dilema impor beras

Upload: arimurdiyanto

Post on 09-Oct-2015

118 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Mata Kuliah Seminar Keuangan Publik

TRANSCRIPT

  • DILEMA IMPOR BERAS

    Ari Murdiyanto, Patmajati, dan Yuli Susanti

    Mahasiswa Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus Kelas 7G, Sekolah Tinggi Akuntansi

    Negara, Jakarta

    Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan beras merupakan salah satu hasil

    pertanian utamanya. Jumlah produksi beras Indonesia menempati posisi terbesar ketiga di

    dunia. Sejarah bahkan mencatat bahwa Indonesia pernah berhasil mewujudkan swa-sembada

    pangan. Julukan itu tidak serta merta tanpa berdasarkan suatu fakta. Prestasi terbaik swa-

    sembada ini tercatat pada tahun 1984. Saat itu Indonesia memperoleh penghargaan medali

    FAO atas tercapainya swa-sembada pangan. Namun dengan jumlah penduduk yang sangat

    besar, posisi keempat di dunia, dan konsumsi beras per kapita tertinggi di dunia, saat ini

    menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengimpor beras. Tidak tanggung-tanggung,

    menempati peringkat empat pengimpor beras terbanyak di dunia.

    Sampai dengan saat ini, kebijakan impor beras di Indonesia masih menjadi bahan

    perdebatan karena pro kontra yang ada di dalamnya. Pelaksanaan kebijakan impor beras ini

    seperti makan buah simalakama. Jika dilakukan bisa menghambat kemandirian ketahanan

    pangan negara. Namun jika tidak dilakukan akan berpengaruh pada ketersediaan beras di

    pasaran mengingat beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat di negara

    ini.

    Idealnya, sebagai bangsa agraris Indonesia seharusnya dapat mencukupi kebutuhan

    pangannya sendiri. Ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi di dalam negeri dapat

    dijelaskan secara singkat dengan rumusan sebagai berikut :

    Ps = P St + I E

    Keterangan :

    Ps = total penyediaan dalam negeri

    P = produksi

    St = stok akhir stok awal

    I = impor

    E = ekspor

  • Dari rumusan di atas dapat dilihat bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi

    kecukupan ketersediaan beras di dalam negeri. Keempat faktor tersebut saling terkait dan

    berhubungan secara berurutan. Untuk memenuhi kebutuhan akan beras, faktor pertama dan

    paling utama ialah jumlah produksi beras oleh petani. Faktor ini akan mempengaruhi faktor-

    faktor lainnya. Ketika jumlah produksi dalam negeri pada suatu tahun berlebih, maka akan

    terbentuk stok atau cadangan beras. Sebaliknya, jika produksi tidak mencukupi maka

    cadangan akan digunakan.

    Mengingat kondisi alam Indonesia yang tidak selalu mendukung untuk proses produksi,

    kadang ada kekeringan atau justru banjir yang dapat menyebabkan gagal panen, sehingga

    menyebabkan jumlah produksi beras tidak menentu setiap tahunnya maka kebijakan

    pembentukan cadangan beras wajib diadakan. Hal ini tentu menambah perhitungan jumlah

    beras yang harus disediakan. Di samping untuk konsumsi tahun berjalan, juga harus

    disediakan untuk cadangan manakala menghadapi masa paceklik yang mungkin terjadi di

    tahun berikutnya. Di sini memang terlihat bahwa faktor stok beras memang dipengaruhi oleh

    produksi sekaligus konsumsi pada suatu tahun. Itulah mengapa data yang digunakan adalah

    data perubahan stok akhir dibandingkan dengan stok awal.

    Apabila untuk memenuhi konsumsi dan perkiraan cadangan ini, ternyata produksi

    dalam negeri belum mencukupi, maka dilakukanlah kebijakan impor beras untuk menambah

    jumlah ketersediaan beras. Ekspor ditempatkan di posisi terakhir dalam faktor penyediaan

    beras karena memang kebijakan ekspor beras di Indonesia hanya dapat dilakukan apabila

    persediaan beras di dalam negeri telah melebihi kebutuhan.

    Kebijakan impor beras ditempuh akibat kurangnya ketersediaan beras dari produksi dan

    cadangan dalam negeri. Persediaan yang kurang atau bisa disebut kelangkaan beras dapat

    disebabkan oleh berbagai faktor. Lahan pertanian yang ada sekarang terutama di pulau Jawa

    semakin berkurang karena alih fungsi untuk tempat tinggal dan industri sedangkan

    perkembangan tanah di luar pulau Jawa yang jauh lebih luas mengarah pada sektor

    perkebunan yang lebih menjanjikan. Selain itu, Indonesia belum bisa menemukan dan

    menggunakan teknologi yang bisa meningkatkan hasil pertanian, sehingga biaya produksi

    termasuk biaya transportasi masih relatif mahal. Ditambah anggapan masyarakat bahwa

    makanan pokok adalah beras atau nasi mencerminkan adanya kegagalan dalam diversifikasi

    pangan. Cuaca dengan pergeseran musim kemarau dan penghujan yang tidak menentu juga

  • mengakibatkan petani susah mengawali masa tanam yang berakibat pada turunnya produksi

    beras.

