pengembangan agribisnis beras beraroma “mandoti”
TRANSCRIPT
OPEN ACCES
Vol. 13 No. 2: 238-247 Oktober 2020
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal AgribisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.238-247
Pengembangan Agribisnis Beras Beraroma “Mandoti”
di Kabupaten Enrekang
(Agribusiness Development of Flavor Rice “Mandoti” in Enrekang
District)
Omar Khayam1, Irmayani1 dan Amaluddin2
1 Department of Agribusiness,Post Graduate Muhammadiyah University of Parepare,Email :
[email protected], [email protected] 2 Department of English Education Post Graduate Muhammadiyah University of Parepare, Email
:[email protected], Info Artikel:
Diterima: 22 Sept. 2020
Disetujui: 22 Okt. 2020
Dipublikasi: 25 Okt. 2020
Research Artiecle
Keyword:
Agribusiness, Flavor Rice,
Mandoti,
Korespondensi:
Irmayani
Muhammadiyah University of
Parepare. Parepare, Indonesia
Email: [email protected]
Copyright© Oktober 2020
AGRIKAN
Abstrak. Kabupaten Enrekang merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan dengan topografi penghasil
komoditi sayur-sayuran, tetapi selain itu daerah ini juga menghasilkan komoditi unggulan yang hanya
dihasilkan pada Desa Salukanan, Kecamatan Baraka yaitu padi lokal beras beraroma yang dikenal dengan
"Pulu Mandoti". Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor eksternal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor internal (peluang dan ancaman) untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis beras beraroma
"Pulu Mandoti". Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang, dengan menentukan beberapa
responden yang melibatkan kepala dinas pertanian, epala bappeda, ketua gapoktan. analisis yang digunakan
adalah analysis hierarki process, yang menunjukkan bahwa strategi pengembangan beras beraroma yang
dikenal dengan "Pulu Mandoti" dimulai dari aspek tehnis, aspek kebijakan dan aspek ekonomi.
Abstract. Enrekang Regency is one of the areas in South Sulawesi with a topography of producing vegetable
commodities, but apart from that this area also produces superior commodities that are only produced in
Salukanan Village, Baraka District, namely local rice flavored rice known as "Pulu Mandoti". This study aims
to analyze external factors (strengths and weaknesses) and internal factors (opportunities and threats) to
formulate a development strategy for agribusiness development of "Pulu Mandoti" flavored rice. This research
was carried out in Enrekang Regency, by determining several respondents who involved the head of the
agriculture department, epala Bappeda, the head of Gapoktan. The analysis used is process hierarchical
analysis, which shows that the strategy to develop flavored rice known as "Pulu Mandoti" starts from
technical aspects, policy aspects and economic aspects.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang
banyak menyandarkan kebutuhan masyarakat dari
sektor pertanian.Oleh karena itu pembangunan
pertanian merupakan syarat mutlak untuk
melaksanakan pembangunan perekonomian
negara.Pembangunan pertanian merupakan bagian
dari pembangunan nasional. Program
pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah
rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani
dan mendorong berkembangnya sistem agribisnis,
serta usaha usaha agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan serta desentralisasi
dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan perekonomian rakyat
Indonesia dapat dilakukan melalui kegiatan
agribisnis, karena dapat meningkatkan produk
domestik bruto, kesempatan kerja dan berusaha,
pangsa pasar dan ekspor, pendapatan petani,
produktivitas perekonomian pedesaan serta
mengurangi kantong kantong kemiskinan
(Sartidjo,et al. 2007). Diterapkannya sistem
otonomi daerah melalui Undang Undang Nomor
22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014 telah
menegaskan bahwa setiap daerah diberikan
kewenangan dalam mengolah pembangunan
secara mandiri. Sejalan dengan hal tersebut
berdampak pada setiap daerah berlomba-lomba
untuk dapat mengangkat potensi spesifik lokasi
agar memiliki daya saing dengan daerah lainnya.
Kabupaten Enrekang sebagai salah satu
Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, perlu
menggali dan mengoptimalkan berbagai potensi
yang ada dalam rangka mendorong pembangunan
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
239
pertanian berbasis agribisnis dan meningkatkan
kesejaheraan masyarakat.Salah satu upaya untuk
mencapai hal tersebut adalah mendesain startegi
pembangunan pertanian yang diarahkan pada
pemanfaatan keunggulan daerah terutama pada
sektor komoditi lokal yang memiliki potensi
untuk dikembangkan.Sektor tanaman pangan
merupakan salah satu sektor yang memiliki
potensi untuk dikembangkan di Kabupaten
Enrekang, terutama pada beberapa komoditi
seperti komoditi padi lokal.Kabupaten Enrekang
merupakan salah satu daerah pengembangan padi
local di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data
statistik Tahun 2016 produksi beras di Kabupaten
Enrekang sebesar 50.149 Ton dengan luas padi
sawah 10.487 Ha.
