pengembangan sbm biologi

Upload: mochammad-haikal

Post on 10-Jul-2015

3.678 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAHAN AJAR untuk PENDIDIKAN PROFESI GURU

Oleh: PUDYO SUSANTO

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAH ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan karuniaNya penulisan buku Pengembangan Strategi Pembelajaran Biologi ini dapat diselesaikan. Buku ini ditulis sebagai bahan ajar untuk digunakan oleh peserta program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam mengikuti workshop penyusunan rancangan pembelajaran dan pelaksanaan praktik pengalaman lapangan biologi. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihakpihak yang terlibat dalam penyelesaian penulisan buku ini, baik secara langsung atau tidak langsung. Penyusunan bukubahan ajar ini sudah dilaksanakan dengan mengikuti rambu-rambu yang berikan oleh lembaga yang berwenang di Universitas Negeri Malang, khususnya Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (LP3). Di samping itu penyusunan buku ini juga sudah diusahakan dengan upayaupaya yang optimal. Namun, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang mungkin dijumpai dalam buku. Maka dari itu, penulis secara terbuka sangat mengharapkan adanya saran-saran perbaikan demi penyempurnaan buku ini. Meskipun demikian, penulis sangat mengharapkan bahwa buku ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh pihak-pihak yang memerlukannya, khususnya peserta Prgram PPG.

Malang, 6 Desember 2010 Penulis,

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDHULUAN A. Rasional B. Tujuan C. Isi Buku BAB II HAKIKAT PEMBELAJARAN BIOLOGI A. Hakikat Biologi sebagai bahan Ajar B. Hakikat Belajar Biologi C. Hakikat pembelajaran Biologi D. Paradigma Baru dalam Pembelajaran Biologi BAB III PENDEKATAN DAN METODIK KHUSUS PEMBELAJARAN BIOLOGI A. Pendekatan Pendekatan dalam Pembelajaran Biologi B. Metodik Khusus Pembelajaran Biologi BAB IV MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI A. Model Siklus Belajar B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah C. Model Pembelajaran dengan Kerja Laboratorium D. Model Pembelajaran Langsung E. Model-Model Belajar Kooperatif BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BIOLOGI A. Prinsip-Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran Biologi B. Prosedur Pengembanghan Model Pembelajaran Biologi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

iii iv 1 1 4 5 6 6 8 13 15

17 17 26 40 40 45 48 53 55 62 62 64 72 73

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Rasional Program Pendidikan Profesi Guru(PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru, agar mereka dapat menjadi guru yang profesional sesuai dengan standar nasional pendidikan dan memperoleh sertifikat pendidik. Setelah lulus seleksi perekrutam calon peserta PPG, calon yang berlatarbelakang S1/DIV non-kependidikan dan yang berlatar belakang pendidikan S1 kependidikan yang serumpun biologi harus menempuh dan lulus matrikulasi. Dalam program matrikulasi, calon peserta program PPG harus menempuh kuliah untuk matakuliah-matakuliah kependidikan dan Proses Belajar Mengajar sebanyak 20 sks. Strategi Pembelajaran merupakan salah satu matakuliah yang harus ditempuh peserta PPG dalam program matrikulasi. Setelah lulus program matrikulasi peserta mengikuti program PPG yang berupa workshop dan praktik pengalaman lapangan (PPL) bersama-sama peserta yang berasal dari program studi pendidikan biologi. Guru profesional adalah guru yang menguasai kompetensi-kompetensi pedagodik, prosesional, kepribadian, dan sosial. Pengembangan strategi pembelajaran merupakan salah satu aspek kompetensi pedagogik. Ketrampilan mengembangkan strategi pembelajaran sangat diperlukan oleh guru profesional untuk mengembangkan rancangan pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran. Kata strategi berasal dari istilah kemiliteran, yang artinya rencana, metode, atau sejumlah manuver atau siasat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (http://dictionary.reference.com/browse/strategy). Dalam dunia pendidikan kata strategi digunakan dalam bentuk kata majemuk, yaitu: strategi pembelajaran. Merujuk pada definisi dalam istilah kemiliteran, maka strategi pembelajaran adalah suatu rencana, metode dan sejumlah siasat (serangkaian langkah-langkah kegiatan) yang diterapkan untuk tercapainya tujuan1

pembelajaran. Ada suatu pernyataan yang sangat relevan bagi guru dalam pengembangan strategi pembelajaran: Your role as a teacher is to create environment in which all students can participate to the best of their abilities. One of your greatest challenges is to provide a positive learning environment for the students in your classroom (http://www.glencoe.com/sec/careers/teacher/strategies.shtml). Berdasarkan pernyataan ini dan mengambil definisi kata strategi menurut peristilahan kemiliteran, maka strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana tindakan guru untuk menciptakan lingkungan belajar sehingga siswa dapat belajar efektif demi peningkatan kecakapannya. Dalam penciptaan lingkungan belajar itu para guru sains (ilmu pengetahuan alam) di Inggris pernah mengemukakan tiga masalah pokok yang perlu dipertanyakan kepada guru: (1) Apakah yang kita harapkan dicapai siswa melalui belajar sains, (2) Sains apakah yang cocok untuk anak?, dan (3) Bagaimana kita memberikan bantuan yang paling tepat agar siswa dapat mencapai sesuatu yang diharapkan? Bagi penganut aliran behavioristik jawaban dari pertanyaan ke-1 adalah pengetahuan dan perilaku para pengajar. Namun, bagi penganut pandangan konstruktivisme, jawabannya adalah kecakapan (skills) untuk membangun sendiri pengetahuan, ketrampilan, dan sikap untuk memecahkan masalah dunia nyata yang ada di lingkungan alam sekitar. Sementara menurut pandangan humanistik, jawabannya adalah kecakapan mengubah lingkungan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupannya sendiri. Pada pertanyaan ke-2, jawaban orang behavioristik adalah kumpulan fakta, konsep, prinsip yang dipublikasikan dalam media cetak dan elektronik. Sedangkan bagi penganut aliran konstruktivisme bahan ajar adalah benda, kejadian, gejala alam yang dijumpai siswa di lingkungan alam sekitar. Sementara bagi penganut aliran humanistik, bahan ajar adalah isuisu sains-lingkungan-teknologi-masyarakat yang ada di dunia nyata. Pertanyaan ke-3 berkaitan dengan strategi pembelajaran. Berarti strategi pembelajaran adalah rancangan dan tindakan guru untuk membantu siswa dalam menciptakan lingkungan yang mengefektifkan kegiatan belajar. Pada aliran behaviorisme strategi pembelajaran yang diterapkan untuk membantu siswa dalam2

belajar pada umumnya bersifat instruktif. Pada pembelajaran yang bersifat instruktif, aktivitas belajar mengajar lebih banyak didominasi oleh guru atau berpusat pada guru (teacher-centered). Sementara, pada aliran konstruktivisme dan humanisme strategi pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran lebih bersifat fasilitatif agar pusati kegiatan belajar ada pada siswa (learnercentered). Pengembangan strategi pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan lingkungan belajar agar siswa dapat belajar lebih efektif, yang meliputi: pemilihan, penggunan dan pengaturan pendekatan, metode, model pembelajaran dan pengelolaan kelas. Pemilihan, penggunaan, dan pengaturan berbagai aspek tersebut sangat ditentukan oleh aliran pendidikan sebagaimana diuraikan pada paragraf-paragraf sebelum paragraf ini. Kata-kata pendekatan, metode, model dalam dunia pendidikan dan pembelajaran sering menjadi perdebatan yang membingungkan tentang arti atau maknanya. Demikian juga kata strategi. Dalam rangka mengurai kebingungan tentang arti atau makna kata-kata tersebut, berikut ini dijelaskan secara singkat arti atau makna dari kata-kata tersebut. Arti dari kata strategi dalam konsep strategi pembelajaran sudah diuraikan di bagian awal dari bab ini, yaitu suatu rencana tindakan guru untuk menciptakan lingkungan belajar sehingga siswa dapat belajar secara efektif demi peningkatan kecakapannya. Kata pendekatan (approach) berarti sudut pandangan atau arah untuk mendekati. Bertolak dari arti kata tersebut, pendekatan pembelajaran adalah sudut pandang atau arah pandang terhadap pembelajaran. Sebagai contoh, para pengikut aliran humanisme memandang (mendekati) siswa sebagai pusat belajar (pendekatan belajar siswa aktif), pengikut aliran konstruktivisme memandang belajar sebagai suatu proses inkuiri atau proses penemuan, sedangkan para pengikut aliran behaviorisme memandang guru sebagai pusat pengajaran (teacher-centered), dan pengajaran sebagai proses transfer atau pamer pengetahuan (ekspositori) oleh guru. Metode pengajaran adalah cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi ajar atau cara guru memberlakukan siswa agar dapat menerima atau3

menyerap materi ajar lebih efektif. Misalnya: metode ceramah dan demonstrasi merupakan cara menyampaikan materi ajar, sementara metode diskusi dan eksperimen merupakan cara yang digunakan guru agar siswa dapat lebih efektif dalam menerima dan menyerap materi ajar. Teknik pembelajaran adalah cara untuk mengimplementasikan metode pembelajaran secara spesifik, misalnya: ceramah dengan bantuan media, diskusi kelompok kecil. Kata model mempunyai arti rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis. Kata model sering diidentikkan dengan kata strategi (Sudrajat, 2008). Mengacu pada arti kata model dan keidentikaannya dengan kata strategi maka dapat dinyakatan bahwa model pembelajaran adalah representasi dari strategi pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran. Suatu model pembelajaran menggambarkan langkah-langkah atau sintaks pembelajaran secara lengkap mulai dari awal sampai akhir. Suatu model pembelajaran dirancang dengan mendasarkan pada pendekatan pembelajaran yang dipilih, dan mengakomodasikan satu atau beberapa metode pembelajaran, bahkan juga memasukkan cara pengelolaan kelas.. Pengembangan strategi pembelajaran yang menyangkut penetapan pendekatan, metode/teknik, model pembelajaran, dan pengelolaan kelas inilah yang akan diuraikan dalam buku ini. Pengembangan strategi pembelajaran sebagaimana akan diuraikan dalam buku ini diharapkan dapat menjadi wawasan, pedoman atau rambu-rambu bagi guru dalam pengembangan strategi pembelajaran demi tersusunnya rancangan pembelajaran yang berdaya guna tinggi.

B. Tujuan Buku ini mengharapkan agar peserta PPG mampu dan trampil untuk: 1. 2. memahami hakikat dan karakteristik pembelajaran sains masa kini, menetapkan dan mempraktikan metode pembelajaran yang relevan dengan karakter pembelajaran sains,4

3.

menetapkan dan mempraktikkan model-model pembelajaran sains inovatif yang relevan untuk pembelajaran biologi sesuai dengan paradigma pembelajaran sains masa kini

4.

kreatif membuat rancangan/skenario pembelajaran untuk model-model pembelajaran biologi inovatif yang sesuai dengan paradigm pendidikan sains masa kini.

C. Isi Buku Berdasarkan sistem rekrutmen calon peserta program PPG baik yang berasal dari lulusan S1 Program Studi Kependidikan maupun Non Kependidikan, maka diasumsikan bahwa semua calon peserta sudah menguasai landasan teori mengenai apa, mengapa dan bagaimana strategi pembelajaran jika digunakan dalam proses pembelajaran biologi. Lebih dari itu para peserta PPG mungkin juga sudah pernah mengamati, dan bahkan pernah mengamati dan mempraktikkan strategi pembelajaran Biologi di sekolah. Sehubungan dengan kenyataan dan asumsi di atas maka buku ini tidak mengupas dan menguraikan teori tentang strategi pembelajaran secara detil. Buku ini mengupas sedikit kajian teoritis strategi pembelajaran, khususnya pembelajaran biologi. Kajian teoritis yang dimaksud adalah kajian tentang hakikat biologi sebagai bahan ajar sains dan pendekatan, metode, dan model-model pembelajaran biologi inovatif. Selanjutnya, kajian teoritis tersebut akan diikuti dengan paparan mengenai prinsip-prinsip dan prosedur pengembangan strategi pembelajaran biologi. Agar paparan mengenai prinsip dan prosedur pengembangan strategi pembelajaran itu dapat menjadi tuntunan yang berarti bagi guru dalam pengembangan rancangan pembelajaran, maka dalam buku ini juga akan diberikan contoh-contoh konkret rancangan atau skenario pembelajaran biologi.