    Adanya kelangkaan beras mengakibatkan harga beras melambung tinggi. Kelangkaan

    beras biasanya terjadi saat musim paceklik atau pada musim kemarau. Sebaliknya,

    ketersediaan beras melimpah saat musim panen. Itulah alasan lain mengapa pemerintah

    mengeluarkan kebijakan impor beras. Impor yang dilakukan memang dapat menurunkan

    harga beras di pasaran. Tapi, turunnya harga beras ini akan membuat petani merugi karena

    harga jual beras lebih rendah dari biaya produksi. Akhirnya, beberapa petani berpikir untuk

    beralih profesi ataupun menggunakan lahan mereka untuk kegiatan yang lebih

    menguntungkan. Adanya alih profesi dan alih fungsi lahan mengakibatkan kekurangan

    pangan. Pemerintah akan kembali melakukan impor. Kondisi ini akan terus-menerus terjadi

    menciptakan hubungan sebab akibat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya peningkatan produksi

    yang didukung dengan program pemerintah jangka panjang yang pro-petani.

    Hukum penawaran dan permintaan akan berlaku di dalam kondisi pasar normal.

    Kelangkaan beras akan berakibat pada naiknya harga beras. Untuk mengontrol harga beras

    pada level yang diinginkan, maka diperlukan intervensi pasar oleh pemerintah dengan cara

    menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk komoditi gabah dan beras dengan

    maksud sebagai jaminan harga bagi produksi petani. Saat musim panen, gabah atau beras

    melimpah di pasaran, sehingga Bulog ditugaskan untuk menyerap sebagian hasil produksi

    petani untuk mengamankan harga. Sedangkan musim paceklik, pasar kekurangan beras,

    sehingga Bulog ditugaskan untuk menambah stok beras melalui operasi pasar. Melalui

    penetapan HPP, Bulog harus membeli gabah atau beras dari petani sesuai HPP. Di sisi lain,

    harga beras impor di pasar dunia cenderung menurun dengan pelepasan stok yang cukup

    besar dari negara-negara produsen. Dengan lemahnya pengawasan terhadap impor terjadi

    pemasukan impor beras ilegal yang tidak terkendali dengan harga yang lebih murah

    dibanding HPP. Rendahnya harga beras di pasar dalam negeri dan terbatasnya kemampuan

    Bulog untuk menyerap kelebihan pasarmengakibatkan petani tidak lagi menikmati besarnya

    pendapatan yang sebanding dengan biaya produksinya. Beras impor telah menjadi penentu

    harga beras yang dominan. Bulog sebagai institusi yang diperintahkan untuk mengamankan

    HPP, mempunyai keterbatasan untuk membeli karena kecilnya penyaluranberas yang ada di

    gudang Bulog.

  • Selain stok beras dan stabilisasi harga, ternyata kebijakan impor begitu kuat muncul

    karena berbagai pengaruh politik. Mayoritas anggota di parlemen setuju adanya kebijakan

    impor ini dengan alasan stok beras yang tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, kualitas

    beras petani yang tidak bagus, harganya tidak sesuai dengan HPP, serta untuk memenuhi

    program raskin (beras miskin). Pemerintah seakan-akan justru menguntungkan negara lain

    tanpa melihat kepentingan petani dan masyarakatnya sendiri. Namun, mengapa hal ini tetap

    dilakukan. Muncul pertanyaan besar ada apa sebenarnya dibalik kebijakan impor beras ini.

    Sebenarnya kebijakan impor beras bisa menjadi tantangan tersendiri bagi petani untuk

    meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para petani dituntut untuk berproduksi bukan

    hanya mengandalkan kuantitas tetapi juga kualitas. Tentunya diperlukan dukungan besar dari

    pemerintah. Hal ini dikarenakan petani lokal relatif tertinggal dari petani luar negeri terutama

    dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi stimulus kebijakan ataupun subsidi

    produksi pangan.

    Impor beras, sebagaimana impor komoditas pangan utama lainnya, dilakukan

    berdasarkan asumsi pemerintah bahwa produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan

    konsumsi masyarakat sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan beras. Dengan asumsi

    bahwa jumlah stok beras terbatas, diperkirakan akan terjadi kenaikan harga. Kenaikan harga

    atas keterbatasan pangan dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak ekonomi. Dengan

    mengimpor, jumlah stok beras akan bertambah, sehingga diharapkan harga beras akan turun.

    Tapi, benarkah produksi beras dalam negeri tidak mencukupi untuk konsumsi masyarakat?

    Ada beberapa tujuan dilakukannya kebijakan impor beras. Pertama, impor beras

    digunakan untuk tujuan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat

    miskin, dan kerawanan pangan. Impor beras dengan tujuan tersebut dilakukan oleh Bulog.

    Kedua, impor untuk tujuan tertentu, terkait faktor kesehatan/dietary, konsumsi khusus atau

    segmen tertentu, dan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku/penolong industri yang tidak

    atau belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri. Untuk impor dengan tujuan

    tertentu ini dilaksakan oleh Importir Produsen Beras (IP-Beras) dan Importir Terdaftar Beras

    (IT Beras). Untuk memahami bagaimana sebenarnya proses impor beras tersebut, berikut alur

    prosedur impor beras berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 12/M-

    DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.

  • A. Permohonan Impor untuk Keperluan Stabilisasi Harga, Penanggulangan Keadaan Darurat, Masyarakat Miskin, dan Kerawanan Pangan

    Perusahaan Bulog Menteri Perdagangan

    Beras (pos tarif/HS 1006.30.90.00) dengan ketentuan tingkat kepecahan paling tinggi 25% yang

    boleh diimpor. Pelaksanaan impor hanya dapat dilakukan di luar masa satu bulan sebelum panen raya,

    masa panen raya, dan dua bulan setelah panen raya yang ditentukan oleh Menteri Pertanian

    dikecualikan hanya berdasarkan hasil kesepakatan Tim Koordinasi. Beras impor harus dikemas dalam

    kemasan dengan identitas yang jelas yang memuat informasi paling sedikit mengenai:

    a. jenis dan volume beras;

    b. tingkat kepecahan;

    c. negara asal; dan

    d. nama dan alamat importir.

