang sangat
menentukan dalam implementasi suatu
strategi pembelajaran.
c) Anak Didik (siswa)
Menurut Dunkin (1974), faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran dilihat
dari aspek siswa meliputi : (1) Latar belakang
siswa dan (2) Sifat yang dimiliki siswa
d) Sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang
mendukung secara langsung terhadap
kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan
prasarana adalah segala sesuatu yang secara
tidak langsung dapat mendukung
keberhasilan proses pembelajaran.
e) Kegiatan pembelajaran
Pola umum kegiatan pembelajaran adalah
terjadinya interaksi antara guru dan anak
didik dengan bahan sebagai perantaranya.
f) Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua
faktor yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran yaitu: (1) Faktor organisasi
kelas, dan (2) Faktor iklim sosial–psikologis.
g) Bahan dan alat evaluasi
Bahan dan alat evaluasi adalah suatu bahan
dan alat yang terdapat di dalam kurikulum
yang sudah dipelajari oleh anak didik guna
kepentingan ulangan.
h) Suasana evaluasi
Sekolah Bermutu
Sekolah bermutu sangat erat kaitannya
dengan adanya keterlibatan masyarakat secara
totalitas di dalamnya. Mutu menuntut adanya
komitmen pada kepuasaan pelanggan yang
memungkinkan adanya perbaikan pada para
karyawan, siswa dalam mengerjakan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya.
Berkenaan dengan sekolah bermutu, ada
beberapa model (karakteristik) sekolah bermutu
50
yang dikemukakan oleh Jerome S. Arcaro, (2007)
diantaranya adalah ; Fokus pada kostumer,
Keterlibatan total, Pengukuran, Komitmen,
Memandang pendidikan sebagai sistem, dan
Perbaikan berkelanjutan.
Kompetensi siswa
Kompetensi adalah kemampuan yang
harus dikuasai seseorang. Becker, (1977) dan
Gordon, (1988) mengemukakan bahwa
kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam
dokumen kurikulum (Boediono, 2000:4)
mengemukakan bahwa kemampuan dasar
diartikan sebagai uraian kemampuan atas bahan
dan lingkup ajar secara maju dan berkelanjutan
seiring dengan perjalanan siswa untuk menjadi
mahir dalam bahan dan lingkup ajar yang
bersangkutan. Bahan ajar itu sendiri dapat berupa
: lahan ajar, gugus isi, proses, dan pengertian
konsep”.
Pemerintah telah menyatakan
merumuskan standar kompetensi lulusan (SKL)
yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan
(Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I
Pasal 1 butir 4). Standar Kompetensi Lulusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar
kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan
dasar dan menengah standar kompetensi lulusan
minimal kelompok mata pelajaran dan standar
kompetensi lulusan minimal mata pelajaran (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006'
pasal 1 ayat 2); Selanjutnya, dinyatakan Standar
Kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan menengah
umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan
pengetahuan kepribadian akhlak mulia serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut (Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 Pasal 26 ayat 2);
Komponen SKL terdiri atas SKL Satuan
Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran' dan
SKL Mata Pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Sedangkan SKL
Ujian merupakan representasi dari keseluruhan
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) mata pelajaran; Standar Kompetensi
Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006'
pasal 1 ayat 1).
Komponen SKL terdiri atas SKL Satuan
Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran' dan
SKL Mata Pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Sedangkan SKL
Ujian merupakan representasi dari keseluruhan
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) mata pelajaran; Standar Kompetensi
Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006'
pasal 1 ayat 1).
METODE PENELITIAN
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan
observasi eksploratif dengan menggunakan
desain deskriptif analitis. Proses penelitian
menggunakan tahap (1) pra lapangan yang
bertujuan untuk mendapatkan peta kompetensi
siswa tiap pokok bahasan. Beberapa kegiatan
yang dilaksanakan pada tahap ini adalah (a) studi
dokumentasi (input): dokumen nilai UN), (b)
pengolahan dan analisis data UN, (c) Penjajakan
lapangan (pemilihan rayon Kabupaten Konawe
Selatan berdasarkan Rayon), (d) Pemilihan dan
interaksi dengan subjek dan informan, dan (e)
Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan
lapangan, tahap (2) pekerjaan lapangan untuk
melakukan identifikasi faktor penyebab dari
masalah rendahnya pencapaian standar
kompetensi mata pelajaran dalam UN IPA
Fisika, melalui kegiatan focus group discussion
(FGD), Indepth interview, observasi kelas,
wawancara dan observasi kompetensi guru,
analisis dokumen pendukung, dan kegiatan lain
yang mendukung tercapainya tujuan penelitian,
dan tahap (3) pasca lapangan dengan kegiatan
penentuan prioritas masalah dan pembuatan peta
kompetensi siswa tiap pokok bahasan mata
pelajaran dalam UN IPA Fisika. Pada tahap ini,
juga dilakukan identifikasi alternatif pemecahan
masalah dan dilanjutkan dengan kegiatan FG
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan selama 4
bulan yaitu bulan Juli s.d Oktober 2011. Tempat
51
penelitian mencakup wilayah kerja Dinas
Pendidikan Kabupaten Konawe Selatan
Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Data sekunder, yaitu hasil UN tahun 2008,
2009, dan 2010 pada sekolah rayon di
Kabupaten Konawe Selatan.
2. Data primer, yaitu hasil kegiatan lapangan
yang diperoleh melalui FGD, angket, indepth
interview, observasi kelas, dan seluruh hasil
pengamatan dari tim peneliti selama
melaksanakan penelitian.
Sampel Penelitian
Sampel penelitian tersebut meliputi 4
sekolah di kabupaten Konawe Selatan yaitu (1)
SMAN 1 Ranomeeto, (2) SMAN 1 Konda, (3)
SMAN 1 Andoolo, (4) SMAN 1 Moramo
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
Penelitian
Teknik pengumpulan data menggunakan
metode observasi kelas, studi dokumentasi, FGD,
indept interview, kuisioner.
Analisis Data
Untuk meningkatkan derajat kepercayaan
data perolehan, dilakukan dengan teknik: (1)
ketekunan pengamatan, (2) triangulasi, (3)
pemeriksaan sejawat, (4) kecukupan referensial,
(5) kajian kasus negatif, dan (6) pengecekan
anggota.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Presentase Kelulusan Siswa di Kabupaten
Konawe Selatan.
Peningkatan jumlah siswa peserta ujian
nasional (UN) kenyataanya belum diikuti dengan
meningkatnya presentase kelulusan siswa IPA
Fisika dari tahun ketahun. dimana tahun 2008
kelulusan siswa sebesar 98,96%, tahun 2009
sebesar 100% dan tahun 2010 sebesar 86,52%
menurun sebesar 13,48%. Deskripsi nilai ujian
nasional (UN) murni di kabupaten Konawe
Selatan mata pelajaran IPA Fisika disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 1. Deskripsi Nilai Kelulusan IPA Fisika
Klasifikasi Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Tertinggi 9,00 9,75 9,00
Terendah 2,500 5,00 0,75
Rata-rata 7,500 8,18 7,02
Standar Deviasi 1,28 0,91 1,09
Sumber: Program PPMP
Pada tahun 2008 PPMP memberikan gambaran bahwa nilai UN Fisika yang berada
dibawah nilai < 6,00 adalah 14,99%. Tahun 2009 sebesar 2,74 % dan tahun 2010 sebesar
12,41%.
Peningkatan Sekolah Berdasarkan Rerata Mata Pelajaran UN Murni Fisika di Kabupaten
Konawe Selatan ditampilkan dalam tabel 2 berikut.
52
Tabel 2. Rerata Nilai IPA Fisika
No Nama Sekolah Tahun
2008
Tahun
2009
Tahun
2010
1 SMA NEGERI 1 PALANGGA 8,44 8.85 7,37
2 SMA NEGERI 1 TINANGGEA 8,09 7,67 7,54
3 SMA NEGERI 1 RANOMEETO 7,96 8,95 7,14
4 SMA NEGERI 1 LAINEA 8,15 7,95 7,89
5 SMA NEGERI 1 LANDONO 5,45 8,04 6,76
6 SMA NEGERI 1 MORAMO 7,86 6,43 5,61
7 SMA SWASTA ATARI INDAH 8,20 9,16 8,05
8 SMA NEGERI 1 KONDA 7,90 7,3 6,6
9 SMA NEGERI 1 ANDOOLO 7,99 8,02 6,68
10 SMA NEGERI 1 KOLONO 6,66 6,82 5,93
11 SMA NEGERI 1 ANGATA 4,40 8,48 7,76
Sumber data : program PPMP
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran UN di
Kabupaten Konawe Selatan
Pada bagian ini akan disajikan faktor-
faktor yang mempengaruhi pencapaian
kompetensi dasar mata pelajaran UN fisika di
kabupaten Konawe Selatan. Faktor-faktor yang
dimaksud berdasarkan delapan standar
pendidikan yaitu standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar
mata pelajaran UN di kabupaten Konawe Selatan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pencapaian Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
UN di Kabupaten Konawe Selatan
Berdasarkan hasil temuan data lapangan
di SMA sampel dan acuan borang PPMP Dikti
Tahun 2011, standar pendidikan yang dimaksud
di atas mencakup dua kategori, yaitu sekolah dan
mata pelajaran. Berikut disajikan tabel faktor
yang mempengaruhi pencapaian kompetensi
dasar berdasarkan sekolah. Sedangkan, untuk
kategori mata pelajaran disajikan lengkap dalam
lampiran.
Tabel 3. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar berdasarkan sekolah di kabupaten
Konawe Selatan
Sekolah Sampel Isi Pros KL P & TK SP P?ngel Biaya Penil.
SMAN 1 Ranomeeto 50.00 33.33 33.33 36.36 63.64 75.00 33.33 46.15
SMAN 1 Konda 62.50 55.56 41.67 81.82 72.73 25.00 33.33 46.15
SMAN 1 Andoolo 50.00 77.78 33.33 81.82 72.73 25.00 33.33 46.15
SMAN 1 Moramo 50.00 77.78 33.33 81.82 72.73 25.00 33.33 46.15
53
Grafik 1. Faktor penyebab berdasarkan standar pendidikan
Dari grafik terlihat bahwa pencapaian kompetensi dasar umumnya dipengaruhi oleh standar
pendidik dan tenaga kependidikan (81.82%), standar proses (77.78%), standar pengelolaan (75%),
standar sarana dan prasarana (72.73%), standar isi (62.50%), dan sisanya oleh faktor lainnya.
Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Nilai < 6
Tabel 4. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai IPA Fisika
di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2008 No.
soal
A –B
Kelas
Cawu
PB/SPB
Tema/Sub Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas
14-0 XI/1 Impuls/M
omentum
Menganalisis tumbukan dgn menerapkan hukum
kekekalan momentum
6.91 22.20 57.69
32-0 XII/2 Gaya
Magnetik
Formlsi gy magntik yg dialmi kwt brarus listrk yg
brgerak di dlm mdn magnit 11.57 11.79 41.97
12- 0 XI/1 Elastisitas Menganalisis pngaruh gy pd sstm pegas u/
tentukan salah satu besaran trkait 26.94 19.33 65.87
31-0 XII/2 Induks
Magnetik
Analiss sistm kwt brarus listrik u/ tentukn induksi
magnetik b yg dihasilkn 32.12 66.76 63.00
28-0 XII/1 Kapasitor
Keping
Memformulasikan kapasitas kapasitor keping
sejajar 35.75 52.92 32.23
21-0 X/2 Alat Optik Menganalisis sistem alat optik 37.13 34.16 55.98
38-0 XII/2 Radiasi Menganalisis scr kualitatif gejala kuantum
(hakikat/sifat – sifat radiasi) 47.15 27.67 64.04
36-0 XII/2 Teori
Atom
Mengidentifikasi karakter atom
(jj thompson/ernest rutherford/niels bohr) 50.78 40.08 58.05
6- 0 X/1 Gerak
Melingkar
Mngidntfkasi besaran fisis grk melingkar u/
tentukan salah 1 besaran trkait 56.30 52.80 74.86
4-0 X/1 Gerak
Lurus
Menganalisis grafik & diagram gerak utk
mnentukan besaran kinematik terkait 57.51 64.27 60.50
18- 0 X/2 Fluida
Statis
Menganalisis fluida statis utk menentukan salah
satu besaran terkait 58.20 45.18 63.65
Sumber: data penelitian diolah
54
Tabel 5. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Fisika
di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009
No. soal
A - B Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas
6-6 Disajkn gbr benda (berupa batang/bidang), siswa dpt
menentukan letak berat benda 7.02 5.46 70.71
30-31 Menentukan faktor-faktor yg mempengaruhi besarnya
induksi magnetik disekitar kawat berarus listrik 43.97 48.59 56.00
8-9 Siswa dpt menjelaskan hubungan konsep torsi, momen
inersia, dlm gerak rotasi 46.11 62.37 69.51
Tabel 6. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Fisika
di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2010
No
Soal A Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas
17 Menentukan berbagai besaran fisis dlm proses
termodinamika pd mesin kalor 20.91 32.92 75.25
25 Membandingkan gaya Coulomb dr 1 muatan yg jaraknya
diubah-ubah dg muatan lainnya 21.52 24.43 50.06
35 Membedakan model atom Rutherford dg model lain dr
pernyataan berbagai model atom 26.36 32.26 61.56
22 Menghitung nilai besaran terkait pd gbr difraksi benda pd
celah ganda/kisi 32.73 31.85 82.65
26 Menentukan kuat medan yg baru jk titik diantara 2 muatan
digeser (medan listrik) 38.48 46.14 59.20
33 Menghitung salah satu besaran terkait berdasarkan gbr
rangkaian RLC 39.09 25.87 80.55
11 Menentukan besaran-besaran yg terkait dg hukum kekekalan
energi mekanik 48.48 35.16 70.74
6 Menentukan kordinat titik berat benda 2 dimensi dr benda2
brbentuk batang/luasan 58.18 46.98 83.73
13 Menentukan proses perpindahan kalor & azas Black 58.79 54.57 85.13
Sumber: data penelitian diolah
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dalam tiga tahun terakhir ini, nilai UN IPA
Fisika siswa SMA di kabupaten Konawe
Selatan cenderung menurun. Meskipun pada
tahun 2009 sedikit mengalami peningkatan,
namun secara keseluruhan adanya
kecenderungan penurunan nilai UN.
2. Penurunan nilai UN siswa tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
standar pendidikan, yang meliputi: standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian. Ketiga faktor yang ditengarai
sebagai penyebab utamanya adalah faktor
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, dan standar proses.
55
3. Model peningkatan mutu pendidikan yang
dapat diadopsi untuk mengatasi kendala yang
dihadapi dilaksanakan melalui pendekatan
kegiatan pengabdian kepada masyarakat,
antara lain: (1) Model Pelatihan Guru
Pemandu Bidang Studi melalui Revitalisasi
Program Kelompok Kerja Guru di Kabupaten
Konawe Selatan ; (2) Pembinaan Kelompok
Kerja Guru (KKG) dalam Mendukung
Kualitas Pembelajaran di Kabupaten Konawe
Selatan
Saran
1) Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
khususnya di kabupaten Konawe Selatan,
kiranya dapat mengadopsi model penelitian
ini. Dengan diadopsinya model yang
dipergunakan dalam penelitian ini, maka di
harapkan kabupaten Konawe Selatan akan
terbebas dari masalah UN.
2) Untuk dapat menerapkan model peningkatan
mutu secara komprehensif, perlu
berkoordinasi dengan pemerintah agar
memiliki acuan bersama. Tanpa adanya
koordinasi itu, akan sulit bagi pihak terkait
untuk mengimplementasi dan
menindaklanjuti evaluasi hasil UN
DAFTAR PUSTAKA
Dikmenum, 1999. Peningkatan Mutu Pendidikan
Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi
Otonomi Sekolah (paper kerja),
Depdikbud, Jakarta.
…...., 1998. Upaya Perintisan Peningkatan Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah (paper
kerja), Depdikbud, Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23
Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta.
Roger, Everett M.,1995. Diffusion of
Innovations, The Free Press, New New
York, USA.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta : Kencana
Semiawan, Conny R., dan Soedijarto, 1991.
Mencari Strategi Pengembangan
Pendidikan Nasional Menjelang Abad
XXI, PT. Grasindo, Jakarta.
Suseno, Muchlas, 1998. Percepatan
Pembelajaran Menjelang Abad 21
(makalah hasil analisis dari Accelerated
Learning for 21st Century oleh Colin
Rose and Malcolm J. Nicholl), Pasca
Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta
Tim Teknis Bappenas, 1999. School-Based
Management di Tingkat Pendidikan
Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan
Bank Dunia, Jakarta.
56
ANALISIS KEMAMPUAN PELAKSANAAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR GURU
DALAM PROSES PEMBELAJARAN OLEH GURU IPA FISIKA YANG BELUM
SERTIFIKASI PADA SMPN SE-KOTA KENDARI
La Sahara1
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran keterlaksanaan aspek-aspek
keterampilan dasar mengajar guru yang diterapkan oleh guru IPA Fisika yang belum sertifikasi dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Metode penelitian yang digunakan adalah studi
observasi keterlaksanaan keterampilan dasar mengajar yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan
pembelajaran. Subjek penelitian adalah satu orang perwakilan guru IPA fisika yang belum sertifikasi
disetiap sekolah pada SMP Negeri Se-Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 11
orang. Kajian difokuskan pada 6(enam) aspek dari 9 (sembilan) komponen keterampilan dasar
mengajar guru yakni: (1) membuka dan menutup pelajaran, (2) memberi penguatan, (3) menjelaskan,
(4) mengadakan variasi, (5) bertanya dasar, dan (6) bertanya lanjut. Data penelitian dikumpulkan
melalui pedoman observasi yang disusun dengan mengacu komponen dari aspek-aspek keterampilan
dasar mengajar guru, yang diamati oleh 3(tiga) orang pengamat pada saat guru melaksanakan proses
pembelajaran di kelas. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif yang selanjutnya
dikuantitatifkan, untuk menentukan kategori penguasaan keterampilan dasar mengajar yang
diterapkan oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
kemampuan guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se Kota Kendari dalam
menerapkan aspek keterampilan dasar mengajar guru adalah sebagian besar atau 73% masih berada
pada kategori cukup dan hanya 9% yang berada pada kategori baik. Aspek keterampilan dasar
mengajar guru yang optimal dilaksanakan oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP
Negeri Se-Kota Kendari adalah keterampilan bertanya dasar, sedangkan aspek keterampilan yang
masih kurang adalah keterampilan membuka dan menutup pelajaran dan keterampilan memberi
penguatan. Hal ini mengisyaratkan guru sertifikasi IPA fisika SMP Negeri Se-Kota Kendari masih
perlu meningkatkan perannya untuk menerapkan berbagai aspek keterampilan dasar mengajar guru
dalam proses pembelajaran di kelas sebagai tanggung jawab guru profesional atau telah memperoleh
sertifikat pendidik.
Kata Kunci: Guru IPA Fisika yang Belum Sertifikasi, Keterampilan Dasar Mengajar.
1 Dosen Pend. Fisika FKIP UHO
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu
komponen penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Untuk itu pemerintah
melakukan berbagai upaya diantaranya adalah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2000 tentang program pembangunan
nasional yang berisi pembentukan badan
akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah
dengan tujuan meningkatkan kualitas tenaga
kependidikan secara nasional khususnya
gurusebagai tenaga profesional yang
mensyaratkan penguasaan kompetensi yang
meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial yang dibuktikan dengan
sertifikat sebagai pendidik (Muslich, 2007: 3-5).
Keterampilan dasar mengajar sebagai
keterampilan yang mutlak harus dimiliki oleh
guru untuk dapat mengoptimalkan peranannya di
kelas (Bahri, 2005: 99). Selain itu menurut
Sanjaya (2006: 32) menjelaskan bahwa
keterampilan dasar mengajar diperlukan agar
guru dapat melaksanakan perannya dalam
pengelolaan proses pembelajaran (learning
manajer), sehingga pembelajaran dapat berjalan
secara efektif dan efisien. Hal ini menunjukkan
bahwa keterampilan dasar mengajar sangat
penting bagi guru sehingga analisis bagaimana
kemampuan guru dalam mempraktekkan berbagai
komponen keterampilan mengajar tentu menjadi
penting pula. Penelitian Iriyani (2008)
menyimpulkan bahwa supervisi klinis kepala
sekolah dapat meningkatkan keterampilan dasar
57
mengajar guru. Selanjutnya penelitian Maria
(2013) menyimpulkan kemampuan mahasiswa
PPL berada pada kategori baik dengan total rata-
rata 70,8%. Demikian pula penelitian Atikah, dkk
(2013) menjelaskan bahwa ada hubungan yang
positif antara keterampilan dasar mengajar guru
dalam mengajar dengan hasil belajar siswa
sebesar Y^ =12,53+0,349X. Mengacu pada hasil
penelitian tersebut maka analisis bagaimana
kemampuan guru dalam mengajar khususnya
bagi guru IPA fisika yang belum sertifikasi dalam
menerapkan keterampilan dasar mengajar dalam
proses pembelajaran sangat penting dan
diperlukan untuk peningkatan mutu pendidikan.
