rpp stoikiometri
TRANSCRIPT
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
I. Standar Kompetensi
Memahami hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam perhitungan kimia
(Stoikiometri) yang berhubungan dengan Kesetimbangan
II. Kompetensi Dasar
1. Mendeskrpisikan tata nama senyawa anorganik dan senyawa organik sederhana serta
persamaan reaksinya.
2. Menentukan hubungan kuantitatif antara pereaksi (persamaan reaksi) dan hasil
reaksi dari suatu reaksi ( kesetimbangan).
3. Menjelaskan penerapan prinsip kesetimbangan dalam kehidupan sehari – hari dan
industri.
III.Indikator
A. Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisa
(analysis), sintesa (synthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang
menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki individu. Oleh karena itu, kognitif berbeda
dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan prilaku
yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang
kepada dirinya1.
1 Sri Utami, Psikologi PerkembanganKognitif. Utamitammii.blogspot.com
Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif
1. Jean Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena
penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental
memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan
intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau
kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun,
Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun.
Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan telah dapat
memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan
anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak
memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15
tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara
simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan
baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang
tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus
direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima. Dalam teori
perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi)
agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga
stabilitas mentalnya.
Teori pieaget usia 11 atau 12 tahun sampai dewasa (tahap operasional formal) ciri – cirinya
:
1) Kemampuan matematika cenderung membaik
2) Penalaran ilmiah cenderung membaik
3) Dapat menangani gagasan hipotesis dan gagasan yang bertentangan dengan fakta
4) Mampu membayangkan konsep yang abstrak
5) Mengenal kesimpulan yang logis
6) Mampu mengemukakan dan menguji secara sistematis objek yang bersifat konket
7) Mampu menyelaraskan optimisme melalui pengalaman2
2. Jerome Bruner
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa
pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,ikonik, dan
simbolik.
Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam
teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek
melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat
mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut),
namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata,
bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini,
anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka.
Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun
dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
2 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan (Cet. 1; Jakarta; Erlangga 2008) h. 47-49
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan
pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan
karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses
berpikir dalam teori Piaget. Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri
learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-
curiousity(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat
mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara
enaktif, ekonik, dan simbolik.
Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai
arah informatif.
Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab
memungkinkan kemajuan.
3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum
belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar
bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :
(1)Belajar bermakna (meaningful learning)
(2) belajar menghafal (rote learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan
belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh
guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh
perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan
pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan
prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak
dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa
menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah,
ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-
coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah
seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu
tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat bahwa
pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu
dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru
bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari
oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Setelah mempelajari bab ini siswa diharapkan mampu :
1. Membuktikan hukum kesetimbangan kimia dalam praktikum (C3)
2. Menunjukan hubungan antara factor – factor kesetimbangan kimia dengan pengaruhnya
dalam reaksi (C4)
3. Menunjukkan reaksi satu arah dan bolak-balik dalam kesetimbangan ketika praktikum
(C6)
B. Afektif
Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.
Identify vs Role Confusion/Identitas (12-18 tahun)
Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. Ia mempunyai
perasaan – perasaan dan keinginan – keinginan baru sebagai akibat perubahan – perubahan
tubuhnya. Pendangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengalami
perkembangan. Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. Ia mulai mengerti
tentang keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya
dengan apa yang dialaminya sendiri.
