pengaturan persekongkolan tender dalam … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan...

104
PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN PENDEKATAN RULE OF REASON (Suatu Tinjauan Kelemahan Penegakan Hukum Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Erika Rovita Maharani NIM. E0006016 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: doantuyen

Post on 13-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN

PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

TIDAK SEHAT DENGAN PENDEKATAN

RULE OF REASON

(Suatu Tinjauan Kelemahan Penegakan Hukum Oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Erika Rovita Maharani

NIM. E0006016

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

Page 2: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN

PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

TIDAK SEHAT DENGAN PENDEKATAN

RULE OF REASON

(Suatu Tinjauan Kelemahan Penegakan Hukum Oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha)

Oleh

Erika Rovita Maharani

NIM. E0006016

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 5 April 2010

Dosen Pembimbing

Hernawan Hadi, S.H., M.Hum.

NIP. 19600520 198601 1 001

Page 3: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi) PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

TIDAK SEHAT DENGAN PENDEKATAN RULE OF REASON

(Suatu Tinjauan Kelemahan Penegakan Hukum Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha)

Oleh

Erika Rovita Maharani

NIM. E0006016

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 28 April 2010

DEWAN PENGUJI

1. Endang Mintorowati, S.H. ,M.H. :................................................................

Ketua

2. Diana Tantri C, S.H., M.Hum. :.................................................................

Sekretaris

3.Hernawan Hadi, S.H., M.Hum. :................................................................

Anggota

Mengetahui

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.

NIP. 19610930 198601 1 001

Page 4: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

ABSTRAK

Erika Rovita Maharani, E0006016. 2010. PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN PENDEKATAN RULE OF REASON (Suatu Tinjauan Kelemahan Penegakan Hukum Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pendekatan rule of reason yang diterapkan dalam menangani persekongkolan tender sudah tepat baik peraturan maupun praktek karena peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha sangat penting dalam penegakan persaingan usaha.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif, menemukan hukum in concreto dalam hal pengaturan dalam undang-undang yang seharusnya lebih memudahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha menangani perkara dan pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan tender. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan cyber media. Kemudian bahan hukum tersebut disesuaikan satu sama lain untuk memperoleh alur yang tepat dalam mengkaji pengaturan dan penegakan hukum terhadap persekongkolan tender yang selama ini sudah berlangsung. Analisis bahan hukum yang dilaksanakan dengan menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum yaitu pengaturan mengenai persekongkolan tender secara umum pada kasus individual konkret yang dihadapi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk dijadikan peristiwa hukum. Untuk menjawab permasalahan atas pengatura hukum yang ada, maka digunakan silogisme deduksi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa alasan yang mendasari dominasinya perkara persekongkolan tender adalah adanya celah dalam pengaturan undang-undang dengan pendekatan rule of reason dalam menegakkan persekongkolan tender secara praktek. Hal ini memberikan kesulitan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk melakukan penyelidikan dari taraf laporan atau monitoring sampai Sidang Majelis Komisi yang mana seharusnya tidak diperlukan ketika persekongkolan tender sudah mempunyai indikasi negatif. Indikasi negatif tersebut sudah ada pada hambatan memasuki persaingan (barrier to entry) ke pasar. Jadi, ketidakadilan pada dasarnya sudah terjadi pada kesempatan yang dibatasi terhadap pelaku usaha yang dirugikan serta adanya celah untuk melakukan korupsi karena hakekatnya persaingan fair banyak memberi manfaat terutama kesejahteraan rakyat.

Kata kunci : Persekongkolan Tender, Rule of Reason.

Page 5: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

ABSTRACT

Erika Rovita Maharani, E0006016. 2010. THE REGULATION OF TENDER CONSPIRACY IN THE ACT NO. 5 OF 1999 CONCERNING PROHIBITION OF MONOPOLISTIC PRACTICES AND UNFAIR BUSINESS COMPETITIONABOUT THE RULE OF REASON APPROACH (A Review On The Weakness Of Law Enforcement By The Commission for the Supervision of Business Competition). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the rule of reason approach method applied in handling the tender conspiracy has been appropriate, either the regulation or practice, because the role of The Commission for the Supervision of Business Competition is very important in the business competition enforcement.

This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature finding the law in concreto in the term of regulation in the act facilitates the The Commission for the Supervision of Business Competition in coping with the case and parties involved in tender conspiracy. The type of data employed was secondary data. The data secondary source employed included primary and secondary law materials. Technique of collecting law material employed was literary study and cyber media. Then, those law materials are adjusted each other for obtaining the proper flow in studying law regulation and enforcement over the tender conspiracy proceeding so far. An analysis on law material implemented by drawing conclusion from the general thing, namely, the regulation of tender conspiracy in the individual concrete case encountered by The Commission for the Supervision of Business Competition for becoming the law event. In order to answer the problem of law regulation existing, the deduction syllogism was used.

Considering the result of research and discussion, it can be concluded, that the premise of tender conspiracy case dominance is the niche in the law and regulation using rule of reason approach by enforcing the tender conspiracy practically. It makes The Commission for the Supervision of Business Competition difficult in undertaking the investigation from the reporting or monitoring stage to Commission Chamber Trial that is not necessary when the tender conspiracy has had negative indication. The negative indication has resided in the barrier to entry the market. So, injustice has basically occurred in the opportunity limited to the disadvantageous businessmen as well as the presence of niche to undertake the corruption because the fair competition essentially gives considerable benefits, particularly to the people’s well-fare.

Keywords: Tender conspiracy, rule of reason.

Page 6: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

PERNYATAAN

Nama : Erika Rovita Maharani

NIM : E0006016

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum(skripsi) berjudul :

PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN

PENDEKATAN RULE OF REASON (Suatu Tinjauan Kelemahan

Penegakan Hukum Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha) adalah betul-

betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang

saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 5 April 2010

Yang membuat pernyataan,

Erika Rovita Maharani

NIM. E0006016

Page 7: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)

dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan

hukum ini membahas mengenai pengaturan persekongkolan tender yang terdapat

dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 beserta penerapan terhadap

penegakannya oleh KPPU. Pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis

bermaksud menyampaikan ucapan terimakasih kepada segenap pihak yang telah

memberi bantuan, dukungan serta pertolongan baik berupa materiil maupu

imateriil selama penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada :

1. ALLAH SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi penulis dalam

setiap langkah dan mencari ridho-Nya.

2. Nabi Muhammad SAW junjungan dan suri tauladan yang baik untuk

penulis dalam menjalani kehidupan.

3. Ibunda, ayahanda serta ketiga adik tersayang yang menjadi sumber

inspirasi, kebanggaan dan pengabdian diri penulis.

4. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing

Akademik penulis.

6. Ibu Ambar Budi Sulistyowati, S.H.,M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum

Perdata.

7. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing

Penulisan Hukum (Skripsi).

8. Sahabat tercintaku di Fakultas Hukum UNS Dian Rachma Fitria, Erlina

Septiyaningrum, Hanifah Endah Setyowati dan Pratami Wahyudya

Ningsih. Terimakasih untuk persahabatan dan persaudaraan yang indah

dan penuh motivasi.

Page 8: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

9. Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) Principium rumah kedua penulis di

bangku perkuliahan. Terimakasih untuk ilmu, pengalaman, kekeluargaan

dan semangatnya. We are Principiumer’s (Be Smart Of Course) berikut

pembimbingnya Bapak Muhammad Rustamadji, S.H., M.H. yang

membimbing penulis sejak semester awal perkuliahan.

10. Segenap keluarga besar trah eyang Harto Wiyono, Karso Wijoyo, Suryodi

Kromo atas doa dan nasehat-nasehatnya.

11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 yang begitu menjaga

solidaritas spesial Arshinta Puspitasari, Harris Fadillah Wildan, Andria

Luhur Prakoso, Megawati Attiyatunajah.

12. Kakak-kakak tersayang di KSP Principium Mas Arif, Mas Aji, Mbak

Recca, Mbak Aci, Mbak Fitri, Mas Andi Rahman, dan terkhusus Mbak

Lia atas data-data dari KPPU serta adik-adik tersayang, Yuni, Yovi,

Ariyani, Gatot, Lili, Citra, Benny, Trisna, Helena, Ardhani, Iffa, dan

teman-teman lainya, jaga KSP kita.

13. Teman-teman dunia maya khususnya teman SD, SMP, SMA dan kuliah

atas semangat perjuangannya.

14. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum UNS, mari wujudkan

profesional dan bermoral.

15. Pihak-pihak yang memberi bantuan baik langsung maupun tidak langsung

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca. Akhirnya penulis

berharap penulisan ini mampu memberikan suatu manfaat bagi kita semua.

Surakarta, 5 April 2010

Penulis

Page 9: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...............................................................iii

HALAMAN PERNYATAAN............................................................................... iv

ABSTRAK.............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vii

DAFTAR ISI...........................................................................................................ix

DAFTAR TABEL...................................................................................................xi

DAFTAR BAGAN................................................................................................xii

DAFTAR GRAFIK...............................................................................................xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................9

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................9

D. Manfaat Penelitian.................................................................................10

E. Metode Penelitian..................................................................................10

F. Sistematika Penulisan Hukum...............................................................14

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori......................................................................................16

1. Tinjauan Umum tentang Persekongkolan Tender........................16

2. Tinjauan Umum tentang Pendekatan Hukum Persaingan Usaha.23

3. Tinjauan Umum tentang Penegakan Hukum...............................26

4. Tinjauan Umum tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha....33

B. Kerangka Pemikiran..............................................................................37

Page 10: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Persekongkolan Tender dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dengan Pendekatan Rule of Reason..................................39

B. Kelemahan Penegakan Hukum oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha dalam Persekongkolan Tender dengan Pendekatan Rule of

Reason...................................................................................................50

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan................................................................................................87

B. Saran......................................................................................................88

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori Tindakan yang Dilarang Undang-Undang..................................4

Tabel 2. Perbandingan Putusan KPPU.....................................................................6

Tabel 3. Perkara yang ditangani.............................................................................75

Tabel 4. Putusan yang dijatuhkan..........................................................................76

Page 12: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Persekongkolan Horizontal.....................................................................21

Bagan 2. Persekongkolan Vertikal.........................................................................22

Bagan 3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal................................................23

Bagan 4. Pendekatan Per se Illegal........................................................................26

Bagan 5. Pendekatan Rule of Reason.....................................................................26

Bagan 6. Kerangka Pemikiran................................................................................37

Bagan 7. Tata Cara Penanganan Perkara...............................................................56

Page 13: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Laporan Perkara Masuk..........................................................................74

Grafik 2. Variasi Dugaan Pelanggaran...................................................................77

Page 14: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999) perlu disambut secara positif karena sebelumnya

praktek monopoli oleh perusahaan-perusahaan besar seakan-akan berlangsung

tanpa aturan. Di masa pemerintahan Orde Baru Soeharto misalnya, di masa itu

sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus

kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu, monopoli

cengkeh, monopoli jeruk di Kalimantan, monopoli pengedaran film dan masih

banyak lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan beberapa

konglomerat besar di Indonesia juga bermula dari tindakan monopoli dan

persaingan curang lainnya yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh

pemerintah kala itu. Karena itu tidak mengherankan jika cukup banyak para

praktisi maupun teoretisi hukum dan ekonomi kala itu yang menyerukan agar

segera dibuat sebuah Undang-Undang Anti Monopoli. Seruan-seruan tersebut

terasa tidak bergeming sampai dengan lengsernya rezim mantan Presiden

Soeharto, di mana baru di masa reformasi tersebut diundangkan sebuah

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 (Munir Fuady, 2002: 41). Undang-Undang

ini menumbuhkan harapan atas persamaan hak berusaha dan persaingan yang

fair. Usaha untuk menegakkan hukum di bidang anti monopoli ini merupakan

conditio sine qua non menuju perkembangan usaha atau bisnis yang semakin

pesat.

Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan beberapa alasan yang

menyebabkan Undang-undang Persaingan Usaha untuk lahir pada masa Orde

Baru, yaitu antara lain : Pertama, adalah karena pemerintah menganut konsep

bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan untuk berfungsi

menjadi lokomotif pembangunan apabila perusahaan-perusahaan tersebut

diberikan perlakuan khusus. Perlakuan khusus itu ada dalam bentuk proteksi

Page 15: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

yang dapat menghalangi perusahaan lain dalam bidang usaha tersebut atau

dengan kata lain memberikan posisi monopoli. Kedua, adalah pemberian

fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan itu telah bersedia menjadi

pioner di sektor yang bersangkutan. Tanpa fasilitas monopoli dan proteksi,

sulit bagi pemerintah untuk mendapatkan kesediaan insvestor menanamkan

modal disektor tersebut. Ketiga, adalah untuk menjaga berlangsungnya praktek

KKN demi kepentingan kroni-kroni mantan presiden Soeharto dan pejabat-

pejabat yang berkuasa pada waktu itu ( Ditha Wiradiputra, 2004: 8-9).

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat serta merta membuat orang yang bergerak di

bidang hukum dan bisnis merasa sedikit lega, karena yang dinanti-nanti selama

beberapa dasawarsa akhirnya terwujud juga. Hal ini tentunya tidak terlepas

dari semangat reformasi yang sedang melanda Indonesia saat undang-undang

tersebut dibuat dan diundangkan. Akan tetapi kegembiraan atas undang-

undang tersebut patut ditahan dulu sebab pembuatan undang-undang adalah

suatu hal. Sedangkan pelaksanaan dari undang-undang tersebut (law

enforcement) merupakan hal lain lagi yang membutuhkan perjuangan tidak

mudah.

Hukum persaingan dalam hukum ekonomi lebih mencerminkan ideologi

atau filsafat suatu perekonomian. Hukum ini merupakan filsafat perekonomian

yang sekarang diterima secara meluas di seluruh dunia yang merupakan

pendukung utama sistem perencanaan perekonomian pusat. Filsafat berbunyi :

“banyak orang yang memberi argumentasi bahwa persaingan yang hidup menurunkan harga barang dan meningkatkan pengalokasian sumber daya secara efisien. Persaingan juga membatasi kekuasaan bisnis dalam suatu pasar yang bersaing, orang tidak dapat mengambil keuntungan dari orang dengan siapa mengadakan transaksi. Bila seorang penjual menetapkan harga yang terlalu tinggi untuk perangkat barangnya, pembeli dapat membeli barang tersebut dari orang lain. Banyak orang menganggap alternatif ini memberikan hasil yang lebih adil daripada keputusan yang dibuat pemerintah tentang apa dan berapa banyak yang harus diproduksi. Secara beralasan persaingan juga membantu bisnis kecil dan membuka

Page 16: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

peluang bagi setiap orang dan untuk mendistribusikan uang ke seluruh lapisan masyarakat dan bukan hanya pada segelintir orang kuat saja”

Oleh karena itu, hukum persaingan mempunyai relevansi yang kuat dengan

hukum ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat juga

(John W. Head, 1997: 9).

Kelahiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk

memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada

setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktek-

praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan

harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, dimana setiap pelaku

usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

membuat tiga kategori tindakan-tindakan yang dilarang, yaitu perjanjian yang

dilarang (Bab III), kegiatan yang dilarang (Bab IV) dan posisi dominan (Bab

V). Di dalam kategori perjanjian yang dilarang ditentukan ada sepuluh

tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, sedangkan untuk

kategori kegiatan yang dilarang dan posisi dominan masing-masing ditentukan

ada empat atau tiga tindakan yang tidak diperbolehkan. Dua kategori yang

pertama (perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang) tampak lebih

ditekankan pada pengaturan perilaku (behavior) yang mengarah pada akibat

yang tidak dikehendaki, sedangkan kategori posisi dominan lebih

dititikberatkan pada larangan penggunaan struktur tertentu (posisi dominan)

untuk bersaing secara tidak fair (Arie Siswanto, 2002: 81).

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang jelas maksudnya untuk melarang

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dapat digambarkan secara

umum seperti berikut:

Page 17: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

No.

Kategori

Tindakan yang

dilarang

Jenis-jenis Pendekatan

1. Perjanjian yang

dilarang

(Bab III)

Pasal 4 : Oligopoli

Pasal 5-Pasal 8 : Penetapan

Harga

Pasal 9 : Pembagian

Wilayah

Pasal 10 : Pemboikotan

Pasal 11 : Kartel

Pasal 12 : Trust

Pasal 13 : Oligopsoni

Pasal 14 : Integrasi Vertikal

Pasal 15 : Perjanjian

Tertutup

Pasal 16 : Perjanjian dengan

Luar Negeri

Rule of Reason

Per se Illegal

Rule of Reason

Per se Illegal

Rule of Reason

Rule of Reason

Rule of Reason

Rule of Reason

Per se Illegal

Rule of Reason

2. Kegiatan yang

dilarang

(Bab IV)

Pasal 17 : Monopoli

Pasal 18 : Monopsoni

Pasal 19 – Pasal 21 :

Penguasaan Pasar

Pasal 22 – Pasal 24 :

Persekongkolan

Rule of Reason

Rule of Reason

Rule of Reason

Rule of Reason &

Per se Illegal

3. Posisi Dominan

(Bab V)

Pasal 25 : Umum

Pasal 26 : Jabatan Rangkap

Pasal 27 : Pemilikan Saham

Pasal 28 : Penggabungan,

peleburan, pengambilalihan

Per se Illegal

Rule of Reason

Per se Illegal

Rule of Reason

Tabel 1. Kategori Tindakan yang dilarang UU No. 5 Tahun 1999

Page 18: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Salah satu bagian kegiatan yang dilarang adalah ketentuan yang mengatur

mengenai persekongkolan. Persekongkolan itu sendiri mencakup

persekongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender atau

tindakan bidrigging, mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang

dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan, menghambat produksi dan

atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan

agar barang dan atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya serta

terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Dan salah satu substansi

dari kegiatan persekongkolan itu adalah persekongkolan tender yang diatur

dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan merupakan ketentuan yang

lebih khusus sifatnya dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif

guna mendukung dan menumbuh kembangkan kegiatan penyediaan barang

dan atau jasa yang berkualitas serta harga yang bersaing di tanah air.

Persekongkolan tender menjadi salah satu substansi yang menarik untuk

diteliti karena sebagian besar kasus yang ditangani oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) adalah praktek persekongkolan tender.

Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan bagian yang paling

banyak dijangkiti oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyakit ini sangat

merugikan keuangan negara, sekaligus dapat berakibat menurunnya kualitas

pelayanan publik dan berkurangnya jumlah pelayanan yang seharusnya

diberikan pemerintah kepada masyarakat. Tidak heran kalau begawan

ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo, mengidentifikasi adanya kebocoran

30%-50% pada dana pengadaan barang dan jasa pemerintah. Indikasi

kebocoran dapat dilihat dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat

waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas, dan tidak efisien. Akibatnya

banyak alat yang dibeli tidak bisa dipakai, ambruknya bangunan gedung dan

pendeknya umur konstruksi jalan raya karena banyak proyek pemerintah yang

masa pakainya hanya mencapai 30-40% dari seharusnya akibat tidak sesuai

atau lebih rendah dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam spesifikasi teknis.

Page 19: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Berdasarkan jumlah perkara yang ditangani oleh KPPU sejak tahun 2000

hingga saat ini, sebagian besar masih didominasi oleh kasus tender yakni

sebesar 70%.

