pengalaman belajar lapangan acute on chronic …

56
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE Oleh: Pande Putu Agung Willa Kesawa Putra (1902611061) Pembimbing: dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M.Biomed, Sp. PD DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PUSAT SANGLAH DENPASAR 2019

Upload: others

Post on 25-May-2022

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh:

Pande Putu Agung Willa Kesawa Putra (1902611061)

Pembimbing:

dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M.Biomed, Sp. PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT SANGLAH DENPASAR

2019

Page 2: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh:

Pande Putu Agung Willa Kesawa Putra (1902611061)

Pembimbing:

dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M.Biomed, Sp. PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT SANGLAH DENPASAR

2019

i

Page 3: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas karunia-Nya, Responsi yang berjudul “Acute On Chronic Kidney Disease” ini

dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pengalaman Belajar Lapangan ini disusun

dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit

Dalam RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam penyusunan Pengalaman Belajar Lapangan ini, penulis banyak

memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu Penyakit

Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan sekaligus

Pembimbing kami di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar,

3. dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M.Biomed, Sp.PD selaku

pembimbing.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan

bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan

ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan.

Denpasar, 23 Oktober 2019

Penulis

ii

Page 4: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

2.1 Definisi CKD ............................................................................................4

2.2 Klasifikasi CKD........................................................................................4

2.3 Epidemiologi CKD ...................................................................................6

2.4 Faktor Risiko CKD ...................................................................................7

2.5 Patofisiologi CKD ..................................................................................11

2.6 Manifestasi Klinis CKD .........................................................................12

2.7 Diagnosis ................................................................................................13

2.8 Penatalaksanaan CKD ............................................................................17

2.9 Prognosis CKD .......................................................................................25

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................27

BAB IV KUNJUNGAN LAPANGAN..................................................................36

BAB V SIMPULAN ..............................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................49

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN ..........................................................................51

iii

Page 5: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan

proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. 1,3 The

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney

Foundation (NKF) mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan

ginjal secara struktural atau fungsional yang berlangsung dalam waktu > 3 bulan,

atau tingkat penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73

m2dalam waktu ≥3 bulan yang dengan atau tanpa kerusakan struktur ginjal.2

Chronic Kidney Disease dipengaruhi oleh banyak faktor resiko dengan

patofisiologi yang masih belum dimengerti secara sempurna. Chronic Kidney

Disease merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular

(CVD). Semua tahapan CKD dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas

kardiovaskular, mortalitas dini, dan / atau penurunan kualitas hidup. Kebanyakan

penderita CKD tidak sampai pada tahap kegagalan ginjal, namun penderita akan

meninggal terlebih dahulu karena komplikasi dari penyakit kardiovaskular.1,3

Prevalensi CKD di negara maju mencapai 11-13% dari populasi. Di negara

barat CKD telah menjadi suatu permasalahan dengan angka peningkatan kasus

dialisis pertahun 6-8%. Dari suatu Systematic Review and Meta-Analysis yang

dilakukan oleh Oxford Univeristy didapatkan prevalensi CKD stadium 1 - 5 adalah

13,4% dan 10,6% stadium 3 – 5.3 Di Indonesia sendiri jumlah penderita baru CKD

semakin meningkat setiap tahunya. Menurut IRR, pada tahun 2014 tercatat

penderita baru CKD sebanyak 17.193 dan khususnya untuk daerah Bali sebanyak

1.258 pasien.4

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh berbagai etiologi yang mendasari,

yang menyebabkan kerusakan massa ginjal dengan sklerosis yang menetap dan

hilangnya nefron akan mengarah ke penurunan progresifitas Laju Filtrasi

Glomerulus. Dalam menghadapi cedera, ginjal memiliki kemampuan untuk

mempertahankan Laju Filtrasi Glomerulus. Meskipun kerusakan nefron terjadi

1

Page 6: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

2

secara progresif, Laju Filtrasi Glomerulus dipertahankan dengan hiperfiltrasi dan

kompensasi hipertrofi nefron sehat yang masih tersisa. Kandungan toksin dalam

plasma seperti urea dan kreatinin mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan

hanya setelah total Laju Filtrasi Glomerulus menurun hingga 50%, dimana ginjal

sudah tidak mampu mengkompensasi lagi.5

Pada CKD, fungsi ekskresi dan sekresi ginjal menurun dan mengakibatkan

berbagai gejala secara sistemik. Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik stadium

1-3 umumnya bersifat asimtomatik, sedangkan manifestasi klinis biasanya muncul

pada stadium 4-5. Manifestasi klinis yang timbul pada CKD dapat sesuai dengan

penyakit yang mendasari, karena adanya sindrom uremia, maupun gejala dari

komplikasi yang ditimbulkan.1

Modifikasi factor resiko CKD dilakukan pada hipertensi, obesitas, sindroma

metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok. Menurut KDIGO, CKD dengan

tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan keseimbangan asam-basa atau

elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan tekanan darah, gangguan

status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan terapi hemodialisis.

Pada penderita yang sudah mencapai CKD stadium 4 juga harus dimulai terapi

hemodialisis.2

Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh.

Zat sisa yang menumpuk pada pasien CKD ditarik dengan mekanisme difusi pasif

membran semipermiabel. Perpindahan produk sisa metabolik berlangsung

mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dalam dialisa. Dengan

metode tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien CKD

dapat diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga

dapat membaik.2

Penting untuk melakukan diagnosis dini, modifikasi pola hidup, dan

pengobatan penyakit yang mendasari. Penanganan CKD memerlukan kerjasama

tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan

keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan sangat

membantu memperbaiki hasil pengobatan. Meskipun CKD merupakan penyakit

Page 7: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

3

yang ireversibel, akan tetapi dengan penangan yang baik dapat mengurangi gejala

yang muncul dan memperbaiki kualitas hidup penderitanya1

Page 8: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah

suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal

ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti

ginjal tetap, dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Kerusakan ginjal

mengacu pada berbagai macam kelainan yang ditemukan selama pemeriksaan,

yang bisa saja bersifat non-spesifik terhadap penyakit penyebabnya tetapi dapat

mengarah pada penurunan fungsi ginjal. Fungsi ekskresi, endokrin, dan metabolik

menurun secara bersamaan pada hampir semua kasus CKD. Adapun yang termasuk

kriteria CKD menurut KDIGO 2012 adalah sebagai berikut2:

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungional yang

dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (albuminuria (AER ≥ 30

mg/24jam; ACR ≥ 30 mg/g [≥3 mg/mmol]), abnormalitas sedimen urin,

gangguan elektrolit atau yang lain oleh karena gangguan pada tubulus,

kelainan pada pemeriksaan histologi, kelainan struktural yang terdeteksi

melalui pemeriksaan radiologi, atau riwayat transplantasi ginjal.2

2. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG < 60 ml/menit/1,73 m2) dalam

waktu lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kelainan struktural ginjal.2

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit

dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas

dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai

berikut:

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan (kg)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

4

Page 9: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

5

Pada perempuan, rumus tersebut dikalikan 0,85. Rumus Kockroft-Gault tidak

berlaku pada umur di bawah 18 tahun atau di atas 80 tahun, berat badan di bawah

40 kg atau di atas 100 kg, wanita hamil, pasien penderita Acute Kidney Injury

(AKI), kerusakan otot yang luas (crush syndrome, tetraparesis), atau ada anggota

tubuh yang tidak lengkap (amputasi).1 National Kidney Foundation

merekomendasikan menggunakan CKD-EPI dan MDRD yang terdiri atas beberapa

item yang harus diisi yaitu umur, jenis kelamin, ras dan serum kreatinin kemudian

akan dikalkulasikan sehingga didapatkan eGFR. 10

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dapat dilihat di tabel berikut:2

Tabel 1. Derajat Penyakit Berdasarkan LFG Dan Albumin

Kategori GFR

(ml/min/1.73m2)

Kategori Albumin Persistent

A1 A2 A3

Peningkatan

Normal hingga

sedang

Peningkatan

sedang

Peningkatan

berat

< 30 mg/g

<3mg/mmol

30-300mg/g

3-30mg/mmol

>300mg/g

>30mg/mmol

G1 Normal atau

high

>90

G2 Penurunan

ringan

60-89

G3a Penurunan

ringan samai

sedang

45-59

G3b Penurunan

sedang sampai

berat

30-44

G4 Penurunan

berat

16-29

G5 Gagal ginjal <15

Page 10: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

6

Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dilihat di tabel berikut:1

Tabel 2. Klasifikasi Atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik,

obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

(penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin

/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant gromerulopathy

2.3 Epidemiologi

Chronic Kidney Diseasemerupakan penyakit yang sering dijumpai pada

praktek klinik sehari-hari. Prevalensinya di negara maju mencapai 10-13% dari

populasi. Di Australia pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 1.7 juta pasien yang

menderita Chronic Kidney Disease, atau 1 dari 10 orang di Australia mengalami

Chronic Kidney Disease.7 Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun.1

