perbedaan kualitas beras sosoh dan beras tanpa disosoh
TRANSCRIPT
BERAS SOSOH
LAPORAN
Oleh :
Zelika Gita Sari (141710101061)
Novika Tri Hardini (141710101082)
Reni Soraya (141710101085)
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangBeras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh
95% penduduk Indonesia selain jagung, sagu dan ubi jalar (Rahmat,
2010). Kekurangan beras dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas
ekonomi dan politik sehingga kebijakan ketahanan pangan sering
direduksi sebagai upaya pencapaian ketahanan pangan beras.Penye-bab
utamanya adalah beras memiliki kualitas yang buruk akibat peralatan
penggilingan padi yang digunakan telah tua, 32% di antaranya berumur
lebihdari 15 tahun, masih menerapkan system penyosohan satu pass,
dan terbatasnya kemampuan petani menangani hasil panen padi yang
berproduktivitas tinggi serta lama waktu penyimpanan beras setelah di
sosoh atau digiling juga dapat mempengaruhi kualitas beras sehingga
dapat menurunkan nilai ekonomi dan harga jual. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perbandingan mutu beras, antara lain melalui inovasi
penyosohan dan penggilingan padi.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah
1. Mengetahui perbedaan kualitas beras dengan metode penyosohan
dan penggilingan.
2. Mengetahui kualitas beras setelah disimpan pada waktu tertentu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras
Beras merupakan butiran yang diambil dari padi atau gabah
setelah dihilangkan baguan sekamnya.berdasarkan cara pengolahannya
beras dibagi menjadi 2 jenis yaitu beras tumbuk atau beras pecah kulit
dan beras giling (Winarno, 1981) . beras pecah kulit (BPK) adalah beras
yang berasal dari gabah yang bagian sekamnya saja dibuang.
Sedangkan beras giling adalah beras yang diperoleh dari gabah yang
seluruhnya atau sebagian kulit arinya telah dipisahkan dalam proses
penggilingan, umumnya berhubungan dengan proses penyosohan
(Hubeis, 1984). Struktur butir beras tersusun atas lapisan yang sangat
tipis (Pericarp), Tegmen, Aleuron, embrio, dan endosperm.
Komposisi kimia butir beras pecah kulit bergantung pada varietas
padi dan kondisi lingkungan pada saat pertumbuhan tanaman (Juliano,
1972). Sedangkan perbedaan komposisi kimia pada beras giling dapat
disebabkan oleh perbedaan tingkat penyosohan. Hal ini dikarenakan
adanya faktor bahan seperti kekerasan, ukuran, bentuk, dan jumlah
lapisan sel aleuron, serta faktor alat penyosoh (rubber roll, stone disc
huster, flash type, dan engelberg) .
a. Karbohidrat
Karbohidrat yang terdapat dalam butir beras sebagian besar
berada dalam bentuk pati. 90 % pati berada dalam endosperm
berbentuk granula polyhedral yang berukuran 3-10 mikron. Molekul
pati tersebut terdiri dari dua komponen yaitu amilosa dan amilopektin
(Juliano, 1980).
Disamping pati, BPK juga mengandung hemiselulosa, selulosa,
dan gula. Juliano (1972) menyatakan bahwa dedak, bekatul, dan
embrio mengandung lebih banyak hemiselulosa dibandingkan beras
giling. Sama halnya dengan hemiselulosa, kadar gula juga lebih
rendah pada beras giling dibandingkan BPK. BPK mengandung 0.83
– 1.39 % gula total dengan gula pereduksi 0.09 – 0.13 %. Sedangkan
beras giling hanya mengandung 0.37 – 0.53 % gula total dengan gula
pereduksi 0.05 – 0.08 % (Juliano, 1972). Kadar gula total tergantung
pada varietas dan derajat sosoh beras giling (Kennedy, 1980).
b. Protein
Menurut Spadaro et al., (1980), variasi kadar protein BPK berkisar
antara 4.5 – 14.3 %. Juliano (1980) menyatakan kadar protein BPK
kira-kira 8 % dan beras giling 7 %. Protein merupakan komponen
utama kedua setelah pati. Perhitungan kadar protein beras
menggunakan faktor konversi Kjeldahl 5.95, didasarkan atas fraksi
protein terbesar yaitu glutelin yang mengandung 16.8 % nitrogen.
Sesungguhnya variasi kadar protein banyak dipengaruhi faktor-
faktor lingkungan seperti radiasi matahari dan suhu. Disamping itu
juga dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas pemupukan nitrogen,
pengontrolan gulma, dan pengelolaan air. (Gomes, 1979).
