pengantar peserta didik (remaja dan pertumbuhan/perkembangannya)

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sebagai suatu usaha sadar yang sistemik – sisitematik selalu bertolak dari landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan serta asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masarakat suatu bangsa. Untuk Indonesia pendidikan diharapkan mengusahakan (i) pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan (ii) pemberian dukungan bagi perkembangan masarakat, bangsa dan negara Indonesia (Undang-Undang, 1992:24). Landasan-landasan pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan masarakat, bangsa dan negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan itu dan pada gilirannya akan memberi pula corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia dan masarakat Indonesia. 1

Upload: giewas

Post on 13-Jun-2015

5.224 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Semoga bergunaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! (Eboth 30-Okt-2009-12.39pm at UNG)

TRANSCRIPT

Page 1: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sebagai suatu usaha sadar yang sistemik – sisitematik

selalu bertolak dari landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu.

Landasan serta asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan

pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masarakat suatu bangsa.

Untuk Indonesia pendidikan diharapkan mengusahakan (i) pembentukan

manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan

mampu mandiri, dan (ii) pemberian dukungan bagi perkembangan masarakat,

bangsa dan negara Indonesia (Undang-Undang, 1992:24). Landasan-landasan

pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan

manusia Indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan

masarakat, bangsa dan negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan

memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan itu dan pada

gilirannya akan memberi pula corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni

manusia dan masarakat Indonesia.

Beberapa dari landasan pendidikan tersebut adalah landasan fislosofis,

sosiologis dan kultural yang sangat memegang peranan penting dalam

menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi

akan mendorong pendidikan itu menjemput masa depan. Kajian berbagai

landasan pendidikan itu akan berbentuk wawasan yang tepat tentang

pendidikan. Dengan wawasan pendidikan yang tepat, serta dengan

menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat memberi

peluang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program

pendidikan yang tepat wawasan itu akan memberikan prespektif yang luas

terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional.

1

Page 2: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

1.2 Tujuan Penulisan

Setelah mempelajari kedua permasalahan ini, kita mengharapkan agar

anda dapat:

1. Memahami berbagai landasan pendidikan utamanya landasan filosofis,

landasan sosiologis, landasan kultural, landasan psikologis, serta

landasan ilmiah dan teknologi, baik pada pendidikan pada umumnya

maupun khusus untuk Indonesia.

2. Memahami makna serta cara-cara penerapan berbagai asas pendidikan,

utamanya asas Tut Wuri Handayani, asas belajar sepanjang hayat, dan

asas kemandirian dalam belajar.

3. Memiliki wawasan kependidikan dengan prespektif yang luas tentang

pendidikan, baik dari segi konseptual maupun dari segi operasional.

2

Page 3: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 LANDASAN PENDIDIKAN

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak

terputus dari generasi ke generasi dimana pun di dunia ini. Upaya

memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan

pandangan hidup dan latar sosial-kebudayaan setiap masarakat tertentu. Oleh

karena itu meskkipun pendidikan itu universal, namun terjadi perbedaan-

perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup dan latar sosio-kultural

tersebut. Artian pendidikan diselenggarakan berdasarkan berdasarkan falsafah

hidup dan latar-sosiokultural setiap masarakat, termasuk di Indonesia. Kajian

ketiga landasan itu (filosofis, sosiologis, dan kultural) akan membekali setiap

tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang

bidang dan tugasnya.

1. Landasan Filosofis

Landasan ini berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang

berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti : “Apakah pendidikan itu?;

mengapa pendidikan diperlukan?; apa yang seharusnya menjadi tujuannya?”

dan masih banyak lagi. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan

atau bersifat filsafat. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan

konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan

dunia.

Tinjauan filosofis tentang pendidikan ini berarti berpikir bebas serta

menantang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan

istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:

1) Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan serta

sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya

itu.

3

Page 4: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

2) Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup epistimologi,

etika, estetika, metafisika, serta sosial dan politis.

a. Pengertian tentang landasan filosofis

Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat

mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan

pendididkan berusaha mewujudkan citra tersebut.

Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat akan besar

pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran hasil

kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Berikut

diantara hasil kajian filsafat dalam bidang pendidikan

a) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk didunia ini,

seperti yang disimpulkan zoon politicon, homo sapiens, animal

aducantum, dan sebagainya.

b) Masyarakat dan kebudayaannya

c) Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak

menghadapi tantangan; dan

d) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya

filsafat pendidikan (wayan ardhana, 1986: modul 1)

Hasil-hasil kajian filsafat tersebut, utamanya tentang konsepsi manusia dan

dunianya, sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan.

Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran dunianya

yang dikemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat

bervariasi, bahkan kadang-kadang bertentangan. Secar historis terdapat dua

alira yang saling bertentangan yakni idealisme dan naturalisme (positivisme),

dengan segala variasinya masing-masing (Abu Hanifah, 1950). Di samping

kedua aliran tersebut telah berkembang pula beberapa aliran lain, sehingga

terdapat aliran-aliran filsafat materi filsafat cita, filsafat hidup, filsafat

hakekat, filsafat eksistensi, dan filsafat ujud (Beerling 1951:40). Wayan

ardhana, dan kawan-kawan (1986: modul 1/12-18) mengemukakan bahwa

aliran-aliranh filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga

telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti :

a) Idealisme.

b) Realisme.

c) Perenialisme.

4

Page 5: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

d) Esensialisme.

e) Pragmatisme dan progresivisme.

f) Eksistensialime

Sedangkan Waini Rasyidin (dalam Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992:

145-150) membedakan antara aliran filsafat dan mazhab filsafat pendidikan,

yakni : aliran filsafat yang besar pengaruhnya terhadap pendidikan adalah

idealisme, realisme (positivisme, meterialisme), neothomisme dan

pragmatisme; sedangkan mazhab filsafat pendidikan adalah esensialisme,

perenialisme, progresivismme dan rekronstruksionisme. baik sebagai aliran

filsafat maupun mazhab filsafat pendidikan, pandangan-pandangan tentang

mannusia da dunianya pada umumnya ikut mempengaruhi konsepsi atau

penyelenggaraan pendidikan.

b. Pancasila sebagai landasan filosofis sistem pendidikan nasional ( sisdiknas)

Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Sekolah adalah suatu

lingkungan khusus yang merupakan sambungan dari lingkungan sosial yang

lebih umum. sekolahh merupakan lenbaga masyarakat yang bertugas memilih

dan menyederhanakan unsur kebudayaan yang dibutuhkan oleh individu,

belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif dengan cara memecahkan

masalah. Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator bagi

siswa.

Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori

pendidika yang mendasakan diri pada beberapa prinsip, antara lain :

a) Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar

b) Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang

minat belajar.

c) Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan

belajar

d) Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk

melakukan reformasi pedagogis dan eksperimentasi.

Pasal 2 UU-RI NO.2 Tahun 1989 menetapakan bahwa pendidikan

nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Rincian selanjutnya tentang

hal itu selanjutnya tercantum dalam perincian UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang

5

Page 6: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

menegaskan bahwa pembangunan nasional mengusahakan antara lain: “

pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi

kualitasnya dan mampu mandiri” (Undang-Undang, 1992: 24). Sedangkan

ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan

Pengamalan pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu jiwa seluruh

rakyat Indonesia,kepribadian bangsa indonesia, pandangan hidup bangsa

indonesia dan dasar negara RI. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan

mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari

segala nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan

tindakan dalam pendidikan, artian pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam

pendidikan.

2. Landasan sosiologis

Manusia selalu hidup berkelompok seperti makhluk hidup lainnya,

yakni hewan. Meskipun demikian kelompok manusia jauh lebih rumit. Pada

hewan, hidup berkelompok memiliki ciri-ciri (wayan ardhana, 1986: modul

1/62) sebagai berikut:

a) Ada pembagian kerja yang tetap pada anggotanya

b) Ada ketergantungan antara anggota

c) Ada kerjasama antara anggota

d) Ada komunikasi antara anggota

e) Ada diskriminasi antarindividu yang hidup dalam suatu

kelompok dengan induvidu yang hidup dalam kelompok lain.

Ciri-ciri hewan tersebut dapat pula ditemukan pada manusia.

Kehidupan sosial manusia dipelajari oleh filsafat yang berusaha menjadi

hakikat masyarakat yang sebenarnya. Filsafat sosial sering membedakan

manusia sebagtgai individu dan manusia sebagi anggota masyarakat.

Pandangan aliran-alira filsafat tentang realitas sosial itu berbeda-beda,

sehingga dapat ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.

Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran

pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh

pijakan yang kukuh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena

terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan

6

Page 7: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

oleh August Comte(1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu

pengetahuan psitif yang mempelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari

berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat

banyaknya realitas sosial maka lahirlah cabang ilmu sosiologi.

a. Pengertian tentang landasan sosiologis

Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara

dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda

mengembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi dilembaga

sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologis

pada kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian

sosiologi pada pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.

Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial

dan pola-pola interaksi soaial di dalam sistem pendidikan. Berikut ruang

lingkupnya:

1) Hubungan sistem pendidikan dengan masyarakat lain, yang mempelajari:

a) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.

b) Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial, dan sistem

kekuasaan.

c) Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses

sosial dan perubahan kebudayaan.

d) Hubungan pendidikan dan kelas sosal atau sistem status.

e) Fungsionalisasi siistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan

ras, kebudayaan atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2) Hubungan kemanusian di sekolah yang meliputi:

a) Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan

di luar sekolah.

b) Pola interaksi sosial atau sttruktur masyarakat sekolah.

3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya yang mempelajari:

a) Peranan sosial guru.

b) Sifat kepribadian guru.

c) Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.

d) Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.

4) Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah

dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi:

7

Page 8: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

a) Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya

terhadap organisasi sekolah.

b) Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi dalam

sistemm sosial komunitas kaum tidakk terpelajar.

c) Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan

organisasi sekolah.

Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai sarana

untuk memahami sistem pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan

masyarakat.

Kajian tentang sosiologi pendidikan pada prinsipnya mencakup semua

jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.

Khusus untuk jalur pendidikann luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari

sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting karena keluarga

merupakan lembaga sosial yang pertama bagi setiap manusia.

Selanjutnya, disamping sekolah dan kelurga proses pendidikan sangat

dipengaruhi pula berbagai kelompok sosial masyarakat, seperti kelompok

keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka, dan lain-lain. Terdapat satu

kelolmpok khusus yang datangnya bukan dari orang biasa, tetapi dari anak-

anak lain yang hampir seusia yang disebut kelompok sebaya. Kelompok ini

juga merupakan agen sosialisasi yang mempunyai pengaruh kuat searah

dengan bertambahnya usia anak. Kkelompok ini terdiri dari individu yang

rata-rata usianya hampir sama yang mempunyai kepentingan tertentu yang

bersifat sangat sementara. Disamping itu kelompok sebya memberikan jalan

kepada anak untuk lebih independen, memahami solidaritas dan

menumbuhkan sikap kerja sama serta membuka horison anak lebih luas.

Paparan tersebut menyoroti terutama pengaruh masyarakat terhadap

pendidikan. Dimulai dari keluarga, kelompok sebaya dan sebagainya. Dan

tentu tidak kala pentingnya adalah pengaruh pendididkan terhadap

masyarakat. Tentang hal ini, terdapat suatu persoalan klasik yang telah dikaji

sejak dulu. Permesalahan yang dimaksudadalah dengan kaitannya dengan

tujuan pendidikan, yakni yang harus mendapat penekanan: apakah pendidikan

mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakatnya (penekanan pada

sosialisasi), atau mempersiapkan anak untuk merombak/memperbaharui

masyarakat (penekanan pada agen pembaruan). Seperti di banyak negara,

8

Page 9: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

pendidikan yang dilaksanakan pada umumnya tidak memilih salah satu kutub

pendapat tersebut, tetapi diupayakan keseimbangan antara pelestarian dan

pengembangan.

b. Masyarakat indonesia sebagai landasan sosiologis sistem pendidikan

nasiional (Sisdiknas)

Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar

sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi

bersama, setta pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu dan

adakalanya mereka mempunyai hubungan darah atau memiliki kepentingan

bersama. Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan dalam artian yang luas

maupun dalam arti yang sempit seperti masyarakat, bangsa ataupun kesatuan

kelompok kekerabatan di suatu desa dalam, suatu marga. Masyarakat dalam

arti luas pada umumnya lebih abstrak apabila dibandingkan dengan

masyarakat dalam arti sempit. Masyarakat sebai kesatuan hidup memiliki ciri

utama antara lain :

a) Ada interaksi antara warga-warganya.

b) Pola tingkah laku warganya diatur oleh norma-norma hukum, dann

aturan-aturan yang khas.

c) Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya

Masyarakat indonesia mempunyai perjalanan sejarah yang panjang,

bahkan telah dimulai pada jaman prasejarah, zaman kerajaan nusantara, zaman

penjajahan sampai saat ini. Hingga kini ciri yang menonjol dari masyarakat

indonesia adalah sebagai massyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau

di nusantara. Sampai saat ini masyarakat indonesia masih ditandai oleh dua

ciri unik, yakni :

1) Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial atau

komunitas berdasarkan perbedaan-perbedaan suku, agama, adat istiadat,

dan kedaerahan.

2) Secara vertikal ditandai oleh adanya pola kehidupan antara lapisan atas,

menengah, dan lapisan rendah.

9

Page 10: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

Pada zaman penjajahan sifat dasar masyarakat indonesia yang

menonjol adalah :

1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok sosial atau golongan

sosial jajahan yang sering kali memiliki sub-kebudayaan sendiri.