Page 11: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

7

Di Indonesia, populasi yang terdiagnosis CKD sebesar 0,2% yang lebih

rendah dari prevalensi CKD di negara-negara lain. Menurut data Indonesian Renal

Registry (IRR) tahun 2017 proporsi diagnosa utama pasien yang menjalani

hemodialisis adalah penyakit ginjal kronik (27637; 90%), gagal ginjal akut pada

gagal ginjal kronik (593; 2%) dan gagal ginjal akut (2375; 8%) .4

2.4 Faktor Resiko

Menurut data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2017, hipertensi

muncul sebagai penyebab tertinggi. Dikelompokkan pada sebab lain diantaranya

nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal,

dan penyebab yang tidak diketahui. 4

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun

2017 4

Penyebab Jumlah

Penyakit ginjal hipertensi 36%

Nefropati diabetika

29%

Glomerulopati primer

12%

Pielonefritis kronis

7%

Nefropati urat

1%

Penyakit ginjal pilikistik

1%

Tidak diketahui

1%

Sebab lain

8%

2.4.1 Glomerulonefritis

Seluruh bentuk dari penyakit glomerulonephritis akut dapat menjadi

progresif dan menyebabkan perubahan menjadi glomerulonephritis kronik. Kondisi

ini dikarakteristikan sebagai ireversibilitas dan progresifitas glomerulus dan

fibrosis dari tubulointerstitial, yang menyebabkan terjadinya penurunan pada laju

Page 12: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

8

filtrasi glomerulus (LFG) dan retensi terhadap racun uremia. Bila progresifitas dari

glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani, maka glomerulonephritis kronik

dapat berubah menjadi CKD, penyakit gagal ginjal, dan bahkan penyakit

kardiovaskular.2

2.4.2 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur

hidup. Diabetes dapat terjadi saat tubuh tidak memproduksi insulin yang cukup atau

tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang sudah ada. Insulin merupakan hormon

yang sangat penting untuk mengatur kadar glukosa dalam darah.8

Diabetes mellitus adalah epidemi yang berkembang dan merupakan

penyebab umum penyakit ginjal kronis (CKD) dan gagal ginjal. Nefropati diabetik

mempengaruhi kira-kira 20–40% orang yang menderita diabetes, menjadikannya

salah satu komplikasi diabetes paling umum. Skrining untuk nefropati diabetik

bersama dengan intervensi awal merupakan hal mendasar untuk menunda

perkembangan penyakit bersamaan dengan penyediaan yang tepat terhadap kontrol

glikemik. Mengingat pertumbuhan populasi sekarang yang terkena diabetes

semakin banyak, pengetahuan mengenai keamanan penggunaan berbagai anti-

hiperglikemik agen pada mereka dengan nefropati sangat penting. Secara

keseluruhan, diperlukan pengetahuan tentang pencegahan dan manajemen diabetes

nefropati serta perawatan yang komprehensif setiap pasien dengan diabetes.8

Diabetes dapat merusak ginjal dengan memberikan gangguan pada aliran

darah yang melewati ginjal. Sistem filtrasi pada ginjal dipenuhi oleh pembuluh

darah yang sangat kecil. Seiring waktu, tingginya kadar gula dalam darah dapat

menyebabkan pembuluh darah tersebut menjadi sempit dan terhambat. Tanpa darah

yang cukup, kerusakan dapat terjadi pada ginjal dan albumin dapat melewati sistem

filtrasi tersebut dan akan didapatkan pada urin, dimana hal tersebut tidak

seharusnya terjadi.6

Rekomendasi untuk skrining nefropati pada diabetes, pasien dengan

diabetes harus diskrining setiap tahun. Pada individu dengan diabetes tipe

1,skrining untuk nefropati harus dimulai 5 tahun setelahnyadiagnosis diabetes.

Biasanya dibutuhkan sekitar 5 tahun untuk terjadinya komplikasi mikrovaskular.

Pada pasien diabetestipe 2, skrining harus dimulai sejak diagnosis awal oleh karena

Page 13: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

9

awitan diabetes yang tepat sering tidak diketahui. Nefropati diabetik dapat

dideteksi dengan pengukuran albumin urin atau kreatinin serum, dan keduanyates

harus dilakukan minimal setiap tahun, mereka yang memiliki level abnormal harus

melakukan tes ulanglebih cepat. Tahap pertama nefropati biasanya timbulalbumin

urin yang meningkat yang memprediksi perkembangan CKD dan penurunan laju

filtrasi glomerulus secara bertahap. Beberapa individu dengan CKD, tidak terjadi

peningkatan albumin urin meningkat diawalnya. Sehingga penting untuk

melakukan tes darah selain tes pengukuran albumin urin. Disarankan untuk

menggunakan kedua modalitas tes tersebut untuk mengidentifikasi kasus

nefropatidaripada menggunakan salah satu tes saja.8

Terdapat dua tipe dari diabetes mellitus:

2.4.2.1 Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi insulin karena proses penghancuran

sel β di pankreas oleh autoimun. Biasanya diabetes mellitus tipe 1 sudah dapat

ditemukan sejak anak-anak, namun penyakit ini juga dapat berkembang pada

dewasa dengan umur 30-40 tahun. 8

Tidak seperti pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, pasien dengan diabetes

mellitus tipe 1 biasanya tidak mengalami obesitas dan biasanya muncul diawali

dengan diabetic ketoacidosis (DKA). Karakteristik yang terlihat pada pasien

dengan diabetes mellitus tipe 1 adalah, apabila pasien tersebut berhenti

menggunakan insulin, ketosis dan ketoasidosis juga akan muncul. Sehingga pasien

dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung dan diobati dengan exogenous insulin

yang digunakan sehari-hari disertai dengan diet makanan yang sudah

direncanakan.1,8

2.4.2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari beberapa kelainan fungsi yang

dikarakteristikkan dengan hyperglikemia dan merupakan hasil kombinasi dari

resistensi terhadap kinerja insulin, sekresi insulin yang inadekuat, dan sekresi

glukagon yang berlebihan. Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak di tangani dengan

baik akan menyebabkan komplikasi yang melibatkan gangguan pada sistem

mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropatik.6,8

Page 14: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

10

Komplikasi mikorvaskular meliputi penyakit pada retina, renal dan juga

neuropatik. Komplikasi makrovaskular yang dapat terjadi meliputi gangguan arteri

coroner dan penyakit pada pembuluh darah perifer. Sedangkan komplikasi yang

terjadi pada sistem neuropati dapat mempengaruhi sistem saraf autonomik maupun

perifer.8

2.4.3 Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi dapat dibedakan menjadi primer/esensial dan

sekunder berdasarkan penyebabnya. Hipertensi primer/esensial apabila tidak

diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder apabila diketahui penyakit pada

ginjalnya atau disebut juga hipertensi renal. Penyakit ginjal hipertensif merupakan

salah satu penyebab CKD.8

Hipertensi secara kuat terkait dengan CKD. Beberapa penelitian prospektif

besar telah dilakukan pada populasi umum ditemukan bahwa hipertensi merupakan

fakor risiko independen yang kuat untuk terjadinya CKD. 6

Hipertensi dapat menimbulkan CKD melalui dua mekanisme, yang pertama

yaitu hipertensi kronik dapat mestimulasi terjadinya iskemia pada glomerulus

sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah kapiler didalam glomerulus dan

menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.

Pada pasien dengan CKD terjadi gangguan pada pengaturan natrium ginjal

yang menimbulkan peningkatan tekanan darah. Awalnya terjadi peningkatan

volume cairan ekstraseluler, yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah

meskipun terjadi penurunan resistensi perifer total. Pada tahap ini akan terjadi

peningkatan curah jantung yang memediasi terjadinya peningkatan tekanan darah

yang bermanifestasi sebagai hipertensi sistolik. 8

Namun, secara bertahap, akan terjadi normalisasi volume ECF dan curah

jantung. Peningkatan resistensi perifer menimbulkan terjadinya peningkatan

tekanan darah, dimana akan meningkatkan tekann darah diastolik. Selanjutnya,

aktivasi dari sistem renin-angiotensin dapat merangsang sistem saraf simpatik dan

berkontribusi terhadap hipertensi. Selain itu,beberapa faktor lain telah diusulkan

Page 15: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

11

berkontribusi terhadap peningkatan resistensi pembuluh darah pada pasien dengan

CKD. 8

2.5 Patofisiologi

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh adanya gangguan atau kerusakan

pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti membran basal

glomerulus, sel endotel, dan sel podosit. Kerusakan komponen ini dapat disebabkan

secara langsung oleh kompleks imun, mediator inflamasi, atau toksin. Selain itu,

dapat pula disebabkan oleh mekanisme progresif yang berlangsung dalam jangka

panjang. Berbagai sitokin dan growth factor berperan dalam menyebabkan

kerusakan ginjal.9

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walapun penyakit dasarnya sudak tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas

tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas CKD

adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas

interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstitial.1

Page 16: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

12

Gambar 1. Patogenesis CKD1

Sumber : N Engl J Med.2004

2.6 Manifestasi Klinis

Pasien dengan CKD derajat 1 hingga 3 dengan LFG >30 mL/menit/1,73 m2

sering asimptomatik atau tidak menunjukkan gejala, yang artinya pasien belum

mengalami gejala yang terdapat pada gangguan keseimbangan air ataupun

elektrolit, atau kekacauan dari sistem endokrin dan sistem metabolik.2

Gejala lebih sering muncul pada pasien dengan CKD derajat 4 hingga 5

dengan LFG < 30 mL/menit/1,73 m2. Pasien dengan gangguan pada

tubulointerstitial, cystic, sindroma nefrotik, dan kondisi lainnya yang sering disebut

dengan gejala positif seperti poliuri, hematuria, edema, lebih sering

memperlihatkan tanda-tanda penyakit pada derajat yang lebih awal.2

Page 17: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

13

Manifestasi klinis berupa sindrom uremik pada pasien dengan CKD derajat

5 biasanya terjadi oleh akibat dari akumulasi dari berbagai racun dengan jenis yang

belum diketahui. Asidosis metabolik pada CKD derajat 5 akan termanifestasi

sebagai malnutrisi energi dan protein, kehilangan massa tubuh, dan kelemahan otot.

