pengaruh peer group sebagai group...
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH PEER GROUP SEBAGAI GROUP REFERENCE
TERHADAP MINAT BERAGAMA PADA REMAJA MUSLIM
Oleh:
SISCA RAHMADINI PRICILIA
Drs. HARYANTO M,Si
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH PEER GROUP SEBAGAI GROUP REFERENCE
TERHADAP MINAT BERAGAMA PADA REMAJA MUSLIM
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
( Drs. Haryanto M.Si )
PENGARUH PEER GROUP SEBAGAI GROUP REFERENCE TERHADAP
MINAT BERAGAMA PADA REMAJA MUSLIM
Sisca Rahmadini Pricilia
Drs. Haryanto M,Si
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik pengaruh peer group sebagai group reference terhadap minat agama pada remaja. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat pengaruh positif peer group sebagai group reference terhadap minat agama pada remaja. Semakin tinggi fungsi peer group maka semakin tinggi pula minat beragama pada remaja dan kebalikannya.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala. Adapun skala pengukuran yang dipakai adalah skala fungsi teman sebaya berdasarkan teori yang dikemukakan Hyman, dkk (1942) dan skala minat agama berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1980). Aitem-aitem skala peer group dan minat agama dibuat bervariasi antara pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable. Skala dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Subyek penelitian adalah siswa SMU UII kelas ii dan iii, memiliki jenis kelamin perempuan maupun laki-laki, yang berusia antara 16-19 tahun. Jumlah subyek penelitian sebanyak 74 orang. Cara pengambilan subyek penelitian adalah dengan menggunakan purposive sampling.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik Analisis Regresi. Proses analisis ini menggunakan SPSS versi 13.0 for windows. Hasil analisis data menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel peer group dengan minat agama sebesar R = 0,618 dengan p = 0,000 atau p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh peer group sebagai group reference terhadap minat agama pada remaja. Dengan demikian hipotesis diterima. Kata Kunci : minat agama, peer group
PENGANTAR
Dunia remaja adalah dunia yang penuh dengan kompleksitas, di mana
remaja mengalami perkembangan baik fisik maupun psikis yang akan
mempengaruhi perkembangan berikutnya yaitu dunia dewasa. Stanley Hall
menjelaskan masa remaja sebagai masa badai dan tekanan (storm and stress)
yaitu suatu periode yang berada dalam situasi antara kegoncangan, penderitaan,
asmara dan pemberontakan terhadap otoritas orang tua (Yusuf, 2000). Erickson
(Said, 1998) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa krisis
identitas (identity crisis). Krisis identitas adalah suatu keadaan yang menunjukan
bahwa individu mengalami kebingungan dalam mempertimbangkan apa saja
yang dilihat pada lingkungan masyarakat sekitarnya serta berusaha untuk
mengikat diri pada nilai-nilai tertentu yang dianggap cocok dengan dirinya dan
dapat dijadikan sebagai identitasnya.
Surat kabar harian Kedaulatan Rakyat edisi jumat 17 juni 2005
melaporkan bahwa pecandu narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di
Indonesia pada tahun 2004 mencapai jumlah empat juta penduduk, termasuk di
antaranya anak-anak dan remaja usia sembilan hingga lima belas tahun. Forum
Konsultasi Lentera Sahaja, sebuah lembaga konsultasi di bawah perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jogjakarta melaporkan bahwa tiap bulan
terdapat 30 remaja di jogjakarta yang hamil di luar nikah dan umumnya adalah
anak kost (Kompas, 3 Juli 2000). Pada tahun 1997, Lentera Sahaja mencatat
rata-rata 20 remaja per bulan datang berkonsultasi. Jumlah ini meningkat di
tahun 1999-2000 menjadi 30 remaja per bulan. Remaja yang datang
berkonsultasi ke lembaga ini umumnya berusia antara 9-22 tahun. Perilaku
penyimpangan lainnya adalah tawuran antar remaja. Data Direktorat Bimbingan
Masyarakat Polda Metro Jaya dan sekitarnya menunjukan bahwa tawuran antar
pelajar tahun 2000 ada 197 kasus, tahun 2001 ada 123 kasus, sedangkan pelajar
yang tewas tahun 2000 tercatat 28 orang, tahun 2001 sebanyak 23 orang.
