pengaruh asupan makanan, menu makanan, …
TRANSCRIPT
PENGARUH ASUPAN MAKANAN, MENU MAKANAN,
PENGONTROLAN MAKANAN TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 7-24 BULAN DI DESA SERBA GUNA
KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
FETI WIDIA MARLISA
08C10104026
Skrips i sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Univers itas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT
2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Oleh karna itu, kelompok usia balita perlu mendapatkan perhatian, karena
merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi. Untuk mengatasi
masalah kekuranggan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu
diselengarakan pemberian makanan tambahan ( PMT) pemulihan. PMT bagi anak
usia 7 – 24 bulan dimasudkan sebagai tambahan, bukan sebagai penganti makanan
utama sehari – hari. Status gizi yang baik merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pembangunan kesehatan yang pada dasarnya adalah bagian yang tak
terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Status gizi yang baik
dapat di peroleh dengan menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup serta
pola makan yang seimbang sesuai dengan umur masing- masing (Ditjen Bina Gizi
Dan Kesehatan, 2011).
Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi dan masalah psiko-sosial,
diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuh
dalam keluarganya untuk selalu memberikan makanan dengan gizi seimbang
kepada balitanya. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan gizi seimbang
adalah makanan yang dikonsumsi balita dalam satu hari yang beraneka ragam dan
mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur sesuai dengan
2
kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari derajat kesehatan dan tumbuh
kembang balita yang optimal (Depkes RI, 2000).
Kekurangan porsi makan dan kelengkapan zat gizi akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang pertumbuhan badannya kurang
dari normal, perkembangan mentalnya pun tidak optimal. Semasa disapih, anak
dapat kekurangan makan, atau cukup makan namun menunya kekurangan zat gizi.
Masalah susah makan selama anak di sapih sering terjadi karna dua hal, pertama,
karna kebiasaan makan yang tidak dibentuk sejak dini, kedua, karna anak
kelebihan kalori sehingga kehilangan selera makan. Setelah anak berumur satu
tahun, agar tumbuh kembangnya optimal, tak cukup hanya mengandalkan susu
saja. Anak butuh lebih banyak makanan padat sebagai pendamping Asi, selain
makanan pokok berupa nasi, ubi, kentang, sagu, atau jagung, juga perlu
dilengkapi dengan sumber protein dan lemak.
Status gizi pada balita adalah keadaan tubuh balita sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan
status gizi kurang, baik, dan. Masalah gizi sangatlah penting karena berhubungan
dengan kualitas bangsa Indonesia. diperkirakan ada sekitar 4,5 persen dari 22 juta
balita atau 900 ribu balita mengalami gizi kurang.
Meski demikian, Mentri kesehatan mengungkapkan bahwa angka prevalensi gizi
kurang pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1990 menjadi 17,9
persen pada tahun 2010. Mentri kesehatan juga menyatakan Indonesia berhasil
menanggulangi masalah gizi mikro dimana defisiensi vitamin A sudah tidak lagi
3
menjadi masalah kesehatan masyarakat serta gangguan akibat kekurangan yodium
makin berkurang."Pemerintah tidak lagi memberikan kapsul yodium sebagai
pencegahan. Demikian pula untuk prevalensi anemia gizi telah ada perbaikan dan
masalah gizi mikro lainnya seperti zink, kalsium, fosfor, beberapa vitamin dan
mineral esensial yang selalu di pantau ( kemenkes RI, 2011).
Persoalan gizi buruk masih menjadi masalah yang paling menakutkan bagi
pemerintah, karena persoalan ini sampai saat ini belum bisa selesaikan, selama
tahun 2012 jumlah yang diketahui dari jumlah anak balita (bawah lima tahun)
yang melakukan timbangan badan diposyandu atau di puskesmas yang ada
Kecamatan atau Desa. Selama tahun 2012 terdapat 41.758 balita yang malakukan
timbangan badan diposyandu dan Puskesmas. Ciri-ciri dari gizi buruk adalah
badan anak sangat kurus. Cara menentukan gizi buruk, yaitu dengan cara
membagi berat badan dengan tinggi badan. Penderita gizi buruk disebabkan oleh
faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung meliputi asupan makanan
yang buruk serta penyakit infeksi seperti penyakit TBC, cacingan serta penyakit
infeksi lainya. Sedangkan faktor tidak langsung meliputi kebersihan lingkungan
pengetahuan, ketersediaan pangan serta faktor ekonomi. Selama 2012 yang di
ketahui 35% disebabkan oleh penyakit, 18% disebabkan oleh pengetahuan, serta
47% disebabkan oleh faktor ekonami (Kemenkes RI, 2012).
Jumlah balita yang ada di di provinsi Nanggroe Aceh Darusalam pada
tahun 2011 sebanyak 38.900 balita, Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas
Kesehatan Nagan Raya jumlah balita yang ada di kabupaten nagan raya pada
4
tahun 2012 sebanyak 14,598 balita yang berusia 0-48 bulan yang terdiri dari balita
laki – laki dan perempuan. Sedangkan jumlah balita yang ada di wilayah kerja
puskesmas suka mulia sebanyak 895 balita yang berusia 0 – 48 bulan yang terdiri
dari 25 desa. jumlah balita yang berusia 12 – 24 bulan sebanyak 542 balita dari
jumlah keseluruhan balita yang ada di wilayah kerja puskesmas suka mulia, yang
mengalami status gizi kurang sebanyak 14 balita, gizi buruk ada 3 balita, dan
balita yang terkena BGM ada 18 balita. Sementara data jumlah balita yang ada di
Desa Serba Guna 30 balita dengan 3 orang balita terkena kasus BGM. Gangguan
gizi pada balita disebakan karena alergi pada makanan, pencemaran lingkungan,
sosial ekonomi, dan jarak anak yang terlalu dekat. ( Dinkes Nagan Raya, 2012 )
Mencermati perkembangan masalah gizi dan pengalaman didalam
pelaksanaan program perbaikan gizi, diperlukan pergeseran orientasi program
perbaikan gizi, yang mengacu pada paradigma sehat. Arah perbaikan gizi lebih
mengedepankan perubahan perilaku keluarga, untuk mencegah dan
menanggulangi gizi kurang dan gizi lebih. Pendekatan yang lebih mengutamakan
pemberdayaan keluarga, pemberdayaan masyarakat, peningkatan cakupan dan
kualitas pelayanan yang lebih baik lagi. ( Dinkes NAD, 2007 )
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat di buat perumasan masalah yaitu apakah
ada pengaruh asupan makanan, menu makanan, pengontrolan makanan, terhadap
Status Gizi serta Peningkatan dan Pemeliharaan Kesehatan pada Balita Usia 7-24
Bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupatean Nagan Raya ?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pada Balita usia 7-24 bulan yang
ada di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat asupan gizi pada makanan yang diberikan
kepada anak yang ada di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur
Kabupaten Nagan Raya 2013.