Peningkatan kadar garam dan cairan yang di hadapi oleh ginjal pada CKD dapat

menyebabkan terjadinya edema perifer dan tidak jarang hingga menjadi edema paru

dan hipertensi.2

Anemia pada CKD terjadi akibat penurunan sintesis eritropoietin oleh

ginjal, yang akhirnya akan menimbulkan gejala seperti lemas, penurunan

kemampuan dalam berkegiatan, penurunan kesadaran dan fungsi imun, dan

penurunan kualitas hidup. Anemia juga berhubungan dengan munculnya penyakit

kardiovaskular, kejadian baru dari gagal jantung ataupun perburukan dari penyakit

gagal jantung, hingga peningkatan kematian yang disebabkan oleh sistem

kardiovaskular.2

Manifestasi klinis uremia lainnya yang dapat muncul pada derajat akhir dari

CKD, utamanya pada pasien yang tidak menjalani proses dialisa dengan adekuat,

diuraikan sebagai berikut: 10

- Perikarditis, yang didapatkan oleh karena komplikasi dari tamponade jantung,

yang dapat menyebabkan kematian.

- Ensepalopati yang dapat menyebabkan koma hingga kematian

- Neuropati perifer

- Restless Leg Syndrome

- Gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, diare

- Manifestasi pada kulit seperti kulit kering, pruritus, ekimosis

- Lemas, malnutrisi

- Disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorea

- Disfungsi platelet dengan peningkatan kemungkinan untuk perdarahan.

2.7 Diagnosis

Diagnosis pasti sering memerlukan biopsi ginjal yang meskipun sangat

jarang dilakukan karena dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, biopsi

ginjal dilakukan pada pasien tertentu yang diagnosis pastinya hanya dapat

Page 18: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

14

ditegakkan dengan biopsi ginjal atau jika diagnosis pasti tersebut akan merubah

baik pengobatan maupun prognosis. Pada sebagian pasien diagnosis ditegakkan

berdasarkan gambaran klinik yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari

evaluasi klinik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan

pencitraan ginjal.1

2.7.1 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien CKD meliputi:1

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi

traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus

Eritematosus Sistemik dan lain sebagainya.

2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, klorida).

2.7.2 Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium CKD meliputi:1

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk

memperkirakan fungsi ginjal.

3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.

4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast,

isostenuria.

2.7.3 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis CKD meliputi:1

1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

Page 19: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

15

2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh

toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi

5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.7.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan

ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive

tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui

etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah

diberikan. Kontra indikasi biopsi ginjal pada keadaan dimana ukuran ginjal sudah

mengecil (cintracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CKD meliputi1:

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Page 20: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

16

Perencanaan tatalaksana (action plan) CKD sesuai dengan derajatnya dapat dilihat

pada tabel berikut.1

Tabel 4. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai dengan Derajatnya1

Derajat LFG(mL/menit/1,73 m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progression) fungsi

ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular

2

60-89

Menghambat pemburukan (progression)

fungsi ginjal

3

30-59

Evaluasi dan terapi komplikasi

4

15-29

Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5

< 15

Dialisis atau terapi pengganti ginjal

2.8.1 Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada

ukuran ginjal yang masih normal secara USG, biopsy, dan pemeriksaan

histopatologi ginjal dapat menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.

Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap

penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.1,2

2.8.2 Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali mengikuti kecepatan penurunan LFG pada pasien CKD. Hal

ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.

Faktor komorbid tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi

yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan

radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1,2

Page 21: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

17

2.8.3 Memperlambat Perburukan (Progression) Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah hiperfiltrasi

glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:1

2.8.3.1 Restriksi Protein.

Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG< 60 ml/mnt, sedangkan

diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Pada

penderita CKD konsumsi protein yang direkomendasikan adalah 0,8 gr/kgBB/hari

(50% protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi) dengan kalori 30-35

kkal/kgBB/hari. Sebab kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah

menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang terutama diekskresikan melalui

ginjal. Oleh karena itu, diet tinggi protein pada pasien CKD akan mengakibatkan

penimbunan substansi nitrogen dan ion anoganik lain dan mengakibatkan gangguan

klinis dan metabolik yang disebut uremia. Selain itu, asupan protein berlebih akan

mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah

dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan perburukan fungsi ginjal.

Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,

karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Dibutuhkan

pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Jika terjadi malnutrisi,

jumlah asupan protein dan kalori dapat ditingkatkan.1

Pada pasien dengan terapi hemodialisis (HD), untuk mempertahankan

keadaan klinik stabil, protein yang dianjurkan adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena pada

pasien HD kronik sering mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HD kronik

disebabkan oleh intake protein yang tidak adekuat, proses inflamasi kronik dalam

proses dialisis, dialysis reuse, adanya penyakit komorbid, gangguan

gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialisis yang tidak adekuat, overhidrasi

interdialitik.1

2.8.3.2 Terapi Farmakologis

Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil

risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan kerusakan

nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di

Page 22: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

18

samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria.

Proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya perburukan fungsi ginjal. Beberapa

obat antihipertensi terutama penghambat enzim yang merubah angiotensin (ACE

inhibitor) melalui berbagai studi dapat memperlambat proses perburukan fungsi

ginjal lewat mekanismenya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.1

2.8.3.3 Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan

elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

CKD secara keseluruhan.1

a. Diabetes Mellitus

Pada pasien DM, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan

obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk pasien

diabetes mellitus adalah 7% untuk mencegah atau memperlambat komplikasi

mikrovaksular. Tidak direkomendasikan untuk target HbA1c <7% pada pasien

dengan risiko hiperglikemia.2

b. Hipertensi

Pasien dengan diabetes maupun non-diabetes dengan CKD dan albumin

excretion rate (AER) <30 mg/24 jam dengan tekanan darah sistolik >140 mm Hg

dan diastolik >90 mm Hg direkomendasikan untuk target tekanan darah adalah

<140/90mmHg. Pada pasien dengan albumin excretion rate >30mg/24 jam dengan

tekanan darah >130/80mmHg direkomendasikan untuk menurunkan tekanan darah

dengan target ≤130/80mmHg. Penghambat perubahan enzim angiotensin

(Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor) atau antagonis reseptor

Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan

kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.2

Penghambat kalsium, diuretic, beberapa obat antihipertensi, terutama

penghambat enzim converting angotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin reseptor

bloker melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses perburukan

fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan

Page 23: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

19

antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi efek samping terhadap obat-

obat tersebut dapat diberikan calcium channel bloker, seperti verapamil dan

diltiazem.1

c. Dislipidemia

Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan

statin.1

d. Anemia

Koreksi anemia dengan target Hb 11-12 g/dl. Anemia pada CKD terutama

disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam

terjadinya anemia, yaitu defisiensi asam besi, kehilangan darah (perdarahan saluran

cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensi

asam folat, penekanan pada sumsum tulang, proses inflamasi akut maupun kronik.

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kada Hb ≤ 10 g/dL atau Hct ≤ 30%, meliputi

evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,

kemungkinan adanya hemolisis. Pemberian transfusi pada CKD harus dilakukan

secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat.

Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan

cairan tubuh, hiperkalemia, dan pemburukan fungsi ginjal.1

e. Hiperfosfatenemia

Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien CKD secara

umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam, karena fosfat sebagian

besar terkandung dalam daging dan produk hewan, seperti susu dan telor. Asupan

fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak

dianjurkan, untuk mencegah terjadinya malnutrisi. Pemberian pengikat fosfat dapat

pula diberikan pada pasien CKD dengan hiperfosfatemia. Pengikat fosfat yang

banyak dipakai, adalah garam kalium, aluminium hidroksida, garam magnesium.

Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorbs fosfat yang

berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat

(CaCO3) dan kalsium asetat. Pemberian bahan kalsium mimetic (calcium mimetic

agent). Akhir-akhir ini dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat

reseptor Ca pada kalenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat

ini disebut juga calcium mimetic agent.1

Page 24: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

20

f. Kelebihan Cairan

Pembatasan cairan dan elektrolit bertujuan mencegah terjadinya edema dan

komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang

dengan air yang keluar dengan asumsi bahwa air keluar melalui insensible water

loss antara 500- 800 ml/hari, maka air yang dianjurkan masuk 500-800 ml ditambah

jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi adalah Na dan K sebab hiperkalemia

dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal dan hipernatremia dapat

mengakibatkan hipertensi dan edema. Oleh karena itu pemberian obat-obatan yang

mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium seperti sayur dan buah harus

dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3.5-5.5 mEq/lt .1

g. Keseimbangan Asam Basa

Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada CKD adalah hyperkalemia

dan asidosis. Hiperkalemia dapat tetap asimptomatis walaupun telah mengancam

jiwa. Perubahan gambaran EKG kadang baru terlihat setelah hyperkalemia

membahayakan jiwa. Pencegahan meliputi:1

- Diet rendah kalium, menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran

rendah kalium;

- Menghindari pemakaian diuretika K-sparring.

Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya, yaitu:1,2

- Gluconas calcicus IV (10 - 20 ml 10% Ca gluconate)

- Glukosa IV (25-50 ml glukosa 50%)

- Insulin-dextrose IV dengan dosis 2-4 unit aktrapid tiap 10 gram glukosa

- Natrium bikarbonat IV (25-100 ml 8,4% NaHCO3)

h. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, air hunger dan drowsiness.

Pengobatan intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada asidosis berat,

sedangkan jika tidak gawat dapat diberikan secara peroral.5

Page 25: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

21

2.8.4 Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

2.8.4.1 Anemia

Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien CKD adalah penurunan

produksi eritropoetin oleh ginjal. Disamping itu faktor non renal yang juga ikut

berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup sel darah merah yang

pendek pada CKD dan faktor yang berpotensi menurunkan fungsi sumsum tulang

seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat dan toksisitas aluminium. Selain itu

adanya perdarahan saluran cerna tersembunyi dan malnutrisi dapat menambah

beratnya keadaan anemia.1

Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan status

besi harus diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.

Tujuan pemberian EPO adalah untuk mengoreksi anemia renal sampai target Hb =

10g/dL. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL. Pemberian

transfusi darah pada pasien CKD harus hati-hati dan hanya diberikan pada keadaan

khusus yaitu:1

- Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik

- Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO

- Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik

Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram dengan EPO ataupun

yang telah mendapat EPO namun respon tidak adekuat, diberi preparat besi

intravena.1

2.8.4.2 Osteodistrofi Renal

Merupakan istilah yang menggambarkan secara umum semua kelainan

tulang akibat gangguan metabolisme Ca karena terjadinya penurunan fungsi ginjal.

Penatalaksanaannya dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan

pemberian hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan asupan

fosfat 600-800mg/hari, pemberian pengikat fosfat seperti kalsium karbonat

(CaCO3) dan kalsium asetat serta pemberian bahan kalsium mimetik yang dapat

menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid dengan nama sevelamer

Page 26: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

22

hidroklorida. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga berperan

dalam mengatasi hiperfosfatemia.1,6

Pemberian kalsitriol dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal

dan kadar hormon PTH > 2,5 kali normal karena pemakaian kalsitriol pada kadar

fosfat darah yang tinggi dapat menyebabkan terbentuk garam fosfat yang

mengendap di jaringan lunak dan dinding pembuluh darah (kalsifikasi

metastatik).1,6

Selain itu pemberian kalsitriol juga dapat mengakibatkan penekanan

berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.1,6

2.8.5 Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi Ginjal

Dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt.

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi

ginjal.5

Pembuatan akses vaskular sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens

kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskular jika klirens

kreatinin telah dibawah 20 ml/menit. 5

Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat

toksis lainnya melalui mebran semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan

cairan dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis) yang sengaja dibuat dalam

dialiser. Di dalam mesin dialiser darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses

difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat, lalu dialirkan kembali dalam tubuh. Proses

hemodialisa dilakukan 1-3 kali seminggi dirumah sakit dan setiap kalinya

membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam. Tujuan dilakukannya hemodialisis adalah

membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat,

membuang kelebihan air, mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer

tubuh, mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh, memperbaiki

status kesehatan penderita.2

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency

atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis

dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi,

Page 27: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

23

oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam),

hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I),

asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL),

ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum,

disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut

(alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.11

Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan

berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis,

dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15

ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika

dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala

uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau

hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan

cairan, 5) komplikasi metabolik yang refrakter. 11

Tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat,

namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani

hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani

hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun

dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi

intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis regular,

namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat.

Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension.

Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis

berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram

otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan

menggigil. Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit

jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,

Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,

infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease. 11

Page 28: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

24

2.8.6 Terapi nutrisi pada Pasien Chronic Kidney Disease

Seperti telah dibahas pada CKD dikelompokkan menurut stadium, yaitu

stadium I, II, III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal

yang berat tetapi belum menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre

dialisis. Umumnya pasien diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan

medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara

perlahan akan masuk ke stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih

banyak dialami pasien dengan CKD.12

Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang

kurang sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. Untuk mencegah

penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring dan

evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya

pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta

petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien

optimal. Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi

agar mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga

keseimbangn cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup

yang cukup baik.12

Terapi Nutrisi pada Pasien CKD:12

1. Pengaturan asupan protein : 0,8 mg/kgBB (pasien non hemodialisis), 1,2

mg/kgBB (pasien hemodialisis).

2. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

5. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

6. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

7. Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

8. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

9. Besi: 10-18mg/hari

10. Magnesium: 200-300 mg/hari

Page 29: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

25

11. Asam folat pasien HD: 5mg

12. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

2.9 Prognosis

Pasien dengan CKD secara keseluruhan memiliki kemungkinan untuk

mengalami kerusakan yang progresif dari fungsi ginjal, dan menjadi faktor risiko

untuk menjadi derajat akhir dari penyakit ginjal. Tingkat progresifitas tersebut

bergantung pada umur, penyebab dasar, dan kesuksesan implementasi pada

pencegahan sekunder dan individu dari pasien itu sendiri. Pengobatan yang

dilakukan pada CKD pada umumnya adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi

akibat uremia yang dapat menyebabkan morbiditas dan kematian. 6,10

Secara garis besar prognosis dari CKD yang tidak ditangani adalah buruk.

Mortality rate untuk pasien yang menjalani dialisis adalah sebesar 20%. Apalagi

jika disertai dengan gangguan kardiovaskular, mortality rate dapat meningkat 30%.

Prediksi prognosis dapat dilihat melalui beberapa parameter seperti penyebab CKD,

kategori LFG, kategori albuminuria dan faktor resiko serta komplikasi yang sudah

terjadi.2

Prognosis berdasarkan LFG dan kategori albuminurianya sebagai berikut.

Pasien dengan CKD lebih banyak akan meninggal dengan komplikasi

penyakit kardiovaskuler, infeksi, atau jika dialisis tidak tersedia maka akan terjadi

sindrom uremia yang progresif (hiperkalemia, asidosis, malnutrisi, perubahan

Page 30: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

26

fungsi mental). Diantara pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal, penyakit

kardiovaskuler merupakan penyebab mortalitas tersering kira-kira 40% dari

populasi. Volume ekstraseluler yang overload dan hipertensi diketahui sebagai

faktor prediktor terjadinya hipertropi ventrikular kiri dan peningkatan risiko

mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler di populasi. Setelah disesuaikan dengan

umur, ras, jenis kelamin, dan etnik, dan keberadaan diabetes, risiko penyakit

kardiovaskuler tetap menjadi penyebab kematian tertinggi terutama pada pasien

muda.2

Page 31: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

BAB III LAPORAN

KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : SW

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 56 tahun

Alamat : Jalan Pemogan Gang Soka Nomor 7, Denpasar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku/ Bangsa : Indonesia

No. Rekam Medis : 19039956

Tanggal Kunjungan : 12 September 2019

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah Denpasar diantar oleh

keluarganya dengan keluhan sesak, keluhan sesak pertama kali dirasakan

sejak 2 minggu yang lalu dan memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Rasa sesak dikatakan terasa di bagian dada, rasa sesak dikatakan terasa berat

dan rasa sesak terasa seperti tertimpa benda yang berat. Rasa sesak

dikatakan bertambah buruk pada saat malam hari ketika pasien ingin tidur

saat posisi rebahan dan sesak dikatakan bertambah baik saat pasien berubah

posisi menjadi duduk, sehingga pasien sulit untuk tidur di malam hari.

Awalnya rasa sesak dikatakan membaik dengan istirahat, namun semakin

hari rasa sesak semakin memberat dan tidak hilang dengan beristirahat.

27

Page 32: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

28

Pasien juga megeluh bengkak pada kedua kaki pasien, bengkak

dikatakan terasa mulai 2 minggu yang lalu. Bengkak dikatakan awalnya

tidak terlalu besar, namun bengkak semakin hari semakin membesar.

Bengkak dikatakan mengganggu aktivitas pasien, pasien hanya nyaman

dengan posisi tidur. Bengkak tidak disertai rasa nyeri. Pasien juga

mengeluhkan kedua telapak kaki dikatakan terasa kebas, sering kesemutan

dan tidak terasa nyeri. Dikatakan tidak ada faktor yang memperburuk atau

memperingan untuk keluhan bengkak di kaki.

Pasien juga mengeluhkan rasa mual dan muntah, keluhan mual dan

muntah sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mual dirasakan di bagian perut,

keluhan mual dirasakan berat. Muntah dikatakan sehari 2 kali, dengan

volume setiap muntah 15 cc, muntah dikatakan berisi air dan tidak disertai

dengan darah. Dikatakan keluhan mual membaik bila pasien makan buah

atau agar-agar. Sehingga pasien mengalami penurunan nafsu makan dan

penurunan berat badan.

BAB pasien dikatakan normal. BAK pasien dikatakan sedikit-

sedikit sejak 1 bulan terakhir, volume kencing 600cc dalam 1 hari.