    B. Impor Untuk Keperluan Tertentu 1. Keperluan Tertentu yang Terkait dengan Kesehatan/Dietary dan Konsumsi Khusus/Segmen

    Tertentu Serta Untuk Pengadaan Benih

    a. fotokopi Angka Pengenal Importir

    Umum (API-U);

    b. fotokopi Nomor Pengenal Importir

    Khusus (NPIK) Beras;

    c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

    (NPWP); dan

    d. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan

    (NIK).

    Mengajukan

    Permohonan

    menjadi

    importir

    Memberikan

    persetujuan impor

    berdasarkan

    kesepakatan rapat

    Tim Koordinasi

    Persetujuan memuat paling sedikit

    informasi :

    a. jenis dan volume beras;

    b. tingkat kepecahan;

    c. negara asal;

    d. pelabuhan tujuan; dan

    e. masa berlakunya persetujuan

    impor.

    START

    Ke Perusahaan Bulog

  • Importir Direktur Jenderal Perdagangan

    Luar Negeri, Departemen

    Perdagangan atas nama Menteri

    Perdagangan

    Beras impor harus dikemas dalam kemasan yang memuat keterangan label paling sedikit:

    a. jenis dan volume beras;

    b. tingkat kepecahan apabila dipersyaratkan;

    c. negara asal; dan

    d. nama dan alamat importir.

    2. Keperluan tertentu untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang berasnya tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri

    Beras yang diimpor dilarang diperjualbelikan atau dipindahtangankan.

    START

    a. fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-U) atau

    Angka Pengenal Importir Terbatas (API-T);

    b. fotokopi Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) Beras;

    c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

    d. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);

    e. rekomendasi dari Direktur Jenderal Pengolahan dan

    Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian; dan

    f. surat pernyataan dari bank devisa yang menyatakan bahwa

    pemohon memiliki kemampuan finansial yang memenuhi

    syarat perbankan untuk mendukung penerbitan L/C.

    Mengajukan

    Permohonan

    menjadi

    importir

    menerbitkan

    persetujuan

    atau penolakan

    (maks. lima

    hari kerja sejak

    permohonan

    diterima)

    Persetujuan atau

    Penolakan

    Ke Importir

  • Importir

    Direktur Jenderal Perdagangan

    Luar Negeri, Departemen

    Perdagangan atas nama Menteri

    Perdagangan

    START

    a. fotokopi Angka Pengenal Importir Produsen

    (API-P) atau Angka Pengenal Importir Terbatas

    (API-T);

    b. fotokopi Nomor Pengenal Importir Khusus

    (NPIK) Beras;

    c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

    d. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);

    e. rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri

    Agro dan Kimia (IAK) Departemen

    Perindustrian dan Direktur Jenderal Pengolahan

    dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen

    Pertanian; dan

    f. surat pernyataan dari bank devisa yang

    menyatakan bahwa pemohon memiliki

    kemampuan finansial yang memenuhi syarat

    perbankan untuk mendukung penerbitan L/C.

    Mengajukan

    permohonan

    pengakuan

    sebagai

    IPBeras

    menerbitkan

    persetujuan atau

    penolakan

    maks. lima hari

    kerja terhitung

    sejak

    permohonan

    diterima.

    Persetujuan atau Penolakan

    Persetujuan minimal

    tentang:

    a. jenis dan volume beras;

    b. tingkat kepecahan;

    c. pelabuhan tujuan;

    d. nama dan alamat

    importir; dan

    e. masa berlaku persetujuan

    impor.

    Ke Importir

  • C. Impor Beras yang Bersumber dari Hibah Lembaga/Organisasi Sosial atau Badan Pemerintah Direktur Jenderal Perdagangan Luar

    Negeri, Departemen Perdagangan atas

    nama Menteri Perdagangan

    Beras impor harus dikemas dalam kemasan dengan identitas yang jelas, paling sedikit mengenai:

    a. jenis dan volume beras;

    b. tingkat kepecahan;

    c. negara asal/lembaga pemberi hibah; dan

    d. instansi/lembaga penerima hibah.

    Daftar Beras yang Dapat Diimpor

    No. Pos Tarif HS Uraian Barang Keterangan

    1. 1006.10.00.00 Beras berkulit (padi atau gabah)

    START

    a. sertifikat hibah (gift certificate) dari

    instansi/lembaga di negara pemberi hibah yang

    telah diketahui oleh Perwakilan Republik

    Indonesia yang berada di negara pemberi hibah

    yang bersangkutan;

    b. rencana pendistribusian yang diketahui oleh

    Menteri Sosial atau pejabat berwenang yang

    ditunjuk; dan

    c. rekomendasi yang memuat keterangan

    mengenai jumlah dan kualitas beras hibah serta

    pelabuhan tujuan dari Direktur Jenderal

    Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,

    Departemen Pertanian untuk keperluan selain

    penanggulangan bencana; atau

    d. rekomendasi yang memuat keterangan

    mengenai jumlah dan kualitas beras hibahserta

    pelabuhan tujuan dari badan/instansi yang

    ditunjuk oleh Pemerintah untuk penanggulangan

    bencana

    Tanpa harus memiliki Angka Pengenal Importir

    (API) dan Nomor Pengenal Importir Khusus

    (NPIK)

    Mengajukan

    permohonan

    untuk menjadi

    importir

    menerbitkan

    persetujuan atau

    penolakan

    maks. lima hari

    kerja terhitung

    sejak permohonan

    diterima.

    Persetujuan atau Penolakan

    Persetujuan minimal tentang:

    a. jenis dan volume beras;

    b. tingkat kepecahan;

    c. pelabuhan tujuan; dan

    d. masa berlaku persetujuan

    impor.