2. Untuk mengetahui tingkat pengontrolan makanan yang diberikan kepada
balita usia 7-24 bulan di Desa Serba Guna.
3. Untuk mengetahui tingkat menu makanan yang di berikan kepada balita
usia 7-24 bulan.
4. Untuk mengetahui tingkat status gizi pada anak usia 7-24 bulan yang ada di
Desa Serba Guna
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori prilaku terhadap praktek
dalam pemberian makanan, menu makanan, dan pengontrolan makanan kepada
balita usia 7-24 bulan agar lebih baik di Desa Serba Guna.
6
1.4.2 Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada ibu- ibu mengenai
pentingnya pemberian makanan yang bergizi terhadap pertumbuhan balita usia 7-
24 bulan yang ada di Desa Serba Guna.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Menu Seimbang
1. pengertian Gizi
Gizi merupakan substansi yang diperoleh dari makanan yang di gunakan untuk
pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh. zat gizi diartikan sebagai
zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara
dan meningkatatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi
dan dikelolakan menjadi zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energi berupa
karbohidrat, lemak dan protein. Dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral.
Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika kondisi tubuh terbebas dari
penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi gizi makanan
pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan
gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan gizi. Banyaknya zat gizi yang
diperlukan berbeda antara satu orang dengan orang lain tetapi fungsi gizi pada
pokoknya sama untuk semua orang (Supariasa, 2002)
2.Pengertian Menu Seimbang
Menu seimbang adalah konsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan zat gizi. Kekurangan gizi pada salah satu makanan dengan pemberian menu
seimbang dapat dicukupi oleh makanan lain. Untuk itu pemberian menu seimbang
dengan makanan yang beraneka ragam sangat dibutuhkan dalam memenuhi
kecukupan gizi. (Suparyanto, 2005).
8
Menu seimbang adalah makanan yang beraneka ragam yang memenuhi
kebutuhan zat gizi sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang. Pedoman umum
gizi seimbang harus diaplikasikan dalam penyajian hidangan yang memenuhi syarat
gizi yang dikenal dengan menu seimbang. Menu berasal dari kata ”menu” yang
berarti suatu daftar yang tertulis secara rinci. Sedangkan definisi menu adalah
rangkaian beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan
untuk seseorang atau sekelompok untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa
hidangan pagi, siang, dan malam. Pola menu seimbang mulai dikembangkan pada
tahun 1950 dengan istilah ”Empat Sehat Lima Sempurna”.Pola menu 4 sehat 5
sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung
semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Suparyanto, 2005).
3. Manfaat Perencanaan Menu
Kegiatan menyusun menu dengan perencanaan yang baik dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Dapat disusun hidangan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh.
2. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur sehingga dapat menghindari
kebosanan yang disebabkan pengulangan jenis bahan makanan dan cara
pengolahan.
3. Susunan hidangan dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan atau biaya
yang tersedia.
9
4. Menghemat waktu dan tenaga. Perencanaan menu dapat disesuaikan
dengan kondisi, sehingga sudah dapat diperkirakan waktu dan tenaga yang
dibutuhkan.
5. Menu yang terencana dengan baik dapat menjadi alat pendidikan gizi yang
baik, karena menu yang baik mengajarkan pola makan yang baik.
2.1.1 Anjuran Pemberian Makan
Anjuran pemberian makan dalam lampiran ini meliputi satu set pesan yang
disatukan dalam buku GPA, selain bisa juga dijumpai pada buku bagan
manajemen terpadu balita sakit (MTBS) maupun dalam buku kesehatan ibu dan
anak (KIA). Pedoman ini dapat digunakan sebagai referensi untuk ora ng tua,
pengasuh, danpetugas kesehatan. Petugas kesehatan belajar untuk secara benar
memiliki anjuran pemberian makanan yang harus disampaikan kepada pengasuh
untuk menghindari informasi yang berlebihan pada suatu saat (WHO 2005).
A. Jika anak mempunyai masalah gizi kurang atau gizi lebih, atau
mempunyai kecenderungan ke arah satu masalah, pengasuh harus
diwawancarai untuk menentukan penyebab masalah. Kemudian nasihat
bisa dipilih untuk mengatasi penyebab yang paling utama.
B. Jika tidak ada masalah pertumbuhan, pengasuh diberi nasihat tentang
makanan yang sesuai untuk kelompok umur anak saat ini atau kelompok
umur selanjutnya.
10
Anjuran pemberian makanan ini sama untuk anak laki- laki dan perempuan,
sehat ataupun sakit dan sudahdi adaptasi untuk anak-anak indonesia. Mungkin
juga perlu dilakukan tambahan adaptasi lokal untuk derah-daerah tertentu seperti
papua,maluku,dll.
2.1.2 ASI,makanan terbaik untuk bayi
Hasil penelitian membuktikan, makanan yang terbaik bagi bayi usia 0-6
bulan adalah ASI. Setelah usia itu, bayi perlu mendapat makanan tambahan,
seperti bubur susu, biskuit, bubur beras, nasi tim, buah pisang,dan buah pepayah,.
Dalam hal ini, makanan bagi ibu menyusuipun tak kalah penting untuk
diperhatikan, karena jumlah makanan yang di konsumsi berpengaruh terhadap
kualitas produksi ASI yang diberikan. Kebutuhan gizi ibu yang menyusui lebih
besar dari pada ibu hamil, karena dibutuhkan untuk persediaan air susu dan
pemulihan kesehatan ibu sesudah melahirkan ( Depkes RI 2000 ).
2.1.3 Menasehati Ibu Tentang Masalah Pemberian Makan
1. Jika pemberian makanan anak tidak sesuai ‘’ anjuran makanan untuk anak
sehat maupun sakit’’ nasihati ibu cara pemberian makan sesuai kelompok
umur anak.