Artikel ini menganalisis dan
mendeskripsikan hasil studi observasi tentang
kemampuan pelaksanaan aspek-aspek
keterampilan dasar mengajar yang diterapkan
oleh guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada
SMP Negeri Se Kota Kendari.
KAJIAN TEORITIK
Konsep Dasar Mengajar
Mengajar (to teach) dari asal usul
katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada
seseorang melalui tanda atau symbol dengan
maksud untuk membangkitkan atau
menumbuhkan respons mengenai kejadian,
seseorang, observasi, penemuan dan lain
sebagainya (Sanjaya, 2006). Definisi tentang
mengajar dalam Fathurrohman dan Sutikno
(2007) dikemukakan bahwa mengajar telah
banyak dijelaskan oleh para ilmuwan
diantaranya: (1) Bohar Suharto (1997) bahwa
mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi
atau mengatur (mengelola) lingkungan sehingga
tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan peserta didik
sehingga terjadi proses belajar yang
menyenangkan, (2) Oemar Hamalik (1992)
mendefinisikan bahwa mengajar merupakan
proses menyampaikan pengetahuan dan
kecakapan kepada siswa. Dengan kata lain
definisi mengajar menurut pengertian mutakhir
adalah penciptaan sistem lingkungan yang terdiri
dari komponen-komponen yang saling
mempengaruhi yakni tujuan instruksional yang
ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan
siswa, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana
dan prasarana belajar –mengajar yang tersedia
agar terjadi proses belajar yang optimal.
Keterampilan Dasar Mengajar
Keterampilan mengajar merupakan
kompetensi profesional guru yang cukup
kompleks, integrasi berbagai kompetensi guru
secara utuh dan menyeluruh yang memerlukan
latihan yang sistematis melalui micro teaching
(Mulyasa, 2005). Selain itu juga merupakan
puncak keahlian guru yang profesional yang
menerapkan semua kemampuan yang telah
dimilikinya dalam hal bahan pengajaran,
komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dan
terampil mengajukan pertanyaan baik lisan
maupun tertulis (Sudjana, 2006). Menurut Bahri
(2005), Bahri dan Zain (2006), dan Sanjaya
(2006) menjelaskan bahwa keterampilan dasar
mengajar didefinisikan sebagai keterampilan
yang mutlak harus guru miliki dalam proses
pembelajaran agar guru dapat mengoptimalkan
peranannya di kelas. Keterampilan yang mutlak
tersebut terdiri atas 9 (sembilan) aspek
diantaranya yakni:
1. Keterampilan bertanya dasar, merupakan
keterampilan yang sangat penting untuk
dikuasai bagi seorang guru karena dengan
bertanya maka proses pembelajaran akan
lebih bermakna, sebaliknya tanpa bertanya
maka pembelajaran akan membosankan.
Petunjuk teknis bagi seorang guru dalam
menerapkan aspek ini adalah: (a) antusias dan
kehangatan, (b) pemberian waktu berpikir, (c)
pemusatan, (d) pindah gilir, (e) pemberian
tuntunan, (f) penyebaran.
2. Keterampilan bertanya lanjut, merupakan
komponen bertanya yang bertingkat yang
mengacu pada taksonomi Bloom yakni: (1)
Mengingat kembali, (2) pemahaman, (3)
aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6)
evaluasi
3. Keterampilan memberi penguatan
(reinforcement), merupakan segala bentuk
respon guru terhadap tingkah laku siswa
sebagai suatu dorongan atau koreksi. Ada dua
jenis penguatan yaitu verbal (dengan kata-
kata) dan nonverbal (dengan bahasa isyarat
atau tingkah-laku). Prinsip penggunaan: (1)
hangat dan antusias, (2) bermakna, (3)
bervariasi, dan (4) dengan segera.
58
4. Keterampilan mengadakan variasi,
komponen keterampilan ini terdiri tiga jenis
variasi yakni: (1) Variasi saat proses
pembelajaran seperti: suara, pemusatan
perhatian, kesenyapan guru, kontak pandang,
gerak guru. (2) Variasi pengunaan alat/media
pembelajaran, dan (3) Variasi interaksi dan
aktifitas siswa
5. Keterampilan menjelaskan, yakni pemberian
informasi secara lisan yang diorganisasi
secara sistematis untuk menunjukkan adanya
hubungan sebab-akibat, yang dialami,
generalisasi konsep, antara konsep dengan
data, atau sebaliknya. Prinsip penggunaannya:
kejelasan, penggunaan contoh, penekanan,
dan balikan.
6. Keterampilan membuka dan menutup
pelajaran yakni perbuatan guru untuk
menciptakan siap mental dan menimbulkan
perhatian siswa agar terpusat pada apa yang
akan dipelajari. Komponen membuka
pelajaran: (1) menarik perhatian dan
menimbulkan motivasi, (2) membuat acuan
dan kaitan. Sedangkan komponen menutup
pelajaran yakni: (1) review, (2) evaluasi dan
tindak lanjut.
Sertifikasi Guru
Menurut Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 pasal 1 butir 11 bahwa sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru dan dosen. Selanjutnya pasal 11
butir 1: sertifikat pendidik diberikan kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan; dan pasal 16:
Guru yang memiliki sertifikat pendidik
memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali
gaji pokok, baik guru negeri maupun swasta yang
dibayar oleh pemerintah. Dari kutipan tersebut,
sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan tertentu yaitu kualifikasi akademik,
kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujutkan tujuan
pendidikan nasional, yang dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan yang layak (Muslich,
2007: 2)
Salah satu komponen kompetensi
profesional guru adalah menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik yang mencakup
diantaranya implementasi program pembelajaran
termasuk penyesuaian sambil jalan (midourse)
berdasarkan on going transactional decisions
berhubungan dengan adjustments dan reaksi unik
dari peserta didik terhadap tindakan guru.
Sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan
mutu pendidikan. Rasionalnya bila kompetensi
guru bagus yang diikuti dengan penghasilan
bagus, diharapkan kinerjanya bagus. Apabila
kinerjanya bagus maka pembelajarannya juga
bagus. Inilah yang mendasari perlunya guru
sertifikasi (Muslich, 2007: 8).
METODE PENELITIAN
1. Jenis, Waktu dan Tempat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif tentang keterlaksanaan aspek-aspek
keterampilan dasar mengajar dari guru IPA
fisika yang belum sertifikasi yang
dilaksanakan mulai tanggal 15 Januari 2013
sampai dengan 28 Februari 2013 yang
bertempat di SMP Negeri Se Kota Kendari.
2. Subjek Penelitian ini adalah guru IPA fisika
yang belum sertifikasi pada SMP Negeri Se
Kota Kendari yang berjumlah 11 orang,
dimana setiap sekolah diwakili oleh satu
orang guru yang ditunjuk oleh kepala
sekolahnya sebagai perwakilan dari guru IPA
fisika yang belum sertifikasi dari 17 SMP
Negeri Se Kota Kendari.
3. Teknik Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan berupa data
kualitatif aspek-aspek keterampilan dasar
mengajar yang dilaksanakan oleh guru pada
saat proses pembelajaran, yang
pelaksanaannya secara alamiah disesuaikan
dengan kelas dimana guru mengajar baik
kelas VII, kelas VIII maupun kelas IX.
4. Teknik Analisis Data
Data pengamatan dikuantitatifkan dengan
menggunakan rentang skor 0 – 4 yang
didasarkan pada jumlah deskriptor yang
muncul dengan mengadopsi panduan
penilaian APKG 2 (Anonim, 2001).
Selanjutnya dikonversi menjadi skala nilai 0-
100. Untuk menentukan kategori
keterlaksanaan aspek dengan menggunakan
pendekatan Penilaian Acuan Patokan dari
Pedoman Akademik FKIP Universitas
Haluoleo (2010) seperti pada Tabel 1 berikut.
59
Tabel 1. Konversi Nilai dan Kategori Aspek
Keterampilan Dasar Mengajar
Angka
(Huruf)
Nilai
(Skala 100) Kategori
4 ( A) 86 – 100 Baik Sekali
3 ( B ) 76 – 85 Baik
2 ( C ) 60 – 75 Cukup
1 ( D ) 50 – 59 Kurang
0 ( E ) < 50 Gagal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, aspek keterampilan
dasar mengajar guru yang diobservasi sebagai
berikut: 1) keterampilan membuka dan menutup
pelajaran; 2) keterampilan memberi penguatan;
3) keterampilan menjelaskan; 4) keterampilan
mengadakan variasi; 5) keterampilan bertanya
dasar; dan 6) keterampilan bertanya lanjut.
Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pada
setiap aspek keterampilan dasar mengajar oleh
guru IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP
Negeri se Kota Kendari dapat ditunjukkan seperti
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Skor Pengamatan Keterampilan Dasar Mengajar oleh Guru IPA Fisika yang Belum Sertifikasi
pada SMP Negeri Se- Kota Kendari
No
Komponen
Keterampilan dan
Aspek
Guru IPA Fisika SMP Negeri ..... Kendari
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13
A Keterampilan
Membuka dan
Menutup Pelajaran
(KM2P)
Membuka Pelajaran
1 Menarik perhatian
siswa 3,0 2,8 3,8 3,5 2,8 3,0 3,8 3,3 2,8 3,0 3,8
2 Menimbulkan
Motivasi 2,0 1,3 2,3 1,3 2,7 2,7 0,3 2,0 1,0 3,0 3,7
3 Memberi Acuan 1,0 1,3 4,0 2,3 3,3 2,8 1,8 2,8 1,5 3,5 3,8
4 Membuat kaitan 0,3 0,0 3,0 1,3 2,0 0,3 0,3 1,0 1,7 2,3 3,3
a. Menutup Pelajaran
1 Meninjau Kembali 3,5 0,0 0,0 1,5 3,5 0,0 1,0 4,0 0,0 3,0 2,5
2 Mengevaluasi 1,0 1,8 2,8 0,8 1,3 2,3 0,0 0,0 0,0 1,8 2,3
3 Tindak Lanjut 2,5 2,0 1,0 3,5 3,0 3,0 1,5 3,5 1,5 2,0 4,0
Rerata Sub A 1,9 1,3 2,4 2 2,6 2 1,2 2,4 1,2 2,7 3,3
B Keterampilan
Memberi Penguatan
(KMP)
1 Komponen
Keterampilan 1,3 0,7 1,3 1,3 0,7 1,3 0,0 0,7 0,2 0,8 1,3
2 Cara penggunaan 2,0 1,0 1,8 3,3 1,8 2,0 0,0 2,3 0,0 1,0 1,8
3 Prinsip Penggunaan 3,7 2,7 4,0 2,7 4,0 4,0 1,3 3,3 1,3 3,0 2,7
Rerata Sub B 2,3 1,4 2,4 2,4 2,1 2,4 0,4 2,1 0,5 1,6 1,9
C Keterampilan
Menjelaskan (KM)
1 Kejelasan 3,0 3,0 4,0 4,0 3,0 2,5 2,5 4,0 3,0 4,0 2,5
60
No
Komponen
Keterampilan dan
Aspek
Guru IPA Fisika SMP Negeri ..... Kendari
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13
2 Penggunaan contoh
dan ilustrasi 2,7 4,0 4,0 2,0 3,7 2,7 2,3 1,3 1,0 1,7 3,7
3 Pengorganisasian 1,5 2,0 2,0 3,5 3,5 2,0 1,0 3,5 2,0 0,5 1,0
4 Penekanan 2,0 3,0 2,3 2,0 2,8 4,0 0,3 3,5 3,0 3,5 4,0
5 Balikan 3,5 3,5 1,0 3,5 3,5 3,5 1,0 3,5 2,0 2,0 3,5
Rerata Sub C 2,5 3,1 2,7 3 3,3 2,9 1,4 3,2 2,2 2,3 2,9
D Keterampilan
Memberikan Variasi
(KMV)
1 Variasi Gaya Mengajar
Guru 3,2 3,3 4,0 3,2 3,0 3,5 2,3 4,0 3,3 3,3 3,7
2 Variasi media atau alat
bantu pelajaran 0,3 0,7 2,3 2,3 2,0 2,7 0,7 0,3 1,3 1,3 1,3
3 Variasi interaksi dan
kegiatan siswa 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 3,0 4,0 2,5 4,0 4,0
Rerata Sub D 2,5 2,7 3,4 3,2 3 3,4 2 2,8 2,4 2,9 3
E Keterampilan
Bertanya Dasar
(KBD)
1 Ungkapan pertanyaan
jelas & singkat 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4
2 Pemusatan 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4
3 Pemindahan Giliran 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4
4 Penyebaran Pertanyaan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 Pemberian waktu
berpikir 1 4 3 3 4 3 3 1 1 4 3
6 Pemberian tuntunan 4 4 4 4 4 0 1 3 4 2 4
Rerata Sub E 3,2 3,8 3,8 3,8 4,0 3,0 3,3 3,3 3,3 3,3 3,8
F Keterampilan
Bertanya Lanjut
(KBL)
1 Pertanyaan sesuai dgn
tuntunan tingkat
kognitif (C1- C6)
3 4 4 4 4 4 4 4 0 4 4
2 Pertanyaan dari
sederhana ke kompeks 1 4 1 3 1 0 3 3 0 0 3
3 Pemberian pertanyaan
pelacak 1,7 3 0,3 1,6 2,1 1,6 0,6 0,9 0,6 0 2,7
4 Mendorong terjadinya
interaksi siswa 4 4 4 4 4 4 0 3 0 4 4
Rerata Sub E 2,6 3,8 2,6 3,3 3,0 2,5 2,2 2,8 0,8 2,3 3,5
Rerata Akhir
Keterampilan Guru 2,4 2,5 2,7 2,8 2,8 2,7 1,5 2,6 1,4 2,4 2,9
Tabel 2 diatas menunjukkan skor hasil
observasi keterlaksanaan aspek-aspek dari
6(enam) komponen keterampilan dasar mengajar
guru yang nampak atau yang dilaksanakan oleh
setiap guru IPA fisika yang belum sertifikasi
pada SMP Negeri se Kota Kendari dalam proses
pembelajaran di kelas selama tiga kali pertemuan
yang berjumlah 11 orang. Dengan mengacu pada
Tabel 1.2 tersebut, kemudian dikonversi menjadi
nilai keterampilan dasar mengajar guru dengan
61
interval 0 – 100 (Pedoman Akademik, 2010) dan
dikaitankan dengan pengkategorian keterampilan
dasar mengajar guru maka dapat diperlihatkan
seperti pada Gambar 1a, 1b dan 1c berikut:
Keterangan: KM2P = Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran, KMP = Keterampilan Memberi Penguatan; KM = Keterampilan Menjelaskan; KMV = Keterampilan Memberikan Variasi, KBD = Keterampilan Bertanya Dasar; dan KBL = Keterampilan Bertanya Lanjut
62
Dari Gambar 1a,1b, dan 1c tersebut
menunjukkan bahwa masih terdapat guru yang
sangat minim (nilai ≤ 49) yang menerapkan salah
satu komponen keterampilan dasar mengajar guru
dalam proses pembelajaran seperti: KM2P
berjumlah 4 orang; KMP berjumlah 5
orang; KM dan KBL masing-masing berjumlah 1
orang selama 3(tiga) kali pertemuan. Namun
demikian terdapat pula beberapa guru yang sudah
optimal (nilai ≥ 76) dalam menerapkan
keterampilan dasar mengajar guru yakni pada
komponen KM2P berjumlah 1 orang; KM
berjumlah 3 orang, KMV berjumlah 3 orang, dan
KBD berjumlah 10 orang serta KBL berjumlah 3
orang. Dari Gambar 1a,1b, dan 1c, nampak juga
bahwa hampir semua guru IPA fisika yang belum
sertifikasi telah menerapkan KBD secara optimal,
itupun hanya 1 orang dengan nilai yang
mendekati 76 yakni 75. dan bahkan ada 1 orang
guru yang menerapkan salah satu komponen
keterampilan secara maksimal yakni pada
komponen KBD.
Jika ditinjau dari segi nilai rata-rata
keterampilan dasar mengajar guru oleh setiap
guru IPA fisika yang belum disertifikasi pada
SMP Negeri Se Kota Kendari dapat dilihat
seperti pada Gambar 2a berikut:
Sesuai grafik rata-rata keterampilan
dasar mengajar guru IPA fisika yang belum
sertifikasi pada Gambar 2a menunjukkan
bahwa hanya 1 orang guru yang menerapkan
keterampilan dasar mengajar secara optimal
(nilai ≥76) yakni guru SMP Neg. 13 Kendari,
meski demikian ada juga guru yang hampir
optimal menerapkan keterampilan dasar
mengajar guru yakni Guru SMP Neg. 5 Kendari
dan Guru SMP Negeri 4 Kendari dengan nilai
masing-masing 75 dan 74. Demikian pula masih
terdapat 2 orang yang masih kurang (nilai ≤
59) dalam menerapkan keterampilan dasar
mengajar yakni Guru SMP Neg. 7 Kendari dan
Guru SMP Neg. 10 Kendari. Bersadarkan
Gambar 2a tersebut mengisyaratkan bahwa
perlunya guru mengoptimalkan penerapan
keterampilan dasar mengajar agar terjadi
interaksi timbal balik secara optimal antara
guru dan siswa, serta hal tersebut merupakan
salah satu tanggung jawab sebagai guru agar
menjadi guru profesional khususnya
kompetensi pedagogik, yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Gambaran persentase kategori
keterampilan dasar mengajar guru, jika
dikaitkan kategori dari Pedoman Akademik
FKIP Universitas Haluoleo (2010) dapat
dinyatakan seperti pada Gambar 2b berikut:
Dari grafik pada Gambar 2b tersebut
menunjukkan bahwa persentase tingkat
kemampuan guru IPA fisika yang belum
sertifikasi dalam menerapkan keterampilan
dasar mengajar pada proses pembelajaran
adalah sebagian besar yakni 73% berada pada
kategori cukup, sementara persentase tingkat
kemampuan guru yang diharapkan yakni
kategori baik dan baik sekali adalah sangat
rendah yakni hanya 9% pada kategori baik dan
bahkan tidak ada yang berada pada berkategori
baik sekali. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan
tingkat kemampuan guuru IPA fisika yang telah
sertifikasi yang sebagian besar berada pada
kategori cukup (47%), dan tingkat kemampuan
yang diharapkan yakni kategori baik (20%)
serta tidak ada guru yang berkategori baik
sekali (Sahara, 2013).
Demikian halnya jika ditinjau dari
keterlaksanaan setiap aspek keterampilan
dasar mengajar juga belum sesuai dengan
yang diharapkan sebagaimana ditunnjukkan
grafik pada Gambar 3 berikut:
63
Berdasarkan Gambar 3 tersebut
menunjukkan bahwa dari 6 (enam) komponen
hanya 1 komponen keterampilan yang terlaksana
secara optimal yakni KBD, dan 3 komponen
keterampilan berada pada kategori cukup yakni
KM, KMV, dan KBL serta 1 komponen
keterampilan yang kurang dan sangat kurang
masing-masing berturut-turut KM2P dan KMP,
dengan rata-rata nilai keterampilan dasar
mengajar sebesar 65 yang berada pada kategori
cukup. Hasil yang sama sebelumnya
menunjukkan bahwa keterampilan memberi
penguatan merupakan aspek yang masih kurang
diterapkan oleh guru IPA fisika dalam
pembelajaran (Sahara, 2009; 2013; dan Maria,
2013 ).
Hasil-hasil penelitian ini mengisyaratkan
bahwa keterampilan dasar mengajar guru masih
kurang diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran khususnya guru IPA fisika baik
yang belum sertifikasi maupun yang telah
disertifikasi. Hal ini tentu harus menjadi
perhatian bagi lembaga pencetak guru yakni
Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(LPTK) dan juga pihak yang mengeluarkan
sertifikat pendidik profesional yakni Pendidikan
Sertifikasi Guru (PSG) dengan program
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Selain itu dengan wacana perubahan program dari
PLPG menjadi Pendidikan Profesi Guru (PPG)
dengan waktu yang relatif lama diharapkan dapat
terwujud sehingga dapat menjadi salah satu
alternatif solusi permasalahan guru dalam
menerapkan berbagai keterampilan dasar
mengajar karena keterampilan ini sesungguhnya
salah satu aspek yang mudah dan harus dilakukan
oleh guru dalam proses pembelajaran agar dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi dan analisis
dari hasil penelitian ini, maka bagi guru kiranya
perlu memahami dan menelaah kembali berbagai
aspek dari keterampilan dasar mengajar dan
berupaya menerapkan secara sungguh-sungguh
dalam proses pembelajaran, karena hal ini
merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh
seorang guru dalam melaksanakan interaksi
pembelajaran di kelas (Bahri, 2005). Selain itu
keterampilan dasar mengajar sangat penting bagi
seorang guru agar dapat melaksanakan perannya
dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Selain itu keterampilan dasar mengajar
berkaitan erat dengan implementasi berbagai
strategi pembelajaran di kelas (Sanjaya, 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
data secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa
penerapan keterampilan dasar mengajar oleh guru
IPA fisika yang belum sertifikasi pada SMP
Negeri Se Kota Kendari adalah sebagian besar
atau 73% berada pada kategori cukup atau
sedang dan masih perlu ditingkatkan lagi. Aspek
keterampilan dasar mengajar yang sudah baik
diterapkan adalah keterampilan bertanya dasar
sedangkan aspek keterampilan dasar mengajar
yang masih kurang adalah keterampilan
memberikan penguatan, keterampilan membuka
dan menutup pelajaran,. Guru IPA fisika yang
belum sertifikasi yang sudah baik menerapkan
berbagai aspek keterampilan dasar mengajar
adalah Guru IPA fisika SMP Negeri 13 Kendari
dan SMP Negeri 5 Kendari.
a. Saran
Keterampilan dalam mengajar perlu
dipahami, ditelaah dan diterapkan secara
sungguh-sungguh oleh guru IPA fisika yang
belum sertifikasi sebagai bentuk tanggung jawab
guru profesional dan menjadi perhatian bagi
lembaga pencetak guru atau LPTK serta
Pendidikan Profesi Guru sebagai lembaga yang
diberi wewenang memberikan sertifikat pendidik
bagi guru sebagai guru profesional.
