penerapan konsep six sigma di area produksi mesin …

75
i PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN CURING PLANT 2 PT. X TBK. Oleh Dina Luviyanti NIM: 004201205135 Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Mencapai Gelar Strata Satu Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri 2016

Upload: others

Post on 24-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

i

PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA

PRODUKSI MESIN CURING PLANT 2

PT. X TBK.

Oleh

Dina Luviyanti

NIM: 004201205135

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik

Mencapai Gelar Strata Satu

Pada Fakultas Teknik

Program Studi Teknik Industri

2016

Page 2: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi jumlah defect menggunakan konsep Six

Sigma. Six Sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan

peningkatan kualitas untuk mencapai tingkat kerja enam sigma dengan prinsip

yaitu memproduksi hanya 3,4 defects untuk setiap satu juta kesempatan atau

operasi - 3,4 DPMO (Defects Per Million Opportunities). Langkah penelitian

yang dilakukan disesuaikan dengan konsep six sigma yaitu DMAIC (Define,

Measure, Analyze, Improve dan Control). Setelah mengetahui jenis defect apa

yang menghasilkan jumlah terbanyak langkah selanjutnya yaitu melakukan

perbaikan. Perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi defect jenis under cure

yang merupakan defect dengan jumlah terbanyak adalah dengan membuat

perancangan percobaan DOE (Design of Experiment) menggunakan software

Minitab kemudian menganalisisnya menggunakan metode desain faktorial 23 yang

bertujuan untuk menentukan setting optimum dalam proses pemasakan ban.

Setting optimum yang diperoleh dari hasil analisis yang menghasilkan defect

under cure terendah adalah pada setting temperature cure 175°C, time cure 800 s

dan pressure 1500 kpa. Dengan dilakukannya perbaikan tersebut, jumlah defect

menjadi berkurang sehingga nilai sigma perusahaan menjadi meningkat sebesar

0,37 sigma yang semula 0,3902 sigma menjadi 4,209.

Kata kunci: Six Sigma, desain faktorial, DOE, defect minor, defect major

Page 3: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Untuk dapat bersaing secara global sebuah perusahaan harus memiliki keunggulan

kompetitif seperti kualitas (quality), harga (cost), ketepatan waktu pengiriman

(delivery time) dan fleksibilitas (flexibility). Dan untuk meningkatkan keunggulan

kompetitif tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu

dengan meminimasi waste (pemborosan) yang ada. Waste (pemborosan)

merupakan aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah sepanjang aliran

proses produksi (perubahan input menjadi output). Defect/produk cacat

merupakan salah satu kategori waste dalam perusahaan.

Six Sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan

kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun 1986,

yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas untuk

mencapai tingkat kerja enam sigma dengan prinsip yaitu memproduksi hanya 3,4

defects untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi - 3,4 DPMO (Defects Per

Million Opportunities). (Gaspersz, 2011: 37).

PT. X Tbk. merupakan perusahaan manufaktur berbasis kondisional antara MTO

(Make To Order) dan MTS (Make To Stock) yang memproduksi ban roda dua

(MC/Motorcycle) dan roda empat (PCR/Passanger Car). Produk yang dihasilkan

terdiri atas berbagai merek dan varian serta produknya sudah memasuki pasar

ekspor dengan area pemasaran ekspor 78% dan domestik sebesar 22% (Sumber:

Annual Report PT. X Tbk. Tahun 2013). Pada pemasaran domestik proses

distribusi dilakukan setiap hari berdasarkan waktu pengiriman yang dibutuhkan

oleh pelanggan. Produk ban dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan tujuan

penjualan, yaitu penjualan secara eceran (penjualan langsung ke toko-toko

pelanggan sesuai dengan quantity yang diorder) dan penjualan pada perusahaan

otomotif sebagai partner dalam OEM (Original Equipment Manufacturer).

Page 4: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

2

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap perusahaan adalah proses produksi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. X Tbk, diidentifikasi adanya

permasalahan yaitu banyaknya defect pada proses produksi khususnya pada

proses curing pembuatan ban PCR. Proses curing adalah proses akhir dari

pembuatan ban/tyre. Proses curing merupakan proses yang mempunyai pengaruh

terhadap keuntungan perusahaan, sebab proses curing merupakan proses

pembentukan, pencetakan dan pemasakan green tyre (produk setengah jadi)

menjadi produk jadi.