Putusan Tahun

Tender Non Tender

2000 1 1

2001 3 1

2002 1 3

2003 1 6

2004 3 4

2005 10 8

2006 8 4

2007 22 4

2008 34 6

2009 0 0

TOTAL 83 38

Tabel 2. Perbandingan Putusan KPPU

Temuan yang diperoleh KPPU bahwa persekongkolan dalam tender sudah

terjadi semenjak perencanaan pengadaan yaitu tahap awal dalam kegiatan

pengadaan barang dan jasa pemerintah. Perencanaan pengadaan

mencantumkan secara rinci mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu,

mutu, biaya dan manfaat yang akan menjadi acuan utama dalam pelaksanaan

pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam bentuk paket pekerjaan yang

dibiayai dari dana APBN/APBD maupun Bantuan Luar Negeri.

Persekongkolan bisa terjadi antara pelaku usaha dengan sesama pelaku usaha

(penyedia barang dan jasa pesaing) yaitu dengan menciptakan persaingan semu

diantara peserta tender. Ini lebih dikenal dengan tender arisan dimana

Page 20: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

pemenangnya sudah ditentukan terlebih dahulu. Persekongkolan juga dapat

terjadi antara satu atau beberapa pelaku usaha dengan panitia tender atau

panitia lelang misalnya rencana pengadaan yang diarahkan untuk pelaku usaha

tertentu dengan menentukan persyaratan kualifikasi dan spesifikasi teknis yang

mengarah pada suatu merek sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk

ikut tender. Akibatnya kompetisi untuk memperoleh penawaran harga yang

paling menguntungkan tidak terjadi. Pemaketan pengadaan yang seharusnya

dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek efisiensi dan efektifitas,

namun pada prakteknya banyak yang direkayasa untuk kepentingan KKN.

Panitia pengadaan bekerja secara tertutup dan tidak memberikan perlakuan

yang sama diantara para peserta tender. Tender dilakukan hanya untuk

memenuhi persyaratan formal sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan

jasa. Hal ini terjadi karena calon pemenang biasanya sudah ditunjuk terlebih

dahulu pada saat tender berlangsung yaitu karena adanya unsur suap kepada

panitia atau pejabat yang mempunyai pengaruh. Disamping itu penentuan

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau owner’s estimate (OE) biasanya sudah

direkayasa untuk mempunyai margin tertentu yang bisa disisihkan untuk

dibagi-bagi (rente ekonomi atau laba abnormal). Bermacam-macam cara

digunakan untuk membatasi informasi tender, diantaranya memasang iklan

palsu di Koran. Padahal hal inilah yang merangsang terjadinya mark-up dan

korupsi ((Nuzul Qur’aini Madya, 2009: 8-9). Pemerintah dalam pengadaan

barang dan jasa haruslah terbuka, transparan dan tidak diskriminatif, karena

menyembunyikan proyek melanggar Keppres Nomor 80 Tahun 2003 yang

mensyaratkan adanya pengumuman kepada masyarakat luas baik di awal

pengadaan maupun hasil akhirnya.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) terhadap praktek persekongkolan tender adalah dengan

menggunakan pendekatan rule of reason. Secara eksplisit dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat tidak menyebutkan prinsip rule of reason dan per se illegal.

Page 21: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Penafsiran yang dilakukan oleh KPPU untuk menentukan suatu perjanjian atau

kegiatan yang dilarang termasuk dalam kategori rule of reason dan per se

illegal didasarkan pada analisis redaksional atau kalimat yang terdapat dalam

setiap pasal dari undang-undang. Hal tersebut nampak ketika membandingkan

diantara pasal-pasal tertentu yang termasuk dalam kategori rule of reason

maupun per se illegal. Bahwa penafsiran yang dilakukan KPPU dalam hal

menentukan suatu perbuatan (perjanjian atau kegiatan) yang dilarang

didasarkan pada:

a. Perjanjian atau kegiatan yang dilarang ditentukan sebagai rule of reason

apabila karakterisitik bunyi pasal mempunyai tujuan yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat.

b. Sedangkan dalam perjanjian atau kegiatan yang dilarang yang termasuk

kategori per se illegal ditentukan sebagai perbuatan (perjanjian dan

kegiatan) yang dilarang dan tujuan dari perbuatan tersebut tanpa

memperhatikan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.

Dengan demikian maka terhadap perbuatan tersebut dapat dinyatakan

melanggar hukum (prinsip per se illegal).

Mengkaji dari sisi pengertiannya rule of reason yang mempunyai karakteristik

“mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat” dalam praktek terhadap persekongkolan tender akan sangat

menyulitkan KPPU sendiri. Pembuktian yang sulit terdapat pada risiko

persekongkolan tender terhadap kerugian. Oleh karena itu, penulis

mengangkat prinsip pendekatan rule of reason dalam menangani

persekongkolan tender dalam penulisan berjudul “PENGATURAN

PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN

PENDEKATAN RULE OF REASON (Suatu Tinjauan Kelemahan

Penegakan Hukum Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha)”.

Page 22: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

merumuskan permasalahan yang akan dibahas adalah

1. Apakah pengaturan persekongkolan tender dalam Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 dengan pendekatan rule of reason sudah tepat?

2. Apakah kelemahan penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap persekongkolan tender

dengan pendekatan rule of reason?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang

hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas sehingga dapat memberikan

arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan persekongkolan tender dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 dengan pendekatan rule of reason sudah

tepat atau belum.

b. Untuk mengetahui kelemahan penegakan hukum yang dilakukan oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap persekongkolan

tender dengan pendekatan rule of reason.

2. Tujuan Subyektif

a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan

dalam program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret.

Page 23: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

b. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis

dalam mengkaji masalah di bidang hukum perdata khususnya hukum

bisnis dan persaingan usaha.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini

akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat

diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

umumnya dan hukum persaingan usaha pada khususnya.

b. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang berwenang dalam

penegakan persaingan usaha dan sebagai referensi keilmiahan.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis

sekaligus mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu

yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran terhadap bahan-

bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum (legal

decision making) terhadap kasus-kasus hukum yang konkret. Pada sisi lainnya,

penelitian hukum juga merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refleksi

dan penilaian terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap

kasus-kasus hukum yang pernah terjadi atau akan terjadi (Johnny Ibrahim,

2006: 299). Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

Page 24: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah

untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg, dalam penelitian hukum

normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu

hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri

(Johnny Ibrahim, 2006: 57). Sebagai konsekuensi pemilihan topik

permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian yang objeknya adalah

permasalahan hukum, maka tipe penelitian yang digunakan adalah

penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk

mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum

positif (Johnny Ibrahim, 2006: 295).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 22). Dari hasil

telaah dapat dibuat opini atau pendapat hukum. Opini atau pendapat

hukum yang dikemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskipsi.

Begitu juga tuntutan jaksa, petitum atau eksepsi dalam pokok perkara di

litigasi berisi preskripsi. Untuk dapat memberikan preskripsi itulah guna

praktik penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 37). Berdasarkan

definisi tersebut karakter preskriptif akan dikaji pada penegakan hukum

terhadap persekongkolan tender melalui pendekatan rule of reason yang

diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan

perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Suatu penelitian hukum

normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan

karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi

Page 25: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian (Johnny Ibrahim, 2006: 302).

Dalam penelitian ini, pendekatan perundang-undangan dilakukan terhadap

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Konsep dalam pengertian yang relevan

adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam

bidang studi yang kadangkala menunjuk pada hal-hal universal yang

diabstrasikan dari hal-hal yang partikular dan fungsi dari konsep itu sendiri

ialah memunculkan objek-objek yang menarik perhatian dari sudut

pandangan praktis dan sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atibut

tertentu (Johnny Ibrahim, 2006: 306). Konsep-konsep yang digunakan

adalah konsep tentang penegakan hukum terkhusus dalam persaingan

usaha.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada

dalam penelitian hukum adalah bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan berdasarkan hierarkinya. Bahan hukum sekunder

adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks) yang

ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-

jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi,

dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik

penelitian. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain (Johnny

Ibrahim, 2006: 295-296).

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun

Page 26: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

dan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan

Perkara. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jurnal, buku, artikel internet dan artikel media massa.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah

menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer,

dan bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasiikasi dengan

menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan

dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistematisasi, kemudian

dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku (Johnny

Ibrahim, 2006: 296).

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum.

Metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap

bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran

deduksi, induksi dan abduksi. Metode ini menitikberatkan pada logika,

logika mengajarkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menghindarkan

kesalahan dalam rangka mencapai kebenaran, namun ia belum

mengajarkan kebenaran materi pemikiran. Penalaran deduktif digunakan

untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus

yang individual, penalaran ini bertolak dari aturan hukum yang berlaku

umum pada kasus individual konkret yang dihadapi. Penalaran induktif

dengan merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, serta

mengembangkan penalaran berdasarkan kasus-kasus terdahulu yang telah

diputus kemudian membandingkan kasus faktual yang dihadapi yang

menghasilkan temuan dan kesimpulan. Sedangkan penalaran abduktif

adalah penalarn hukum yang mengandung unsur induksi dan deduksi

Page 27: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

secara bersamaan (Johnny Ibrahim, 2006: 249-251). Dalam penelitian ini,

analisis bahan hukum yang digunakan adalah penalaran deduktif.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan

pustaka, pembahasan dan penutup, serta daftar pustaka dan lampiran. Adapun

susunannya adalah sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan hukum.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memaparkan landasan teori dari para pakar maupun

doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi tinjauan umum mengenai

persekongkolan tender, pendekatan hukum persaingan usaha, penegakan

hukum, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang

diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti,

terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu

apakah pengaturan persekongkolan tender dalam Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 dengan pendekatan rule of reason sudah tepat dan apakah

kelemahan penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) terhadap persekongkolan tender dengan

pendekatan rule of reason.

Page 28: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

BAB IV. PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai simpulan yang dapat

diperoleh dari kesimpulan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta

saran-saran yang dapat penulis kemukakan pada para pihak yang terkait

dengan bahasan penulisan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Persekongkolaan Tender

Persekongkolan Tender diatur pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat,“ pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur

dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.

a. Pengertian Persekongkolan

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

memberikan definisi persekongkolan atau konspirasi adalah bentuk kerja

sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan

maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku

usaha yang bersekongkol. Persekongkolan selalu melibatkan dua pihak

atau lebih untuk melakukan kerjasama. Pembentuk Undang-undang

memberikan tujuan persekongkolan secara limitatif untuk menguasai pasar

bagi kepentingan pihak-pihak yang bersekongkol. Penguasaan pasar

merupakan perbuatan yang diantisipasi dalam persekongkolan termasuk

dalam tender. Kiranya sulit untuk menentukan bahwa dalam

persekongkolan (tender) mengarah pada penguasaan pasar apabila

mengacu pada pengertian pasar pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 yaitu lembaga ekonomi dimana para pembeli dan penjual baik secara

langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan

barang/jasa.

Menurut Black’ Law Dictionary (1968:382) mendefinisikan

persekongkolan (conspiracy), a combination or confederacy between two

or persons formed for the purpose of committing, by their joint efforts,

some unlawful or criminal act, or some act which is innocent in itself, but

Page 30: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

becomes unlawful when done concerted action of the conspirators, or for

the purpose of using criminal or unlawful means to the commission of an

act not in it self unlawful. Definisi diatas menegaskan bahwa

persekongkolan harus dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bertujuan

untuk melakukan tindakan/kegiatan bersama (joint efforts) suatu perilaku

kriminal atau melawan hukum. Terdapat dua unsur persekongkolan yaitu

pertama, adanya dua pihak atau lebih secara bersama-sama (in concert)

melakukan perbuatan tertentu dan kedua, perbuatan yang disekongkolkan

merupakan perbuatan yang melawan atau melanggar hukum (Yakub Adi

Krisanto, 2002: 105). Yang perlu digaris bawahi adalah pertama, bahwa

terjadi persekongkolan apabila ada tindakan bersama yang melawan

hukum. Kedua, suatu tindakan apabila dilakukan oleh satu pihak maka

bukan merupakan perbuatan melawan hukum (unlawful) tetapi ketika

dilakukan bersama (concerted action) merupakan perbuatan melawan

hukum.

Berkaitan dengan definisi persekongkolan muncul permasalahan

yaitu apabila terjadi kerjasama antara dua pelaku usaha, tetapi yang

melakukan perbuatan hanya salah satu pihak dari pihak yang bekerjasama.

Padahal dengan melakukan sendirian suatu perbuatan pihak tersebut dapat

menguasai pasar atau mempengaruhi proses tender. Apakah situasi

demikian dapat dikatakan telah terjadi persekongkolan?. Situasi tersebut

sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan tender karena kerjasama yang

dibangun dilakukan tidak pada saat proses tender berlangsung. Sehingga

pada saat tender, salah satu pihak mengikuti proses tender dan dapat

menguasai pasar karena kekuatan modal atau pengaruh pada pasar

tertentu. Salah satu indikator terjadi persekongkolan yaitu apakah terdapat

tujuan untuk menguasai pasar ketika melakukan kerjasama.

b. Pengertian Tender

Penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur

Page 31: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

bahwa “ tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu

pekerjaan untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan

jasa”. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran

(oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan atau

pemilihan langsung). Pengertian tender dalam tersebut mencakup tawaran

mengajukan harga untuk:

a) memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.

b) mengadakan barang dan atau jasa.

c) membeli suatu barang dan atau jasa.

d) menjual suatu barang dan atau jasa. Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dari penerapan Pasal 22

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah tender atau tawaran

mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui:

a) tender terbuka,

b) tender terbatas,

c) pelelangan umum,

d) pelelangan terbatas (KPPU, 2006: 7).

Pengertian tender termasuk dalam ruang lingkup tender antara lain

pertama, tawaran mengajukan harga (terendah) untuk memborong suatu

pekerjaan. Kedua, tawaran mengajukan harga (terendah) untuk

mengadakan barang-barang. Ketiga, tawaran mengajukan harga (terendah)

untuk menyediakan jasa. Terdapat tiga terminologi berbeda untuk

menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan

penyediaan. Tiga terminologi tersebut menjadi pengertian dasar dari

tender, artinya dalam tender suatu pekerjaan meliputi pemborongan,

pengadaan, dan penyediaan. Suatu pekerjaan/proyek ditenderkan maka

pelaku usaha yang menang dalam proses tender akan memborong,

mengadakan atau menyediakan barang/jasa yang dikehendaki oleh pemilik

Page 32: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

pekerjaan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian antara pemenang tender

dengan pemilik pekerjaan (Yakub Adi Krisanto, 2005: 40-50).

Para pihak dalam tender terdiri dari pemilik pekerjaan/proyek yang

melakukan tender dan pelaku usaha yang ingin melaksanakan proyek yang

ditenderkan (peserta tender). Tender yang bertujuan untuk memperoleh

pemenang tender dalam suatu iklim tender yang kompetitif harus terdiri

dari dua atau lebih pelaku usaha peserta tender. Dua atau lebih pelaku

usaha akan berkompetisi dalam mengajukan harga dari suatu proyek yang

ditawarkan, sehingga apabila peserta tender hanya satu maka pilihan

pemilik pekerjaan menjadi lebih terbatas. Keterbatasan pilihan sangat

tidak menguntungkan bagi pemilik pekerjaan karena ide dasar dari

pelaksanaan tender adalah mendapatkan harga terendah dengan kualitas

terbaik. Sehingga dengan keberadaan lebih dari dua peserta tender akan

terjadi persaingan dalam pengajuan harga untuk memborong, mengadakan

atau menyediakan barang/jasa.

c. Pengertian Persekongkolan Tender

Persekongkolan tender adalah perbuatan pelaku usaha yang

melakukan kerjasama dengan pelaku usaha lain untuk menguasai pasar

dengan cara mengatur dan/atau menentukan pemenang tender sehingga

dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Sacker dan Lohse

mengatakan bahwa konspirasi (persekongkolan) tender adalah hambatan

persaingan yang dilakukan apabila hasil pengumuman tender

menguntungkan salah satu peserta tender.

United Nations Conference on Trade and Development

(UNCTAD) menyatakan bahwa persekongkolan tender terjadi dalam

berbagai bentuk, yaitu perjanjian yang menentukan siapa yang

mengajukan penawaran termurah, perjanjian mengenai cover bid

(penawaran secara sukarela terlalu mahal), perjanjian tidak akan bersaing

satu sama lain dalam mengajukan penawaran, perjanjian standar umum

Page 33: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

untuk menentukan harga atau kondisi tender, perjanjian ‘memeras’ peserta

tender luar, perjanjian yang sebelumnya mengatur pemenang tender atas

dasar rotasi, atau alokasi geografis, atau alokasi pelanggan (Krisanto,

2006: 107). United States Departement of Justice menentukan bahwa

persekongkolan tender (bid rigging) adalah the way that conspiring

competitors effectively raise prices where purchasers – often federal,

state, or local goverments – acquired goods or services by soliciting

competing bids. Persekongkolan tender terjadi ketika para pesaing

bersekongkol untuk menaikkan harga agar salah satu pesaing yang

disepakati dapat memenangkan tender. Ari Siswanto bahkan secara tegas

menyatakan bahwa persekongkolan tender mengartikan persekongkolan

yang dilakukan oleh peserta tender untuk mengatur dan menentukan siapa

yang menjadi pemenang tender. Senada dengan pengertian

persekongkolan tender diatas, Naoaki Okatani menyatakan bahwa

persekongkolan tender terjadi apabila para penawar akan menentukan

perusahaan mana yang harus mendapat order dengan harga kontrak yang

ditawarkan. Persekongkolan tender terjadi sebelum diumumkan pemenang

tender dan bersarnya harga kontrak, masing-masing peserta tender

melakukan penawaran dengan harga yang telah direncanakan sebelumnya

(http://yakubadikrisanto.wordpress.com/category/persekongkolantender/pa

ge/2/).

Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur

mengenai larangan persekongkolan tender diartikan persekongkolan

pelaku usaha dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan

pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat. Dalam Pasal 22 ini pihak lain bisa saja pemerintah,

swasta ataupun pelaku usaha lain dalam tender yang sama. Pelaku usaha di

sini juga dilarang melakukan persekongkolan dengan pelaku usaha lain

untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan pengadaan

Page 34: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan

persaingan yang sehat sehingga merugikan pihak lain.

d. Jenis-Jenis Persekongkolan Tender

Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada tiga jenis, yaitu

persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal dan gabungan

persekongkolan vertikal dan horizontal. Berikut penjelasan atas ketiga

jenis persekongkolan tersebut.

1) Persekongkolan Horizontal

Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau

penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia

barang dan jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan

sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan semu di

antara peserta tender. Berikut bagan persekongkolan tersebut.

Bagan 1. Persekongkolan Horizotal

2) Persekongkolan Vertikal

Merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau

beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia

Panitia pengadaan / panitia lelang barang/ pengguna barang atau jasa / pimpinan proyek

Persekongkolan

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Page 35: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik

atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk

dimana panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan

jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan bekerjasama dengan salah

satu atau beberapa peserta tender. Berikut bagan persekongkolan

tender tersebut.

Bagan 2. Persekongkolan Vertikal

3) Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang

atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan

dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan

ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses

tender. Salah satu bentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif,

dimana baik panitia tender, pemberi pekerjaan, maupun sesama para

pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya secara administratif

Persekongkolan

Panitia pengadaan / panitia lelang barang/ pengguna barang atau jasa / pimpinan proyek

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Page 36: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

dan tertutup. Berikut bagan kedua persekongkolan tersebut (KPPU,

2008: 10-12).