64
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2001). Panduan Pelaskanaan PPL
FKIP Universitas Haluoleo Kendari
2000/2001.UPT PPL FKIP Unhalu
Anonim. (2010). Pedoman Akademik 2010.
Kendari: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
Atikah, N, dkk. (2013). “Hubungan antara
Keterampilan Dasar Guru dalam
Mengajar dengan Hasil Belajar PKN
Siswa?. Jurnal PPKN UNJ Online, No.2
Tahun 2013, Volume (1). Tersedia di:
http://skripsippknunj.com/wp-
content/uploads/2013/06/Tamplate-Jurnal-
Online-Mahasiswa2.pdf. [diakses 2
Februari 2014].
Bahri S.D. (2005). Guru dan Anak Didik Dalam
Interaksi Edukatif (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta
Bahri S.D, dan Zain, A (2006). Strategi Belajar
Mengajar (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka
Cipta
Fathurrohman P dan Sutikno S. (2007). Strategi
Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum dan Konsep Islami.
Bandung: Refika Aditama
Iriyani, D. (2008). “Pengembangan Supervisi
Klinis untuk Meningkatkan Keterampilan
Dasar Mengajar Guru?. Jurnal Didaktika,
No.2 Tahun 2008, Volume (2), 278-285.
Maria, E.G. (2013). ?Analisis Kemampuan
Pelaksanaan Keterampilan Dasar
Mengajar pada Mahasiswa PPL Program
Studi Pendidikan Biologi Di SMA Negeri
Se Kota Jambi? . Tersedia di: Error!
Hyperlink reference not valid. [diakses 2
Februari 2014].
Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional:
Menciptakan Pembelajaran Kretiatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Muslich, M. (2007). Sertifikasi Guru Menuju
Profesionalisme Pendidik. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Sahara, L. (2009). “Deskripsi Pelaksanaan
Keterampilan Dasar Mengajar Guru
dalam Proses Pembelajaran oleh Guru
Fisika SMA Negeri 4 Kendari?. Jurnal
Humanika, No.2 Tahun I Juli 2009, Volume
(1), 102-107.
................ (2013). “Deskripsi Pelaksanaan
Keterampilan Dasar Mengajar Guru
dalam Proses Pembelajaran oleh Guru
Sertifikasi IPA Fisika SMP Negeri Se-Kota
Kendari?. Jurnal MIPMIPA, No.2, Agustus
2013, Volume (12), 162-172.
Sanjaya W. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sudjana, N. (2006). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
65
Peningkatkan Keaktifan Mahasiswa Mata Kuliah
Fisiologi Tumbuhan melalui Pembelajaran Problem Solving
Oleh :
Damhuri1
Abstrak. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar
mahasiswa di Program Studi Pendidikan Biologi pada mata kuliah Fisiologi Tumbuhan melalui
pembelajaran problem solving . Hasil akhir yang diharapkan adalah semua tujuan pembelajaran
dicapai. Aktivitas belajar yang diharapkan meningkat terutama adalah (1) kemampuan berpikir
kritis, (2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3) kemampuan bekerja sama dalam tim, (4)
kedisiplinan. Pembelajaran dilakukan dengan menerapkan problem solving dalam perkuliahan
dan dilakukan dalam 4 kali siklus dilakukan oleh dosen pengampuh mata kuliah Fisiologi
Tumbuhan untuk menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkuliahan dan
mempersiapkan semua instrumen dan perangkat kuliah yang diyakini mampu membelajarkan
mahasiswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif Berdasarkan hasil pelaksanaan
pembelajaran selama 4 siklus didapatkan bahwa penggunaan model problem solving pada
pembelajaran F i s i o l o g i T u m b u h a n dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada
setiap tahapan siklus, yang ditunjukkan dengan meningkatnya (1) kemampuan berpikir kritis, (2)
kemampuan berkomunikasi lisan, (3) kemampuan bekerja sama dalam tim, dan (4) kedisiplinan.
Selain itu juga terdapat peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh dosen baik dalam
persiapan pembelajaran maupun keterampilan melaksanakan pembelajaran. Walaupun
demikian,pembelajaran ini masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan agar pembelajaran yang
berkualitas tetap terjaga.
Kata kunci: Problem solving, Fiaiologi Tumbuhan
1 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Haluoleo
PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran merupakan inti
dari proses pendidikan, sehubungan dengan hal
ini perguruan tinggi harus senantiasa
meningkatkan kualitasnya dan mengembangkan
sikap adaptif terhadap perubahan pemangku
kepentingan dalam berkehidupan bermasyarakat.
Kehidupan di abad 21 menghendaki
dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang
bersifat mendasar. Perubahan dari pandangan
kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat
global, perubahan dari kohesi sosial menjadi
partisipasi demokratis dan perubahan dari
pertumbuhan ekonomik ke perkembangan
kemanusiaan (Dirjen Dikti, 2008). Hal itulah
yang sekarang menjadi tantangan
profesionalisme dosen. Informasi yang dimiliki
dosen menjadi kuno jika tidak diperbaharui
secara terus menerus. Di sisi lain, dosen tidak
lagi selalu bisa menjadi yang paling pintar di
kelas, sebab mahasiswa dapat belajar dari
sumber lain selain dosennya. Mengantisipasi
hal ini dosen harus memiliki keunggulan
kompetitif. Prinsip survival of the fittest juga
bisa berlaku bagi profesi pendidik.
Setiap perguruan tinggi harus mampu
menghasilkan lulusan yang mandiri dan
memiliki keunggulan kompetitif, sehingga harus
ada perubahan yang sistematik baik dilihat dari
segi tujuan, metode maupun materi
pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran
baik di kelas, di laboratorium, maupun praktek
lapangan perlu disesuaikan sesuai dengan
tuntutan dan persyaratan persaingan global pada
milenium ketiga. Untuk mengantisipasi
perubahan itu, dosen dan mahasiswa bisa
melakukan studi banding secara pribadi maupun
kelompok baik secara internal ataupun eksternal.
Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan
pembelajaran Fisiologi Tumbuhan menunjukkan
bahwa pembelajaran yang selama ini
66
dilakukan ternyata lebih menekankan pada
aspek kognitif tingkat sedang saja, baik
cakupan materinya maupun dalam proses
pembelajarannya sehingga mahasiswa belum
optimal dalam mengembangkan daya nalarnya
dan sering mengalami kesulitan dalam
memahami apa yang diajarkan oleh dosen,
padahal penalaran dan pemahaman merupakan
kemampuan yang sangat penting bagi siapa saja
yang ingin menjadi profesional dalam
bidangnya. Metode yang dipergunakan selama ini
membuat situasi pembelajaran diarahkan pada
learning to know, dan permasalahan yang
disampaikan cenderung bersifat akademik (book
oriented) sehingga pembelajaran menjadi kurang
bermakna bagi mahasiswa.
Berdasarkan observasi yang dilakukan,
tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa belum
memiliki kemandirian belajar walaupun dosen
telah mengalokasikan waktu menugaskan
mahasiswa untuk melakukan belajar secara
mandiri, baik dengan penugasan maupun
pemberian motivasi. Mahasiswa juga cenderung
enggan menggali sumber belajar di luar yang
diberikan dosen, terutama jika sumber materi
menggunakan bahasa Inggris, padahal dalam
menghadapi tantangan global, mahasiswa
dituntut untuk meningkatkan kompetensi materi
dan sekaligus kompetensi pembelajaran
dengan bahasa Inggris. Sebagian besar
mahasiswa hanya menggantungkan diri pada
materi yang diberikan dosen. Akibatnya
mahasiswa mengalami kesulitan jika harus
menjawab soal yang menuntut kemampuan
berpikir tingkat tinggi, kompleks apalagi
berpikir kritis. Hal ini diperparah dengan
rendahnya aktivitas belajar mahasiswa di dalam
kelas, hanya beberapa mahasiswa saja yang aktif
bertanya dan menjawab, sisanya cenderung pasif.
Sesuai dengan hakikat pembelajarannya,
seharusnya dengan kelengkapan piranti
multimedia yang ada, calon guru biologi dapat
mengembangkan kemampuan memahami
konsep-konsep biologi melalui proses berpikir
tingkat tinggi sehingga dapat membentuk sikap
ilmiah. Pembelajaran yang diprediksi dapat
menjadi alternatif solusi terhadap permasalahan
pembelajaran Fisiologi Tumbuhan adalah dengan
penerapan problem solving. Dalam hal ini
mahasiswa melakukan problem solving dengan
sebanyak mungkin menelaah dan membuat
review jurnal hasil penelitian yang berkaitan
dengan materi Fisiologi Tumbuhan, khususnya
pada Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuhan di lingkungan khusus. Hal ini jelas
tidak akan dapat diperoleh jika mahasiswa hanya
mengandalkan catatan atau materi dari dosen,
sehingga mau tidak mau mereka termotivasi
mencari sumber belajar lain. Problem solving
dipilih karena merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasinya
ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan
mahasiswa. Problem Solving tidak
mengharapkan mahasiswa hanya sekedar
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal
materi pelajaran, akan tetapi juga aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data,
dan akhirnya menyimpulkan. Dalam hal ini
aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Artinya, tanpa masalah
maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Penerapan problem solving yang
pada saa t proses pembela j aran
diharapkan mampu mengakomodasi semua
kebutuhan mahasiswa dan dosen sehingga
semua konsep yang disampaikan dosen dapat
diserap secara maksimal oleh mahasiswa.
Diharapkan kendala mahasiswa dalam
memahami konsep-konsep Fisiologi Tumbuhan
dapat teratasi dan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa dapat dikembangkan. Selain itu
diharapkan semua aktivitas belajar mahasiswa
meningkat sehingga kesenjangan antara
mahasiswa aktif dan mahasiswa pasif bisa
diperkecil.
Johnson (2000), mengemukakan
keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi
berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis
berpikir ini disebut juga sebagai keterampilan
berpikir tingkat tinggi (Liliasari,2002).
Berpikir kritis merupakan proses mental yang
terorganisasi dengan baik dan berperan dalam
proses mengambil keputusan untuk
memecahkan masalah dengan menganalisis dan
menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri
ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah
proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli
atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada
aspek intuitif dan rasional (Johnson, 2000).
67
P e m b e l a j a r a n d e n g a n
P r o b l e m S o l v i n g ini dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar
mahasiswa di Program Studi Pendidikan Biologi
pada mata kuliah Fisiologi Tumbuhan. Hasil
akhir yang diharapkan adalah semua tujuan
perkliahan dan uraian materi dapat tercapai.
Aktivitas belajar yang diharapkan meningkat
terutama adalah (1) kemampuan berpikir kritis,
(2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3)
kemampuan bekerja sama dalam tim, dan (4)
kedisiplinan.
METODE PENELITIAN
Materi pokok yang digunakan dalam
pembelajaran ini adalah Pertumbuhan dan
Perkembangan tumbuhan di lingkungan
khusus. Subjek yang dikaji sebagai sumber data
adalah mahasiswa yang menempuh mata kuliah
Fisiologi Tumbuhan di Pendidikan.Biologi
FKIP Universitas Halu Oleo semester genap
tahun akademik 2012/2013. Data diperoleh dari
observasi langsung terhadap kegiatan
pembelajaran, hasil tes serta unjuk kerja
mahasiswa. Instrumen yang digunakan dalam
pembelajaran ini adalah jurnal penelitian
internasional mengenai fisiologi tumbuhan,
silabus, rencana perkuliahan, lembar observasi
serta tes uji kompetensi. Kemampuan berpikir
kritis, dinilai dari kemampuan mahasiswa
menjawab permasalahan gambar di LKM,
dengan materi Sel dan Jaringan pada tumbuhan.
Kemampuan berkomunikasi lisan, dinilai dari
kemampuan bertanya dan menjawab
pertanyaan dalam diskusi kelas terkait materi
yang d i j a w a b d a r i p e r t a n y a a n
L K M . Kemampuan kerja sama dalam tim,
dinilai saat mahasiswa bersinergi dalam
menyelesaikan permasalahan yang dialami
ketika menjawab pertanyaan LKM dan
diskusi, sedangkan kedisiplinan dinilai dari
ketepatan mahasiswa dalam mengumpulkan
tugas jawaban LKM sesuai ketentuan dosen.
Analisis data dilakukan sejak awal sampai
berakhirnya kegiatan pengumpulan data. Data-
data dari hasil penelitian di lapangan diolah dan
dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendekatan kontekstual dengan
penerapan problem solving dalam
pembelajaran memungkinkan mahasiswa
terbiasa mencari sumber belajar di luar dosen
sehingga mereka bisa mengaitkan antara materi
yang diberikan dosen dengan hasil penelitian
terkini sehingga mereka memahami bahwa
pengetahuan biologi, khususnya fisiologi
tumbuhan selalu berkembang. Dalam hal ini
pengetahuan yang diperoleh dan disampaikan
mahasiswa akan menjadikan fakta-fakta
preposisi yang mencerminkan ketrampilan yang
dapat diterapkan. Dalam proses pembelajaran
tugas dosen mengelola kelas sebagai tim yang
bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi mahasiswa.
Peningkatan aktivitas pembelajaran
mahasiswa melalui pendekatan kontekstual
dengan penerapan problem solving mata kuliah
Fisiologi Tumbuhan dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 1. Grafik peningkatan aktivitas
mahasiswa dalam pembelajaran
Keterampilan berpikir kritis
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik intrinsik
misalnya kepribadian, kegigihan serta motivasi,
maupun ekstrinsik misalnya kebudayaan atau
lingkungan. Pembelajaran dengan problem
solving ini memang diarahkan untuk
membentuk suatu kebiasaan bagi mahasiswa
untuk tidak hanya mengandalkan materi dari
dosen saja serta memandang konsep materi
secara dangkal, tapi mereka bisa melihat dari
berbagai sudut pandang sehingga ada
ketertarikan untuk senantiasa mencari tahu
dan meningkatkan pengetahuan yang telah
mereka miliki sebelumnya.
Hassoubah (2007) menyatakan bahwa
kecenderungan berpikir kritis, antara lain
68
ditandai dengan adanya kebiasaan untuk
mencari pernyataan yang jelas dari setiap
pertanyaan, mencari alasan, berusaha mencari
informasi dengan baik, memakai sumber yang
memiliki kredibilitas dan menyebutkannya,
memperhatikan situasi dan kondisi secara
keseluruhan, berusaha tetap relevan dengan ide
utama, mengingat kepentingan yang asli dan
mendasar, mencari alternatif, bersikap dan
berpikir terbuka, mengambil posisi ketika ada
bukti yang cukup kuat untuk melakukan
sesuatu, mencari penjelasan sebanyak mungkin
apabila memungkinkan, bersikap secara
sistematis dan teratur dengan bagian-bagian
dari keseluruhan masalah, dan peka terhadap
tingkat keilmuan dan keahlian orang lain.
Hal inilah yang diupayakan oleh dosen
ketika memberi masalah pada mahasiswa.
Dalam hal ini dosen memberi kesempatan
yang seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk
mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang
diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah.
Tugas membuat review jurnal
penelitian internasional yang dibuat secara
individu tetapi dipresentasikan secara
kelompok memungkinkan mahasiswa bisa
berinteraksi melalui forum diskusi interaktif
dan tanya jawab di kelas. Problem solving
yang diterapkan dalam pembelajaran memacu
mahasiswa dalam mencari sumber belajar yang
akurat. Masing-masing mahasiswa terlihat
antusias dalam kegiatan bertanya, memberikan
pendapat ataupun mempertahankan pendapat
karena mereka menjawab berdasarkan literatur
yang mereka dapatkan secara individu.
Kebanyakan mahasiswa terlihat mempersiapkan
diri dengan baik sehingga mereka bisa
menjawab semua pertanyaan dan menanggapi
masukan yang diberikan, sedangkan sisanya
mendengarkan dan mencatat hasil diskusi
kelas. Fokus pembelajaran yang terpenting
dan yang utama adalah bagaimana membuat
para mahasiswa bisa menyukai dan menikmati
pembelajaran yang dilakukan. Dengan
tercapainya hal ini diharapkan mahasiswa bisa
lebih berkonsentrasi dalam menerima dan
memahami konsep yang diberikan dengan
sebaik mungkin dan melatih daya nalar dan
kreativitas masing-masing.
Adanya kebiasaan memberikan semua
materi hanya dari satu sumber belajar saja
hanya akan mengerdilkan pikiran mahasiswa
sedangkan kebebasan dalam menggali
informasi dan sumber materi akan dapat
mendorong terciptanya iklim pembelajaran
(learning climate) yang kondusif. Hal ini
agaknya yang mendorong mahasiswa untuk
lebih menikmati pembelajaran, sehingga selain
selain aktivitas belajar di kelas terlihat
meningkat, kemampuan berpikir kritis terasah,
ketrampilan psikomotor dan afektifpun juga
meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembelajaran di
mata kuliah fisiologi tumbhan bahwa
penggunaan model problem solving dapat
meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada
setiap pertemuan, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya (1) kemampuan berpikir kritis,
(2) kemampuan berkomunikasi lisan, (3)
kemampuan bekerja sama dalam tim, dan (4)
kedisiplinan. Selain itu juga terdapat
peningkatan kualitas pembelajaran yang
dilakukan oleh dosen,baik dalam persiapan
pembelajaran maupun keterampilan
melaksanakan pembelajaran. Walaupun
demikian, ini masih perlu dilanjutkan dan
ditingkatkan agar pembelajaran yang
berkualitas tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Hassoubah, Z. I. (2007). Mengasah Pikiran
Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan
Latihan. Terjemahan Bambang
Suryadi. Developing Creative & Critical
Thinking Skills: A Handbook for Students.
2002. Nuansa. Bandung.
Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and
Learning. Corwin Press Inc. California.
Liliasari. (2001). Model Pembelajaran IPA untuk
Meningkatkan Ketrampilan Berpikir
Tingkat Tinggi Calon Guru sebagai
Kecenderungan Baru pada Era Globalisasi.
Jurnal Pengajaran MIPA 2 (1). Juni 2001.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
69
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES
TOURNAMENT) DALAM PEMBELAJARAN KIMIA POKOK BAHASAN
STOIKIOMETRI PADA SISWA KELAS X IPA SMAN 2 KENDARI
Oleh:
La Rudi,1
, Saefuddin2, Syamsuwarni
3
Abstrak. Telah dilakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TGT (Teams Games Tournament) dalam Pembelajarn Kimia pada pokok Bahasan
Stoikiometri di SMAN 2 Kendari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar
kimia siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari pada materi Stoikiometri yang diajar menggunakan
metode kooperatif tipe teams game Tournament (TGT). Instrumen yang digunakan berupa tes
hasil belajar yang diberikan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan TGT. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari yang diajar
menggunakan metode kooperatif tipe TGT pada materi stoikiometri diperoleh nilai tertinggi
93,3 dan nilai terendah 46,7 dengan nilai rata-rata adalah 69,3, dengan standar deviasi sebesar
11,7. Dari data yang diperoleh dibandingkan dengan nilai siswa pada kelas yang diajar dengan
metode yang umum digunakan oleh guru (metode ceramah). Rata-rata nilai siswa yang diajar
dengan metode yang biasa digunakan oleh guru diperoleh nilai tertinggi siswa 86 dan nilai
terendah 33 dengan nilai rata-rata adalah 63,3.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa materi Stoikiometri matapelajaran Kimia kelas X
SMA lebih bagus perolehan nilai siswa jika diajar dengan metode Kooperatif tipe TGT
dibandingkan dengan metode ceramah seperti yang umum digunakan oeh guru dalam
mengajarkan materi Stoikiometri.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ; Hasil Belajar Kimia
1 Alumni Pend. Kimia FKIP UHO 2 Dosen pend. Kimia FKIP UHO 3 Alumni/Mahasiswa Pend. Kimia FKIP UHO
PENDAHULUAN
Proses pencapaian keberhasilan
dalam pendidikan sebagian besar ditentukan
oleh mutu kegiatan belajar mengajar. Oleh
karena itu diperlukan upaya untuk
meningkatkan kualitas kegiatan belajar
mengajar, khususnya peningkatan kualitas
proses pembelajaran dan hasil belajar yaitu
dengan mutu guru sehingga memiliki tingkat
kemampuan profesional yang digunakan.