“Pulu Mandoti” adalah varietas padi lokal
dan merupakan satu jenis padi yang
dibudidayakan di Kabupaten Enrekang tepatnya
di Desa Salukanan Kecamatan Baraka. Selaian di
Desa Salukanan benih padi tersebut tetap tumbuh,
namun roma dan rasa dari Pulut tersebut
berbeda.Hal inilah yang membuat varietas ini
berbeda dan memiliki nilai jual
tersendiri.Pengembangan Komoditas “Pulut
Mandoti” di Kabupaten Enrekang sebagai
komoditas unggulan sangat penting dalam rangka
meningkatkan produktifitas dan daya saing.Oleh
karena itu dukungan pemerintah dan politis
daerah sangat diperlukan melalui berbagai
regulasi yang diciptakan untuk menciptakan
berbagai kemudahan bagi kegiatan agribisnis
yang diharapkan dapat mendongkrak daya saing
komoditas.Sehubungan dengan kondisi tersebut
maka perlu dirumuskan pengembangan
komoditas unggulan khususnya pulut mandoti
agar kedepankomoditi “Pulut Mandoti” dapat
lebih berkembang dan daya saing semakin
kompetitif.
1.2.Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan latar belakang, maka tujuan
utama dari penulisan ini adalah merumuskan
prospek dan peluang pengembangan agribisnis
beras lokal. Sehingga untuk menjawab tujuan
tersebut, maka tujuan spesifik dari penulisan ini
adalah :
1. Menganalisis faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor eksternal(peluang dan
ancaman) dalam strategi pengembangan “pulut
mandoti” di Desa Salukanan Kecamatan
Baraka.
2. Merumuskan strategi pengembangan agribinis
“pulut mandoti” di Kabupaten Enrekang.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten
Enrekang dengan pertimbangan bahwa wilayah
ini merupakan daerah yang memiliki komoditi
pulut Mandoti. Lokasi penilitian berada pada
Kecamatan Baraka Desa Salukanan sebagai sentra
Pulut Mandoti di Kabupaten Enrekang.
2.2. Desain Penelitian Sampel
Untuk sample dalam penelitian ini adalah
stakeholder yang terkait dengan upaya
pengembangan agribisnis pulut mandoti di
Kabupaten Enrekang yaitu Kepala Dinas Pertanian
dan Perkebunan, Kepala Bappeda, Anggota DPRD,
Dosen Perguruan tinggi setempat, Kepala Seksi
Dinas Pertanian dan Ketua GAPOKTAN di
Kecamatan Desa Salukanan
2.3. Instrumen Penelitian
Adapun instrument yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu pedoman wawancara berupa
kuisioner yang akan ditanyakan sesuai dengan
tujuan penelitian, khususnya terkait dengan upaya
strategi pengembangan Pulut Mandoti. Selain itu
di lapangan kuisioner ini bisa dikembangkan,
sehingga memunculkan banyak pertanyaan yang
dimaksudkan untuk menggali informasi secara
mendalam.
2.4. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
wilayah yang menjadi sentra produksi Pulut
Mandoti yaitu Kecamatan Baraka Desa Salukanan
Adapun Jumlah responden sebnayak 16 Orang
yaitu para stakeholder yang berkepentingan dan
berperan dalam pengembangan Pulut Mandoti di
Kabupaten Enrekang, terdiri dari Kepala Dinas
Pertanian 1 Orang, Kepala Bappeda 1 Orang,
Kabid dan Kasi Bidang Hortikultura sebanyak 4
Orang, Anggota DPRD 1 Orang, 8 Orang ketua
GAPOKTAN di Desa Salukanan dan 1 orang dari
perguruan tinggi setempat.
2.5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara langsung responden kuntuk
mendapatkan informasi dan gambaran umum
mengenai hal hal yang berhubungan dengan
penelitian ini, serta mendapatkan informasi
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
240
mengenai faktor faktor internal dan eksternal yang
dapat mempengaruhi pengembangan Pulut
Mandoti di Kabupaten Enrekang.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari
berbagai instansi terkait dengan penelitian ini
berupa dokumen dokumen kebijakan, publikasi
hasil penelitian dan berbagai referensi lainnya.
Instansi instansi tersebut antara lain Badan Pusat
Statistik Kabupaten Enrekang dan Data Dinas
Pertanian Kabupaten Enrekang.
Data data yang telah diperoleh baik melalui
studi primer maupun sekunder selanjutnya
dianalisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai
dan kriteria data yang diperlukan seperti pada
tabel 3 di bawah ini
2.6. Teknik Analisis Data
Berbagai metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah proses hiraki analitik
(PHA) dan analisis deskriptif.
2.7. Proses Hiraki Analitik (PHA)
Skala prioritas dari berbagai upaya
pengembangan komoditas unggulan ditentukan
untuk memudahkan pengambilan kebijakan
berdasarkan preferensi berbagai pihak. Kriteria
kriteria yang berpengaruh disintesis dalam hiraki.