2. Jika ibu mengeluhkan kesulitan pemberian ASI, lakukan konseling
menyusui:
a. Lakukan penilaian cara ibu menyusui
b. Tunjukan pada ibu cara menyusui yang benar
c. Jika di temukan masalah lakukan tindakan yang sesuai
11
3. Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapat susu formula atau
makanan lain :
Anjurkan ibu untuk relaktasi
a. Bangkitkan rasa percaya diri ibu bahwa ibu mampu memproduksi ASI
sesuai kebutuhan anaknya
b. Susui bayi lebih sering, lebih lama pagi, siang, maupun malam.
c. Secara bertahap mengurangi pemberian susu formula atau makan lain.
4. Jika bayi berumur lebih dari 6 bulan dan ibu menggunakan susu botol
untuk memberikan susu pada anaknya
a. Minta ibu untuk mangganti botol dengan cangkir / mangkuk / gelas.
b. Peragakan cara memberi susu dengan mangkuk / cangkir / gelas.
c. Berikan makanan pendamping ASI (MP- ASI) sesuai kelompok umur.
5. Jika anak tidak diberi makan dengan aktif, nasihati ibu untuk :
a. Duduk di dekat anak, membujuk agar mau makan, jika perlu menyuapi
anak.
b. Memberi anak porsi makan yang cukup dengan piring atau mangkuk
tersendiri sesuai dengan kelompok umur.
c. Memberi makanan bergizi yang disukai anak.
6. Jika ibu merubah pemberian makanan jika anak sakit :
a. Beritahu ibu tidak harus merubah makan selama anak sakit.
b. Nasihati ibu untuk memberi makanan sesuai kelompok umur dan kondisi
anak. ( WHO, 2005 )
12
2.1.4. Ada Empat Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan
Anak.
1. Lingkungan
Lingkungan yang penuh kasih sayang dan fasilitas yang cukup dalam
membentuk rangsangan, membuat pengaruh yang besar terhadap peningkatan
taraf kecerdasan sianak. Stimulasi lingkungan yang baik akan menyebabkan
penambahan ketebalan korteks (lapisan otak), penambahan jumlah sinaps
(penghubung) per neuron (sel saraf) dan penambahan pembuluh kapiler di otak.
2. Kematangan
Perkembangan susunan saraf yang matang akan menjadikan fungsi- fungsi
organ tubuh sempurna. Misalnya fungsi indera menjadi lebih sempurna. Hal
tersebut dapat membantu anak dalam mengembangkan kemampuannya saat
menerima stimulasi.
3. Pengaruh Sosial
Hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan sosial, seperti
pengasuhan dan pendidikan akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Pengasuhan yang hangat dan penuh kasih sayang mampu meningkatkan
perkembangan anak.
4. Nutrisi
Nutrisi memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak
secara keseluruhan, baik fisik maupun otak. Pemberian nutrisi yang mencukupi
kebutuhan dan menerapkan pola gizi seimbang hendaknya diberikan sejak janin
13
dalam kandungan. Ada teori yang menyatakan tentang periode pacu tumbuh otak
(brain growth spurt), yakni ketika usia kehamilan ibu memasuki trimester tiga dan
setelah bayi lahir hingga berusia 2 tahun.
2.2 Penilaian Pertumbuhan Anak
Penilaian pertumbuhan anak mencakup penimbangan berat badan dan
pengukuran panjang atau tinggi badan dan di bandingkan dengan standar
pertumbuhan. Tujuan penilaian pertumbuhan adalah menentukan apakah anak
tumbuh secara normal atau mempunyai masalah pertumbuhan atau ada
kecenderungan masalah pertumbuhan yang perlu ditangani.
Jika anak mempunyai satu masalah pertumbuhan atau kecenderungan
mengalami masalah pertumbuhan, petugas kesehatan harus membicarakan dengan
ibu atau pengasuh untuk mengetahui faktor penyebabnya. Petugas kesehatan
kemudian melakukan tindakan untuk mengatasi / memecahkan faktor – faktor
yang menyebabkan gangguan pertumbuhan tersebut. Menilai pertumbuhan jika
tidak didukung oleh tindak lanjut yang sesuai tidak dapat meningkatkan status gizi
dan kesehatan anak. Pada keadaan tertentu seperti keadaan darurat dan banyak
penduduk miskin, penilaian pertumbuhan diarahkan untuk identifikasi anak –
anak yang perlu intervensi mendesak, seperti pemberian makanan pemulihan dan
makanan tambahan untuk mencegah kematian. Untuk pemantauan pertumbuhan
balita di masyarakat telah dikembangkan standar pertumbuhan WHO
2005.(Depkes RI, 2005)
14
2.3 Pertumbuhan Otak Bayi
Pada periode sejak proses pertumbuhan sampai bayi berusia setahun, terjadi
pertumbuhan otak secara cepat yang disebut periode lompatan pertumbuhan otak
atau periode periode pertumbuhan otak cepat (Brain Growth Spurt). Pada periode
ini neuron sangat peka dan sangat dipengaruhi oleh situasi lingkungan, seperti
pola asuh.(Depkes RI, 2005 )
Contoh pola asuh yang dimaksud sebagai berikut:
a. Belaian kasih sayang ibu.
b. Membaca cerita pada anak sebelum tidur.
c. Pola asuh makan, yaitu dengan cara memberikan makanan yang sesuai
dengan kebutuhan bayi yang diberikan dengan penuh kasih sayang.
Kualitas perkembangan otak manusia tergantung pada interaksi antara
potensigenetik dan faktor- faktor lingkungan seperti asupan gizi, stimulasi dan
sikap orang tua. Sel-sel otak lebih sensitif terhadap zat gizi dari pada sel-sel tubuh
yang lain. Otak adalah organ fisik yang sangat berharga, pusat segala eksistensi
kita seperti inteligensi, kepribadian, emosi, akal, spiritual dan jiwa. Kita dapat
mengoptimalkan fungsi saraf dalam otak melalui kecukupan zat gizi dan aktivitas
mental dan fisik. Terdapat lebih dari 100 milyar jaringan saraf dalam otak yang
integritasnya tergantung pada asupan zat gizi yang cukup.