Daya cerna beras cukup tinggi. Menurut Grist (1975), daya cerna
BPK kira-kira 96.5 %, sedangkan beras giling 98%. Tetapi menurut
Damardjati (1983) pemasakan menurunkan nilai cerna protein sekitar
8 - 10%.
c. Lemak
Kira-kira 80 % lemak terdapat dalam dedak dan bekatul, dimana
sepertiga dari bagian ini berada dalam embrio. Pada BPK tanpa
embrio , kira-kira 70 % lemak berada dalam 8 % lapisan
terluar.Kandungan lemak BPK kira-kira 2.9 %, sedangkan beras
giling hanya 0.5 %.(Juliano, 1976).
Kandungan utama asam lemak yang menyusun lemak BPK
adalah asam linoleat (25.1 – 35.2 %), asam oleat (36.0 – 44.1 %),dan
asam palmitat (18.4 – 25.8 %).
d. Vitamin dan Mineral
Komposisi mineral BPK tergantung dari kondisi tanah pada saat
pertumbuhan tanaman. Distribusi mineral dalam BPK adalah 51 %
pada dedak, 10 % pada embrio, 11 % pada bekatul, dan 28 % pada
beras giling. Elemen-elemen utama penyusun mineral BPK adalah
fosfor dan kalsium, diikuti silicon dan magnesium (Juliano,1980).
Kandungan vitamin BPK lebih besar dibandingkan dengan beras
giling. Beras mengandung vitamin C dan D dalam jumlah yang
sangat kecil atau tidak sama sekali (Juliano, 1986). Kandungan
vitamin B dari beras berprotein tinggi hamper sama dengan beras
berprotein rendah. Tetapi beras berprotein tinggi mengandung
banyak thiamine dan riboflavin (Resurreccion et al., 1979).
2.2 Penggilingan Padi Menjadi Beras
Penggilingan menunjukkan keseluruhan proses pengolahan padi
hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penggilingan
sekam, kulit arid an proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan
ukurannya (Luh, 1980).
Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan
atas tiga cara yaitu secara tradisional yaitu ditumbuk dengan tangan,
dengan mesin menggilingan secara kecil-kecilan serta dengan mesin
penggilingan pada perusahaan padi komersial (Winarno,1972).
Pengupasan kulit gabah bertujuan untuk menghilangkan kulit
gabah atau sekam dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum,
serta diupayakan tanpa adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang
dihasilkan (Araullo et al., 1976). Beras yang telah kehilangan sekam ini
masih mengandung lapisan dedak atau pericarp yang menyelimuti
endosperm. Bila lapisan dedak dan endosperm telah dihilangkan, maka
beras ini disebut beras sosoh (Ali dan Ojha, 1976).
Dalam system grading beras yang ditetapkan oleh USDA, beras
giling dibagi menjadi empat grade yaitu beras giling sempurna (well
milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well milled), beras giling
ringan (lightly milled), dan beras kurang tergiling (under milled) (Luh,
1980).
Beras yang telah digiling sempurna lebih disukai oleh konsumen
daripada beras yang kurang tergiling. Padahal beras yang kurang tergiling
justru lebih banyak mengandung protein, vitamin, mineral, dan lemak
dibandingkan beras yang digiling sempurna. Namun beras yang kurang
tergiling mudah menjadi asam terutama bila disimpan lebih dari 2 bulan.
2.3 Penyosohan
Beras pecah kulit masih mengandung lapisan dedak dan bekatul,
oleh karena itu perlu dibersihkan supaya dihasilkan beras putih. Lapisan
dedak dan bekatul tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan
mesin penyosohan beras.
Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna
perak dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras
pecah kulit yang digiling (Grist, 1973). Derajat sosoh dinyatakan dalam
persen dan menyatakan tingkat kehilangan lembaga dan lapisan kulit ari
luar maupun dalam dari beras (Barber, 1975).
Proses penyosohan merupakan suatu tindakan untuk
menghilangkan atau mengurangi sebagian dari lapisan kulit ari beras
yang terdiri dari tiga lapisan yang terbungkus endosperm beras yaitu
lapisan pericarp, lapisan tegmen atau testa dan lapisan aleuron (Barber,
1975). Tingkat kehilangan kulit ari disebut derajat sosoh. Dengan proses
penyosohan ini, beras menjadi lebih putih dan mengkilap. Hal ini karena
pati endosperm merupakan bagian terputih dari beras. Umumnya
semakin putih beras giling semakin tinggi derajat sosohnya.
Mesin penyosoh pada dasarnya terdiri dari batu penyosoh, rem
karet, dan saringan. Beras disosoh diantara saringan dan batu
penyosoh.Rem karet berguna untuk mencegah perputaran beras terlalu
jauh.