Teori Biehler 15-18 tahun
1) Pemberontakan
2) Mengalami konflik dengan orang tua mereka
3) Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka3
Setelah mempelajari bab ini diharapkan siswa dapat :
Mengaitkan pengaruh factor – factor kesetimbangan kimia dalam kehidupan sehari – hari
(A4)
C. Psikomotorik
Karakteristik perkembangan psikomotorik pada remaja
Pada masa ini, laki – laki mengalami perkembangan psikomorik yang lebih pesat
disbanding perempuan. Kemampuan psikomotorik laki – laki cenderung meningkat
dalam hal kekuatan, kelincahan dan daya tahan. Secara umum, perkembangan
psikomotorik pada perempuan terhenti setelah mengalami menstruasi.4
Setelah mempelajari bab ini diharapkan siswa mampu :
1. Memperlihatkan pengaruh hukum kesetimbangan di dalam kegiatan praktikum
(P3)
2. Mengadaptaikan factor – factor keserimbangan kimia dalam kehidupan sehari –
hari (P6)
IV. Tujuan Pembelajaran
TEORI BEHAVIORISTIK
Teori Behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi mengajar yang berpengaruh terhadap arah perkembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
3 Bella Ananda Putri Siregar, Pengertian Emosi. 2012 4 Asyam, Pengertian Perkembangan Fisik. Asyamforex.blogspot.com
Teori Behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukan orang
sebagai individu yang pasif. Respon atau prilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori Behavioristik belajar ada;ah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar adalah akibat adanya stimulus dan respon (Slavin,
2000). Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan suatu perubahan
prilakunya. Menurut teori, dalam belajar yang penting input yang berupa stimulus dan stimulus
yang beripa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan oleh guru kepada siswa, sedangkan
respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
Tokoh dalam Teori Belajar Behaviorisme
a) B.F. Skinner
B.F. Skinner sebagai salah seorang tokoh ajaran tingkah laku ini penentang aliran
psikoanalisa. Menurut pendapatnya, keterangan yang mentalistik intrapsikik seperti yang
dikemukakan oleh Psikoanalisa (dalam diri seseorang yang menganggap adanya “sesuatu”,
“diri” dan atau “ketidaksadaran”) berasal dari sisa-sisa pandangan animisme yang primitive.
B.F. Skinner juga berpendapat bahwa penelitian mengenai sikap, emosi, dan lainnya
hanya mengaburkan dan menghambat usaha untuk mengerti manusia. Skinner membagi
dua jenis tingkah laku yaitu tingkah laku respondent dan tingkah laku operant. Contoh :
Pelebaran dan penyempitan pupil sebagai respon terhadap perubahan cahaya, menggigil
karena turunnya suhu udara, air liur keluar kalau melihat makanan.
b) John Broades Watson
Tokoh John Broades Watson Karyanya yang paling dikenal adalah "Psychology as
the Behaviourist view it" (1913).
Teori Belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan prilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Pengkondisian klasik adalah tipe dimana
organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli.
c) Ivan Pavlov
Pada awal 1900-an, psikolog rusia Ivan Pavlov, dalam eksperimenya dia secara rutin
meletakkan bubur makanan berupa daging didepan mulut anjing, yang menyebabkan anjing
mengeluarkan air liur. Anjing itu berliur saat merespon stimuli yang diasosiasikan dengan
makanan, seperti ia melihat piring makanan, orang yang membawa makanan, dan suara
pintu tertutup saat makanan tiba.
Pengkondisian klasik dapat didefinisikan sebagai proses dimana rangsangan yang
sebelumnya netral, jika dipasangkan dengan suatu rangsangan yang tak dikondisikan, akan
menciptakan suatu tanggapan yang sangat mirip dengan tanggapan yang semula dihasilkan
oleh rangsangan yang tak dikondisikan.
Dua tipe stimuli dan dua tipe respons : uncontioned stimulus (US) adalah stimulus
yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih
dahulu ,unconditioned respons (UR), conditioned stimulus (CS), Conditioned respons (CR)
adalah Stimulus yang tadinya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned response
setelah diasosiasikan dengan US.
LEARNING DIFFICULT (KESULITAN BELAJAR)
Learning Difficult atau kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau
prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang
demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan
kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan dalam belajar spesifik, serta faktor
psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar.
Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan
neorubioligis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan
perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. Anak-anak disekolah
pada umumnya memiliki karakteristik individu yang berbeda, baik dari segi fisik, mental,
intelektual, ataupun social-emosional.
Oleh karena itu mereka juga akan mengalami persoalan belajarnya mesing-masing secara
individu, dan akan mengalami berbagai jenis kesulitan belajar yang berbeda pula., sesuai dengan
karakteristik dan potensinya masing-masing. Kali ini kita akan membahas masalah kesulitan
dalam belajar siswa secara umum.
Ada beberapa kasus kesulitan dalam belajar yang termasuk dalam kategori ini,
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abin Syamsudin M, yaitu : 1) Kasus kesulitan
dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar. 2) Kasus kesulitan yang berlatar
belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan situasi belajar. 3) Kasus kesulitan dengan
latar belakang kebiasaan belajar yang salah. 4) Kasus kesulitan dengan latar belakang
ketidakserasian antara kondisi obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif
instrumental impuls dan lingkungannya.
Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar adalah
serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan
perubahan dalam dirinya berupa penambahan yang berupa pengetahuan atau kemahiran yang
sifatnya sedikit banyak permanen.