Bagan 3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

2. Tinjauan Umum tentang Pendekatan Hukum Persaingan Usaha

Dalam hukum persaingan usaha secara yuridis dikenal dua macam

dasar pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis, apakah suatu

perbuatan baik berupa perjanjian maupun kegiatan telah melanggar undang-

undang atau tidak yaitu dengan pendekatan rule of reason dan per se illegal.

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh

lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat

perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu

perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung

persaingan. Sebaliknya, pendekatan per se illegal adalah menyatakan setiap

perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih

Persekongkolan

Panitia pengadaan / panitia lelang barang/ pengguna barang atau jasa / pimpinan proyek

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Pelaku usaha/ Penyedia barang atau jasa

Page 37: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha

tersebut (Andi Fahmi Lubis, 2009: 55).

a. Pendekatan Per se illegal

Menurut Kissane and Benefore, bahwa suatu perbuatan dalam

pengaturan persaingan usaha dikatakan sebagai ilegal secara per se (per se

illegal), apabila “pengadilan telah memutuskan secara jelas adanya anti

persaingan, dimana tidak diperlukan lagi analisa terhadap fakta-fakta

tertentu dari masalah yang ada guna memutuskan, bahwa tindakan tersebut

telah melanggar hukum”. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa ada

kategori terhadap perbuatan yang oleh pengadilan dianggap secara konkret

bersifat anti persaingan ataupun menjurus pada praktek monopoli,

sehingga analisis terhadap kenyataan yang ada di sekitar perbuatan

tersebut tidak diperlukan lagi atau tidak begitu penting untuk menentukan

bahwa perbuatan tersebut telah melanggar hukum. Sedangkan Yahya

Harahap lebih cenderung mengatakan bahwa per se illegal-pun artinya

sejak semula tidak sah, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan

suatu perbuatan yang melanggar hukum dan tanpa perlu adanya

pembuktian (L.Budi Kagramanto, 2007: 223).

Jadi, per se illegal ditujukan pada suatu perbuatan atau tindakan

yang secara inhern bersfat dilarang atau ilegal, dapat diartikan juga suatu

tindakan dinyatakan melanggar hukum dan dilarang secara mutlak, serta

tidak diperlukan pembuktian apakah tindakan tersebut memiliki dampak

negatif terhadap persaingan usaha. Yang termasuk kategori per se illegal

meliputi: perjanjian penetapan harga, perjanjian pemboikotan, perjanjian

pembagian wilayah, persekongkolan untuk menghambat perdagangan,

penyalahgunaan posisi dominan, pemilikan saham mayoritas.

Page 38: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

b. Pendekatan Rule of reason

Rule of reason adalah suatu doktrin yang dibangun berdasarkan

penafsiran atas ketentuan Sherman Antitrust Act oeh Mahkamah Agung

Amerika Serikat yang diterapkan dalam kasus Standard Oil Co. Of New

Jersey vs. United State pada tahun 1911. Pendekatan rule of reason, yaitu

penerapan hukum dengan mempertimbangkan alasan-alasan dilakukannya

suatu tindakan atau suatu perbuatan oleh pelaku usaha. Untuk menerapkan

prinsip ini tidak hanya diperlukan pengetahuan ilmu hukum tetapi

penguasaan terhadap ilmu ekonomi. Melalui pendekatan rule of reason ini

apabila suatu perbuatan dituduh melanggar hukum persaingan, maka

pencari fakta harus mempertimbangkan dan menentukan apakah perbuatan

tersebut menghambat persaingan dengan menunjukkan akibatnya terhadap

proses persaingan dan apakah perbuatan itu tidak adil atau mempunyai

pertimbangan lainnya. Pertimbangan atau argumentasi yang perlu

dipertimbangkan antara lain adalah aspek ekonomi, keadilan, efisiensi,

perlindungan terhadap golongan ekonomi tertentu dan fairness

(Hermansyah, 2008: 79).

Pendekatan per se illegal mirip dengan konsep ‘delik formal’ di

dalam hukum pidana yang dianggap terjadi sekedar apabila unsur-unsur

tindak pidana yang dicantumkan dalam undang-undang telah terpenuhi

tanpa melihat akibat tindakan yang dilakukan. Sedangkan pendekatan rule

of reason diterapkan terhadap tindakan-tindakan yang tidak dapat secara

mudah ilegalitasnya tanpa menganalisis akibat tindakan itu terhaap kondisi

persaingan. Jadi, jika di dalam pendekatan per se illegal tidak perlu terlalu

jauh melihat akibat yang ditimbulkan suatu tindakan terhadap persaingan

karena tindakan semacam itu dianggap selalu dianggap membawa akibat

negatif sedangkan di dalam pendekatan rule of reason pengadilan

disyaratkan untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti latar belakang

dilakukannya tindakan, alasan bisnis dilakukannya tindakan serta posisi si

pelaku tindakan dalam industri tertentu. Setelah mempertimbangkan

Page 39: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

faktor-faktor tersebut barulah dapat ditentukan apakah suatu tindakan

bersifat ilegal atau tidak (Arie Siswanto, 2002: 66). Berikut ilustrasinya:

Pendekatan Per se illegal

Bagan 4. Pendekatan Per Se Illegal

Pendekatan Rule of reason

Bagan 5. Pendekatan Rule of Reason

3. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum

a. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk

tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut

subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas

dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan

semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang

TINDAKAN TERBUKTI ILEGAL

TINDAKAN TERBUKTI FAKTOR2 LAIN2

UNREASONABLE

ILEGAL

REASONABLE

LEGAL

Page 40: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum

yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya

diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk

menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,

aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya

paksa.

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut

obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga

mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan

hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung

didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup

dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya

menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena

itu, penerjemahan perkataan “Law enforcement” ke dalam bahasa

Indonesia dalam menggunakan perkataan “Penegakan Hukum” dalam arti

luas dapat pula digunakan istilah “Penegakan Peraturan” dalam arti

sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan

cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam

bahasa inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah “the rule of law”

atau dalam istilah “ the rule of law and not of a man” versus istilah “ the

rule by law” yang berarti “the rule of man by law”. Dalam istilah “ the

rule of law” terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan

dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan

yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah “ the rule of

just law”. Dalam istilah “the rule of law and not of man”, dimaksudkan

untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara

hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah

sebaliknya adalah “the rule by law” yang dimaksudkan sebagai

Page 41: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat

kekuasaan belaka (http://www.solusihukum.com/artikel/artikel49.php)

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan atau keefektifan

hukum : hukum atau undang-undangnya, penegak hukum baik pembentuk

hukum maupun penerap hukum, sarana / fasilitas pendukung, masyarakat

(adressat hukum), budaya (legal culture). Sedangkan syarat-syarat agar

hukum efektif , meliputi : undang-undang dirancang dengan baik,

kaidahnya jelas, mudah dipahami, dan penuh kepastian; Undang-undang

sebaiknya bersifat melarang dan bukan mengharuskan/membolehkan);

sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan / sifat undang-undang itu; beratnya

sanksi tidak boleh berlebihan (sebanding) dengan macam pelanggarannya;

mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat (lahiriah); mengandung

larangan yang berkesesuaian dengan moral; pelaksana hukum

menjalankan tugasnya dengan baik; menyebarluaskan UU, penafsiran

seragam, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 1983: 5).

Fokus dari Soerjono Soekanto mengenai hukum atau undang-

undangnya, penegak hukum baik pembentuk hukum maupun penerap

hukum, sarana / fasilitas pendukung, masyarakat (adressat hukum),

budaya (legal culture) yang terjadi pada persaingan usaha khususnya

persekongkolan tender. Realitas penegakan hukum dalam masyarakat kita

yang sedang mengalami proses modernisasi juga dipengaruhi faktor-faktor

majemuk baik dalam sistem hukum maupun di luar sistem. Kondisi

penegakan hukum yang masih buruk dalam masyarakat kita dipengaruhi

oleh berbagai faktor, yaitu:

1) faktor hukum atau perundang-undangan itu sendiri yang meliputi:

konsistensi asas-asas atau prinsip-prinsipnya, proses perumusan yang

memperhatikn kecenderungan hukum-hukum kebiasaan yang

Page 42: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

berlaku di masyarakat dan aspirasi masyarakat, dan tingkat

kemampuan hukum itu sendiri dalam operasionalnya.

2) faktor sumber daya aparatur penegak hukumnya yang merupakan

faktor kunci dalam penegakan hukum.

3) faktor sarana dan prasarana fisik yang memadai, khususnya alat-alat

teknologi modern dalam rangka sosialisasi hukum dan mengimbangi

kecenderungan-kecenderungan penyimpangan sosial masyarakat.

4) faktor masyarakat yang berkaitan dengan persepsi masyarakat

tentang hukum, tentang ketertiban dan tentang fungsi penegak

hukum.

5) faktor politik atau penguasa negara, khususnya deskripsi tentang

campur tangan pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan di

dalam usaha-usaha penegakan hukum (Bambang Sutiyoso, 2004: 61-

65).

c. Tujuan Penegakan Hukum

Hal yang senada dalam penegakan hukum dikemukakan juga oleh

Sudikno Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan

kepentingan manusia dan membutuhkan pelaksanaan hukum yang dapat

berlangsung secara normal dan damai sekalipun tidak dapat dipungkiri

akan terjadi juga pelanggaran di dalamnya. Hukum yang dilanggar harus

ditegakkan melalui penegakan hukum itu sendiri. Dalam menegakkan

hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian

hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan

(Gerechtigkeit). Kepastian hukum merupakan perlindungan hukum

terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam kondisi tertentu. Masyarakat

mengharapkan kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum

masyarakat akan lebih tertib. Manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan

hukum juga penting karena jangan sampai hukum yang ditegakkan

Page 43: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Unsur ketiga adalah

keadilan, masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan

atau penegakan hukum keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau

penegakan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan.

Hukum ini bersifat umum, mengikat setiap orang dan menyamaratakan.

Keadilan sendiri bersifat subyektif, individualistis dan tidak

menyamaratakan. Keadilan bagi si A belum tentu adil untuk si B. Kalau

dalam menegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja,

maka unsur-unsur lainnya akan dikorbankan. Dalam menegakkan hukum

harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur itu harus

mendapat perhatian secara proporsional seimbang walaupun dalam

prakteknya tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara

proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut (Sudikno

Mertokusumo, 1999: 145-147).

Merujuk pendapat Gustav Radbrurh, terdapat aspek tujuan hukum

yang sering dikaitkan dengan penegakan hukum yang harus memenuhi

tiga hal pokok yang sangat prinsipil yang hendak dicapai, yaitu : keadilan,

kepastian dan kemanfaatan. Keadilan dapat diartikan sebagai memberikan

hak yang setara dengan kapasitas seseorang atau pemberlakuan kepada

tiap orang secara proporsional, tetapi juga bisa berarti memberi sama

banyak kepada setiap orang apa yang menjadi jatahnya berdasarkan

prinsip keseimbangan. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan

hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, yang pelaksanaannya

tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif.

Mengutip pendapat Lawrence M. Wriedman, seorang Guru Besar di

Stanford University, berpendapat bahwa untuk mewujudkan kepastian

hukum paling tidak haruslah didukung oleh unsur-unsur sebagai berikut,

yakni : (1) substansi hukum, (2) aparatur hukum, dan (3) budaya hukum.

Unsur pertama “substansi hukum” berbicara tentang isi daripada

ketentuan-ketentuan tertulis dari hukum itu sendiri. Unsur kedua adalah

Page 44: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

“aparatur hukum” adalah perangkat, berupa system tata kerja dan

pelaksana daripada apa yang diatur dalam substansi hukum tadi.

Sedangkan unsur yang terakhir adalah “budaya hukum” yang menjadi

pelengkap untuk mendorong terwujudnya “kepastian hukum” adalah

bagaimana budaya hukum masyarakat atas ketentuan hukum dan aparatur

hukumnya. Unsur budaya hukum ini juga tidak kalah pentingnya dari

kedua unsur diatas, karena tegaknya peraturan-peraturan hukum akan

sangat bergantung kepada “budaya hukum” masyarakatnya. Dan budaya

hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota-anggotanya

yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, budaya,

posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan

(http://www.scribd.com/doc/2953532/Penegakkan-Hukum).

Substansi hukum, aparatur hukum serta budaya hukum seperti

telah dikemukakan di atas, idealnya harus di-sinergikan guna mendorong

terwujudnya “kepastian hukum“ di negara hukum manapun di dunia ini.

Satu sama lain harus memiliki sifat saling ketergantungan (dependency),

salah satu unsur saja tidak terpenuhi, maka “kepastian hukum“ sulit untuk

terwujud. Sedangkan dari sisi kemanfaatannya, hukum seyogyanya

membawa kegunaan dalam tata sinergis antara keadilan dan kepastiannya.

Sehingga dalam praktek, hukum membawa akibat (manfaat) terciptanya

rasa terlindung dan keteraturan dalam hidup bersama dalam masyarakat.

Aparatur penegak hukum menunjuk kepada pengertian mengenai

institusi penegak hukum dan aparatnya (orangnya). Dalam arti sempit,

aparatur penegak hukum yang itu dimulai dari saksi, polisi, penasehat

hukum, jaksa hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Dalam

realitanya, tugas atau perannya langsung terkait dengan kegiatan pelaporan

atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian,

penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan

kembali (resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya, aparatur

penegak hukum itu, dipengaruhi oleh 3 elemen penting yang sangat

Page 45: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

berpengaruh yaitu: (i) institusi penegak hukum beserta perangkat sarana

dan prasarana pendukung serta mekanisme kerja kelembagaannya; (ii)

budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk faktor kesejahteraan

aparatnya, dan (iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja

kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan

standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya

penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek

itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu

sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata

(http://www.solusihukum.com/artikel/artikel49.php).

Pemikiran filosofis tujuan penegakan hukum terutama keadilan

yang berkaitan dengan filsafat hukum berkaitan erat dengan pemikiran

John Rawls mengungkapkan tiga faktor utama yaitu :

a. perimbangan tentang keadilan (Gerechtigkeit)

b. kepastian hukum (Rechtessisherkeit)

c. kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit) (Soetandyo, 2002: 18).

Keadilan berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak

yang bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya

yaitu hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

gugat. Keadilan merupakan salah satu tujuan sepanjang perjalanan sejarah

filsafat hukum. Keadilan adalah kehendak yang ajeg, tetap untuk

memberikan kepasa siapapun sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan masyarakat dan tuntutan jaman (R.Arry Mth. Soekowathy,

2003: 291).

Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud

dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang

dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit

maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam

setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan

maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan

Page 46: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-

norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan penegakan hukum

dapat ditentukan sendiri batas-batasnya. Dalam penulisan ini pembahasan

mengenai penegakan hukum yang digunakan adalah penegakan dalam arti

sempit yaitu penegakan peraturan, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Dan penegakan hukum formal yang menekankan pada sanksi

untuk mencapai tujuan berupa keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum.

4. Tinjauan Umum tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur

bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (yang selanjutnya disebut KPPU)

adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat. Komisi ini dibentuk sebagai wujud nyata

penegakan hukum terhadap upaya praktek monopoli maupun persaingan usaha

tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal yang mengatur mengenai

Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah Pasal 30 sampai 37 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pembentukan Komisi serta susunan organisasi,

tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Menurut Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, status

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, meliputi:

(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi. (2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain. (3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.

Menurut Pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, keanggotaan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, meliputi:

(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.

Page 47: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.

Menurut Pasal 32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, persyaratan

anggota Komisi antara lain:

a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan; b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; c. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. jujur, adil, dan berkelakuan baik; e. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia; f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi; g. tidak pernah dipidana; h. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan i. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.

Sebagai lembaga independen maka persyaratan anggota Komisi

Pengawas Persaingan Usaha tersebut cukup fair terlebih syarat terakhir

dimana tidak terafiliasi dengan badan usaha tersebut memang dibutuhkan

dalam pengawasan. Yang dimaksud tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha

adalah bahwa sejak yang bersangkutan menjadi anggota Komisi tidak menjadi

: anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi suatu perusahaan;

anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi; pihak yang

memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan seperti konsultan, akuntan

publik, dan penilai; dan pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.

Pemberhentian keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

berakhir ketika meninggal dunia; mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia; sakit jasmani

atau rohani terus menerus; berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi;

atau diberhentikan. Persyaratan berakhirnya keanggotaan karena diberhentikan

belum diatur secara detail untuk alasan seperti apa, misalnya melakukan

Page 48: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

tindak pidana atau perbuatan melawan hukum lainnya. Sedangkan dalam

kinerjanya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dibantu oleh sekretariat ntuk

kelancaran pelaksanaan tugas dan Komisi dapat membentuk kelompok kerja.

Kelompok kerja adalah tim profesional yang ditunjuk oleh Komisi untuk

membantu pelaksanaan tugas tertentu dalam waktu tertentu.

Tugas Komisi menurut Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, meliputi:

a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24; c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28; d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini; g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sedangkan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha menurut

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, meliputi:

a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya; d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

Page 49: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi; h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini; i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Seperti Komisi independen pada umumnya, Komisi Pengawas

Persaingan Usaha juga memerlukan pembiayaan dalam melaksanakan fungsi,

tugas ataupun wewenangnya. Menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 diatur bahwa “Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan

kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber

lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pada dasarnya Negara bertanggung jawab terhadap operasional pelaksanaan

tugas Komisi dengan memberikan dukungan dana melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, mengingat ruang lingkup dan

cakupan tugas Komisi yang demikian luas dan sangat beragam, maka Komisi

dapat memperoleh dana dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya tidak mengikat

serta tidak akan mempengaruhi kemandirian Komisi.

Page 50: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

B. Kerangka Pemikiran

Bagan 6. Kerangka Pemikiran

Pengaturan Persekongkolan Tender dalam UU

No. 5 Tahun 1999 dengan Rule of Reason

Penanganan KPPU sulit :

- Pendekatan Hukum - Pendekatan Ekonomi - Pembuktian Kerugian

APBN (korupsi) - Dominasi Perkara Tender

Dengan pendekatan Per se Illegal :

- Indikasi larangan dengan adanya barrier to entry

- Pembuktian terhadap perjanjian yang sifatnya kolusif atau sekongkol

Persaingan Sehat yang

Menyejahterakan Rakyat

Page 51: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Keterangan :

Persekongkolan tender yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat menggunakan pendekatan rule of reason. Perkara persekongkolan tender

mendominasi perkara di KPPU karena banyaknya celah atau peluang untuk

melakukan persekongkolan tersebut. Prakteknya, KPPU menggunakan

pendekatan rule of reason seperti ketentuan normatifya. Tetapi pendekatan rule of

reason yang digunakan menjadi kesulitan tersendiri bagi KPPU karena harus

melakukan prosedur penyidikan melalui pendekatan hukum, pendekatan ekonomi,

pembuktian terhadap unsur korupsi yang mengakibatkan pada kerugian APBN.

Prosedur yang ditempuh sangat rumit dengan pendekatan rule of reason sekalipun

secara logika kegiatan persekongkolan tender yang jelas-jelas menghambat

terwujudnya persaingan yang sehat karena adanya barrier to entry atau hambatan

masuk pasar dalam persaingan, padahal prinsipnya persaingan membuka

kesempatan yang sama dalam tender antar pelaku usaha. Akan tetapi, apabila

sejak awal sudah ada indikasi kecurangan dalam tender akan membatasi

persaingan karena pemenang tender sudah ditentukan, alangkah baiknya apabila

persekongkolan tender diklasifikasikan pada per se illegal karena secara langsung

sudah terdapat unsur ilegal, sehingga pembuktian ditujukan pada perjanjian atau

unsur bersekongkol saja dan apabila terbukti adanya perjanjian tersebut dapat

langsung diperkarakan seperti ketentuan per se Illegal lainnya. Hal ini juga akan

memberi dampak pada jumlahnya perkara persekongkolan tender yang ada di

KPPU karena celah persekongkolan otomatis akan ditekan dengan ketentuan per

se illegal persekongkolan tender dan memudahkan pembuktian yang digunakan

untuk mewujudkan persaingan yang sehat yang otomatis menyejahterakan rakyat.