Kesulitan yang biasa dialami dalam penyosohan adalah
penentuan tingkat penyosohan. Dibeberapa Negara, jangka waktu
penyosohan sering digunakan sebagai patokan. Akan tetapi cara tersebut
ternyata kurang efisien karena beras mempunyai ketahanan yang
berbeda-beda terhadap gaya gesekan. Diperlukan suatu metode yang
didasarkan pada kondisi actual yang ada selama proses penyosohan
(Barber, 1979).
Metode penentuan derajat sosoh dibagi menjadi dua golongan
yaitu metode yang didasarkan atas dedak yang terpisahkan atau
tertinggal dalam butir beras dan pengukuran terhadap pengaruh
penyosohan terhadap lapisan luar pada komposisi kimia atau karakteristik
optic dari produk akhir. Pengukuran derajat sosoh dengan pengukuran
presentase (berat/berat) dedak yang terpisahkan sering dilakukan di
laboratorium penggilingan. Agar hasilnya dapat dibandingkan, jumlah
contoh harus mewakili, kondisi penggilingan harus diketahui, sedangkan
pengaruh terhadap beras tidak di evaluasi. Metode pengukuran yang
didasarkan pada dedak yang tertinggal dalam beras antara lain dapat
disebabkan pengamatan secara visual dan pewarnaan biji (Barber, 1979).
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a) Tempehb) Magic comc) Baskomd) Piringe) Timbanganf) Komporg) Mesinpenggilingh) Dandang
3.1.2 Bahan
a) Padib) Air
3.2 Skema Kerja
Padi
Penggilingan
0,5 kg berassosoh 0,5 kg berastidaksosoh
Penyimpanan 0,3 kg selama
2 minggu
Pemasakan 0,2 kg
Penyimpanan 0,3 kg selama
2 minggu
Pemasakan 0,2 kg
Pemasakan
Pengamatan
( warna, kenampakan, tekstur, aroma, rasa )
Pengamatan
(warna,kenampakan,tekstur, aroma, rasa )
Pemasakan
1 kg beras
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERTHITUNGAN
2.1 Data Pengamatan
2.1.1 BerasDenganPenyosohan
PENGAMATA
N
SEBELUM DIMASAK SETELAH DIMASAK
0 Hari 14 hari 0 Hari 14 hari
Kenampakan Putih Putih Putih Putih
Tekstur TidakPunel TidakPunel Punel Punel
Rasa - - Enak Enak
Aroma
(bauapek)
Tidakapek Tidakapek Tidakapek Tidakapek
Gambar/foto
2.1.2 BerasTanpaPenyosohan
PENGAMATA
N
SEBELUM DIMASAK SETELAH DIMASAK
0 Hari 14 hari 0 Hari 14 hari
Kenampakan Putihkecoklata
n
Putihkecoklata
n
Coklat Coklat
Tekstur Tidakpunel Tidakpunel Kurangpunel Kurangpune
l
Rasa - - Enak Kurangenak
Aroma
(bauapek)
Apek Apek Tidakapek apek
Gambar/foto
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Perlakuan pertama yang harus dilakukan dalam praktikum
penyosohan beras adalah menyiapkan padi kemudian padi digiling agar
menjadi butiran padi dan siap diproses pada tahap selanjutnya. Setelah
itu diambil 1kg beras, dan dipisah masing-masing 0,5 kg untuk dilakukan
dua perlakuan yang berbeda yaitu dengan disosoh dan tanpa disosoh.
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kualitas dari beras melalui
proses penyosohan dengan beras tanpa proses penyosohan. Setelah itu
beras masing-masing sampel di ambil 0,2 kg untuk dilakukan proses
pemasakan fungsinya untuk mengetahui kualitas rasa dari kedua sampel
beras. Sisanya yaitu 0,3kg disimpan dengan waktu yang telah ditentukan
lama waktunya yaitu 14 hari, tujuan dari penyimpanan adalah untuk
mengetahui kualitas dari beras setelah disimpan dan dibandingkan
dengan beras dengan daya simpan 0 hari. Setelahitu 0,3 kg beras yang
sudah selesai disimpan selama 14 hari tersebut kemudian di masak,hal
tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas rasa dari beras. Setelah
proses pemasakan sampel beras kemudian diamati
warna,kenampakan,tekstur,aroma dan rasa hal tersebut bertujuan untuk
membandingkan kualitas beras yang disimpan 14 haridan 0 hari dengan
metode penyosohan dan tanpa penyosohan.