Slameto (1995:2) mendefinisikan belajar sebagai berikut: “Belajar ialah proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dengan demikian belajar pada dasarnya ialah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman. Perubahan tingkah laku menurut Witherington (dalam Nana Sudjana, 1998:18)
meliputi: perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi.
Yang dimaksudkan dengan pengalaman dalam proses belajar tidak lain ialah interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
Nana Sudjana (1991) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses dituangkan dalam
berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan,
kecakapan dan kemampuan daya reaksi belajarnya dan proses daya penerimaan dan lain-lain
yang ada pada dirinya
Tingkah laku sebagai hasil dari pada proses belajar dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik
faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri (faktor interen) maupun faktor yang berada di
luar individu (faktor eksteren). Faktor interen antara lain ialah: kemampuan yang dimilikinya,
minat dan perhatian, kebiasaan, usaha dan motivasi serta faktor-faktor lainnya. Faktor
lingkungan dalam proses pendidikan dan pengajaran dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Unsur lingkungan yang
disebutkan di atas pada hakikatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar seseorang, yakni
lingkungan tempat ia berinteraksi sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya.
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan
secara sadar oleh individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sifatnya relatif
permanen.
Prestasi dapat dikatakan sebagai hasil usaha. Dengan kata lain prestasi menunjukkan suatu
keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha.
Prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti
proses belajar mengajar matematika dalam selang waktu tertentu. Prestasi juga dapat diartikan
sebagai suatu tingkat keberhasilan yang dicapai pada akhir suatu kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan. Jadi prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai suatu hasil belajar
mengajar pada bidang studi matematika.
Lebih khusus, prestasi belajar dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan
instruksional yang telah disusun sebelumnya setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
Prestasi biasanya ditunjukkan dengan angka-angka yang diperoleh dari hasil pemberian tes
prestasi belajar sebagai evaluasi dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Jadi dapat dikatakan
bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai murid dalam bidang studi tertentu dengan
menggunakan tes yang terstandar sebagai pengukuran keberhasilan belajar seseorang.
Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang berupa kecakapan nyata dapat diukur dengan
menggunakan tes prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan
belajar mengajar. Jadi prestasi belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu usaha tertentu.5
A. Kognitif
Menurut Benyamin Bloom, ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud
yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Menurut para psikolog kognitif, otak anda menjadi tempat atau mengandung sebuah
pikiran yang memungkinkan proses-proses mental anda untuk mengingat, mengambil
keputusan, merencanakan, menentuan tujuan, dan kreatif.
Menurut Bloom dan kawan-kawan kognitif terbagi atas :
1. Pengetahuan (C1)
Mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui.
Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk
ingatan mengingat atau mengenal kembali.
2. Pemahaman (C2)
Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan,
mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi dari pada kemampuan pengetahuan.
3. Penerapan (C3)
Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada
suatu kasus/problem yang konkret dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi
5 http://sainsmts.blogspot.com/2010/07/kesulitan-belajar-apakah-itu.html
suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada
pemecahan problem baru. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan
pemahaman.
4. Analisis (C4)
Mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian,
sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-
komponen dasar , bersama dengan hubungan/relasi antara bagian-bagian itu. Kemampuan
ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan penerapan, karena sekaligus harus ditangkap
adanya kesamaan dan adanya perbedaan antara sejumlah hal.
5. Sintesis (C5)
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-
bagian dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana, seperti penyusunan satuan
pelajaran atau proposal penelitian ilmiah, dalam mengembangkan suatu skema dasar sebagai
pedoman dalam memberikan ceramah dan lain sebagainya. Kemampuan ini setingkat lebih
tinggi daripada kemampuan analisis, karena dituntut kriteria untuk menemukan pola dan
struktur pola dan struktur organisasi.
6. Penilaian (C6)
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau
beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria
tertentu. Kemampuan ini adalah tingkatan tertinggi, karena mencakup semua kemampuan
dalam pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis.6
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan
6 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : PT Gramedia Indonesia: 1999) hal. 245-247
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat
yang paling tinggi yaitu evaluasi.7
1. Mendefinisikan kesetimbangan kimia (C6)
Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa adalah membuat definisi berdasarkan penalaran
mereka namun tetap merujuk pada pengertian ahli tentang pengertian kesetimbangan
kimia.
Solusinya, guru membimbing siswa untuk memiliki konsep pengertian kesetimbangan
kimia agar siswa lebih mudah memahami dengan konsep yang diterapkan berdasarkan
kemampuan masing-masing siswa.