Defisiensi berbagai zat gizi terutama zat gizi makro akan mempengaruhi
neuroanatomi, neurokimia dan neurofisiologi perkembangan otak. Pengaruh
15
neuroanatomi berupa berkurangnya jumlah dan ukuran neuron serta pembentukan
sinapsis.
2.4 Gizi Seimbang
Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu
perhatian yang serius. Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang
sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomontorik, mental
dan sosial. Stimulasi psikososial harus dimulai sejak dini dan tepat waktu untuk
tercapainya perkembangan psikososial yang optimal. Untuk mendukung
pertumbuhan fisik balita, perlu petunjuk praktis makanan dengan gizi seimbang.
(Depkes RI, 2000)
2.4.1. Pengertian Gizi Seimbang
Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi dan masalah ps iko sosial,
diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuh
dalam keluarganya untuk selalu memberikan makanan dengan gizi seimbang
kepada balitanya. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan gizi seimbang
adalah makanan yang dikonsumsi balita dalam satu hari yang beranekah ragam
dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatursesuai dengan
kebutuhan tubuhnya. derajat ini tercermin dari derajat kesehatan dan tumbuh
kembang balita yang optimal. Pada masa ini balita balita perlu memperoleh zat
gizi dari makanan sehari – hari dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik.
Oleh karna itu keterlambatan intervensi kesehatan, gizi dan psiko sosial
16
mengakibatkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki atau diganti dikemudian hari.
(Depkes RI, 2000)
Gizi seimbang balita disusun berdasarkan 13 pesan dasar PUGS, yang bertan
sebagai pedoman petugas gizi puskesmas dalam rangka meningkatkan perbaikan
gizi keluarga yaitu :
1. Makanlah anekah ragam makanan untuk balita
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi balita
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi
balita
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan
energi balita
5. Gunakan garam beryodium balita
6. Makanlah makanan sumber zat besi balita
7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan
8. Biasakan makan pagi untuk balita
9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya untuk balita
10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur
11. Hindari minuman beralkohol
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan balita
13. Bacalah lebel pada makanan yang dikemas untuk balitas
17
2.4.2 Kebutuhan Gizi
Balita dalam proses tumbuh kembangnya ditentukan oleh makanan yang
dimakan sehari–hari. Kebutuhan gizi balita dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
kegiatan dan suhu lingkungan ( udara dingin atau panas ) kebutuhan gizi tersebut
terdiri dari :
1. Energi
2. Protein
3. Lemak
4. Vitamin dan mineral
Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikeluarkan dalam Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG ) tahun 1998, umur dikelompokkan
menjadi 0–6 bulan, 7–12 bulan, 1–3 tahun, 4–6 tahun dan 7–12 tahun, dengan
catatan pengelompokan di atas tidak membedakan jenis kelamin. Selanjutnya
menurut takaran konsumsi makanan sehari – hari dapat dilihat seperti berikut:
18
Tabel 2.1 Takaran Konsumsi Makanan Sehari-hari Pada Anak
Kel. Umur Bentuk Makanan Frekuensi Makanan
0 – 4 bulan ASI Ekslusif Sesering mungkin
4 – 6 bulan Makanan lumat 2 x sehari 2 sendok makan
Setiap kali
6 – 12 bulan Makanan lembek 3x sehari Plus 2 x makanan selingan
1 – 3 tahun Makanan keluarga
1 – 1 ½ piring nasi / pengganti 2 – 3 potong lauk
hewani 1 – 2 potong lauk
nabati ½ mangkuk sayur 2 -3 potong buah –
buahan 1 gelas susu
3 x sehari
4 – 6 tahun 1-3 piring nasi /
pengganti 2-3 potong lauk hewani
2-3 potong lauk nabati 1-1 ½ mangkuk sayur
2-3 potong buah – buahan 1-2 gelas susu
3 x sehari
Sumber : (Depkes RI, 2000)
2.4.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan balita sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu faktor
dari dalam maupun faktor luar.
Faktor dalam : dipengaruhi oleh jumlah dan mutu makanan, kesehatan balita
(ada / tidaknya penyakit).
Faktor luar : tingkat ekonomi, pendidikan perilaku, ( orang tua / pengasuh ),
sosial budaya / kebiasaan, kesediaan bahan makanan di dalam rumah tangga.
19
2.5 Perlunya Gizi Seimbang
2.5.1 Manfaat/ Guna Zat Gizi Seimbang Bagi Balita
1. karbohidrat dan lemak sebagai penghasil energi / tenaga.
Contoh bahan makanan yang mengandung karbohidrat : beras, jagung, sagu,
ubi, singkong, roti, sukun dan gula murni.
Contoh bahan makanan sumber lemak : daging berlemak, margarin, minyak
goreng, jerohan, keju, dll.
2. protein berguna untuk pertumbuhan / pemeliharaan.
Contoh bahan makanan sumber protein hewani : daging, ikan, ayam, hati,
telur, susu, dan hasil olahnya.
Contoh bahan makanan sumber protein / nabati : kacang – kacangan , tempe,
tahu, dll.
3. vitamin dan mineral berguna untuk pengatur.
Contoh bahan makanan sumber vitamin dan mineral : sayur dan buah –
buahan. (Depkes RI, 2000)
2.5.2 Akibat Gizi Yang Tidak Seimbang
Akibat gizi yang tidak seimbang dapat mengakibatkan berbagai gangguan
sebagai berikut :
1. Gizi lebih : masalah ini disebabkan karena konsumsi makanan yang meleb ihi
dari yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang tinggi dan makanan dari
gula murni. Pada umumnya masalah ini banyak terdapat didaerah perkotaan
dengan di jumpainya balita yang kegemukan .
20
2. Gizi kurang : yang disebabkan karena konsumsi gizi yang tidak mencukupi
kebutuhannya dalam waktu tertentu.
3. Gizi buruk : bila kondisi gizi kurang berlangsung lama, maka akan berakibat
semakin berat tingkat kekurangannya. Pada keadaan ini dapat menjadi
kwashiorkor dan marasmus yang biasanya disertai penyakit lain seperti diare,
infeksi, penyakit pencernaan, ISPA, anemia.
4. Anemia gizi besi ( AGB ) : Penyakit ini lebih dikenal penyakit kurang darah,
yang disebabkan kekurangan zat besi dalam jumlah yang tidak mencukupi
kebutuhan sehari – hari. Kehilangan zat besi yang meningkat disebabkan
antara lain karena investasi cacing. Tanda – tanda ABG adalah : pucat, lesu,
lemah, pusing, berkunang – kunang, yang lebih di kenal dengan istilah 5L
(lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai). Kadar HB normal untuk balita adalah
11 g%.
