penetapan ccp.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
“ HACCP PLAN FOOD SERVICE – RUMAH SAKIT .....”
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mutu dan Keamanan Pangan
Dosen pengampu:
Gemala Anjani, PHD
Dr. Diana Nur Afifah, S.TP, M.Si
Nuryanto, S.Gz, M.Gizi
Oleh:
Vivilia Niken H 22030113120025
Liani Setyarsih 22030113120017
Epy Yhufara Bunga 22030113120065
Galuh Tamarasani S 22030113130101
Annisa Alifaradila R 22030113130121
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
Penetapan Titik Kendali Kritis
Langkah penerapan sistem HACCP ketujuh yang juga merupakan prinsip HACCP kedua
adalah penetapan titik kendali kritis (critical control point). Proses penentuan critical control
point (CCP) dilakukan dengan menggunakan “diagram pohon penentuan titik kendali kritis“
yang dapat dilihat pada Tabel 2. Diagram pohon yang digunakan pada proses penentuan CCP
kali ini adalah diagram pohon untuk bahan baku dan tahapan proses yang dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Proses penentuan CCP dengan bantuan diagram pohon menghasilkan keputusan bahwa titik
kendali kritis pada proses produksi tahu bacem tersebut terletak pada penerimaan bahan
basah (tahu), pemasakan (perebusan tahu) dan distribusi. Proses penerimaan bahan basah
(tahu) dan pemasakan (perebusan tahu) dinilai memiliki resiko bahaya kimia apabila
pelaksanaannya tidak mendapat perhatian khusus. Sedangkan Proses distribusi dinilai
memiliki resiko bahaya fisik apabila pelaksanaannya tidak mendapat perhatian khusus
Bahaya kimia dan bahaya fisik yang mungkin terjadi pada tahap pada penerimaan bahan
basah (tahu), pemasakan (perebusan tahu) dan distribusi dinilai perlu mendapat pengendalian
di dalam rencana HACCP.
Tahapan penerimaan bahan basah (tahu) juga dinilai berpotensi menjadi CCP, mengacu pada
panduan penetapan langkah pengendalian yang tercantum dalam SNI 01-4852-1998, yaitu
berdasarkan dampak langkah pengendalian pada setiap tingkat pengendalian bahaya atau
frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan konsumen, dan kebutuhan
untuk pemantauan (monitoring), maka bahaya kimia (formalin) yang terdapat pada proses
penerimaan bahan basah (tahu) tidak perlu dikendalikan dalam rencana HACCP, tetapi
dikendalikan sebagai control point (CP) di dalam penerapan GMP dan SSOP.
Hal ini disebabkan karena, saat ini, proses produksi tahubacem yang diterapkan oleh rumah
sakit tidak mendesain suatu metode tertentu yang dikhususkan untuk menghilangkan
formalin. Terkait proses pengendalian formalin, rumah sakit harus menetapkan spesifikasi
bahan baku dengan benar yang mengacu pada regulasi pemerintah dan melakukan
pemeriksaan kesesuaian antara sertifikat hasil pengujian (certificate of analysis) dengan
standar yang sudah ditetapkan pada setiap proses penerimaan bahan baku (Badan Standarisasi
Nasional, 2000). Proses pengendalian residu asap kendaraan juga dapat ditanggulangi dengan
menerapkan prosedur SSOP yang baik dan benar. Residu asap kendaraan berasal dari proses
serah terima yang tidak dilakukan dengan baik dan berada tepat di belakang kendaraan yang
masih menyala. Proses serah terima yang kurang baik tersebut menyebabkan kemasan
pembungkus ayam menjadi terbuka, sehingga bahan baku akan langsung terpapar asap
kendaraan.
Penetapan Batas Kritis untuk Setiap CCP
Penetapan batas kritis adalah langkah penerapan sistem HACCP kedelapan sekaligus
merupakan prinsip HACCP ketiga. Kegiatan penetapan batas kritis pada titik kendali kritis
yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 3 . Proses penetapan batas kritis untuk bahaya kimiawi
pada proses pemasakan (perebusan tahu) dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan
beberapa acuan publikasi ilmiah dan pustaka, seperti SNI 01-4852-1998, SNI 01-6366-2000,
SNI 01-7388-2009, Thaheer (2005), dan Luning et al. (2006).
Indikator yang digunakan dalam penetapan batas kritis pada tahap perebusan tahu adalah
suhu maksimum dan waktu yang tepat. Suhu perebusan ditentukan berdasarkan hasil
pengujian yang dilakukan terlebih dahulu oleh rumah sakit. Data hasil pengujian yang
diperoleh kemudian dijadikan sebagai standar acuan dalam kegiatan operasional sehari-hari.
Penetapan suhu perebusan tahu oleh restoran bertujuan untuk memperkecil dan
mengendalikan resiko bahaya fisik dan biologi pada proses perebusan/pengungkepan. Resiko
bahaya fisik dinilai akan semakin tinggi apabila proses perebusan telah melewati batas suhu
yang telah ditetapkan.
Rumah sakit juga memiliki standar tertentu pada proses perebusan. Kegiatan
perebusan/pengungkepan dilakukan pada alat presto. Suhu pengungkepan yang dianjurkan
yakni sekitar 95oC dalam waktu 25 menit. Dalam satu kali produksi, panci presto memiliki
kapasitas sekitar 100 buah tahu sehingga jumlah tahu harus tepat agar hemat waktu dan
biaya. Kapasitas perebusan maksimum pada alat presto digunakan sebagai indikator
penetapan batas kritis pada tahap perebusan.
Sedangkan ndikator yang digunakan dalam penetapan batas kritis pada tahap distribusi tahu
bacem adalah suhu dan waktu holding. Suhu dan waktu holding maksimum yakni sekitar
65oC dan 15 menit. Jadi pihak rumah sakit sudah menentukan batas maksimum suhu dan
waktu holding panas pada makanan tahu bacem agar tetap hangat saat sampai ditangan
konsumen. Karena makanan seperti tahu bacem apabila dimakan dalam keadaan dingin maka
akan mengurangi nafsu makan pasien sehingga akan meningkatkan angka kejadian food
waste pada rumah sakit.
Penetapan Tindakan Monitoring untuk Setiap CCP
Penetapan tindakan monitoring untuk setiap CCP adalah prinsip HACCP keempat dan
langkah penerapan HACCP kesembilan. Kegiatan yang dilakukan oleh pihak restoran pada
tahap monitoring adalah pencatatan suhu dan waktu produksi maupun distribusi tahu bacem
setaip kali proses produksi. Pencatatan suhu dan waktu produksi tahu dan holding saat
distibusi untuk setiap proses produksi dilakukan pada selembar kertas berukuran besar yang
ditempel pada bagian samping holding cabinet yang berada dekat alat presto. Proses
pencatatan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kelebihan suhu dan waktu
pemasakan tahu bacem. Proses pencatatan dilakukan tepat setelah proses pemasakan selesai
yang dilakukan oleh petugas pengolahan. Ahli Gizi adalah pihak yang bertanggung jawab
terhadap keabsahan dari data pencatatan suhu dan waktu pemasakan dan holding yang
dilakukan. Ahli Gizi juga harus melakukan proses pemantauan secara rutin dan berkala
terhadap proses pencatatan data penggorengan guna memperkecil kemungkinan terjadinya
kesalahan pada proses pencatatan.