Jenis defect terdiri dari dua kategori yaitu defect minor dan defect major. Defect

minor merupakan kejadian dimana suatu produk gagal memenuhi persyaratan

yang diinginkan namun masih dapat dilakukan perbaikan ulang (rework).

Sedangkan defect major merupakan produk defect yang sudah tidak dapat

diperbaiki lagi. Standar target defect tyre (minor dan major) ditetapkan

berdasarkan hasil dari total produksi yang diperoleh dan hasil total defect tyre

(minor dan major). Standar target defect tyre (minor dan major) akan berubah

setiap 3 (tiga) bulan yang disesuaikan dengan hasil produksi yang diperoleh ditiap

bulannya.

Penyelesaian pengerjaan pesanan yang tepat waktu merupakan hal yang penting

bagi perusahaan Make To Order (MTO). Banyaknya defect tentu sangat

berpengaruh terhadap kelancaran sistem distribusi barang ke pelanggan. Dengan

adanya permasalahan tersebut kemungkinan akan menambah lead time produksi

yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengiriman barang ke pelanggan.

Oleh karena itu, penerapan konsep Six Sigma ini merupakan salah satu solusi yang

dapat dilakukan di PT. X Tbk. untuk mengurangi banyaknya defect pada proses

produksi di mesin curing sehingga dapat menghasilkan produk yang tepat pada

waktu, tepat pada jumlah dan dengan kualitas yang sesuai dengan

harapan/permintaan pelanggan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah

pelanggan terhadap perusahaan.

Page 5: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

3

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya didapat

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengendalikan kualitas pada proses produksi curing plant 2

di PT. X Tbk.?

2. Bagaimana solusi yang dilakukan untuk mengurangi defect yang ada pada

proses produksi curing plant 2 di PT. X Tbk.?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penerapan konsep Six Sigma pada proses produksi curing plant 2

di PT. X Tbk.

2. Melakukan perbaikan untuk mengurangi defect yang ada pada proses curing

plant 2 PT. X Tbk.

1.4. Batasan Masalah

Untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang terlalu jauh dari pokok

permasalahan, maka dalam penelitian ini dibuat batasan masalah agar lebih mudah

dalam menganalisa dan memecahkan masalah. Adapun batasan-batasan masalah

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan di area produksi plant 2 khususnya pada proses

curing

2. Produk yang dianalisa hanya produk PCR (Passanger Car)

3. Jenis defect yang dianalisa lanjut hanya defect dengan total terbesar dari

total 7 jenis defect

1.5. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kondisi mesin curing dalam keadaan baik dalam arti dapat digunakan

sesuai dengan fungsinya (tidak rusak)

2. Ketebalan karet green tyre adalah sama/homogen

Page 6: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

4

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Pendahuluan dapat memberikan gambaran tentang latar belakang

masalah, definisi masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori

Berisi tetang konsep dan prinsip dasar yang diperlukan untuk

memecahkan masalah penelitian. Disamping itu juga memuat

uraian tentang hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

oleh peneliti lain yang ada hubungannya dengan penelitian yang

dilakukan.

BAB III Metodologi Penelitian

Memuat metode-metode atau tahapan-tahapan yang digunakan

untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian secara sistematik

berdasarkan teori-teori yang diuraikan pada BAB II.

BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data

Berisikan data-data yang dikumpulkan dari hasil pengujian

langsung di lapangan dan hasil dari pengamatan di lapangan yang

diperlukan untuk memecahkan masalah dan melakukan

perhitungan serta analisisnya.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang kesimpulan terhadap analisis yang dibuat dari

rekomendasi atau saran-saran atas hasil yang dicapai dari

permasalahan yang ditemukan selama penelitian.

Page 7: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

1

BAB II

STUDI LITERATUR

Studi literatur pada penelitian ini meliputi konsep Six Sigma, Peta Kendali,

Diagram Sebab Akibat, Desain Faktorial 23 dan proses produksi pembuatan ban.

2.1. Konsep Dasar Six Sigma

Six Sigma adalah suatu upaya terus menerus (continuous improvement efforts)

untuk: (Gasperzs, 2011: 6)

Menurunkan variasi dari proses, agar

Meningkatkan kapabilitas proses, dalam

Menghasilkan produk (barang dan atau jasa) yang bebas kesalahan (zero

defect – target minimum 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunities),

Untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).