5. Kekurangan vitamin A : di sebabkan konsumsi vitamin A tidak mencukupi
kebutuhannya. Kurang vitamin A disebut pada awalnya menderita buta senja
yaitu ketidak mampuan melihat pada cahaya remang – remang pada sore hari.
Kemudian (bila tidak di obati) pada bola matanya timbul bercak putih yang
disebut bercak bitot dan pada akhirnya menderita kebutaan.
6. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) : GAKY disebabkan
karena konsumsi yodium tidak mencupi kebutuha. Kekurangan yodium dapat
menyebabkan penyakit gondok dan kretin. Kekurangan unsur yodium dalam
makanan sehari – hari dapat menurunkan kecerdasan anak (Depkes RI, 2000).
21
2.5.3 Bila Makanan Jadi Masalah
Makanan bisa menjadi berbagai sumber masalah, sebab makanan berkaitan
erat dengan kemampuan ibu sebagai orang tua. Masalah alergi terhadap beberapa
makanan mulai meningkat selama beberapa tahun terakhir. Alergi makanan dapat
menimbulkan gejala dari perut kembung sampai hidung anak yang berair terus.
Diet diterapkan pada kondisi medis khusus seperti anak yang menderita coeliac,
diabetes, dan hiperaktif. Saat anak sakit makan menjadi masalah. Namun, dengan
mengetahui masalah sebenarnya dan melakukan tindakan yang praktis untuk
mengatasinya, itu bisa membuat ibu tenang, dan anak ibu pun dapat hidup dengan
masalah yang dihadapinya (Makanan Sehat Bayi Dan Balita, 2003).
2.6 Status Gizi
Hal yang penting dalam kehidupan manusia adalah meningkatkan perhatian
terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya malnutrisi ( gizi salah ) dan resiko
untuk menjadi gizi kurang. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan
salah satu faktor resiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang
baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatanya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan.
Peran dan kedudukan penilaian status gizi ( PSG) di dalam ilmu gizi adalah
untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada indufidu atau
masyarakat. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
22
dan penggunaan zat-zat gizi dan di bedakan antara status gizi buruk, kurang, baik
dan lebih ( Almatsier, 2005 ).
2.6.1 Penilaian Status Gizi pada Balita
Penilaian status gizi adalah ekspresi dari keadaan dalam bentuk variabel
tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik
buruknya penyediaan makanan sehari-hari (Supriasa, 2002)
Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisika.
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga
penilaian yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor
ekologi.
Penilaian antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak
seimbangan asupan energi dan protein. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh. Beberapa indeks antropometri
yang digunakan untuk menggambarkan prevalensi status gizi di antaranya:
Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Indeks berat badan menurut umur
digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik
berat badan yang labil, maka BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang
saat ini (Reksodikusumo, Jahari, Hartono, Kunanto, 1989).
23
Untuk mengatasi kurang gizi pada balita memerlukan peranan dari keluarga,
para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema
makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi anaknya.
Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti diare ataupun ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas).
Semua nutrisi penting bagi anak dalam usia pertumbuhan, oleh karenanya
perlu diperhatikan asupan sayur dan pangan hewani (lauk pauk), konsumsi susu
tetap dipertahankan, jangan terlalu banyak makanan cemilan (junk food) yang
akan menyebabkan anak kurang nafsu makan. Perhatikan juga asupan empat sehat
lima sempurna dengan kuantitas yang cukup. Cara penilaian status gizi pada balita
harus sedapat mungkin di ketahui oleh keluarga.
2.6.2 Klasifikasi Status Gizi
Dalam penilaian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi maka
harus ada ukuran baku (reference). Baku antropometri yang banyak digunakan
adalah baku Harvard, baik untuk berat badan maupun untuk tinggi badan.
Klasifikasi Cara WHO-NCHS
Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan Waterflow. Indikator
yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Standart yang digunakan
adalah WHO-NCHS, dengan klasifikasi seperti di bawah ini:
24
Gizi Buruk <-3,0 SD
Gizi Kurang <-2,0 SD
Gizi Baik -2.0 SD s/d 2.0 SD
Gizi Lebih >2,0 SD (Widyakarya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2000).
2.7 Alergi
Akhir – akhir ini jumlah anak yang menderita alergi seperti asma, gatal-gatal
pada mata, hidung dan tenggorokan. Makanan sebagai penyebab berbagai masalah
alergi. Hubungan antara makanan dan alergi, serta ketidak cocokan makanan
memang rumit. Yang pasti, bayi dan anak kecil lebih beresiko terserang alergi
makanan dari pada orang dewasa (Makanan Sehat Bayi Dan Balita, 2003).
2.7.1 Bayi Beresiko
Bayi lebih mudah terserang alergi pada bulan–bulan pertama kehidupannya
karena sistem pencernaannya belum sempurnadan dinding ususnya mudah bocor.
Hal ini menyebabkan banyaknya molekul protein yang besar masuk kedalam
aliran darah, sedangkan sistem kekebalan tubuh menganggapnya sebagai musuh
sehinggah timbulnya reaksi alergi. Setelah usia bayi enam bulan, meskipun
banyak celahnya, dinding usus telah menutup. Bila kondisi yang peka sempat
berkembang, hal ini cenderung membuat reaksi alergi terhadap ibu. Inilah
sebabnya memberi makanan padat terlalu dini pada bayi kurang baik. Pada anak
yang orang tua ataupun saudarahnya menderita asma, gatal – gatal pada mata,
hidung, dan tenggorokan, serta reaksi alergi lainnya, mempunyai resiko dua kali
25
lipat menderita alergi, walaupun jenis alerginya belum tentu sama. (Makanan
Sehat Bayi Dan Balita, 2003)
2.7.2 Gejala Alergi
Alergi dapat menyerang setiap sistem dalam tubuh dan gejalanya sangat banyak.
1. Reaksi alergi bila menyerang sistem pencernaan dapat menyebabkan
kolik, diare, muntah-muntah, tidak mampu mencerna, sembelit, kembung,
pertumbuhan berat badan buruk.