5

BAB II HAKIKAT PEMBELAJARAN BIOLOGI

Belajar adalah mencari ilmu. Ilmu adalah kumpulan pengetahuhan yang sudah ditemukan oleh para pakar. Sementara pembelajaran (jika itu merupakan alih bahasa dari mengajar) adalah proses penyampaian pengetahuan kepada siswa. Pemahaman sempit dan konvensional seperti itu masih ada pada orang-orang masa kini termasuk para pendidik. Padahal orang-orang itu sekarang hidup pada jaman pembaharuan. Sedangkan makna dari ilmu pengetahuan, belajar dan pembelajaran sudah berbeda sesuai dengan gerak pembaharuan. Jika demikian: Apakah bahan ajar itu?, Apakah belajar itu?, dan . Apakah pembelajaran itu?

A. Hakikat Biologi sebagai Bahan Ajar Sains mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda (Poole, 1979). Orang tertentu mempelajari sains untuk meningkatkan khasanah pengetahuannya; sementara bagi orang lain sains merupakan metode ilmiah untuk menggali fenomena alam; dan bagi orang lainnya lagi sains adalah teknologi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan. Masalahnya sekarang adalah apakah hakikat sains sebagai bahan ajar. Dalam pandangan yang konvensional, sains adalah tubuh pengetahuan (a body of knowledge) yang berisi kumpulan fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Fakta, konsep, prinsip dan prosedur merupakan hal-hal yang sudah diketahui orang ketika mengamati dan mengolah hasil pengamatan tentang benda dan gejala alam. Fakta, konsep, prinsip dan prosedur merupakan produk sains. Sebagai bagian dari produk sains, fakta adalah informasi tunggal atau informasiinformasi yang terpisah-pisah tentang satu atau beberapa kenyataan. Fakta tidak mempunyai nilai prediksi pada situasi yang lain. Fakta dapat menyangkut waktu, tempat, kejadian, dan ciri-ciri benda. Misalnya, penyakit flu babi mulai dikenal pada tahun 2009, flu babi mula-mula diketahui di Meksiko; gelombang pasang di pantai utara Jakarta mengikis daratan sampai merobohkan tembok rumah di tepi pantai; Gunung Semeru mempunyai tinggi lebih dari 3000 meter. Konsep adalah ide yang menjelaskan tentang kelas atau kategori yang mencakup benda-benda atau kejadian-kejadian yang mempunyai6

ciri-ciri sama. Ciri-ciri yang sama membedakan suatu kategori dengan kategori yang lain. Contoh, serangga adalah hewan berkaki enam, dan kaki enam itu memberdakan serangga udang-udangan yang berkali sepuluh. Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep abstrak. Konsep konkret adalah konsep tentang benda-benda atau kejadian yang mudah dimengerti melalui penginderaan. Misalnya: konsep ikan dan cumi-cumi dapat dimengerti atau dibedakan dengan melihat bendanya; konsep panas dapat dimengerti dengan meraba, konsep manis dimengerti dengan mengecap. Konsep abstrak adalah konsep tentang benda atau kejadian yang perlu dijelaskan dengan kata-kata, karena keberadaannya tidak dapat diindera. Contoh: rantai makanan adalah hubungan memakan-dimakan antar organisme dimana zat makanan berpindah dari satu jenis organisme ke jenis yang lain. Prinsip (disebut juga generalisasi) adalah ide yang menyatakan hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan abstraksi dari beberapa fakta yang sama tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Misalnya: unsur nitrogen mempercepat pertumbuhan tanaman; prinsip ini merupakan abstraksi dari beberapa hasil pengamatan bahwa beberapa tanaman yang terdedah unsur nitrogen tumbuh subur. Generalisasi mempunyai nilai prediktif untuk situasi tertentu. Misalnya, setelah mengetahuipengaruh nitrogen orang memlihara kesuburan tanaman dengan pupuk yang mengandung unsur nitrogen. Generalisasi sering dikembangkan menjadi hipotesis, teori, hukum, dalil dan sebagainya. Prosedur adalah langkah-langkah suatu kerja. Dalam berbagai peristiwa alam prosedur mencakup proses-proses alam. Penyusunan prosedur biasanya didasarkan pada satu atau beberapa prinsip. Sebagai contoh, berdasarkan prinsip bahwa benda berbentuk roda bisa berdiri jika bergerak, maka orang mengendari sepedah dilakukan dengan: 1) mendorong sepedah, 2) menaiki ketika sepedah sudah berjalan, dan 3) mengemudikan untuk mengatur keseimbangan. Pada masa kini, sains lebih dipandang sebagai proses ilmiah dari pada sebagai produk ilmiah. Pandangan seperti itu tampak pada definisi sains sebagai berikut Sains adalah komulatif dari sederetan observasi yang tidak ada akhirnya, yang menghasilkan berbagai konsep dan teori, dimana konsep dan teori itu terus mengalami modifikasi pada observasi-observasi empirik berikutnya (Fitzpatrick dalam Thurber dan Collette, 1968). Sederetan observasi adalah proses ilmiah.Berdasarkan hasil observasi orang mengolah data, pengolahan dataa menghasilkan kesimpulan, dan kesimpulan adalah bangunan pengetahuan baru. Observasi-mengolah data-menarik kesimpulan adalah proses investigasi. Jadi sains dapat diartikan juga sebagai proses atau prosedur penyelidikan ilmiah atau a way of investigating.7

Lebih dari itu, sains adalah suatu cara berpikir dan bertindak untuk memecahkan masalah pada benda dan kejadian yang ada di lingkungan. Makna sains ini diuraikan dari pendapat Richardson (1957), yang menyatakan bahwa science is a way of thinking and acting in school and out. Cara berpikir dan bertindak dalam melakukan investigasi ilmiah merupakan cara atau proses kerja yang biasa diterapkan oleh para pakar sains dalam mempelajari fenomena-fenomana alam yang dihadapi. Cara berpikir, bertindak dalam melakukan investigasi ilmiah itu merupakan ketrampilan yang dimiliki oleh pakar sains untuk menjalankan studi keilmuannya. Ketrampilan itu disebut ketrampilan proses sains. Maka dari itu, sains juga diartikan sebagai ketrampilan proses sains (science process skills). Dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), sains adalah bahan ajr. Sebagai bahan ajar sains mempunyai peranan sebagai kumpulan pengetahuan bagi sisswa. Sebagai cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sebagai cara untuk melakukan penyelidikan, dan sebagai ketrampilan proses sains. Anak dapat mengumpulkan pengetahuan, berpikir kritis, kreatif untuk memecahkan masalah dengan penyelidikan ilmiah melalui belajar sains. Latihan 2.1. Bahan ajar untuk pendidikan masa kini masih diambil dari buku teks. Apa pendapat anda tentang keadaan itu? Bila hal tersebut bersifat negatif, apa saran anda?

B. Hakikat Belajar Biologi Belajar bagi Pavlov adalah merespons stimulus. Gagne mengemukan teori bahwa belajar adalah pemrosesan informasi di dalam otak sampai terbentuk respons untuk menanggapi informasi. Bagi Piaget belajar adalah proses perubahan dan perkembangan struktur kognitif, dan menurut John Locke belajar adalaah proses memperbaiki diri dengan cara mengubah lingkungan (tidak tergantung pada lingkungan). Dalam dunia pendidikan Pavlov adalah tokoh pencetus teori belajar behaviorisme, Gagne tokoh penganut aliraan teori belajar behaviorisme sekaligus aliran teori belajar kognitivisme. Piaget terkenal sebagai pelopor pencetus teori belajar kognitivisme, sedangkan John Locke merupakan salah satu ahli teori belajar humanisme.

1. Teori Belajar Behaviorisme

8

Prinsip umum yang dikemukakan oleh para ahli psikologi behaviorisme adalah belajar merupakan akibat dari hubungan antara stimulus dan respons (Sprinthall, 1990). Prinsip itu diangkat dari temuan-temuan hasil percobaan dan pengamatan para ahli teori belajar behaviorisme antara lain: Pavlov, Thordike, Skinner, dan Gagne. Pavlov, Thordike, Skinner memusatkan objek studinya dapa binatang, Penyelidikan pada binatang dilakukan dengan cara memberi rangsangan tertentu pada hewan coba yang dibarengi dengan pemberian rangsang lain berupa makanan. Berdasarkan hasil percobaan Pavlov dan kawan beberapa temuan(Crain, 1992): (1) belajar terbentuk sebagai respons terhadap stimulus, (2) belajar akan berulang atau meningkat jika diberikan penghargaan atau penguatan, (3) belajar terjadi jika ada kesiapan mental, selanjutnya latihan berulang (drill) sangat penting dalam proses pembelajaran, (4) belajar mula-mula bersifat cobacoba, dan dirangsang oleh adanya hal-hal yang menyenangkan, maka dari itu reward dipelukan untuk meningkatkan motivasi belajar. Robert M. Gagne memfokuskan studinya pada hakekat belajar pada manusia. Gagne menjembatani psikologi behaviorisme dengan psikologi kognitivisme. Gagne menjelaskan bahwa belajar terjadi sebagai aktivitas otak. Didalam proses belajar terjadi seleksi persepsi, penyimpanan informasi dalam bentuk memori jangka pendek (short-term memory/STM), penyimpanan memori jangka panjang (long-term memory/LTM) kalau ada latihan berulang dan proses pemahaman (encoding). STM dan LTM dapat dikorek kembali untuk diubah menjadi respons dalam bentuk gerakan otot (ucapan, tulisan, atau tingkah laku otot yang lain). Meskipun demikian, Gagne juga takin bahwa hasil belajar yang memuaskan dapat menjadi penguatan (reinforcement) pada terulangnya proses belajar.

2. Teori Belajar Humanisme Para tokoh pandangan humanisme memunculkan teori belajar humanisme sebagai pernyataan ketidakpuasan bahwa menyebabkan masyarakat sangat tergantung pada lingkungan (elit politik, agama dan pendidik). Padahal menurut mereka, orang orang tidak harus tergantung pada lingkungannya, tetapi harus mengubah lingkungannya untuk memperbaiki dirinya. Pendidikan seharusnya memusatkan perhatian perasaan, persepsi, keyakinan dan tujuan peserta didik secara perseorangan. Para pendidik juga perlu berusaha memahami tingkah laku siswa lebih banyak dari sudut pandang siswa daripada dari sudut pandang guru sendiri.

9

Tokoh-tokoh teori belajar humanisme antara lain: Carl R. Rogers, Abraham Maslow. Roger menganjurkan agar guru membuat pembelajaran lebih humanistik, lebih personal, dan lebih bermakna: (1) pembelajaran dianjurkan untuk memberi kesempatan kepada anak untuk menyalurkan keingintahuan, menggali diri sendiri, dan meningkatkan kemampuan akademiknya sendiri. (2) anak perlu didorong untuk mengejar ketinggalan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) belajar paling baik dilaksanakan di lingkungan yang bebas dari ancaman, sehingga anak dapat menguji ketrampilan, talenta, dan kemampuannya sendiri tanpa takut dikritik. (4) tujuan belajar adalah belajar bagaimana belajar. (5) kemampuan memilih cara belajar sendiri merupakan motivasi paling tinggi, (6) belajar menjadi bermakna jika siswa merasakan bahwa belajar itu penting bagi kebutuhan sendiri dan bagi dunianya sendiri.Secara umum, ia menekankan pada pendekatan pendidikan yang bercirikan belajar-terpusat siswa (child-centered learning). Maslow memusatkan studinya bahwa kebutuhan merupakan motivasi intrinsik untuk belajar. Beberapa kebutuhan yang berkaitan dengan motivasi belajar antara lain: keinginan rasa aman, keinginan untuk memiliki dan mencintai, kebutuhan untuk dihargai, keinginan untuk mengaktualisasikan diri, keinginan untuk mengetahui dan mengerti, kebutuhan akan nilai dan apresiasi.