    Ke Lembaga/Organisasi

    Sosial atau Badan

    Pemerintah

  • 1006.20 Gabah dikuliti: Pecah Kulit

    2. 1006.20.10.00 Beras Thai Hom Mali

    3. 1006.20.90.00 Lain-lain

    1006.30 Beras setengah digiling atau

    digiling seluruhnya, disosoh,

    dikilapkan maupun tidak

    Beras wangi

    4. 1006.30.15.00 Beras Thai Hom Mali

    5. 1006.30.19.00 Lain-lain Tingkat kepatahan paling

    tinggi

    5%(lima persen), antara lain:

    Beras Japonica, Basmati

    6. 1006.30.20.00 Beras setengah matang

    7. 1006.30.30.00 Beras Ketan pulut

    8. 1006.30.90.00 Lain-lain Tingkat kepecahan/kepatahan

    antara 5 sampai dengan 25%

    9. 1006.40.00.00 Beras pecah Tingkat kepecahan/kepatahan

    100% (seratus persen)

    11.03 Menir, tepung kasar dan palet

    Serealia

    -Menir dan tepung kasar

    1103.19 Dari serealia lainnya

    10. 1103.19.20.00 Dari beras

    Catatan :

    1) Impor beras untuk keperluan tertentu untuk kesehatan dan konsumsi khusus No. Urut 1, 2, 3, 4, 5,

    6, 7;

    2) Impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin

    dan kerawanan pangan (No. Urut 8), pelaksana impornya oleh Perum Bulog;

    3) Impor beras untuk keperluan hibah (No. Urut 5 dan 8) dengan tingkat kepecahan paling tinggi

    25%;

    4) Impor beras untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong No. Urut 5, 9, dan

    10.

    D. Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Setiap pelaksanaan impor beras wajib terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis

    oleh surveyor yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan di pelabuhan muat negara asal beras impor.

    Surveyor dapat memungut imbalan jasa dari importir yang besarannya ditentukan dengan

    memperhatikan azas manfaat. Syarat menjadi Surveyor sebagai berikut:

    a. berpengalaman sebagai surveyor beras minimal 5 (lima) tahun; dan

    b.memiliki cabang atau perwakilan di seluruh Indonesia untuk verifikasi ekspor atau afiliasi di

    luar negeri untuk verifikasi impor.

    Verifikasi dilakukan terhadap:

    a. Impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin

    dan kerawanan pangan serta impor beras untuk keperluan tertentu, meliputi data atau keterangan

    mengenai:

    1. negara asal muat beras;

    2. spesifikasi beras yang mencakup pos tarif atau nomor HS dan uraian beras;

    3. jenis dan volume beras;

    4. tingkat kepecahan (apabila dipersyaratkan);

    5. waktu pengapalan; dan

    6. pelabuhan tujuan.

    b. Impor beras yang bersumber dari hibah, meliputi data atau keterangan mengenai:

    1. sertifikat hibah (Gift Certificate);

  • 2. negara asal/lembaga pemberi hibah;

    3. jenis dan volume beras; dan

    4. tingkat kepecahan.

    Hasil verifikasi dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen

    pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor. Surveyor wajib menyampaikan

    laporan tertulis tentang pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor dan ekspor beras yang

    telah dilakukannya kepada Direktur JenderalPerdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan

    setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis

    impor beras oleh surveyor tidak mengurangi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

    Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pabean.

    E. Pelaporan Pelaksanaan Impor Beras Importir beras wajib menyampaikan laporan pelaksanaan impor beras secara tertulis setiap bulan,

    paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya sebagai berikut:

    1. Perusahaan Umum Bulog wajib menyampaikan kepada Menteri, dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Pertanian.

    2. Importir yang telah mendapat persetujuan impor beras wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan dengan tembusan kepada Direktur

    Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam

    Negeri, Departemen Perdagangan.

    3. Importir yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-Beras wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan dengan tembusan Direktur Jenderal

    Industri Agro dan Kimia, dalam hal ini Direktur Industri Agro, Departemen Perindustrian dan

    Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian.

    4. Lembaga/organisasi sosial, atau badan pemerintah yang telah mendapat persetujuan impor beras yang berasal dari hibah wajib menyampaikan setiap bulan, paling lambat pada tanggal 15 bulan

    berikutnya dari setiap bulan pelaksanaan Impor kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal

    Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan dengan tembusan kepada Menteri Pertanian

    dalam hal ini Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Menteri Sosial dalam

    hal ini Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial, Deputi II Menteri

    Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, dan Direktur Jenderal

    Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan.

    F. Sanksi dan Pembekuan Penetapan Sebagai Importir Beras dan/atau Persetujuan Impor Beras

    Pembekuan penetapan sebagai importir dilakukan apabila importir tidak melaksanakan kewajiban

    menyampaikan laporan tertulis sebanyak tiga kali. Pembekuan tersebut dapat diaktifkan kembali

    apabila importir telah melaksanakan kembali segala kewajiban menyampaikan laporan tertulis dalam

    waktu dua bulan setelah dibekukan.

    Penetapan sebagai importir beras dan/atau persetujuan impor beras dicabut apabila importir:

    1. tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan tertulis dalam waktu 2 (dua) bulan setelah terkena sanksi pembekuan penetapan sebagain importir;

    2. terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen penetapan sebagai importir beras dan/atau persetujuan impor beras;

    3. terbukti melanggar ketentuan larangan memperdagangkan/memperjualbelikan beras Impor untuk keperluan tertentu untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang

    berasnya tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri; atau

    4. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan penetapan sebagai importir beras

    dan/atau persetujuan impor atau ekspor beras.