Pelajar yang luka berat tahun 2000 ada 22 orang, tahun 2001 ada 32 orang
(Kompas, 27 Maret 2003). Saat ini, tawuran pelajar bukan merupakan kenakalan
remaja tetapi sudah menjadi tindak kriminal karena tawuran pelajar sudah
menjurus ke anarkhis/kekerasan, perusakan dan penganiayaan
(www.kedaulatanrakyat.com).
Hal tersebut menunjukan bahwa remaja Indonesia belum menemukan jati
dirinya sebagai seorang individu yang unik karena apabila remaja berhasil
memahami dirinya, peran-perannya, dan makna hidup beragama, maka dia akan
menemukan jati dirinya, dalam arti kata dia akan memiliki kepribadian yang
sehat. Sebaliknya apabila gagal dia akan mengalami kebingungan atau
kekacauan (confusion) (Yusuf,2000). Salah satu usaha untuk membentuk jati diri
pribadi yang kuat adalah melalui pembelajaran agama. Agama dibutuhkan untuk
menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang matang dengan “unifying
philosophy of life” atau bentuk kepribadian khas yang dapat menghindarkan diri
dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini. Assegaf
(Republika, 30 April 1995) mengemukakan bahwa pencegahan terhadap
dekadensi moral pada remaja dapat diupayakan melalui penanaman nilai-nilai
agama serta pendidikan moral. Larson (Hawari, 1995) menemukan bahwa
remaja yang komitmen agamanya lemah mempunyai resiko empat kali lebih
besar untuk menyalahgunakan NAZA dibandingkan dengan remaja yang
komitmen agamanya kuat. Melalui pendidikan agama remaja dapat mengetahui
mana hal yang baik bagi dirinya dan bagaimana menjawab permasalahan yang
dihadapinya. Adams dan Gullota (Wirawan, 1988) mengemukakan bahwa agama
menyajikan kerangka moral sehingga seseorang bisa membandingkan tingkah
lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan
mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia. Agama menawarkan
perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi remaja yang sedang mencari
eksistensi dirinya. Agama mengatur hal-hal apa yang boleh dilakukan dan apa
yang harus dijauhi.
Titik tolak dari proses pembelajaran agama adalah adanya minat remaja
terhadap agama. Minat agama adalah sejauh mana perhatian remaja tertuju
pada hal-hal religi atau agama sebagai pedoman dalam hidupnya, termasuk di
antaranya membahas masalah agama, mengikuti pelajaran agama di sekolah,
mengunjungi tempat peribadatan, dan mengikuti berbagai upacara agama
(Hurlock,1980). Dengan adanya minat remaja terhadap agama diharapkan
mampu mendorong remaja untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran
agamanya sehingga terbentuklah identitas diri remaja yang unik.
Minat dapat timbul dari adanya pengaruh atau identifikasi terhadap orang
lain, termasuk di antaranya pengaruh dari teman sebaya karena teman sebaya
merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dan erat dimana remaja
menghabiskan waktu bersama dan berinteraksi secara mendalam di samping
berinteraksi dengan orang tua mereka. Kelompok teman sebaya merupakan
lingkungan sosial pertama di mana remaja belajar untuk hidup bersama orang
lain yang bukan anggota keluarganya (Andi,1982). Havighurst (Santosa, 1983)
menyatakan bahwa ada dua dunia sosial atau lingkungan yang berpengaruh
pada remaja yaitu dunia orang dewasa dan dunia peer groupnya. Pada masa
kanak-kanak pengaruh yang lebih kuat adalah orang tua, dimana pada masa ini
seseorang masih diatur dan diawasi orang tuanya. Namun pada masa remaja
yang lebih berpengaruh adalah lingkungan tempat ia beraktifitas sehari-harinya,
yaitu lingkungan sekolah dan teman sepermainan.