Guru sebagai pendidik haruslah berupaya
untuk selalu memperhatikan dan memelihara
serta mengembangkan minat atau kesiapan
siswa dalam menerima pelajaran yang
nantinya diharapkan akan berdampak positif
dalam pencapaian prestasi hasil belajar yang
maksimal.
Salah satu faktor yang sangat mendukung
keberhasilan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran adalah penguasaan dan
kemampuan guru dalam menerapkan metode
pembelajaran. Artinya guru dituntut untuk
menguasai dan mampu menerapkan metode
pembelajaran sesuai dengan karakteristik
materi dan tingkat perkembangan siswa. Hal
ini sangat relevan dengan tugas seorang guru
dalam mengenali perbedaan individu
siswanya.
Pada umumnya di sekolah masih
banyak digunakan model pembelajaran
konvensional. Pengajaran yang bersifat
konvensional pada umumnya di dominasi
oleh guru sedangkan siswa hanya dapat
mendengarkan, melihat dan mencatat
penjelasan guru. Akibatnya pengembangan
70
aktivitas dan hasil belajar siswa menjadi
berkurang. Proses pembelajaran seperti ini
akan membentuk siswa cenderung
mengoptimalkan dirinya dengan menerima
apa saja yang diajarkan oleh guru.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara
peneliti terhadap guru kimia bahwa nilai rata-
rata ulangan harian siswa pada materi pokok
stoikiometri adalah masih sangat rendah dan
belum memenuhi standar KKM dari sekolah.
Oleh karena itu guru tentunyan perlu
perhatian untuk melakukan alternatif baru
dalam rangka perbaikan proses belajar
mengajar untuk meningkatkan hasil belajar
siswa khususnya
Mengacu pada hal tersebut perlu
dikembangkan teknik belajar yang dapat
mengatasi kurangnya keterlibatan siswa
dalam proses belajar mengajar. Oleh karena
itu, salah satu alternatif model pembelajaran
adalah model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament). Model
pembelajaran ini dapat menghasilkan
pencapaian hasil belajar siswa yang
maksimal, sebab didalamnya terdapat
interaksi dimana siswa saling membantu
mempelajari dan memahami isi materi
pelajaran yang telah dibahas. Adanya anggota
dalam kelompok, siswa lebih mudah untuk
mengeluarkan pendapat, belajar mendengar
pendapat orang lain, mencatat hal-hal yang
bermanfaat untuk kepentingan bersama,
siswa yang lambat berpikir dapat dibantu
untuk menambah ilmu pengetahuanya.
Hadiah atau penghargaan yang diberikan
akan memberikan dorongan dan motivasi
bagi siswa untuk mencapai hasil belajar yang
lebih maksimal.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk engetahui hasil belajar kimia
siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari pada
materi Stoikiometri yang diajar menggunakan
metode kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament).
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan oleh guru untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar kimia utamanya
pada materi stoikiometri serta memperluas
pengetahuan tentang inovasi-inovasi baru
dalam pembelajaran.
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
Menurut Arifin (2009), hasil belajar
merupakan gambaran tentang apa yang harus
digali, dipahami, dan dikerjakan peserta
didik. Hasil belajar merupakan unsur dari
proses belajar mengajar. Hasil belajar
dihasilkan dari proses penilaian atau evaluasi
untuk mengukur pencapaian siswa dalam
penguasaan materi pelajaran seperti yang
dikatakan Sudjana (2009), bahwa kegiatan
penilaian adalah suatu tindakan atau kegiatan
untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan
instruksional telah dapat dicapai atau
dikuasai siswa dalam bentuk hasil belajar.
Benyamin S. Bloom mengklasifikan
hasil belajar ke dalam tiga domain, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain
kognitif berhubungan dengan intelektual,
afektif berhubungan dengan sikap, dan
psikomotor berhubungan dengan
keterampilan. Dalam setiap domain tersebut
tersusun dari beberapa jenjang kemampuan
yaitu dari hal yang mudah sampai dengan hal
yang sulit, dan dari hal yang kongkrit sampai
hal yang abstrak (Arifin, 2009).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil
Belajar
Sukmadinata (2002) menyatakan
bahwa usaha dan keberhasilan belajar
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
71
tersebut dapat bersumber pada dirinya atau
diluar dirinya atau lingkunganya. Faktor-
faktor yang terdapat dalam diri individu atau
si pelajar menyangkut aspek jasmaniah dan
rohaniah sedangkan faktor-faktor dari
lingkunganya meliputi faktor fisik, sosial
psikologis yang berada pada lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas
dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan faktor-
faktor yang berasal dari dalam diri individu,
yang meliputi faktor fisiologis dan
psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor-
faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu, sedangkan faktor psikologis adalah
keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar meliputi
keceradasan siswa, motivasi, minat, sikap dan
bakat. Faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal
yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi
dua golongan yaitu faktor lingkungan sosial
(lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial
masyarakat, lingkungan sosial keluarga) dan
faktor lingkungan non-sosial (lingkungan
alamiah, lingkungan instrumental, faktor
materi pelajaran) (Baharudin, 2007).
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT
Salah satu tipe pembelajaran
kooperatif adalah TGT. Dalam TGT, siswa
memainkan permainan dengan anggota-
anggota tim yang lain untuk memperoleh
tambahan poin pada skor tim mereka.
Permainan disusun dari pertanyaan-
pertanyaan yang relevan dengan pelajaran
yang dirancang untuk mengetes pengetahuan
yang diperoleh siswa dari penyampaian
pelajaran di kelas. Permainan ini berupa
pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada
kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap
siswa akan mengambil sebuah kartu yang
diberi angka dan berusaha untuk menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan angka
tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi
siswa dari semua tingkat untuk
menyumbangkan dengan maksimal bagi skor-
skor kelompoknya bila mereka berusaha
dengan maksimal (Wartono, 2004).
Model pembelajaran kooperatif tipe
TGT merupakan model pembelajaran yang
menggambarkan kelompok belajar dan
kompetisi tim, dimana kompetisi tim
dimainkan di meja-meja turnamen oleh
masing-masing anggota kelompok yang
berbeda. Setiap siswa akan berlomba untuk
memperoleh tambahan poin pada skor tim
mereka.
Langkah-langkah pembelajaran TGT
menurut Slavin 2009 terdiri dari 4 komponen
utama yaitu penyajian kelas, kelompok
belajar, permainan dan turnamen.
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru
menyampaikan materi dalam penyajian
kelas, biasanya dilakukan dengan
pengajaran langsung dengan metode
ceramah atau diskusi yang dipimpin oleh
guru. Pada saat penyajian ini siswa harus
benar-benar memperhatikan dan
memahami materi yang disampaikan
guru karena hal ini akan membantu siswa
bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat melakukan
game dan skor game akan menentukan
keberhasilan tim mereka
2. Kelompok (Teams)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 atau 5
orang siswa yang anggotanya heterogen
dilihat dari semua aspek (kinerja
akademik, jenis kelamin, ras, etnis).
Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman
kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompoknya
agar bekerja lebih baik dan optimal pada
saat game
72
3. Permainan (Game)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang kontennya relevan yang dirancang
untuk menguji pengetahuan siswa yang
diperoleh dari penyajian kelas dan
pelaksanaan kerja kelompok. Game
tersebut dimainkan dimeja-meja
turnamen dengan beberapa orang siswa,
yang masing-masing mewakili tim yang
berbeda. Kebanyakan game hanya berupa
nomor-nomor pertanyaan yang ditulis
pada kartu bernomor. Seorang siswa
mengambil sebuah kartu bernomor dan
harus menjawab pertanyaan sesuai
dengan nomor yang tertera pada kartu
tersebut. Sebuah aturan tentang
penantang memperbolehkan para pemain
saling menantang jawaban masing-
masing
4. Turnamen (Tournament)
Turnamen adalah sebuah struktur dimana
game berlangsung
Berdasarkan uraian di atas maka
disimpulkan langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif tipe TGT disajikan
dlaam tabel berikut.
Tabel 1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
No Guru Siswa
1 Membuka pelajaran Memberikan perhatian penuh
2 Memberikan apersepsi dengan bertanya
kepada siswa tentang materi yang
berhubungan dengan materi yang akan di
ajarkan
Terlibat dalam membangkitkan
pengetahuan prasyarat siswa
3 Memotivasi siswa Memberi perhatian penuh
4 Menyampaikan tujuan pembelajaran Memberi perhatian penuh
5 Menyampaikan konsep tentang materi Memberi perhatian penuh
6 Membentuk kelompok belajar Terlibat dalam pembentukan
kelompok belajar
7 Guru memberi LKS kepada masing-
masing kelompok
Siswa menerima dan memastikan
setiap anggota kelompoknya
sudah memiliki LKS
8 Guru meminta setiap kelompok
menyelesaikan soal-soal LKS
Siswa secara kelompok
menyelesaikan LKS
9 Guru memantau kerja dari kelompok
selama diskusi berlangsung
Siswa aktif dalam kelompoknya
ketika diskusi dalam
menyelesaikan soal
10 Guru menjelaskan aturan permainan,
dimana permainan dibagi dalam dua
tahap, yaitu menjawab soal giliran dan
menjawab soal rebutan
Siswa memperhatikan penjelasan
guru
11 Guru menyiapkan dan mengacak kartu
soal
Siswa memilih kartu yang telah
diacak
12 Guru membacakan soal-soal yang telah
dipilih masing-masing kelompok
Siswa mempersentasekan
jawaban dari soal yang dipilih
13 Guru memberikan penghargaan pada
kelompok yang memperoleh skor tinggi
Siswa menyambut dengan penuh
antusias
73
No Guru Siswa
14 Guru meminta siswa bersama-sama
menyimpulkan materi pembelajaran
Siswa terlibat dalam
menyimpulkan materi
pembelajaran
15 Guru melaksanakan evaluasi Siswa terlibat dalam pelaksanaan
evaluasi
16 Mengakhiri/menutup pembelajaran Siswa terlibat dalam mengakhiri
pembelajaran
METODE PENELITIAN
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA
Negeri 2 Kendari pada semester ganjil tahun
ajaran 2012/2013
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua
siswa kelas X SMA Negeri 2 Kendari yang
tersebar dalam 9 kelas paralel yang terdiri
dari kelas X1, s/d kelas X9.
Sampel Penelitian
Semua kelas memiliki kemampuan
awal yang relatif sama sehingga pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik random sampling. Dari 9 kelas yang
ada, diperoleh dua kelas yang dijadikan
sampel penelitian yaitu satu sebagai kelas
eksperimen dan satu sebagai kelas kontrol.
Analisis Statistik Deskriptif
Penggunaan analisis deskriptif
bertujuan untuk mengetahui karakteristik
distribusi skor dari masing-masing variabel,
nilai maksimum dan minimum, rata-rata,
median, modus dan standar deviasi. Nilai-
nilai tersebut akan disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. Menentukan
tingkat penguasaan siswa terhadap suatu
materi dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu
rendah, sedang dan tinggi digunakan kriteria :
85 ≤ ≤ 100 : kategori tinggi
65 ≤ ≤ 80 : kategori sedang
< 65 : kategori rendah
Keterangan
= rata-rata hasil belajar kimia siswa
(Depdikbud, 1997)
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis deskriptif
terhadap hasil belajar kimia siswa pada
pokok bahasan Stoikiometri baik yang diajar
melalui model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) maupun
pembelajaran konvesional dapat dilihat pada
Gambar berikut:
Gambar. Perbedaan Hasil Belajar Siswa
yang diajar dengan Tipe TGT (kelas
experimen) dan yang diajar dengan metode
biasa (kelas Kontrol)
Analisis Inferensial
Hasil Pengujian Normalitas
Data hasil pengujian normalitas dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Hasil
Belajar
Kelas Nilai Xhit Nilai Xtab
Kontrol
eksperimen
3,60
4,91
7,81
7,81
74
Berdasarkan Tabel 2 di atas
diketahui bahwa data pada kelas kontrol
maupun pada kelas aksperimen diperoleh
nilai Xhit lebih rendah dari nilai Xtab. Hal ini
berarti pada taraf = 0,05, data hasil belajar
kimia siswa pokok bahasan stoikiometri pada
kelas kontrol dan kelas eksperimen
berdistribusi normal.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengolahan data
secara deskriptif, hasil belajar kimia siswa
pada kelas eksperimen mempunyai
pencapaian yang berbeda dengan kelas
kontrol. Selain adanya perbedaan nilai rata-
rata hasil belajar kimia siswa juga dapat
dilihat dari nilai standar deviasi antara siswa
di kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Nilai standar deviasi di kelas eksperimen
lebih kecil S2 = 11,7 dari kelas kontrol S
2 =
12,9. Hal ini menunjukan bahwa sebaran
kesenjangan nilai siswa antara kelas kontrol
lebih tinggi dibanding dengan kelas
eksperimen. Semakin rendah nilai standar
deviasi, maka semakin kecil nilai
kesenjangan antar siswa yang berarti
kemampuan siswa dalam memahami materi
hampir sama. Ini menunjukan bahwa hasil
belajar yang diperoleh siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan hasil
belajar yang diperoleh siswa pada kelas
kontrol.
Perbedaan hasil belajar kimia antara
kedua kelas tersebut dikarenakan oleh
beberapa faktor yaitu melalui pembelajaran
kooperatif, setiap siswa berkompetisi dan
berpartisipasi dalam kelompok, dapat
mengeluarkan pikiran dan pendapat untuk
memecahkan masaalah, terjalinya sikap sosial
antara siswa, terbentuknya sikap siswa untuk
saling hormat menghormati, bekerja sama
dalam memecahkan masalah. Hal ini dapat
memberi motivasi belajar kepada siswa untuk
berprestasi lebih baik.
Dalam proses pembelaajaran dengan
TGT, setiap kali pertemuan guru mengawali
kegiatan dengan menyampaikan indikator
pencapaian hasil belajar, mengecek
pemahaman siswa, serta membagi siswa
dalam beberapa kelompok diskusi. Pada
setiap kali pertemuan setiap kelompok
mempersiapkan diri untuk mengerjakan LKS
yang diberikan oleh guru dan setiap
kelompok mempersiapkan perwakilanya
untuk maju kemeja turnamen. Dalam
pembelajaran dengan model kooperatif tipe
TGT setiap siswa dalam kelompoknya selalu
aktif untuk belajar bekerja sama dengan
anggota kelompoknya untuk mengeluarkan
pikiran dan pendapat dalam memecahkan
masalah.
Berbeda halnya dengan proses
belajar mengajar pada kelas yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT. Pada kelas yang diajar dengan
pembelajaran biasa (konvesional), guru terus
membahas materi yang disajikan sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran yang
telah disusun dalam rencana pembelajaran.
Siswa diminta memperhatikan dengan
seksama materi yang dijelaskan oleh guru
sambil mencatat pokok-pokok materi yang
menjadi penekanan guru. Sesekali dalam
pembelajaran guru diselingi dengan
pengajuan pertanyaan kepada siswa namun
hanya beberapa siswa yang tampak
memberikan jawaban atas pertanyaan guru.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena
mereka belum memahami tentang materi
yang diajarkan oleh guru, seperti cara
penentuan masa molekul relatif dalam suatu
senyawa. Sehingga meskipun guru selalu
memberikan contoh soal dalam menjelaskan
materi, namun hanya siswa yang pintar-pintar
saja yang lebih banyak menjawab pertanyaan
guru, sementara siswa yang lain masih malu
dan ragu untuk menjawab pertanyaan guru,
melainkan hanya menunggu jawaban serta
arahan dari teman yang lebih pintar tersebut
75
Hasil pengamatan terhadap kinerja
siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik
dari pada kinerja siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran
konvesional. Siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajarn TGT dapat
melakukan peran pada masing-masing
kelompoknya, yaitu siswa sangat antusias
menjawab soal dalam LKS dan
mempersentasekan jawaban pada saat
permainan dan turnamen dan cara seperti ini
belum pernah dilakukan oleh siswa yang
diajar dengan menggunakan model
pembelajaran umum.
Pada pembelajaran kooperatif siswa
lebih mengacu pada belajar secara aktif,
bertanya serta mampu mengemukakan
pendapatnya dalam menanggapi pertanyaan
yang diberikan oleh guru atau teman kelasnya
sehingga siswa mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah secara berkelompok
tidak semata-mata bergantung kepada guru.
Pada kelas kooperatif siswa dapat belajar satu
sama lain, berdiskusi dan berargumen,
menilai pengetahuan yang diperoleh serta
mengisi kesenjangan pemahaman antar siswa.
Dan kegiatan tersebut tidak nampak dalam
pembelajaran konvesional siswa tidak
termotivasi untuk belajar aktif dalam
mengembangkan sikap dan prilaku serta
mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
Siswa hanya duduk dan pasif menerima
materi oleh guru dan mencatat pokok-pokok
materi yang menjadi penekanan guru.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 2
Kendari yang diajar menggunakan metode
kooperatif tipe TGT pada materi stoikiometri
diperoleh nilai tertinggi 93,3 dan nilai terendah
46,7 dengan nilai rata-rata adalah 69,3, dengan
standar deviasi sebesar 11,7. Dari data yang
diperoleh dibandingkan dengan nilai siswa pada
kelas yang diajar dengan metode yang umum
digunakan oleh guru (metode ceramah). Rata-rata
nilai siswa yang diajar dengan metode yang biasa
digunakan oleh guru diperoleh nilai tertinggi
siswa 86 dan nilai terendah 33 dengan nilai rata-
rata adalah 63,3.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa materi
Stoikiometri matapelajaran Kimia kelas X SMA
lebih bagus perolehan nilai siswa jika diajar
dengan metode Kooperatif tipe TGT
dibandingkan dengan metode ceramah seperti
yang umum digunakan oeh guru dalam
mengajarkan materi Stoikiometri.
SARAN
Untuk menerapkan model
pembelajaran TGT, guru sebaiknya
memperhatikan waktu yang diperlukan dalam
proses belajar mengajar sehingga sesuai
dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin.2009. Evaluasi Kependidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Baharudin dan Wahyu. EN. 2007. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Ar-Rozz
Media. Yogyakarta.
Slavin, R. 2009. Cooperatve Learning. Nusa
Media. Bandung.
Sudjana N., 1989. Metode Statistika. Tersito.
Bandung.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N. 2002. Landasan Psikologi
Proses Pendidikan. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Wartono, 2004. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. Rineka
Cipta. Jakarta.
76
KOHESIF GRAMATIKAL TULISAN MAHASISWA JURUSAN
BAHASA INGGRIS UNIVERITAS HALU OLEO
Oleh:
La Ode Nggawu1
Abstrak. Kemampuan untuk menulis sebuah teks dinilai penting bagi seorang peserta didik.
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan menulis mahasiswa Jurusan Bahasa
Inggris Universitas Halu Oleo dalam penggunaan kohesif, tatabahasa dalam esai, dan juga
hubungan antara kohesif gramatikal dan kualitas tulisan . Sesuai hasil penelitian, dari tiga
puluh esai yang didiskusikan yang ditulis oleh tiga puluh mahasiswa semester IV Jurusan
Bahasa Inggris yang mengambil mata kuliah Writing
III menunjukkan bahwa mahasiswa sudah akrab dengan berbagai perangkat kohesif gramatikal
dan menggunakannya dalam tulisan-tulisan mereka. Di antara perangkat kohesif yang
digunakan oleh mahasiswa, yang memiliki persentase terbesar dari jumlah perangkat
gramatikal adalah conjunction diikuti oleh perangkat referensi dan perangkat ellipsis.
Sementara itu, substitusi tidak ditemukan di antara tulisan semua mahasiswa. Selain itu,
ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah perangkat gramatikal yang
digunakan dan kualitas tulisan. Temuan dari penelitian ini memiliki beberapa implikasi penting
bagi EFL(English for Foreighner language) dalam kegiatan menulis.
Kata kunci : Diskusi, fitur kohesif gramatikal , Tulisan Mahasiswa
1 Dosen Pend. Bahasa Inggris FKIP UHO
PENDAHULUAN
Keterampilan menulis merupakan suatu
tantangan dalam kegiatan belajar dan mengajar
untuk penggunaan sebuah target bahasa. Disaat
keterampilan menulis memunculkan kemampuan
untuk mengartikulasikan gagasan, perbedaan
pendapat, dan mensintesis berbagai perspektif ,
McNamara (2010:2). Senada dengan hal
tersebut, Harmer (2001) menyatakan bahwa ada
beberapa alasan penting dalam pengajaran dan
pembelajaran keterampilan menulis. Pertama,
keterampilan menulis membutuhkan waktu
berpikir lebih bagi mahasiswa untuk
mengekspresikan ide-ide mereka dalam menulis
sesuatu . Kedua, keterampilan menulis membantu
mahasiswa untuk berlatih penggunaan target
bahasa mereka. Ketiga, keterampilan menulis
sangat penting dari kegiatan menulis sehari- hari
mahasiswa.