    Pembekuan, pencabutan dan pengaktifan kembali penetapan sebagaiImportir beras dan/atau

    persetujuan impor beras yangdiberikan kepada :

    1. Importir, IP-Beras, lembaga/organisasi sosial/ badan pemerintah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan atas nama Menteri;

    2. Perusahaan Umum Bulog ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

  • Surveyor dicabut penetapannya apabila melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan

    verifikasi ataupenelusuran teknis impor atau ekspor beras dan/atautidak memenuhi ketentuan

    kewajiban pelaporan tertulis sebanyak dua kali secara berturut-turut.Importir atau eksportir yang

    melakukan impor atau ekspor beras yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi sesuai

    dengan ketentuan kepabeanan dan/atau ketentuan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku.

    Pengawasan dan pemantauan terhadap pendistribusian beras impor diatur tersendiri oleh Direktur

    Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan.

    Data pada tabel 1 adalah data impor beras yang dilakukan Indonesia selama 5 tahun

    terakhir. Sedangkan data pada tabel 2 adalah tabel produktivitas tanaman padi di Indonesia

    selama 5 tahun terakhir.

    Tabel 1: Data Impor Beras Indonesia 5 tahun

    terakhir

    Tahun Nilai (US$) Volume (Kg)

    2009 108,153,251 250,473,149

    2010 360,784,998 687,581,501

    2011 2,698,989,514 1,483,046,924

    2012 1,927,563,276 1,006,973,088

    2013 472,674,823 246,038,027

    Tabel 2: Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Indonesia

    Provinsi Jenis

    Tanaman Tahun

    Luas

    Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)

    Konversi

    menjadi Beras

    (ton)

    Indonesia Padi 2009 12,883,576 49.99 64,398,890 36,707,367.30

    Indonesia Padi 2010 13,253,450 50.15 66,469,394 37,887,554.58

    Indonesia Padi 2011 13,203,643 49.8 65,756,904 37,481,435.28

    Indonesia Padi 2012 13,445,524 51.36 69,056,126 39,361,991.82

    Indonesia Padi 2013 13,837,213 51.52 71,291,494 40,636,151.58

    Data diakses 5 mei 2014

    Sumber data: BPS

  • Nilai impor beras Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan angka fluktuatif. Jika

    dilihat pada tahun 2011, impor beras Indonesia melonjak drastis, lebih dari dua kali lipat.

    Dari 687,581,501 kg di tahun 2010 menjadi 1,483,046,924 kg. Di sisi lain impor tahun 2013

    turun drastis bahkan sesuai keterangan BULOG bahwa impor ini dilakukan bukan dalam

    rangka menjaga ketahanan pangan dan stabilisasi harga, melainkan impor untuk tujuan

    tertentu. Timbul pertanyaan, ada apa Indonesia di tahun 2011? Padahal produktivitas beras

    pada dua tahun tersebut relatif sama, yaitu berkisar di angka 37 juta ton.

    Apakah beras yang dihasilkan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan beras

    masyarakat Indonesia selama setahun? Bagaimana tingkat konsumsi beras Indonesia

    dibandingkan dengan data produksi beras yang mampu dihasilkan oleh para petani

    Indonesia? Tabel 3 menunjukkan tingkat konsumsi dibandingkan dengan tingkat produksi

    tanaman padi di Indonesia untuk mengetahui surplus ataupun defisit kebutuhan tanaman padi.

    Tabel 3: Perbandingan Tingkat Produksi dan Konsumsi Tanaman Padi di

    Indonesia

    Tahun 2009 2010 2011 2012 2013

    konsumsi

    (kg) Indonesia

    62,960,518,579

    62,093,797,539

    60,697,264,797

    59,671,131,386

    58,471,519,808

    konsumsi

    (ton) Indonesia

    62,960,519

    62,093,798

    60,697,265

    59,671,131

    58,471,520

    produksi

    (ton) Indonesia

    64,398,890

    66,469,394

    65,756,904

    69,056,126

    71,291,494

    Surplus

    1,438,371

    4,375,596

    5,059,639

    9,384,995

    12,819,974

    Data diakses 5Mei 2014

    Sumber data: BPS

    Menurut Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Bulog, pada tahun 2011 terjadi

    peningkatan kebutuhan masyarakat dari 2,7 juta ton beras per bulan menjadi sekitar 3 juta ton

    per bulan. Oleh karena itu, stok beras di Bulog juga harus dinaikkan. Sementara itu, Menteri

    Pertanian Suwono mengaku bahwa dengan produksi padi sebanyak 68,06 ton gabah kering

    giling atau sekitar 37 juta ton beras, Indonesia hanya surplus 4-5 juta ton. Padahal saat itu

    pemerintah menargetkan peningkatan produksi dan surplus beras 10 juta ton hingga 5 tahun

    mendatang. Dengan ketergantungan beras yang sangat tinggi sedangkan surplus yang hanya

    4-5 juta ton dirasa sangat mengkhawatirkan. Apalagi kondisi iklim saat itu diperkirakan

    ekstrim dan kemungkinan terjadi El Nino. Jika terjadi kemarau panjang, kebutuhan beras

    akan sulit dipenuhi. Surplus sebanyak 4-5 juta ton beras hanya cukup untuk memenuhi

    kebutuhan selama 2 bulan (Agro Indonesia, 2011).

    Tercatat pula produktivitas tanaman padi dalam negeri selama 5 tahun berturut-turut

  • menunjukkan peningkatan. Ini berarti Indonesia sebenarnya mampu memproduksi tanaman

    padi rata-rata 67,39 juta ton per tahun dalam 5 tahun terakhir. Atau setara 38,41 juta ton beras

    yang dihasilkan. Angka ini diperoleh dengan cara mengalikan hasil produksi tanaman padi

    dengan persentase konversi gabah kering giling menjadi beras sebesar 57% (Khudori, 2013).