Tingkah laku, minat bahkan sikap dan perilaku remaja banyak
dipengaruhi oleh teman-teman dalam kelompok mereka, di samping pengaruh
dari orang tua mereka. Remaja akan menemukan bahwa suatu kondisi yang
sangat membantu penerimaan sosial adalah minat yang sama dengan anggota
kelompok sebaya. Yusuf (2000) mengemukakan bahwa pada masa remaja
berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau
mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby), atau keinginan
teman sebaya. Lebih lanjut Yusuf menerangkan dalam kehidupan bermasyarakat
remaja akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota
masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulannya itu menampilkan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan berakhlak baik maka remaja tersebut
cenderung akan berakhlak baik. Namun apabila temannya menampilkan perilaku
yang kurang baik, amoral atau melanggar norma-norma agama, maka remaja
tersebut akan cenderung terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh perilaku
tersebut. Kelompok teman sebaya merupakan group reference bagi remaja, di
mana remaja memperoleh frame of reference yaitu remaja mengambil norma-
norma, nilai-nilai, pedoman dan sikap-sikap terhadap berbagai macam keadaan
yang diyakini oleh kelompok teman sebaya (Gerungan,1988). Frame of reference
juga akan membentuk kepribadian dan perilaku seseorang (Basu, 1987). Hurlock
mengemukakan bahwa standar atau aturan-aturan gang (kelompok bermain)
memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para
anggotanya (Yusuf, 2000). Hurlock (1980) mengatakan bahwa seorang anak
yang mempunyai teman-teman yang berbincang-bincang mengenai agama dan
mematuhi aturan agama akan mempunyai minat yang lebih besar pada agama
dibandingkan dengan anak yang temannya tidak atau hampir tidak menunjukan
minat pada agama dan mempunyai sikap negatif terhadap semua aturan agama.
Rasulullah SAW bersabda,
“Seseorang itu mengikuti agama temannya, Hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan dengan siapa ia berteman“ (HR. Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari Abu Hurairah).
Oleh karena itu agama islam menganjurkan untuk memilih teman yang
baik dan shalih yang dapat membawa kepada kebenaran. Islam mengutamakan
untuk berteman dengan seseorang yang punya hubungan baik dengan Allah,
yang takut kepada-Nya dalam kesendirian maupun keramaian, yang memelihara
rasa takutnya tersebut dalam hubungannya dengan sesama manusia, y ang rajin
melakukan perintah-perintah Allah, dan yang rajin beramal dengan hasil yang
sangat baik (Mahfuzh, 2001). Rasulullah SAW menganjurkan untuk bergaul atas
dasar karena Allah, karena pergaulan yang didasari karena Allah akan abadi dan
membuahkan hasil yang diberkahi Allah. Di akhirat kelak yang bersangkutan
akan memperoleh naungan dari-Nya, Rasulullah SAW bersabda,
“Pada hari kiamat kelak Allah Ta’ala berfirman, ‘Di mana orang -orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku ? Pada hari ini, di mana tidak ada naungan sama sekali selain naungan -Ku, Aku akan menaungi mereka dengan naungan-Ku itu “ (HR. Muslim).
Dalam hadist lain Allah berfirman,
“Orang-orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang berteman akrab karenma Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku, dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku, mereka semua berhak mendapatkan cinta-Ku.” (HR.Malik).
Lebih lanjut Beliau memberikan gambaran tentang keunt ungan atau
kelebihan berkawan dengan teman yang baik, yaitu : “ Sesungguhnya, perumpamaan teman akrab yang baik dan teman akrab
yang buruk adalah seperti pedagang minyak kasturi dan peniup api tukang besi. Si pedagang minyak mungkin akan memberimu atau k amu akan membelinya, atau paling tidak kamu akan mendapati bau harum darinya. Sedangkan si peniup tukang api besi mungkin akan membuat pakaianmu terbakar atau kamu akan mendapati padanya bau yang tidak sedap “ (HR. Al-Bukhari).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat diketahui bahwa ada
pengaruh peer group terhadap tingkah laku, minat, dan sikap seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik apakah ada pengaruh
peer group terhadap minat beragama pada remaja muslim.
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa SMU UII Jogjakarta. Siswa SMU yang
digunakan sebagai subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 dan 3
dengan rentang usia 15 – 19 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala. Metode skala
ini mempunyai kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode skala ini
adalah jawaban dari subjek yang dipengaruhi oleh keinginan pribadi dan
kesukaran merumuskan keadaan sendiri ke dalam bahasa (Hadi, 2000). Adapun
cara yang digunakan untuk mengatasi kekurangan dari metode skala ini adalah
diberikan pengantar pada saat skala disajikan, yaitu subjek diminta memberikan
jawaban yang sesuai dengan kondisinya, semua jawaban adalah benar dan
jawaban subjek akan dijamin kerahasiaannya. Skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala minat agama pada remaja dan skala peranan peer
group sebagai group reference.