Keluhan lain seperti batuk-batuk, demam, nyeri pada pinggang, penurunan

kesadaran disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Pasien sebelumnya memiliki riwayat penyakit jantung pada tahun

2014 dan pasien mengatakan penyakit jantungnya sudah sembuh pada tahun

2015. Pasien telah terdiagnosis dengan DM sejak 2014 dan hipertensi sejak

tahun 2016. Untuk pengobatan DM, pasien meminum obat untuk

mengontrol gula darahnya dan untuk hipertensi pasien meminum obat

antihipertensi, dikatakan pasien rutin minum obat DM, namun untuk obat

antihipertensi pasien tidak rutin meminum obat yang di resepkan oleh

dokter. Untuk keluhan sesak yang dialami saat ini, merupakan keluhan

pertama kali yang dialami oleh pasien, untuk keluhan sesak yang dirasakan,

pasien sudah sempat ke RS Balimed dan dikatakan mendapatkan terapi

Page 33: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

29

berupa pemberian uap, namun keluhan sesak dikatakan tidak membaik

sehingga pasien dirujuk ke RSUP Sanglah untuk observasi lebih lanjut

dikarenakan kamar di RS Balimed saat itu penuh

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan

serupa. Riwayat penyakit hipertensi dimiliki oleh ibu pasien, sedangkan

penyakit diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit hati disangkal dalam

keluarga.

Riwayat Pribadi, Sosial dan Lingkungan

Saat ini pasien tinggal bersama dengan suami, anak, menantu, dan

cucunya. Pasien memiliki 2 anak perempuan. Aktivitas pasien biasanya

mengurus rumah dan bermain bersama cucu-cucunya di rumah. Sejak sakit,

sehari-hari pasien di urus oleh keluarganya dikarenakan sejak pulang dari

rumah sakit bulan September 2019, pasien sudah tidak bisa melakukan

aktivitas sendiri. Pasien hanya berbaring di kasur karena merasa lemas dan

sesekali duduk di ruang tamu maupun di teras depan rumahnya. Pasien

tinggal dirumah permanen dengan ventilasi yang cukup bagus. Pasien

sebelum sakit memiliki kebiasaan meminum-minuman yang manis dan

bersoda, dikatakan pasien dalam 1 harinya harus dapat minum yang manis

sebanyak 2-3 botol minuman bersoda, dan dikatakan pasien jarang

berolahraga. Namun semenjak pasien telah terdiagnosis penyakit diabetes

melitus, pasien sudah tidak pernah meminum-minuman yang manis.

Riwayat alkohol disangkal oleh pasien. Saat ini pasien masih dapat

berkomunikasi dengan baik, penglihatan dan pendengarannya masih baik.

3.3. Pemeriksaan fisik (12 September 2019)

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Page 34: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

30

Laju nadi : 80 kali/menit, reguler, isi cukup

(Riwayat 95 kali/menit saat di IGD)

Laju napas : 20 kali/menit, (Riwayat 26x/menit saat di IGD)

Saturasi oksigen : 98% udara ruangan

Suhu aksila : 36,3°C

Skala nyeri VAS : 0/10

Berat badan : 39 kg

Estimasi tinggi badan : 150 cm

Indeks Massa Tubuh : 17,33 kg/m2

Status General

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek pupil

+/+ 2/2mm isokor, Edema palpebra -/-

Telinga : Daun telinga N/N, Sekret (-), Pendengaran normal

Hidung : Napas cuping hidung (-), Epistaksis (-)

Mulut : Sianosis (-)

Leher : JVP PR+0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah

bening (-)

Thoraks

Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas kanan jantung: parasternal line dekstra

Batas kiri jantung: anterior axillary line sinistra ICS

VI

Batas atas jantung: setinggi ICS II

Batas bawah jantung: setinggi ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo

Inspeksi : Asimetris saat statis dan dinamis, retraksi (-/-)

Palpasi : vokal fremitus normal

Page 35: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

31

,

,

Perkusi : sonor | sonor

sonor | sonor

sonor | sonor

Riwayat redup di basal paru bilateral

Auskultasi : vesikuler ronki wheezing

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani (+), nyeri ketok CVA (-)

Extremitas : akral hangat + | + , edema - | - , CRT < 2 detik

+ | + - | -

Kulit : sianosis (-), turgor kembali cepat

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah Lengkap (02 September 2019)

Parameter

Hasil

Unit

Nilai Rujukan

Keterangan

WBC 9.22 103/μL 4,1 – 11,0

NE% 82.87 % 47 – 80 Tinggi

LY% 10.46 % 13 – 40 Rendah

MO% 5.11 % 2,0 – 11,0

EO% 0.96 % 0,0 – 5,0

BA% 0.59 % 0,0 – 2,0

NE# 7.64 103/μL 2.50 – 7.50 Tinggi

LY# 0.97 103/μL 1.00 – 4.00 Rendah

MO# 0.47 103/μL 0.10 – 1.20

EO# 0.09 103/μL 0.00 – 0.50

BA# 0.05 103/μL 0.0 – 0.1

Page 36: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

32

RBC 2.81 106/μL 4,5 – 5,9 Rendah

HGB 7.65 g/dl 13,5 – 17,5 Rendah

HCT 26.16 % 41,0 – 53,0 Rendah

MCV 93.16 Fl 80,0 – 100,0

MCH 27.25 Pg 26,0 – 34,0

MCHC 29.25 g/dl 31,0 – 36,0

RDW 14.22 % 11.66 – 14.8

PLT 241.00 103/ul 150 – 440

MPV 7.68 fL 6.80 – 10.0

b. Kimia Darah, Analisis Gas Darah dan Elektrolit

Parameter Hasil

02/09/19

Hasil

04/09/19

Satuan Nilai Rujukan Keterangan

SGOT 22.1 - U/L 11,00 – 33,00

SGPT 34.10 - U/L 11,00 – 50,00

BS Acak 167 - mg/dL 70 - 140

BUN 66.40 40.00 mg/dL 8.00 – 23.00 Tinggi

Kreatinin 5.89 3.90 mg/dL 0.70 – 1.20 Tinggi

e- LFG 7.24 >= 90 Rendah

pH 7.23 - 7,35 – 7,45 Rendah

pCO2 39.3 - mmHg 35,00 – 45,00

pO2 42.90 - mmHg 80,00 – 100,00 Rendah

HCO3- 16.10 - mmol/L 22,00 – 26,00 Rendah

SO2C 70.2 - % 95% - 100%

TCO2 17.30 - mmol/L 24,00 – 30,00 Rendah

Kalium 5.11 - mmol/L 3.50 – 5.10 Tinggi

Page 37: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

33

Gault sebagai berikut:

Natrium 140 - mmol/L 136 - 145

Klorida 115 - mmol/L 96 - 108 Tinggi

LFG (4 September 2019) yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan (kg)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

(140 − 56) 39 = 72 3.90

= 11,6

c. EKG (02 September 2019)

d. Foto Thorax PA (02 September 2019)

Hasil :

Cor : Kesan membesar, CTR 68%, kalsifikasi aortic knob (+), pinggang

jantung mendatar

Page 38: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

34

Pulmo : tampak infiltrate pada parahilar dan paracardial kanan kiri.

Coracan bronchovaskular normal. Cehpalisasi (+)

Tampak perselubungan homogen pada basal hemithorax kanan

yang disertai pelebaran pleural space kanan kiri

Sinus pleura kanan tertutup perselubungan

Diaphragma kanan tertutup perselubungan

Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Kesan:

Cardiomegaly dengan aortosklerosis (ASHD)

Kongestif pulmonum

Pleuropneumonia kanan kiri

3.5. DIAGNOSIS

a. ACKD et causa pre renal on CKD et causa suspect DKD

Anemia sedang NN

Edema paru

Asidosis Metabolik

Hiperkalemia

b. ADHF Profile B et causa HHD

Hipertensi

c. Diabetes Mellitus Tipe 2

3.6. TATALAKSANA

IVFD NS 8 tpm

O2 Nasal Canule 2 lpm

Diet CKD 2000 kkal + 48 gr protein/hari

Drip Furosemid

Page 39: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

35

Inisiasi HD

Tranfusi PRC on HD

Amlodipin 10 mg tiap 24 jam

Valsartan 160 mg tiap 24 jam

Novorapid 4 unit tiap 8 jam

Omeprazole 40 mg IV tiap 12 jam

Domperidon 10 mg tiap 8 jam oral

Novorapid 3 x 4 unit

Monitoring

Keluhan

Tanda Vital

3.7. PROGNOSIS

a. Ad vitam : dubious ad bonam

b. Ad functionam : dubious ad bonam

c. Ad sanationam : dubious ad bonam

3.8. KIE

a. Memberikan informasi tentang penyakit dan kondisi pasien pada

pasien dan keluarganya secara lengkap.

b. Memberikan edukasi tentang obat yang diminum kepada pasien dan

keluarga pasien.

c. Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga higienitas pasien dan

lingkungan rumah.

d. Mengedukasi keluarga untuk terus memberi semangat dan kasih

sayang kepada pasien sehingga terus berjuang menghadapi

penyakitnya.

e. Mengingatkan pasien untuk senantiasa berdoa untuk menjaga

kesehatan pikiran dan memberi motivasi pada pasien untuk

menghadapi penyakitnya dengan ikhlas.

Page 40: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

BAB IV

KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1. ALUR KUNJUNGAN LAPANGAN

Kunjungan ke rumah pasien dilakukan pada hari Jumat, 12 September

2019 pukul 17.00 ke tempat tinggal pasien yang berada di Jalan Pemogan Gang

Soka Nomor 7, Denpasar. Pasien beserta keluarganya menyambut dengan baik.