Page 52: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Persekongkolan Tender dalam Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 dengan Pendekatan Rule of Reason

Beberapa ahli yang concern terhadap hukum persaingan usaha

Indonesia yang mengatakan bahwa dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

terdapat prinsip rule of reason dan per se illegal. Namun pendapat tersebut

tidak mempunyai landasan normatif dalam Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 karena memang Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak secara

eksplisit menyinggung prinsip rule of reason dan per se illegal. Berbagai

literatur tentang hukum persaingan usaha sering disinggung mengenai rule of

reason dan per se illegal tersebut. Dalam literatur tersebut rule of reason dan

per se illegal dibahas serba sedikit untuk memberikan pemahaman dan

perbandingan hukum persaingan usaha (competition law) yang berlaku di

Amerika. Dikemukakan dalam literatur tersebut bahwa kedua prinsip tersebut

merupakan pendekatan untuk melakukan penilaian terhadap perbuatan-

perbuatan yang dilarang oleh Sherman Act, Clayton Act, Federal Trade

Commission Act Antitrust Law. Hal ini juga dimplikasikan pada pelaksanaan

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang merupakan peraturan untuk

mengatur bisnis yang berasal dar Amerika Serikat

(http://yakubadikrisanto.wordpress.com/2008/06/03/prinsip-rule-of-reason-dan-per-

se-illegal/).

Baik pendekatan per se illegal maupun rule of reason telah lama

diterapkan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu dari pelaku usaha

melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Pendekatan rule of reason

adalah pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha

untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha

tertentu guna menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat

menghambat atau mendukung persaingan. Sebaliknya pendekatan per se

Page 53: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

illegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu ilegal tanpa

pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian atau

kegiatan usaha tersebut. Kedua metode pendekatan yang memiliki perbedaan

ekstrim tersebut juga digunakan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,

hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal-pasalnya yakni pencantuman kata-

kata “yang dapat mengakibatkan” dan/atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut

menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu

tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat

persaingan. Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya

digunakan dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak

kalimat “yang dapat mengakibatkan” (A.M. Tri Anggraini, 2005: 5-6).

Dalam hal kebijakan persaingan usaha, istilah persekongkolan

hampir di semua kegiatan masyarakat senantiasa berkonotasi buruk atau

negatif karena pada hakekatnya persekongkolan bertentangan dengan rasa

keadilan. Prinsip fair atau keadilan adalah apabila orang atau perusahaan

tidak mempunyai kesempatan yang sama seperti halnya penawar lain dalam

penawaran untuk mendapatkan obyek barang atau jasa tertentu yang

ditawarkan oleh penyelenggara atau panitia tender. Ketentuan Pasal 22 dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 lebih mencakup konspirasi atau

persekongkolan tender daripada sekedar membatasi persaingan usaha atau

apakah kegiatan persekongkolan tender ibaratnya akan mampu membatasi

adanya persaingan usaha. Apabila hasil pengumuman tender menguntungkan

para peserta yang mengambil bagian dalam tender tersebut, maka secara

tersirat dalam konteks kebijakan persaingan usaha setidak-tidaknya

mengandung pembatasan terhadap persaingan harga.

Pendekatan rule of reason dalam persaingan usaha merupakan

kebalikan dan lebih luas cakupannya jika dibandingkan pendekatan per se

illegal. Pendekatan rule of reason ini cenderung pada prinsip efisiensi dan

pada sisi lain dapat melakukan interpretasi terhadap Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 tersebut. Sepeti yang dilakukan oleh Mahkamah Agung Amerika

Page 54: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Serikat yang menetapkan rule of reason sebagai standar bagi pengadilan

untuk mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif serta menetapkan layak

tidaknya suatu hambatan dan hambatan tersebut bersifat mencampuri,

mempengaruhi atau bahkan mengganggu proses persaingan atau tidak.

Keputusan pengadilan telah berkembang menjadi dikotomi antara pendekatan

per se illegal dan rule of reason, artinya bahwa pengadilan membagi praktek

bisnis ke dalam 2 (dua) bagian yaitu meletakkan perjanjian yang masuk

dalam kategori per se illegal dan perjanjian tertentu ke dalam wilayah rule of

reason. Salah satu contohnya adalah pernyataan Hakim White mengenai

penggunaan rule of reason dalam perkara Standar Oil mengandung tiga

pengujian, yaitu :

1. adanya konsep per se illegal;

2. adanya maksud para pihak; dan

3. akibat dari suatu perjanjian.

Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam pendekatan rule of reason

ini lebih menekankan undang-undang yang mengatur tentang kebebasan

ekonomi secara komprehensif yang ditujukan kepada persaingan usaha serta

tidak mengikat. Pengaturan tersebut juga menjamin kesetaraan dalam

kesempatan berusaha serta melindungi masyarakat pebisnis untuk bersaing

dalam lingkup perdagangan dengan tidak memandang besar kecilnya

perusahaan tersebut. Masing-masing pola penekatan tersebut mengandung

keunggulan dan kelemahan yang mungkin dapat menjadi bahan pemikiran

untuk menerapkan salah satu pendekatan terhadap tindakan pelaku usaha yag

diduga melanggar undang-undang. Keunggulan rule of reason adalah

menggunakan analisis ekonomi untuk mencapai efisiensi guna mengetahui

dengan pasti apakah suatu tindakan pelaku usaha memiliki implikasi pada

persaingan atau dengan kata lain tindakan dianggap menghambat persaingan

atau mendorong persaingan ditentukan oleh “...economic values, that is, with

the maximization of consumer want satisfaction through the most efficient

allocaton and use resources...”. Sebaliknya jika menerapkan per se illegal,

Page 55: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

maka tindakan pelaku usaha tertentu selalu dianggap melanggar Undang-

Undang. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa rule of reason yang

digunakan para hakim dan juri mensyaratkan pengetahuan tentang teori

ekonomi dan sejumlah data ekonomi yang kompleks dimana mereka belum

tentu memiliki kemampuan yang cukup untuk memahaminya guna dapat

menghasilkan keputusan yang rasional (Andi Fahmi Lubis.dkk, 2009: 66).

Berbeda dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang

mengkategorikan persekongkolan tender dalam kegiatan yang dilarang.

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)

memasukkan persekongkolan tender khususnya tender kolusif dalam kategori

perjanjian atau perilaku yang saling sepakat (restrictive agreement or

arrangements). Pemahaman dari United Nations Conference on Trade and

Development (UNCTAD) tidak jauh berbeda dengan yang diberikan oleh

Yurisprudensi Amerika, dimana perjanjian yang dilandasi dengan suatu

kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis (lisan), formal maupun tidak

formal semuanya dilarang. Termasuk pula segala perjanjian tanpa

memperhatikan, apakah perjanjian tersebut dibuat dengan maksud yuridis

memiliki kekuatan mengikat atau tidak mengikat, semuanya terkena larangan.

Terlebih lagi pada perjanjian informal secara lisan akan menimbulkan

masalah pada pembuktian karena harus dibuktikan bahwa telah terdapat

hubungan komunikasi secara bersama-sama dalam mengambil suatu

keputusan usaha antar perusahaan sehingga berakibat adanya kegiatan yang

saling menyesuaikan atau perilaku yang sejajar.

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)

menyatakan bahwa tender kolusif dapat terjadi dalam bentuk :

1. persetujuan untuk mengajukan penawaran yang sama;

2. persetujuan untuk menentukan pihak yang melakukan penawaran

termurah;

3. persetujuan mengenai penawaran yang tertutup;

Page 56: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

4. persetujuan untuk tidak akan bersaing satu sama lain dalam mengajukan

penawaran;

5. persetujuan untuk menentukan harga atau persyaratan tender lainnya;

6. persetujuan antara peserta tender yang mengeliminasi peserta tender yang

berasal dari luar, dan

7. persetujuan yang menunjuk pemenang tender atas dasar rotasi atau

alokasi pasar geografis ataupun berdasarkan pada pelanggan.

Lain halnya dengan batasan persekongkolan tender (bid rigging) yang

diberikan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and

Development), yaitu suatu bentuk khusus dari penetapan harga secara kolusif

yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha untuk mengkoordinasikan atau

menselaraskan penawaran di antara mereka atas proyek atau kontrak. Di

samping itu ada bentuk persekongkolan tender yang sering terjadi, bentuk

pertama adalah peserta tender sepakat untuk mengajukan beberapa penawaran

harga sehingga dapat mengurangi dan bahkan meniadakan tingkat persaingan

harga, sedangkan bentuk kedua adalah kesepakatan diri peserta tender untuk

menentukan peserta yang mengajukan penawaran terbaik serta kemudian

melakukan rotasi agar semua peserta mendapatkan giliran untuk menjadi

pemenang dalam suatu proyek tertentu. Tindakan berpartisipasi ikut serta

secara aktif dalam persekongkolan tender merupakan suatu tindakan anti

persaingan usaha sehat serta melanggar hakikat dan tujuan tender yang

sesungguhnya, yaitu mengedepankan keinginan untuk mendapatkan barang

dan atau jasa dengan harga serta kondisi yang paling menguntungkan,

sehingga akibat kegiatan persekongkolan tender tersebut ada pihak lain yang

dirugikan.

Suatu perilaku yang ditetapkan oleh pengadilan sebagai per se illegal

akan dihukum tanpa proses penyelidikan rumit. Jenis perilaku yang

ditetapkan secara per se illegal hanya akan dilaksanakan setelah pengadilan

memiliki pengalaman yang memadai terhadap perilaku tersebut yakni bahwa

Page 57: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

perilaku tersebut hampir selalu bersifat anti persaingan dan hampir selalu

tidak pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari

sudut proses administratif adalah mudah. Hal ini disebabkan karena per se

illegal membolehkan pengadilan untuk menolak melakukan penyelidikan

secara rinci yang biasanya memerlukan waktu lama dan biaya mahal guna

mencari fakta di pasar yang bersangkutan. Oleh karena itu, pada prinsipnya

terdapat dua syarat melakukan pendekatan per se illegal, yakni pertama harus

ditujukan lebih kepada perilaku bisnis daripada situasi pasar karena

keputusan melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih

lanjut, misalnya mengenai akibat dan hal-hal yang melingkupinya. Metode

pendekatan ini dianggap fair, jika perbuatan ilegal tersebut merupakan

tindakan sengaja oleh perusahaan yang seharusnya dapat dihindari. Kedua,

adanya identifikasi secara cepat atau mudah mengenai jenis praktek atau

batasan perilaku yang terlarang. Dengan perkataan lain, penilaian atas

tindakan dari pelaku usaha baik di pasar maupun dalam proses pengadilan

harus dapat ditentukan dengan mudah. Meskipun demikian diakui bahwa

terdapat perilaku yang terletak dalam batas-batas yang tidak jelas antara

pelaku terlarang dan pelaku yang sah. Pembenaran substansif dalam per se

illegal harus didasarkan pada fakta atau asumsi bahwa perilaku tersebut

dilarang karena dapat mengakibatkan kerugian bagi pesaing lainnya dan atau

konsumen. Hal tersebut dapat dijadikan pengadilan sebagai alasan pembenar

dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, terdapat dua hal penting yang

harus diperhatikan oleh pengadilan, pertama adanya dampak merugikan yang

signifikan dari perilaku tersebut. Kedua, kerugian tersebut harus tergantung

pada kegiatan yang dilarang (Andi Fahmi Lubis.dkk, 2009: 60-61).

Selain konsep yang sudah ada, rule of reason juga menjadi hak inisiatif

dari hakim dengan melihat keunggulan dan kebijaksanaan, efisiensi dan

keuntungan publik. If one stands back and looks at the structure of

competition regimes in common law jurisdictions two broad types emerge.

The first and oldest is the United States model where the competition statute

Page 58: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

is viewed simply as an initial authority for judges to paint with a broad brush

as they build up the law case by case with little need to refer back to the

archaically worded statute. The other model is that operating in Australia

and New Zealand where the words of the statute have primacy and concepts

of reasonableness, efficiency and public benefit enter into the analysis only to

the extent that the words of the statute permit. In the United States, the rule of

reason first found its way into the antitrust lexicon in the dissenting judgment

of White J in United States v Trans-Missouri Freight Association. That case,

of course, involved the interpretation of a liability creating provision in the

antitrust statute itself. Nevertheless the two analytical technique were very

similar. Nowadays this cornerstone provision in United States antitrust

legislation is routinely read as though it commences with the words ‘every

unreasonable contract’ to avoid the conclusion that all restrictive agreements

are illegal without question or qualification. Terjemahannya adalah sebagai

berikut : jika satu pendirian kembali dan terlihat dalam struktur persaingan

rezim yurisdiksi hukum timbul dua tipe besar. Yang pertama dan tertua

adalah model Amerika Serikat dimana Undang-Undang persaingan terlihat

sederhana sebagai wewenang awal hakim bekerja lebih dari kasus hukum

yang terjadi dengan kasus dari kasus yang sedikit kembali kepada penafsiran

undang-undang terdahulu. Model lain adalah yang dijalankan di Australia dan

Selandia Baru dimana penafsiran undang-undang mempunyai keunggulan

dan konsep yang bijaksana, efisien, manfaat publik termasuk di dalamnya

untuk menafsirkan lebih luas daripada undang-undang saja. Di Amerika

Serikat, rule of reason pertama ditemukan dalam kosakata keputusan

pengadilan Hakim J. White antara Perhubungan Amerika Serikat melawan

Asosiasi Pengangkutan Missouri. Dalam kasus tentunya dilibatkan penasiran

dan pertanggungjawaban membuat ketentuan sendiri dalam Undang-Undang

Antitrust. Meskipun demikian, teknik analisis yang sangat sama. Pada waktu

sekarang, ketentuan dasar di perundang-undangan Antitrust Amerika Serikat

yang rutin dibaca lebih dulu memulai dengan kata “setiap perjanjian yang

tidak masuk akal” untuk menghindari semua perjanjian ilegal yang

Page 59: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

meragukan dan dibatasi. Ketidakteraturan yang akan memberi dampak

sendiri menjadi salah satu kesimpulan untuk menjadikan sesuatu hal masuk

dalam kualifikasi ilegal (Ian Agles and Louise Longdin, 2009: 310).

Persekongkolan tender dianggap sebagai jenis pelanggaran yang serius

karena tindakan tersebut cenderung lebih banyak merugikan negara terutama

kerugian terhadap anggaran negara. Di banyak negara, persekongkolan tender

mempunyai konotasi negatif dan cenderung kolusif sifatnya diperlakukan

secara per se illegal. Bahkan di beberapa negara yang belum memiliki

undang-undang antimonopoli dan persaingan usaha mengatur secara khusus

mengenai tender dan memperlakukan tender kolusif lebih tertata daripada

perjanjian horizontal lainnya karena adanya unsur kecurangan serta

mengakibatkan kerugian pemerintah dan anggaran negara. Persekongkolan

tender di Indonesia diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang

menetapkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan pasal ini akan diperiksa

dengan pendekatan rule of reason. Hal ini terlihat dalam kalimat “pelaku

usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat”. Kata “dapat mengakibatkan terjadinya”

tersebut mengandung suatu pengertian bahwa tender kolusif termasuk sebagai

bentuk pelanggaran yang masih boleh asal tidak mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat (L. Budi Kagramanto, 2007: 266).

Rancangan undang-undang yang diajukan DPR sudah mengandung

aturan tentang larangan praktek monopoli dan perilaku usaha. Namun, "yang

perlu dibenahi dulu adalah struktur pasarnya, sehingga pelaku ekonomi

dipaksa berperilaku baik. Kalau langsung diatur soal perilakunya, mengatur

moral itu kan sulit," kata Marzuki Achmad, salah satu anggota DPR.

Hasilnya, beberapa kali terjadi deadlock (kebuntuan) dalam pembahasan yang

berkutat pada perilaku pasar dan moral pelaku usaha yang sebenarnya tidak

begitu diperlukan karena adanya peraturanlah yang akan mengatur perilaku.

Page 60: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Bahkan para pembahas khawatir kalau-kalau tenggat penyelesaian rancangan

undang-undang itu pada Jumat pekan depan, 18 Desember 1998 sesuai jadwal

yang ditetapkan Dana Moneter Internasional (IMF) bisa tak tercapai.

Akhirnya, melalui berbagai jenis lobi, pemerintah berhasil juga meluluhkan

sikap DPR. Adapun polemik seputar konsep, yakni pendekatan struktur pasar

ataukah perilaku usaha, sampai pekan lalu belum tuntas. Sementara ini,

pembatasan pangsa pasar disepakati untuk tetap dicantumkan, tapi besar

persentasenya masih belum ditetapkan. Arti angka itu pun diubah, dari vonis

monopoli menjadi sekadar indikator dugaan monopoli. Dengan angka itu

kelak Komisi Pengawas Persaingan, yang akan dibentuk oleh pemerintah dan

DPR, bakal meneliti: apakah sang pengusaha telah melanggar praktek

persaingan sehat atau tidak. Masih ada lagi persoalan yang belum seratus

persen disetujui DPR, yakni pengecualian terhadap larangan praktek

monopoli dan persaingan sehat, khususnya untuk pengusaha kecil, koperasi,

dan bisnis yang berasal dari monopoli negara. Bagi DPR, hanya pengusaha

kecil dan koperasi yang sesuai dengan ketentuan undang-undang yang bisa

dikecualikan. Dan, tentang bisnis rnonopoli ncgara, DPR juga meminta agar

kriteria cabang-cabang produksi penting yang dikuasai negara dan dianggap

menguasai hajat hidup orang banyak harus diatur secara tegas dan selektif.

Sebab, "Mungkin suatu saat ada bisnis yang tak perlu lagi dikelola oleh badan

usaha milik negara, sehingga harus dilepaskan," tutur Marzuki Achmad

(http://tempointeraktif.com/pembahasan-uu-antimonopoli-di-dpr). Polemik

seputar konsep yang tidak dibahas secara khusus daan cenderung diabaikan

menjadikan fokus pendekatan hukum yang dilakukan KPPU kurang kuat

dalam penegakannya.

Perlu diflashback kembali pembahasan Rancangan Undang-Undang

sudah mengkaji implikasi hukum atas kata-kata “yang dapat mengakibatkan”

maupun “patut diduga” tersebut. Hal ini mengingat pembahasan di DPR saat

itu masih diwarnai dengan retorika melawan pengusaha besar yang

menguasai sektor-sektor ekonomi tertentu dari hulu ke hilir dianggap telah

Page 61: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

merusak perekonomian bangsa dan merugikan rakyat banyak (A.M. Tri

Anggraini, 2005: 6). Oleh karena itu, pencantuman kata-kata tersebut besar

kemungkinannya tidak mempertimbangkan implikasi dalam penerapannya,

sehingga terdapat beberapa ketentuan dalam undang-undang yang tidak

selaras dengan praktek penerapan kedua pendekatan dalam perkara-perkara

yang terjadi khususnya persekongkolan tender. Penafsiran dari pembuat

hukum (legislator) tidak mengedepankan aspek penegakannya kelak karena

semata-mata hanya pengaturan secara normatif. Hal ini yang menjadi

kelemahan ketika penegak hukum harus menjalankan prosedur sesuai

aturannya.