Meskipun bukti dalam proses belajar
mengajar dalam menulis membutuhkan proses
yang panjang untuk kegiatan yang kompleks atau
proses yang melibatkan sejumlah keterampilan
cukup canggih yang meliputi berpikir kritis dan
perkembangan logis dari ide-ide . Sehubungan
dengan ini, Burnab (1984) menyatakan bahwa
menulis adalah aktivitas yang sangat kognitif
yang membutuhkan kontrol dari sejumlah
variabel secara simultan. Ketika mahasiswa
menulis, mereka bekerja secara intensif dengan
bahasa baru di tingkat teks, tingkat paragraf,
tingkat kalimat dan tingkat kata. Pada setiap
tingkat, mereka membutuhkan alat. Mahasiswa
perlu kosa kata yang baik untuk pilihan kata
yang tepat yang penting untuk membuat tulisan.
Selain itu, mereka membutuhkan pengetahuan
tentang struktur gramatikal dan tanda baca untuk
membuat tulisan-tulisan mereka dapat dimengerti
pembaca. Fakta-fakta ini kadang-kadang menulis
mendapatkan perhatian yang kurang dari
keterampilan bahasa lain seperti mendengarkan,
berbicara, dan membaca.
Saat ini, kesadaran akan pentingnya
menulis semakin meningkat karena kebutuhan
dan kompleksitas penulisan itu sendiri. Inilah
yang membuat keterampilan menulis
mendapatkan perhatian yang lebih dalam
pengajaran bahasa Inggris terutama di Indonesia .
Selain itu, fokus utama pengajaran Writing
adalah untuk mengembangkan kompetensi,
meningkatkan atau membangun sebuah tulisan
77
yang baik . Sebuah tulisan yang baik menurut
Corbett dalam Sutama (1997) memerlukan tiga
komponen penting yang harus dipenuhi yaitu
kesatuan, koherensi, dan pengembangan yang
memadai dengan koherensi sebagai komponen
yang paling penting . Ini berarti paragraf bisa
bersatu tapi mungkin masih tidak koheren,
Corbett (dalam Sutama 1997) .
Selanjutnya, Kohesi dan koherensi
merupakan dua unsur penting (Halliday dan
Hasan, 1976; Halliday, 2000) telah lama dikenal
sebagai fitur penting dalam menulis. Seperti
dikatakan Halliday dan Hasan mengemukakan
bahwa koherensi mengacu pada unsur-unsur
internal dalam sebuah teks. Sebuah teks
merupakan bagian dari wacana yang koheren
dalam dua hal yaitu koheren yang berhubungan
dengan konteks situasi. Kohesi mengacu pada
hubungan makna yang ada dalam teks , dengan
kata lain , kohesi dapat didefinisikan sebagai
perangkat linguistik yang digunakan untuk
menghubungkan satu bagian dari teks yang lain .
Ilmu tentang kohesi dalam teks juga
menunjukkan bahwa kohesi membuat kontribusi
besar untuk pembaca dan ini adalah alasan studi
kohesi yang menarik Horning (2009). Dua hasil
penelitian, satu oleh sarjana Inggris Chapman
(1987), menjelaskan pentingnya kohesi untuk
membaca dan memahami. Temuan menunjukkan,
pertama, bahwa pandangan tentang hubungan
kohesif dalam teks berkembang dari waktu ke
waktu sebagai mahasiswa yang telah matang
sebagai pembaca. Selain itu, meningkatkan
tingkat kohesi dalam teks meningkatkan
pemahaman bacaan yang diukur dengan waktu
membaca dan mengingat konten.
Banyak peneliti telah meneliti hubungan
antara penggunaan perangkat kohesif dan kualitas
tulisan yang dihasilkan. Namun, hasil dari
berbagai penelitian yang ada terlihat tidak
konsisten. Dalam rangka untuk memberi
penjelasan tentang hal ini, peneliti mencoba
untuk meneliti mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris pada mahasiswa yang
menggunakan perangkat kohesif gramatikal
dalam mempelajari teks dan hubungan antara
jumlah perangkat kohesif dan kualitas tulisan
mereka.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui jenis kohesi gramatikal yang
digunakan oleh mahasiswa semester IV Program
studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Halu
Oleo pada tahun 2013 dalam hal menulis dan
juga mengetahui hubungan antara jumlah kohesi
gramatikal yang digunakan dan kualitas tulisan
yang dihasilkan.
KAJIAN PUSTAKA
Perangkat kohesif
Mengenai perangkat kohesif secara
tertulis, Halliday dan Hasan (1987)
mendefinisikan perangkat kohesif sebagai satu
perangkat alat bahasa yang memiliki fungsi untuk
menandai hubungan setiap bagian dari kalimat
dalam menulis sesuatu (hal.228). Selain itu,
Halliday dan Hasan (1987) mengidentifikasi lima
jenis khas dari perangkat kohesif yaitu referensi,
substitusi, ellipsis, konjungsi, dan organisasi
leksikal kohesif (pengulangan, kelalaian,
menggunakan kata-kata tertentu atau kejadian
konstruksi tertentu menulis komposisi).
Perangkat kohesif adalah alat kohesi
untuk menciptakan kesatuan makna dalam teks .
Dalam teks, perangkat kohesif dalam bentuk
kata-kata, ungkapan, frase yang ada dalam teks
berkorelasi satu elemen ke elemen lainnya.
Millward (Dalam Muslimah, 2007: 13)
mengatakan bahwa :
Perangkat kohesif kata-kata tertentu atau
frase dan keberadaanya dalam wacana akan
melahirkan sejumlah asumsi mengenai makna
dari apa yang ada sebelumnya atau akan
menghasilkan satu harapan apa yang
mungkin mengikuti. Sehingga, kata atau frasa
dapat membuat link melintasi batas-batas
fragmen belaka atau rantai item terkait dapat
bersama-sama
Dari penjelasan di atas, ini
menunjukkan bahwa perangkat kohesif adalah
kata-kata, ucapan, atau frase yang maknanya
tergantung pada kata lain, ucapan, atau frase
mendahului atau mengikuti mereka. Maknanya
terkait satu sama lain dan merupakan satu
kesatuan.
78
Beberapa penelitian dalam menganalisis
perangkat kohesif dilakukan oleh para ahli,
Halliday dan Hasan (1976). Teori Halliday dan
Hasan ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar. Diagram dari Halliday dan Hasan Teori tentang kohesif Devices
(Sumber : Haliday dan Hasan : Kohesi dalam bahasa Inggris , 1976)
Teori Halliday dan Hasan, pada gambar
1, menceritakan bahwa perangkat kohesif dibagi
menjadi dua karakteristik yaitu cohesions
gramatikal dan leksikal yang memiliki beberapa
kategori dan sub - kategori. Dalam teori mereka,
kohesi gramatikal terdiri dari beberapa unsur,
yaitu: referensi, substitusi, ellipsis, dan
konjungsi, sedangkan kohesi leksikal terbagi
menjadi dua, pengulangan dan kolokasi. Setiap
elemen kohesi gramatikal melebur menjadi
beberapa aspek : pertama, referensi dikategorikan
menjadi referensi pribadi, demonstratif, dan
komparatif, kedua, substitusi diklasifikasikan
menjadi nominal, verbal, dan klausul substitusi,
ketiga, ellipsis memerintahkan ke nominal,
verbal, dan elips klausul dan yang terakhir adalah
hubungannya dikategorikan ke dalam aditif, yang
berlawanan, klausul, temporal dan barang-barang
lainnya penghubung, sedangkan kohesi leksikal
juga memiliki klasifikasi tersendiri. Pengulangan
terdiri dari lima aspek, pengulangan, synonim,
hyponim, metonimi, dan antonim. Sebaliknya
kolokasi tidak memiliki kategorisasi.
Namun demikian, penelitian ini
difokuskan pada kohesi gramatikal. McCarthy
(1991) menyatakan "kohesi gramatikal dapat
diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu
referensi, elipsis, substitusi, dan kohesi konjungsi
Aspek gramatikal Kohesi
Halliday dan Hasan (1976) dan
Halliday ( 2004) konsep kohesi gramatikal yang
digunakan untuk menganalisis esai. Menurut
mereka kohesi dapat berupa gramatikal atau
leksikal. Referensi, Pergantian dan Ellipsis serta
Konjungsi adalah jenis kohesi gramatikal atau
hubungan kohesif. Penelitian ini hanya
difokuskan pada kohesi gramatikal dan tidak
menganalisis kohesi leksikal.
Referensi memiliki sifat semantik
kepastian atau kekhususan. Personal,
demonstratif dan comparatives adalah jenis
referensi. Referensi pribadi mencakup kata ganti
pribadi, penentu posesif dan kata ganti posesif.
Referensi demonstratif adalah dengan cara lokasi
sementara komparatif tidak langsung referensi
melalui identitas atau kesamaan. Substitusi
adalah penggantian satu item dengan yang lain,
COHESIVE
DEVICES
GRAMMATICAL
COHESION LEXICAL
COHESION
ENDOPHORA
REFERENCE
EXOPHORA
CONJUNCTION
ELLIPSIS
SUBTITUTION
REITERATION
COLLOCATION
79
dalam kata-kata. Contoh: kapak saya terlalu
tumpul. Saya harus mendapatkan yang baru
Halliday (1976). Nominal , verbal dan klausul
adalah jenis substitusi. Elipsis adalah
penghilangan item. Tiga jenis elipsis arenominal,
elipsis verbal dan klausul. Ellipsis Nominal
berarti penghilangan kata benda. Sebagai contoh,
ini adalah ruang yang baik yang Anda miliki di
sini. Saya tidak pernah mengajar di tempat yang
lebih luas (aula), ruang adalah kata benda
dihilangkan dalam hal ini. Elipsis verbal
penghilangan kata kerja , misalnya, Anda telah
berenang ? - Ya, saya (berenang) adalah frase
kata kerja dihilangkan dalam contoh ini. Ellipsis
klausul adalah penghilangan klausul misalnya,
John tidak memberitahu saya [ (bahwa) dia akan
datang ] , bahwa ia akan datang adalah klausul
dihilangkan dalam hal ini.
Konjungsi merupakan elemen kohesif
tidak dengan sendirinya tetapi dengan makna
khusus mereka. Mereka mengekspresikan makna
tertentu yang mengandaikan adanya komponen
lain dalam wacana. Konjungsi adalah salah satu
jenis kohesi, yang menentukan aditif, yang
berlawanan, kausal atau hubungan temporal
antara apa yang telah dikatakan sebelumnya dan
apa yang berikut. Elaborasi, perluasan dan
peningkatan adalah jenis hubungannya. Sub -
jenis yang aposisi, klarifikasi. Selain itu, variasi,
spatio-temporal, cara, dan kausal- kondisional.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah desain
metode campuran. Menurut Gay et al.
(2006:490), desain metode penelitian campuran
menggabungkan approarches kuantitatif dan
kualitatif dengan mencampur data kuantitatif dan
kualitatif dalam studi tunggal. Tujuan dari desain
penelitian ini adalah untuk membangun sinergi
dan kekuatan yang ada antara metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif untuk memahami
fenomena lebih lengkap daripada yang mungkin
menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif
saja.
Subjek Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini diambil
dari mahasiswa semester IV Jurusan Bahasa
Inggris Halu Oleo Universitas tahun akademik
2012/2013 yang mengambil Writing III. Mereka
terdiri dari dua kelas. Total populasi adalah 87
mahasiswa, dengan 43 mahasiswa di setiap kelas.
Sementara, para peserta penelitian ini terdiri dari
30 mahasiswa dari kelas yang mengambil
Writing III.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari biasa
selama jam pelajaran. Hal itu dilakukan pada
semester keempat dari bahkan kelas di jurusan
Bahasa Inggris yang mengambil Writing III.
Pertama, peneliti memberikan selembar kertas
kosong dan membiarkan mahasiswa memutuskan
topik di bawah teks diskusi. Selanjutnya, peneliti
meminta mereka untuk menulis dengan total
komposisi kalimat sekitar 150-200 kata dalam
waktu 90 menit. Terakhir, peneliti
mengumpulkan hasil pekerjaan mahasiswa.
Untuk mengetahui jenis penggunaan
kohesi gramatikal pada tulisan mahasiswa,
peneliti mengadopsi prosedur analisis kohesi
gramatikal dari Sattayathan dan Ratanapinyorug (
2008). Berikut ini adalah: Identifikasi kohesi
gramatikal, klasifikasi kohesi gramatikal,
perhitungan dan Tabel analisis data. Sementara,
Untuk mengetahui kualitas tulisan yang
dihasilkan, peneliti menggunakan skema
penilaian oleh Jacob dan Heaton (1981) yang
terdiri dari konten, organisasi, kosakata,
penggunaan bahasa / tata bahasa dan mekanik
HASIL PENELITIAN
Kohesi gramatikal Yang Digunakan dalam
Tulisan Mahasiswa
Bagian ini menyajikan jenis-jenis
kohesi gramatikal bahwa mahasiswa yang
digunakan dalam teks diskusi. Setelah melakukan
penelitian, peneliti menganalisis data. Dari data
yang telah ditemukan di semua tulisan
mahasiswa, dapat jelas terlihat bahwa hanya tiga
kategori kohesi gramatikal ada di tulisan
mahasiswa, yakni; referensi, elipsis dan
konjungsi. Konjungsi terjadi di tempat pertama
dengan 481 kali terjadi (87,14%), artinya
hubungannya sering digunakan dalam menulis
mahasiswa. Di tempat kedua, ada referensi
dengan 69 kali terjadi (12,50 % ). Ini terjadi
80
sebagai dominan kedua karena mahasiswa ingin
berhubungan satu elemen teks satu sama lain
untuk interpretasinya. Tempat ketiga, ada ellipsis
dengan 2 kali terjadi (0,36 %), sedangkan,
substitusi tidak ditemukan di antara tulisan
semua mahasiswa.
Untuk keterangan lebih jelas, data di
atas dapat dibentuk menjadi tabel di bawah ini
untuk membuat perbedaan dipahami dalam
tingkat menulis mahasiswa.
Tabel 1. Persentase Kohesi gramatikal
Digunakan dalam tulisan Mahasiswa
NO GRAMMATICAL
COHESION
TOTAL %
1 Reference 69 12,50
2 Subtitution 0 0
3 Elipsis 2 0,36
4 Conjunction 481 87,14
TOTAL 552 100
Deskripsi ini berarti bahwa lebih dari 50
% dari kohesi gramatikal yang digunakan adalah
konjungsi, dan hanya sebagian kecil dari
referensi dan ellipsis ditemukan dalam tulisan
mahasiswa, bahkan substitusi tidak muncul.
Referensi dalam Menulis Mahasiswa
Data ditampilkan dalam tabel 2 berikut
menunjukkan bahwa antara tiga sub - kategori
perangkat referensi, perangkat referensi pribadi
(92,75 %) menduduki persentase terbesar
digunakan dalam menulis mahasiswa, diikuti
oleh demonstratif (4,35 %), dan referensi
comparatives (2,9%) yang memiliki persentase
paling digunakan.
Tabel 2. Perangkat Referensi Digunakan dalam
tulisan Mahasiswa
NO KINDS OF
REFERENCE
TOTAL %
1 Personal Reference
(we, they, it)
64 2.75
2 Demonstrative
Reference
(this, these)
3 4.35
3 Comparative
Reference
(the others)
2 9
TOTAL 69 100
Pergantian dalam Tulisan Mahasiswa
Pergantian terjadi ketika sebuah kata
atau kelompok kata pengganti dengan item
leksikal. Dari semua mahasiswa menulis peneliti
yang menyelidiki tidak ada perangkat substitusi
ditemukan.
Elipsis dalam Tulisan Mahasiswa
Elipsis adalah penghilangan item. Tiga
jenis elipsis yang nominal, verbal dan elipsis
klausul. Berdasarkan hasil analisis, peneliti
menemukan bahwa mahasiswa menggunakan
ellipsis klausul dalam tulisan mereka. Ellipsis
klausul berarti penghilangan klausul misalnya,
"John tidak memberitahu saya"[ (bahwa) dia
akan datang ], bahwa dia akan datang adalah
klausul dihilangkan dalam hal ini. Sementara itu,
ellipsis Nominal yang memiliki berarti kelalaian
kata benda. Misalnya, "Ini adalah ruang yang
baik yang Anda miliki di sini. Saya tidak pernah
mengajar lebih halus. "( Aula), ruang adalah
kata benda dihilangkan dalam hal ini . Kemudian,
elipsis verbal adalah kelalaian dari kata kerja,
misalnya, "Apakah Anda telah berenang? - Ya,
saya (berenang) adalah frase kata kerja
dihilangkan dalam contoh ini. Di antara elipsis
nominal dan verbal yang tidak ditemukan dalam
tulisan mahasiswa.
Tabel 3. Elipsis Devices Digunakan dalam
Tulians Mahasiswa
NO JENIS ELIPSIS TOTAL %
1 Nominal
Ellipsis
0 0
2 Verbal Ellipsis 0 0
3 Clausal Ellipsis 2 100
TOTAL 2 100
Konjungsi dalam Tulisan Mahasiswa
Berdasarkan hasil analisis, peneliti
menemukan bahwa di antara empat subkategori
perangkat bersama, perangkat aditif (65,7%)
telah paling terjadi di menulis mahasiswa, diikuti
oleh perangkat berlawanan (16,2%), kemudian,
perangkat kausal (14,8%), yang terakhir tapi
tidak kala pentingnya adalah perangkat temporal
(3,3%) yang memiliki persentase paling sering
digunakan.
81
Tabel 4. Perangkat Konjungsi Yang Digunakan
dalam Tulisan Mahasiswa
NO KINDS OF
CONJUNCTION
TOTAL %
1 Additive Conjunction
(and, also, or, nor, in
addition, besides)
316 65,7
2 Adversative
Conjunction
(but, however)
78 16,2
3 Clausal Conjunction
(so, because, then)
71 14,8
4 Temporal Conjunction
(first, second, lastly,)
16 3,3
TOTAL 481 100
PEMBAHASAN
Jenis Kohesi gramatikal Digunakan dalam
Menulis Mahasiswa
Setelah peneliti memberikan selembar
kertas kosong dan membiarkan mahasiswa
memutuskan topik dalam teks diskusi, peneliti
meminta mereka untuk menulis dengan total
komposisi sekitar 150-200 kata dalam waktu 90
menit. Kemudian, peneliti mengumpulkan hasil
tulisan mahasiswa. Selanjutnya, peneliti
mengambil semester keempat sebagai subjek
penelitian ini karena mahasiswa telah belajar
tentang kosakata, tata bahasa, dan telah diajarkan
Writing. Jadi, disini mengharapkan mereka untuk
menulis karya tulisan yang bagus. Selain itu,
penulis memilih teks diskusi karena dianggap
untuk menyajikan pendapat yang berbeda
mahasiswa pada khususnya masalah atau topik
dan hal yang penting adalah jenis genre saat ini
dipelajari di semester Empat program studi
pendidikan Bahasa Inggris .
Dari data yang telah ditemukan di
semua tulisan mahasiswa, dapat jelas terlihat
bahwa hanya tiga kategori kohesi gramatikal ada
di tulisan mahasiswa, yakni; referensi, elipsis dan
konjungsi. Konjungsi terjadi di bagian pertama
dengan 481 terjadi (87,14 %), artinya
hubungannya sering digunakan dalam tulisan
mahasiswa. Di tempat kedua, ada referensi
dengan 69 terjadi (12,50 %). Ini terjadi sebagai
dominan kedua karena mahasiswa ingin
berhubungan satu elemen teks satu sama lain
untuk interpretasinya. Tempat ketiga, ada ellipsis
dengan 2 terjadi (0,36 % ), sedangkan substitusi
tidak ditemukan di antara tulisan semua
mahasiswa.
Dalam penelitian ini yang digunakan
oleh mahasiswa untuk mengungkapkan makna
tertentu yang mengandaikan adanya komponen
lain dalam konteks. Mahasiswa ingin
menghubungkan kata atau kalimat satu sama lain,
berfungsi untuk memajukan topik wacana. Di
antara subkategori ini dari hubungannya,
Berdasarkan analisis, peneliti menemukan bahwa
di antara empat subkategori perangkat, perangkat
aditif (65,7 %) memiliki paling banyak terjadi di
tulisan mahasiswa, diikuti oleh perangkat
berlawanan (16,2 %), perangkat kausal (14,8 %).
Dalam hal perangkat bersama yang
paling sering digunakan, sangat menarik untuk
menemukan bahwa dalam setiap kategori,
mahasiswa dalam penelitian ini sangat disukai
menggunakan kata-kata sederhana untuk frase
yang lebih panjang untuk menghubungkan bagian
yang berbeda dari tulisan mereka bersama-sama.
Item kohesif dengan frekuensi tertinggi di antara
perangkat aditif yang sering digunakan adalah
'dan', 'atau', dan 'juga'. Di antara perangkat yang
berlawanan, yang sering digunakan para
mahasiswa 'tapi' dan 'namun', sedangkan mereka
jarang menggunakan item seperti ' sebaliknya '
dan ' di sisi lain '. Dalam hal perangkat kausal ,
item 'karena', ' karena ' , dan 'untuk' memiliki
persentase tertinggi. Seperti temporal, mahasiswa
bekerja dengan kata kata 'pertama', ' kedua ',
'akhirnya ', dan ' pada akhirnya ' lebih dari yang
lain untuk menunjukkan urutan penalaran
mereka. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa
sebagian besar dari mereka tidak memiliki
keakraban atau memiliki kesulitan dengan
menggunakan perangkat bersama lainnya.