Analisis yang dipergunakan adalah proses hiraki
anlitik (PHA) atau yang biasa dikenal dengan The
analitic hirerachy process(AHP). Menurut Latifah
(2005), AHP digunakan pada kondisi dimana
terdapat proses pengambilan keputusan cara
kompleks yang melibatkan berbagai kriteria,
seperti prioritas diantara bebarapa alternatif
kebijakan dan sasaran. Syarat yang harus
diperhatikan dalam penggunaan analisis ini
adalah pihak yang akan memberikan penilaian
terhadap tingkat kpentingan faktor yang dianalisis
harus yang benar benar memahami situasi yang
sedang ditelaah.Menurut Ma’arif dan Tanjung
(2003), Analytical Hierarchy Process (AHP)
merupakan suatu model yang luwes yang mampu
memberikan kesempatan bagi perorangan atau
kelompok untuk membangun gagasan-gagasan
dan mendefinisikan persoalan dengan cara
membuat asumsi mereka masing-masing dan
memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
Langkah langkah dalam analisis data
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)
adalah :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan
solusi masalah melalui :
a. Tujuan, Tujuan dari analisis ini adalah untuk
menentukan startegi pengembangan komoditas
“pulu mandoti” di Kabupaten Enrekang
b. Kriteria, Kriteria yang digunakan dalam
menentukan alternatif strategi yang akan
dipilih terkait pengembangan komoditaspulut
mandoti di Kabupaten Enrekang yaitu On-
Farm, Off-Farm (Aspek Tekhnis dan Ekonomi),
Kebijakan Pemerintah, Lini Pemasaran dan
Perdagangan (Aspek Kebijakan)
c. Alternatif, Yaitu alternatif strategi apa saja yang
perlu dilakukan agar pengembangan komoditi
Pulut Mandoti tersebut dapat berjalan dengan
baik, optimal dan memberikan keuntungan
disemua pihak, efektif, dan efisien. Yaitu (1)
On-Farm yang mencakup penciptaan varietas
unggul, penguatan sistem produksibenih,
pengelolaan hara dan airterpadu, pengendalian
hama danpenyakit terpadu, serta
perbaikanmutu dan daya simpan produk. (2)
off-farm yaitu yang diawali dengan
perbaikanteknologi pengolahan
untukmendukung pengembangan industrihilir
pulut mandoti (skala rumahtangga maupun
industri), misalnyapacking pulut mandoti, dan
industry pengolahan pulut mandoti lainnya(3)
kebijakan pemerintah yang
mencakupdukungan kebijakan pemasaran
pulut mandoti,pengembangan sarana dan
prasaranapendukung
operasionalisasikelembagaan usaha tani dan
pemasaran. (4) Strategi pengembangan di
linipemasaran dan perdagangan yang
mencakup pengembangan unit usahabersama
(koperasi atau usahaberbadan hukum lainnya)
sertapengembangan sistem informasi(harga
penawaran dan permintaanproduk) untuk
mendukung upaya menangkap peluang pasar
(Balitbang, Deptan, 2007)
2. Membuat Struktur Hiraki
Pembuatan struktur hiraki tentang strategi
pengembangan komoditas bawang seperti pada
Gambar 1.
III. HASIL DAN PEMBAHASAAN
3.1. Perkembangan Budidaya Perberasan Spesifik
Lokal Di Desa Salukanan
3.1.1. Budidaya “Pulut Mandoti”
Budidaya “pulu mandoti” merupakan salah
satu komoditi pertanian jenis padi lokal di
Kabupaten Enrekang yang telah lama
dibudidayakan khususnya di Desa Salukanan
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
241
Kecamatan Baraka.Usaha pertanian ini merupakan
mata pencaharian sebhagaian besar warga
masyarakat di Desa tersebut.Masyarakat menenam
padi biasa untuk konsumsi kemudian sekaligus
menanam padi “pulut mandoti” untuk dijual
maupun dikonsumsi sendiri.Budidaya “pulu
mandoti” dilakukan karena memiliki nilai
ekonomi yang tingi.
Gambar 1. struktur hiraki tentang strategi pengembangan beras beraroma “Mandoti”
Budidaya padi “pulu mandoti” hampir sama
dengan padi secara umum. Gulma Langkah awal
yang dilaksanakan pada penyiapan lahan berupa
pembersihan lahan dari rumput dan rumput sisa
penanaman sebelumnya, namun dapat dilakukan
penyemprotan gulma jika dirasa perlu. Lahan yang
akan diolah sebelumnya harus digenangi air agar
tanah menjadi lunak. Tahap selanjutnya yaitu
tanah di bajak mengikuti alur petakan sawah yang
umunya dari tepi atau tengah petakan.Tujuan
pembajakan adalah mematikan dan
membenamkan rumput.Untuk pembajakan sawah
digenangi air 4-5 hari untuk mempercepat
pembusukan sisa sisa tanaman dan melunakan
tanah.
Pada proses penanaman benih “pulu
mandoti” dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode tanam langsung dan metode tanam
pindah. Secara umum metode yang dilaksanakan
oleh petani adalah tanamn pindah.Dimana
sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu
benih direndam 2-3 hari. Proses penanaman masih
menggunakan tenaga manusia yang merupakan
anggota kelompok tani yang sama dengannya atau
dengan bantuan anggita keluarga atau kerabat
dekat, hal tersebut juga biasa dikatakan
makkombong.