Ketentuan dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang

menggunakan pendekatan rule of reason justru akan mempersulit KPPU di

Indonesia jika akan melakukan proses penyelidikan dan pembuktian, apakah

tindakan tersebut akan mendorong atau bahkan meniadakan sama sekali

persaingan sehat yang sudah ada. Disamping itu karakteristik dari

persekongkolan tender kolusif sama sekali tidak ada kaitannya dengan

struktur pasar (market structure) dan tidak terdapat unsur pro pada persaingan

sehat, justru merusak persaingan. Tender kolusif juga lebih mengutamakan

perilaku berupa perjanjian untuk bersekongkol dengan pelaku usaha lainnya

yang pada umumnya dilakukan secara diam-diam. Hal ini jelas memberikan

peluang agar persekongkolan tender dilakukan karena tidak ada pengaturan

yang sifatnya lebih spesifik.

Salah satu negara yang mengatur persekongkolan tender secara ketat

adalah Amerika Serikat yang sudah sejak lama tertuang dalam ketentuan The

Sherman Act 1890 yang merupakan peraturan perundang-undangan di bidang

persaingan usaha yang pertama di Amerika Serikat dala rangka

mengakomodir keinginan atau hak untuk bersaing secara sehat.

Persekongkolan tender pertama kali diatur dalam Pasal 1 Sherman Act 1890

ditentukan, bahwa setiap, perjanjian, gabungan dalam bentuk perusahaan atau

yang lainnya atau konspirasi dengan maksud untuk membatasi perdagangan

Page 62: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

atau bisnis antara negara-negara federal ataupun dengan negara-negara asing

merupakan suatu perbuatan melawan hukum (ilegal) (L. Budi Kagramanto,

2007: 174). Dan pada prakteknya, berdasarkan analisis yang dibuat oleh

Hakim Federal di Amerika Serikat, terdapat segi-segi positif atas penerapan

pendekatan per se illegal, yaitu:

1. segi positif dari penerapan per se illegal adalah adanya larangan yang

tegas untuk memberikan kepastian hukum pada pelaku usaha, apakah

suatu perbatan yag dilakukan oleh si pelaku usaha tersebut merupakan

perbuatan yang sah atau tidak sah;

2. jika ada satu acuan yang pasti bagi mereka dalam berbuat, mereka pada

akhirnya dapat merencanakan atau melakukan usaha tanpa dibebani

rasa khawatir dan akan melakukan kegiatan usaha dengan nyaman dan

aman;

3. disamping itu segi positif dari penerapan per se illegal ini adalah jauh-

jauh hari si pelaku usaha sudah berupaya untuk mencegah perbuatan

yang berpotensi merusak persaingan usaha;

4. pendek kata, penerapan per se illegal ini sejak awal akan

memberitahukan kepada si pelaku usaha perbuatan apa saja yang

dilarang, serta menjauhkan para pelaku usaha untuk tidak mencoba

melakukannya (L. Budi Kagramanto, 2007: 233-234).

Penerapan per se illegal juga memiliki kekuatan mengikat (self-

enforcing) yang lebih luas daripada larangan-larangan yang bergantung pada

evaluasi mengenai pengaruh kondisi pasar yang kompleks. Dengan

menggunakan metode pendekatan per se illegal, maka proses pada tingkatan

tertentu dalam penegakan hukum persaingan usaha dapat

diperpendek/dipersingkat, mudah serta sederhana karena hanya membutuhkan

identifikasi perilaku yang tidak sah dan pembuktian atas perbuatan ilegal

secara sederhana. Begitu juga terhadap persekongkolan tender apabila

digunakan metode pendekatan per se illegal, maka rumusan pasal mengenai

kegiatan tender yang dilarang untuk dilakukan, dimana perbuatan tersebut

Page 63: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

sudah dapat terbukti dilakukan dan dapat di proses secara hukum tanpa harus

menunjukan akibat-akibat atau kerugian yang secara nyata terhadap

persaingan. Konsep per se illegal merupakan konsep yang memudahkan

penegakan terhadap persekongkolan tender dibandingkan dengan konsep rule

of reason untuk menyatakan bahwa suatu perbuatan yang dituduhkan

melanggar hukum persaingan dimana penegak hukum harus

mempertimbangkan keadaan di sekitar kasus untuk menentukan apakah

perbuatan itu membatasi persaingan secara tidak patut, dan untuk itu

disyaratkan bahwa penegak hukum harus dapat menunjukan akibat-akibat

anti persaingan, atau kerugian yang secara nyata terhadap persaingan yang

mana rule of reason lebih memfokuskan kepada melihat akibat yang

dimunculkan dari suatu perbuatan barulah pasal yang menggunakan rumusan

secara rule of reason ini dapat diterapkan.

Pengaturan persekongkolan tender dalam Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tidak tepat apabila menggunakan pendekatan rule of

reason karena sejak adanya persekongkolan yang akan menghambat

persaingan fair sudah ada indikasi kegiatan ilegal. Jadi, klasifikasi seharusnya

untuk persekongkolan tender adalah per se illegal dengan konsep yang

memudahkan penegakan tehadap persekongkolan tender tanpa harus

memfokuskan pada akibat yang dimunculkan seperti konsep rule of reason.

B. Kelemahan Penegakan Hukum oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

dalam Persekongkolan Tender dengan Pendekatan Rule of Reason

Konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tersebut bagi penegak hukum persaingan usaha adalah melaksanakan pendekatan

rule of reason. Proses penyelidikan dan pembuktian terhadap persekongkolan

tender berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terlalu rumit, karena

KPPU harus menggunakan metode rule of reason. Penggunaan metode tersebut

memaksa KPPU harus membuktikan adanya dampak atas persekongkolan tender,

Page 64: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

padahal setiap persekongkolan hampir selalu berdampak menghambat dan atau

merugikan pelaku usaha yang tidak terlibat. Pembuktian menggunakan

pendekatan hukum dan pendekatan ekonomi. Berikut pembuktian yang dilakukan

oleh KPPU dengan 2 (dua) cara :

1. Pendekatan Hukum

Pendekatan hukum di sini adalah pendekatan rule of reason yang

terdiri dari prosedur KPPU berdasarkan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun

2006 tentang tata cara penanganan perkara, yang meliputi :

a. Laporan atau Monitoring KPPU

Tim pemeriksa pendahuluan dalam KPPU mempunyai tugas mendapatkan

pengakuan Terlapor berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang

dituduhkan dan/atau mendapatkan bukti awal yang cukup mengenai

dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor. Setelah adanya

penetapan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kasus,

Tim Pemeriksa Lanjutan bertugas menemukan bukti ada tidaknya

pelanggaran dan menyerahkan hasil pemeriksaan pada Komisi. Setelah itu

Majelis Komisi bertugas menilai, menyimpulkan dan memutuskan terjadi

atau tidaknya pelanggaran, menjatuhkan sanksi berupa tindakan

administratif kepada Terlapor yang terbukti melanggar dan membacakan

putusannya dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.

Sedangkan monitoring terhadap Pelaku Usaha yang diduga atau patut

diduga melakukan pelanggaran berdasarkan data dan informasi yang

berkembang di masyarakat. Monitoring dilakukan untuk menemukan

kejelasan tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran melalui

keterangan dan/atau data terkait dengan kegiatan pelaku usaha, instansi

pemerintah dan penelitian terhadap surat, dokumen atau alat bukti lainnya.

Hasil disajikan dalam bentuk Resume Monitoring yang memuat identitas

pelaku usaha dan perjanjian dan/atau kegiatan yang diduga melanggar dan

mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat. Monitoring

Page 65: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

dilakukan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari dan dapat

diperpanjang 60 (enam puluh) hari. Jadi, dapat dibayangkan praktek

terhadap monitoring dapat berlangsung dalam waktu lama untuk

membuktikan adanya persekongkolan tender, sedangkan kelemahan pada

laporan bahwa tidak semua pihak dengan mudah melapor, kemungkinan

hanya pihak-pihak yang dirugikan dalam persekongkolan tender tersebut.

b. Penelitian dan Klarifikasi Laporan

Penelitian dan klarifikasi dilakukan untuk menemukan kejelasan dan

kelengkapan tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Sekretariat

Komisi terhadap Laporan dan/atau meminta klarifikasi kepada pihak

Pelapor dan/atau pihak lain. Terhadap Laporan yang dinilai jelas dan

lengkap dilakukan Pemberkasan untuk dilakukan Gelar Laporan.

Penelitian dan klarifikasi laporan dilakukan selambat-lambatnya 60 (enam

puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.

c. Pemberkasan

Sekretariat Komisi melakukan pemberkasan terhadap resume laporan dan

resume monitoring dan dilakukan untuk menilai layak atau tidaknya

dilakukan Gelar Laporan. Hasil pemberkasan dituangkan dalam bentuk

Berkas Laporan Dugaan Pelanggaran. Terhadap berkas laporan yang

ditemukan belum layak untuk dilakukan Gelar Laporan maka Sekretariat

Komisi melakukan perbaikan sehingga jelas dan lengkap, sedangkan

apabila berkas laporan tetap tidak jelas dan lengkap maka Sekretariat

Komisi merekomendasikan kepada Komisi untuk menghentikan

penanganan laporan dimaksud dan mencatatnya dalam Buku Daftar

Penghentian Laporan yang selanjutnya diberitahukan kepada pelapor.

Jangka waktu pemberkasan dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari.

d. Gelar Laporan

Sekretariat Komisi memaparkan Laporan Dugaan Pelanggaran dalam

suatu Gelar Laporan yang dilakukan dalam suatu Rapat Gelar Laporan

yang dihadiri oleh Pimpinan Komisi dan sejumlah anggota Komisi yang

Page 66: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

memenuhi kuorum. Komisi akan menilai layak atau tidaknya dilakukan

Pemeriksaan Pendahuluan terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran dan

Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan melalui penetepan yang

ditandatangani Ketua Komisi yang mana penetapan tersebut disampaikan

kepada Pelapor dan Terlapor (termasuk pemeriksaan pendahuluan).

Sedangkan apabila Lpaoran Dugaan Pelanggaran tidak layak untuk

dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan, maka Komisi menetapkan untuk

tidak dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan. Gelar Laporan dilakukan

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemberkasan.

e. Pemeriksaan Pendahuluan

Pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pendahuluan

yang terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) anggota Komisi.

Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan pengakuan

Terlapor bekaitan dengan dugaan pelanggaran yang dituduhkan dan/atau

mendapatkan bukti awal yang cukup. Tim Pemeriksa Pendahuluan

memanggil Terlapor untuk dimintakan keterangan dan kesediaannya untuk

mengakhiri perjanjian dan/atau kegiatan yang diduga melanggar,

sedangkan untuk bukti awal yang cukup dapat dilakukan panggilan dan

pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui terjadinya

pelanggaran dan alat bukti berupa surat, dokumen dan lainnya. Setelah tim

pemeriksa pendahuluan menyimpulkan pengakuan terlapor dan/atau bukti

awal yang cukup, maka kesimpulan disusun dalam bentuk Laporan Hasil

Pemeriksaan Pendahuluan yang berisi dugaan pelanggaran yang dilakukan

oleh terlapor, pengakuannya dan rekomendasi perlu tidaknya pemeriksaan

lanjutan. Selanjutnya ditentukan dalam Rapat Komisi terkait status

Terlapor. Apabila Terlapor tidak bersedia mengakhiri perjanjian dan/atau

kegiatannya, Tim Pemeriksa Pendahuluan memberikan kesempatan untuk

mengajukan pembelaan diri dalam pemeriksaan lanjutan dengan

memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, menyampaikan bukti

pendukung dan/atau mengajukan saksi dan ahli. Pemeriksaan pendahuluan

dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan.

Page 67: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Komisi dapat menetapkan tidak perlu dilakukan Pemeriksaan Lnjutan

meskipun terdapat dugaan pelanggaran apabila terlapor menyatakan

bersedia melakukan perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat

dilakukan dengan membatalkan perjanjian dan/atau menghentikan

kegiatan yang diduga melakukan pelanggaran dan/atau membayar

kerugian akibat dari pelanggaran yang dilakukan. Perubahan perilaku

dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari dan Komisi melakukan

monitoring terhadap perubahan perilaku.

f. Pemeriksaan Lanjutan

Pemeriksaan lanjutan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Lanjutan yang terdiri

dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) anggota Komisi. Pemeriksa Lanjutan

dilakukan untuk menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran. Untuk

menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran dilakukan serangkaian

kegiatan antara lain : memeriksa dan meminta keterangan Terlapor;

memeriksa dan meminta keterangan dari Saksi, Ahli dan Instansi

Pemerintah; meminta, mendapatkan dan menilai surat, dokumen atau alat

bukti lain; dan melakukan penyelidikan terhadap kegiatan Terlapor atau

pihak lain terkait dengan dugaan pelanggaran. Penyelidikan dilakukan di

lokasi dimana keterangan dan/atau bukti terkait dugaan pelanggaran dapat

ditemukan. Sebelum pemeriksaan lanjutan berakhir, Tim Pemeriksa

Lanjutan menyimpulkan ada tidaknya bukti telah terjadi pelanggaran.

Pemeriksaan Lanjutan dilakukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh)

hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak ditetapkannya penetapan pemeriksaan lanjutan.

g. Sidang Majelis Komisi

Majelis Komisi dibentuk sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang

Anggota Komisi yang dipimpin oleh seorang Ketua Majelis dan 2 (dua)

orang Anggota Majelis untuk memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi.

Sidang Majelis Komisi dilakukan untuk menilai, menyimpulkan dan

memutuskan perkara berdasarkan bukti yang cukup tentang telah terjadi

atau tidak terjadinya pelanggaran. Pada Sidang pertama Majelis Komisi

Page 68: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

memberikan kesempatan kepada Terlapor untuk menyampaikan pendapat

atau pembelaannya terkait dengan dugaan pelanggaran yang dituduhkan.

Pendapat atau pembelaan Terlapor dapat disampaikan secara tertulis atau

lisan dan dapat menyampaikan bukti tambahan dalam sidang Majelis.

Majelis Komisi memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran

berdasarkan penilaian Hasil Pemeriksaan Lanjutan dan seluruh surat

dan/atau dokumen atau alat bukti lain yang disertakan di dalamnya

termasuk pendapat atau pembelaan Terlapor. Keputusan Majelis Komisi

disusun dalam bentuk Putusan Komisi dan apabila telah terbukti terjadi

pelanggaran, Majelis Komisi dalam putusannya menyatakan Terlapor telah

melanggar ketentuan undang-undang dan menjatuhkan sanksi administratif

sesuai dengan ketentuan undang-undang. Putusan Komisi dibacakan dalam

suatu Sidang Majelis Komisi yang terbuka untuk umum dengan

memberitahukan kepada Terlapor tentang waktu dan tempatnya. Putusan

Komisi dibacakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

berakhirnya jangka waktu pemeriksaan lanjutan.

Dari prosedur yang dilakukan untuk mengetahui perjanjian atau

kegiatan yang dilarang dalam persaingan usaha apalagi dari proses laporan

atau monitoring sampai Sidang Majelis membutuhkan waktu maksimal 494

hari efektif. Apabila hari kerja KPPU dalam 1 (satu) bulan maksimal 20 (dua

puluh) hari, maka perhitungan terhadap prosedur yang ada adalah 24 (dua

puluh empat) bulan 14 (empat belas) hari. Hampir 2 (dua) tahun lebih KPPU

berkutat untuk memperjuangkan penegakan terhadap persekongkolan tender.

Hal ini menimbulkan ketimpangan terhadap kecenderungan kasus

persekongkolan tender padahal kasus persekongkolan tender mendominasi

perkara di KPPU. Jangka waktu tersebut belum termasuk upaya hukum

setelah adanya Putusan Komisi. Berikut ini skema tata cara penanganan

perkara oleh KPPU secara umum yang diterapkan juga dalam perkara

persekongkolan tender.

Page 69: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Tidak

Tidak

Bagan 7. Tata Cara Penanganan Perkara

Monitoring Laporan

Pemberkasan

Klarifikasi

Pemeriksaan Pendahuluan

Gelar Laporan

Pengadilan Negeri

Sidang Majelis

Pemeriksaan Lanjutan

Mahkamah Agung

Putusan KPPU

Putusan PN

Menerima

Terbukti

Monitoring Perubahan

Perilaku

Perilaku Berubah

Berhenti

Page 70: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Selain pada pembuktian secara prosedural, KPPU harus dapat melihat

indikasi-indikasi terjadinya persekongkolan tender yang meliputi :

1. Indikasi persekongkolan pada saat perencanaan, meliputi : a. pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan

tender secara terbuka. b. pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu dan/atau Waktu

penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu.

c. tender dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti/melaksanakannya.

d. ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang/jasa. e. nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi daripada

nilai dasar tender. f. penetapan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti.

2. Indikasi persekongkolan pada saat pembentukan Panitia, antara lain meliputi :

a. Panitia yang dipilih tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan sehingga mudah dipengaruhi.

b. panitia terafiliasi dengan pelaku usaha tertentu. c. Susunan dan kinerja Panitia tidak diumumkan atau cenderung

ditutup-tutupi. 3. Indikasi persekongkolan pada saat prakualifikasi perusahaan atau pra

tender, antara lain meliputi : a. persyaratan untuk mengikuti prakualifikasi membatasi dan/atau

mengarah kepada pelaku usaha tertentu. b. adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai

spesifikasi, merek, jumlah, tempat dan/atau waktu penyerahan barang dan jasa yang akan ditender atau dielangkan.

c. adanya kesepakatan mengenai cara, tempat dan/atau waktu pengumuman tender.

d. Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakualifikasi walaupun tidak atau kurang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

e. Panitia memberikan perlakuan khusus/istimewa kepada pelaku usaha tertentu.

f. adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah prakualifikasi dan tidak diberitahukan kepada semua peserta.

g. adanya pemegang saham yang sama di antara peserta atau Panitia atau pemberi pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender (benturan/kepentingan).

4. Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender maupun pada saat penyusunan dokumen tender antara lain meliputi adanya persyaratan tender/lelang yang mengarah kepada

Page 71: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

pelaku usaha tertentu terkait dengan sertiikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi.

5. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman tender, antara lain meliputi :

a. Jangka waktu pengumuman tender yang sangat terbatas. b. Informasi dalam pengumuman tender dengan sengaja dibuat tidak

lengkap dan tidak memadai. Sementara informasi yang lebih lengkap diberikan hanya kepada pelaku usaha tertentu.

c. Pengumuman tender dilakukan melalui media dengan jangkauan yang sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada papa pengumuman yang jarang dilihat publik atau pada surat kabar dengan jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagian besar target yang diinginkan.

d. Pengumuman tender dimuat pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat kecil atau pada bagian/lay-out surat kabar yang seringkali dilewatkan oleh pembaca yang menjadi target tender.

6. Indikasi persekongkolan pada saat pengembalian dokumen tender antara lain meliputi :

a. Dokumen tender yang diberikan tidak sama bagi seluruh calon peserta tender.

b. Waktu pengambilan dokumen tender yang diberikan sangat terbatas.

c. Alamat atau tempat pengambilan dokumen tender sulit ditemukan oleh calon peserta tender.

d. Panitia memindahkan tempat pengambilan dokumen tender secara tiba-tiba menjelang penutupan waktu pengambilan dan perubahan tersebut tidak diumumkan secara terbuka.