    Produksi beras dari tahun ke tahun memang selalu meningkat. Namun bukan berarti

    ketersediaan beras dapat tercukupi karena setiap tahun pula jumlah penduduk Indonesia

    meningkat. Sehingga peningkatan jumlah produksi beras harus dilakukan untuk mengimbangi

    tingginya jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas mengkonsumsi beras. Konsumsi beras

    nasional per tahun adalah 139 kg per kapita atau total mencapai 34,05 juta ton per tahun

    (Tempo, 2013). Jumlah konsumsi beras ini adalah tertinggi se-Asia bahkan di dunia. Dilihat

    dari data konsumsi beras dan beras yang dihasilkan, secara kasat mata tentu saja tanpa

    melakukan impor, Indonesia sebenarnya mampu untuk memenuhi kebutuhan nasional beras.

    Namun kenyataannya, Indonesia masih melakukan impor beras.

    Sebenarnya ada perbedaan data yang jelas antara BPS dengan Bulog, sehingga

    sebenarnya data mana yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan apakah Indonesia

    perlu impor atau tidak? Bagaimana penentuan berapa cadangan beras atau surplus yang harus

    dianggarkan? Menurut penelitian yang menggunakan 3 pendekatan untuk menghitung

    besaran stok cadangan optimum yaitu pendekatan NFA (National Food Authority) of the

    Philippines, Stock to Utilization Ratio of FAO, and Usual Marketing Requirement, hasil

    perhitungan itu diperoleh bahwa besaran cadangan beras dari angka terkecil 0,75 juta ton

    sampai angka tertinggi 3,4 juta ton (Dr. M. Husein Sawit,-). Dan dengan berbagai

    pertimbangan, Indonesia sebenarnya disarankan untuk mempunyai cadangan beras hanya

    0,75 juta ton. Katakanlah kita menggunakan stok beras maksimum, itupun hanya 3,4 juta ton,

    berbeda dengan pernyataan Direktur Bulog. Jika dilihat dari data pada grafik, sebenarnya

    Indonesia tidak perlu melakukan impor. Misalpun ada, perlu ukuran yang jelas tentang

    cadangan beras yang sesungguhnya. Disinilah perlunya keterbukaan pengukuran cadangan

    beras dan sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.

    Tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan besarnya kedudukan beras dalam konsumsi pangan di

    Indonesia diabandingkan dengan makanan pokok lainnya.

    Tabel 4: Konsumsi Padi-padian per Kg/Kapita/Tahun di Indonesia

    Konsumsi

    Padi-padian Beras

    Beras

    Ketan

    Jagung

    Basah

    dengan

    Kulit

    Jagung

    Pipilan/

    Beras

    Jagung

    Tepung

    Beras

    Tepung

    Jagung

    Tepung

    Terigu Lainnya

    2008 102.21 0.21 0.63 1.83 0.31 0.50 1.25 0.05

    2009 100.75 0.21 0.94 1.56 0.37 0.50 1.30 0.05

  • 2010 102.87 0.26 0.63 1.20 0.37 0.50 1.46 0.05

    2011 97.65 0.16 0.57 1.51 0.26 0.50 1.20 0.00

    2012 97.40 0.16 0.57 1.30 0.26 0.50 1.25 0.05

    Data diakses 23 Juni 2014

    Sumber data: Data BPS diolah oleh Pusdatin

    Tabel 5: Konsumsi Umbi-umbian per Kg/Kapita/Tahun di Indonesia

    Konsumsi

    Umbi-

    umbian

    Ketela

    Pohon

    Ketela

    Rambat Sagu Talas Kentang Gaplek

    Tepung

    Gaplek

    Tepung

    Ketela

    Pohon

    Lainnya

    2008 5.53 2.24 0.42 0.57 1.72 0.05 0.31 0.05 0.16

    2009 5.06 2.29 0.37 0.37 1.83 0.05 0.26 0.05 0.10

    2010 5.79 2.87 0.47 0.47 1.56 0.10 0.16 0.05 0.10

    2011 3.60 2.35 0.42 0.42 1.46 0.10 0.10 0.05 0.10

    2012 3.49 2.35 0.42 0.42 1.56 0.05 0.16 0.05 0.10

    Data diakses 23 Juni 2014

    Sumber data: Data BPS diolah oleh Pusdatin

    Dari tabel 4 dan 5 menunjukan betapa masyarakat Indonesia hanya terpaku pada beras

    sebagai makanan pokoknya. Konsumsi beras jauh memimpin dalam kebutuhan akan pangan.

    Seakan-akan hanya beraslah yang menjadi makanan pokok kita. Jika hal ini terus berlanjut,

    tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan terus meningkatkan impor beras jika

    pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras dan penurunan

    angka ketergantungan pangan akan beras.

    Selain permasalahan produktivitas beras yang tidak mencukupi untuk konsumsi dalam

    negeri, faktor lain yang turut mempengaruhi isu ketersediaan beras dalam stok nasional

    adalah distribusi hasil panen. Distribusi hasil panen dari petani sebenarnya beragam

    tergantung kondisi daerah masing-masing. Namun, secara garis besar jalur distribusi beras

    dari petani ke swasta maupun pemerintah dapat dilihat pada tabel 3. Distribusi beras dari

    petani ke swasta jauh lebih panjang dibandingkan ke pemerintah. Jumlah beras yang mampu

    dibeli swasta pun lebih banyak daripada yang dapat diserap oleh Bulog. Hal ini memicu

  • pertambahan harga di setiap jenjang distribusinya karena penambahan biaya transportasi

    maupun pengambilan margin keuntungan yang dapat diatur sendiri oleh pedagang pengumpul

    dan pelaku distribusi selanjutnya. Adanya pengetahuan yang terbatas oleh petani dibanding

    pengetahuan pedagang akan fluktuasi harga seolah-olah memisahkan petani dari mekanisme

    pasar. Pelaku utama perdagangan beras bukan lagi petani melainkan para pedagang. Oleh

    sebab itu, keuntungan yang diterima oleh petani tidak dapat maksimal jika alur distribusi

    beras terlalu panjang.