3. Teori Belajar Kognitivisme Para ahli psikologi kognitivisme menekankan bahwa belajar merupakan proses intelektual yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur kognitif. Belajar dipandang sebagai upaya membangun kemampuan kognitif. Tingkah laku luar yang terbentuk dipandang sebagai hipotesis dari hasil perubahan kognitif. Tokoh yang sangat menonjol dalam teori belajar kognitif adalah Jean Piaget. Piaget berpendapat bahwa kognisi atau intelegensi adalah proses psikologis yang memungkinkan orang berinteraksi secara aktif dan beradaptasi dengan lingkungannya (Glover, 1990). Proses belajar merupakan proses adaptasi dengan lingkungan. Ada beberapa konsep pokok yang perlu dikuasi dalam teori belajar kognitivisme.

10

a.

Skema Proses interaksi manusia dengan lingkungannya menyebabkan terbentuknya suatu

tingkah laku yang strukturnya dipolakan di dalam otak. Struktur tingkah laku yang ada di dalam otak itu disebut skema. Misalnya, anak-anak mempunyai skema bahwa apel berbentuk bulat. Glover (1990) membedakan skema dengan skemata. Menurut Glover skema adalah struktur kognitif yang mengatur pengetahuan operatif, yaitu pengetahuan tentang gerakan-gerakan tubuh. Skemata adalah struktur kognitif tentang pengetahuan figuratif, yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan konsep-konsep keilmuan.

b. Asimilasi dan Akomodasi Skema terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi. Ketika orang pertama kali mengamati benda atau kejadian, di dalam otak terbentuk skema seperti persepsi pertama mengenai benda atau kejadian apa adanya. Jika suatu ketika orang mengamati benda/kejadian lain ia biasanya membuat persepsi yang sama dengan sekam yang sudah ada di otak. Proses itu disebut asimilasi. Misalnya, bayi yang menyusu ibunya mempunyai skema tentang bentuk puting susu; ketika dot botol susu disentuhkan ke mulut bayi maka dot itu diasimilasikan dengan punting susu ibunya, sehingga dot di kulum. Padaa suatu ketika, orang yang mengamati benda/kejadian/informasi menjumpai bahwa sturktur benda/kejadian/informasi itu sangat rumit, sehingga tidak dapat diasimilasikan dengan skema yang sudah ada di dalam otak. Pada saat seperti itu orang mengalami konflik kognitif. Kalau orang terus berusaha mengolah informasi sampai terbentuk skema baru yang seimbang dengan struktur benda/kejadian/informasi yang rumit itu, maka prosesnya disebut akomodasi. Proses akomodasi bisa gagal, artinya selama proses belajar berlangsung konflik kognitif belum terpecahkan. Bila proses akomodasi diulang-ulang dengan menggunakan strategi berpikir yang lain maka akan terbentuk skema baru, atau terjadi pemahaman baru. Keberhasilan akomodasi itu disebut ekuilibrium. Dalam pengaplikasian teorinya Piaget menganjurkan agar anak diberi bahan pelajaran yang sukar agar di dalam otak terjadi akomodasi, sehingga siswa tidak hanya menghafal tetapi menggunaka proses kognitif yang lebih tinggi.

11

c. Perkembangan Berpikir. Belajar menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif. Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif anak berlangsung secara bertahap selaras dengan pertambahan umur. Tahap-tahap perkembangan kognitif meliputi: 1) tahap sensori motor, 2) tahap praoperasional, 3) tahap berpikir konkret, 4) tahap berpikir formal. Tahap sensorimotor (0 2 tahun). Piaget berpendapat bahwa sejak lahir anak sudah memiliki skema di dalam otaknya (Crain, 1992; dan Slavin, 1994). Skema itu terbentuk sebagai respons terhadap kondisi fisik pada lingkungannya, misalnya: suhu dingin dan panas. Ketika bayi keluar dari kandungan, indranya merasakan suhu udara yang lebih dingin dari di dalam kandungan, dan anak menangis. Menangis adalah respons yang bersifat refleks atau naluriah. Menangis, berceloteh, gerakan tangan dan kaki yang belum terarah adalah tanggapan yang bersifat refleks anak sebagai tanggapan terhadap perubahan lingkungannya . Perkembangan kemampuan seperti itu terjadi sampai anak berumur kira-kira 2 tahun. Tahap praoperasional (2 6/7 tahun). Pada tahap ini anak mulai dapat mengucapkan kata-kata secara lengkap seperti yang didengar dari orang di sekitarnya. Aanak juga menganggapi perubahan lingkungan dengan pikiran atau proses koginitif. Dalam hal pengetahuan operatif, gerakan-gerakan tubuh yang pada usia sebelumnya hanya bersifat refleks dapat berkembang menjadi gerakan psikomotorik. Dalam hal pengetahuan figuratif, proses berpikirnya masih bersifat intuitif dan belum bersifat logis. Pola pemikirannya antara lain masih bersifat: 1) centrations (memandang segala sesuatu masalah hanya dari satu sudut pandang), 2) irreversible (belum mampu memikirkan pemecahan masalah yang bersifat bolak-balik), 3) egocentric (memandang segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri). Contoh: (1) jika anak disodori dua gelas minuman yang bentuknya berbeda (panjang-ramping dan pendek-gemuk), masing-masing diisi dengan air yang volumenya sama, anak memilih salah satu yang menurut pikirannya berisi minuman yang lebih banyak (centration); 2) anak belum bisa berpikir bahwa 3 + 4 = 4 + 3 (irreversible); 3) anak yang memukul-mukul kaca dengan benda keras tidak dapat diberi tahu bahwa tindakannya berbahaya, mungkin akan berhenti kalau tubuhnya terluka oleh pecahan kaca (egocentric). Tahap berpikir konkret (6/7 11 tahun). Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis, tetapi terbatas pada hal-hal atau situasi konkret, yaitu hal atau situasi yang sudah pernah dialami. Misalnya, anak menjelaskan bahwa bila langit berawan akan terjadi hujan, karena awan mengandung uap air. Kejadian itu pernah dipelajari atau dialami12

dalam kehidupan sehari-hari. Namun, anak belum bisa meramalkan bahwa adanya awan tidak selalu diikuti dengan hujan, karena mungkin akan ada angin atau perubahan cuaca mendadak. Dengan kata lain anak hanya dapat memikirkan apa yang sedang atau pernah terjadi, belum dapat meramalkan hal-hal yang mungkin terjadi. Tahap berpikir formal (11 tahun ke atas). Pada tahap formal anak menunjukkan kemampuan berpikir abstrak. Berpikir abstrak adalah berpikir logis baik untuk hal yang pernah terjadi maupun yang mungkin terjadi. Sebagai contoh, anak dapat berhipotesis adanya kemungkinan hujan atau tidak hujan bila cuaca sedang berawan. Itu berarti anak dapat mengaplikasikan konsep dan prinsip untuk memecahkan masalah pada situasi baru. Dalam pertumbuhan selanjutnya anak akan dapat mengendalikan variabel, mengemukakan hipotesis, dan merancang/melaksanakan eksperimen. Bertitik tolak dari pemahaman tentang hakikat belajar mulai dari teori behaviorisme, humanisme, dan kognitivisme dapat diartikan bahwa belajar biologi mempunyai beberapa pengertian. (1) Pada aliran behaviorisme, belajar biologi adalah belajar untuk merespons stimulus yang muncul dari makhluk hidup. Respons yang diharapkan terbentuk atau muncul adalah respons berupa perilaku luar (gerakan tubuh) yang dapat diamati dari luar. Dalam belajar di sekolah, stimulusnya adalah pengetahuan baku dan ketrampilan dasar, dan anak harus berpengetahuan dan berperilaku seperti yang diajarkan guru. (2) Pada aliran kognitif, belajar biologi adalah belajar untuk merespons benda hidup dan dan proses kehidupan dengan proses kognitif sampai terjadi perkembangan kognitif tingkat tinggi. (3) Pada aliran humanisme, belajar biologi adalah belajar tentang makhluk hidup sesuai dengan minat, kecepatan sendiri, dan bersama teman sebayanya. Latihan 2.2. a. Berdasarkan pengematan dan pengalaman anda, apakah pembelajaran biologi di sekolah saat ini memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi? b. Apalah pembelajaran biologi masa kini selaras dengan tingkat perkembangan anak pada jenjang pendidikan masing-masing?

C.

Hakikat Pembelajaran Biologi Bagi penganut aliran behaviorisme, pembelajaran biologi adalah pembelajaran

mengenai fakta, konsep dan prinsip biologi. Barba (1995) menganjurkan penerapan teori belajar behaviorisme sebagai berikut. (1) Penguatan (reinforcement) positif (reward) dan negatif (hukuman) perlu diterapkan dalam pembelajaran. (2) Penerapan pengajaran13

terprogram, latihan praktis (drill), dan belajar tuntas sangat dianjurkan dalam pembelajaran. (3) Perumusan tujuan pengajaran, perincian pelajaran menjadi tugas kecilkecil atau langkah-langkah yang rinci, pengurutan pelajaran berdasarkan prasyarat, pemberian umpan balik, pemberian penguatan merupakan tindakan penting dalam proses pembelajaran. Penerapan teori belajar humanistik di kelas sains tampak pada penerapan belajar terpusat pada siswa, yang direalisasikan dalam cara belajar siswa aktif. Pembelajaran berpusat siswa juga merupakan aplikasi dari teori behaviorisme. Dalam pembelajaran dianjurkan agar: (1) anak didorong untuk bergerak maju secara bebas, (2) menggunakan bahan-bahan manipulatif untuk mempelajari dunia nyata, (3) mendorong anak untuk bekerja mandiri, dan menyalurkan minatnya sendiri, (4) menggalakkan lingkungan belajar individual, (5) memperjarang tes dan belajar terarah guru (teacher-directed learning). Pendidikan humanistik juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih aktivitasnya sendiri, mendorong guru untuk berperan sebagai fasilitator, menganjurkan adanya muatan sains-lingkungan-tekonologi-masyarakat (sa-ling-te-mas). Pendidikan berbasis sa-ling-te-mas mengarahkan anak untuk belajar secara demokratis. Pembelajaran dengan pemodelan, bermain peran, tutoring sebaya, dan belajar kooperatif tampaknya juga merupakan implementasi dari teori belajar humanisme. Banyak bukti menunjukkan bahwa belajar bersama teman sebaya memberikan hasil yang signifikan. Piaget sebagai tokoh kognitivisme meyakini bahwa proses belajar ada kaitannya dengan proses asimilasi, akomodasi dan ekuilibrium. Jika siswa menghadapi pelajaran yang mudah, proses belajar yang terjadi di dalam otak adalah asimilasi. Belajar dengan proses asimilasi itu hanya bersifat hafalan. Pada pelajaran yang sukar, proses belajar yang terjadi adalah akomodasi; yang melibatkan aktivitas berfikir tingkat tinggi. Maka dari itu Piaget menyarankan agar guru menciptakan situasi (permasalahan pelajaran) yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan atau konflik kognitif, sehingga di dalam otak siswa terjadi proses akomodasi dan ekuilibrium (Slavin, 1994). Para ahli psikologi pendidikan pasca Piaget (Neo-Piagetian) mengembangkan dan mengimplementasikan teori belajar kognitivisme menjadi pembelajaran konstruktivistik. Para ahli itu yakin bahawa anak dapat membangun pengetahuan sendiri dari pengetahuan dan pengalaman lama yang dimmiliki. Jika mempelajari bahan pelajaran yang sulit, bantuan diberikan kepada anak mengalami kesulitan pada batas zona ambang perkembangan (zone of proximal development).