Komponen berikutnya adalah referensi.
Alasan menggunakan referensi adalah untuk
menghindari pengulangan sehingga, pembaca
dengan mudah mendapatkan informasi yang
ditandai untuk pengambilan atau item yang
menunjukkan identitas dari apa yang dibicarakan
dari konteks. Temuan ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Liu & Brain (2005), tetapi
berbeda dari Neuner (1987) di mana jumlah
82
demonstratif sedikit lebih tinggi daripada artikel
yang pasti. Dalam penelitian ini, yang paling
sering digunakan adalah reference kata ganti
orang. 'Mereka' digunakan paling bayak dan
diikuti dengan 'kita'. Ini mencerminkan bahwa
sebagian besar mahasiswa lebih nyaman dalam
menggunakan pertama dan kedua untuk
membuat tulisan-tulisan mereka lebih subyektif
dan pribadi. Pengamatan ini menunjukkan bahwa
mahasiswa harus diajarkan untuk menggunakan
kata ganti orang ketiga untuk membuat tulisan-
tulisan diskusi mereka lebih obyektif dan
berwibawa . Di antara demonstratif, mahasiswa
menggunakan 'ini' dan 'itu' lebih dari' ini 'dan'
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
lebih suka menggunakan demonstratif tunggal
dari pada yang plural.
Contoh 1
Yang kedua adalah mahasiswa memiliki
pekerjaan paruh waktu , tentu saja mereka akan
mendapatkan beberapa pengalaman di dunia
kerja, dan itu hal yang sangat penting karena kita
sebagai mahasiswa tentu memiliki ambisi untuk
mendapatkan pekerjaan setelah selesai studi.
Contoh 2
Merokok benar-benar memiliki efek
buruk bagi konsumen dan lingkungan. Selain
semua kerugian, merokok membawa keuntungan
bagi beberapa orang. Jadi , ini penting bagi
perokok untuk menjadi bijaksana apakah
merokok berguna bagi anda atau tidak .
Selanjutnya, unsur terakhir yang dapat
ditemukan dalam penelitian ini adalah elipsis.
Alasan menggunakan ellipsis adalah untuk
menghindari pengulangan secara tertulis oleh
kelalaian dari item yang diganti dengan apa-apa
di kalimat. Kedua jenis kohesi gramatikal,
substitusi (0 %) dan ellipsis (0,36 %), yang
jarang digunakan. The elipsis ditemukan dalam
tulisan mahasiswa yang dipilih adalah sebagai
berikut
Contoh 1
Banyak orang percaya bahwa seragam sekolah
harus diterapkan tapi yang lain tidak. (Klausul
elipsis)
Bahkan, ellipsis dan substitusi jarang
digunakan dalam penulisan mahasiswa karena
alat-alat kohesi gramatikal yang biasa muncul
dalam percakapan lisan. Halliday (2000:337)
mengatakan bahwa dua kategori perangkat
kohesif, substitusi dan elipsis , tidak dianalisis
karena mereka lebih khas ditemukan dalam
dialog . Liu & Braine (2005:647) juga
menunjukkan ellipsis dan substitusi jarang
digunakan dalam penulisan formal.
Hubungan antara Kohesi gramatikal Yang
Digunakan dan Kualitas Tulisan Yang
Dihasilkan
Penelitian ini juga membahas tentang
hubungan antara kohesi gramatikal yang
digunakan dalam tulisan mahasiswa dan kualitas
tulisan. Berdasarkan analisis data, peneliti
menemukan bahwa ada korelasi positif. Namun,
korelasi menunjukkan hubungan yang lemah
dengan nilai rcounted adalah 0.179. Beberapa
penelitian telah berpendapat bahwa ada korelasi
positif antara jumlah perangkat kohesif dan
tulisan yang baik (Liu & Braine, 2005; Ferris,
1994) .
Namun, seperti dapat dilihat dari Tabel
4, koefisien korelasi antara jumlah perangkat
kohesi gramatikal dan skor komposisi dengan
rcounted adalah 0.179 yang diperoleh dalam analisis
korelasi juga tidak tinggi, menunjukkan
hubungan yang lemah antara jumlah gramatikal
perangkat kohesi yang digunakan dan kualitas
komposisi mahasiswa, Meskipun hubungan
kohesif mungkin akhirnya mempengaruhi
kualitas menulis dalam beberapa hal .
Mengacu pada hasil, peneliti
menemukan perangkat kohesi gramatikal pada
tulisan mahasiswa tidak selalu memberikan
kontribusi dalam tatacara penulisan yang baik.
Mungkin perangkat kohesi gramatikal bahwa
mahasiswa tidak sebanding dengan tugas
writing. Oleh karena itu, dapat diindikasikan
bahwa mahasiswa dalam penelitian ini, mereka
memiliki kohesi gramatikal yang baik dalam
menggunakan tingkat bahasa Inggris yang
sederhana, tetapi ketika mereka melakukan dalam
tingkat advance seperti penelitian ini, hasilnya
menunjukkan bahwa hubungan yang lemah
antara jumlah gramatikal perangkat kohesi yang
digunakan dan nilai komposisi. Dengan
demikian, hasil penelitian ini menegaskan bahwa
secara umum penggunaan perangkat kohesi
gramatikal dalam menulis mahasiswa tidak dapat
diterapkan pada semua situasi.
83
KESIMPULAN
Penelitian ini menemukan bahwa para
mahasiswa di semester Empat menggunakan
berbagai perangkat kohesi gramatikal dalam
tulisan mereka, persentase tertinggi perangkat
dengan (7,15%), diikuti oleh kategori referensi
dengan (12,50%), kemudian elipsis dengan
(0,36%) dan substitusi (0%) yang jarang
digunakan. Selain frekuensi dan persentase
penggunaan perangkat kohesif, studi ini juga
disajikan beberapa masalah menulis bahwa
sebagian besar dari 30 orang Mahasiswa Ptogram
studi pendidikan Bahasa Inggris memiliki:
penyalahgunaan kohesi gramatikal dan
penggunaan bahasa. Masalah-masalah ini dapat
dianggap sebagai kesalahan umum dalam
menulis. Dengan demikian, analisis tersebut
sangat berharga dalam memahami masalah
menulis pada mahasiswa.
Selain itu, ada korelasi antara kohesi
gramatikal yang digunakan dalam penulisan
mahasiswa dan kualitas tulisan. Kesimpulan ini
ditarik berdasarkan nilai koefisien korelasi dari
perhitungan SPSS. rcounted adalah 0.179.
Namun, hasil analisis kuantitatif juga
menunjukkan adanya hubungan yang lemah
antara jumlah perangkat kohesi gramatikal yang
digunakan dan nilai komposisi.
Mengacu pada hasil, peneliti menemukan
perangkat kohesi gramatikal pada mahasiswa
tidak selalu memberikan kontribusi dalam
penulisan yang baik. Mungkin perangkat kohesi
gramatikal mahasiswa tidak sebanding dengan
tugas writing bahwa mereka telah menulis. Oleh
karena itu, dapat diindikasikan bahwa mahasiswa
dalam penelitian ini, mereka memiliki kohesi
gramatikal yang baik dalam menggunakan tingkat
bahasa Inggris yang sederhana, tetapi ketika
mereka digunakan dalam tingkat advance seperti
penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa
hubungan yang lemah antara jumlah gramatikal
perangkat kohesi yang digunakan dan nilai
komposisi. Dengan demikian, studi ini
menegaskan bahwa secara umum penggunaan
perangkat kohesi gramatikal dalam menulis
mahasiswa tidak dapat diterapkan pada semua
situasi.
DAFTAR PUSTAKA
Gay, L.R, Geoffrey E. Mills and Peter Airasian.
2006. Educational Research:
Competencies for Analysis and
Applications. Eight Edition. Ohio:
Pearson.
Halliday, M. A. K., &Hasan, R. 1976.Cohesion
in English. London and NY: Longman.
Halliday, M. A. K., &Hasan, R. 1987.An
introduction to functional
grammar.London: Edward Arnold.
Harmer, J. 2001.The practice of English
language teaching. England: Pearson
Longman.
Jacobs, et al. 1981.Testing ESL composition
practical approach.English Composition
Program. USA: Newbury
Housepublisher.
Liu, M., & Braine, G. 2005.Cohesive features in
argumentative writing produced by
Chinese undergraduates. System, 33,
pp.623-636.
McCarthy. 1991. Discourse analysis for
language teachers. New York:
Cambridge University Press.
McNamara, D. S. 2010. Cohesion, coherence,
and expert evaluations of writing
proficiency.In S. Ohlsson& R.
Catrambone (Eds.), Proceedings of the
32nd
Annual Conference of the Cognitive
Science Society. 984-989. Austin, TX:
Cognitive Science Society.
Sutama, I Made. 1997.
PerkembanganKoherensiTulisanMahasis
waSekolahDasar . Unpublished
Dissertation, IKIP Malang
84
SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Oleh
Wa Ode Reni1
Abstrak. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan
negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika
suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan
berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal
tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk pemerintahan di
dunia dan untuk mengetahui sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptiv kualitatif.
Sistem pemerintahan di Dunia adalah Aristokrasi, demokrasi, demokrasi totaliter, emirat,
federal, meritokrasi, monarkisme, Negara kota, oligarki, otokrasi, dan plutokrasi. Sedangkan
system pemerintahan yang berlaku di Indonesia adalah system pemerintahan parlementer dan
system pemerintahan presidensial.
Kata Kunci: Sistem pemerintahan
1 Dosen PPKn FKIP UHO
PENDAHULUAN
Secara luas berarti sistem pemerintahan
itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga
tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga
kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang
kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya
masyarakat bisa ikut turut andil dalam
pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara
menyeluruh. Secara sempit,Sistem pemerintahan
hanya sebagai sarana kelompok untuk
menjalankan roda pemerintahan guna menjaga
kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan
mencegah adanya perilaku reaksioner maupun
radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Ditinjau dari pengertiannya maka sistem
pemerintahan adalah suatu keseluruhan yang
terdiri dari bagian-bagian yang mempunyai
hubungan fungsional baik antara bagian-bagian
yang satu maupun dengan bagian-bagian yang
lain. Hal ini mencangkup segala urusan yang
dilakukan oleh negara baik dibidang eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif. Karena itu
membicarakan sistem pemerintahan adalah
membahas bagaimana membagi kekuasaan, dan
hubungan antara lembaga-lembaga negara yang
menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu.
Pada garis besarnya, sistem pemerintahan yang
berlaku, pada negara-negara demokrasi adalah
sistem parlementer dan sistem presidensil.
Namun diantara kedua sistem ini, masih terdapat
beberapa bentuk lainnya sebagai variasi yang
disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda
yang melahirkan bentuk-bentuk semu (quasi).
Bentuk-bentuk semu ini memiliki kemiripan
dengan salah satu dari keduasistem tersebut
sehingga disebut kuasi parlementer atau kuasi
presidensil. Namun disini yang dibahas adalah
hanya sistem pemerintahan yang ada di Indonesia
yaitu sistem presidensil.
Tujuan pemerintahan negara pada
umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan
negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
85
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada
dalam satu system pemerintahan Indonesia
bekerja secara bersama dan saling menunjang
untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di
negara Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk
pemerintahan.
b. Untuk mengetahui sistem pemerintahan
yang berlaku di Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA
Sistem pemerintahan negara-negara
didunia ini berbeda-beda sesuai dengan
keinginan dari negara yang bersangkutan dan
disesuaikan dengan keadaan bangsa dan
negaranya. Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial
dan sistem pemerintahan parlementer merupakan
dua model sistem pemerintahan yang dijadikan
acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan
Inggris masing-masing dianggap pelopor dari
sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer. Dari dua model
tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar
lainnya.
Sistem pemerintahan suatu negara
berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan
penting sistem pemerintahan adalah sistem
pemerintahan suatu negara menjadi dapat
mengadakan perbandingan oleh negara lain.
Suatu negara dapat mengadakan perbandingan
sistem pemerintahan yang dijalankan dengan
sistem pemerintahan yang dilaksakan negara lain.
Negara-negara dapat mencari dan menemukan
beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem
pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah negara
dapat mengembangkan suatu sistem
pemerintahan yang dianggap lebih baik dari
sebelumnya setelah melakukan perbandingan
dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula
mengadopsi sistem pemerintahan negara lain
sebagai sistem pemerintahan negara yang
bersangkutan.
Dengan demikian, sistem pemerintahan
suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan atau model yang dapat diadopsi
menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara
lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing
telah mampu membuktikan diri sebagai negara
yang menganut sistem pemerintahan presidensial
dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan
dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak
ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang
tentunya disesuaikan dengan negara yang
bersangkutan ( Ass Tambunan: 2001 ).
Sistem pemerintahan Negara RI Menurut
UUD 1945
Sistem Pemerintahan menurut UUD ‟45 sebelum
diamandemen:
1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada
MPR.
2. DPR sebagai pembuat UU.
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4. DPA sebagai pemberi saran kepada
pemerintahan.
5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji
aturan.
6. BPK pengaudit keuangan.
Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 –
2002)
1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota
DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung
oleh rakyat.
4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
Perbandingan Satu Sistem Pemerintahan
yang dianut Satu Negara terhadap Negara
Lain
Berdasarkan penjelasan UUD ‟45,
Indonesia menganut sistem Presidensial. Tapi
dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem
Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan
Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan
antara Presidensial dan Parlementer.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia :
1. Presiden dan menteri selama masa jabatannya
tidak dapat dijatuhkan DPR.
2. Pemerintah punya waktu untuk menjalankan
programnya dengan tidak dibayangi krisis
kabinet.
3. Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau
membubarkan DPR.
86
Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
1. Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas
dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.
2. Sering terjadinya pergantian para pejabat
karena adanya hak perogatif presiden.
3. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah
kurang berpengaruh.
4. Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan
politik kurang mendapat perhatian.
Sistem Pemerintahan Indonesia
1. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan
negara Indonesia berdasarkan UUD 1945
sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan
UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai berikut :
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum (rechtsstaat).
Sistem Konstitusional.
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah
negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri negara ialah pembantu presiden,
menteri negara tidak bertanggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
2. Sistem pemerintahan Negara Indonesia
Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen.
Sekarang ini sistem pemerintahan di
Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
keempat tahun 2002, sistem pemerintahan
Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945
dengan beberapa perubahan seiring dengan
adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang
baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan
berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya
Pemilu 2004.
Berdasarkan undang – undang dasar
1945 sistem pemerintahan Negara Republik
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,
tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) .
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di
tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah
Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam
menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan
dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR. Presiden harus mendapat persetujuan
dewan perwakilan rakyat dalam membentuk
undang – undang dan untuk menetapkan
anggaran dan belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden
yang mengangkat dan memberhentikan mentri
Negara. Menteri Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas.
presiden harus memperhatikan dengan
sungguh – sungguh usaha DPR.
METODE PENELITIAN
1. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptiv. Jenis penelitiaannya adalah
Jenis penelitian deskriptiv kualitatif.
2. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan
menggunakan wawancara mendalam dan studi
dokumen.
3. Teknik analisis data adalah deskriptiv yaitu
dengan hanya menggambarkan dan
menjelaskan apa-apa yang terkait dengan
sistem pemerintahan yang ada di Indonesia.
PEMBAHASAN
Bentuk Pemerintahan
Bentuk-bentuk Pemerintahan yaitu :
a. Aristokrasi
Berasal dari bahasa Yunani kuno aristo
yang berarti “terbaik” dan kratia yang berarti
“untuk memimpin”. Aristokrasi dapat
diterjemahkan menjadi sebuah sistem
pemerintahan yang dipimpin oleh individu
yang terbaik.
87
b. Demokrasi
Demokrasi yaitu bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias
politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yg
sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa
saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut
adalah lembaga-lembaga pemerintah yang
memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif,
lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan
lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR,
untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan
menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah
sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib
bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan
yang memilihnya melalui proses pemilihan
umum legislatif, selain sesuai hukum dan
peraturan.
c. Demokrasi Totaliter
Demokrasi Totaliter yaitu sebuah istilah
yang diperkenalkan oleh sejarahwan Israel,
J.L. Talmon untuk merujuk kepada suatu
sistem pemerintahan di mana wakil rakyat
yang terpilih secara sah mempertahankan
kesatuan negara kebangsaan yang warga
negaranya, meskipun memiliki hak untuk
memilih, tidak banyak atau bahkan sama
sekali tidak memiliki partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan pemerintah.
Ungkapan ini sebelumnya telah digunakan
oleh Bertrand de Jouvenel dan E.H. Carr.
d. Emirat (bahasa Arab: imarah, jamak imarat)
Sebuah wilayah yang diperintah
seorang emir, meski dalam bahasa Arab istilah
tersebut dapat merujuk secara umum kepada
provinsi apapun dari sebuah negara yang
diperintah anggota kelompok pemerintah.
Contoh penggunaan dalam arti yang terakhir
disebut adalah Uni Emirat Arab, yang
merupakan sebuah negara yang terdiri dari
tujuh emirat federal yang masing-masing
diperintah seorang emir.
e. Federal adalah kata sifat (adjektif)
Dari kata Federasi biasanya kata ini
merujuk pada pemerintahan pusat atau
pemerintahan pada tingkat nasional. Federasi
dari bahasa Belanda, federatie, berasal dari
bahasa Latin; foeduratio yang artinya
“perjanjian”. federasi pertama dari arti ini
adalah “perjanjian” daripada Kerajaan
Romawi dengan suku bangsa Jerman yang
lalu menetap di provinsi Belgia, kira-kira pada
abad ke 4 Masehi. Kala itu, mereka berjanji
untuk tidak memerangi sesama, tetapi untuk
bekerja sama saja.
f. Meritokrasi
Meritokrasi Berasal dari kata merit atau
manfaat, meritokrasi menunjuk suatu bentuk
sistem politik yang memberikan penghargaan
lebih kepada mereka yang berprestasi atau
berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu
bentuk sistem masyarakat yang sangat adil
dengan memberikan tempat kepada mereka
yang berprestasi untuk duduk sebagai
pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk
ketidak adilan yang kurang memberi tempat
bagi mereka yang kurang memiliki
kemampuan untuk tampil memimpin. Dalam
pengertian khusus meritokrasi kerap di pakai
menentang birokrasi yang sarat KKN terutama
pada aspek nepotisme.
g. Monarkisme
Monarkisme adalah sebuah dukungan
terhadap pendirian, pemeliharaan, atau
pengembalian sistem kerajaan sebagai sebuah
bentuk pemerintahan dalam sebuah negara.
h. Negara Kota
Negara Kota adalah negara yang berbentuk
kota yang memiliki wilayah, memiliki
rakyat,dan pemerintahan berdaulat penuh.
Negara kota biasanya memiliki wilayah yang
kecil yang meiliki luas sebesar kota pada
88
umumnya. Negara-negara kota dewasa ini
adalah Singapura, Monako dan Vatikan.
i. Oligarki
(Bahasa Yunani: Ὀλιγαρχία, Oligarkhía)
adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan
politiknya secara efektif dipegang oleh
kelompok elit kecil dari masyarakat, baik
dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau
militer. Kata ini berasal dari kata bahasa
Yunani untuk “sedikit” (ὀλίγον óligon) dan
“memerintah” (ἄρχω arkho).
j. Otokrasi
Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu
orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa
Yunani autokratôr yang secara literal berarti
“berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”.
Otokrasi biasanya dibandingkan dengan
oligarki (kekuasaan oleh minoritas, oleh
kelompok kecil) dan demokrasi (kekuasaan
oleh mayoritas, oleh rakyat).
k. Plutokrasi
Plutokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan yamg mendasarkan suatu
kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka
miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani,
Ploutos yang berarti kekayaan dan Kratos
yang berarti kekuasaan. riwayat keterlibatan
kaum hartawan dalam politik kekuasaan
memang berawal di kota Yunani, untuk
kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia
SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua
klasifikasi besar, yaitu:
a. Sistem pemerintahan parlementer
Pada umumnya, negara-negara didunia
menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain
dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua
sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris
dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang
menganut sistem pemerintahan parlemen.
Bahkan, Inggris disebut sebagai Mother of
Parliaments (induk parlemen), sedangkan
Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara
dengan sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai
tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang
dijalankannya. Inggris adalah negara pertama
yang menjalankan model pemerintahan
parlementer. Amerika Serikat juga sebagai
pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap
konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari
sistem pemerintahannya. Dari dua negara
tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi
oleh negara-negara lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan
presidensial dan parlementer didasarkan pada
hubungan antara kekuasaan eksekutif dan
legislatif. Sistem pemerintahan disebut
parlementer apabila badan eksekutif sebagai
pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat
pengawasan langsung dari badan legislatif.
Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila
badan eksekutif berada di luar pengawasan
langsung badan legislatif. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan
dari sistem pemerintahan parlementer.
Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah
sebagai berikut :
1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-
satunya badan yang anggotanya dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai
badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari
partai politik yang memenangkan pemiihan
umum. Partai politik yang menang dalam
pemilihan umum memiliki peluang besar
menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan
besar di parlemen.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para
menteri dan perdana menteri sebagai
pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih
oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan
eksekutif.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen
dan dapat bertahan sepanjang mendapat
dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini
berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat
menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota
parlemen menyampaikan mosi tidak percaya
kepada kabinet.
5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala
pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah
89
perdana menteri, sedangkan kepala negara
adalah presiden dalam negara republik atau
raja/sultan dalam negara monarki.
6. Sebagai imbangan parlemen dapat
menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja
atas saran dari perdana menteri dapat
membubarkan parlemen. Selanjutnya,
diadakan pemilihan umum lagi untuk
membentukan parlemen baru.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
1. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara
cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal
ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif
berada pada satu partai atau koalisi partai.
2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan public jelas.
3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Sistem pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan
presidensial, badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Kedua
badan tersebut tidak berhubungan secara
langsung seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara
terpisah. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-
ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem
pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial
adalah sebagai berikut
1. Penyelenggara negara berada ditangan
presiden. Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak
dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung
oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh
presiden. Kabinet bertangungjawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada
parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak
dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen
seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan
sebagai lembaga perwakilan. Anggota
parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan
langsung parlemen.
Sistem pemerintahan Presidensial
merupakan system pemerintahan di mana kepala
pemerintahan dipegang oleh presiden dan
pemerintah tidak bertanggung jawab kepada
parlemen (legislatif). Menteri bertanggung jawab
kepada presiden karena presiden berkedudukan
sebagai kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan. Contoh Negara: AS, Pakistan,
Argentina, Filiphina, Indonesia.
KESIMPULAN
Sistem pemerintahan negara
menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang
bekerja dan berjalan saling berhubungan satu
sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga
negara dalam suatu sistem politik meliputi empat
institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif,
legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat
lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen,
pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian sistem pemerintahan negara
secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan
ministerial (parlemen). Pembagian sistem
pemerintahan presidensial dan parlementer
didasarkan pada hubungan antara kekuasaan
eksekutif dan legislatif. Dalam sistem
parlementer, badan eksekutif mendapat
pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya,
apabila badan eksekutif berada diluar
pengawasan legislatif maka sistem
pemerintahannya adalah presidensial. Dalam
sistem pemerintahan negara republik, lebaga-
lembaga negara itu berjalan sesuai dengan
mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem
pemerintahan negara monarki, lembaga itu
bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang
berbeda.
Sistem pemerintahan suatu negara
berbeda dengan sistem pemerintahan yang
dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga
beberapa persamaan antar sistem pemerintahan
negara itu. Misalnya, dua negara memiliki sistem
pemerintahan yang sama. Perubahan pemerintah
di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat
perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan
dalam negara. Perubahan pemerintahan di
90
Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999.
Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan
krisis ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Algemeene Secretarie, Regeringsalmanaak voor
Nederlandsch-Indie 1942, eerste
gedeelte: Grondgebied en Bevolking,
Inrichting van het Bestuur van
Neder¬landsch-Indie, Batavia:
Landsrukkerij
Tambunan, Ass. Hukum Tata Negara
Perbandingan Puporis Publisher.
Jakarta.2001
Bagehot, Walter, The English Constitution,
London: Oxford University Press,
second ed., eighth printed, 1955
Bonar Sidjabat, 'Notulen Rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia', Majalah Ragi
Buana, 52, 1968
Budiyanto.2006.Pendidikan Kewarganegaraan
untuk SMA kelas XII. Jakarta :
Erlangga
Clive Day, The Policy and Administration of the
Dutch in Java, Kuala Lumpur: Oxford
University Press, 1972.
Cst Cansil Prof. Drs. Pengantar Ilmu Hukum
Untuk Perguruan Tinggi. Sinar Grafika.
Jakarta. 2001.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 5 (1) (Pra
Amandemen)
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 (1) (Hasil
Amandemen)
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6 (2) (Hasil
Amandemen)
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20 (1) (Hasil
Amandemen)
91
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA SISWA KELAS VIII3 SMPN 4 KENDARI
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
DENGAN MEDIA PICTORIAL RIDDLE PADA MATERI POKOK ALAT-ALAT OPTIK
Oleh:
La Ode Nursalam1
Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Kendari pada semester genap
tahun ajaran 2012/2013 dengan subyek penelitian siswa kelas VIII3 yang berjumlah 32
orang. Faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah siswa dan guru, dengan
instrumen yang digunakan berupa lembar observasi dan tes hasil belajar siswa. Prosedur
penelitian tindakan yang digunakan berupa siklus yang terdiri dari dua siklus tindakan,
dimana setiap siklus tindakan mencakup (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil
belajar IPA Fisika siswa kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari pada materi alat-alat optik
dapat ditingkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan
media pictorial riddle.
Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif, tipe group investigation, pictorial riddle,
hasil belajar IPA
1 Dosen Pend. Fisika FKIP UHO
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti.
Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh
pemerintah melalui Kemendikbud. Upaya itu
antara lain dalam pengelolaan sekolah,
peningkatan sumber daya tenaga pendidikan,
pengembangan/penulisan materi ajar, serta
pengembangan paradigma baru dengan
metodologi pengajaran. Pendidikan yang
berkualitas akan menentukan tingkat tingkat
keberhasilan pembangunan.
Sehubungan dengan upaya tersebut,
guru IPA Fisika dituntut untuk memiliki
kemampuan dan keterampilan dalam memilih
model dan media pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik IPA Fisika serta tingkat
perkembangan mental peserta didik. IPA Fisika
merupakan ilmu yang berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis
sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep dan prinsip saja, tetapi juga
merupakan satuan proses penemuan.
Pembelajaran IPA Fisika diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya.
Dengan demikian proses pembelajaran IPA
Fisika hendaknya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar memahami alam sekitar secara
ilmiah.
Hasil observasi terhadap proses
pembelajaran IPA Fisika di kelas VIII3 SMP
Negeri 4 Kendari diperoleh bahwa pembelajaran
yang dilakukan oleh guru masih menggunakan
model pembelajaran yang lama dimana proses
pembelajaran hanya terpaku pada guru, siswa
hanya bisa menerima materi yang disampaikan
oleh guru, sehingga siswa cenderung pasif dan
menganggap pelajaran IPA identik dengan
hafalan belaka. Masalah lainnya adalah
kurangnya penggunaan media pembelajaran
dalam proses pembelajaran IPA. Hal ini dapat
dilihat dari persentase ketuntasan belajar siswa
kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari pada tahun
ajaran 2011/2012 materi pokok alat-alat optik
yang hanya mencapai 38,5% dengan nilai rata-
rata sebesar 63.
Pemilihan media pembelajaran juga
92
sangat erat kaitannya dengan keberhasilan suatu
model pembelajaran. Media merupakan bentuk
perantara yang digunakan dalam penyajian
materi, sehingga materi tersebut sampai pada
penerima. Media Gambar adalah salah satu
media pembelajaran yang dapat merangsang
minat atau perhatian siswa. Gambar yang dipilih
harus tepat agar dapat membantu siswa dalam
memahami dan mengingat isi informasi yang
disajikan oleh guru.
Untuk mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran IPA Fisika sebagaimana diuraikan
di atas, maka dilakukan penelitian dengan
menerapkan alternatif tindakan berupa model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dengan media pictorial riddle. Rusman (2010 :
222) mengatakan penggunaan media pictorial
riddle dalam pembelajaran kooperatif tipe group
investigation dapat meningkatkan hasil belajar
siswa baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
Berdasarkan latar belakang
sebagaimana yang diuraikan di atas, maka
peneliti mengangkat judul “Meningkatkan Hasil
Belajar IPA-Fisika Siswa Kelas VIII3 SMP
Negeri 4 Kendari Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation Dengan
Media Pictorial Riddle Pada Materi Pokok Alat-
Alat Optik”
KAJIAN PUSTAKA
Proses Pembelajaran IPA
Pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran (Oemar Hamalik, 2003:57). Ilmu
Pengetahuan alam (IPA) dalam arti sempit
merupakan disiplin ilmu terdiri atas phisical
sciences dan life sciences. Physical sciences
terdiri dari ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi,
mineralogi, meteorologi dan fisika; sedangkan
life sciences meliputi biologi, zoologi, dan
fisiologi (Sumaji, Dkk, 1998:31).
Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep
pembelajaran sains dengan situasi lebih “alami”
dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong
siswa membuat hubungan antar cabang sains dan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari. Pembelajaran IPA terpadu adalah
pembelajaran yang memiliki hubungan erat
dengan pengalaman sesungguhnya.
Konsep Pembelajaran Kooperatif
Menurut Anita Lie (2002: 57)
cooperative learning adalah kelompok kecil
siswa yang saling bekerja sama untuk
menyelesaikan suatu masalah, atau suatu tugas
dalam mencapai tujuan bersama. Selanjutnya
Jonshon dalam Saputra (2005: 50)
mengungkapkan bahwa, cooperative learning
adalah model pembelajaran yang sistematis yang
mengelompokkan siswa agar tercipta pendekatan
pembelajaran yang efektif dan mengintegrasikan
keterampilan sosial yang bermuatan akademis.
Sejalan dengan itu, David dan Johnson (2003:1)
menyatakan bahwa, cooperative learning adalah
model pembelajaran dengan kelompok kecil
sehingga siswa bekerjasama guna
memaksimalkan kemampuan mereka dalam
belajar satu sama lain.
Dari beberapa pendapat ahli di atas
terlihat bahwa cooperative learning tidaklah
cukup dengan siswa duduk berkelompok
kemudian mengerjakan tugasnya secara
individual, atau menugaskan seseorang dalam
kelompoknya untuk menyelesaikan seluruh tugas
kelompoknya. Pelaksanaan model ini haruslah
didasari oleh filosofis getting better together,
yang artinya untuk mendapatkan hasil belajar
yang terbaik hendaklah dilakukan secara
bersama-sama
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI)
Model pembelajaran kooperatif tipe
group investigation merupakan salah satu bentuk
model pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa
untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan
dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,
misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat
mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan
93
proses kelompok. Model group investigation
dapat melatih siswa untuk menumbuhkan
kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa
secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Model ini dapat dipakai guru untuk
mengembangkan kreativitas siswa, baik secara
perorangan maupun kelompok. Model
pembelajaran kooperatif dirancang untuk
membantu terjadinya pembagian tanggung jawab
ketika siswa mengikuti pembelajaran dan
berorintasi menuju pembentukan manusia sosial.
Model pembelajaran kooperatif dipandang
sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab
siswa akan lebih banyak belajar melalui proses
pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja
dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta
tanggung jawab individu tetap merupakan kunci
keberhasilan pembelajaran (Rusman, 2010 : 222).
Media Pictorial Riddle
Pictorial riddle merupakan media
gambar dalam proses pembelajaran yang dapat
ditempatkan sebagai berikut: (a). alat untuk
memperjelas bahan pembelajaran pada saat guru
menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini, riddle
digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal
mengenai bahan pembelajaran. (b). alat untuk
mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk
dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para
peserta didik dalam proses belajarnya. Paling
tidak guru dapat menempatkan media sebagai
sumber pertanyaan atau simulasi belajar siswa.
(c). Sumber belajar bagi siswa. Artinya media
tersebut adalah bahan-bahan yang harus
dipelajari para peserta didik baik individual
maupun kelompok.
Media berbasis visual (image atau
perumpamaan) memegang peran yang sangat
penting dalam proses belajar. Media visual dapat
memperlancar pemahaman dan memperkuat
ingatan.Visual dapat pula menumbuhkan minat
siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi
materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar
menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan
pada konteks yang bermakna dan siswa harus
berinteraksi dengan visual (image) itu untuk
meyakinkan terjadinya proses informasi (Arsyad,
2009:91).
Pictorial riddle adalah dapat merangsang
siswa untuk berfikir lebih kritis terhadap
permasalahan yang disajikan dalam bentuk teka-
teki bergambar.Hal tersebut karena teka-teki
bergambar dapat menggugah keingintahuan siswa
terhadap permasalahan yang dihadirkan, sehingga
siswa terdorong untuk lebih dalam lagi
mempelajari permasalahan tersebut.
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom
action research (CAR) yang dilaksanakan di
SMP Negeri 4 Kendari pada semester genap
tahun ajaran 2012/2013 dengan subyek penelitian
siswa kelas VIII3. Dalam pelaksanaannya pada
tiap siklus mencakup kegiatan sebagai berikut:
(1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan tindakan,
(Observasi dan evalusai, (4) Refleksi (Arikunto,
2008:74).
Data yang diperoleh dalam penelitian
ini berupa data kualitatif dan kuantitatif yang
bersumber dari guru dan siswa, yang diperoleh
dari lembar observasi, tes hasil belajar yang
diberikan setelah pelaksanaan tindakan pada
setiap siklus.
Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian ini
dilihat dari dua segi yaitu dari segi proses dan
hasil (nilai) yang diperoleh siswa.
a) segi proses, pelaksanaa tindakan
dikategorikan berhasil apabila serendah-
rendahnya 80% pelaksanaan pembelajaran
sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran.
b) segi hasil, pelaksanaan tindakan
dikategorikan berhasil apabila minimal
75% siswa telah mencapai nilai serendah-
rendahnya 65 (KKM dari sekolah).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh pada setiap siklus
berupa data hasil belajar siswa, pencapaian
ketuntasan belajar, aktivitas siswa dan guru
dianalisis secara statistik deskriptif berupa rata-
rata, persentase, dan distribusi frekuensi. Rincian
94
hasil analisis terhadap semua data setiap siklus
tindakan dijelaskan sebagai berikut.
1. Segi Proses
Berikut disajikan profil pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada
setiap siklus
Gambar 1. Profil Pelaksanaan Pembelajaran
Oleh Guru Pada Setiap Siklus
Berdasarkan grafik di atas terlihat
bahwa secara umum persentase ketuntasan
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru pada setiap siklus cenderung mengalami
peningkatan serta perubahan kearah yang lebih
baik. Jika pada siklus pertama masih dijumpai
beberapa aktivitas yang perlu ditingkatkan
kualitasnya, seperti guru belum maksimal
menyampaikan tujuan pembelajaran dan
kaitannya dengan materi sebelumnya, kurang
melakukan evaluasi selama proses pembelajaran,
kurang mampu memimpin diskusi dan
memberikan penguatan, serta kesimpulan masih
agak dipaksakan karena guru belum mengarahkan
agar siswa membuat kesimpulan sendiri, serta
waktu yang direncanakan masih belum digunakan
secara efisien sesuai dengan rencana
pembelajaran yang sudah disusun. Pada siklus
kedua kelemahan-kelemahan yang terjadi pada
pelaksanaan pembelajaran sudah mulai
diminimalisir yang berdampak pada membaiknya
hasil belajar siswa pada siklus II.
Segi hasil belajar
Ditinjau dari segi hasil belajar siswa, pada
siklus I diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas VIII3
SMP Negeri 4 Kendari hanya 18 orang (56,3%)
yang mencapai ketuntasan belajar dengan nilai
rata-rata sebesar 63,5. Pada siklus II persentase
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi
81,3% dengan nilai rata-rata sebesar 79,6.
Berikut disajikan profil ketuntasan belajar siswa
pada setiap siklus
Gambar 2. Profil Ketuntasan Belajar Siswa
Pada Setiap Siklus
Grafik di atas menunjukkan bahwa
indikator keberhasilan tindakan pada siklus II
telah tercapai baik dari segi proses maupun dari
segi hasil. Hal ini berarti bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dengan media pictorial riddle dapat
meningkatkan hasil belajar IPA Fisika siswa
kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari. Ketercapaian
indikator ini merupakan bukti bahwa hasil belajar
siswa dapat ditingkatkan setelah diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe group investigation dengan media pictorial
riddle.
Keberhasilan dimaksud terlihat juga dari
kemampuan siswa dalam menentukan langkah-
langkah sistematis dalam menyelesaikan
masalah. Kesemua hasil ini merupakan hasil
pembimbingan yang sangat terencana sesuai
skenario yang dibuat peneliti atas hasil observasi
dan evaluasi yang dilakukan. Hasil ini juga
mendukung hasil penelitian sebelumnya tentang
penggunaan model pembelajaran ini dalam
pembelajaran IPA di sekolah.
Peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII3
disebabkan karena dalam pembelajaran
kooperatif tipe group investigation dengan media
pictorial riddle, memberi peluang bagi siswa
untuk lebih leluasa dalam belajar secara mandiri,
saling bertukar pikiran dengan sesamanya dan
saling membantu dalam menyelesaikan setiap
tugas yang diberikan oleh guru. Hal tersebut
sejalan dengan pandangan yang dikemukakan
oleh Tobin (1995) yang menyatakan bahwa
pembelajaran yang menitik beratkan pada
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran akan
memberi kesempatan bagi siswa dalam
95
mendapatkan konsep esensial melalui episode
pengetahuan, mempermudah siswa dalam
menguji, memodifikasi, mengubah ide awal yang
telah dimiliki dan mengadopsi ide yang baru.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
analisis data secara deskriptif maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar IPA Fisika siswa
kelas VIII3 SMP Negeri 4 Kendari pada materi
alat-alat optik dapat ditingkat melalui model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dengan media pictorial riddle.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: PT. Bumi Akasara.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning:
Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas. Grasindo
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran
Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Saputra. 2005. Pembelajaran Kooperatif Untuk
Meningkatkan Keterampilan Anak TK.
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi.
Sardiman. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: CV Rajawali.
96
IDENTIFIKASI PELUANG KEMITRAAN DALAM USAHA PENGOLAHAN BUAH
KELAPA DI KECAMATAN ABELI
Oleh :
Murni Nia1
Abstrak. Telah dilakukan penelitian Identifikasi Peluang Kemitraan dalam Usaha Pengolahan
Buah Kelapa di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
respon petani kelapa tentang usaha pengolahan buah kelapa dengan pola kemitraan. Metode
penelitian ini menggunakan demonstrasi, dengan penyuluhan dan diskusi. Hasil penelitian
menunjukkan dari 38 orang petani kelapa yang mengikuti demonstrasi, penyuluhan tentang
pentingnya produk-produk olahan buah kelapa dalam kehidupan sehari-hari hanya 9 orang
petani atau 21,95 % yang menyatakan kesedian bekerjasama dalam pengolahan buah kelapa.
Kemitraan yang disepakati oleh petani kelapa dan Mitra Usaha Bersama adalah kemitraan
jual beli.
Kata kunci : Identifikasi, pola kemitraan, buah kelapa
1 Dosen pend. Ekonomi Koperasi FKIP UHO
PENDAHULUAN
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
dan pendapatan petani kelapa saat ini belum
mendapat perhatian. Buah kelapa yang diperoleh
setelah pascapanen hanya dimanfaatkan untuk
bahan baku kopra dan menjadi kelapa parut untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Padahal
banyak produk olahan buah kelapa lain yang
bernilai ekonomi seperti minyak goreng, minyak
kelapa murni (Virgin Coconut Oil), asap cair,
briket arang. cocofiber, nata de coco, dan pupuk
organic, asam lemak dan lain-lain belum mendapat
perhatian dari pemerintah. Kondisi ini
menyebabkan harga buah kelapa relative murah di
kalangan petani yaitu Rp. 500 per buah bahkan
ditemukan harga Rp.1000 per tiga buah. Aktivitas
jual beli yang dilakukan oleh tengkulak hampir
tidak dapat dihindari. Petani cenderung menjual
buah kelapa walaupun pohon kelapa baru
memunculkan tandan, dengan waktu yang tidak
ditentukan. Pola pemasaran seperti ini
bertentangan dengan hukum islam (fitrah)
manusia, karena merugikan salah satu pihak.
Di samping itu, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi belum optimalnya pengelolaan
sumberdaya alam pertanian khususnya buah
kelapa sehingga belum memberi kontribusi yang
signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani dan keluarganya, antara
lain:
1. Kemampuan sumberdaya manusia petani
sebagai pelaku utama maupun pelaku usaha
dalam memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia masih sangat terbatas.
2. Kemampuan penyuluh pertanian sebagai
fasilitator dan atau pendamping masyarakat
tani dalam pembangunan pertanian secara
berkelanjutan masih perlu ditingkatkan.
3. Ketersediaan sarana dan prasarana baik
ditingkat penyuluh maupun ditingkat petani
belum memadai.
4. Belum ada model usaha yang dapat dijadikan
rujukan bagi petani khususnya petani kelapa.
Oleh karena itu, salah satu pendekatan
untuk mengoptimalkan peningkatan kesejahteraan
petani kelapa melalui penaganan pascapanen buah
kelapa dengan pola kemitraan. Pada kondisi ini
petani diajak bermitra dengan industry dalam
pengolahan uah kelapa. Pola kemitraan merupakan
hubungan strategik yang sengaja dirancang atau
dibangun antara mitra untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, manfaat bersama dan saling
kebergantungan yang tinggi (Mohr dan Spekman,
1994). Dalam pola kemitraan kerjasama usaha
yang dilakukan bersifat financial antara dua orang
atau lebih mendapatkan keuntungan (Taqiyuddin
An-Nabani, 2010). Melalui pola kemitraan kedua
97
mitra dapat mengakses teknologi baru atau pasar
baru; kemampuan untuk menawarkan produk atau
jasa yang lebih luas; skala ekonomi dalam riset
atau produksi bersama; akses terhadap
pengetahuan; berbagi resiko dan akses atas
komplementari skill (Powel 1987 dalam Mohr and
Spekman, 1994).