2) Memiliki struktr sosial yang terbagi-bagi

3) Seringkali anggota masyrakat atau kelompok tidak mengembangkan

konsensus di antara mereka terhadap nilai-nilai yang bersifat

mendasar.

4) Di antara kelompok, relatif sering kali mengalami konfli-konflik.

5) Terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi.

6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok –

kelompok sosial yang lain

7) Secara relatif integrasi sosial sukar dapat tumbuh.

Masyarakat indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman

pemerintahan orde baru telah mengalami banyak perubahan. Sebagai

masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unuk, baik secara

horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya

dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.

Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa

indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan,

utamanya dalam pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari bhineka

tunggal ika makin mencuat. Berbagai upay yang dilakukan baik melalui

kegiatan jalur sekolah (penataran P4, pemasyrakatan P4 nonpenataran, dan

lain-lain), telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang

semakin kukuh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan denagn tidak

mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat indonesia. Hal

terakhir tersebut kini mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain

dimasukkannya muatan lokal di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang

didasarkan pad kebhinekaan masyarakat indonesia itu telah dikukuhkan dalam

UU-RI No. 2 Tahun 1989 dan Pasal 38, PP-RI No. 28 tahun 1990 Pasal 14

Ayat 3 dan 4. Perlu ditegaskan bahwa muatan lokal di dalam kurikulum tidak

dimaksudkan sebagai upaya membentuk “manusia lokal”, akan tetapi haruslah

dirancang dan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan “manusia indonesia”

10

Page 11: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

di suatu “lokal” tertentu. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia

indonesia dengan wawasan nusantara dengan berjiwa nasional akan tetapi

yang memahami dan menyatu dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya)

di sekitarnya.

3. Landasan kultural

Pendidikan selalu terkait dengan manusia sedang setiap manusia selalu

menjadi anggota masyarakat dann pendukung kebudayaan tertentu. Oleh

karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan

bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah

pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia yang

berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan

mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat

dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari

generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal

maupun infoormal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan

pendidikan itu ikut dii tentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana

proses pendidikan itu berlangsung. Dimaksudkan dengan kebudayaan

adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai

kepercayaan, tingkah laku, dan tekknologi yang diipelajari dan dimiliki

oleh semua anggota masyarakat tertentu.

a. Pengertian tentang landasan kultural

Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil dan

budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar

kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat berwujud:

1) Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya.

2) Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan

3) Fisik yakni benda hasil karya manusia.

(Koentjaraningrat, 1975: 15-22).

Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan atau dikembangkan karena

dan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau

kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan sebagai

11

Page 12: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan

mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal itu

dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan pada siapa mengatakannya.

Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam

berpakaian. Dengan mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan

kemudian menerapkansebagai tingkah lakunya sendiri menjadikan anak

sebagai anggota masyarakt. Oleh sebab itu, anak-anak mesti diajarkan pola-

pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam

masyarakat. Dengan kata lain , fungsi pokok setiap sistem pendidikan adalah

untuk mengajarkan anak-anak pola yingkah laku yanng esensial tersebut

(Redja Mudyaharjo, 1992: 45).

b. Kebudayaan nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas)

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, yang dimaksud dengan

sisdiknas adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa

Indonesia. (UU-RI No.2/1989) Pasal 1 Ayat 2. Karena masyarakat Indonesia

sebagai pendukung kebudayaan tersebut adalah masyarakat majemuk, maka

kebudayaan bangsa tersebut lebih tepat disebut sebagai kebudayaan

Nusantara yang beragam.

Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat

kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya, dan kesengajaan

manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya. Setiap

individu yang terlahir akan menghadapi dua sistem lingkungan yang berbeda,

sistem kebudayaan dan sistem alamiah. Individu dalam masyarakat modern

sangat dipengaruhi oleh besar dan kompleksnya masyarakat modern dan

kecanggihan kenudayaannya, ini berarti bahwa individu hanya dapat hidup

dalam masyarakat modern apabila ia mau dan mampu belajar terus menerus.

Salah satu upaya pendidikan jalur sekolah dengan keberagaman latar

belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan

lokal dalam kurikulum sekolah, utamnya Sekolah Dasar (SD).

Beberapa tahun terakhir, makin kuat pendapat bahwa pendidikan

seharusnya diupayakan agar lebih menjamin adanya rasa ketertarikan antara

12

Page 13: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

peserta didik dengan lingkungannya (alam, sosial, dan budaya) dan sebaiknya

dapat mengembangkannya. Oleh karena itu, muatan lokal tidak hanya

sekedar meneruskan minat akan kemahiran daerah tertentu, tetapi juga

serentak memperbaiki/meningkatkannya sesuai dengan perkembangan

iptek/seni, dan atau kebutuhan masyarakat.