Prinsip-prinsip umum pengelolaan CKD tidak hanya terbatas pada

terapi farmakologis, namun juga melalui terapi non-farmakologis yaitu

pendekatan bio-psiko-sosial. Oleh sebab itu, tujuan dilakukannya kunjungan

lapangan adalah untuk mengidentifikasi masalah, mengamati kondisi pasien

dengan datang langsung ke lapangan, menemukan permasalahan yang ada, dan

mencari penyelesaiannya. Selain itu, kunjungan lapangan ini juga bermaksud

untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang dialami pasien, mencegah

faktor yang menyebabkan pemburukan kondisi, serta memotivasi keluarga

untuk mendampingi pasien selama perjalanan penyakitnya. Adapun intervensi

yang dilakukan:

1. Edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dan

keluarga mengenai CKD.

2. Menyadarkan pasien beserta keluarganya akan pentingnya menjaga

kesehatan dengan memenuhi kebutuhan nutrisi serta beraktivitas yang baik

sesuai dengan kondisi masing masing.

4.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Selama melakukan kunjungan ke rumah pasien, kami dapatkan

sejumlah permasalahan di beberapa bidang yang masih menjadi kendala pasien

dalam menghadapi penyakitnya:

1. Ekonomi

Pasien dikatakan menggunakan BPJS KIS. Dikatakan juga anak-

anak pasien turut membantu biaya pengobatan pasien. Anak dan menantu

pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Sehari-hari kebutuhan pasien

ditanggung oleh anak pasien dikarenakan pasien sudah tidak bekerja lagi.

36

Page 41: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

37

Anak pasien mengatakan tidak ada masalah ekonomi dalam proses

pengobatan pasien.

2. Lingkungan

Pasien tinggal di rumah berukuran 2 are dengan 6 orang anggota

keluarga lainnya yang terdiri dari suami, anak, menantu, dan dua cucunya.

Kebersihan rumah secara umum cukup, namun masih terdapat benda-

benda yang berserakan dan berdebu. Keluarga pasien mengatakan

biasanya hanya membersihkan rumah dengan mengepel dan menyapu

saja. Di kamar pasien ditemukan tumpukan baju, menurut anak pasien,

baju tersebut baju yang belum disetrika. Luas kamar pasien adalah 4 m x

4 m. Sumber air yang digunakan adalah PDAM, namun untuk minum

keluarga menggunakan galon isi ulang yang dibeli di warung dekat rumah.

3. Akses ke Layanan Kesehatan

Pasien kontrol dan berobat rutin ke RSUP Sanglah. Jarak rumah

pasien dengan RSUP Sanglah adalah 5 km. Pasien biasanya diantar oleh

keluarga untuk periksa ke dokter bila ada keluhan baru maupun untuk

hemodialisis yang dilakukan 2 kali seminggu setiap Hari Rabu dan Sabtu

yang berlangsung selama 4-5 jam.

4. Aktivitas Fisik

Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien sehari-hari biasa

melakukan pekerjaan rumah tangga yang dibantu oleh anaknya. Pasien

tidak lagi aktif bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari. Sejak 1 bulan

lalu pasien mengatakan sangat mudah lelah dan hanya bisa duduk dan

berbaring di kasur. Untuk berjalan, pasien perlu bantuan oleh keluarganya

dikarenakan lemas yang dirasakan pasien. Pasien rajin duduk di teras

rumah agar mendapat matahari pada pagi dan sore hari. Menantu dan anak

pasien bergiliran untuk menemani pasien dalam merawat pasien. Untuk

BAB, BAK, dan mandi pasien masih bisa sendiri hanya terkadang perlu

ditemani. Kondisinya secara umum membaik, gejala yang muncul

sebagian besar menghilang, namun lama kelamaan pasien dikatakan

keluarga semakin lemas. Keluhan utama pasien saat ini adalah mual dan

penurunan nafsu makan.

Page 42: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

38

5. Nutrisi

Status gizi pasien termasuk dalam kategori gizi kurang,

digambarkan dengan indeks masa tubuh pasien yaitu 17,33 kg/m2. Pasien

mengalami penurunan nafsu makan yang dirasakan sejak dirawat di

rumah sakit pada bulan September. Menu makanan pasien sehari-hari

adalah makanan yang dimasak oleh anak pasien setiap harinya. Menu

makanan pasien tersering adalah nasi dengan tahu tempe rebus dan sayur

bening. Terkadang pasien makan bubur jika pasien merasakan mual.

Pasien hanya minum sedikit sesuai anjuran dokter mengingat pasien

memiliki penyakit ginjal kronis.

6. Kepatuhan Pengobatan

Saat ini pasien rutin dalam menjalani hemodialisis dan kontrol

berkala ke rumah sakit ditemani oleh keluarga pasien. Anak dan menantu

pasien selalu mengingatkan dan memperhatikan pasien untuk

mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter.

7. Spriritual

Anak pasien mengatakan bahwa pasien masih sangat rajin untuk

beribadah. Anak pasien mengatakan bahwa semenjak pasien sakit,

pendekatan pasien kepada Tuhan justru semakin rajin. Pasien dikatakan

tidak pernah meninggalkan waktu untuk sholat.

8. Sosial/Psikologis

Pasien cukup merasa terbebani dengan penyakit yang diderita oleh

pasien saat ini. Anak pasien mengatakan bahwa sebelum sakit, pasien aktif

dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengerjakan pekerjaan

rumah tangga dan mengajak cucu-cucunya untuk bermain, namun

semenjak sakit pasien sudah tidak pernah melakukan aktivitas yang

dilakukan seperti sebelumnya. Sebelum sakit, pasien dikatakan seseorang

yang tertutup dan tidak mau mengatakan apa keluhan yang dialami oleh

pasien. Pasien juga dikenal sebagai sosok yang tidak ingin merepotkan

orang lain. Pasien memiliki suami yang dikatakan kurang memperhatikan

kondisi kesehatan pasien. Suami pasien dikatakan sering marah-marah

ketika pasien mengeluhkan penyakitnya. Suami pasien dikatakan tidak

Page 43: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

39

memberikan dukungan penuh terkait dengan kondisi pasien saat ini.

Hanya anak dan menantu pasien yang senantiasa mengantarkan pasien

kontrol kesehatan dan membantu berbagai kegiatan sehari-hari pasien

seperti membantu berjalan saat ingin BAK, BAB, dan mandi.

4.3. ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN

a. Kebutuhan Fisik-Biomedik

1. Kecukupan Gizi

Sehari-hari makanan pasien disiapkan oleh anak pasien. Anak

pasien senantiasa menanyakan kepada pasien sehari sebelumnya untuk

dimasakkan apa pada keesokan harinya. Anak pasien selalu

memasakkan makanan sesuai yang diinginkan pasien, namun tetap

memperhatikan apa yang menjadi pantangan pasien berkaitan dengan

penyakit ginjal yang dialami pasien. Menu paling sering yang pasien

makan adalah nasi dengan tahu tempe rebus dan sayur bening, sesekali

pasien makan daging ayam rebus sebagai lauk makan. Jika pasien mual,

nasi digantikan dengan bubur. Semua makanan yang disajikan untuk

pasien tanpa garam. Pasien juga terkadang diberikan buah-buahan yang

paling sering adalah buah pepaya. Makanan yang sehari-hari pasien

dapat masih belum mencukupi kebutuhan nutrisi yang seharusnya

didapatkan. Pasien memerlukan lebih banyak asupan kalori dalam

makanan, namun tetap mengurangi diet yang banyak mengandung

kolesterol, lemak jenuh, gula, dan garam.

Akhir-akhir ini pasien mengalami penurunan nafsu makan.

Pasien mengatakan sudah sangat bosan dengan menu makan yang itu-

itu saja. Pasien juga mengatakan sangat jenuh dengan semua pantangan

yang harus dia jalani karena sakitnya. Dari hal tersebut dapat kami lihat

bahwa pasien memerlukan semangat dari keluarga dan orang sekitar

agar pasien tetap kuat dan disiplin dengan semua anjuran dokter

terutama untuk masalah asupan nutrisi sehari-hari pasien.

Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien:

a. Berat badan ideal = (TB cm – 100) x 90%

Page 44: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

40

= (150 – 100) x 90%

= 50 x 0,9

= 45 kg

b. Jumlah kebutuhan kalori per hari = 35 kal x kgBB ideal

= 35 kal x 45 kg

= 1.575 kal/hari

c. Jumlah kebutuhan protein per hari = 1,2 mg x kgBB

= 1,2 mg x 39 kg

= 46,8 mg/hari

2. Kegiatan Fisik

Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien sehari-hari biasa

melakukan pekerjaan rumah tangga yang dibantu oleh anaknya. Pasien

tidak lagi aktif bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari. Sejak 1

bulan lalu pasien mengatakan sangat mudah lelah dan hanya bisa duduk

dan berbaring di kasur. Untuk berjalan, pasien perlu bantuan oleh

keluarganya dikarenakan lemas yang dirasakan pasien. Sehingga

sehari-hari pasien hanya menghabiskan sebagian besar waktunya di

dalam rumah. Pasien lebih banyak ada di dalam kamar. Pasien hanya

keluar saat ingin makan dan sesekali untuk menonton TV jika pasien

sudah bosan di dalam kamar. Saat ini pasien disarankan untuk lebih

sering beraktivitas ringan diluar rumah seperti jalan-jalan jika tidak ada

keluhan, guna mencegah hilangnya massa otot, mengkompensasi

pengeroposan tulang, dan menjaga kekuatan tulang. Namun tetap untuk

tidak memaksakan diri agar terhindar dari kelelahan, risiko jatuh, dan

perburukan kondisi berkaitan dengan sakitnya.

3. Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan.