1. Skala minat agama
Angket yang digunakan untuk mengungkap minat agama pada remaja
disusun berdasarkan empat indikator minat agama menurut Hurlock (1997),
yaitu (1) Membahas masalah agama, (2) Mengikuti pelajaran di sekolah, (3)
Mengunjungi tempat peribadatan, (4) Mengikuti berbagai upacara agama.
Jumlah aitem dari skala minat pada agama sebanyak 45 aitem pernyataan.
2. Skala Peranan Peer Group sebagai Group Reference
Skala ini digunakan untuk mengungkap peranan peer group sebagai
group reference. Skala ini disusun berdasarkan teori kelompok rujukan yang
dikemukakan oleh Hyman, 1942; diperluas oleh Kelley, 1952; Merton, 1957 dan
Tamotsu Shibutani, 1967 (Rakhmat, 2005) yang mengemukakan tentang fungsi
kelompok rujukan, yaitu: (1) Fungsi komparatif, (2) Fungsi normatif, (3) Fungsi
perspektif. Jumlah aitem Peranan Peer Group sebagai Group Reference sebanyak
18 aitem pernyataan.
C. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi (Anareg) untuk menguji korelasi antara peer group sebagai group
reference dengan minat agama pada remaja. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan komputer program SPSS 13.0 for windows.
HASIL PENELITIAN
a. Uji Normalitas Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Variabel Skor KS-Z Sig (2 Tailed) Kategori Minat Agama 0,074 0,200 Normal Fungsi Perspektif 0,099 0,069 Normal Fungsi Normatif 0,091 0,200 Normal Fungsi Komparatif 0,100 0,064 Normal
b. Uji Linearitas Tabel 2 Hasil Uji Linearitas Variabel F p Kategori Fungsi Perspektif 28,924 0,000 Linier Fungsi Normatif 11,426 0,001 Linier Fungsi Komparatif 4,027 0,049 Linier Hasil uji linearitas dalam tabel di atas menunjukkan bahwa tiga fungsi
peer group sebagai group reference yaitu fungsi perspektif, normatif dan
komparatif mempunyai hubungan yang linear dengan variabel minat agama pada
remaja.
Hasil Uji Hipotesis
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis Variabel R R2 p SE% Fungsi Perspektif, Normatif & Komparatif 0,618 0,382 P<0,01 38,2%
Fungsi Perspektif - - - 24,2% Fungsi Normatif - - - 5,1% Fungsi Komparatif - - - 8,9% Tabel di atas menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Terdapat korelasi signifikan antara fungsi perspektif, normatif, kamparatif
dengan minat beragama pada remaja dengan koefisien korelasi (R) sebesar
0,618; p = 0,000 (p<0,01).
b. Sumbangan efektif ketiga fungsi teman sebaya sebagai kelompok rujukan
terhadap minat beragama pada remaja sebesar 38,2%. Sumbangan efektif
masing-masing fungsi teman sebaya sebagai kelompok rujukan, yaitu fungsi
komparatif sebesar 8,9%, fungsi normatif 5,1% dan fungsi perspektif 24,2%.
PEMBAHASAN
Setelah melakukan uji hipotesis dengan menggunakan metode analisis
regresi diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh peer group sebagai group
reference terhadap minat agama dengan nilai korelasi R = 0,618 (p<0,01). Hal
ini menunjukkan bahwa hipotesis penelit ian diterima. Peer group sebagai group
reference dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan masing -masing fungsi
secara terpisah, yaitu fungsi komparatif, fungsi normatif dan fungsi perspektif.
Fungsi peer group sebagai group references terhadap minat beragama
pada remaja dalam penelitian ini mampu memberikan sumbangan efektif sebesar
38,2% dengan koefisien determinasi R square sebesar 0,382. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pendapat Hurlock (1991) bahwa teman sebaya akan
mempengaruhi minat, perilaku, si kap, norma dan nilai nilai termasuk minat pada
agama. Hasil penelitian Sherif (Gerungan, 1988) membuktikan bahwa group
reference adalah kelompok tempat memperoleh frame of reference yaitu,
peranan dari group reference adalah tempat memperoleh norma-norma,
pedoman dan sikap-sikap terhadap bermacam-macam dari keadaan yang dapat
dihadapi dalam kehidupan. Penelitian ini menunjukan bahwa peer group sebagai
group reference sekaligus merupakan tempat remaja memperoleh dan
mengembangkan pedoman dan sikap terhadap agama.