5.2 Analisa Data
Beras adalah bagian bulirpadi (gabah) yang telah dipisah dari
sekam. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau
bahkan hitam, yang disebut beras. Sebagaimana bulir serealia lain,
bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga
mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral,
dan air. Pati beras tersusun dari dua polimerkarbohidrat:
a) amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang
b) amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat
lengket
Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat
menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,
lunak, keras, atau pera). Pengolahan beras siap konsumsi biasanya
dilakukan dengan tahap penggilingan beras dan penyosohan.
Penggilingan dilakukan untuk memisahkan kulit dengan bulirnya. Dalam
proses penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh hasil beras giling,
dadak dan bekatul. Sebagian dari protein, lemak, vitamin dan mineral
akan terbawa dalam dadak, sehingga kadar komponen-komponen
tersebut di dalam beras giling menjadi menurun. Beras giling yang
diperoleh berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya
yang berwarna coklat. Bagian dedak padi adalah sekitar 5-7% dari berat
beras pecah kulit. Makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan maka
makin putih warna beras giling yang dihasilkan, tetapi makin miskin beras
tersebut akan zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh.
Dari kedua perlakuan praktikum yang telah dilakukan yaitu
penyosohan dan penyimpanan beras tersebut dapat diperoleh hasil
Beras yang disosoh akan berwrna lebih putih karena kandungan amilum
pada beras berkurang. Dengan berkurangnya kandungan amilosa dan
amilopektin tersebut maka setelah pemasakan beras yang disosoh
kurang punel, tetapi data yang diperoleh beras yang disosoh lebih punel
daripada beras yang tanpa penyosohan ,hal ini diakibatkan pengamatan
secara manual yang menyeabkan perbedaan pendapat masing-masing
panelis. Kepunelan beras tersebut karena amilosa dan amilopektin yang
terkandung dalam beras mengalami geletiniasi karena air pada saat
pemasakan masuk ke sel beras sehingga beras menjadi lengket/ punel.
Faktor lain dari kepunelan beras yaitu banyak sedikitnya air saat
pemasakan . Beras yang disimpan selama 2 minggu bewarna lebih coklat
dan berbau lebih apek terutama beras yang tanpa disosoh karena
kandungan amilum yang masih terkandung di dalamnya mengalami
kerusaakan. Data pengamatan dari segi warna ini sesuai dengan
pernyataan Ruiten (1981); Thahir (2002); Juliano (2003) yang
menyatakan bahwa penyosohan beras adalah proses menghilangkan
sebagian atau keseluruhan lapisan yang me-nutupi kariopsis, terutama
aleuron dengan tidak mengakibatkan keretakan pada butir beras,
menghasilkan beras giling berwarna putih, bersih, dan cemerlang.
Dari segi rasa dan aroma , amilum sangat menentukan rasa beras
setelah dimasak. Kandungan amilum pada beras jika dimakan akan
terasa manis karena amilum diubah oleh enzim amilase yang terdapat
pada mulut menjadi glukosa sehingga jika beras dikunyah dimulut akan
terasa manis. Dari praktikum yang telah dilakukan bahwa Beras tanpa
disosoh dan dimasak pada hari ke-0 rasa manisnya paling menonjol
karena termasuk beras baru. Pada beras baru kandungan amilumnya
masih banyak dan masih bagus. Apalagi dengan perlakuan tanpa
penyosohan yang mengakibatkan kandungan amilum masih terkandung
di dalamnya. Hal tersebut akan menimbulkan rasa manis ketika dikunyah.
Sedangkan untuk aromanya sebelum dimasak berbau apek dan setelah
dimasak tidak berbau apek. Beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari
ke-14 rasa manisnya agak berkurang. Hal tersebut dikarenakan
kandungan amilum didalamnya sedikit mengalami kerusakan yang
mengakibatkan perubahan fisiologi pada beras. Karena kandungan
amilumnya yang mengalami kerusakan, maka rasanya tidak terlalu manis.
Sedangkan aroma beras sebelum dimasak adalah apek dan setalah
dimasak sangat apek. Hal tersebut dikarenakan amilum didalamnya
mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan aroma. Beras dengan
penyosohan yang dimasak pada hari ke-0 rasanya kurang enak
dikarenakan kandungan amilum didalamnya sudah hilang karena
penyosohan tersebut. Untuk aromanya, sebelum dimasak dan setelah
dimasak tidak apek. Beras dengan penyosohan yang dimasak pada hari
ke-14 rasanya enak. Hal tersebut terjadi penyimpangan data karena
seharusnya,kandungan padanasi selain tidak adanya amilum di dalamnya
juga terjadi perubahan secara fisiologi maupun kndungannya yng
mengalami kerusakan yang dikarenakan proses penyosohan terebut. Dari
segi aroma, sebelum dimasak tidak berbau dan setelah dimasak tidak
berbau apek. Berbeda dengan beras tanpa penyosohan yang berbau
sangat apek seteleh disimpan selama 2 minggu, pada perlakuan ini bau
apek kurang tercium karena komponen yang menyebabkan bau apek
telah hilang akibat penyosohan.