7. Indikasi persekongkolan pada saat penentuan Harga Perkiraan Sendiri atau harga dasar tender, antara lain meliputi :

a. Adanya dua atau lebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk atau jasa yang ditender.

b. Harga perkiraan sendiri atau harga dasar ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak jelas dan tidak wajar.

8. Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house, antara lain meliputi :

a. informasi atas barang/jasa yang ditender tidak jelas dan cenderung ditutupi.

b. penjelasan tender dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya.

c. Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya diberikan secara terbuka.

d. Salah satu calon peserta tender melakukan pertemuan tertutup dengan Panitia.

Page 72: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

9. Indikasi persekongkolan pada saat penyerahan dan pembukaan dokumen atau kotak penawaran tender, antara lain meliputi :

a. adanya dokumen penawaran yang diterima setelah batas waktu. b. adanya dokumen yang dimasukkan dalam satu amplop bersama-

sama dengan penawaran peserta tender yang lain. c. adanya penawaran yang diterima oleh Panitia dari pelaku usaha

yang tidak mengikuti atau tidak lulus dalam proses kualifikasi atau proses administrasi.

d. terdapat penyesuaian harga penawaran pada saat-saat akhir sebelum memasukkan penawaran.

e. adanya pemindahan lokasi/tempat penyerahan dokumen penawaran secara tiba-tiba tanpa pengumuman.

10. Indikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender, antara lain meliputi :

a. jumlah peserta tender yang lebih sedikit dari jumlah peserta tender dalam tender sebelumnya.

b. harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender sebelumnya oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.

c. para peserta tender memasukkan harga penawaran yang hampir sama.

d. peserta tender yang sama, dalam tender yang berbeda mengajukan harga yang berbeda untuk barang yang sama tanpa alasan yang logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut.

e. Panitia cenderung untuk memberi keistimewaan pada peserta tender tertentu.

f. adanya beberapa dokumen penawaran tender yang mirip. g. adanya dokumen penawaran yang ditukar atau dimodifikasi oleh

Panitia. h. Proses evaluasi dilakukan di tempat yang terpencil atau

tersembunyi. i. perilaku dan penawaran para peserta tender dalam memasukkan

penawaran mengikuti pola yang sama dengan beberapa tender sebelumnya.

11. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman calon pemenang, antara lain meliputi :

a. Pengumuman diumumkan secara terbatas sehingga pengumuman tersebut tidak diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, misalnya diumumkan pada media massa yang tidak jelas atau diumumkan melalui faksimili dengan nama pengirim yang jelas.

b. Tanggal pengumuman tender ditunda dengan alasan yang tidak jelas.

c. Peserta tender memenangkan tender cenderung berdasarkan giliran yang tetap.

Page 73: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

d. Ada peserta tender yang memenangkan tender secara teru-menerus di wilayah tertentu.

e. Ada selisih harga yang besar antara harga yang diajukan pemenang tender dengan harga penawaran peserta lainnya dengan alasan yang tidak wajar atau tidak dapat dijelaskan.

12. Indikasi persekongkolan pada saat pengajuan sanggahan, antara lain meliputi :

a. Panitia tidak menanggapi sanggahan peserta tender. b. Panitia cenderung menutup-nutupi proses dan hasil evaluasi.

13. Indikasi persekongkolan pada saat penunjukan pemenang tender dan penandatanganan kontrak, antara lain meliputi :

a. Surat penunjukan pemenang tender telah dikeluarkan sebelum proses sanggahan diselesaikan.

b. Penerbitan surat penunjukan pemenang tender mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

c. Surat penunjukan pemenang tender tidak lengkap. d. Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan hal-hal penting

yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak.

e. Penandatanganan kontrak dilakukan secara tertutup. f. Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang

tidak dapat dijelaskan. 14. Indikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan,

antara lain meliputi : a. Pemenang tender mensub-kontrakkan pekerjaan kepada

perusahaan lain atau peserta tender yang kalah dalam tender tersebut.

b. Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

c. Hasil pengerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (KPPU, 2008: 12-16).

Dari penjabaran di atas perlu diperhatikan bahwa hal-hal tersebut

merupakan indikasi persekongkolan yang terbatas pada muara adanya

persekongkolan tender yang menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

Sedangkan bentuk atau perilaku persekongkolan maupun ada tidaknya

persekongkolan tersebut harus dibuktikan melalui pemeriksaan oleh Tim

Pemeriksa atau Majelis KPPU. Hal ini dapat berakibat pada penelitan,

pengkajian bahkan persidangan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Page 74: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Selain dari indikasi-indikasi terjadinya persekongkolan tender,

terdapat juga modus-modus beroperasinya persekongkolan tender yang dapat

dianalisis meliputi :

1. Tekanan terhadap penawaran (Bid Suppression) artinya bahwa satu atau

lebih penawar setuju untuk tidak mengikuti pelelangan atau menarik

penawaran yang telah diajukan sebelumnya dan memberi kesempatan

agar penawar lain dapat memenangkan pelelangan tersebut. Berdasarkan

metode ini persekongkolan dapat dilakukan oleh 1 (satu) atau lebih

pelaku usaha dan di dalamnya terjadi pemaksaan yang dilakukan di

antara para peserta tender agar yang lain bersedia menahan diri bahkan

dipaksa untuk menarik diri dari persaingan penawaran harga.

2. Penawaran yang Saling Melengkapi (Complementary Bidding) yaitu

kesepakatan di antara para penawar dimana dua atau lebih penawar

setuju terhadap siapa yang akan memenangkan penawaran dengan

mengatakan harga yang direncanakan sehingga penawar lain akan

melakukan penawaran dengan harga yang lebih tinggidi tingkat harga

yang ditentukan. Tindakan tersebut menciptakan seolah-olah terdapat

persaingan yang sesungguhnya di antara mereka.

3. Perputaran Penawaran atau Arisan Tender (Bid Rotation) adalah pola

penawaran tender dimana satu dari penawar setuju untuk kembali sebagai

penawar yang paling rendah. Dalam hal ini penawar tender (selain

pemenang yang sudah ditentukan sebelumnya) secara bersama-sama

akan menawar setinggi-tingginya, sebelum sampai pada gilirannya untuk

memenangkan tender. Seringkali perputaran ini menetapkan adanya

jaminan bahwa mereka akan mendapat giliran untuk memenangkan

tender.

4. Pembagian Pasar (Market Division) adalah pola penawaran tender yang

terdiri dari beberapa cara untuk memenangkan tender melalui pembagian

pasar. Melalui metode ini, para penawar dapat merancang wilayah

Page 75: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

geografis maupun pelanggan tertentu sehingga jika terdapat kontrak di

wilayah tertent, seluruh penawar sudah mengetahui penawar mana yang

akan memenangkan tender (http://www.oecd.org/competition).

Modus-modus tersebut menjadi cara-cara memuluskan pelaku usaha

yang bersekongkol dalam penawaran tender. Selain harus pandai mendeteksi

indikasi maupun modus-modusnya, rule of reason diterapkan juga melalui

pendekatan ekonomi.

2. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi dilakukan dengan menggunakan keahlian ekonomi dan

melihat peluang-peluang seperti :

a. Relevant Market yang erat kaitannya dengan pengukuran pasar dan ini

merupakan salah satu tugas penting dalam menganalisis adanya tingkat

persaingan pasar yang bersangkutan.

b. Market power (kekuatan pasar) yang sangat berkaitan dengan pangsa

karena pelaku usaha dalam kekuatan pasar yang ditentukan berdasarkan

pada pangsa pasar yang dikuasainya. Pangsa pasar di sini mencerminkan

kekuatan pasar dari sisi pelaku usaha dan kekuatan pasar tersebut

digunakan untuk mengatur harga supra kompetitif atau untuk

meenghambat adanya persaingan.

c. Barrier to entry (hambatan masuk pasar yang bersangkutan) bagi pelaku

usaha merupakan persoalan serius dalam rangka melakukan kegiatan

usahanya lancar. Salah satu cara yang ditempuh oleh pelaku usaha adalah

mengurangi hambatan untuk masuk ke pasar yang bersangkutan dan ini

merupakan metode yang baik atau dapat pula dikatakan sebagai hal

bermanfaat bagi persaingan usaha.

d. Strategi harga, dalam pendekatan perilaku, harga merupakan salah satu

tolok ukur untuk mengamati apakah terdapat dugaan pelanggaran terhadap

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 atau tidak. Diperlukan suatu

pengetahuan yang memadai mengenai bagimana proses terjadinya

Page 76: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

pembentukan harga pasar, pertimbangan serta strategi yang sekiranya

dapat digunakan oleh pelaku usaha untuk menentukan harga dan tingkat

harga yang ada pada pasar tertentu.

Menurut ilmu ekonomi, pasar yang paling ideal adalah pasar yang

bersaing sempurna (perfect competition market), pasar dikatakan mempunyai

sifat persaingan sempurna apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. barang yang diperjualbelikan homogen;

2. jumlah penjual dan pembeli sangat banyak;

3. tidak ada hambatan bagi setiap penjual untuk masuk atau keluar pasar;

4. penjual dan pembeli mengetahui seluruh informasi pasar secara

sempurna.

Hukum harus mampu berpartisipasi agar idealisme pasar dapat tercapai dan

tidak merugikan para pelaku usaha. Pada dasarnya, persaingan dalam suatu

perekonomian modern adalah sesuatu yang penting dan wajar sehingga pelaku

usaha wajar sehingga pelaku usaha wajar juga apabila menginginkan

keuntungan. Yang mana sasaran utamanya adalah keseimbangan kepentingan

yang wajar dan jujur antara kelompok pelaku usaha dengan kepentingan

publik serta pelaksanaan etika bisnis dengan penuh kesadaran (Sri Redjeki

Hartono, 2007: 140-142).

Dalam hukum ekonomi, hukum persaingan usaha lebih mencerminkan

ideologi atau filsafat suatu perekonomian . Hukum ini merupakan filsafat

perekonomian yang sekarang diterima secara meluas di seluruh dunia yang

merupakan pendukung utama sistem perencanaan perekonomian pusat.

Penerapan rule of reason dalam persekongkolan tender dari norma yang diatur

dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang mana perangkat peraturan

yang diturunkan atau dihasilkan dalam asas-asas hukum ekonomi merupakan

perangkat hukum yang ideal secara filosofis, yuridis dan sosiologis karena

memberikan keadilan, kepastian dan pengaturan yang berlaku baik bagi

produsen maupun konsumen sebagai unsur pelaku ekonomi. Hukum ekonomi

yang bersumber dari asas-asas hukum publik dan asas-asas hukum perdata

Page 77: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

sekaligus dapat mengakomodasi kebutuhan hukum yang ada. Perangkat

hukum yang diutamakan adalah perangkat peraturan antara lain tentang

legalitas berusaha dan legalitas kegiatan berusaha termasuk perizinan dan

pengawasan. Asas-asas utama hukum ekonomi, yaitu : asas campur tangan

negara terhadap kegiatan ekonomi pada umumnya, asas pengawasan publik

yang bertanggung jawab, asas keterbukaan dan bertanggung jawab, dan asas

keseimbangan kepentingan (Sri Redjeki Hartono, 2007: 124-125). Asas-asas

tersebut diwujudkan dalam rangka pencapaian dari tujuan adanya peraturan

persaingan usaha dalam lingkup pengawasan.

Pada dasarnya persekongkolan tender menurut Pasal 22 Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 itu dilarang. Ada dua alasan mengapa

persekongkolan tender itu dilarang yaitu pertama, secara langsung dapat

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat serta bertentangan dengan tujuan

dilaksanakannya tender itu sendiri yaitu untuk memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada para pelaku usaha. Kedua, secara tidak langsung dapat

menimbulkan kerugian keuangan negara melalui tender pemerintah yang

sering dilakukan penggelembungan anggaran (mark up). Persekongkolan

tender membawa dampak buruk yakni antara lain konsumen atau pemberi

kerja akan membayar harga lebih mahal daripada harga sesungguhnya, barang

atau jasa yang diperoleh dari segi mutu, jumlah, waktu serta nilai seringkali

lebih rendah dari yang akan diperoleh apabila tender dilakukan secara benar,

jujur dan transparan. Terjadi hambatan pasar bagi peserta tender potensial

yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti serta memenangkan

tender dan nilai proyek menjadi lebih tinggi akibat praktek mark up yang

dilakukan oleh pihak-pihak bersekongkol. Tender pada proyek pemerintah

(melalui APBN) apabila dilakukan dengan cara bersekongkol akan

menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economic).

Page 78: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

3. Pembuktian Terhadap Korupsi

Selain dari prosedur, kesulitan lain adalah membuktikan adanya

dampak atas persekongkolan tender, dalam hal ini persekongkolan tender

adalah dampak terhadap kerugian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). Kerugian APBN tidak semudah itu dapat terlihat karena anggaran-

anggaran yang ditetapkan untuk masing-masing instansi sudah dari awal

anggaran. Hal yang berkaitan erat dengan kerugian APBN adalah korupsi.

Pemerintah Indonesia saat ini berusaha mewujudkan penyelenggaraan negara

yang bersih sebagai upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang bebas KKN

(korupsi, kolusi dan nepotisme). Salah satu contoh dalam keinginan tersebut

adalah melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (selanjutnya disingkat

Keppres No. 80 Tahun 2003). Pembentukan Keppres ini bertujuan agar

pengadaan barang/jasa instansi Pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif

dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan

yang adil dan layak bagi semua pihak terkait sehingga hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya

bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat. Apabila

pengadaan barang/jasa atau tender dilakukan dengan adanya konspirasi, maka

tujuan Keppres No. 80 Tahun 2003 ini tidak tercapai dan otomatis akan

menghambat penyelenggaraan negara yang bersih tadi.

Pasal 10 Keppres No. 80 Tahun 2003 mengatur bahwa panitia

pengadaan barang wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas

Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), artinya bahwa semua pengadaan

proyek di atas nilai tersebut harus dilakukan melalui penawaran umum.

Ketentuan ini menyebabkan banyak proyek-proyek yang harus dilakukan

dengan cara penawaran tender secara terbuka sehingga semakin besar pula

kemungkinan terjadinya persekongkolan penawaran tender. Negara

merupakan sebuah organisasi birokrasi besar yang selalu membutuhkan

barang dan jasa untuk keperluan pengelolaan pemerintahan dan pemberian

jasa pelayanan kepada publik. Sistem pengadaan barang dan jasa yang terkait

Page 79: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

dengan sektor publik perlu disempurnakan dengan tetap memperhatikan

norma-norma serta prosedur yang ada yakni sesuai Keppres No. 80 Tahun

2003 sebagai salah satu pencegahan korupsi birokrasi dari penawaran tender.

Adapun latar belakang Keppres No. 80 Tahun 2003 dikaji dari hal-hal

sebagai berikut :

1. Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah harus bersifat efisien;

2. Lemahya daya saing nasional;

3. Pendekatan yang protektif;

4. Mekanisme pengadaan barang dan atau jasa;

5. Kerangka kerja yang efisien, efektif dan konsisten; dan

6. Proses seleksi berdasarkan pada spesifikasi dan kualifikasi.

Keppres No. 80 Tahun 2003 juga mengatur tentang persyaratan kepemilikan

sertifikat keahlian yang merupakan sebagai tanda bukti pengakuan atas

kompetensi serta kemampuan profesi bidang pengadaan barang dan atau jasa

pemerintah. Sertifikat tersebut harus dimiliki seseorang untuk diangkat

sebagai pengguna barang/jasa atau sebagai panitia/pejabat pengadaan

barang/jasa. Selain itu terdapat pula sistematika yang disesuaikan dengan

proses pengadaan barang dan jasa pada umumnya yang meliputi tahap

persiapan pengadaan barang/jasa dan proses pelaksanaan pengadaan dengan

penyedia barang/jasa. Pada tahap persiapan yang perlu diperhatikan adalah

meliputi perencanaan pengadaan, pembentukan panitia pengadaan,

penyusunan harga perkiraan sendiri/harga dasar tender, penyusunan jadwal

pelaksanaan serta penyusunan dokumen pengadaan barang/jasa oleh

pemerintah yang dapat dilakukan dengan pengadaan yang yang dilakukan oleh

penyedia barang dan jasa serta pengadaan yang dilakukan secara swakelola.

Secara teoritis dan universal kesejahteraan konsumen dan efisiensi

merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena baik kesejahteraan

konsumen maupun efisiensi akan bertambah baik dengan semakin tingginya

persaingan dibandingkan jika tidak terjadi persaingan atau tingkat

persaingannya rendah bahkan tidak ada sama sekali. Dengan

memperbandingkan harga serta output persekongkolan dengan harga serta

Page 80: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

output patokan dari suatu model pasar persaingan sehat, maka akan dapat

dipahami bagaimana tingkat persaingan akan mempengaruhi tingkat

kesejahteraan konsumen dan efisiensi yang dilakukan oleh produsen.

Menurut Soemitro Djojohadikusumo, perilaku serta kegiatan

persekongkolan dalam tender pengadaan barang dan jasa milik pemerintah ini

dapat merugikan serta menimbulkan kebocoran negara hingga mencapai 30-

50% dari nilai anggaran belanja barang dan jasa. Sedangkan menurut laporan

Bank Dunia (Country Procurement Assestment Report) bahwa kebocoran

dalam tender pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia berkisar

antara 10-50% jasa dari nilai anggaran untuk belanja barang serta belanja

modal. Tender pengadaan barang dan jasa di sekitar pemerintahan merupakan

besaran yang sangat signifikan bagi Indonesia. Jika Indonesia dapat

mengendalikan kegiatan tender barang dan jasa di sektor pemerintahan dengan

baik dan benar, maka penghematan maupun penghilangan kebocoran akan

terjadi dengan signifikan pula. Pada gilirannya hal itu akan mendorong

terjadinya realokasi terhadap sumber daya Negara ke arah yang lebih

produktif dan bernilai guna. Kenyataan menunjukkan bahwa perkara

persekongkolan tender yang ditangani oleh KPPU ini lebih banyak dilakukan

karena adanya intervensi pejabat birokrasi terhadap panitia tender yang tidak

lain adalah bawahannya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

persekongkolan tender di Indonesia. Oleh karena persekongkolan tender

berkaitan erat dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), maka

para pelaku usaha sering merasa lebih leuasa bertindak tanpa khawatir terjerat

oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Keppres No. 80 Tahun 2003 dan

peraturan terkait lainnya karena hampir tidak ditemukan adanya dokumen

secara tertulis yang menyatakan keterlibatan mereka. Hal ini merupakan

kelebihan tersendiri dari praktek persekongkolan tender.

Page 81: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya persekongkolan

tender yang sarat dengan KKN, antara lain meliputi :

1. Penegakan hukum yang inkonsisten

Penegakan hukum hanya digunakan sebagai make up politik yang sifatnya

sementara, banyak sekali peraturan yang berkaitan dengan tender

pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah selalu berubah dan bahkan

setiap tahunnya peraturannya berubah sesuai dengan pergantian

pemerintahan. Dan masih terdapat pelanggaran peraturan yang ada

tersebut baik oleh panitia tender maupun para pelaku usaha.