2. Bila menyerang kulit alergi dapat menyebabkan bengkak–bengkak, bintik–
bintik merah, lingkaran hitam di bawah mata, bengkak pada kelopak mata
dan bibir.
3. Bila menyerang sistem pernapasan, alergi menyebabkan asma, pilek,
gangguan telinga, mata berair, dan batuk berkepanjangan.
4. Bila menyerang sistem saraf, alergi menyebabkan migren, kelelahan,
kegelisahan, dan juga sikap hiper aktif.
2.7.3 Mengatasi Alergi
Jika keluarga ibu pernah terkenan alergi, mungkin ibu perlu mengurangi
jenis makanan untuk bayi ibu. Hal ini tentu saja dapat menghilangkan bahaya
nutrisi dari makanannya. Berkonsultasilah dulu dengan dokter anak yang akan
memberi nasihat tentang jenis nutrisi yang dibutuhkan bayi ibu selama masa
penyapihan ( Makanan Sehat Bayi Dan Balita, 2003).
26
Untuk menghindari alergi langkah–langkah berikut mungkin dapat
membantu mencegah bayi ibu mewarisi alergi keluarga :
1. Masa bahaya terhadap kepekaan adalah empat sampai enam bulan
pertama, jadi tundahlahg penyapihan dan teruskan memberi ASI atau susu
formula selama masa ini. Bayi akan mendapat semua nutrisi yang
dibutuhkan dari ASI atau susu formula sampai usia enam bulan.
2. Selama memberi ASI ibu pun harus berhati – hati terhadap makanan yang
berpotensi menimbulkan alergi, untuk menghindari bayi dari alergi
melalui ASI.
3. Perkenalkan bayi ibu makanan padat satu demi satu. Beri jarak waktu
beberapa hari untuk setiap jenis makanan baru agar ibu mengeceknya bila
ada suatu reaksi alergi.
4. Hindari bayi dari bahan – bahan yang dapat menimbulkan alergi, seperti
asap rokok, debu rumah, serbuk sari, dan binatang piaraan.(Makanan
Sehat Bayi Dan Balita, 2003)
27
2.8 Kerangka Konsep
Menurut Notoatdmodjo (2005), kerangka konsep penelitian dapat
disederhanakan sebagai berikut :
Variabel Independent Variabel Dependent
2.9 HIPOTESIS
Ho : ada pengaruh antara asupan makanan, menu makanan, pengontrolan
makanan terhadap status gizi balita usia 7-24 bulan.
Asupan Makanan
Status Gizi Menu Makanan
Pengontrolan
Makanan
28
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan
3.1.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survei analitik
yaitu penelitian yang mencoba mengenali bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan itu terjadi (Notoatmojo, 2005).
Rancangan penelitan yang dilakukan menggunakan metode cross sectional,
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor- faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2005).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu dan di Desa Serba Guna Kecamatan
Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 sampai dengan 31 Mei
Tahun 2013 di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan
Raya.
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berusia 7 – 24 bulan
yang ada di Desa Serba Guna yaitu berjumlah 30 Balita.
24
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini diambil dari populasi
sebanyak 30 balita yang berusia 7 – 24 bulan yang di Posyandu Serba Guna
Kecamatan Darul makmur Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari responden.
Pada penelitian ini instrument yang akan di gunakan berupa kuesioner yang terdiri
dari variabel asupan makanan, menu makanan, pengontrolan makanan, serta status
gizi pada balita.
3.4.2 Data Scunder
Data Scunder merupakan data pendukung yang bersumber dari selain
responden. Data ini juga bersumber dari Puskesmas Suka Mulia Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya. Dan literatur yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.5. Defenisi Operasional
Untuk mendapatkan kesamaan pengertian dalam penelitian ini, maka
konsep penelitian dijabarkan ke dalam defenisi operasional sebagai berikut:
25
Tabel 3.1. Variabel Penelitian
No Variabel Independen
1. Variabel : Asupan Makanan
Definisi
Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur
Skala ukur
Makanan yang sehat dan menu yang
seimbang dan penuh dengan kecukupan energi protein yang di konsumsi pada anak
dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh dan daya pikir pada anak. Wawancara
Kuesioner
1) Baik 2) Kurang Ordinal
2. Variabel : Menu Makanan
Definisi
Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur
Skala ukur
Menu adalah makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat
gizi.
Wawancara
Kuesioner 1) Baik 2) Kurang
Ordinal
3. Variabel : Pengontrolan makanan
Definisi
Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur
Skala ukur
Pengawasan ibu dalam memberikan makanan secara rutin kepada anak, menjaga pola makanan pada anak agar
asupan gizi pada anak selalu terjaga. Observasi
Kueisoner 1) Baik 2) kurang
Ordinal
No Variabel Dependent
4. Variabel : Status Gizi
Definisi
Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur
Skala ukur
Status gizi adalah indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari.
Observasi
KMS / Buku KIA 1)Baik ( bila mengikuti pita warna ) 2)Kurang ( bila berubah pita warna
kebawah) Ordinal
26
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1 Asupan Makanan
Baik : jika responden dapat menjawab dengan benar skor = ≥3.
Kurang : jika responden dapat menjawab dengan benar skor =≤3.
3.6.2 Menu Makanan
Baik : jika responden dapat menjawab dengan benar skor = ≥3.
Kurang : jika responden dapat menjawab dengan benar skor =≤3.
3.6.3 Pengontrolan makanan
Baik : jika responden dapat menjawab dengan benar skor = ≥3.
Kurang : jika responden dapat menjawab dengan benar skor = ≤3.
3.6.4 Status Gizi Balita / Garis Pertumbuhan Mengunakan KMS
Baik : Apabila grafik penimbangan berat badan pada anak naik
dengan sesuai garis pertumbuhannya berarti anak
tumbuh sehat.
Kurang : Apabila grafik penimbangan berat badan pada anak
tidak naik berarti ada penurunan konsumsi makanan
atau gangguan kesehatan pada anak.
3.7. Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau per
variabel. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel yang
27
diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk distribusi frekuensi dari setiap veriabel penelitian.