Dari semua perlakuan, beras yang disosoh dan dimasak pada hari
ke-0 rasanya paling enak dan beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari
ke 14 rasanya kurang enak. Data ini menunjukkan bahwa beras yang
disosoh lebih baik dari segi warna, aroma,rasa dan kenampakkannya.
Berdasarkan hasil praktikum, data tersebut sesuai dengan
pernyataanMohapatra, Bal (2007) yang menyatakan bahwaberas pecah
kulit atau tanpa penyosohan yang kaya nutrisi kurang disukai karena
penampilannya kurang menarik, teksturkasar, dan susah dikunyah.
Penyosohan akan memperbaiki penampilan beras lebih menarik secara
visualmutu tanak aroma, dan rasanyalebih disukai.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kenampakan beras yang di lakukan penyosohan dengan mesin dengan
yang tidak melalui tahap penyosohan sangat berbeda, beras yang
disosoh memiliki kenampakan lebih putih daripada beras yang tidak
disosoh.
2. Tekstur beras sosoh dan beras tanpa penyosohan yang belum dimasak
tidakpunel, sedangkan kedua sampel beras yang sudah dimasak memiliki
tekstur yang punel.
3. Kandungan amilum mempengaruhi rasa, aroma dan tekstur beras.
4. Penyimpanandapatmempengaruhikondisiamilumpadaberas.
5. Proses penyosohan dapat mengurangi amilum beras sehingga
menurunkan kualitas beras.
6. Selain kondisi amilum, banyak sedikitnya air saat pemasakan dapat
mempengaruhi kepunelan beras.
7. Dari segi rasa, beras yang disosoh terasa lebih enak karena sudah tidak
adanya kotoran.
8. Penyosohan juga mempengaruhi aroma beras, beras yang
tanpa disosoh berbau apek dan yang disosoh berbau agak apek.
6.2 Saran
Saran setelah praktikum dilakukan adalah : Bahwa begitu pentingnya
pengaruh kandungan amilum padakualitas beras, maka tugas kita sebagai
mahasiswa FTP diharapkan untuk bias memodifikasi kandungan gizi pada beras
guna menghasilkan bers yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, N dan Ojha, T.P. 1976. Parboiling technology of paddy.In: Araullo, E.V, de
Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology.
Ottawa : IDRC.. Hal 163-204.
Araullo, E.V. D.B. Papua and Graham. 1976. Rice Postharvest Technology. fM.
Ottawa. Canada Damardjati, D.S. 1983. Karakteristik Sifat
Standardisasi Mutu Beras sebagai Landasan Pengembangan
Agribisnis dan Agro-industri Padi di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli
Peneliti Utama. Bogor : Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan,
Barber, De. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.
Gomez, K. A. & A. A. Gomez. 1979. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia.. pp: 615-618.
Grist D.H., 1973. Rice. Formerly Agricultural Economist. Colonial Agricultural.
Grist, D.H. 1975. Rice. 5th ed. London: Longmans.
Hubeis, M., 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serelia dan Biji-Bijian. .Bogor :
IPB.
Juliano, B.O. 1972. The Rest Caryopsis in J. M. Cordylas. 1990. Processing and
Preservation of Tropical and Subtropical Foods. Hong-kong : ELBS.
Juliano, B.O. 1976. Rice biology. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M
(ed). Rice Post Harvest Technology. Ottawa : IDRC.. Hal. 13-18.
Juliano 1980 dalam Indrasari, S.D. 2006. Kandungan mineral padi varietas
unggul dan kaitannya dengan kesehatan. Jurnal Iptek Tanaman
Pangan 1 : 88-90.
Kennedy BM (1980).Nutritional quality of rice endosperm. Dalam: Rice
Production and Utilization.Luh BS(ed). USA : AVI Publishing Company
Inc Westport Connecticut.p439-468.
Luh, B. S. 1980. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Company,
Inc. Westport, Connecticut.
Resurreccion, A.B. & Banzon, J.A. 1979. Fatty acid composition of the oil from
progressively maturing bunches of coconuts. Philipp. J.Coconut Study.,
IV (3): 1-5.
Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra
Hudaya.
LAMPIRAN