2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang

Persekongkolan tender banyak terjadi karena adanya penyalahgunaan

kekuasaan maupun wewenang sehingga para pelakunya berasumsi bahwa

takut dianggap bodoh ataupun ceroboh bila tidak menggunakan

kesempatan yang ada untuk bersekongkol dalam tender pengadaan barang

dan jasa. Para pelaku usaha berbondong-bondong bahkan berusaha berebut

untuk berusaha mendapatkan pekerjaan proyek melalui seleksi yang tidak

benar baik tidak transparan, penuh diskriminasi dan setelah itu dengan

kekuasaannya ataupun kewenangan yang dimilikinya dapat mempengaruhi

proses serta pelaksanaan tender. Peluang ini dapat dilihat dari adanya jenis

persekongkolan baik vertikal, horisontal maupun vertikal horisontal yang

bersifat kolusif serta mengarah pada tindakan korupsi.

3. Terbatasnya lingkungan anti korupsi

Terbatasnya lingkungan yang menerapkan prinsip antikorupsi dan

nepotisme menjadi salah satu penyebab terjadinya persekongkolan tender.

Hal ini disebabkan adanya sistem dan pedoman yang dimiliki berkaitan

dengan penerapan prinsip antikorupsi yang sangat terbatas dan hanya

sebatas formalitas.

4. Rendahnya pendapatan

Penyebab terjadinya persekongkolan tender lainnya bermotif korupsi

adalah rendahnya pendapatan bulanan yang diterima penyelenggara

negara. Seharusnya dengan pendapatan yang mencukupi mampu

Page 82: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

mendorong penyelenggara negara untuk meraih prestasi serta mampu

memberikan pelayanan terbaik bagi kepentingan masyarakat.

5. Kemiskinan serta keserakahan

Dengan memanfaatkan situasi serta kesempatan yang ada bagi pelaku

yang berkecukupan leluasa melakukan tindakan korupsi dengan

menghalalkan segala cara guna mendapatkan keuntungan yang optimal

yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian negara/pemerintah. Lahan

yang paling mudah dalam melakukan korupsi adalah melalui media

persekongkolan tender pengadaan barang dan jasa pemerintah.

6. Budaya serta karakter bangsa

Persekongkolan tender yang erat kaitannya dengan korupsi, timbul karena

korupsi itu sendiri merupakan budaya permisif yang mana serba

membolehkan serta tidak mau tahu keadaan buruk akibat korupsi yang

seringkali mehinggapi para penyelenggara maupun peserta tender. Dalam

kegiatan persekongkolan tender korupsi serta nepotisme merupakan suatu

hal yang biasa atau lumrah tanpa peduli pada kepentingan orang lain,

pelaku usaha lain karena yang terpenting bagi pelaku-pelaku yang terlibat

adalah kepentingannya terlindungi.

7. Keuntungan korupsi lebih besar

Seseorang yang akan melakukan tindak korupsi dalam persekongkolan

tender sudah menghitung dengan cermat keuntungan yang diperoleh

secara optimal. Perhitungan tersebut sudah termasuk risiko apabila

tertangkap dan menyuap petugas. Kegiatan persekongkolan tender

sebenarnya hanya merupakan media bagi pelakunya untuk mendapatkan

keuntungan secara melawan hukum (L. Budi Kagramanto, 2007: 128-

137).

Page 83: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Korupsi telah menjadi musuh besar negara ini dan upaya

pemberantasan korupsi tidak akan berhasil jika ditangani hanya oleh aparat

penegak hukum. Salah satunya dengan penegakan hukum persaingan usaha

yang hendaknya diarahkan juga sebagai upaya pemberantasan korupsi,

setidaknya sebagai upaya pencegahan korupsi. Hal ini sangat dimungkinkan

karena potensi terjadinya korupsi dengan skala yang lebih besar dapat terkait

dengan pelaku usaha yang memiliki sejumlah dana dari keuntungan yang

menjadi potensi besar untuk diberikan sebagai illegal fees atau suap atau

bentuk lain kepada pejabat pengambil kebijakan. Salah satu ciri pemerintahan

yang tinggi tingkat korupsinya adalah kuatnya hubungan antara penguasa atu

birokrat terkait dengan pelaku usaha berdasarkan patronase. Pelaku usaha

yang memiliki akses terhadap kekuasaan biasanya diberi hak eksklusif dan

kemudahan lainnya dengan imbalan proporsional kepada pejabat yang terkait.

Pelaku usaha tersebut kemudian bisa dengan leluasamelakukan eksploitasi

terhadap konsumen melalui penetapan harga produk yang eksesifuntuk

memperoleh keuntungan yang sangat besar (supernomal profit). Dan dari

keuntungan supernormal inilah pelaku usaha mampu menyisihkan sejumlah

dana yang cukup besar sebagai dana potensial melakukan praktek korupsi

guna mempertahankan statusquo atau bahkan ekspansi usaha. Demikian

halnya oknum pejabat tersebut akan semakin kuat dan kaya dari hasil

pemberian pelaku usaha terkait. Kebijakan dan regulasi digunakan sebagai

alat untuk memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaannya. Demikian

seterusnya dengan prinsip win-win hingga menjadi lingkaran setan (vicious

circle) yang tidak mudah diputus (Benny Pasaribu, 2009: 23-24).

Corruption is generally defined as the “misuse of a position of trust for

dishonest gain.” In an auction context, corruption refers to the lack of

integrity of the auctioneer. It occurs whenever the auctioneer twists the

auction rules in favor of some bidder(s) in exchange for bribes. Corruption

may be a simple bilateral affair between one bidder and the auctioneer, but it

may also involve collusion among several bidders who jointly strike a deal

Page 84: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

with the auctioneer. Corruption cannot occur in an auction if the seller is also

the auctioneer. Corruption is only an issue if the auctioneer is the agent of the

seller. Such delegation occurs if the seller lacks the expertise to run the

auction himself, or if the seller is a complex organization. It does not matter

whether the auctioneer-agent is a specialized auction house, an employee, or

a government official. What matters alone is the fact that the auctioneer acts

independently on behalf of the seller. Corruption can also not work in an

open-bid auction simply because it lacks secrecy. However, open auctions are

typically hybrids between open and sealed bid auctions since sealed bids are

usually permitted and are indeed widely used. A corrupt auctioneer can then

use “magic numbers” (empty envelopes) to rig bids even if some bidders

participate in the open auction (Yvan Lengwiler dan Elmar Wolfstetter, 2009:

1-2).

Terjemahannya adalah sebagai berikut : Korupsi biasanya menegaskan

sebagai penyalahgunaan posisi dari kepercayaan untuk memperoleh

keuntungan dari ketidakjujuran. Dalam konteks pelelangan, korupsi mengarah

pada kurangnya integritas pelelang. Ini terjadi sewaktu-waktu pelelang

menyeleweng dari peraturan pelelangan yang murah hati dari beberapa

penawar yang bertukar suap. Korupsi mungkin peristiwa bilateral sederhana

antara satu penawar dengan pelelang. Tetapi ini mungkin juga keterlibatan

sekongkolan di antara beberapa orang penawar yang bersama-sama

melakukan transaksi dengan pelelang. Korupsi tidak dapat terjadi di

pelelangan jika penjual juga pelelangnya. Korupsi hanya isu jika pelelang

adalah agen dari penjual. Seperti perwakilan jika penjual kurang ahli untuk

mengambil pelelangan sendiri atau jika penjual suatu organisasi kompleks..

Korupsi tidak dapat terjadi tanpa adanya keterlibatan dengan pihak dari juru

lelang atau pihak pengadaan yang biasanya terspesialisasi dari pihak dalam,

karyawan maupun birokrat. Permasalahannya, pada faktanya terjadi kebebasan

dalam kepentingan juru lelang atau panitia pengadaan. Korupsi tidak dapat

bekerja dalam penawaran terbuka karena tidak bersifat rahasia. Bagaimanapun

Page 85: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

penawaran terbuka secara khas terjadi terbuka dan ditutup tawaran pada

umumnya diijinkan dan sungguh-sungguh luas digunakan. Panitia yang

korupsi dapat menggunakan angka yang menakjubkan (amplop kosong) dari

hasil persekongkolannya untuk melengkapi beberapa partisipasi penawar

dalam tender terbuka”. Efek korupsi ini jelas merugikan keuangan negara

apalagi terkait tender-tender yang diselenggarakan pemerintah yang

melibatkan birokrat dan sistem yang ada. Apalagi sebagian besar penawaran

tender dengan nilai tinggi berasal dari pemerintah dalam hal pengadaan barang

dan jasa karena kepentingannya untuk negara.

Persekongkolan tender dalam praktek persaingan usaha tidak sehat

mempunyai cara atau mekanisme tersendiri agar persekongkolan tersebut

dapat berlangsung dan mempunyai hasil memuaskan bagi para pihak. Tender

yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau menghambat

persaingan usaha adalah :

1. Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak diumumkan

secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan

memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya;

2. Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku

usaha dengan kompetensi yang sama;

3. Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang

mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku

usaha lain untuk ikut.

Persekongkolan tender yang mana sudah menimbulkan sisi kolusif

dalam pengertiannya karena cenderung memperluas kesempatan yang ilegal

baik dari pelaku usaha maupun birokrat pemerintah sebagai penyelenggara

tender apalagi melibatkan anggaran negara dan penerapan pendekatan rule of

reason dengan melihat akibat yang terjadi sehinggacenderung sulit merupakan

kelemahan penegakan terhadap persekongkolan tender baik dari segi norma

maupun praktek sehingga perkara ini masih mendominasi perkara di KPPU.

Page 86: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Oleh karena itu, perlu ditindaklanjuti penerapan rule of reason dalam praktek

penegakan khususnya persekongkolan tender.

4. Dominasi Perkara Persekongkolan Tender di KPPU

Implementasi kebijakan persaingan usaha (competition policy) yang

efektif dibentuk dari sinergi positif terhadap kewenangan persaingan usaha di

suatu negara. Efektivitas implementasi itu diyakini mampu meningkatkan

keberhasilan suatu lembaga persaingan usaha itu sendiri. Negara yang memiliki

hukum persaingan usaha berada dalam kondisi aktual yang berbeda dalam

sistem penegakan hukum persaingan dan kewenangan lembaga persaingan

usahanya. Di Indonesia, esensi keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

pasti memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya yaitu dengan

berdirinya KPPU. KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen, di

mana dalam menangani , memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu

perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak mana pun baik pemerintah maupun

pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan

wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden. KPPU juga

adalah lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait

kasus-kasus persaingan usaha (Hermansyah, 2008: 73).

Berkaitan dengan KPPU, Syamsul Maarif mengatakan bahwa lembaga

ini memiliki yurisdiksi yang luas dan memiliki 4 (empat) tugas utama, yaitu :

1. fungsi hukum, yaitu sebagai satu-satunya institusi yang mengawasi

implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999;

2. fungsi administratif, disebabkan KPPU bertanggung jawab mengadopsi

dan mengimplementasi peraturan-peraturan pendukung;

3. fungsi penengah, karena KPPU menerima keluhan-keluhan dari pelaku

usaha, melakukan investigasi independen, melakukan tanya jawab dengan

semua pihak yang terlibat, dan mengambil keputusan; dan

Page 87: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

4. fungsi polisi, disebabkan KPPU bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

keputusan yang diambilnya (Hermansyah, 2008: 74).

Dalam rangka penegakan hukum, KPPU yang dibentuk berdasarkan Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 mempunyai tugas dan kewenangan melakukan

pencegahan dan penindakan atas pelanggaran hukum persaingan serta

memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dan instansi negara

terkait. Meskipun menghadapi berbagai kendala, KPPU telah melakukan upaya

untuk menegakkan hukum persaingan di Indonesia bahkan lembaga PBB yakni

UNCTAD telah memberikan sebuah award sebagai penghargaan kepada

KPPU atas kinerja dan efektifitasnya yang relatif baik. Berbagai keberhasilan

tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut (Benny Pasaribu, 2009: 29-32) :

Pertama, kesadaran stakeholder terhadap pentingnya persaingan usaha yang

sehat dapat mengalami peningkatan yang ditandai antara lain dengan

peningkatan jumlah laporan masyarakat.

Grafik 1. Laporan Perkara Masuk

Jumlah

Page 88: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Dari grafik di atas, terlihat bahwa laporan meningkat dari tahun ke tahun.

Perkembangan juga menunjukkan bahwa sebaran pelaporan juga semakin

meningkat, hal ini terjadi sering dengan adanya peningkatan daya jangkau

KPPU melalui kehadiran kantor perwakilan di 5 (lima) daerah ditambah

dengan upaya advokasi dan sosialisasi ke berbagai daerah.

Kedua, penanganan perkara juga terus meningkat intensitasnya. Selain

bersumber dari laporan, perkara di KPPU juga berasal dari hak inisiatif KPPU,

yang dilakukan melalui kegiatan kajian industri, penelitian dan monitoring

pelaku usaha. Sejak tahun 2000 sampai 2009, KPPU telah melaksanakan

sebanyak 110 (seratus sepuluh) kegiatan dengan perkembangan sebagaimana

terlihat dalam tabel di bawah ini (KPPU, 2009: 14-15).

Pada periode Januari-Juni 2009, KPPU menangani 14 perkara, yang terdiri dari

11 perkara mengenai tender dan 3 perkara non-tender. Total perkara yang

ditangani oleh KPPU sejak tahun 2000 hingga Juni 2009 adalah 186 perkara.

Tahun

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tot

Jumlah

Perkara 2 5 8 9 9 22 18 31 68 14 186

Tabel 3. Perkara yang Ditangani

Sampai dengan tengah tahun 2009, KPPU telah menjatuhkan sebanyak 128

putusan, dengan rincian sebagai berikut:

Page 89: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Tahun

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tot

Jumlah

Putusan 2 7 5 7 10 16 14 50 17 128

Tabel 4. Putusan yang Dijatuhkan

Dari tabel laporan tengah tahun KPPU 2009 tersebut terdapat perkara yang

mengalami keterlambatan pada putusannya karena jangka waktu yang dibutuhkan

KPPU dalam melaksanakan prosedurnya. Hal ini otomatis akan menjadi kendala

tersendiri bagi KPPU dalam tugasnya menegakkan hukum persaingan di

Indonesia. Efek rule of reason yang seharusnya dapat diantisipasi sejak awal

sangat berimbas pada praktek yang terjadi terutam perkara persekongkolan tender

yang mendominasi pelanggaran dalam bidang persaingan usaha.

Page 90: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Grafik 2. Variasi Dugaan Pelanggaran

Dominasi perkara persekongkolan tender tersebut seharusnya mendapatkan

perhatian khusus untuk penegakan hukum ke depannya karena persekongkolan

tender banyak memberikan dampak negatif yang antara lain :

1. Persekongkolan tender menciptakan hambatan (barrier to entry)

Persoalan mengenai hambatan masuk ke pasar bersangkutan bagi pelaku

usaha merupakan persoalan serius yang dihadapi dalam rangka melaksanakan

kegiatan usaha secara lancar. Mengurangi hambatan masuk ke pasar yang

bersangkutan merupakan cara yang baik dan bermanfaat bagi persaingan

usaha. Dengan berusaha untuk mempertahankan pelaku usaha pesaing yang

beragamnya serta karakternya serta berusaha untuk mencegah terjadinya

hambatan masuk ke pasar yang bersangkutan, maka setidak-tidaknya

penegakan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menuju pada arah yang benar.

Terjaminnya persaingan yang sehat dan wajar akan membantu perkembangan

perusahaan-perusahaan terutama yang baru berkiprah di dunia usaha dalam

rangka memenangkan tender karena para peserta tender mempunyai

Page 91: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

kesempatan yang sama. Barrier to entry dapat terjadi dapat terjadi pada

kegiatan pengadaan barang dan atau jasa tertenu karena pada dasarnya setiap

peserta tender mempunyai kepentingan yang sama yaitu berkeinginan untuk

menjadi pemenang tender. Dan peluang yang terjadi adalah peserta tender tak

segan-segan dalam melakukan penyimpangan untuk mencapai tujuannya.

2. Persekongkolan tender menimbulkan inefisiensi anggaran pemerintah

Secara teoritis dan universal kesejahteraan konsumen dan efisiensi

merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena baik kesejahteraan

konsumen maupun efisiensi akan bertambah baik dengan semakin tingginya

persaingan. Pada dasarnya persaingan usaha secara sehat memberikan

berbagai keuntungan kepada konsumen, yaitu harga lebih murah, produksi

yang lebih banyak, pelayanan yang lebih prima/baik serta pilihan produk

yang inovatif, beragam dan banyakjika dibandingkan dengan kondisi dimana

persaingan usaha dibatasi. Jika dikaitkan efisiensi erat kaitannya dengan

penggunaan sumber daya berupa manusia, mesin serta bahan baku atau bahan

mentah lainnya yang dipergunakan untuk memproduksi output secara

maksimal dan input tidak digunakan secara sia-sia sehingga produk barang

dan atau jasa yang dihasilkan mempunyai nilai tertinggi dan bermanfaat bagi

konsumen. Relevansi pertimbangan efisiensi bagi kebijakan persaingan usaha

adalah bahwa penggunaan/pemanfaatan sumber daya yang tidak efisien akan

mengakibatkan harga/biaya tinggi, output rendah, berkurangnya atau tidak

adanya inovasi serta pemborosan sumber daya. Efisiensi itu sendiri terbagi

menjadi 2 (dua) sifat yaitu efisiensi yang bersifat statik dapat digambarkan

sebagai efisiensi dalam memproduksi barang dan atau jasa dengan bahan

serta proses yang tersedia atau ada sekarang, sedangkan efisiensi yang

bersifat dinamis atau teknis berkembang yang digambarkan sebagai

efisiensidi masa depan yang dimulai dari proses atau inovasi produk. Yang

utama adalah kaitannya dengan pendapatan dan pengeluaran keuangan negara

diatur secara rinci dan sistematis dalam APBN maupun APBD melalui

mekanisme APBN dan APBD tersebut semua kegiatan pemerintah dibiayai

termasuk kegiatan pengadaan barang dan atau jasa oleh pemerintah. Oleh

Page 92: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

karena itu, pemerintah perlu membuat manajemen serta pengaturan yang baik

agar pengeluaran negara tidak melebihi jumlah yang sudah dianggarkan

dalam APBN dan APBD. Sudah menjadi kebiasaan dalam sistem serta

mekanisme anggaran yang berimbang bahwa pemerintah harus melakukan

efisiensi terhadap pengeluaran-pengeluaran negara agar tidak terjadi defisit

keuangan.

3. Persekongkolan tender menimbulkan ketidakpercayaan pasar kepada

Pemerintah sebagai penyelenggara tender

Banyaknya perkara persekongkolan tender yang melibatkan pemerintah

terutama dalam praktek pengadaan barang dan atau jasa yang melibatkan

pemerintah membuat citra pemerintah di mata pelaku usahamenjadi buruk

dan kondisi seperti ini akan menimbulkan keraguan para pelaku usaha untuk

mengikuti tender yang diselenggarakan oleh pemerintah. Para pelaku usaha

menjadi tidak berminat lagi untuk mengeluarkan tenaga, waktu serta

pikirannya hanya untuk mengikuti tender pemerintah yang seringkali sudah

diatur dan bahkan sudah diketahui sebelumnya siapa yang akan

memenangkan tender tersebut. Apabila kondisi seperti ini dibiarkan terus

berlanjut, maka pemerintah akan menemui kesulitan dalam pengadaan barang

dan atau jasa di kemudian hari karena tidak ada lagi pelaku usaha yang

bersedia bekerja sama dengan pemerintah (L Budi Kagramanto, 2007: 202-

209).