14

Pada masa kini, pembelajaran biologi diharapkan tidak hanya membelajarkan fakta, konsep dan prinsip biologi kepada siswa, melainkan mengharapkan siswa untuk dapat berinkuri ilmiah untuk membangun konsep sendiri melalui penjelajahan alam sekitar (Permen Diknas RI Nomor 22 Tahun 2006). Perkembangan dari makna pembelajaran biologi menjadi lebih maju lagi ketika orang mengungkap lagi makna pendidikan sebagai yang pernah dikemukakan oleh John Dewey: schools would mirror the larger society and classrooms would be laboratories for real life inquiry and problem solving (Arends, 2004). Berdasarkan pandangan Dewey itu, maka pembelajaran biologi dapat diartikan sebagai proses untuk menjadikan siswa berinkuiri dalam rangka memecahkan masalah kehidupan nyata. Latihan 2.3 1. Menurut pengamatan anda, pembelajaran biologi di sekolah masa kini berpusat pada siswa ataukah berpusat pada guru? Apa tandanya? 2. Bagaimanakah sebaiknya pendidikan di Indonesia masa kini, berpusat siswa ataukah berpusat pada siswa? D. Paradigma Baru dalam Pembelajaran Biologi Perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan telah terjadi di Indonesia, dan juga terjadi di negara-negara lain. Perubahan dan pembaharuan pendidikan itu terjadi karena adanya perubahan paradigma pendidikan Tabel 1.1). Perubahan paradigma pendidikan itu terjadi sebagai akibat dari perubahan pemahaman terhadap beberapa konsep pendidikan. Beberapa perubahan pendidikan yang dapat ditengarai adalah paradigma sains sebagai produk berubah menjadi sains sebagai proses, belajar berbasis pengetahuan berubah menjadi belajar berbasis kompetensi, pembelajaran sebagai kegiatan intruktif menjadi pembelajaran sebagai kegiatan fasilitatif, dan penilaian konseptual berubah menjadi penilaian otentik (Susanto, 2002).

Tabel 1.1 Perubahan paradigma pendidikan No 1 2 3 4 5 Paradigma lama Sains sebagai produk Belajar berbasis pengetahuan Pendidikan behavioristik Pembelajaran instrutif Penilaian konseptual Paradigma baru Sains sebagai proses Belajar berbasis kompetensi Pendidikan konstruktivistik Pembelajaran fasilitatif Penilaian otentik

15

Pada masa kini pendidikan cenderung menerpakan paradigma pendidikan baru. Artinya: (2) siswa diharapkan menguasai kecakapan kognitif dan ketrampilan proses sains. (2) siswa diharapkan menguasai kecakapan hidup untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan. (3) siswa difasilitasi untuk mampu membangun konsep sendiri, (4) guru diharapkan menjadi fasilitator dalam pembelajaran (5) penialaian otentik lebih banyak digunakan dari pada penilaian dengan tes terstandar. Latihan 2.4 Menurut anda, apakah pendidikan di Indonesia saat kini sebaiknya sebaiknya menerapkan paradigma baru? Mengapa berpikir begitu?

16

BAB III PENDEKATAN DAN METODIK KHUSUS PEMBELAJARAN BIOLOGI

A. Pendekatan Pendekatan dalam Pembelajaran Biologi Dewey adalah salah satu pelopor gerakan progresif dalam dunia pendidikan. Ia memandang sekolah sebagai cermin masyarakat dan kelas adalah laboratorium untuk berinkuiri dan memecahkan masalah dunia nyata (Arends, 2004). Piaget dan pengikutnya memandang bahwa belajar adalah proses membangun struktur kognitif, membangun kecakapan sosial, dan membangun moral (Crain, 1992). Sementara, para ahli pendidikan sains memandang siswa sebagai ilmuwan muda yang perlu mengembangkan ketrampilan proses yang biasanya dikuasai oleh para pakar yang sudah mapan. Pandangan Dewey, Piaget dan para ahli pendidikan sains di atas telah mengubah paradigma pembelajaran lama menjadi paradigma pembelajaran baru, yaitu paradigma behaviorisme berubah menjadi paradigma konstruktivisme. Perubahan paradigma itu selanjutnya menubah sudut pandang atau pendekatan orang terhadap pembelajaran. Meskipun demikian, munculnya pendekatan baru tidak serta merta meniadakan penerapan pendekatan lama dalam pembelajaran masa kini. Berikut dikemukakan beebrapa pendekatan pembelajaran yang pada akhir-akhir ini masih atau cemderung diterapkan dalam pembelajaran sains.

1. Pendekatan Ekspositori Pendekatan ekspositori merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada pandangan behavisorisme. Pandangan behaviorisme berasumsi bahwa belajar adalah mencari ilmu. Ilmu yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan yang berupa pengetahuan ilmiah, norma dan etika, serta ketrampilan yang sudah diterima kebenarannya oleh masyarakat, dan sudah dipublikasikan dalam buku-buku pelajaran. Pengetahuan itu dijadikan bahan pelajaran di sekolah. Guru atau orang yang menguasai pengetahuan menyajikan pengetahuan bahan pelajaran di kelas. Dalam penyampaian bahan pelajaran di kelas para penganut

17

pandangan behaviorisme berasumsi bahwa siswa merupakan insan yang berpengetahuan nol dan belum mampu menemukan pengetahuan sendiri. Berdasarkan paradigma dan asumsi dari para penganut aliran behaviorisme tersebut proses belajar dipandang sebagai proses transfer atau penyampaian bahan pelajaran secara langsung dari guru kepada siswa. Proses transfer pengetahuan di kelas dipandang juga sebagai pembeberan (eksposisi) pengetahuan oleh guru kepada siswa. Sudut pandang seperti ini dikenal dengan pendekatan ekspositori. Eksposisi pengetahuan oleh guru kepada siswa pada umumnya dilakukan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Pengetahuan faktual, konsep dan prinsip abstrak yang bersifat verbal disajikan dengan metode ceramah, dan pengetahuan konkret dan ketrampilan dapat disajikan dengan metode demonstrasi. Dalam proses eksposisi itu siswa lebih banyak berperan sebagai pemirsa dan pendengar. Pada masa kini, penerapan pendekatan ekspositori dapat diintensifkan dengan penggunaan model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI). Pada model DI siswa diaktifkan dengan latihan yaitu memahami konsep atau meniru ulang demonstrasi yang sudah dilakukan oleh guru. Kemajuan teknologi komunikasi dengan hadirnya Video Compact Disk (VCD), komputer, dan Liquid Crystal Display (LCD) menjadikan penggunaan pendekatan ekspositori di kelas semakin eksklusif. Contoh 1. Kompetensi dasar

: Menggunakan mikroskop dan peralatan pendukung lainnya untuk mengamati gejala kehidupan. Tujuan pembelajaran: Siswa terampil membawa mikroskop dari almari mikroskop ke meja belajar di kelas Pendekatan : ekspositori Strategi : - Guru mendemosntrasikan cara memegang dan membawa mikroskop. - Siswa mengamati demonstrasi, kemudian praktik mengambil mikroskop dari almari untuk dibawa ke meja belajar Contoh 2.. Kompetensi dasar: Mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan dan hubungannya dengan kesehatan Tujuan : Siswa dapat menunjukkan dan menyebutkan nama bagian-bagian alat pencernaan makanan manusia. Pendekatan : ekspositori Strategi : - Guru berceramah dengan menunjukkan gambar18

alat pencernaan makanan manusia - Siswa memperhatikan ceramah guru, kemudian latihan menunjuk bagian-bagian alat pencernaan manusia sambil menyebut namanya. Latihan 3.1 a. Perhatikan contoh 1 dan contoh 2 di atas. b. Identifikasikan: apa ciri dari materi yang terkandung pada Kompetensi Dasar dan Tujuan Pembelajaran c. Carilah Kompetensi dasar yang lain yang materinya dibelajarkan dengan pendekatan ekspositori, dan tentukan strategi pembelajarannya.

2. Pendekatan Keterampilan Proses Sains dan Pendekatan Inkuiri Ilmiah Pendekatan keterampilan proses sains memandang bahwa belajar adalah mempelajari bagaimana para ilmuwan belajar sains (learning how to learn). Dalam mempelajari sains, siswa diharapkan dapat belajar untuk menguasai dan menggunakan keterampilan proses sains (science process skills). Keterampilan proses sains dikelompkkan menjadi dua kelompok, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses dasar meliputi: observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, pengambilan kesimpulan, prediksi, penggunaan hubungan tempat/waktu, penggunaan angka, identifikasi variabel. Keterampilan proses terintegrasi meliputi: penyusunan hipotesis, pengontrolan variabel, investigasi, membuat definisi operasional, eksperimentasi. Dalam pendidikan sains ketramplan proses sains tidak dipandang sebagai ketrampilan-ketrampilan yang harus dijalankan secara sekuensial sebagaimana para pakar menjalankan metode ilmiah. Ketrampilan proses sains yang diajarkan di sekolah adalah ketrampilan proses sains yang dapat dilakukan oleh siswa sesuai dengan situasi permasalahan yang dihadapi. Hal yang penting adalah, dalam proses pembelajaran siswa dapat berlatih memecahkan masalah otentik (masalah dalam situasi dunia nyata) melalui kerja ilmiah, atau menggunakan keterampilan proses sains yang cocok untuk masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan Ketrampilan Proses sangat erat hubungannya dengan Pendekatan Inkuiri Ilmiah. Pada pendekatan inkuiri ilmiah para siswa dipandang sebagai ilmuwan muda yang sedang melakukan kegiatan penelitian ketika belajar. Pada penelitian dengan inkiiri ilmiah siswa melakukan: pengamatan fenomena,19

menemukan masalah, menarik hipotesis, pengamatan luas untuk mengumpulkan data, mengananalisis data, dan menarik kesimpulan. Standar kompetensi atau kompetensi dasar yang materi pengetahuannya menyangkut fisiologi dan prosesnya dapat diamati secara konkret bisa dibelajarkan dengan pendekatan Ketrampilan Proses Sains. Contoh: Kompetensi dasar: Membandingkan mekanisme transpor pada membran (difusi, osmosis) Tujuan : Siswa dapat menjelaskan perbedaan defusi dan osmosis melalui percobaan difusi osmosis pada umbi kentang. Pendekatan : Ketrampilan Proses sains Strategi : - Guru mengajukan masalah tentang masuknya mineral dan air ke akar tumbuhan - Siswa melakukan percobaan defusi dan osmosis pada umbi kentang - Siswa mancatat, menganalisis dan menarik kesimpulan data hasil percobaan defusi dan osmosis.Latihan 3.2 Carilah kompetensi dasar yang materi pengetahuannya dapat dibelajarkan dengan pendekatan Ketrampilan Proses Sains.

3. Pendekatan STS Pendekatan STS (science-technology-society) adalah pendekatan belajar mengajar yang mengintegrasikan isu-isu (masalah) sains dengan isu teknologi dan isu masyarakat. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan STS itu bertujuan untuk menjadikan siswa melek sains, dengan ciri-ciri sebagai berikut (Project 2061 dari American Association for the Advancement of Science, dalam Barba, 1995): (1) akrab dengan alam sekitar dan mengenal keragaman sekaligus keutuhannya, (2) memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip kunci dalam sains, (3) sadar bahwa sains, matematika dan teknologi saling tergantung satu sama lain, (4) memahami bahwa sains, matematika, dan teknologi merupakan human enterprises , dan memahami akan kelebihan dan kelemahannya, (5) mempunyai kapasitas untuk berpikir ilmiah, (6) menggunakan pengetahuan dan cara berpikir ilmiah untuk memecahkan masalah individual dan sosial. STS juga: 1) menyiapkan siswa dalam menggunakan sains dan kemajuan teknologi untuk memperbaiki lingkungan hidupnya, 2) mengajar siswa agar20

bertanggungjawab terhadap masalah teknologi/masyarakat, 3) memberi bekal pengetahuan dasar tentang isu sains, teknologi dan masyarakat, 4) memberi bekal karir yang cocok dengan sains, teknologi dan masyarakat (Yager, 1990 dalam Barba, 1995). STS juga berarti suatu topik kurikulum yang mencakup masalahmasalah lingkungan, industri, teknologi, sosial, politik. Sebagai suatu pendekatan kurikulum, topik-topik yang termasuk STS antara lain: hujan asam, kualitas air, penggundulan hutan, obat-obatan, erosi, euthanasia (membunuh untuk mengurangi penderitaan korban), pengawetan dan produksi pangan, bahan bakar minyak, rekayasa genetika, efek rumah kaca dan pemanasan global, sampah berbahaya, overpopulasi, lapisan ozon, penggunaan pestisida, penggunaan air. Pendekatan STS berkembang menjadi pendekatan SETS (ScienceEnvironment- Technology-Society). SETS dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi sains-lingkungan-teknologi-masyarakat (salingtemas). Kompetensi dasar yang dapat dibelajarkan dengan pendekatan STS adalah kompetensi dasar yang materi pengetahuannya berkaitan dengan ekosistem, ilnu lingkungan, kesehatan. Contoh: Standar Kompetensi: Menjelaskan (Menganalisis) struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan dan/atau penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada Salingtemas Kompetensi dasar : Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pencernaan makanan pada manusia dan hewan (misalnya ruminansia) Tujuan : - Siswa dapat mengidentifikasi menu makanan seharihari orang-orang yang mengalami kegemukan. - Siswa dapat mengidetifikasi macam-macam cara yang digunakan orang yang menjalankan program terapi terhadap kegemukan. Pendekatan : STS Strategi : - Siswa mencari sampel orang-orang yang yang Menjalani program terapi untuk mengatasi kegemukan - Siswa melakukan wawancara mengenai menu makanan sehari-hari responden - Siswa mewawancari cara yang ditempuh dalam pelaksanaan program terapi untuk mengatasi kegemukan21

Latihan 3.3 Carilah kompetensi dasar yang materi pengetahuannya dapat dibelajarkan dengan pendekatan STS.