Fungsi peer group sebagai group references berdasarkan Teori kelompok
rujukan (Hyman,1942; diperluas oleh Kelley, 1952; dan Merton, 1957) berikut
pendapat Shibutani terbagi menjadi fungsi komparatif, normatif dan perspektif.
Fungsi komparatif yaitu kelompok referensi dijadikan sebagai kelompok rujukan
untuk mengukur dan menilai keadaan dan status anggotanya. Fungsi komparatif
merupakan proses penilaian kelompok terhadap seorang anggotanya
berdasarkan nilai yang diakui dalam kelompok selanjutnya mene ntukan status
atau posisi seseorang sebagai bagian dalam kelompok atau menjadi orang diluar
kelompok tersebut. Fungsi komparatif menekankan pada bagaimana keadaan
seseorang dalam kelompok teman sebaya bila dibandingkan dengan anggota
yang lain.
Dalam penelitian ini fungsi komparatif menghasilkan sumbangan efektif
sebesar 8,9% dari total sumbangan efektif fungsi peer group sebagai group
references terhadap minat agama pada remaja sebesar 38,2% dengan koefisien
determinasi R square sebesar 0,382. Rendahnya sumbangan efektif fungsi
komparatif terhadap minat agama pada remaja dapat disebabkan kelompok
teman sebaya sebagai hubungan yang bersifat dinamis dimana keterikatan yang
muncul lebih pada kesetaraan pola pikir, tingkat usia, kedekatan secara fisik dan
seringnya melakukan aktivitas bersama. Hal ini dapat menciptakan hubungan
yang seimbang atau setara di antara anggota, serta tidak adanya ikatan yang
jelas dalam kelompok teman sebaya. Secara tidak langsung dapat dikatakan
fungsi komparatif keberadaannya tidak begitu kuat dalam kolompok teman
sebaya. Salah satunya disebabkan dalam hubungan pertemanan, remaja memilih
teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik
menyangkut minat, sikap, nilai dan kepribadian (Piaget dalam Hurlock 1991).
Hasil kategorisasi fungsi komparatif peer group sebagai group references
diketahui bahwa 17,57% subjek (13 orang) berada dalam kategori sangat
rendah, 62,16% subjek (46 orang) berada dalam tingkat kategorisasi rendah,
20,27% subjek (16 orang) dalam tingkat kategorisasi sedang, serta tidak ada
seorang subjekpun yang mempunyai tingkat kategorisasi tinggi dan sangat
tinggi. Hasil tersebut menunjukan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMU UII
Banguntapan memiliki fungsi komparatif peer group sebagai group references
yang rendah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sumbangan efektif fungsi normatif
peer group sebagai group references sebesar 5,1%. Fungsi normatif peer group
sebagai group references dipahami sebagai peran kelompok teman sebaya
sebagai kelompok referensi yang memberikan norma -norma dan sejumlah sikap
yang harus dimiliki oleh anggotanya, sekaligus menunjukan apa yang menjadi
tujuan dari kelompok tersebut. Hubungan ini dijelaskan salah satunya dengan
pendapat Crow & Crow (1967), bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
munculnya minat adalah keberadaan faktor sosial yang membangkitkan minat
untuk melakukan suatu aktifitas, dapat berupa harapan untuk mendapatkan
persetujuan atau penerimaan orang lain. Minat juga dipengaruhi oleh norma
subjektif yang terbentuk dari keyakinan bahwa kelompok referensi akan
memberikan motivasi penghargaan apabila individu melakukan identifikasi
dengan norma dan tujuan yang dianut kelompok referensi (Crow & Crow, 1967).
Kohlberg (Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengemukakan bahwa remaja
berada dalam tingkatan konvensional yaitu berperilaku sesuai dengan tuntutan
dan harapan kelompok serta mempunyai loyalitas terhadap norma atau
peraturan yang berlaku dan diyakininya. Hal ini memperkuat hubungan remaja
dengan teman sebaya yang dapat menghargai dan mengakui keberadaannya,
sekaligus meningkatkan keterikatan terhadap norma dan tujuan dalam kelompok
teman sebaya.