APICS Dictionary (2005) mendefinisikan kualitas Six Sigma sebagai sekumpulan

konsep dan praktik terbaik dalam bisnis yang bertujuan:

Menurunkan variabilitas dalam proses dan mengurangi cacat dalam produk,

Hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi

(3,4 DPMO),

Melakukan inisiatif-inisiatif peningkatan proses untuk mencapai target

kinerja Six Sigma,

Meningkatkan kinerja bottom-line,

Menciptakan dan memonitor aktivitas-aktivitas bisnis agar mengurangi

pemborosan (waste) dan kebutuhan sumber-sumber daya,

Meningkatkan kepuasan pelanggan.

Definisi lain dari Six Sigma adalah tujuan yang hampir sempurna dalam

memenuhi persyaratan pelanggan. Pada dasarnya, definisi itu juga akurat karena

istilah “Six Sigma” sendiri merujuk pada target kinerja operasi yang diukur secara

statistik dengan hanya 3,4 defect (cacat) untuk setiap juta aktivitas atau peluang.

Page 8: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

2

Hanya segelintir perusahaan atau proses yang dapat mengklaim telah meraih

tujuan tersebut. (S. Pande, Peter. 2002: X).

Adapun manfaat Six Sigma mencakup: (S. Pande, Peter. 2002: X)

Pengurangan biaya

Peningkatan produktivitas

Pertumbuhan pangsa pasar

Retensi pelanggan

Pengurangan waktu siklus

Pengurangan defect (cacat)

Pengembangan produk/jasa

2.2. Six Sigma Sebagai Pengukuran Kinerja Bisnis

Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem bisnis dan industri tentang

bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (bisnis dan

industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja

sistem bisnis dan industri akan menjadi semakin baik. Dengan demikian, 6-sigma

otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 4-sigma lebih baik daripada 3-sigma.

Contoh perhitungan kasus Six Sigma. dapat dijelaskan secara singkat sebagai

berikut: (Gaspersz, 2011: 42)

Kasus transaksi bisnis untuk 500.000 pelanggan per satuan waktu tertentu.

Unit total = 500.000 transaksi

Kapabilitas 1-sigma = 691.462 DPMO = (691.462/1.000.000) x 500.000 =

345.731 kegagalan atau kesalahan transaksi

Kapabilitas 3-sigma = 66.807 DPMO = (66.807/1.000.000) x 500.000 =

33.404 kegagalan atau kesalahan transaksi

Kapabilitas 5-sigma = 233 DPMO = (233/1.000.000) x 500.000 = 117

kegagalan atau kesalahan transaksi

Kapabilitas 6-sigma = 3,4 DPMO = (3,4/1.000.000) x 500.000 = 2 kegagalan

atau kesalahan transaksi

Tampak kapabilitas 6-sigma jauh lebih baik dari kapabilitas 5,4,3,2 dan 1-

sigma.

Page 9: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

3

2.3. Peningkatan Kapabilitas Proses Menuju Target Six Sigma

Peningkatan dari kapabilitas proses 3-sigma menjadi 4-sigma membutuhkan

sekitar 10 kali improvement, peningkatan dari kapabilitas proses 4-sigma menjadi

5-sigma membutuhkan sekitar 30 kali improvement, sedangkan peningkatan dari

kapabilitas 5-sigma menjadi 6-sigma membutuhkan sekitar 70 kali improvement.

Dengan demikian apabila kita menganggap bahwa kinerja bisnis dan industri di

Indonesia sekarang masih berada pada tingkat kapabilitas 3-sigma, maka

dibutuhkan sekitar 21.0000 (=10 x 30 x 70) kali peningkatan untuk mencapai

target Six Sigma. Hal ini berarti semakin tinggi kapabilitas sigma, semakin tinggi

pula upaya peningkatannya agar mencapai keunggulan dan kesempurnaan. Upaya

peningkatan dari 5-sigma menjadi 6-sigma akan lebih tinggi daripada upaya

peningkatan 4-sigma menjadi 6-sigma, juga lebih tinggi daripada upaya

peningkatan dari 3-sigma menjadi 4-sigma. (Gaspersz, 2011: 49)

Berbagai upaya peningkatan menuju kapabilitas Six Sigma ditunjukkan dalam

Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Berbagai Upaya Peningkatan Menuju Target Six Sigma

Berbagai upaya peningkatan menuju target Six Sigma dapat dilakukan

menggunakan dua metodologi, yaitu:

1. Six Sigma – DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan

2. Design Six Sigma – DFSS DMADV (Define, Measure, Analyze, Design,

Verify)

Page 10: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

4

DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada, sedangkan

DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan atau desain

produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas

kesalahan (zero defects/errors).