2. Memperkirakan terjadinya kesetimbangan kimia dalam suatu reaksi ketika melakukan
kegiatan praktikum (C2)
Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa adalah menerapkan konsep factor-faktor
kesetimbangan kimia ketika dilakukan praktikum di laboratorium.
Solusinya, guru menjelaskan terlebih dahulu langkah kerja yang harus dilakukan siswa
untuk dapat melihat pengaruh factor-faktor kesetimbangan pada suatu reaksi ketika
praktikum.
3. Menghubungkan hukum kesetimbangan kimia pada suatu reaksi di dalam kegiatan
praktikum (C4)
Kesulitan belajar yang dialami siswa adalah melihat pengaruh/menyamakan teori hukum
kesetimbangan pada reaksi yang terjadi ketika dilakukan praktikum..
Solusinya, guru memberikan penjelasan dan pemahaman konsep hukum-hukum
kesetimbangan agar siswa dapat lebih memahami hubungan antara hukum kesetimbangan
dengan reaksi yang dicapai pada saat setimbang.
B. Afektif
Menurut Benyamin Bloom, ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri
dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang
kompleks.
Menurut Bloom dan kawan-kawan terbagi atas :
1. Menerima (A1)
7 Anonim, http://blog.um.ac.id/zakydroid88/2011/11/26/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotorik/
Mencakup kepekaan akan adanya suatu perasangka dan kesedihan untuk memperhatikan
rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan itu
dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu, seperti memandangi gambar yang dibuat di papan
tulis atau mendengarkan jawaban teman sekelas atas pernyataan guru.
2. Menanggapi (A2)
Mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang
disajikan, seperti membacakan dengan suara nyaring bacaan yang ditunjuk atau menunjuk minat
dengan membawa pulang buku bacaan yang ditawarkan.
3. Menilai (A3)
Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu dan membawa diri
sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan,
sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin.
Kemampuan itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan.
4. Mengelola (A4)
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem niali suatu pedoman dalam
kehidupan nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai, mana yang
pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting. Kemampuan itu
dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk
keseimbangan yang wajar antara kebebasan dan tanggung jawab dalam suatu Negara demokrasi
atau menyusun rencana masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat dan cita-cita hidup.
5. Menghayati (A5)
Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa,
sehingga menjadi milik pribadi dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur
kehidupannya sendiri.
Setelah mempelajari Bab ini siswa diharapkan dapat :
Mempraktekkan peran factor – factor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia dalam
praktikum dan kegiatan sehari – hari (A5)
Kesulitan belajar yang dialami siswa adalah memperaktekkan factor katalis di dalam kegiatan
sehari-hari.
Solusinya, factor katalis sebaiknya lebih ditekankan pada kegiatan praktikum yang
dipresentasikan oleh siswa sendiri setelah mendapatkan pengarahan dari guru pembimbing
sebelumnya. Diharapkan siswa lebih memahami dan mengerti tentang penggunaan katalis dalam
kehidupan sehari-hari.
1. Karakter:
a. Dalam proses pembelajaran, siswa dilatih untuk memiliki karakter yang dapat dipercaya.
Diantaranya siwa jujur, mampu mengikuti komitmen, mencoba melakukan tugas yang
diberikan, menjadi teman yang baik dan membantu orang lain.
b. Dalam proses pembelajaran, siswa dilatih untuk memiliki karakter tanggung jawab
sebagai individu. Diantaranya siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dapat
dipercaya/diandalkan (mengerjakan tugas sendiri), tidak pernah membuat alasan atau
menyalahkan orang lain atas perbuatannya.
c. Dalam proses pembelajaran, siswa dilatih untuk memiliki karakter tanggung jawab sosial.
Diantaranya siswa mengerjakan tugas kelompok untuk kepentingan bersama, serta secara
suka rela membantu teman.
d. Dalam proses pembelajaran, siswa dilatih untuk memiliki karakter peduli. Diantaranya
siswa peka terhadap perasaan orang lain, mencoba untuk membantu siswa yang
membutuhkan bantuan.
2. Keterampilan sosial:
a. Dalam kerja kelompok semua siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok yang
diberikan.
b. Dalam diskusi kelompok atau kelas, siswa aktif mengajukan pertanyaan. dan memberikan
ide atau pendapat maupun sanggahan, dan menghargai pendapat orang lain.
c. Dalam diskusi kelompok, siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompok.