4. Pendekatan Inkuiri Ilmiah Pendekatan inkuri ilmiah sebenarnya sudah tidak asing dalam dunai pembelajaran sains, karena pendekatan tersebut sudah lama disosialisasikan sebagai pendekatan yang relevan dengan hakikat pembelajaran sains. Sampai dengan pelaksanaan Kurikulum-1994 sejak adanya pembaharuan pendidikan yang dimulai dari Kurikulum-1975 penerapan pendekatan inkuiri ilmiah pada pembelajaran sains di Indonesia bisa dikatakan tidak dapat berjalan, karena pembelajaran masih berorientasi pada paradigma behaviorisme. Pendekatan inkuiri ilmiah ini menjadi sangat perlu untuk diimplementasikan secara intensif dalam pembelajaran sains ketika pembaharuan pendidikan sains di Indonesia menerapkan paradigma konstruktivisme. Para ahli konstruktivisme memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang tidak berada di luar pikiran, tetapi ada di dalam pikiran. Mereka juga memandang bahwa belajar adalah proses membangun fenomena dan pengalaman menjadi pengetahuan, pengertian dan pemahaman di dalam pikiran. Belajar juga membangun pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah dimiliki. Pembelajaran yang menerapkan pandangan konteruktivisme menekankan siswa untuk belajar melalui keaktifan membangun pengetahuannya sendiri, membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang telah dimiliki, dan menggunakan semua pengetahuan atau pengalaman untuk bekerja melalui perbedaan-perbedaan yang ada pada pengetahuan baru dan lama untuk mencapai pemahaman baru (Louks-Horsley; Harlen; Petterseon & Knap; Yager dalam Martin, 1997). Siswa masuk ke dalam kelas tidak dengan pikiran kosong, tetapi sudah membawa pikiran-pikiran yang diperoleh dan dibangun secara tidak formal mengenai segala hal yang terjadi di sekitarnya. Pikiran yang telah dibangun secara tidak formal itu (prior knowledge) dihubungkan dengan hal-hal baru yang dijumpai di kelas untuk membangun pengetahuan baru. Lebih jauh, para ahli konstruktivisme mengemukakan bahwa konsep pengetahuan ilmiah dibangun: 1) secara bertahap dari waktu ke waktu, 2) oleh siswa di dalam suatu konteks sosial,22

3) melalui serangkaian interaksi dengan konten, 4) jika informasi baru berintegrasi dengan informasi lama, 5) sedemikian sehingga menghasilkan suatu kesadaran tentang apa yang sedang dipelajari (Barba, 1995) Bertitik tolak pada pandangan konstruktivisme itu, Martin (1997) menyarankan agar penggunaan pendekatan inkuri lebih diintensifkan dalam pembelajaran sains terutama dengan menggunakan metode-metode discovery, inquiry dan problem-solving. Berdasarkan sudut pandang Pendekatan Inkuiri Ilmiah, sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (Permen Diknas RI Nomor 22 Tahun 2006). Kata inkuiri sendiri punya arti bertanya dan mencari jawab atas pertanyaannya sendiri. Jadi pendekatan inkiuri ilmiah memandang bahwa kegiatan ilmiah adalah kegiatan bertanya dan mencari jawab atas pertanyaan. Dalam implementasinya di bidang sains, pencarian jawab atas pertanyaan itu dijalankan dengan menggunakan metode ilmiah sebagai proses inkuiri yang meliputi: (1) mengamati dan mengeksplorasi fenomena dari alam sekitar, (2) menemukan masalah, (3) memilih masalah yang dapat dijawab dengan penyelidikan ilmiah, (4) melaksanakan eksperimen dan pengamatan untuk menemukan jawaban, (5) menarik kesimpulan berdasarkan jawaban hasil penyelidikan, (6) mengaplikasikan kesimpulan atau menemukankan masalah baru. Dalam pembelajaran di kelas sering siswa diajak untuk melakukan penyelidikan, tetapi dalam penyelidikan itu siswa hanya memverifikasi kebenaran fakta, konsep atau prinsip yang telah dipelajari dari ceramah atau buku teks. Sedangkan penyelidikan dalam inkuiri siswa mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan yang ditemukan sendiri dari pengamatan fenomena yang ditemukan di alam sekitar. Kompetensi dasar yang materi pengetahuannya tentang fisiologi, ekologi, ilmu lingkungan, dan kesehatan dapat dibelajarkan dengan pendekatan inkuiri ilmiah.23

Contoh: Kompetensi Dasar Tujuan

: Mendeskripsikan sistem gerak pada manusia dan

Pendekatan Strategi

hubungannya dengan kesehatan : Siswa menunjukkan melalui percobaan bahwa sendi pada siku berfungsi sebagai pengungkit yang dapat memudahkan dan meringankan gerak tubuh dalam mengangkat beban : indkiri ilmiah : - siswa mengangkat benda dengan tangan dengan cara siku dilipat dan siku tidak dilipat. - Siswa membandingkan gaya yang dirasakan pada tangan antara siku yang dilipat dengan tidak dilipat, serta merumuskan masalah. - Siswa melakukan percobaan dengan pesawat sederhana yaitu pengungkit. - Siswa menarik kesimpulan - Siswa mencari masalah baru mengenai fungsi sendi pada bagian tubuh yang lain.

Latihan 3.4 Carilah kompetensi dasar yang materi pengetahuannya dapat dibelajarkan dengan pendekatan inkuri ilmiah.

5. Pendekatan Kontekstual Ditinjau dari makna katanya, pendekatan kontekstrual (contextual teaching and learning/CTL) memandang pembelajaran sebagai wahana bagi siswa untuk memecahkan masalah-masalah dan mempelajari pengalaman langsung yang dijumpai di dunia nyata. Dengan pendekatan ini, pembelajaran mengangkat masalah konkrit yang banyak dihadapi siswa dalam dunia nyata menjadi masalah yang dibahas dan dipecahkan dalam proses pembelajaran di kelas. Penerapan pendekatan kontekstual memperhatikan tujuh prinsip, yaitu: constructivist, questioning, inquiry, learning community, modeling, authentic assessmen, reflecting. Dari tujuh prinsip tersebut tampak bahwa pembelajaran kontekstual mempunyai ciri-ciri: (a) menjadikan siswa mampu membangun konsep sendiri, (b) mengacu pada masalah dunia nyata, (c) memberi kesempatan untuk berinkuiri dalam memecahkan masalah, (d) mendorong para siswa untuk bekerja secara kelompok, (e) menjadikan guru dan siswa lain model perilaku belajar, (f) menggunakan sistem penilaian belajar yang otentik, dan (g) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan refleksi atas kemajuan belajarnya.24

Di samping itu pembelajaran kontekstual menyodorkan beberapa bentuk kegiatan, yaitu: relating, experiencing, applying, dan transferring (REACT). Dalam kegiatan relating siswa menghubungkan bahan ajar dengan pengatahuan atau pengalaman dunia nyata. Experiencing adalah kegiatan di mana siswa membangun konsep melalui pengalamannya sendiri. Applying merupakan kegiatan pembelajaran di mana siswa menerapkan konsep untuk memecahkan masalah baru. Sementara, transferring adalah kegiatan pembelajaran yang membawa siswa untuk mentransfer konsepnya pada masalah baru dan situasi baru. Contoh: Dengan adanya tujuh prinsip pada pembelajaran kontekstual, sebenarnya pendekatan kontekstual tidak lain adalah pendekatan inkuiri ilmiah. Maka dari itu, contoh pada Pendekatan Inkuri Ilmiah merupakan contoh dari implementasi Pendekatan Kontekstual. Latihan 3. 5 Sama dengan tugas Latihan 3.4

6. Pendekatan Belajar Kooperatif Pendekatan belajar kooperatif memandang pembelajaran dari sudut pandangan siswa sebagai masyarakat belajar. Siswa dalam satu kelas dipandang sebagai masyarakat heterogen ditinjau dari etnis, gender, sosial ekonomi, dan kemampuan. Sebagai masyarakat belajar, para siswa seharusnya berkumpul, berinteraksi, belajar bersama, dan bekerja sama untuk saling membantu. Secara khusus belajar kooperatif merupakan belajar dimana siswa saling membantu untuk berdiskusi dan berargumentasi, saling menilai serta saling mengisi antara satu dengan yang lain (Slavin, 1995). Namun, Barba (1995) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran sains belajar kooperatif bermanfaat lebih dari itu, yaitu: 1) meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok, 2) memperbaiki hubungan antara siswa yang berbeda latar belakang etnik dan kemampuannya, 3) mengembangkan keterampilan untuk memecahkan masalah melalui kelompok, 4) mendorong proses demokrasi di kelas. Secara khusus belajar kooperatif mendorong siswa yang suka belajar sendiri dan suka berkompetisi dapat menyesuaikan diri dengan teman belajarnya, sehingga mereka25

dapat mengubah kebiasaan belajarnya menjadi bentuk belajar yang bersifat kolaboratif.

B. Metodik Khusus Pembelajaran Biologi Pemahaman orang terhadap hakekat sains, hakekat belajar dan pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia pembelajaran. Secara konseptual, pandangan orang terhadap pendidikan sains semakin mengarah pada makna yang hakiki dari belajar dan pembelajaran sains. Pembelajaran sains adalah pembentukan kompetensi anak didik melalui peningkatan motivasi dan aktivitas diri siswa (competence-based learning), bukan hanya pembekalan pengetahuan melalui transfer pengetahuan dari guru ke siswa (knowledge-based learning). Pada akhir-akhir ini, dalam rangka pembaharuan pendidikan para ahli pendidikan sains lebih menganjurkan pembelajaran yang bersifat inkuiri yang konstruktivistik dari pada pembelajaran ekspositoris yang bersifat faktual. Pembelajaran sains yang berbasis kompetensi dan bersifat inkuiri memerlukan metodik khusus. Metodik khusus yang dimaksud meliputi: metode eksperimen, metode demonstrasi, metode karya wisata, dan metode proyek. Namun, metode-metode tersebut menjadi lebih efektif kalau disertai dengan metode-metode yang lain, misalnya: metode diskusi, metode simulasi.

1.

Pertanyaan dalam Pembelajaran IPA Pertanyaaan memegang peranan penting dalam pembelajaran. Tidak ada guru

yang tidak bertanya ketika melaksanakan proses pembelajaran. Pertanyaan dalam pembelajaran sains terjadi pada semua momentum pembelajaran, mulai dari kegiatan awal sampai kegiatan penutup, pada kegiatan diskusi, kegiatan eksperimen, kegiatan demonstrasi, pembelajaran di luar kelas, dan lain-lain. Pertanyaan mempunyai banyak kegunaan: (1) membimbing siswa menemukan fakta, (2) membimbing siswa untuk menemukan hubungan antara fakta, (3) membimbing siswa untuk mengolah informasi sehingga dapat dibangun konsep dan prinsip, (4) menggali dan menuntun perkembangan berpikir, (5) membimbing siswa untuk berlatih ketrampilan proses sains.