Panan “pulu mandoti” dipanen setelah
berumur 6-7 bulan yaitu pada bulan September
hingga November.Panen dilakukan dengan
menggunakan ani ani.Ani ani ini merupakan alat
penen tradisional yang terbuat dari kayu dan
bambu saling menyilang dengan pisau kecil yang
ditancapkan pada bagian muka kayu. Padi yang
telah dipanen diikat lalu dikeringkan kemudian
dirotokan dengan cara dipukul pukul pada kayu
dan dibawa ke tempat penggilingan apabila ingin
segera digunakan atau dijual. Namun jika tidak
padi tersebut akan disimpan di lumbung padi dan
akan dijemur lalu digiling pada saat akan
digunakan.
3.1.2. Program yang Dilaksanakan Pemerintah
Kabupaten Enrekang
Kabupaten Enrekang merupakan satu
satunya penghasil “pulu mandoti” di Sulawesi
Selatan. Guna mendukung komoditi spesifik
lokalita tersebut Dinas Pertanian Kabupaten
Enrekang telah melaksanakan kegiatan sehingga
kapasitas produksi dan ketersediaan komoditi
tersebut tetap terjaga Adapun kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Enrekang (Renja Distanbun Tahun 2014) guna
mendukung pengembangan agribisnis perberasan
spesifik lokalita tersebut adalah :
a. Sekolah Lapang Good Agriculture Practice (SL-
GAP)
Salah satu upaya mendukung peningkatan
produksi yang memiliki daya saing pada komoditi
“pulu mandoti” adalah peningkatan kapasitas
SDM petani melalui budidaya komoditi “pulu
mandoti” sesuai dengan Standar Operasional
Prosudure (SOP), kegiatan tersebut adalah Sekolah
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
242
Lapang Good Agriculture Practice(SL–GAP),
materi yang diberikan kepada petani adalah
bagaimana teknik budidaya yang baik dan benar
sesuai anjuran terkait budidaya “puluT mandoti”,
mulai dari teknik penyiapan benih sampai kepada
teknik penanaman dan pemanenan hasil. Jumlah
kelompok tani yang diberikan pelatihan SL-GAP
pada Tahun 2014 sebanyak 8 Kelompok atau
seluas 20 Ha (Buku Database Distanbun, 2015).
Kegiatan SL-GAP yang dilakukan selama ini
masih belum optimal karena budidaya “pulu
mandoti” yang dilakukan masih tinggi
penggunaan pestisida dan sistem pola pergiliran
tanaman belum diterapkan.(Renstra Distanbun,
2014)
b. Bantuan Sarana dan Prasarana Pertanian
Guna mendukung peningkatan produksi
“pulu mandoti” di Kabupaten Enrekang, berbagai
bantuan sarana dan prasarana yang diberikan
kepada petani.Untuk bantuan sarana dan
prasarana yang diberikan kepada petani “pulu
mandoti” Tahun 2017 seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Bantuan Sarana dan Prasarana Pertanian Tahun 2014 pada Dinas Pertanian
Kabupaten Enrekang
No
Jenis Bantuan
Jumlah Kelompok
Luasan
(Unit) (Ha)
1 Pompa Air 6 18
2 Alat Jaringan Irigasi 5 25
3 Cultivator 44 -
4 Embung Embung 3 10
Sumber : Buku Data Base Distanbun, Tahun 2019
c. Kerjasama dengan Stakeholder
Tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Enrekang
melalui Dinas Pertanian melaksanakan kerjasama
dengan 2 (dua) lembaga yaitu Bank Indonesia
melalui dana CSR (Coorporate Social
Responsibilty) dan BPTP Kementerian Pertanian
Adapun bentuk kerjasama dengan Bank
Indonesiamelalui kerjsama peningkatan kapasitas
petani “pulu mandoti” dan kerjasama dengan
BPTP melalui pemurnian varietas “pulu mandoti”
sehingga keaslian dan ketersedian “pulu mandoti”
dapat dipertahankan.
3.2. Strategi Pengembangan Agribisnis Perberasan
Ketan Spesifik Lokal di Desa Salukanan
Upaya pengembangan komoditas agribisnis
perberasan ketan khususnya “pulu mandoti” di
Kabupaten Enrekang dilakukan melalui
pengumpulan pendapat stakeholder dengan
menggunakan quisioner lalu dianalisis dengan
Analitical Hierarchy Process (AHP) melalui
fasilitas Sofware Expert Choice. Hasil Analisis AHP
dibagi menjadi 2 hirarki, hirarki pertama terkait
dengan 4 strategi, yaitu pengembangan Lini on-
farm, pengembangan lini of-farm, pengembangan
aspek kebijakan pemerintah dan aspek pemasaran
dan perdagangan. Adapun struktur hirarki seperti
Gambar 2.