    Tabel 6. Jalur distribusi beras

    gabah gabah

    gabah

    beras

    Sumber: Saliem (2004)

    Melihat jalur distribusi hasil panen yang begitu kompleks, diperlukan distribusi

    pemasaran yang lebih pendek, agar dapat memaksimalkan keuntungan bagi petani dan

    melindungi konsumen dengan harga beras yang tidak melambung tinggi karena ulah

    pedagang. Meskipun pemerintah sudah menerapkan kebijakan HPP tetapi sering ditemui di

    pasar bahwa untuk kualitas yang sama, harga beras lokal ternyata kalah murah dibandingkan

    harga beras yang didatangkan dari luar negeri. Alhasil, masyarakat konsumen yang tidak

    memperhatikan jenis beras lokal atau impor akan cenderung membeli beras yang lebih

    murah.

    Melihat permasalahan dan penjelasan di atas, impor beras yang dilakukan pemerintah

    selama ini adalah bentuk solusi pendek dan praktis untuk memenuhi kebutuhan beras dalam

    negeri. Padahal solusi ini memiliki dampak yang sangat buruk bagi pertanian dalam negeri.

    Petani

    Pengumpul

    Bulog

    KUD

    Pedagang/Toko

    Eceran

    Pedagang Besar/Grosir

    Pedagang Antar Pulau

    Penggilingan

    Konsumen

    Pasar Provinsi

    Pasar Induk Cipinang

  • Namun di sisi lain, jika impor beras tidak dilakukan, ketersediaan bahan pangan beras bagi

    masyarakat bisa terancam. Sebuah dilema bagi pemerintah. Tapi menurut kami, dampak

    ketergantungan impor lebih membahayakan bagi keberlangsungan ketahanan pangan kita.

    Berdasarkan penjelasan di atas tentang alur distribusi dan harga beras impor yang lebih

    murah dibandingkan harga beras lokal, dan bahwa beras impor mempengaruhi pasar beras

    lokal, tentu saja yang mengalami dampak paling besar adalah petani. Beras yang dihargai

    rendah tidak sebanding dengan biaya produksi yang cukup tinggi mulai dari pengolahan

    lahan, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama, hingga proses pemanenan. Tentu hal

    ini berakibat pada bangkrutnya petani. Profesi petani yang dianggap tidak menguntungkan

    dalam jangka panjang bisa berdampak pada masa depan pertanian Indonesia. Bayangkan jika

    banyak petani yang memutuskan beralih profesi dan atau mengubah lahan mereka ke bidang

    lain yang dianggap lebih menguntungkan secara finansial. Data dari BPS di Provinsi Daerah

    Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013 menunjukkan, lebih dari 75% jumlah tenaga pertanian

    adalah usia di atas 40 tahun. Jika diambil analisis sangat sederhana, jika tidak segera

    digunakan teknologi, dikhawatirkan dalam 20 tahun ke depan Indonesia akan mengalami

    krisis pertanian karena kekurangan tenaga. (Tribun Jogja, 2014). Saat petani sudah semakin

    sedikit jumlahnya, tentu saja produktivitas beras juga menurun. Dan, jika sudah seperti itu,

    saat itulah ketahanan pangan kita terancam.

    Berikut ini adalah solusi agar impor beras tidak berujung pada terancamnya ketahanan

    pangan dan kita bisa keluar dari jeratan impor beras ini. Ada tiga poin utama solusi yang

    kami tawarkan. Pertama adalah meluruskan permasalahan data kebutuhan konsumsi beras

    yang berbeda antara data Bulog dan BPS. Perbedaan itulah yang mengakibatkan

    ketidakjelasan kebijakan impor beras ini. Solusi kedua adalah fokus dalam peningkatan

    produksi beras. Dan yang ketiga, diversifikasi pangan.

    Untuk meluruskan permasalahan data, kami memiliki beberapa rekomendasi cara. Yang

    pertama adalah pembangunan bank data nasional tempat dikumpulkan dan diolahnya data

    secara sistematis. Yang kedua, data yang digunakan untuk impor haruslah data yang valid.

    Dan yang terakhir dan paling penting adalah harus dilakukan koordinasi yang baik antar

    lembaga dan institusi yang terkait dengan impor beras. Berdasarkan pembahasan kami di

    atas, tidak telihat koordinasi yang baik antar lembaga dan institusi tersebut.

    Untuk solusi kedua, fokus dalam peningkatan produksi beras kami memiliki 3

    rekomendasi cara. Pertama, subsidi kepada petani difokuskan pada proses produksi, bisa

    dalam bentuk subsidi pupuk dan subsidi bibit. Kedua, memaksimalkan penggunaan teknologi

    pertanian. Dan yang ketiga dan yang terpenting adalah kontinuitas kebijakan pemerintah.