Hasil kategorisasi fungsi normatif peer group sebagai group references
diketahui bahwa 10,81% subjek (8 orang) berada dalam kategori sangat rendah,
20,27% subjek (15 orang) berada dalam tingkat kategorisasi rendah, sebagian
besar subjek yaitu 47,29% subjek (35 orang) berada dalam tingkat kategorisasi
sedang. Subjek yang berada dalam tingkat kategorisasi fungsi normatif peer
group sebagai group references tinggi hanya sebesar 16,21% (12 orang), serta
hanya 4 subjek yang mempunyai tingkat kategorisasi sangat tinggi (5, 4%). Hasil
tersebut menunjukan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMU UII Banguntapan
memiliki fungsi normatif peer group sebagai group references yang sedang.
Fungsi perspektif peer group sebagai group references terhadap minat
beragama pada remaja terbukti mempunyai sumbangan efektif sebesar 24,2%
terhadap variabel minat agama pada remaja. Fungsi perspektif merupakan cara
pandang yang terbentuk dalam kelompok referensi dan diterima anggotanya
untuk mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan m emberikan
makna pada berbagai objek, peristiwa dan orang yang mereka temui. Menurut
Crow dan Crow (1963) apabila seseorang mendapat kesuksesan dari suatu
aktifitas akan menimbulkan perasaan senang pada akhirnya akan memunculkan
minat terhadap aktifitas tersebut, kesan-kesan emosional sangat menentukan
berkembang atau tidaknya minat dalam diri seseorang. Kelompok teman sebaya
sangat membantu seorang remaja membangun pemahaman dan
menterjemahkan kesan-kesan yang dialami dalam melakukan kegiatan
beragama, perasaan bahwa ada orang lain dengan pengalaman serupa dan
membangun kebersamaan dalam menjalaninya. Fungsi perspektif sekaligus
dapat dianggap proses para remaja mengolah pengalaman bersama, mengolah,
memaknai dan merasakan penguatan dari teman sebayanya. Maka dari itu
kelompok teman sebaya yang mempunyai keselarasan dengan aturan dan ajaran
agama dapat memberikan motivasi dan menjelaskan pengalaman dan
keingintahuan anggotanya terhadap kegiatan beragama dengan berdasarkan
pengalaman dan pemahaman yang telah dimiliki anggota lain dan dianggap
sebagai cara pandang bersama. Memilik teman sebaya yang mengikuti aturan
dan ajaran agama akan memotivasi seorang remaja untuk mengikuti kegiatan
beragama, sehingga dirinya dapat memperoleh ketenangan dan penjelasan.
Hasil kategorisasi fungsi perspektif peer group sebagai group references
diketahui bahwa 14,86% subjek (14 orang) berada dalam kategori sangat tinggi,
60,81% subjek (45 orang) berada dalam tingkat kategorisasi tinggi, subjek yang
berada dalam tingkat kategorisasi sedang adalah 24,43% subjek (18 orang).
Subjek yang berada dalam tingkat kategorisasi fungsi perspektif peer group
sebagai group references rendah dan sangat rendah tidak ada (0%). Hasil
tersebut menunjukan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMU UII Banguntapan
memiliki fungsi perspektif peer group sebagai group reference yang tinggi.
Penelitian ini juga menyatakan terdapat faktor lain yang mempengaruhi
minat beragama pada remaja sebesar 61,8%, hal ini menunjukkan bahwa fungsi
peer group sebagai group reference bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi minat agama pada remaja. Faktor lain ini diantaranya adalah
faktor internal, faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan sekolah. (Yusuf,
2000). Faktor internal merupakan potensi beragama atau keimanan kepada
Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan
kehidupan alam semesta yang dimiliki semua manusia yang lahir ke dunia
menurut fitrah. Fitrah manusia merupakan potensi dasar penyebab manusia
beragama, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al -‘Araf ayat 172 yang
artinya :
“ Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak -anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : ‘bukankah aku ini Tuhanmu ?’ Mereka menjawab : ‘ betul (Engkau Tuhan kami). Kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat tidak mengatakan, sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang -orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Dalam hal ini terdapat manifestasi hidayah dan karunia Tuhan. Faktor
internal menegaskan bahwa pada dasarnya setiap manusia punya dorongan
untuk membangun hubungan religius dan kepercayaan terhadap Tuhan.