26

Pertanyaan yang dilontarkan secara acak tidak mendorong siswa untuk berpikir dan mengembangkan ide, tetapi menyebabkan mereka bingung dan sulit mencapai tujuan pembelajaran. Maka dari itu, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dalam proses pembelajaran perlu ditata. 1. Pertanyaan perlu bervariasi antara pertanyaan untuk kognitif rendah dan kognitif tinggi. 2. Pertanyaan dalam proses pembelajaran sedapat mungkin tidak monoton, artinya tidak semuanya mudah, dan tidak semuanya sukar. Pertanyaan mudah tidak mematikan semangat atau motivasi belajar, sedangkan pertanyaan yang lebih sukar menantang siswa untuk lebih giat belajar. 3. Pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi dapat disusun secara bertingkat: (a) dari yang mudah ke sukar, (b) dari faktual ke konseptual, (c) dari kognitif rendah ke yang lebih tinggi, (d) dari ketrampilan proses sains dasar ke terintegrasi. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan secara sistematik memberi arahan kepada siswa untuk menguasai pelajaran secara komulatif mulai dari yang bersifat atomistik ke yang lebih holistik.Latihan 3.6 Bacalah teks berikut, kemudian pelajarilah tingkat kesukaran dari pertanyaan dan urutan penyajiannya. Cara pemberantasan hama yang semata-mata hanya didasarkan atas penggunaan insektisida kimia apalagi dilakukan secara berlebihan, dapat menimbulkan berbagai masalah yang tidak diinginkan. Dampak yang muncul misalnya terjadinya resistensi (kekebalan) pada hama sasaran, munculnya hama-hama sekunder, merusak lingkungan bahkan lebih jauh lagi dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan ekosistem. Kemungkinan juga dapat berefek tidak baik bagi kesehatan petani itu sendiri, karena terhirup atau terhisap insektisida tersebut. Pertanyaan: 1. Dampak apa yang dapat ditimbulkan pada penggunan insktisida kimia? 2. Sebutkan dampak lain dari penggunan insektisida kimia? 3. Dengan adanya dampak, apakah insektisida kimia masih perlu terus digunakan? Berikan alasan. 4. Saran apa yang dapat kamu berikan agar petani terhindar dari efek insektisida kimia?

2.

Pembelajaran Di Luar Kelas Pembelajaran di luar kelas sangat berfaedah bagi siswa. Faedahnya adalah

siswa mendapat pengalaman belajar langsung (first-hand experiencies).27

Pembelajaran di di luar kelas bersifat kontekstual. Dunia luar kelas tidak berbatas. Dunia luar kelas menyediakan segala hal untuk dipelajari. Permen Diknas RI Nomor 22 Tahun 2006 mengisyaratkan bahwa alam tak ambang jadi guru, artinya alam tidak ada batasnya untuk dipelajari. Belajar di luar kelas dapat berlangsung mulai dari balik tembok kelas, ruang unit kesehatan sekolah, kantin, halaman sekolah, jalan raya sampai di tempat yang jauh dari sekolah. Ada kelebihan pada pembelajaran di luar kelas. (1) Siswa menemukan banyak fenomena, yaitu keadaan benda dan kejadian yang tidak sesuai antara yang teramati dengan yang dipikirkan. Fenomena seperti juga dikenal dengan istilah discrepant event (Liem, 1981). (2) Di luar kelas dapat ditemukan banyak masalah, baik yang menyangkut isu sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Masalah-masalah di luar kelas bersifat otentik, artinya ada dalam kehidupan siswa secara nyata. Maka dari itu pembelajaran di luar kelas memberikan kemudahan transfer belajar kepada siswa untuk memecahkan masalah kehidupan nyata (Thurber dan Collete, 1968). (3) Pembelajaran di luar kelas membangkitkan dan meningkatkan rasa ingin tahu, karena di luar ruangan banyak dijumpai masalah yang menantang untuk dipecahkan. (4) Di luar kelas dapat dipelajari hal-hal yang mungkin berbahaya kalau dipelajari di dalam kelas, misalnya: alat pemadam kebakaran. Di luar kelas juga dapat dipelajari benda atau kejadian yang kalau dipelajari di ruangan menimbulkan suara gaduh, misalnya: mesin bensin. (5) Pembelajaran di luar kelas memungkinkan siswa untuk mempelajari bendabenda yang berukuran besar. Sebagai suatu metode pembelajaran, pembelajaran di luar kelas dapat dilaksanakan dengan beberapa prosedur. Secara sederhana pembelajaran di luar kelas dapat dilakukan dengan prosedur pengamatan faktual. Langkah-langlahnya sebagai berikut: (1) siswa melakukan pengamatan benda, kejadian alami, (2) siswa menginterpretasi fenomena atau hal-hal yang unik, (3) siswa menemukan masalah, (4) siswa memecahkan masalah. Di samping itu, pembelajaran di luar

28

kelas dapat dilakukan dengan menerapkan prosedur inkuiri ilmiah. Di luar kelas siswa juga dapat melakukan eksperimen, bermain peran atau simulasi Pada dasarnya semua materi ajar Biologi dapat dbelajarkan atau dianjurkan dengan pembelajaran di luar kelas. Namun, dengan pertimbangan efisiensi tidak semua materi ajar biologi dibelajarkan dengan metode Pembelajaran di Luar kelas; mungkin sumber dari materi ajar berada sangat jauh dari sekolah sehingga memerlukan waktu perjalanan yang terlalu panjang dan biaya besar.

3.

Eksperimen Metode eksperimen sangat khas untuk membelajarkan prinsip atau

generalisasi dari hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Metode eksperimen memang metode yang cocok untuk konep atau prinsip tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Misalnya: konsep pernapasan dada yang menghubungkan variabel naik-turunnya tulang dada/rusuk, kembang-kempisnya rongga dada, dan keluar-masuknya udara pernapasan. Metode eksperimen dapat dibagi menjadi eksperimen sederhana, eksperimen terkontrol, dan eksperimen berujung-terbuka (open-ended experimen) (Thurber dan Collete, 1968).

a. Eksperimen Sederhana Eksperimen sederhana berlangsung dengan tahap-tahap yang sederhana. Langkah-langkahanya meliputi: 1) penyajian masalah, 2) pelaksanaan percobaan sederhana untuk pengamatan, dan 3) pengambilan kesimpulan atau pemberian penjelasan konsep. Dalam eksperimen sederhana ini tidak perlu ada variabel kontrol. Contoh, uji amilum dengan menggunakan larutan Lugol pada bahan makanan termasuk eksperimen sederhana.

b. Eksperimen terkontrol Metode eksperimen terkontrol menggunakan dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam pelaksanaannya langkahlangkah yang perlu dilaksanakan adalah: 1) pengajuan masalah, 2) pengajuan29

hipotesis, 3) pengontrolan variabel, 4) pelaksanaan eksperimen, 5) pengolahan data, dan 6) pengambilan kesimpulan. Dalam metode eksperimen terkontrol, kesimpulan yang dibuat bersifat tertutup, artinya kesimpulan itu merupakan jawaban pasti. Contoh: percobaan pemupukan nitrogen pada tamanan dilaksanakan dengan menyediakan sampel kelompok perlakuan yang dipupuk nitrogen dan kelompok kontrol berupa sampel yang tidak dipupuk nitrogen, sementara variabel lain harus sama pada kedua kelompok sampel tersebut.

c. Eksperimen berujung-terbuka Metode eksperiemen berujung-terbuka mempunyai langkah-langkah yang sama dengan metode eksperimen terkontrol. Hal yang berbeda adalah pada eksperimen berujung terbuka setelah kesimpulan dari jawaban masalah diperoleh masih diberikan atau terbuka masalah baru untuk diperdebatkan. Dengan kata lain jawaban dari masalah dapat menimbulkan masalah baru atau hipotesis baru, sementara pada eksperimen berujung tertutup kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban yang yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Lebih dari itu, tingkat kesukaran dari metode eksperimen berujung terbuka dapat dibuat lebih kompleks, misalnya: variabel bebas yang dimanipulasi dapat lebih dari satu, analisis data dapat dibuat lebih kompleks. Di samping itu, kalau pada metode eksperimen sederhana dan eksperimen tertutup perumusan masalah, hipotesis dan rancangan eksperimen diresepkan oleh guru, pada metode eksperimen terbuka siswa dapat diminta untuk merumuskan atau merancangnya sendiri. Contoh: pada eksperimen pemupukan tanaman dengan nitrogen (lihat contoh pada eksperimen terkontrol) setelah kesimpulan dicapai, kepada siswa diajukan masalah baru, misalnya:Pada tanah pertanian yang strukturnya berbeda apakahp jenis puuk nitrogen yang diperlukan berbeda?

Latihan 3.7 Carilah contoh kompetensi dasar yang dapat dibelajarkan dengan metode: (1) eksperimen sederhana, (2) eksperimen terkontrol, (3) eksperimen ujung terbuka.30

4.

Demonstrasi Metode demonstrasi tergolong pada pendekatan ekspositori. Dalam

pembelajaran sains, metode demonstrasi sering digunakan untuk memperagakan: (1) cara menggunakan alat, (2) prinsip dan prosedur kerja suatu alat, (3) .prosedur pelaksanaan percobaan/eksperimen, (4) fenomena alam dalam rangka pemahaman suatu konsep atau prinsip sains. Dalam pembelajaran sains, demonstrasi dapat memberi fasilitas kepada siswa untuk meningkatkan ketrampilan proses sains, antara lain: (1) meningkatkan ketrampilan mengamati dan rasa ingin tahu, (2) meningkatkan ketrampilan memprediksi, inferensi, dan komunikasi, (3) meningkatkan kejelian terhadap adanya masalah (menemukan masalah), (4) memberi arah untuk menemukan hipotesis, (5) memberi inspirasi untuk merancang investigasi. Demonstrasi meliputi kegiatan memamerkan dan menjelaskan (pada pihak guru), mengamati dan redemonstrasi (pada pihak siswa). Demonstrasi menjadikan bahan ajar lebih konkret dan lebih nyata bagi siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyaksikan atau mengalami kejadian atau ketrampilan nyata. 1) Penerapan demonstrasi sebagai metode yang berdiri sendiri dapat dijalankan dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Joice and Well dalam Louisell (1992): (1) pembukaan, (2) menyajikan pengetahuan prasyarat atau rasional, (3) menampilkan model dengan benar, (4) memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih (redemonstrasi) dalam kondisi terkontrol, (5) memberi kesempatan kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan dan pengalamannya ke situasi yang kompleks. Dalam mempersiapkan metode demonstrasi guru dituntut untuk: (1) mempelajari dan menguasai konsep dan ketrampilan yang akan didemonstrasikan, (2) memecah-memecah konsep atau ketrampilan menjadi komponen-komponen lebih kecil dan mengaturnya dalam urutan belajar yang sesuai, (3) menjalankan langkah-langkah demonstrasi tahap-demi-tahap. Jika demonstrasi digunakan dalam kombinasi dengan metode-metode yang lain, pelaksanaan demonstrasi dapat ditempatkan pada awal, inti atau penutup pelajaran. Pada awal pelajaran, demonstrasi dimaksudkan untuk membangkitkan31

motivasi belajar, memberi kesempatan siswa untuk mengeksplorasi fenomena dan masalah, serta menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang sedang dipelajari. Pada inti pelajaran demonstrasi bermanfaat untuk menjelaskan konsep atau prinsip. Pada akhir pelajaran demonstrasi digunakan untuk mengembangkan masalah baru, dan menilai hasil belajar siswa. Contoh: (1) demonstrasi penggunaan mikroskop adalah contoh demonstrasi untuk penggunaan alat, (2) demonstrasi percobaan Ingenhauz untuk menjelaskan konsep bahwa fotosintesis memerlukan oksigen, (3) demonstrasi dengan menunjukkan melengkungnya ujung ranting pohon ke arah vertikal untuk menyajikan fenomena alam. Latihan 3.8 Carilah kompetensi dasar yang memerlukan bahan demonstrasi tentang cara penggunaan alat, fenomena alam, penjelsan konsep atau prinsip.