Analisis ini juga digunakan untuk mendapatkan hubungan antara asupan
makanan, menu makanan dan pengontrolan makanan dengan status gizi balita.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel depeden
dan sebuah variabel independen. Untuk mengetahui hubungan antara variabel
indenpeden dan variabel dependen digunakan analisis statistik dengan uji chi
square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. Dasar pengambilan hipotesis
penelitian berdasarkan tingkat signifikan ( nilai p ), yaitu :
a. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis pqenelitian (Ho di tolak) atau dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara asupan makanan, menu makanan
dan pengontrolan makanan dengan status gizi balita.
b. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha diterima) atau dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan makanan, menu
makanan dan pengontrolan makanan dengan status gizi balita.
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
dependen dan sebuah variabel dependent. Karena data berbentuk katagorik maka
untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen dan dependen
digunakan analisis statistk Uji Chi-square dengan memakai nilai alpha 0,05. Jika
tidak ada sel memiliki harapan kurang dari 5, maka digunakan Continuity
Correction (Notoatmodjo. 2005)
28
Untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel penelitian ini
digunakan perangkat komputer dalam menganalisis Uji Chi-square.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Gampong Serba Guna merupakan salah satu gampong yang terdapat di
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Gampong Serba Guna
mempunyai luas wilaya 935 Ha. Dengan luas pemukiman penduduk 57 Ha.
Jumlah penduduk Gampong Serba Guna adalah sebanyak 1796 jiwa.
Adapun batas-batas Gampong Serba Guna adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : PT. Socfindo
b. Sebelah Timur : Gampong Serba Jadi
c. Sebelah Selatan : Gampong Alue Raya
d. Sebelah Barat : Gampong Suka Jadi
Gampong Serba Guna memiliki 4 dusun dengan jumlah rumah sebanyak
522 rumah. Pembangian rumah berdasarkan dusun di Gampong Serba Guna
antara lain sebagai berikut :
a. Dusun Sido Mulyo : 119 Rumah
b. Dusun Sido Mukti : 135 Rumah
c. Dusun Sido Rukun : 139 Rumah
d. Dusun Sido Dadi : 129 Rumah
4.2 Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu- ibu dari Balita yang ada di Desa
Serba Guna. yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30
responden.
29
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat masing-masing variabel yang diteliti
dalam bentuk distribusi frekuensi setiap variabel penelitian. Variabel-variabel
dalam penelitian ini yaitu Asupan Makanan, Menu Makanan, Pengontrolan
Makanan dan Status Gizi.
4.3.1.1 Asupan Makanan
Tabel 4.1 Distribusi Responden Mengenai Asupan Makanan Terhadap
Status Gizi Balita Usia 7-24 bulan di desa Serba Guna
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013
No Asupan makanan Frekuensi %
1 Baik 15 50.0 2 Kurang 15 50.0
Total 30 100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.1 dari 30 responden, yang menyatakan asupan makanan
baik berjumlah 15 orang (50,0%) dan responden yang menyatakan asupan
makanan kurang berjumlah 15 orang (50,0%).
4.3.1.2 Menu Makanan
Tabel 4.2 Distribusi Responden Mengenai Menu Makanan Terhadap
Status Gizi Balita Usia 7-24 bulan di desa Serba Guna
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013
No Menu Makanan Frekuensi %
1 Baik 17 56,7 2 Kurang 13 43,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 dari 30 responden, yang menyatakan menu makanan
baik berjumlah 17 orang (56,7%) dan responden yang menyatakan bahwa menu
makanan kurang berjumlah 13 orang (43,3%).
30
4.3.1.3 Pengontrolan Makanan
Tabel 4.3 Distribusi Responden Mengenai Pengontrolan Makanan Terhadap
Status Gizi Balita Usia 7-24 bulan di desa Serba Guna
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013
No Pengontrolan Makanan Frekuensi %
1 Baik 14 46,7
2 Kurang 16 53,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.3 dari 30 responden, yang menyatakan pengontrolan
makanan baik berjumlah 14 orang (46,7%) dan responden yang menyatakan
pengontrolan makanan kurang berjumlah 16 orang (53,3%).
4.3.1.4 Status Gizi
Tabel 4.4 Distribusi Responden Mengenai Status Gizi Balita Usia 7-24 bulan
di desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2013
No Status Gizi Frekuensi %
1 Baik 11 36,7
2 Lebih 19 63,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.4 dari 30 orang responden, yang menyatakan status gizi
baik berjumlah 11 orang (36,7%) dan responden yang menyatakan status gizi
kurang berjumlah 19 orang (63,3%).
31
4.3.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan dua variabel yaitu
variabel independen dengan variabel dependen yang bertujuan untuk mengetahui
antara dua variabel tersebut. Analisis ini menggunakan uji Chi-square jika p value
<0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna.
4.3.2.1 Pengaruh Asupan Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-24
Bulan
Tabel 4.5 Pengaruh Asupan Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-24
Bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2013
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.5 dari 15 responden yang menyataka asupan makanan baik
ternyata 5 responden (33,3 %) yang memiliki status gizi yang baik. Dan dari 15
responden yang menyatakan asupan makanan kurang, tenyata 9 responden
(60,0%) yang memiliki status gizi yang kurang. Dari hasil uji chi square di dapat
nilai p = 1, hal ini menunjukan bahwa p > α (0,05), dengan nilai OR = 0.750
Asupan
Makanan
Status Gizi
Total
P value
α Baik Kurang
N % n % n %
Baik 5 33,3 10 66,7 15 100
1
0,05 Kurang 6 40,0 9 60,0 15 100
Jumlah 11 36,7 19 63,3 30 100
32
4.3.2.2 Pengaruh Menu Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-24
Bulan
Tabel 4.6 Pengaruh Menu Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-
24 Bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur
Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.6 Dari tabel 4.5 dari 17 responden yang menyataka menu
makanan baik ternyata 3 responden (17,6 %) yang memiliki status gizi yang baik.
Dan dari 13 responden yang menyatakan menu makanan kurang, tenyata 5
responden (38,5%) yang memiliki status gizi yang kurang. Dari hasil uji chi
square di dapat nilai p = 0,037, hal ini menunjukan bahwa p < α (0,05), dengan
nilai OR = 0.134
Menu Makanan
Status Gizi
Total
P value
Α Baik Kurang
N % n % n %
Baik 3 17,6 14 82,4 17 100 0,037
0,05 Kurang 8 61,5 5 38,5 13 100
Jumlah 11 36,7 19 63,3 30 100
33
4.3.2.3 Pengaruh Pengontrolan Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia
7-24 Bulan
Tabel 4.7 Pengaruh Pengontrolan Makanan Terhadap Status Gizi Balita
Usia 7-24 Bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.7 dapat di lehat 14 responden yang menyataka pengontrolan
makanan baik ternyata 4 responden (28,6 %) yang memiliki status gizi yang baik.