Faktor lingkungan keluarga merupakan dasar bagi anak dalam
membangun pemahaman hubungan dengan manusia lain, religiusitas serta
membentuk sikap terhadap dunia luar. Kepribadian seorang anak sangat
dipengaruhi dengan pengalaman dalam keluarganya, keluarga dapat
memberikan kegembiraan bagi orang yang berada di dalamnya, tetapi keluarga
juga merupakan sumber ketidakbahagiaan bagi orang yang berada di dalamnya.
Keluarga merupakan tempat yang penting bagi seorang anak untuk membentuk
dasar-dasar pedoman menjalani kehidupan selanjutnya (Martaniah, 1978).
Seorang anak secara tidak langsung akan mengikuti pola orang tua dalam
berperilaku dan bersikap (Hurlock, 1978), sehingga apabila orang tua dapat
memberikan contoh perilaku dan memberikan pemahaman beragama yang baik
sejak dini kepada anak, maka anak secara otomatis mempunyai gambaran,
pemahaman dan minat yang baik terhadap agama.
Faktor lingkungan yang juga sangat berpengaruh adalah sekolah. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal dengan program yang sistematis dalam
melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (sis wa) agar
mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Sekolah di Indonesia mulai dari
Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) memberikan
pendidikan agama secara sistematis dan terstruktur kepada setiap siswa sesuai
dengan agama yang dianut. Hal ini jelas menuntut siswa untuk tidak sekadar
menganut suatu agama namun juga memahami dengan baik sesuai dengan
tuntutan kurikulum sekolah sekaligus mendorong siswa untuk membaca dan
mempelajari buku atau literatur -literatur agama. Didukung dengan keberadaan
berbagai kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dikembangkan dalam
sekolah, maka tentunya siswa yang sungguh -sungguh belajar dan mengikuti
proses dengan seksama akan mempunyai pemahaman sekaligus pengalaman
dalam aktivitas keagamaan.
Lingkungan masyarakat juga berperan dalam membangun minat
seseorang terhadap agama (Yusuf, 2000). Selain dengan teman sebaya minat
remaja terhadap agama dapat tercipta melalui kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan dalam lingkungan tempat tinggal remaja tersebut. Misalnya dalam
kegiatan pengajian rutin di wilayah setempat, TPA (Taman Pendidikan Al -Quran),
kegiatan muda-mudi Gereja dsb. Kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut dapat
mendekatkan remaja dengan tokoh-tokoh agama yang benar-benar memahami
dan dapat memberikan gambaran perilaku sesuai dengan ajaran agama yang
dianut serta melibatkan dalam kegiatan agama secara langsung sekaligus. Dalam
lingkungan masyarakat beragama, remaja dapat bertanya pada tokoh agama
atau orang dewasa lainnya yang dianggapnya mampu dalam bidang agama,
misalnya ustadz, pendeta, bhiksu, dan lain sebagainya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar subjek
menunjukkan tingkat minat beragama yang tinggi 64,86% (48 orang), bahkan
17,56% (13 orang) dari subjek menujukkan minat beragama sangat tinggi.
Sedangkan subjek yang mempunyai minat beragama sedang sebesar 17,56%
(13 orang). Tidak ada subjek yang mempunyai minat beragama rendah maupun
sangat rendah. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagian besar siswa
SMU UII Banguntapan mempunyai minat agama yang tinggi.