Gambar 2. Hirarki Strategi Pengembangan “pulu mandoti”
Berdasarkan Model hirarki Gambar 2 yang
dianalisis menggunakan AHP, maka upaya
pengembangan agribisnis “pulu mandoti”
dilaksanakan secara berurut yang memberikan
bobot paling tinggi adalah Lini Aspek Tekhnis
dengan bobot 0,702, kebijakan pemerintah dengan
bobot 0,226 dan aspek ekonomi 0,73, seperti hasil
analisis pada Gambar 3.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
244
Gambar 3. Hasil AHP Penilaian Pengembangan Agribisnis
Beras Beraroma “Mandoti” di Kabupaten
Enrekang
3.3. Strategi Aspek Tekhnis (Bobot 0,702)
Pada aspek tekhnis terdiri dari 2 variabel
yaitu Lini On Farm dan Off Farm, dimana pada
kedua lini tersebut terdapat beberapa variabel
yang timbul pada saat pelaksanaan diskusi dengan
para stakeholder. Berdasarkan hasil analisis
terhadap kedua variabel tersebut lini on farm
masih mendapat perhatian untuk dikembangkan
dibandingkan dengan lini off farm, dimana skore
untuk lini on farm sebesar 0,833 dan untuk lini off
farm sebesar 0,167. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa upaya pengembangan agribisnis
perberasan ketan spsifik lokal khusus nya “pulu
mandoti” di Kabupaten Enrekang masih harus
fokus pada aspek lini on farm seperti pada sistem
produksi benih, sarana dan prasarana irigasi dan
pengairan, pengendalian hama terpadu, perbaikan
mutu benih dan tekhnologi ketersediaan bibit.
Adapun hasil analisis seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan Aspek Tekhnis
No Alternatif Strategi Bobot
1 Lini On Farm 0,833
2 Lini Off Farm 0,167
Aspek utama yang dilaksanakan untuk
pengembangan “pulu mandoti” di Kabupaten
Enrekang pada lini on-farm yaitu sistem produksi
benih, sarana dan prasarana irigasi dan pengairan,
pengendalian hama terpadu, perbaikan mutu
benih dan tekhnologi ketersediaan bibit.
Sehingga dari ke lima (5) alternatif strategi guna
mendukung strategi lini on-farm maka alternatif
strategi utama yang dilakukan adalah sarana dan
prasarana irigasi dan pengairan dengan nilai 0,320
seperti pada Tabel 14.
Tabel 4. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan “pulu mandoti” lini on-farm
No Alternatif Strategi Bobot
1 Sarpras irigasi pengairan 0,320
2 Tekhnologi ketersediaan bibit 0,307
3 Perbaikan mutu bibit 0,284
4 Pengendalian hama terpadu 0,055
5 Sistem produksi benih 0,033
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
243
Nilai bobot tertinggi adalah sarpras irigasi
pengairan dengan bobot sebesar 0,320, kondisi
tersebut menjadi masalah utama yang harus
menjadi acuan dalam upaya pengembangan
agribisnis perberasan ketan spesifik lokal, hal
tersebut akibat banyaknya saluran irigasi
sekunder dan primer yang mengalami kerusakan
di Kabupaten Enrekang, Berdasarkan data Renstra
Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang Tahun 2014
– 2018 jumlah panjang irigasi sekunder yang telah
dibangun oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Enrekang sepanjang 26.700 meter atau sekitar 7.964
Ha kondisi irigasi tersebut sudah terdapat 70%
yang sudah tidak layak untuk digunakan. Kondisi
tersebut berdampak pada rendahnya produksi
“pulu mandoti”.
Strategi lain yang perlu mendapat perhatian
pada upaya pengembangan lini On Farm adalah
tekhnologi ketersediaan bibit dengan bobot
sebesar 0,307, kondisi tersebut disebabkan karena
bibit “pulu mandoti” yang ada di Kabupaten
Enrekang hanya bisa dan cocok tumbuh di Desa
Salukanan sehingga perlu ada upaya pemurnian
bibit “pulu mandoti” kondisi tersebut dapat
berdampak pada ketersediaan bibit lokal selama
musim tanam dan dapat meminimalisir dampak
serangan organisme penggangu tanaman sehingga
ketersediaan bibit “pulu mandoti” dapat tersedia
sepanjang tahun. Dimana menurut Siterasmi Trias,
2013.bahwa adaptasi bibit lokal pada kondisi
agroekosistem dan cekaman biotik maupun
abiotik di wilayah setempat. Kondisi
agroekosistem yang bersifat suboptimal seperti
kekeringan, lahan masam, lahan tergenang,
keracunan besi, dan lain-lain akan membentuk
varietas lokal toleran terhadap kondisi suboptimal
tersebut. Setiap musim petani memilih varietas
padi dengan rasa nasi enak,sehingga varietas lokal
pada umumnya memiliki mutu yang tinggi.