C. Psikomotorik
Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor
adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi
fisik dan keterampilan tangan.Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang
dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan
refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi
nondiskursif.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific
responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu
merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan
keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja.
Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan
dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan
jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan
pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul
bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat
dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
Menurut Benyamin Bloom, ranah Psikomotor adalah hasil belajar psikomotoris tampak
dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar
yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.
Menurut Bloom dan kawan-kawan :
1. Persepsi (P1)
Mencakup Kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang
atau lebih, berdasarkan pembedaan antara cirri-ciri fisik yang khas pada masing-masing
rangsangan
2. Kesiapan (P2)
Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu
gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani
dan mental.
3. Gerakan Terbilang (P3)
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang
diberikan.
4. Gerakan yang terbiasa (P4)
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancer, karena
sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.
5. Gerakan Kompleks (P5)
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa
komponen, dengan lancer, tepat dan efisien.
6. Penyesuaian pola gerak
Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik
dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah
mencapai kemahiran
7. Kreativitas
Mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya
atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.8
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah
ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat.
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan siswa mampu :
1. Memilih bahan – bahan yang digunakan sebagai katalis atau bukan (P5)
Kesulitan belajar yang dialami siswa adalah memilih bahan-bahan yang bukan dengan
nama kimia (unsur kimia) seperti NaCl yang dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan di garam.
Solusinya, pendidik dapat memberikan contoh bahan-bahan yang dapat digunakan
sebagai katalis di dalam kehidupan sehari-hari, sebaiknya penjelasan dan pemberian
contoh tersebut dapat diberikan ketika para siswa (praktikan) sedang melakukan
praktikum di laboratorium.
8 Ibid., hal. 247-248
2. Mengatur kembali suhu sebagai factor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia dalam
kegiatan praktikum (P6)
Kesulitan belajar yang dialami siswa adalah menerapkan pengertian sushu didalam
kegiatan sehari-hari yang sangat berhubungan erat dengan laju reaksi karena merupakan
salah satu factor yang mempengaruhi cepat lambatnya suatu reaksi. Penggunaan
thermometer yang belum dipahami seperti cara memegang thermometer yang benar
merupakan salah satu kendala yang masih dialami siswa.
Solusinya, guru/laboran sebaiknya memberikan pengarahan tentang cara penggunaan
thermometer yang benar serta menjelaskan peran suhu dalam mencapai keseimbangan
dan laju reaksi.
3. Mengubah konsentrasi suatu reaksi dalam kegiatan praktikum untuk mencapai
kesetimbangan (P5)
Kesulitan yang dialami siswa adalah memperaktekkan factor konsentrasi dalam bentuk
benda yang nyata yang digunakan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Karena,
ketika praktikum senyawa/bahan yang digunakan adalah bahan-bahan kimia atau
senyawa kimia seperti HCl (Asam Clorida).
Solusinya, guru memberikan dan menyebutkan beberapa contoh benda nyata yang
berpengaruh dalam mencapai kesetimbangan kimia untuk kehidupan sehari-hari.
4. Mempraktekkan pengaruh factor tekanan dan volume dalam kesetimbangan kimia dalam
kegiatan sehari – hari (P3)
Kesulitan yang dialami siswa adalah membedakan antara volume dan luas permukaan.
Jika pada laju reaksi luas merupakan salah satu factor yang sangat mempengaruhi laju
reaksi dan laju reaksi sangat berkaitan dengan kesetimbangan kimia.
Solusinya, laboran/pendidik memberikan contoh untuk masing-masing pengertian factor
laju reaksi yaitu luas permukaan dan volume untuk mencapai kesetimbangan kimia serta
menjelaskan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
V. Materi
Reaksi Kesetimbangan yaitu reaksi yang hasil reaksinya dapat kembali membentuk
zat pereaksi. Berdasarkan arah reaksi, reaksi dibagi 2 sebagai berikut :
a. A + B C
Bentuk reaksi seperti ini merupakan reaksi searah (reaksi irreversible)
b. P + Q R
Bentuk reaksi seperti di atas merupakan bentuk reaksi kesetimbangan bolak – balik
(reversible).
Faktor – factor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia :
1. Konsentrasi
Jika konsentrasi diperbesar, kesetimbangan akan bergeser dari arah zat yang
konsentrasinya diperbesar. Sebaliknya, jika konsentrasi diperkecil, kesetimbangan
akan bergeser kea rah zat yang konsentrasinya diperkecil.
