pengaruh makanan pada analit kimia klinik.docx

Upload: sagir-alva

Post on 02-Mar-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pra analitik

TRANSCRIPT

PENGARUH MAKANAN PADA ANALIT KIMIA KLINIKGabriel Lima-Oliveira, M.S. Gian Luca Salvagno, M.D., Giuseppe Lippi, Ph.D., Matteo Gelati, M.T.,Martina Montagnana, M.D., Elisa Danese, M.D., Geraldo Picheth, Ph.D., and Gian Cesare Guidi, Ph.DFase pra analitik adalah langkah penting dalam proses pemeriksaan, karena beberapa prosedur dikerjakan oleh tenaga profesional non laboratorium seperti perawat atau staf administrasi.Puasa yang cukup sebelum pengambilan darah merupakan salah satu yang perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi ketepatan hasil pemeriksaan dan berpengaruh pada diagnosa, tindak lanjut, dan bahkan penatalaksanaan pada pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan bagian yang penting pada pelayanan kesehatan. Diperkirakan lebih dari 70 % keputusan medis dan prosedur medis seperti peresepan obat-obatan, pemeriksaan lebih lanjut, dialisis, sangat bergantung pada data-data laboratorium.Waktu puasa yang cukup terutama dibutuhkan untuk pemeriksaan kadar gula puasa dan profil lemak seperti kadar trigliserida dan kolesterol total. CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute merekomendasikan untuk verifikasi diet pasien atau waktu puasanya. Lippi dan kawan-kawan membuktikan bahwa bahkan makan kecil / ringan saja dapat mempengaruhi pemeriksaan hematologi rutin. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa makan kecil / ringan ini juga dapat menimbulkan hasil yang meragukan pada pemeriksaan kimia klinik. Asupan makanan mencetuskan beberapa respon fisiologis yang dapat mempengaruhi petanda biokimia darah. Makanan akan meningkatkan asam hidroklorid (HCl) di lambung dan bikarbonat dalam darah (alkaline tide). Beberapa hormon dirangsang oleh makanan (insulin, glukagon) dan molekul-molekul dari usus masuk ke aliran darah. Efek makan pada konsentrasi analit dalam serum menggambarkan interaksi beberapa elemen. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lima-Oliveira dan kawan-kawan, hanya kadar trigliserida saja pada profil lemak yang dipengaruhi oleh makanan ringan. Pada komponen Nitrogen non protein dalam serum seperti BUN, kreatinin, dan asam urat, hanya asam urat saja yang memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Total protein dan CRP tidak memperlihatkan variasi yang signifikan.Kadar albumin serum meningkat konsisten setelah konsumsi makanan ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang memperlihatkan bahwa makan akan merangsang sintesa albumin dan meningkatkan penyimpanan asam amino esensial. Padahal pemeriksaan albumin seringkali dimintakan oleh dokter untuk mengevaluasi gejala gangguan hati atau penyakit ginjal, untuk mengevaluasi penurunan berat badan dengan gejala malnutrisi. Pasien di unit perawatan intensif seringkali membutuhkan infus albumin konsentrat, tetapi pemberiannya seringkali terlambat karena keputusan pemberian berdasarkan hasil pemeriksaan albumin yang tinggi palsu akibat pemeriksaan tidak dilakukan dalam keadaan puasa.Dari hasil pemeriksaan enzim-enzim, hanya AST (SGOT) dan ALT (SGPT) saja yang memperlihatkan peningkatan yang signifikan setelah 4 jam konsumsi makanan ringan.Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa setelah 2 jam paska konsumsi makanan ringan, kadar bilirubin serum menurun secara signifikan dibandingkan kondisi puasa. Sekresi insulin setelah makan menginduksi perubahan ion-ion secara signifikan.Pasien dengan penyakit ginjal kronis seringkali mengalami hiperparatiroidisme sekunder yang berakibat hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan penurunan kadar 1,25-dihidroxy-vitamin D. Pada pasien gagal ginjal, hiperparatiroidisme sekunder berhubungan dengan penyakit tulang dan peningkatan angka kesakitan dan kematian karena kardiovaskuler. Meskipun konsentrasi target untuk kadar Kalsium, Fosfat kadang-kadang mendekati normal, bahkan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium akhir, puasa sebelum pengambilan darah sangat mempengaruhi kadar kalsium dan Fosfat. Bahkan pada beberapa kasus, perawatan dokter terhadap pasien kurang adekuat akibat pemeriksaan analit tidak dilakukan dengan kondisi puasa.Sebagai kesimpulan, hasil pemeriksaan beberapa parameter kimia klinik sangat bervariasi setelah makan, sehingga keadaan puasa dibutuhkan untuk mencegah hasil yang tidak sesuai dan mengurangi kesalahan hasil laboratorium, terutama pada kondisi-kondisi gawat darurat. Diajurkan agar manajemen laboratorium menerapkan standar waktu puasa untuk semua pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan profil lemak.