Pada lini Off Farm indiktor packing “pulu
mandoti” memiliki skor sebesar 0,800 dan untuk
indikator sistem penyimpanan produk memiliki
skor sebesar 0,200. Kondisi tersebut memang
sesuai dengan wilayah pengembangan “pulu
mandoti” dimana budaya masyarakat di atas sudah
menerapkan penyimpanan “pulu mandoti” di
rumah rumah yang biasa disebut “tokkonan” hal
tersebut dilakukan sebagai bahan cadangan
pangan. Selain itu pulut tersebut disimpan untuk
digunakan apabila tabungan sudah mulai
berkurang. Masalah yang dihadapai oleh petani
ketan adalah metode packing “pulu mandoti”,
biasanya jika ada pembeli hanya menggunakan
kantong plastik sebagai wadah penjualan, belum
diterapkan sistem packing produk yang menarik
dan dapat meningkatkan nilai jual ataupun
permintaan konsumen I sebagai oleh oleh khas
Kabupaten Enrekang.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka
strategi pengembangan agribisnis perberasan
spesifik lokal di Desa Salukanan dilaksnakan
rehabilitasi sarana dan prasarana pengairan. Hal
tersebut dilaksanakan melalui dukungan
keterlibatan lintas sektoral baik itu Dinas
Pertanian maupun Dinas Pekerjaan Umum.Dalam
hal ini Irigasi yang ada di Hulu juga perlu
mendapat perhatian sehingga kapasitas air yang
dibutuhkan oleh petani dapat tersedia sepanjang
tahuna. Karena ‘pulu mandoti” memiliki masa
tanam yang cukup lama yaitu enam bulan. Jenis
program yang dapat diberikan pada Dinas
Pertanian melalui pendekatan penguatan kapasitas
kelembagaan kelompok tani melalui penguatan
P3A, apabila kapasitas P3A sudah baik maka
kondisi irigasi akan bertahan lama, karena
walaupun rehab terus dilakukan tanpa adanya
perhatian dari kelompok itu sendiri maka irigasi
tersebut tidak akan bertahan. Pada aspek
ketersediaan bibit sebaiknya dilakukan
pendafaran varietas “pulu mandoti” hal tersebut
dilakukan guna menjaga kualitas benih yang ada
di kelompok tani, setelah dilakukan pendaftaran
varietas maka akan dilaksanakan pemurnian
varietas agar varietas tersebut tahan serangan
hama. Selain itu kedepan perlu dilakukan
penelitian agar benih tersebut tidak lagi memiliki
masa panen yang panjang dengan tidak
mengurangi nilai spesifik lokal dari “pulu
mandoti” itu sendiri.
Pada Aspek lini Of Farm startegi
pengembangan agribisnis yang perlu mandapat
perhatian adalah bagaiaman agar packing produk
tersebut bisa lebih menarik, tidak lagi melalui
kemasan kantong plastik. Dukungan tersebut
diberikan melalui kerjasama dengan stakeholder
seperti Industri pemasaran atau lembaga lembaga
pemasaran agar mendamping kelompok “pulu
mandoti” dalam hal bagaiamana membuat packing
yang menarik sehingga dapat menjadi olej oleh
yang diminati oleh wisatawan.
3.4. Strategi Aspek Ekonomis (Bobot 0,73)
Selain strategi aspek Tekhnis hal lain yang
menjadi indikator pengembangan agribisnis
perberasan ketan spesifik adalah aspek ekonomi
dimana terdapat dua variabel yang menjadi
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
244
pengukuran pada indikator aspek ekonomi yaitu
koperasi dan informasi harga pasar, variabel
tersebut dimasukan berdasarkan hasi forum group
diskusi yang dilakukan antara stakeholder yang
berkepentingan. Skor untuk informasi harga pasar
sebesar 0,143 dan skor untuk koperasi sebesar
0,857. Adapun skor seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan “pulu mandoti” aspek ekonomi
No Alternatif Strategi Bobot
1 Koperasi 0,857
2 Informasi Harga Pasar 0,143
Indikator strategi informasi harga pasar di
Desa Salukanan terkait fluktuasi harga “pulu
mandoti” tidak begitu menjadi masalah utama di
antara kelompok tani, harga “pulu mandoti” di
Desa Salukanan cenderung stagnan, kondisi
tersebut akibat beras “pulu mandoti” termasuk
beras spesifik lokal yang hanya ada di Desa
Salukanan, rata rata harga “pulu mandoti” di Desa
Salukanan sebesar Rp. 40.000,-hampir semua
petani menjual dengan kesepakatan harga
tersebut. Selain itu ketersediaan “pulu mandoti”
rata rata tersedia sepanjang tahun karena petani
sudah memanfaatkan gudang penyimapanan atau
biasa disebut “tokkonan” sehingga hal tersebut
yang menjadi pemicu adanya harga yang tidak
berfluktuasi.