4. Landasan psikologis

Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Hingga

landasan psikologis menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan dunia

pendidikan, umunya tertuju pada pemahaman manusia, khususnya proses

perkembangan dan proses belajar. Terdapat beberapa pandangan tenntang

hakekat manusia ditinjau dari segi psikologis dalam kaitannya dengan

pendidikan, yaitu (i) Strategi disposisional; terutama pandangan konstitusiona

dari Kretschmer dan Sheldon, memberikan tekanan pada peranan faktor

hereditas dalam perkembangan manusia; (ii) Strategi behavioral dan Strategi

phenomenologis/humanistik hyang keduanya memberikan penekanan pada

peranan faktor belaja dalam perkembangan tersebut, akan tetappi keduanya

mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana proses belajar itu

terjadi. Perbedaan pandangan ini terjadi karena adanya “two models of man”

(sitilah dari William D. Hitt; 1969) yang menyebabkan terjadinya “Lockean

and Leibnitzian tradition” (istilah dari G.W. Allport). Bagi tradisi ala Jhon

Locke (Lockean Tradition) berpendapat bahwa pengetahuan dihasilkan dari

dalam, manusia sebagai pembangkit atau generator informasi. Berbeda

dengan pandangan sebaliknya yang menganggap manusia sebagai makhluk

pasif yang tergantung pada pengaruh lingkungannya; pandangan ini tampak

antara lain pada B.F. Skinner dengan “A Scientify Psychology”-nya.

Perbedaan pandangan manusia tentang hakekat manusia ditijau dari segi

psikoedukatif tersebut antara lain tampak pada perbedaan pandangan tentang

teori-teori belajar, faktor-faktor penentuperkembangan manusia dan

sebagainya. Ini dapat berdampak pula pada pandangan pendidikan.

a. Pengertian tentang landasan psikologis

13

Page 14: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

Pemahaman peserta didik yang berkaiytan dengan aspek kejiwaan,

merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu,

hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan dalam

penerapannya dalam bidang pendidikan.

Individu dilahirkan berbeda, baik bakat, kemampuan, minat, kekuatan

serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya.

Sangat sukar untuk diharapkan sama, terlebih-lebih apabila mempunyai

pengalaman hidup yang berbeda. Sebagai implikasinya, pandidik tidak

mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun

mereka memiliki beberapa kesamaan. Perbedaan ini terjadi karena adanya

perbedaan aspek kejiwaan peserta didik, bukan hanya yang terkait dengan

kecerdasandan bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat

perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita, bahkan perbedaan

kepribadian secara keseluruhan. Perlu ditekankan, bahwa kepribadian itu

unik. Keunikan itu bukan hanya dikarenakan perbedaan potensial, tetapi

juga perbedaan dalam perkembangannya karena pengaruh sekitar.

Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi

dan potensi yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi

kebutuhannya itu, maka manusia berinteraksi dengan lingkungannya.

Interaksi dengan lingkungannya itu akan menyebabkan manusia

mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar. Semakin kuat

motif sebagai upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin kuat pula proses

belajar yang terjadi, dan pada gilirannya semakin tinggi hasil yang

dicapainnya. Berbagai pendapat tentang motivasi tersebut sangat

didominasi oleh konsep-konsep nafsu dan atau kebutuhan. Sigmund Freud

menekankan peranan nafsu (drive) terhadap perilaku manusia, baik nafsu

hidup (libido) maupun nafsu mati (thanatos). Bahkan teori Freud tersebut

tidak sekedar teori motivasi, tetapi telah diakui sebagai teori kepribadian

(Sulo Lipu La Sulo, 1981: 10-18). Selanjutnya, contoh lain, A. Maslow

mengemukakan kategorisasi kebutuhan-kebutuhan menjadi enam

kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan mendasar meliputi:

1) Kebutuhan fisiologis;

14

Page 15: PENGANTAR PESERTA DIDIK (Remaja dan Pertumbuhan/Perkembangannya)

2) Kebutuhan rasa aman;

3) Kebutuhan akan cinta dan pengakuan;

4) Kebutuhan harga diri;

5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri; dan

6) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami.

b. Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikolofgis

5. Landasan ilmiah dan teknologis

a. Pengertian tentang Landasan ilmiah dan teknologis

b. Perkembangan Landasan ilmiah dan teknologis

1.2 ASAS PENDIDIKAN

BAB III

KESIMPULAN

15