Tempat pelayanan kesehatan terdekat dari rumah pasien adalah

Klinik Mitra Usada. Jarak klinik dari rumah pasien kurang lebih 2,3 km.

Namun pasien lebih sering datang kontrol ke RSUP Sanglah yang telah

merawat pasien sejak awal berkaitan dengan sakit ginjal yang di alami

pasien. Pasien mengatakan rutin kontol ke RSUP Sanglah dan juga

secara rutin melakukan hemodialisis. Jarak rumah pasien dengan RSUP

Page 45: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

41

Sanglah kurang lebih 5 km dengan jarak tempuh menggunakan mobil

selama 20 menit.

4. Lingkungan

Pasien tinggal di sebuah rumah yang beralamat di Jalan

Pemogan Gang Soka Nomor 7, Denpasar dengan luas rumah 2 are.

Pasien tinggal dengan 6 orang anggota keluarga lainnya yang terdiri

dari suami, anak, menantu, dan 2 cucunya. Dalam satu rumah tersebut

terdapat 1 buah bangunan. Di bangunan tersebut terdapat 2 kamar tidur,

yaitu kamar tidur anak dan menantunya serta 2 cucunya, dan kamar

pasien. Dua kamar tidur tersebut berukuran 4 m x 4 m. Setiap kamar

terdapat 1 pintu masuk dengan jendela. Keadaan di dalam kamar

pasien, terdapat satu buah kasur yang cukup rapi, satu buah lemari

dengan banyak perlengkapan dan pakaian yang terlihat kurang tertata

rapi. Seprai yang digunakan biasa diganti dan dicuci 2 minggu sekali.

Dalam ruang tamu terdapat satu buah meja, televisi dan 2 sofa. Diatas

meja terdapat beberapa barang-barang yang berserakan dan berdebu.

Dapur pasien berisikan tempat menaruh peralatan dapur, wastafel serta

kompor gas. Dapur terkesan cukup bersih dan cukup rapi. Kamar

mandi terletak di masing – masing kamar tidur. Kamar mandi

menggunakan kloset duduk dan satu bak air. Secara umum kamar

mandi terkesan cukup bersih.

Lantai seluruh bangunan di rumah pasien terbuat dari keramik,

tembok terbuat dari bata dan dilapisi cat, dan atap berbahan genteng.

Ventilasi dan sirkulasi udara di dalam rumah pasien sudah cukup baik

dapat terlihat dari adanya lubang udara di bagian atas tembok rumah

pasien, selain itu pada siang hari hampir semua pintu dalam rumah

dibuka agar cukup aliran udara dan cahaya matahari. Rumah pasien

berada didalam komplek yang jauh dari jalan raya sehingga kesan

lingkungan rumah tenang dengan udara yang bersih.

Saat ini, pasien menggunakan sumber air dari PDAM untuk

mandi, mencuci baju, namun untuk keperluan memasak dan minum

pasien menggunakan air minum dalam galon yang dijual di pasaran.

Page 46: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

42

Warga di sekitar rumah cukup ramah. Pasien jarang berhubungan

dengan tetangga karena sakit dan tidak asli dari daerah tersebut.

b. Kebutuhan Bio-Psikosial

1. Lingkungan Biologis

Kondisi rumah pasien dari segi kerapian, kebersihan, dan

kecukupan ventilasi sudah sangat layak ditempati. Keluarga pasien

yang terdiri dari suami, anak, menantu, dan 2 cucu memiliki hubungan

yang cukup dekat. Hanya saja suami pasien kurang memperhatikan

kondisi kesehatan pasien. Selama ini yang memperhatikan pasien

hanyalah anak dan menantu pasien. Suami pasien dikatakan sering

marah-marah ketika pasien mengeluhkan penyakitnya. Suami pasien

dikatakan tidak memberikan dukungan penuh terkait dengan kondisi

pasien saat ini. Bila pasien kontrol kesehatan atau cuci darah ke rumah

sakit, suami pasien sangat jarang untuk mau mengantarkan pasien,

sehingga pasien lebih sering meminta tolong diantar oleh anak dan

menantu pasien saja. Pasien tinggal di kawasan pemukiman padat

penduduk. Hubungan pasien dengan tetangga baik, namun akhir-akhir

ini jarang berinteraksi karena sakit. Hubungan pasien dengan saudara-

saudaranya di kampung sudah lama tidak terjalin, akibat pasien yang

menetap di Bali dikarenakan sakit yang dialami pasien.

Di dalam lingkungan biologis, keluarga pasien yang terdiri dari

suami dan anak tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.

Pada saat kunjungan, pasien terlihat lemas namun masih bisa untuk

duduk di ruang tamu sembari menonton TV. Pasien sebelum sakit

memiliki kebiasaan meminum-minuman yang manis dan bersoda.

Pasien juga dikatakan waktu muda sering mengkonsumsi makanan

yang berlemak. Pasien juga sangat jarang melakukan olahraga. Pasien

juga memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 2014 dan hipertensi sejak

tahun 2016.

2. Spiritual

Anak pasien mengatakan bahwa pasien masih sangat rajin untuk

beribadah. Anak pasien mengatakan bahwa semenjak pasien sakit,

Page 47: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

43

pasien semakin sering beribadah untuk menenangkan dirinya. Pasien

dikatakan tidak pernah meninggalkan waktu untuk sholat. Pasien juga

mengatakan masih mampu melakukan ibadah puasa, namun dari pihak

keluarga tidak mengijinkan pasien untuk berpuasa penuh karna takut

akan mempengaruhi kesehatannya. Pendekatan spiritual sangatlah

penting untuk proses pengobatan, agar pasien dapat lebih mendekatkan

diri kepada Tuhan dan untuk lebih mudah mendapatkan ketenangan hati

dan pikiran sehingga proses pengobatan lebih mudah dijalani.

3. Faktor Psikososial

Pasien yang dalam kondisi sakit lama sangat membutuhkan

dukungan dan peran serta keluarga dalam membantu pasien untuk

menjalani terapi jangka panjang yang mungkin dalam perjalanannya

akan minimbulkan rasa bosan, jenuh, perasaan sia-sia, dan putus asa

dari dalam diri pasien. Saat ini pasien sangat beruntung memiliki anak

dan menantu yang sangat sabar dan setia dalam mendukung segala

bentuk pengobatan pasien baik dari kontrol kesehatan rutin hingga

hemodialisis rutin yang dilakukan 2 kali seminggu. Anak pasien sangat

memperhatikan perkembangan kondisi pasien dan mendukung pasien

dalam menjalani pengobatan, hal tersebut terlihat dari menantu dan

anak pasien yang selalu menyiapkan makanan untuk pasien,

memastikan pasien meminum obatnya, dan mengantarkan pasien untuk

ke rumah sakit untuk kontrol rutin dan hemodialisis. Keluarga pasien

sangat terbuka menerima kunjungan kami karena mereka mengerti

bahwa kunjungan ini adalah salah satu bentuk dukungan tenaga

kesehatan untuk pemberian edukasi serta solusi dari masalah-masalah

yang ada berkaitan dengan pemulihan kondisi dan peningkatan kualitas

hidup pasien.

Menurut anak pasien, saat ini pasien sangat kehilangan semangat

untuk sembuh. Pasien merasa sudah putus asa dalam pengobatan yang

dia jalani, dan merasa semuanya akan sia-sia dan berpikir bahwa

penyakitnya tidak mungkin bisa sembuh. Pasien sangat membutuhkan

perhatian dan dukungan keluarga agar senantiasa mengingatkan dan

Page 48: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

44

mengawasi kondisi kesehatan pasien, kedisiplinan terapi, pola makan

dan minum, serta menghindari faktor-faktor yang memperburuk

kondisi kesehatan pasien.

4.4. PEMECAHAN MASALAH, SARAN, DAN KIE

Dari beberapa permasalahan yang kami dapat selama melakukan

kunjungan, kami mengusulkan solusi pemecahan dari masalah tersebut sebagai

berikut:

1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien.

Pasien beserta keluarga terutama suami pasien dijelaskan mengenai

apa itu penyakit CKD yang diderita pasien, mulai dari pengertiannya yaitu

suatu penyakit ginjal kronik dan progresif akibat dari adanya gangguan

struktur dan fungsi ginjal untuk eksresi zat sisa metabolik yang tidak dapat

kembali menjadi normal. Pasien dan keluarga juga diedukasi mengenai

faktor risiko yang harus dihindari untuk mencegah perburukan penyakit,

kekambuhan (eksaserbasi akut) seperti hipertensi yang tidak terkontrol

(tidak rutin minum obat), diabetes mellitus yang tidak terkontrol (tidak

rutin minum obat), dan minum air yang berlebih. Sehingga pasien kami

sarankan untuk disiplin dalam minum obat antihipertensi secara rutin,

meminum obat diabetes mellitus secara teratur, mengawasi jumlah cairan

yang masuk, dan tidak terlambat melakukan hemodialisis. Pihak keluarga

juga diharapkan senantiasa mengingatkan pasien untuk minum obat teratur,

bila perlu disediakan catatan khusus yang berisi daftar obat serta jadwal

minum obat pasien. Dengan begitu akan mempermudah pasien dan dokter

yang merawat dalam merencanakan terapi lanjutin berkaitan dengan

penyakit ginjal pasien. Suami dan anak pasien juga diharapkan ikut

mengontrol jumlah cairan yang masuk melalui minum pasien, mengingat

pasien sering merasakan haus agar jumlah air yang masuk tidak berlebihan.