Dari banyaknya perkara dan dampak yang diakibatkan dari

persekongkolan tender, salah satu perkara yang berkaitan erat antara

pemerintahan dan persekongkolan yang terjadi adalah Dugaan Persekongkolan

Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Legislatif dengan Nomor Putusan :

08/KPPU-L/2004. Berikut penjelasan atas putusan tersebut. Perkara ini berawal

dari laporan masyarakat perihal dugaan persekongkolan tinta sidik jari Pemilu

tahun 2004. Dalam menangani perkara ini KPPU membentuk Majelis Komisi

yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan dan membuat keputusan. Pihak

Terlapor dalam perkara ini adalah :

Page 93: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

1. PT Mustika Indra Mas (Terlapor I)

2. PT Multi Mega Service (Terlapor II)

3. PT Senorotan Perkasa (Terlapor III)

4. PT Tricipta Adimandiri (Terlapor IV)

5. PT Yanaprima Hastapersada (Terlapor V)

6. Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, S.H. (Terlapor VI)

7. PT Fulcomas Jaya (Terlapor VII)

8. PT Wahgo International (Terlapor VIII)

9. PT Lina Permai Sakti (Terlapor IX)

10. PT Nugraha Karya Oshinda (Terlapor X)

Pada tanggal 11 Juli 2005, Majelis Komisi telah mengambil putusan terhadap

perkara tersebut melalui putusan KPPU No. 08/KPPU-L/2004 dan dibacakan di

muka umum sebagai berikut :

1. Menyatakan Terlapor I Konsorsium PT MUSTIKA INDRA MAS, yang

dalam perkara ini kegiatannya dijalankan oleh direksi perusahaan-

perusahaan yang tergabung dalam konsorsium tersebut bersama-sama

dengan Lo Kim Muk, John Manurung, Welly Sahat, Hilmi Rahman, dan

Melina Alaydroes secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22

Undang-Undang No. 5/1999.

2. Menyatakan Terlapor II Konsorsium PT MULTI MEGA SERVICE secara

sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999.

3. Menyatakan Terlapor III PT SENOROTAN PERKASA, dalam perkara ini

kegiatannya dijalankan oleh Makmur Boy dan Jackson Andree W. Kumaat

secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No.

5/1999.

4. Menyatakan Terlapr IV PT TRICIPTA ADIMANDIRI secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999.

Page 94: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

5. Menyatakan Terlapor V PT YANAPRIMA HASTAPERSADA, dalam

perkara ini kegiatannya dijalankan oleh Mus’ab Mochammad, secara sah

dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999.

6. Menyatakan Terlapor VI Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, S.H. selaku

Ketua Panitia Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Legislatif Tahun 2004

secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No.

5/1999.

7. Menyatakan Terlapor VII Konsorsium PT FULCOMAS JAYA secara sah

dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999.

8. Menyatakan Terlapor VIII PT WAHGO INTERNATIONAL

CORPORATION secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22

Undang-Undang No. 5/1999.

9. Menyatakan Terlapor IX Konsorsium PT LINA PERMAI SAKTI secara

sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999.

10. Menyatakan Terlapor X PT NUGRAHA KARYA OSHINDA, dalam

perkara ini kegiatannya dilakukan oleh Yulinda Juniarty, S.E. selaku

Direktur Operasi secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-

Undang No. 5/1999.

11. Menghukum Terlapor I Konsorsium PT Mustika Indra Mas, Terlapor II

Konsorsium PT Multi Mega Service, Terlapor III Konsorsium PT

Senorotan Perkasa, Terlapor IV PT Tricipta Adimandiri, Terlapor V

Konsorsium PT Yanaprima Hastapersada dan Terlapor X PT Nugraha

Karya Oshinda secara bersama-sama untuk membayar denda sebesar Rp

1.000.000.000,00 (satu milyar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas

Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen

Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H.

Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode

penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak

dibacakannya putusan ini.

Page 95: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

12. Menghukum Terlapor VII Konsorsium PT Fulcomas Jaya untuk

membayar ganti rugi sebesar Rp 719.744.600,00 (tujuh ratus sembilan

belas juta tujuh ratus empat puluh empat ribu enam ratus Rupiah) yang

harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan

pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl.

Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode

penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak

dibacakannya putusan ini.

13. Menghukum Terlapor VIII Konsorsium PT Wahgo International

Corporation untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 719.744.600,00 (tujuh

ratus sembilan belas juta tujuh ratus empat puluh empat ribu enam ratus

Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan

negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang

beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank

Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari sejak dibacakannya putusan ini.

14. Menghukum Terlapor IX Konsorsium PT Lina Permai Sakti untuk

membayar ganti rugi sebesar Rp 719.744.600,00 (tujuh ratus sembilan

belas juta tujuh ratus empat puluh empat ribu enam ratus Rupiah) yang

harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan

pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl.

Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode

penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak

dibacakannya putusan ini.

15. Menghukum Lo Kim Muk, John Manurung, Welly Sahat, Hilmi Rahman,

Makmur Boy, Jackson Andree W. Kumaat, Nucke Indrawan, Mus’ab

Muhammad, Melina Alaydroes, dan Yulinda Juniarty dalam bentuk

larangan untuk mengikuti dan atau terlibat dalam kegiatan pengadaan

Page 96: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

barang dan atau jasa di KPU maupun KPUD selama 2 (dua) tahun sejak

dibacakannya putusan ini.

16. Menyarankan kepada atasan dan instansi penyidik untuk melakukan

tindakan dan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Prof. Dr. Rusadi

Kantaprawira, S.H. dan R.M Purba sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Dari Putusan No. 08/KPPU-L/2004 analisis yang diperoleh meliputi :

a. Perkara yang dilaporkan pada tahun 2004 dan putusan baru

dibacakan pada Juli 2005, hal ini menjadi tanda bahwa proses

pemeriksaan sampai pembuktian terhadap persekongkolan tender

tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama.

b. Dalam perkara persekongkolan tender terdapat dua subjek hukum

yaitu manusia (natuurlijke persoon) yang mempunyai hak dan

mampu menjalankan haknya yang dijamin oleh hukum yang

berlaku, dalam putusan ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam

persekongkolan tender atas nama perorangan yaitu Prof. Dr.

Rusadi Kantaprawira, S.H, R.M Purba, Lo Kim Muk, John

Manurung, Welly Sahat, Hilmi Rahman, Makmur Boy, Jackson

Andree W. Kumaat, Nucke Indrawan, Mus’ab Muhammad, Melina

Alaydroes, dan Yulinda Juniarty. Sedangkan subjek hukum berupa

badan hukum (rechts persoon) yang dapat bertindak seperti

manusia dimana badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak

berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia seperti

dapat melakukan persetujuan-pesetujuan, memiliki kekayaan yang

sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya dan badan

hukum bertindak dengan perantaan pengurus-pengurus, dalam

putusan ini badan hukum berupa badan hukum privat yaitu PT

Mustika Indra Mas, PT Multi Mega Service, PT Senorotan

Perkasa, PT Tricipta Adimandiri, PT Yanaprima Hastapersada, PT

Fulcomas Jaya, PT Wahgo International, PT Lina Permai Sakti, PT

Page 97: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Nugraha Karya Oshinda sebagai Terlapor (Elsi Kartika Sari dan

Advendi Simangunsong, 2004: 7-9).

c. Objek hukum persekongkolan terjadi dalam tender atau pengadaan

barang milik pemerintah adalah tinta sidik jari pemilu legislatif

2004.

d. Persekongkolan yang terjadi termasuk jenis persekongkolan

horizontal dan vertikal dimana antara panitia pengadaan yaitu Prof.

Dr. Rusadi Kantaprawira, S.H. bersekongkol dengan pelaku-pelaku

usaha lainnya dan antara pelaku usaha juga mengadakan

persekongkolan.

e. Sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang dibuat

untuk menciptakan social engineering bagi masyarakat dunia usaha

pada umumnya dan para pelaku usaha pada khususnya, maka

sanksi-sanksi harus diberlakukan sebagai “cambuk” dan untuk

menjamin efektivitas dari pelaksanaan dan pemenuhan kewajiban

oleh pihak-pihak yang terkait dalam persaingan usaha. Dalam

putusan ini, penegakan sanksi hanya dari sisi sanksi administratif

dalam putusan ini yaitu penetapan pembayaran ganti rugi kepada

Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX sebesar Rp

719.744.600,00 (tujuh ratus sembilan belas juta tujuh ratus empat

puluh empat ribu enam ratus Rupiah) dan dikenakan denda kepada

Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V

sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar Rupiah). Sedangkan

pada pihak perorangan yang terlibat dalam kegiatan

persekongkolan tender diberikan sanksi pidana tambahan berupa

larangan untuk mengikuti dan atau terlibat dalam pengadaan

barang dan atau jasa di KPU maupun KPUD selama 2 tahun sejak

dibacakannya putusan. Bagi pelaku usaha sanksi ini belum tentu

memberikan efek jera yang berarti karena tidak adanya sanksi

pidana. Sedangkan sanksi pidana dijatuhkan kepada Prof. Dr.

Rusadi Kantaprawira, S.H. dan R.M Purba sebagai pihak yang

Page 98: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

terlibat dalam pengadaan tinta yang mempunyai indikasi korupsi

untuk menindaklanjuti pada tahap penyidikan di ranah pidana.

Sanksi-sanksi tidak akan berarti dan hanya menjadi macan kertas

saja jika tidak diiringi dengan kecepatan dan ketepatan pelaksanaan

sanksi oleh aparat yang berwenang (Ahmad Yani dan Gunawan

Widjaja, 1999: 63).

Perkara dan putusan merupakan tahap yang penting dalam

menegakkan hukum persaingan secara umum. Prinsip bahwa tidak ada

gunanya sebagus dan sesempurna apa pun peraturan tertulis jka hal tersebut

tidak bisa diwujudkan dalam praktek. Agar praktek dapat berjalan sesuai

dengan yang dikehendaki oleh peraturan tertulis, maka aspek pelaksanaan

hukum (law enforcement) juga harus diatur, diarahkan dan dilaksanakan

secara rapi. KPPU merupakan ujung tombak dari penegakan hukum Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999, maka kapabilitas, kejujuran dan keseriusan dari

anggota KPPU ini sangat menentukan warna dan irama berjalannya hukum

persaingan usaha dalam praktek terutama dalam praktek persekongkolan

tender yang mendominasi banyak perkara (Munir Fuady, 2003: 117-118).

Solusinya ketika penegakan hukum membutuhkan kekuatan yang lebih, maka

harus kembali pada mekanisme yang ada melalui General Provisions,

meliputi :

1. National Regulation, regarding economic competition, monopolies, and

free market is a federal statute to be enforced accross the entire nation. In

principle, the life and performance of all businesses regardless of their

size or specific activity.

2. Objective, to protect the prosess of competiton and free exchange through

the prevention and elimination of monopolies, monopolistic, practices and

other restrictions to the efficient interaction of the market for goods and

services.

3. Enforcement, a decentralized administrative body was created and

charged specifically with the application and enforcement of this law.

Page 99: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

4. Subjects, following the broad criteria for the application, the law states

that all economic agents are bound by its provisions.

5. State Monopolies, excludes from its purview those activities whose

execution are expressly reserved for the state, following from its

application, categorizing them instead as activities not constituting

monopolistic practices.

6. Exempted Activities, in a clear change direction from the past poltics of

prices controls on certain goods and services provide the following rules

on this matter (Juan Francisco Torres Landa R, 1996: 40-42).

Baik peraturan yang bersifat nasional, sasaran atau tujuan untuk

melindungi proses persaingan dan prakteknya demi pasar barang dan jasa,

penegakan hukum terutama menggunakan badan tertentu dalam prakteknya, pihak

yang terkait terutama pelaku usaha selaku agen ekonomi yang terlibat langsung

dengan peraturan, inti-inti monopoli dan negara monopoli yang kegiatannya untuk

melayani negara dan pembebasan kegiatan dalam hal ini adalah persaingan secara

bebas menjadi tolok ukur yang penting bagi keberhasilan penegakan persaingan

usaha. Dan alangkah bijaknya apabila langkah memudahkan penanganan perkara

persekongkolan tender yang indikasinya negatif dapat diantisipasi dengan

peraturan yang lebih real dibutuhkan dalam penegakan hukum.

Page 100: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan

1. Pengaturan persekongkolan tender dalam Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 tepatnya pada ketentuan Pasal 22 diklasifikasikan dengan pendekatan

rule of reason adalah tidak tepat apabila melihat indikasi negatif

persekongkolan tender sejak awal. Pada awal pembentukannya, memang

undang-undang ini tidak mengkaji penerapan dalam penegakan hukum ke

depannya karena fokus pada saat itu adalah penyelesaian undang-undang

yang terburu-buru. Hal ini berbeda dengan pengaturan di Amerika Serikat

asal pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, persekongkolan

tender termasuk dalam kategori per se illegal karena cenderung kolusif dan

tidak mendukung persaingan yang seharusnya dilakukan secara fair atau

adil.

2. Konsekuensi dari pengaturan persekongkolan tender secara rule of reason

adalah pada prosedurnya KPPU membutuhkan pendekatan hukum dan

pendekatan ekonomi dalam membuktikan keterlibatan pelaku usaha maupun

panitia pengadaan. Selain itu, KPPU harus membuktikan adanya kerugian

pada APBN atas persekongkolan tender yang bermuara pada korupsi

tersebut. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri karena KPPU mengalami

kesulitan yang seharusnya tidak diperlukan apalagi perkara persekongkolan

tender mendominasi perkara di KPPU. Dampak yang diakibatkan adalah

jumlah dominasi perkara persekongkolan tender karena masih ada celah

atau peluang dan pada akhirnya akan mempengaruhi pasar yang menjadi

tidak sehat karena kesempatan yang dibatasi antara pelaku usaha. Para pihak

yang bersekongkol jelas melihat celah tersendiri karena keuntungan mereka

jauh lebih besar daripada sanksi administratif atau pengenaan denda yang

dijatuhkan KPPU. Penegakan pada tataran praktis memang harus

disesuaikan dari tataran teoritis.

Page 101: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

B. Saran

1. Perubahan atau revisi terhadap ketentuan Pasal 22 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 yang harus menggambarkan pada aspek per se illegal agar

kegiatan persekongkolan tender baik yang dilakukan oleh pelaku usaha

maupun birokrat pelaku ini dapat dicegah. Kepastian ini juga akan

menjamin penegakan terhadap persekongkolan tender ke depannya agar

KPPU tidak perlu melakukan pembuktian sampai taraf mendalam. Hanya

dari alat bukti secara hukum yang sah bahwa telah terjadi persekongkolan

tender, maka dapat segera ditindak secara cepat dan tegas.

2. Aparat birokrat harus menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam

Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 dalam melaksanakan kegiatan

pengadaan barang dan atau jasa untuk mengurangi kecurangan atau KKN

dari pihak birokrat sendiri dan melakukan penawaran secara terbuka dan

adil untuk semua pelaku usaha.

3. Pemutusan mata rantai korupsi dalam pengadaan barang dan atau jasa

pemerintah dengan melibatkan KPK, Bappenas dan masyarakat yang

mengetahui adanya unsur tender yang tidak terbuka dalam

pelaksanaannya.

Page 102: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 1999. Seri Hukum Bisnis : Anti Monopoli.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

A. M. Tri Anggraini. 2005. “Penerapan Pendekatan Rule Of Reason dan Per Se

Illegal dalam Hukum Persaingan”. Jurnal Hukum Bisnis Volume 24.

Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis.

_______ . 2006. “Penegakan Hukum Dan Sanksi Dalam Persekongkolan

Penawaran Tender”. Jurnal Legislasi Indonesia Volume 3. Jakarta:

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum

dan HAM RI.

Andi Fahmi Lubis, dkk. 2009. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

Konteks. Jakarta: ROV Creativ Media.

Anonim. KPPU Tangani 65 Persen Kasus Tender.

http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=16384. [ 16 Oktober 2009 pukul

20:54:05].

Anonim. Penegakan Hukum. http://www.solusihukum.com/artikel/artikel49.php.[

7 Desember 2009 pukul 08:41:38].

Arie Siswanto. 2002. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bambang Sutiyoso. 2004. Aktualita Hukum dalam Era Reformasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Benny Pasaribu. 2009. “Peran Persaingan Usaha Dalam Upaya Pemberantasan

Korupsi”. Jurnal Persaingan Usaha Edisi 2. Jakarta: Komisi Pengawas

Persaingan Usaha.

Competition Division. The Guidelines for Fighting Bid Rigging in Public Procurement. http://www.oecd.org/competition. [13 Maret 2010 pukul 12:20:10].

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simagunsong. 2004. Hukum dalam Ekonomi.

Jakarta: Grasindo.

Hermansyah. 2008. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Indonesia. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Page 103: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Ian Eagles dan Louise Longdin. 2009. “Subjecting Competition Law Exemptions

to a Rule Of Reason: New Zealand Courts Push at the Boundaries of

Statutory Interpretation”. Subjecting Competition Law Exemptions to a

Rule of Reason UNSW Law Journal Volume 32(1).

Juan Francisco Torres Landa R. 1996. “Recent Developments In Antitrust

Legislation In Mexico”. Comparative Lawyear Book of International

Business Volume 18. Boston: Kluwer Law International.

John W. Head. 1997. Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi : Pengantar Umum

Hukum Ekonomi. Jakarta: ELIPS.

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising.

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2009. Buku Penjelasan Katalog Putusan

KPPU. Jakarta: KPPU.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2008. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan

Persekongkolan Dalam Tender. Jakarta: KPPU.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Laporan Tengah Tahun 2009 Komisi Pengawas Persaingan Usaha. http://www.kppu.go.id. [7 Des 2009 08:41:38 pukul 08:30:25 ].

L. Budi Kagramanto. 2007. Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum

Persaingan Usaha). Surabaya: Srikandi.

Munir Fuady. 2003. Hukum Anti Monopoli, Menyongsong Era Persaingan Sehat.

Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Nuzul Qur’aini Madya. 2009. “E-procurement Cegah Persaingan Usaha Tidak

Sehat”. Kompetisi Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Edisi 15. Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.

Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Page 104: PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM … · sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu,

Raimond Flora Lamandasa. Penegakan Hukum.

http://www.scribd.com/doc/2953532/Penegakkan-Hukum.[ 13 Desember

2009 pukul 19:27:41].

R. Arry Mth. Soekowathy. 2003. “Fungsi dan Relevansi Filsafat Hukum Bagi

Rasa Keadilan dalam Hukum Positif”. Jurnal Filsafat UGM. Jilid 35

Nomor 3. Yogyakarta: UGM.

Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta: Rajawali.

Sri Redjeki Hartono. 2007. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayumedia

Publishing.

Sudikno Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Yakub Adi Krisanto. 2006. “Persekongkolan Tender dalam Pengadaan

Barang/Jasa di Kota Salatiga”. Kritis Jurnal Studi Pembangunan

Interdisiplin. Vol. XVIII.

_______ . 2006. “Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik

Putusan KPPU Tentang Persekongkolan Tender”. Jurnal Hukum Bisnis.

Vol II. Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis.

_______ . Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan

KPPU Tentang Persekongkolan Tender.

http://yakubadikrisanto.wordpress.com/category/persekongkolan-

tender/page/2/.[10 September 2009 pukul 15:08:55].

_______ . Prinsip Rule of Reason dan Per Se Rule dalam Hukum Persaingan

Indonesia. http://yakubadikrisanto.wordpress.com/2008/06/03/prinsip-

rule-of-reason-dan-per-se-illegal/ [15 Januari 2010 pukul 09:12:25].

Yvan Lengwiler dan Elmar Wolfstetter. 2009. “Auctions and Corruption : An

Analysis of Bid Rigging by a Corrupt Auctioneer”. From legwiler-

wolfstetter.pdf.