Pola kemitraan diharapkan akan mampu
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam
pertanian, menstabilkan harga pasar,
membangun kebersamaan dalam berusaha, dan
menghindari praktek tengkulak. Hal ini akan
mendorong pembangunan di sector pertanian
berkelanjutan (sustainable development) dan
berwawasan pendidikan karakter dalam
masyarakat. Dengan kata lain, pola kemitraan
dimaksudkan untuk mendorong kegiatan dan
pertumbuhan ekonomi sehingga terciptanya
pemerataan pembangunan melalui perluasan
lapangan kerja dan kesempatan kerja.
Disisi lain sumber daya manusia merupakan
faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di
sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala
kecil untuk menembus pasar global atau
menghadapi produk-produk impor di pasar
domestik ditentukan oleh kemampuan pelaku-
pelaku dalam industri kecil tersebut untuk
mengembangkan produk-produk usahanya
sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama
pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia
adalah karena kurangnya ketrampilan sumber
daya manusia dan manajemen yang ada relatif
masih tradisional.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan
penelitian awal untuk mengidentifikasi peluang
usaha yang dapat diterapkan utnuk meningkatkan
kesejahteraan petani kelapa. Dengan demikian
dapat diperoleh estimasi seberapa besar harapan
masyarakat khususnya petani kelapa dalam
mengolah buah kelapa dengan pola kemitraan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui respon petani kelapa terhadap system
pemasaran buah kelapa dengan pola kemitraan.
KAJIAN PUSTAKA
Kemitraan
Pemberdayaan masyarakat dalam
bidang ekonomi adalah penguatan bersama,
dimana masyarakat yang memiliki usaha besar
hanya akan berkembang kalau ada yang industry
kecil dan menengah, dan yang kecil akan
berkembang kalau ada yang besar dan menengah.
Demikian kata lain industry besar dan kecil atau
menengah memiliki ketergantungan yang tinggi.
Demikian pula dengan jaringan komunikasi yang
luas (complex communication) untuk
pemberdayaan masyarakat juga ditunjang oleh
fenomena social dan politik yang berkembang.
Interaksi ini akan menghasilkan sumberdaya
manusia yang memiliki daya saing yang tinggi.
Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam
bidang permodalan, kemitraan dalam proses
produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-
masing pihak akan diberdayakan. Kemitraan
diperlukan sebagai hubungan informal dimana
para mitra secara efektif mengakui dan mengejar
kepentingan bersama (Shipley dan Egan, 1992
dalam Ahmad, 2006).
Dalam ajaran islam kemitraan disebut
syirkah (kerjasama usaha). Syirkah merupakan
akad (transaksi) antara dua orang atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat
financial dengan maksud mendapatkan
keuntungan. Akad Syirkah mengharuskan adanya
ijab dan qabul sekaligus sebagaimana layaknya
akad yang lain. Saya bersyirkah dengan Anda
dalam urusan ini (ijab), kemudian dijawab saya
terima (qabul)/boleh menggunakan ungkapan lain
yang memiliki makna yang sama. Ada 5 (lima)
bentuk kerjasama di dalam islam yaitu syirkah
„inan, syirkah „abdan, syirkah mudharabah,
syirkah wujuh dan syirkah mufawadhah Syirkah
„inan merupakan kerjasama dua orang dengan
menyertakan harta masing-masing untuk dikelola
secara bersama-sama dengan melibatkan tenaga
mereka dan keuntungannya dibagi dua diantara
mereka. Syirkah „abdan merupakan kerjasama
usaha (kemitraan bisnis) antara dua orang atau
lebih dengan tenaga masing-masing pihak tanpa
menyertakan harta, yakni dalam bidang usaha
yang mereka upayakan dengan tenaga mereka
untuk melakukan kerja tertentu baik kerja
pemikiran maupun kerja fisik. Pembagian laba
dalam syirkah ini sesuai dengan apa yang
menjadi kesepakatan mereka, bias sama bias juga
berbeda. Syirkah mudharabah merupakan
kerjasama (kemitraan bisnis) antara badan
dengan harta. Artinya seseorang menyertakan
98
harta kepada orang lain untuk dikelola dalam
suatu usaha dengan ketentuan keuntungan laba
yang diperoleh akan dibagi dua diantara mereka
sesuai dengan syarat-syarat yang mereka
sepakati. Syirkah wujuh merupakan kerjasama
(kemitraan bisnis) antara dua badan dengan
modal dari pihak lain. Artinya salah seorang
memberikan modalnya kepada dua orang atau
lebih secara mudharabah. Dan syikah mufawadah
merupakan penggabungan dari syirkah yang ada.
(Taqiyuddin an-Nabhani, 2010).
Lain halnya dengan kemitraan bisnis yang
dijalankan saat ini. Menurut Oprah (2011) dalam
Hoffman & Schlosser (2001) mengelompokkan
kemitraan yang sering digunakan oleh
perusahaan dikategorikan dalam dua bentuk yaitu
melalui aliansi strategis dan joint venture.
Aliansi strategis merupakan kemitraan bisnis
yang melibatkan perusahaan dengan mitra dalam
rangka meningkatkan daya saing dengan
memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya eksternal
secara sinergis dan melalui proses perubahan dan
pembelajaran. Sedangkan joint venture
merupakan salah satu bentuk kemitraan bisnis
yang bertujuan memperkuat kemampuan
perusahaan untuk bersaing (Oprah 2011 dalam
Thompson, Stricland and Gamble, 2010).
Dengan demikian, joint ventura dan
aliansi strategis menjadi salah satu tools penting
bagi perusahaan dalam membangun keunggulan
daya saingnya dan dalam rangka memenangkan
persaingan di industrinya. Hal ini jelas bahwa
persaingan dalam bidang perekonomian sangat
menguntungkan mitra usaha dengan modal besar.
Berbeda dengan kemitraan bisnis syariah dimana
mengutamakan akad (ijab-kabul) sebagaimana
akad lainnya. Harta yang diakadkan dan
pengelola usaha jelas, sehingga tidak ada pihak
yang dirugikan.
Peluang Industri Rumah Tangga dari Buah
Kelapa.
a. Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan bagian paling
berharga dari buah kelapa. Kandungan
minyak pada daging buah kelapa tua adalah
sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan
sebagai bahan baku industri, atau sebagai
minyak goreng. Minyak kelapa dapat
diekstrak dari daging kelapa segar, atau
diekstrak dari daging kelapa yang telah
dikeringkan (Hasbullah, 2001).
b. Minyak Kelapa Murni (Virgin coconut oil)
Virgin Coconut Oil dibuat dari kelapa
segar tanpa melalui proses pemanasan,
mengandung lauric acid atau asam laurat yang
menurut hasil penelitian secara ilmiah
membuktikan bahwa asam laurat dalam tubuh
manusia dirubah menjadi monolaurin dan
yang menjadi paling kuat dalam membunuh
virus, bakteri, cendawan dan protozoa
sehingga dapat menanggulangi serangan virus
seperti HIV, herpes, influenza dan berbagai
bakteri patogen termasuk listeria
monocytogenes dan helicobacter pyloryd.
Hasil analisis kimia, menunjukkan minyak ini
mengandung asam lemak jenuh rantai
menengah atau medium chain saturated fatty
acids (MCFA) sebanyak 60-62 %. Minyak ini
mempunyai sifat yang unik tidak seperti
lemak jenuh yang lain sehingga akan lebih
menyehatkan apabila dikonsumsi. Asam
lemak jenuh rantai menengah sangat mudah
diabsorbsi oleh tubuh karena hanya
membutuhkan sedikit energi dan enzim
sehingga dapat melancarkan pencernaan,
berbeda dangan asam lemak jenuh rantai
panjang. Asam lemak rantai pendek dan
menengah ini di dalam tubuh akan langsung
dibawa ke hati dimana di sini akan secara
cepat dikonversikan ke bentuk
energi.(Hanafiah, dkk., 2011).
c. Arang Tempurung dan Asap Cair
Tempurung merupakang limbah industry
kopra. Bila tempurung kelapa dibakar dalam
ruang hampa (pirolisator) menghasilkan
banyak asap yang kemudian dikondensasikan
menghasilkan asap cair. Arang tempurung
dapat diolah menjadi briket arang (BPMD
Sulteng), sedangkan asap cair dapat
digunakan sebagai pengawet bahan makanan,
bahan pangan karena mengandung komponen
senyawa anti bakteri, anti jamur, dan
antioksidan (Widiatsuti dkk, 2012).
99
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor
Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BP3K) Kecamatan Abeli Kota
Kendari pada bulan September – Nopember
2013. Populasi penelitian ini adalah petani kelapa
yang bermukim di Kecamatan Abeli, Sampel
ditentukan bersama penyuluh pertanian yang ada
di setiap kelurahan se-Kecamatan Abeli, dan atas
undangan oleh Kepala Kelurahan Abeli.
Penelitian ini dilaksanakan secara bersamaan
dengan Pengabdian Masyarakat oleh Tim
Pengabdian dari Jurusan Kimia FMIPA dan Tim
IbM FKIP Universitas Haluoleo (UHO).
Jenis penelitian ini adalah deskritif
kuantitatif, dimana peneliti akan memberikan
gambaran tentang minat petani kelapa
memasarkan buah kelapa dengan pola kemitraan.
Tahapan penelitian dimulai dari
penyuluhan tentang produk-produk olahan buah
kelapa dan strategi pemasaran dengan pola
kemitraan; kemudian demonstrasi tentang
pembuatan produk-produk olahan buah kelapa
bernilai ekonomi,; Dan tahapan akhir adalah
diskusi dan pemberian angket/form kesepakatan
bekerjasama dengan Mitra Usaha Bersama yaitu
Industri Rumah Tangga yang bergerak di bidang
pengolahan buah kelapa.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk
persentasi dan kesepakatan kerjasama dianalisis
secara kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan berjumlah 38 orang dan
berasal dari tujuh kelurahan se-Kecamatan Abeli.
Ketujuh kelurahan tersebut Kelurahan Abeli
mengikutkan peserta dengan jumlah yang besar.
Hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan
Abeli diketahui bahwa pemerintah daerah
setempat sangat respon dengan pola pengabdian
yang diselenggarakan oleh Tim Pengabdian
Masyarakat UHO guna memacu pertumbuhan
ekonomi masyarakat demi terwujudnya
kesejahteraan petani di lingkungannya. Secara
rinci, peserta kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel. Distribusi peserta kegiatan pengabdian
di BP3K Kecamatan Abeli.
No Asal Peserta Jumlah
peserta
1 Kelurahan Sambuli 2
2 Kelurahan Bungkutoko 1
3 Kelurahan Anggalomelai 1
4 Kelurahan Petoaha 2
5 Kelurahan Nambo 2
6 Kelurahan Benua Nirae 2
7 Kelurahan Abeli 28
Jumlah 38
Berdasarkan Tabel diatas, diketahui
bahwa aparatur pemerintah dalam hal ini
penyuluh pertanian dan pemerintah daerah
senantiasa berupaya secara optimal untuk
meningkatkan wawasan berpikir petani untuk
mengoptimalkan hasil panen dan penanganan
pasca panen buah kelapa mereka.
b. Demonstrasi Olahan Buah Kelapa dan
Tanya Jawab
Tujuan demonstrasi ini adalah (1)
menunjukkan kepada peserta, metode pengolahan
buah kelapa untuk menghasilkan produk yang
bernilai ekonomi, (2) memotivasi peserta untuk
memikirkan cara pemasaran produk olahan
kelapa, dan (3) mengetahui masalah-masalah
pemasaran buah kelapa, dan (4) mengetahui
respon peserta bila pengolahan buah kelapa bila
diterapkan pola kemitraan.
Produk olahan yang didemonstrasikan
kepada peserta meliputi cara pembuatan minyak
goreng yang berkualitas, pembuatan VCO,
pemanfaatan blondo, dan briket arang, Secara
visual kualitas minyak goreng yang dihasilkan
lebih bening dan aromanya lebih harum bila
dibandingkan dengan minyak goreng tradisional.
Demikian pula VCO. Sedangkan blondo berupa
bubur cairan yang mengandung protein dan
karbohidrat tanpa lemak, produk ini memiliki
peluang untuk digunakan sebagai makanan bayi
atau sambal untuk industi rumah makan berbeda
dengan yang dihasilkan oleh pembuat minyak
kelapa pada umumnya, demikian juga briket
arang peserta pada umumnya baru mengetahui
produk arang tempurung yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
100
Hasil Tanya jawab dengan peserta
diketahui bahwa mereka pada dasarnya dapat
berbagai produk olahan tersebut, masalahnya
adalah keterampilan yang dimiliki belum
maksimal walaupun telah mengikuti kegiatan dan
masalah yang utama adalah bagaimana
menghasilkan produk yang berkualitas dan
strategi apa yang harus diterapkan dalam
memasarkan produk yang dihasilkan. Produk-
produk olahan buah kepala dapat dilihat pada
Gambar berikut.
Gambar 1. Santan Kepala untuk
Sebagai minyak goreng
Gambar 2. Santan dibuat menjadi VCO
Gambar 3. Tempurung kelapa sebagai Briket
c. Bentuk Kemitraan yang Sepakati
Bentuk kemitraan yang ditawarkan dalam
penelitian ini adalah akad/perjanjian jual beli.
Contoh bunyi kemitraan yang akan
dikembangkan sebabagi berikut :
Dari 38 peserta kegiatan hanya 9 orang
(23,68%) yang menyatakan kesediaan
bekerjasama dalam pengolahan buah kelapa
dengan pola kemitraan. Prosentasi kemitraan ini
relative kecil. Hasil wawancara dengan beberapa
peserta di setiap kelurahan diketahui bahwa
mereka belum yakin dengan pola kemitraan yang
ditawarkan oleh mitra mengingat usaha belum
berjalan dengan baik. Petani sudah sering
mengikuti kegiatan yang serupa namun tidak
berkelanjutan dan hasilnya tidak optimal.
Kondisi ini merupakan tantangan bagi Mitra
Usaha Bersama untuk menjawab kondisi sosial
masyarakat setempat. Hasil pemantauan peneliti
terhadap aktivitas Mitra Usaha Bersama dalam
mengolah buah kelapa masih pematangan usaha.
101
Pendanaan yang besar terhadap penyiapan unit
usaha, pembelian mesin parut, dan pembuatan
alat pirolisis merupakan indikasi bahwa
pengolahan buah kelapa yang akan dilakukan
oleh Mitra Usaha Bersama merupakan
kesungguhan yang sangat luar biasa.
Butir-butir kesepakatan di atas dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Kesepakatan yang dibangun adalah
kesepakatan jual beli, dimana petani kelapa
dan mitra Usaha Bersama melakukan
aktivitas jual beli buah kelapa dengan harga
yang tidak mengikat.
b. Petani kelapa menyatakan kesediaan
menyiapkan buah kelapa sedangkan Mitra
Usaha mengolah buah kelapa. Artinya
aktivitas pengolahan buah kelapa berjalan
secara kontinyu sehingga petani kelapa
termotivasi menanam/merawat dan menjual
buah kelapa secara berkelanjutan.
c. Petani dan Mitra Usaha Bersama menjadi
pihak yang berkompeten menjaga usaha
mereka dengan menjadi konsumen dari
produk yang dihasilkan serta menjadi agen
diwilayahnya. Tujuannya adalah sebagai
media promosi dalam pengolahan buah
kelapa sehingga dapat menghasilkan
kesadaran bagi petani kelapa lainnya untk
bergabung dan berusaha secara bersama-
sama.
d. Petani kelapa dan Mitra Usaha Bersama
memiliki ruang untuk menyambung
silaturahmi, sehingga persoalan yang dihadapi
dapat diselesaikan atau meminta pihak lain
yang berkopeten seperti Tim pengabdian
UHO untuk membantu menyelesaikan
masalah produksi dan pemasaran yang
dihadapi.
e. Produk samping yang selama ini belum
termanfaatkan seperti briket arang dan asap
cair menjadi komoditi tambahan, sehingga
masing-masing pihak mendapatkan
konstribusi yang dihasilkan sebagai
keuntungan tambahan dan kedua pihak
mendapatkan keuntungan bersama yang akan
dibagikan secara merata setelah
mengeluarkan biaya produksi dan biaya
operasional lainnya secara transparan.
Berdasarkan isi kesepakatan tersebut
petani memiliki peluang yang lebih besar dalam
memanfaatkan pola kemitraan dalam mengolah
buah kelapa, disamping harga buah kelapa tidak
fluktuasi juga memperoleh nilai tambah dalam
bentuk keuntungan hasil penjualan produk briket
arang dan asap cair. Sementara itu, menurut
Tuten dan Urban (2001) dalam Orpha (2011),
keberhasilan sebuah kemitraan dipengaruhi oleh
komunikasi yang baik diantara para mitra.
Komunikasi yang baik akan mendorong pihak-
pihak yang bermitra memperoleh manfaat dari
kemitraan yaitu pembiayaan yang lebih murah,
peningkatan produk dan kualitas layanan. Faktor
determinan lain pembentuk keberhasilan sebuah
program kemitraan adalah aspek kepercayaan dan
tanggungjawab diantara para mitra.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Respon petani kelapa terhadap pengolahan
buah kelapa dengan pola kemitraan relative kecil
yaitu 23,68%. Pola kemitraan yang dilakukan
adalah pola mitraan jual beli dengan pendekatan
simbiosis mutualisma (saling menguntungkan
sesuai kesepakatan).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., 2006. Strategi Kemitraan dalam
Saluran Distribusi untuk Meningkatkan
Kinerja Bisnis, Tesis. Program Magister
Manajemen PPs Universitas
diponegoro.
Anonim. Badan Penanaman Modal Daerah
Sulawesi Tengah, website:
www.bkpmdsulteng.go.id. Diakses
tanggal 20 April 2011.
Hasbullah, 2001. Minyak Kelapa. Teknologi
Tepat Guna Agroindustri. BPPT.
Jakarta
Mohr, J. R. Spekman. 1994. Characteristics of
partnership success: partnership
attributes, communication behavior and
conflict resolution technique. Strategic
Management Journal. Vol. 15, 135 -
152
Orpha J., 2011. Analisis Potensi Partnership
sebagai Moda untuk meningkatkan
Kapabilitas Inovasi dan Teknologi.
Jurnal Administrasi Bisnis (2011),
102
Vol.7, No.2: hal. 192 ? 205, (ISSN:0216 ?
1249)
Taqiyuddin An-Nabani, 2010. Sistem Ekonomi
Islam (Edisi Mu?tadamah) , HTI Press,
Jakarta.
Hanafiah, AW, Eva M.W., dan Nanny K.O.,
2011. Pembuatan, pemurnian dan
stabilitas Virgin coconut oil (vco)
bertanda radioiodium-131. Jurnal
Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia
Indonesian Journal of Nuclear Science
and Technology Vol. XII, No.2, Agustus
2011; 75-84.
Widiastuti, S., Satriji S., Murad dan Rosmilawati,
2012. Optimasi Pembuatan Asap cair
dari tempurung Kelapa sebagai
Pengawet makanan dan Prospek
Ekonominya., Agroteksos Vol. 22 No. 1
April 2012.
x
PETUNJUK BAGI PENULIS
GEMA PENDIDIKAN
1. Artikel yang dimuat harus berupa hasil penelitian dan belum pernah dimuat
dijurnal lain
2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia/Bahasa Inggris, kertas ukuran A4,
maksimal 12 halaman dengan spasi 1.5.
3. Format Artikel sebagai berikut :
Judul Penelitian*
Nama Penulis, E-mail **
(*=catatan Kaki)
Abstrak : maksimal 150 kata (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris)
Kata-kata kunci :
A. PENDAHULUAN
(memuat latar belakang masalah dan tujuan penelitian)
B. KAJIAN PUSTAKA
C. METODE PENELITIAN
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
E. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
(Pustaka yang dimasukkan hanya yang dirujuk dalam uraian)
4. Artikel disetor kepada pengelola dalam bentuk CD atau Copy File di
Sekretariat dan satu rangkap print out.
5. Artikel yang diusulkan harus sudah diterima oleh Pengelola selambat-
lambatnya satu bulan sebelum penerbitan (terbit : Januari dan Juli setiap
tahun).
6. Artikel yang diproses adalah yang memenuhi persyaratan di atas.
Informasi lain dapat diperoleh di Sekretariat Gema Pendidikan dengan alamat:.
d/a: Kantor Perpustakaan FKIP Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma
Anduonohu Kendari
atau
Dapat dilihat pada laman jurnal Gema Pendidikan :
d/a: www. gemapendidikanfkipuho.wordpress.com
E-mail: [email protected]
x
Alamat Sekretariat Jurnal Gema Pendidikan:
Kantor Perpustakan FKIP Universitas Halu Oleo (UHO)
Penerbit:
Perpustakaan FKIP UHO
Dicetak:
Percetakan Ramai Kendari
d/a. Jl. MT. Haryono, No….. Wua-wua Kendari