Menyarankan pasien dan keluarga agar segera membawa pasien ke fasilitas

kesehatan untuk berkonsultasi bila ada keluhan kesehatan muncul,

sehingga komplikasi yang lebih lanjut dapat dihindari. Pasien dan

keluarganya juga diedukasi bahwa dalam pengendalian penyakit ginjal

Page 49: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

45

yang diderita pasien, diperlukan kombinasi dari berbagai hal seperti medis,

gizi, serta psikologis. Pasien juga disarankan untuk lebih aktif bergerak jika

keluhan sakit pada kaki sudah tidak ada, guna menjaga massa otot. Namun

tentu aktivitas yang tidak berlebihan dan tidak dipaksakan agar tidak

memperburuk kondisi dan mengurangi risiko jatuh dari pasien.

2. Edukasi pasien dan keluarga tentang kontrol kesehatan

Pasien dan keluarga diharapkan untuk selalu kontrol kesehatan rutin

bila terdapat keluhan baru berkaitan dengan penyakitnya. Pasien juga

disarankan untuk selalu disiplin mengenai jadwal hemodialisis yang

dilakukan 2 kali seminggu, jangan sampai terlambat. Keluarga pasien kami

sarankan untuk membuat catatan khusus untuk pasien mengenai daftar

obat, jadwal minum obat, serta jadwal kontrol yang harus dijalani pasien.

Catatan itu sekiranya mampu untuk membantu pasien dalam menjalani

pengobatan terkait dengan kepatuhan pasien dalam berobat.

3. Dukungan Keluarga

Keluarga pasien, baik suami ataupun anak pasien diharapkan untuk

senantiasa memberikan dukungan moril kepada pasien dan selalu setia

menemani terapi yang dijalani pasien. Dukungan emosional dari suami dan

anak pasien juga sangat dibutuhkan, terutama suami pasien yang sangat

kurang memperhatikan kondisi kesehatan pasien dan jarang ada disamping

pasien dalam menjalani sakitnya. Diusahakan agar pasien tidak merasa

kesepian karena hal tersebut sangat berpengaruh kepada semangat pasien

itu sendiri dalam menjalani terapi.

Pasien juga disarankan untuk selalu terbuka mengenai apa yang

menjadi keluhannya sehari-hari. Dengan begitu keluarga akan bisa

mencatat dan segera dibawa ke dokter untuk kontrol kesehatan. Pasien akan

terbuka dengan orang-orang disekitarnya jika pasien merasa mendapat

dukungan penuh untuk berobat dan sembuh dari sakitnya.

4. Pola makan dengan gizi seimbang

Pasien diberikan edukasi mengenai pola makan yang baik berkaitan

dengan kondisi pasien ini. Asupan yang didapat pasien harus seimbang dari

karbohidrat, lemak, dan protein. Menu makan yang disajikan oleh anak

Page 50: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

46

pasien boleh divariasikan namun harus tetap rendah kolesterol, asam lemak

jenuh, gula, dan garam. Asupan protein bisa ditingkatkan karena pasien

dengan CKD stage V dapat kehilangan protein setiap kali hemodialisis.

Kebutuhan cairan juga harus dikontrol ketat, dengan cairan masuk tidak

berlebihan agar tidak terjadi bengkak akibat kelebihan cairan atau keluhan

lain yang berkaitan dengan fungsi ginjal pasien. Asupan buah dan sayur

juga sangat penting bagi pasien untuk kebutuhan vitamin dan mineralnya,

namun pasien harus menghindari buah dan sayur yang tinggi kalium seperti

pisang karena pasien dengan CKD biasanya kadar kalium dalam darah

sudah tinggi. Bila pasien merasa mual, diberikan pola makan sedikit namun

sering untuk menjaga nutrisi pasien tetap tercukupi, mengingat status gizi

pasien masuk dalam kategori gizi kurang.

Menu makan setiap harinya diharapkan dibuat di rumah oleh anak

pasien agar lebih terkontrol, karena makan pasien harus terhindar dari

bahan pengawet, rendah kolesterol, dan menghindari penggunaan garam

yang berlebih. Pengaturan diet tiap harinya sangat penting untuk membantu

keberhasilan terapi pasien dan mempertahankan kondisi optimal dari

pasien sehingga mengurangi risiko eksaserbasi akut dan komplikasi

berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Pihak keluarga harus selalu

memperhatikan gizi pasien, mengingat status gizi pasien masuk dalam

kategori kurang dan berat badan pasien dikatakan semakin turun sejak

beberapa bulan terkahir.

5. Lingkungan rumah

Rumah pasien secara umum termasuk rumah yang bersih dan sangat

layak huni. Namun sebaiknya kerapian barang barang di rumah

ditingkatkan untuk menjaga higienitas secara umum. Kami juga

menyarankan agar keluarga terutama suami pasien untuk selalu menemani

pasien jika ingin ke kamar mandi, atau jika pasien hanya sendiri di rumah

disarankan untuk menyediakan pispot di dalam kamar untuk BAK pasien.

Lantai di kamar mandi juga agar selalu dijaga kebersihannya agar tidak

licin dan untuk mengurangi risiko jatuh dan fraktur pada pasien.

Page 51: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

47

Diharapkan juga barang-barang berdebu agar dibersihkan secara teratur

agar tidak terpapar pada pasien maupun anggota keluarga lainnya.

6. Optimis dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan

Selalu berpikir positif dan optimis dalam setiap terapi yang dijalani

berkaitan dengan penyakit diderita adalah salah satu cara untuk

mempermudah keberhasilan terapi. Tidak pernah bersosialisasi atau

bahkan menarik diri dari kehidupan sosial bukanlah cara yang tepat untuk

dilakukan ditengah sakit yang dialami. Memberikan edukasi kepada pasien

untuk menghindari rasa khawatir yang berlebih dengan cara senantiasa

mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan rutin beribadah

sesuai dengan keyakinan yang dianutnya, niscaya akan memberikan

ketenangan emosional yang tentunya akan mempermudah keberhasil

terapi. Pihak keluarga harus selalu membangkitkan semangat pasien dalam

menjalani hari-harinya dengan selalu berada di dekat pasien dan berusaha

untuk selalu ada saat pasien membutuhkan bantuan dalam menjalani suatu

aktivitas, dengan begitu pasien akan merasa tidak sendiri dan selalu

diperhatikan oleh orang-orang terkasih.

4.5. DENAH RUMAH PASIEN

Utara Keterangan :

1. Dapur

2. Ruang Tamu dan

ruang keluarga

3. Kamar tidur

4. Teras

5. Garasi

6. Pintu masuk

Page 52: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

SIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan

penyakit ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3

bulan yang dengan atau tanpa penurunan GFR < 60 mL/min/1,73m2 yang

bersifat progresif dan irreversible.

Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan

anemia. Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang dinilai

dari GFR. Gejala klinis CKD meliputi gejala penyakit dasar, gejala sindrom

uremikum serta gejala komplikasi CKD. Penatalaksanaan CKD disesuaikan dengan

derajat kerusakan fungsi ginjal.

Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V,

sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal

berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi

penunjang lainnya yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul dan

penyakit yang mendasarinya. Dalam penatalaksanaan pasien dengan CKD, tidak

cukup hanya pada pemberian terapi farmakologis saja, tetapi diperlukan juga terapi

non-farmakologis berupa pendekatan lain yaitu pendekatan bio-psiko-sosial.

Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat,

serta perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan dapat

membantu mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas

hidup pasien.

48

Page 53: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2159. 2014.

2. KDIGO CKD Work Group. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the

evaluation and management of chronic kidney disease. Kidney Int Suppl 2013;

3: 1–150.

3. Nathan R. H, Samuel T. F, Jason L. O, Jennifer A. H, ChristopherA. O’C,

Daniel S. L. Global Prevalence of Chronic Kidney Disease – A Systematic

Review and Meta-Analysis. Oxford Biomedical Research Centre. 2016 (6).

4. Indonesian Renal Registry (IRR). 10th Report Of Indonesian Renal Registry.

2017. Terdapat di: http://www.indonesianrenalregistry.org/

5. Mardiana N dan Aditiawardana. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi II. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR;

2015. 486.

6. Kerr M, Bray B, Medcalf J. Chronic Kidney Disease in Adults: Assestment and

Management. England: National Institute for Health and Care Excellence; 2014.

hal 1-63.

7. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik, suatu epidemiologi global baru: protect

your kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI);

2010.

8. Abraham G dkk. Management of Hypertension in Chronic Kidney Disease:

Consensus Statement by an Expert Panel of Indian Nephrologists. 2017.

9. Wheeler DC. Clinical evaluation and management of chronic kidney disease.

Dalam: Feehaly J, Floege J, Johnson RJ, penyunting. Comprehensice clinical

nephrology. St. Loius: Elsevier Saunders; 2010

10. National Kidney Foundation. Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 5.

New York. 2012.Terdapat di: www.kidney.org

11. Bieber, S.D. & Himmelfarb, J. Hemodialysis. In : Schrier’s Disease of the

Kidney. 9th edition. Coffman, T.M, Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,

Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia: 2013, hal

2473-505.

Page 54: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

50

12. Wheeler DC. Clinical evaluation and management of chronic kidney disease.

Dalam: Feehaly J, Floege J, Johnson RJ. Comprehensice clinical nephrology.

St. Loius: Elsevier Saunders; 2010.

Page 55: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

51

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN

Page 56: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN ACUTE ON CHRONIC …

52