Masalah yang timbul dari “pulu mandoti”
adalah adanya tindakan oknum pembeli yang
biasanya mencampur beras tersebut dengan beras
yang lain sehingga berdampak pada berkuranya
cita rasa atau ciri khas dari aroma “pulu mandoti”
Kondisi tersebut akibat petani masih menjual
“pulu mandoti” secara sendiri sendir. Walaupun
harga tidak berfluktuasi akan tetapi masi terdapat
petani yang dirugikan, seperti pada saat petani
membutuhkan biaya hidup seperti
menyekolahkan anaknya dengan terpaksa dijal
cepat untuk mendapatkan biaya, sehingga
berdampak pada rendahnya harga di petani.Hal
tersebut sangat berhubungan dengan tingginya
skor koperasi sebesar 0, 857 karena masalah utama
yang terjadi di Desa Salukanan adalah belum
adanya terbentuk Koperasi Petani.
Kelembagaan petani yang sudah terbentuk
di kelompok tani baru GAPOKTAN, itupun
lembaga tersebut belum optimal dalam
menggerakan kelompok tani.Di Desa Salukanan
sendiri baru terbentuk 1 GAPOKTAN.Hampir rata
rata kelompok tani belum memhami arti dan
maksud dari pembentukan GAPOKTAN. Masalah
lain yang timbul dari belum adanya koperasi
adalah kondisi meningkatnya produksi tidak
jarang diikuti dengan anjloknya harga, sehingga
pasar telah menjadi sesuatu yang sangat tidak
bersahabat bagi petani dan pengembangan sektor
pertanian itu sendiri. Proses kanibalisme aktivitas
pemasaran terhadap aktivitas produksi di satu sisi
menyebabkan petani tidak bergairah dalam
menjalani profesinya. Hal ini menyebabkan
kuantitas dan kualitas produksi yang dihasilkan
menjadi rendah. Di sisi lain, proses kanibalisasi
tersebut berpengaruh pada terhambatnya
pertumbuhan ekonomi wilayah pedesaan.
Sehingga berdasarkan masalah tersebut di
atas, maka upaya pengembangan agribisnis
perberasan ketan spesifik lokal di Desa Salukanan
dapat dilakukan dengan upaya penguatan
kelembagaan yang pendekatnya melalui koperasi,
seperti pembentukan KEP (kelembagaan ekonomi
petani), KEP tersebut di sinergitaskan dengan
kelembagaan Desa melalui pengolahan BUMDES.
Sehingga nantinya hasil panen dari kelompok tani
di tampung oleh BUMDES yang dikerjsamakan
dengan Kelembgaan Ekonomi Petani. Sehingga
pembeli yang akan mengakses produks tersebut
langsung berhubungan dengan kelmbegaan
ekonomi petani. Selain itu kelembagaan ekonomi
petani juga dapat berfungsi sebagai lembaga
penyediaan sarana dan prasaran pertanian seperti
pupuk, alsintan dan lain lain. Peran Kelembagaan
Ekonmi Petani juga dapat menjadi jembatan
dalam proses dan pemasaran “pulu mandoti”,
sumber dana kelembagaan ekonomi petani
didapat dari pemanfaatan ADD karena
Kelembagaan tersebut bekerjasama dengan
BUMDES.
3.5. Strategi Aspek Kebijakan (Bobot 0,26)
Aspek kebijakan dari tiga aspek memiliki
skor terendah sebesar 0, 26, aspek kelembagaan
terdiri dari 2 indikator yaitu program pemerintah
dan kelembagaan petani. Adapun skor seperti
pada Tabel 6.
Dukungan program pemerintah masih
menjadi masalah utama dari pengembangan “pulu
mandoti” di Desa Salukanan, masalah tersebut
adalah masih minimnya kesempatan kelompok
tani “pulu mandoti” untuk mengakses sarana dana
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
239
prasarana pertanian seperti cultivator, pompa dan
irigasi. Kondisi tersebut berdampak pada
rendahnya minat petani dan produksi “pulu
mandoti”. Selain itu masalah utama menjadi
kebutuhan kelompok tani dari aspek kebijakan
adalah pendampingan yang optimal dari
pemerintah dalam hal pengendalian OPT.
Tabel 6. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan “pulu mandoti” aspek kebijakan
No Alternatif Strategi Bobot
1 Dukungan Program pemerintah 0,857
2 Kelembagaan 0,143
Pengembangan “pulu mandoti” pada aspek
kebijakan pemerintah harus dilakukan secara
terpadu, strategi kebijakan pemerintah untuk
meminimalisasi fluktuasi harga, melalui
kerjasama dengan lembaga BUMDES untuk
menampung komoditi hasil ‘pulu mandoti” pada
saat panen raya dengan harga penjualan yang
sudah disepakati antara pemerintah, BUMDES dan
kelembagaan ekonomi petani di Kabupaten
Enrekang, sehingga melalui kerjasama tersebut
diharapkan agar harga “pulu mandoti” konstra.
Untuk mendukung ketersediaan sarana dan
prasarana budidaya, kebijakan yang dilakukan
melalui pembentukan unit usahatani melalui
fasilitasi GAPOKTAN, dimana bantuan yang
diberikan adalah saprodi seperti cultivator,
pompa, sarana perpipaan, UPPO dan APPO yang
di fasilitasi dan didampingi oleh pemerintah.
Selain itu, unit usahatani tersebut dapat
memfasilitasi petani dalam aspek permodalan.