Tingginya minat beragama pada siswa SMU UII dapat diartikan bahwa
dalam masyarakat terdapat proses dan usaha menanamkan nilai -nilai agama
kepada generasi muda. Terdapat kombinsi antara peran keluarga dalam
memberikan pemahaman dasar keagamaan pada anak, peran sekolah yang
secara intensif memberikan penjelasan dan pengembangan jiwa keagamaan
pada siswa-siswanya serta peran lingkungan sosial terutama teman sebaya
terhadap tingginya minat beragama pada remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yusuf (2000) yang menjelaskan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat remaja
akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya atau anggota masyarakat
lainnya. Apabila teman sepergaulannya itu menampilka n perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai agama dan berakhlak baik maka remaja tersebut cenderung
berakhlak baik. Namun apabila temannya menampilkan perilaku yang kurang
baik, amoral atau melanggar norma agama, maka remaja tersebut akan
terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh perilaku tersebut.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan di antaranya yaitu banyaknya
aitem yang gugur ketika try out, penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif
sehingga hasil yang didapat kurang mendalam karena metode yang dipakai
dalam pengambilan data hanya self report d engan menggunakan angket, hal ini
memungkinkan untuk dilakukannya penelitian yang lebih mendalam dengan
melakukan penelitian kualitatif atau studi kasus.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Fungsi peer group sebagai group reference terbukti mempengaruhi minat
agama pada remaja, ditunjukkan dengan R = 0,618 (p<0,01). Fungsi peer
group sebagai group reference terbagi dalam fungsi perspektif, normatif dan
komparatif. Ditinjau dari besarnya sumbangan masing -masing fungsi, maka
dinyatakan bahwa fungsi perspektif mempunyai sumbangan paling besar yaitu
24,2%, fungsi komparatif memberikan sumbangan ef ektif sebesar 8,2%, dan
fungsi normatif memberikan sumbangan sebesar yaitu 5,1% dari total
sumbangan efektif fungsi peer group sebagai group reference terhadap minat
agama sebesar 38,2%.
2. Berdasarkan hasil kategorisasi jawaban subjek, maka diperoleh bahwa
sebagaian besar siswa SMU UII cenderung memiliki minat agama tinggi.
Demikian halnya dengan fungsi perpektif pada siswa SMU UII yang termasuk
dalam kategori tinggi, sedangkan fungsi normatif berada dalam kategori
sedang serta fungsi komparatif yang masuk dalam kategori sedang.
SARAN
1. Bagi remaja
Berdasarkan hasil penelitian fungsi peer group sebagai group reference
mempunyai pengaruh yang cukup besar pada minat agama pada remaja, untuk
itu pihak-pihak yang terkait dengan perkembangan peran keagamaan remaja
seperti orang tua, masyarakat sekitar dan sekolah harus berupaya menciptakan
ruang bagi remaja dalam menjalin hubungan dengan teman-temannya. Dengan
mendorong remaja untuk melaksanakan kegiatan -kegiatan terutama yang
bersifat keagamaan bersama teman-temannya. Remaja sendiri diharapkan lebih
meningkatkan kualitas pertemanan yang dapat memberikan pemahaman lebih
mengenai nilai-nilai agama, seperti melakukan berbagai diskusi tentang agama
dengan teman-teman, melakukan kegiatan keagamaan bersama-sama.
2. Bagi sekolah
Bagi pihak sekolah SMA UII untuk dapat terus melangsungkan kegiatan -kegiatan
keagamaan yang telah ada sekarang ini sehingga mampu mempertahankan
minat beragama siswa yang tinggi. Bagi tenaga pengajar untuk dapat terus
menciptakan lingkungan yang kondusif dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar sehingga siswa merasa nyaman dan tertarik dengan materi pelajaran
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian tentang minat agama,
supaya memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi minat agama pada
remaja. Faktor lain ini diantaranya adalah faktor internal, faktor lingkungan
keluarga dan faktor lingkungan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA Basu, S. 1987. Manajemen Pemasaran. Jogjakarta : Liberty. Crow, L.P dan Crow, A. 1984. Psikologi Pendidikan. Surabaya : PT. Bina Ilmu. Gerungan, W,A. 1988. Psikologi Sosial . Bandung : PT Eresco.
Hawari, D. 1995. Konsep Islam memerangi AIDS dan NAZA . Jogjakarta : Dana Bhakti Wakaf. Hurlock, E. B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
________________ Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
____________1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mahfuzh, M.J. 2001. Psikologi Anak dan Remaja Muslim . Jakarta : Pustaka Al Kautsar. Mappiare, A, 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Monks, F. J, Knoer, A. M. P., dan Haditono, S. R. 2002. Psikologi Perkembangan.
Jogjakarta : Gadjah Mada University Press Rakhmat, D, M.Sc, 2005, Psikologi Komunikasi . PT.Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Said, M. 1998. Hubungan Antara Identitas Diri Dengan Alienasi Diri Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jogjakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Sarwono, S.W. 1988. Psikologi Remaja. Jakarta : CV. Rajawali. Walgito, B. 1991. Psikologi Sosial . Jogjakarta : Andy Offset. www.KedaulatanRakyat.com
www.kompas.com www. Republika.com
Yusuf, S. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.