Dan dari 16 responden yang menyatakan pengontrolan makanan kurang, tenyata 9
responden (56,3 %) yang memiliki status gizi yang kurang. Dari hasil uji chi
square di dapat nilai p = 0,063, hal ini menunjukan bahwa p > α (0,05), dengan
nilai OR = 0.514
Pengontrolan
Makanan
Status Gizi
Total
P value
Α Baik Kurang
N % n % n %
Baik 4 28,6 10 71,4 14 100 0,63
0,05 Kurang 7 43,8 9 56,3 16 100
Jumlah 11 36,7 19 63,3 30 100
34
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Asupan Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-24
Bulan
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan Uji Chi square didapatkan
nilai p = 1. Hal ini menunjukkan bahwa p > α (0,05) , sehingga tidak terdapat
pengaruh asupan makanan antara asupan makanan terhadap status gizi balita usia
7-24 bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan
Raya tahun 2013.
Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa asupan makanan tidak ada
pengaruh terhadap status gizi balita, namun ibu tetap harus melakukan upaya
untuk mengontrol status gizi balita agar tetap seimbang atau baik. Hal ini seperti
yang dikemukakan Depkes RI 2000, Untuk mencegah terjadinya berbagai
gangguan gizi dan masalah psiko sosial, diperlukan adanya perilaku penunjang
dari para orang tua, ibu atau pengasuh dalam keluarganya untuk selalu
memberikan makanan dengan gizi seimbang kepada balitanya.
4.4.2 Pengaruh Menu Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-24
Bulan
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan Uji Chi square didapatkan
nilai p = 0,037. Hal ini menunjukkan bahwa p < α (0,05) , sehingga terdapat
pengaruh yang signifikan antara menu makanan terhadap status gizi balita usia 7-
24 bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya
tahun 2013.
Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa semakin baik menu
makanan yang diberikan oleh ibu kepada balita maka semakin baik pula status
gizi balita, oleh karena itu ibu perlu memehami betapa pentingnya mengkreasikan
35
menu makanan yang akan diberikan kepada balita sehingga balita tidak
mengalami kurang gizi. Hal ini sejalan dengan yang di sampaikan oleh,
(Suparyanto, 2005) Kekurangan gizi pada salah satu makanan dengan pemberian
menu seimbang dapat dicukupi oleh makanan lain. Untuk itu pemberian menu
seimbang dengan makanan yang beraneka ragam sangat dibutuhkan dalam memenuhi
kecukupan gizi.
4.4.3 Pengaruh Pengontrolan Makanan Terhadap Status Gizi Balita Usia 7-
24 Bulan
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan Uji Chi square didapatkan
nilai p = 0,63. Hal ini menunjukkan bahwa p > α (0,05) , sehingga tidak ada
pengaruh antara pengontrolan makanan terhadap status gizi balita usia 7-24 bulan
di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya tahun
2013.
Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa. Pengontrolan makanan tidak
begitu berpengaruh namun bukan berarti akan diabaikan, akan tetapi tetap
melakukan pengontrolan yang maksimal agar status gizi balita dapat menjadi
lebih baik seiring dengan perkembangan yang dialami balita, kerena kebutuhan
gizi semakin penting seiring perkembangan balita laki- laki maupun perempuan.
Hal ini sesuai yang dikatakan oleh (Supariasa, 2002) Apabila konsumsi gizi
makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi
kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan gizi. Banyaknya zat gizi
yang diperlukan berbeda antara satu orang dengan orang lain tetapi fungsi gizi pada
pokoknya sama untuk semua orang.
36
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Tidak ada pengaruh antara asupan makanan Terhadap status gizi balita usia 7-
24 bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan
Raya tahun 2013. Dari hasil yang didapat dengan memakai Chi- square P
value = 01 yang berarti P value > 0,05
2. Ada pengaruh antara menu makanan Terhadap status gizi balita usia 7-24 bulan
di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya tahun
2013. Dari hasil yang didapat dengan memakai Chi- square P value = 0,037
yang berarti P value > 0,05
3. Tidak ada pengaruh antara pengontrolan makanan Terhadap status gizi balita
usia 7-24 bulan di Desa Serba Guna Kecamatan Darul Makmur Kabupaten
Nagan Raya tahun 2013. Dari hasil yang didapat dengan memakai Chi- square
P value = 01 yang berarti P value > 0,05
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada ibu untuk lebih memperhatikan pola pemberian menu
makanan kepada balita, agar balita tertarik untuk mengkonsumsinya sehingga
gizi balita dapat terpenuhi.
2. Diharapkan kepada tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap
kesehatan balita di desa Serba Guna lebih memperhatikan kondisi gizi balita
didesa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2005. Prinsip dasar ilmu gizi. Gramedia pustaka utama: Jakarta Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI . 2000. Gizi Seimbang Menuju Hidup
Sehat bagi Balita. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI : Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2005. Modul Pelatihan Penilaian Pertumbuhan Anak. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Dinkes Kabupaten Nagan Raya .2012. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).
Dinas Kesehatan Prov. NAD. 2007. Keluarga Sadar Gizi. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2011.
Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan bagi Balita Gizi Kurang . Kementerian Kesehatan RI: Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. GIZI BURUK INDONESIA.2012. Jakarta
Lawson, Margaret. Makanan Sehat untuk Bayi dan Balita. Dian Rakyat : Jakarta
Notoatmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Reksodikusumo, Jahari, Hartono, Kunanto, 1989. Gizi dan Nutrisi : Jakarta
Serba Serbi, 2012. Informasi wanita dan kesehatan. Diperoleh : www.wanitaku.com. Diakses ( 8 Februari 2013 ).
Suparyanto.2005. Konsep Dasar Menu Seimbang. http ://dr-suparyanto. blogspot.com/2012/02konsep-dasar-menu.html.Diakses 12 November 2012
Supariasa, dkk, 2002. Penilaian status gizi. Penerbit buku kedokteran , EGC, Jakarta.
World Health Organization (WHO). 2005. Modul Pelatihan Penilaian Pertumbuhan Anak. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Widyakarya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2000 : Jakarta