Aspek permodalan lain yang dapat digunakan
oleh petani melalui kredit pertanian di BANK-
BANK pemerintah dengan agunan tanah, dan
harus didukung oleh fasilitasi sertifikasi tanah
gratis oleh pemerintah.
Sehingga berdasarkan hasil analisa AHP
terhadap upaya pengembangan agribisnis
perberasan ketan spesifik lokal di Desa Salukanan
Kecamatan Baraka adalah sebagai berikut :
1. Dukungan keterlibatan lintas sektoral baik itu
Dinas Pertanian maupun Dinas Pekerjaan
Umum. Pada Aspek lini Of Farm startegi
pengembangan agribisnis yang perlu mandapat
perhatian adalah bagaiaman agar packing
produk tersebut bisa lebih menarik, tidak lagi
melalui kemasan kantong plastik. Dukungan
tersebut diberikan melalui kerjasama dengan
stakeholder seperti Industri pemasaran atau
lembaga lembaga pemasaran agar mendamping
kelompok “pulu mandoti” dalam hal
bagaiamana membuat packing yang menarik
sehingga dapat menjadi olej oleh yang diminati
oleh wisatawan.
2. Pemberdayaan sentra produksi ‘pulu mandoti
di Kabupaten Enrekang perlu direvitalisasi
menjadi sentra agribisnis “pulu mandoti” yang
diarahkan melalui kelembagaan petani yang
tangguh tidak saja dalam menangani aspek
produksi tapi juga pada aspek pemasaran,
penerapan SPO (StandarProsedur Operasional)
spesifik lokasi yang berbasis GAP (Good
Agriculture Practice) dan GHP (Good Handling
Practice) yang terintegrasi dengan pelayanan
pasar input serta industri pengolahan.
3. penguatan kelembagaan yang pendekatnya
melalui koperasi, seperti pembentukan KEP
(kelembagaan ekonomi petani), KEP tersebut di
sinergitaskan dengan kelembagaan Desa
melalui pengolahan BUMDES. Sehingga
nantinya hasil panen dari kelompok tani di
tampung oleh BUMDES yang dikerjsamakan
dengan Kelembgaan Ekonomi Petani
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Urutan prioritas strategi berdasarkan
Analitical Hierarchy Proces pada prospek dan
peluang pengembangan perberasan ketan spesifik
lokal di Desa Salukan Kabupaten Enrekang secara
berurtan dapat diterapkan melalui peluang
pengembangan Apek Tekhnis melalui lini on farm
pada peluang pengembangan sarana dan prasaran
irigasi dan tekhnologi ketersediaan bibit. Pada lini
Off faram melalui penguatan packing “pulu
mandoti”. Pada Apek kebijakan dilaksanakan
melalui dukungan program yang efektif dari
Pemerintah Kabupaten Enrekang.Sedangkan pada
aspek ekonomi melalui peluang pengembangan
kapasitas koperasi.
4.2. Saran
Perlu dukungan kebijakan pemerintah
daerah Kabupaten Enrekang secara konsisten
dalam pengembangan perberasan ketan spesifik
lokal di Desa Salukan yang dapat dilakukan
dalam bentuk dukungan anggaran dan regulasi
dalam investasi swasta terhadap pengembangan
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
247
industri hulu-hilir. Pengembangan komoditas
unggulan di Kabupaten Enrekang harus dilakukan
secara terpadu dengan melibatkan berbagai pihak
terkait, khususnya SKPD lingkup pertanian se-
Kabupaten Enrekang. Perlibatan peran swasta
yang lebih luas dalam mendorong pengembangan
“pulu mandoti” di Kabupaten Enrekang.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik. 2016. Enrekang Dalam Angka 2016. BPS.
Balitbang. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Komoditi Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.
Latifah Siti. 2005. Prinsip Prinsp Dasar Analitical Hierarchy Process (AHP). Jurusan Kehutanan.
Universitas Sumatra Utara.
Maarif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. PT Grasindo. Jakarta.
Parulian. 2008. Startegi Pengembangan Perkebunan sebagai Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan
Sumber Penerimaan Petani dan Pedesaan. Pasca Sarjana IPB.
Rustiadi. et. al. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Santoso. et. al. 2014. Jurnal Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di
Kabupaten Karangasem Melalui Pendekatan Agribsinis. Volume 3 No 2. Institu Tekhnologi
Sepuluh Nopember.
Sartidjo, et. al. 2013. Jurnal Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Konsep Agribisnis
Di Kabupaten Pemekasan. Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember.
Stoner. J. et. al. 1995. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. PT Prenhallindo Jakarta.
Syafa’at, N, P Simatupang, S Mardianto dan T.Pranadji. 2003. Konsep Pengembangan Wilayah Berbasis
Agribisnis Dalam Rangka Pemberdayaan Petani. Bogor. Forum Penelitian Agro Ekonomi
Volume 21 No 1, Juli 2003 : 26-43.
Tarigan. R. 2003. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikas, Jakarta. Bumi Aksara.