5.

Bermain Peran (Simulasi) Bermain peran atau simulasi adalah suatu metode pembelajaran mengenai

fakta, konsep atau prinsip tertentu melalui pengalaman yang terdramatisasikan. Siswa diminta untuk bermain drama. Para pemain ditugasi untuk memainkan peran dari orang, benda, kejadian atau situasi alam yang menjadi bagian dari fakta, konsep atau prinsip.. Permainan peran menyajikan suatu konteks pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Permainan peran membawa segmen-segmen kurikulum lebih dekat kepada siswa, dan mengaktualisasikan situasi-situasi yang jauh dari pengamatannya menjadi pengalaman yang dekat dengan dirinya. Permainan peran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami atau menghayati banyak kejadian yang tidak dapat diamati secara langsung. Permainan peran itu merupakan suatu pengalaman untuk menampilkan interpretasinya tentang realita. Simulasi dapat mempunyai tingkat struktur yang bervariasi. Pada anak muda peran-perannya dapat dirinci secara detil untuk menampilkan fakta-fakta dan pengambilan kesimpulan yang bersifat tertutup. Pada siswa yang lebih tua atau32

lebih berpengalaman peran-perannya dapat berujung terbuka untuk membuat interpretasi individual. Dalam penggunaan simulasi, guru harus membuat perencanaan, membuat skenario permainan, merancang fasilitas, dan berdiskusi mengenai peran-peran yang dimainkan bersama siswa. Tahap-tahap pokok yang perlu diikuti oleh guru untuk mengimplementasikan kegiatan simulasi adalah: (1) menjelaskan tugas, (2) mendeskripsikan peran-peran yang dimainkan dan mengidentifikasi permainan, (3) memberi kesempatan kepada pemain untuk menyiapkan interpretasinya dan membantu pemain jika diperlukan, (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk menjalankan kegiatan bermain peran, (5) memberi kesempatan berdiskusi tentang kegiatan, menggali implikasinya. Contoh: konsep peredaran darah manusia dapat disimulasikan dengan menggambar alat peredaran darah di lantai kelas, kemudian siswa berperan sebagai darah yang berjalan mulai jantung menyusurui semua pembuluh darah. Peran siswa dapat diganti dengan mainan mobil-mobilan yang dijalankan oleh siswa menyusuri pembuluh-pembuluh darah sesuai dengan arah aliran darah. Latihan 3.9 Carilah konsep yang dapat dibelajarkan dengan simulasi, dan rancanglah skenario permainannya.

6.

Pembelajaran Sains dengan Media Pembelajaran dengan metode demonstrasi, eksperimen dan simulasi

sebenarnya merupakan pembelajaran dengan menggunakan media. Rangkaian alat atau bahan yang didemonstrasikan adalah media. Rakitan peralatan dan bahan eksperimen adalah media. Adegan-adegan yang disimulasikan atau alat dan bahan yang digunakan dalam permainan adalah media. Media adalah barang, alat atau bahan yang digunakan dalam pembelajaran sebagai sumber informasi dan/atau untuk menyampaikan informasi bahan ajar. Media dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan jenis pengalaman yang diperoleh siswa: (1) media enactive atau media yang memberi pengalaman langsung (realia, pameran, simulasi, dan model), (2) media iconok atau media33

yang memberi pengalaman econic (rekaman multimedia, rekaman foto, rekaman suara), (3) media verbal adalah media yang memberi pengalaman verbal (gambar, kata-kata atau simbol). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan media adalah prinsip-prinsip penggunaan media dalam pembelajaran. 1) Pembelajaran dengan media sebaiknya mendahulukan prioritas penggunaan media enacvtive, kemudian pengalaman iconic, dan pengalaman verbal. 2) Peragaan media harus pada posisi yang dapat diamati dengan jelas oleh semua siswa. Gunakan meja demonstrasi, kalau ada. 3) Guru (atau murid) yang menampilkan media sebaiknya berdiri di antara meja demonstrasi dengan papan tulis. 4) Guru harus betul-betul menguasai konsep yang diajarkan dengan media, sehingga peragaan bisa lancar dan tidak mengalami miskonsepsi.

7.

Diskusi Diskusi adalah pembicaraan dalam sekelompok orang yang anggotanya

terdiri dari dua orang atau lebih. Di dalam diskusi terjadi tukar-menukar pikiran, yang dapat dikemukakan dengan pertanyaan dan/atau pendapat. a. Diskusi Terbimbing Diskusi terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengajak siswa untuk berpikir tingkat tinggi sebagaimana mereka menjawab pertanyaanpertanyaan analisis, sintesis, dan evaluasi (Louisell, 1992). Tujuan dari diskusi yang utama adalah membantu siswa untuk mampu berpikir kritis-kreatif. Dalam diskusi biasanya digunakan pertanyaan-pertanyaan konvergen, pertanyaan divergen, dan pertanyaan evaluatif. Pertanyaan dibedakan menjadi empat macam, yaitu pertanyaan ingatan, pertanyaan konvergen, pertanyaan divergen, dan pertanyaan evaluatif (Martin, dkk, 1997). Pertanyaan ingatan adalah pertanyaan yang meminta siswa untuk mengingat fakta, konsep, rumus, prosedur. Contoh: (1) Berapa rata-rata suhu tubuh orang sehat?, (2) Apa yang dimaksud dengan fotosintesis?, (3) Tuliskan rumus gigi orang dewasa, (4) Bagaimana urutan langkah-langkah proses pembuatan tape?34

Pertanyaan konvergen adalah pertanyaan yang hanya mempunyai satu jawaban benar, dan jawabannya memerlukan penjelasan. Pertanyaan ini dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengaplikasikan dan menganalisis informasi, memecahkan masalah, dan sangat berguna untuk merangsang timbulnya ketrampilan proses: pengukuran, komunikasi, pembandingan (comparing), dan pembedaan (contrasting). Contoh: (1) Bagaimana hubungan antara masuk-keluarnya udara pernapasan dengan naik-turunnya dada? (2) Amatilah preparat sel otot polos dan otot lurik; apa perbedaannya? Pertanyaan divergen adalah pertanyaan yang mempunyai beberapa kemungkinan jawaban benar. Pertanyaan itu berguna untuk mendorong kemampuan berpikir kemungkinan (possibility thinking) dan kreativitas. Pertanyaan ini merangsang siswa berpikir secara bebas. Pertanyaan divergen memerlukan atau mendorong terbentuknya kemampuan berpikir analisis, sintesis dan mendorong kemampuan siswa untuk kreatif dalam memecahkan masalah, terbentuknya ketrampilan proses terintegrasi (membuat hipotesis dan eksperimen). Contoh: (1) Bagaimana sifat keturunan anaknya, jika ayam leghorn dikawinkan dengan ayam kedu? (2) Di pulau apa di Indonesia yang terjadi hujan pada waktu matahari melintas di utara katulistiwa? Pertanyaan evaluatif adalah pertanyaan yang meminta siswa untuk membuat dan mengambil keputusan. Pertanyaan ini mendorong siswa untuk dapat memilih, menilai, mengambil keputusan, mengkritik, mempertahankan pendapat, dan menghakimi. Pertanyaan Mengapa, biasanya perlu disertakan pada pertanyaan evaluatif. Ketrampilan proses yang dapat dirangsang dengan pertanyaan evaluatif. Contoh: (1) Mana yang lebih kamu sukai, menanam mangga dari bibit cangkokan atau bibit persemaian biji? Mengapa?, (2) Apa yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten Malang agar hutan di Cagar Alam Pulau Sempu tetap lestari? Diskusi terbimbing dengan menggunakan pertanyaan konvergen menekankan pada siswa untuk berpikir konvergen yaitu berpikir pemahaman dan aplikatif. Diskusi dengan pertanyaan konvergen termasuk kegiatan pembelajaran yang35

berujung tertutup (close-ended activity), artinya kegiatan diskusi diakhiri dengan satu kesimpulan yang benar. Diskusi dengan pertanyaan divergen mengarahkan siswa untuk mampu berpikir divergen dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan analisis, sintesis dan evaluasi. Diskusi dengan pertanyaan divergen ini termasuk kegiatan pembelajaran berujung-terbuka (open-ended activity), artinya kegiatan diskusi diakhiri dengan masih adanya masalah-masalah baru yang siswa ingin tahu jawabannya. Diskusi terbimbing juga bisa menggunakan pertanyaan konvergen dan divergen sekaligus. Dalam hal ini, pertanyaan analisis harus diberikan lebih dulu, kemudian diteruskan dengan pertanyaan sintesis dan evaluasi.

a. Diskusi Bebas (Kelompok Kecil) Diskusi bebas dilaksanakan oleh siswa tanpa dipandu oleh guru. Peranan guru dalam kegiatan diskusi bebas lebih banyak hanya sebagai motivator, fasilitator, organisator, evaluator. Diskusi bebas sebaiknya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kelompok kecil. Diskusi bebas dapat dilakukan dengan panduan pertanyaan, atau tanpa panduan pertanyaan. Bila digunakan panduan pertanyaan, sebaiknya digunakan pertanyaan divergen. Jika tidak menggunakan panduan, siswa bebas memilih atau menemukan masalah sendiri untuk dipecahkan. Pada akhir-akhir ini, banyak variasi metode diskusi digunakan secara intensif pada model-model pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar kooperatif. Pada belajar kooperatif ada model atau tipe: Student Tean Achievement Division, Jigsaw, Group Investgation, Think Pare Share, dan lain-lain.

8.

Pengajaran dengan Teks Belajar dengan menggunakan buku teks atau bahan cetak yang lain

merupakan salah satu cara belajar yang amat penting. Belajar dengan buku teks tidak sekedar membaca uraian pengetahuan yang tertulis dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di akhir tulisan. Siswa dapat membangun konsep melalui belajar dengan buku teks. Belajar dengan cara membaca buku teks juga penting dalam pembelajaran sains, mengingat pengetahuan biologi sudah banyak yang ditulis dalam buku-buku teks. Guru dapat mengajak siswa belajar dengan36

buku melalui salah satu diantara tiga cara, yaitu: teknik membaca reflektif, teknik Quest, dan teknik MPI (Barba, 1995) a. Membaca Reflektif Teknik membaca reflektif dikembangkan oleh Harold Herber (Barba, 1995). Teknik membaca reflektif ini dikenal dengan istilah Teaching Reading in Content Area (TRICA). Teknik membaca reflektif memberi kesempatan kepada murid dan guru untuk untuk membangun pengertian melalui bacaan pada tingkatan literal, interpretatif, dan aplikatif. Dalam hal ini guru dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan untuk membantu siswa membangun pengertiannya. 1. Pada tingkat literal, guru dapat mengajukan pertanyaan yang meminta siswa untuk menceritakan kembali isi bacaan. Misalnya: Coba ceritakan kembali apa yang telah kamu baca. 2. Pada tingkat interpretatif, guru dapat mengajukan pertanyaan yang membantu siswa untuk memeras inti sari dari bacaan. Misalnya: Apa yang dimaksud oleh penulis pada bacaan tersebut?, Apa gagasan pokok yang ingin disampaikan penulis dalam bacaan tersebut? 3. Pada tingkat aplikatif guru dapat mengajukan pertanyaan yang membawa anak untuk menghubungkan pengetahuan dari buku teks dengan pengetahuan atau pengalamannya sendiri. Misalnya: Adakah hubungan antara pengetahuan baru yang kamu terima dari bacaan dengan pengetahuan yang telah kamu kuasai dalam bidang yang sama?

b. QUEST (Questions that Stimulate Thinking) Teknik QUEST juga merupakan cara yang baik untuk membantu siswa dalam membangun pengertian melalui bahan bacaan. Jika kegiatan membaca buku teks pada umumnya terarah hanya sampai tingkat literal, teknik QUEST mencoba untuk meningkatkan pertanyaan untuk memahami bacaan ke tingkat berpikir inferensial, interpretatif, dan akhirnya sampai pada tingkat berpikir generalisasi, aplikasi, dan evaluasi (Singer dan Simonsen, dalam Barba, 1995).