2. Suhu
Perubahan suhu berpengaruh pada kesetimbangan eksoterm atau endoterm. Kenaikan
suhu akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah endoterm, sebaliknya
penurunan suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah eksoterm.
3. Tekanan dan Volume
Pengaruh tekanan berkebalikan dengan volume. Apabila tekanan diperbesar maka
volume akan mengecil dan kesetimbangan akan bergeser ke zat yang jumlah
koefisiennya lebih kecil. Sebaliknya, jika tekanan diperkecil, volume akan membesar
dan kesetimbangan akan bergeser ke zat yang koefisiennya lebih besar.
4. Katalis
Penambahan katalis dalam suatu reaksi adalah untuk mempercepat terbentuknya
kesetimbangan meskipun katalis tidak ikut dalam reaksi tersebut.
Kegiatan Praktikum
Bahan dan alat yang harus disiapkan :
1. Tabung reaksi
2. Alumunium foil
3. HCl 1 M
4. Spatula
5. Air
6. Urea
Langkah Kerja :
a. Eksotermis
Masukkan sedikit alumunium foil sedikit ke dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan
beberapa tetes HCl 1 M. Amati perubahan yang terjadi pada dinding tavung reaksi.
b. Endotermis
Masukkan urea sebanyak satu sendok makan (dalam hal ini spatula) ke dalam tabung
reaksi kemudian tambahkan air. amati perubahan yang terjadi pada dinding tabung reaksi
VI. Alokasi Waktu
Beban Belajar Waktu Bentuk Kegiatan / tugas :
Tatap Muka 50’ Menjelaskan Kesetimbangan Kimia
Praktikum 40’
VII. Model dan Metode Pembelajaran
Model Pembelajaran : Model Pembelajaran Kooperatif
Metode Pembelajaran : Ceramah, Diskusi, dan praktikum
a. Proses Belajar Mengajar
Pendahuluan :
1. Salam pembuka memeriksa kehadiran siswa.
Perkenalan tentang Kesetimbangan Kimia dan memotivasi siswa dengan
membahas pengertian dan factor – factor yang mempengaruhi kesetimbangan
kimia.
Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotor.
Inti:
Eksplorasi
1. Mengkaji berbagai literatur tentang pengertian kesetimbangan kimia
secara umum maupun khusus.
2. Melakukan Diskusi kelas untuk menjelaskan reaksi – reaksi yang ada
dalam kesetimbangan kimia.
3. Menonton animasi/simulasi percobaan para ahli.
4. Melakukan kegiatan praktikum yang terdiri dari beberapa kelompok
5. Membimbing kelompok mempersentasikan hasil diskusi dan percobaan
tentang kesetimbangan kimia.
Elaborasi :
a. Melakukan evaluasi formatif dengan cara meminta satu-dua kelompok
menyimpulkan kinerjanya dalam kegiatan praktikum dan kelompok lain
menjadi pendengar yang baik dan kemudian dapat menanggapi.
b. Latihan soal tentang kesetimbangan kimia.
c. Siswa mencocokan jawaban dengan teman yang mengerjakan di papan
tulis
Konfirmasi :
a. Memberikan penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja
baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Membimbing setiap kelompok menemukan kesimpulan yang menunjukan
terjadinya kesetimbangan reaksi kimia ketika telah diadakannya
praktikum.
Penutup
1. Menutup pelajaran dengan membimbing siswa membuat kesimpulan dan
memberi PR.
2. Menginformasikan keberhasilan yang telah dicapai siswa.
3. Menginformasikan materi pembelajatran yang akan dibahas pada minggu
berikutnya.
Sarana Pembelajaran
1. Buku Paket Kimia IX/1
2. Laboratorium
VIII. Penilaian Hasil Belajar
a. Prosedur Penilaian :
1. Penilaian Kognitif
2. Penilaian Afektif
3. Penilaian Psikomotor
b. Teknik Penilaian :
1. Tes Tertulis : Objektif tes
2. Praktikum
IX. Sumber Belajar
Buku Paket Kimia kelas XI/1
Daftar Pustaka
Ormrod, Jeanne Ellis.2008.Psikologi Pendidikan Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Sri Utami. Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget. http://utamitammii.blogspot.com. 2011
Anonim, http://blog.um.ac.id/zakydroid88/2011/11/26/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-
psikomotorik/
W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : PT Gramedia Indonesia: 1999) hal. 245-247