    Maksudnya adalah ketika pemerintah berganti pimpinan, kebijakan yang sudah berjalan baik

    harus dilanjutkan, bukan diganti dengan kebijakan yang lain. Mardian Wibowo memaparkan

    Kompleksitas masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi pertanian menjadikan

    peningkatan produksi sebagai proyek jangka panjang serta berbiaya tinggi. Peningkatan

    produksi pangan tidak bisa dicapai dengan cepat, melainkan secara bertahap. Apalagi sebagai

    sebuah proyek jangka panjang, peningkatan produksi pertanian memerlukan ketersambungan

    (kontinuitas) kebijakan pemerintahan. Artinya, pemerintah yang akan datang harus rela dan

  • memiliki komitmen untuk meneruskan kebijakan pemerintah sebelumnya (yang

    mencanangkan proyek peningkatan produksi pertanian). Sedangkan jika memilih jalan impor,

    permasalahan yang dihadapi pemerintah lebih sederhana. Impor adalah cara instan karena

    begitu pemerintah mengeluarkan uang, sejumlah beras akan diterima pemerintah. Lebih

    gampang lagi, impor tidak memerlukan perencanaan lintas sektoral (apalagi lintas generasi)

    serumit dibandingkan proyek peningkatan hasil produksi. (Mardian Wibowo, 2006).

    Kemudian solusi yang terakhir adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan

    dimaksudkan agar masyarakat tidak bertumpu pada satu makanan pokok, yaitu nasi. Dengan

    diversifikasi pangan diharapkan konsumsi beras akan menurun dan ketergantungan impor

    beras bisa ditekan. Upaya melakukan diversifikasi pangan sebenarnya telah muncul pada

    tahun 1960-an. Baru kemudian pada tahun 1974 secara eksplisit pemerintah mencanangkan

    diversifikasi pangan melalui Inpres nomor 14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan

    Rakyat yang kemudian disempurnakan melalui inpres nomor 20 Tahun 1979. (Mewa Ariani).

    Hal ini sebenarnya bisa berhasil karena potensi keanekaragaman makanan pokok di Indonesia

    juga melimpah. Sebut saja singkong, ubi jalar, sagu, jagung, kentang, dan banyak lainnya

    yang bahkan nilai gizinya pun tidak kalah dibandingkan dengan beras. Dan, seperti dijelaskan

    pada pembahasan di atas, konsumsi kita pada bahan pokok pengganti beras seperti umbi-

    umbian masih tergolong sangat rendah. Padahal jika bisa diolah lebih lanjut, diversifikasi

    pangan ini bisa menjadi penguat ketahanan pangan Indonesia.

    Impor beras, berapapun jumlahnya, akan berpengaruh pada menurunnya moral dan

    minat generasi muda untuk membangun pertanian. Konsekuensi jika semangat membangun

    pertanian semakin memudar, Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang gagal memenuhi

    kebutuhan pangannya secara mandiri. Apalagi sampai menjadi bangsa yang bergantung pada

    bangsa lain. Tidak cukup dengan strategi matang, tetapi juga dibutuhkan suatu komitmen dari

    semua elemen masyarakat yang sangat kuat untuk mengeluarkan Indonesia dari jerat

    ketergantungan impor beras.

  • Daftar Pustaka

    1. Agro Indonesia. (2011). Impor Beras Tak Terhindarkan. Retrieved from Agro Indonesia Website: http://agroindonesia.co.id/2011/07/19/impor-beras-tak-

    terhindarkan/

    2. Badan Pusat Statistik. Data Tanaman Pangan. Retrieved from BPS Website: http://bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53&notab=0

    3. Giyanto. 2008. Hukum Praksiologi Dalam Menjawab Permasalahan Keadilan Bagi Petani. Jurnal Kebebasan: Akal dan Kehendak Vol. II, Edisi 36, Tanggal 30 Juni

    2008

    4. Hanani, H. (2012). Penguatan Ketahanan Pangan di Wilayah ASEAN Sebagai Strategi Menghapuskan Kemiskinan dan Kelaparan. E- Journal Ekonomi Pertanian.

    Vol 1, No.1

    5. Indonesia. Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 12/M-DAG/PER/4/2008

    6. Kementerian Pertanian. Basis Data Ekspor-Impor Komoditi Pertanian. Retrieved from Kementerian Pertanian Website: http://database.deptan.go.id/eksim/index1.asp

    7. Khudori. (2013). Otak-atik Surplus Beras 10 Juta Ton. Retrieved from Tempo Website: http://www.tempo.co/read/kolom/2013/07/16/769/Otak-atik-Surplus-Beras-

    10-Juta-Ton

    8. Okezone. (2014). 3 Alasan Perlu atau Tidaknya Indonesia Impor Beras. Retrieved from Okezone Website: http://economy.okezone.com/read/2014/01/19/320/928464/3-

    alasan-perlu-atau-tidaknya-indonesia-impor-beras

    9. Saliem, Handewi P. (2004). "Analisis Marjin Pemasaran: Salah Satu Pendekatan Dalam Sistem Distribusi Pangan", dalam Handewi P. Saliem, Saptana and Edi Basuno

    (ed.), Prospek Usaha Dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian, Monographs

    Series No.24, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

    10. Sawit, Husein. Besaran Stok Cadangan Beras Untuk Indonesia. Retrieved from website: http://pangan.agroprima.com

    11. Tempo. (2013). Indonesia Bebas Impor Beras. Retrieved from Tempo Website: http://www.tempo.co/read/news/2013/03/24/090469092/2013-Indonesia-Bebas-

    Impor-Beras

    12. Tribun Jogja. (2014). Petani Jadi Manusia Langka. Retrieved from Tribun Jogja Website: http://jogja.tribunnews.com/2014/01/20/petani-jadi-manusia-langka/

    13. Wibowo, Mardian. (2006). Impor Beras yang Memiskinkan. Retreived from Mardian Wibowo Website: http://mardian.files.wordpress.com/2008/05/impor-beras-yang-

    memiskinkan1.pdf