37

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran dengan teknik QUEST adalah sebagai berikut. Misalnya, bacaan yang digunakan mengenai kerajaan-kerajaan organisme. 1. Pertama guru meminta siswa untuk membaca buku teks untuk memperoleh informasi. 2. Guru memimpin diskusi yang mengarahkan siswa untuk menghafal informasi yang baru dibaca. Diskusi itu dirangsang dengan suatu pertanyaan pemusat (focusing question). Andaikan bacaannya menyangkut kerajaan organisme, pertanyaannya berbunyi: Apakah kamu dapat membuat ringkasan tentang ciri-ciri tumbuhan? 3. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan yang lebih luas (extending question), misalnya: Siapa di antara kalian dapat memberi informasi lebih luas tentang tumbuhan? 4. Ketiga pertanyaan di atas dapat diulang pada hewan, protista, monera, dan fungi. 5. Setelah informasi tingkat literal dibahas dengan ketiga pertanyaan diatas, langkah berikutnya adalah membawa anak untuk berpikir abstrak tentang ciriciri umum dari tiap-tiap kerajaan organisme. Untuk ini dapat diajukan pertanyaan untuk meningkatkan pemikiran (lifting question), misalnya: Apa kesamaan dari semua organisme yang ada di muka bumi ini? 6. Pertanyaan diatas membawa anak ke suatu definisi tentang makhluk hidup. Selanjutnya guru dapat menilai kualitas jawabannya dengan bertanya: Apakah tomat termasuk makhluk hidup? Bagaimana kita tahu?, Apakah bakteri termasuk makhluk hidup? Jelaskan jawabanmu?

c. Metode Berpikir Induktif Metode Berpikir Induktif (MPI) merupakan metode untuk membantu anak untuk membangun pemahaman dari bahan-bahan verbal atau bahan bacaan. Dalam penggunaan metode MPI ini, guru menanyakan satu seri pertanyaan yang tingkat kekomplekannya diatur secara bertingkat. Teknik MPI membawa anak untuk bergerak dari berpikir konkret tentang fakta ke berpikir abstrak yang menyangkut prinsip. Berikut ini ada sembilan tahap berpikir pada prosedur MPI.38

1. Menyebutkan dan mendaftar: Apakah yang telah kamu amati? 2. Mengelompokkan: Mana yang termasuk ...........? 3. Memberi nama dan mengkategorikan: Nama apakah yang tepat untuk kelompok ini? 4. Indentifikasi: Apa yang kamu amati? 5. Menjelaskan informasi yang teridentifikasi: Mengapa hal itu terjadi? 6. Inferensi: Apa yang dimaksud dengan .....? 7. Prediksi akibat dan menyusun hipotesis: Apa yang akan terjadi, jika .........? 8. Menjelaskan dan/atau mendukung prediksi: Mengapa kamu berpikir bahwa hal itu akan terjadi? 9. Verifikasi prediksi: Apa yang dapat menunjukkan bahwa prediksimu benar? Pernahkah kamu menunjukkan bukti yang dapat mendukung prediksimu? (Singer dan Simonsen, dalam Barba, 1995: 303) Diantara sembilan pertanyaan di atas, pertanyaan ke 1 3 merupakan metode mengajar induktif yang melibatkan pendeskripsian dan pengkategorian informasi yang dijumpai dalam bacaan. Pertanyaan ke 4 6 adalah penginterpretasian informasi. Pertanyaan ke 7 9 melibatkan penyusunan dan pengujian hipotesis. Bila dilihat dari contoh pertanyaannya (misalnya:Apakah yang kamu amati atau tampak olehmu?) tampaknya teknik MPI ini dapat digunakan untuk membantu siswa memahami konsep pengetahuan melalui pengamatan kejadian empirik. Contoh: Latihan 3.6. dapat digunakan sebagai contoh pengajaran dengan teks.

39

BAB IV MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI

Pembelajaran biologi masa kini seharusnya menerapkan model-model pembelajaran inovatif yang menginplementasikan paradigma pendidikan baru. Paradigma pendidikan yang diharapkan untuk digunakan dalam Pembelajaran Biologi masa kini adalah paradigma pembelajaran konstruktivisme, dan menerapkan pendekatan inkuiri ilmiah, pendekatan kontekstual, dan pendekatan belajar kooperatif. Banyak model pembelajaran yang menerapkan pendekatanpendekatan tersebut, antara lain: Model Siklus Belajar dan model Problem-Based Learning. Meskipun demikian, dalam pembelajaran masa kini masih ada kemungkinan digunakan paradigma behaviorisme dan pendekatan ekspositori, terutama untuk bahan-bahan ajar yang menyangkut konsep-konsep baku (wellstrctured kenowledge) dan ketrampilan dasar (basic skills). Bahan-bahan ajar sepeti itiu dapat dibelajarkan dengan beberapa tipe atau model pembelajaran dari pendekatan belajar kooperatif: Student Teams Achievement Divisons (STAD), Jigsaw, Group Investigation, dan lain-lain

A. Siklus Belajar Model siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran yang khas untuk pembelajaran Biologi. Siklus belajar sebenarnya merupakan cara berpikir dan bertindak sesuai dengan bagaimana siswa belajar. Pernyataan itu menunjukkan bahwa siklus belajar mempunyai relevansi dengan langkah-langkah belajar sains. Siklus belajar yang dimaksud di sini adalah siklus belajar yang terdiri dari empat langkah atau empat tahap (4-E) yaitu: eksplorasi (exploration), eksplanasi (explanation), ekspansi (expansion), dan evaluasi (evaluation) (Martin, 1997). Tahap I: Eksplorasi Tahap eksplorasi adalah tahap pembelajaran awal. Pada tahap ini siswa menggali, memperoleh, dan merekam informasi awal dari lingkungannya sendiri. Informasi awal yang digali siswa sebaiknya informasi yang berupa fenomena.40

Fenomena adalah kejadian atau isu yang menakjubkan, yang merangsang siswa untuk berpikir lebih lanjut. Fenomena yang ditemukan siswa akan memperkuat proses asimilasi mental, selain itu juga merangsang ketidakseimbangan mental (mental disequilibrium) atau konflik kognitif. Konflik kognitif akan membawa terjadinya proses akomodasi dalam pemikiran siswa. Pengetahuan awal itu menjadi modal untuk dibangun menjadi konsep-konsep baru. Pada tahap awal pembelajaran guru sebaiknya tidak menjelaskan, tetapi menyodorkan fenomena dan mengajukan masalah atau pertanyaan untuk membimbing siswa melakukan proes sains yaitu observasi dan penemuan masalah. Ini merupakan bagian awal dari proses inkuris ilmiah. Pertanyaan guru sebaiknya pertanyaan divergen, agar siswa mengalami konflik kognitif. Konflik kognitif akan membangkitkan motivasi belajar.

Tahap I EksplorasiBerpusat siswa, kooperati, pertanyaan inkuari Pertanyaa n divergen kemudian konvergen

Tahap II EksplanasiKonsep terbentuk; Pengertian terbangun

Tahap III EkspansiSiswa menerapkan dan memperluas konsep

Tahap III EvaluasiEvaluasi formal dan informal selama siklus belajar

Pertanyaan divergen, konvergen, evaluatif

Gambar 4.1 Siklus belajar (Martin, 1997)

Tahap II: Eksplanasi Tahap eksplanasi adalah tahap pembelajaran bagi siswa untuk mengakomodasikan pikiran yang konflik pada tahap eksplorasi. Tahap ini merupakan tahap untuk menemukan atau membangun konsep baru. Pada tahap ini siswa menggali informasi pengetahuan lebih luas, melakukan pengamatan lebih banyak dan lebih seksama, mengumpulkan dan merepresentasikan data hasil pengamatan. Pengamatan sebaiknya dilakukan dengan demonstrasi, eksperimen atau belajar di luar kelas. Selanjutnya siswa menganalisis data untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang lebih abstrak.

41

Tugas guru pada tahap eksplanasi adalah: (1) memilih dan mengatur lingkungan kelas, (2) membimbing siswa untuk bekerja dan berpikir sehingga konsep yang dipelajari dapat dibangun oleh siswa secara kooperatif. Pada awal tahap eksplanasi bimbingan guru diberikan adalah memperjelas masalah yang ditemukan atau dikemukakan pada kegiatan awal melalui pertanyaan konvergen. Pertanyaan itu mengarahkan siswa untuk merumuskan suatu masalah yang paling relevan dengan konsep yang dipelajari. Selanjutnya, dalam rangka penemuan jawaban atas masalah yang terlah dirumuskan secara jelas siswa dibimbing untuk melakukan pengamatan. Pengamatan dapat dilakukan dengan kegiatan percobaan (demonstrasi atau eksperimen), atau pengematan di luar kelas. Sebagai bagian dari kegiatan inkuiri, dalam dalam pengamatan siswa didorong untuk melakukan pencatatan data dan analisis data untuk menarik kesimpulan. Percobaan dan diskusi analisis data sangat bermanfaat bagi siswa jika dilakukan dalam bentuk kerja kelompok kecil. Demikian juga keitika siswa harus menarik kesimpulan. Bimbingan yang diberikan oleh guru selama pengamatan, diskusi hasil pengamatan, dan penarikan kesimpulan adalah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terpadu antara pertanyaan divergen dan konvergen. Jika siswa sudah sampai pada kesimpulan yang benar, berarti konsep yang dipelajari sudah ditemukan atau dibangun. Pada saat ini guru berkewajiban mengenalkan bahasa khusus untuk konsep yang ditemukan. Misalnya, setelah percobaan siswa berkesimpulan bahwa udara masuk ke dalam paru-paru karena mengembangnya rongga, maka guru harus memberitahukan bahwa peristiwa itu disebut inspirasi. Kemudian siswa diminta untuk membuat definisi dari kata inspirasi. Pada tahap eksplanasi guru bisa memberikan penjelasan secara verbal, khususnya jika konsep yang dipelajari tidak dapat dicari penjelasannya melalui pengamatan konkret. Namun, perlu diingat bahwa guru tidak selayaknya mendominasi kegiatan belajar mengajar. Tahap III: Ekspansi Proses inkuiri pada pembelajaran dengan siklus belajar ini tidak berhenti sampai pada ditemukannya kesimpulan atau dijelaskannya konsep pokok yang dipelajari. Pembelajaran masih perlu dilanjutkan sampai siswa memantapkan diri42

atas konsep yang telah dipelajari. Siswa melakukan pemantapan dengan mengkonsolidasikan konsep baru dengan konsep lama, siswa merefleksi konflik kognitif yang dialami pada kegiatan eksplorasi dengan kesimpulan yang ditemukan pada kegiatan eksplanasi. Pada pendekatan kontekstual, konsolidasi konsep ini disebut refleksi. Lebih dari itu, siswa masih perlu dibimbing untuk menemukan aplikasi dari konsep yang baru ditemukan. Kegiatan ekspansi akan sangat bermanfaat jika tugas pengembangan konsep itu diberikan dengan mengintegrasikan isu-isu sa-ling-te-mas. Kegiatan ekspansi dapat dilaksanakan pada bagian akhir pertemuan. Jika tugasnya mencakup skala yang lebih luas, kegiatannya dapat berupa tugas rumah, tugas di luar kelas. Tahap IV: Evaluasi Tahap evaluasi pada siklus belajar bertujuan untuk mengatasi tipe-tipe tes yang terstandarisasi (standardized test). Belajar sering berlangsung pada kejadiankejadian kecil sebelum lompatan pemahaman mental yang lebih besar terjadi. Maka dari itu evaluasi harus berkesinambungan, tidak hanya pada akhir satuan pelajaran, tetapi di sepanjang proses pembelajaran. Beberapa tipe evaluasi perlu diterapkan untuk mengukur ketrampilan kognitif, ketrampilan proses sains, ketrampilan motorik, dan sikap. Bentuk tesnya dapat berupa tes jawaban lisan, tes tertulis, dan te