DMAIC terdiri atas lima tahap utama: (Gasperzs, 2011: 50)

Define – mendefinisikan secara formal sasaran pengingkatan proses yang

konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi

perusahaan

Measure – mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline

measurements) agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

Lakukan pemetaan proses dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan

indikator kinerja kunci (key performance indicators = KPIs).

Analyze – menganalisa hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari

untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan.

Improve – mengoptimalisasikan proses menggunakan analisis-analisis seperti

Design of Experiments (DOE) dan lain-lain, untuk mengetahui dan

mengendalikan kondisi optimum proses.

Control - melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus

untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma.

Menghitung Ukuran-Ukuran Berbasis Peluang

Defect per Opportunity atau DPO. Menunjukkan proporsi defect atas jumlah

total peluang dalam sebuah kelompok.

Defect per Million Opportunities atau DPMO. Kebanyakan ukuran-ukuran

peluang defect diterjemahkan kedalam format DPMO, yang mengindikasikan

berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang. Dalam

lingkungan pemanufakturan secara khusus, DPMO sering disebut PPM,

kepanjangan dari Parts Per Million.

Ukuran sigma. Menerjemahkan ukuran defect dengan melihat pada tabel

konversi Six Sigma.

Page 11: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

5

2.4. Definisi Defect

Defect merupakan keadaan dimana suatu produk dinyatakan gagal dalam

mencapai persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau customer.

Defect sendiri dikelompokkan menjadi beberapa kategori diantaranya:

1. Defect Minor

Defect minor ini merupakan kategori defect dengan tingkat keseriusan rendah.

Produk dengan kategori defect minor ini masih dapat dilakukan perbaikan lagi

(dirework) untuk mencapai persyaratan yang ditetapkan.

2. Defect Major

Defect major merupakan kategori defect dengan tingkat keseriusan tinggi atau

biasa disebut dengan istilah scrap. Produk dengan kategori defect major ini sudah

tidak dapat dilakukan perbaikan lagi dalam arti produk tersebut harus

dibuang/tidak bisa dijual.

2.5. Peta Kendali (Control Chart)

Tools lain yang biasa digunakan untuk memantau dan mengontrol variasi proses

secara terus-menerus adalah peta kendali (M.Garrity, 1993: 116). Yang menjadi

latar belakang dalam menggunakan peta kendali pada awalnya adalah upaya untuk

menghilangkan variasi yang tidak normal yang disebabkan penyebab khusus

(special causes variation) dari variasi normal yang disebabkan penyebab umum

(common causes variation).

Pembuatan peta kontrol dipengaruhi oleh jenis data pengamatan. Jenis data dibagi

kedalam 2 tipe, yaitu data variabel dan data atribut. Data variabel digunakan untuk

measurable data sedangkan data atribut digunakan untuk countable data

(M.Garrity, 1993: 116). Pada peta kontrol untuk data atribut, jenis cacat pada

produk dibedakan menjadi 2 karakteristik, yaitu defect product dan reject product

seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 (Tannady, 2015: 76)

Gambar 2.2. Jenis Data dan Peta Kontrol Data Atribut

Attribute Data

Reject Data Defect Data

Sample Size Constant Sample Size Constant Sample Size Variable Sample Size Variable

c-Chart u-Chart np-Chart p-Chart

Page 12: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

6

Sebuah proses juga dapat dikatakan out of control ketika titik-titik dalam control

limits membentuk sebuah pola. Beberapa keadaan yang dikategorikan membentuk

sebuah pola diantaranya adalah sebagai berikut: (M. Garrity, 1993: 165)

Runs: Jika terdapat tujuh atau lebih titik secara berurutan berada pada satu sisi

diatas center line (CL)

Gambar 2.3. Pola Runs

Trends: Jika terdapat tujuh atau lebih titik secara berurutan yang terus

meningkat menuju satu arah

Gambar 2.4. Pola Trends

Cycles: Jika terbentuk titik-titik yang menunjukkan kecenderungan yang sama

atau membentuk pola dari waktu ke waktu

Gambar 2.5. Pola Cycles

Hugging: Pola yang terbentuk jika serangkaian titik-titik berada dekat dengan

central line atau control limits

Gambar 2.6. Pola Hugging

Page 13: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

7

2.6. Cause Effect Diagram

Cause Effect Diagram atau diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (fish

bone) merupakan diagram yang menghubungkan antara akibat dengan faktor-

faktor penyebabnya. Secara umum Cause Effect Diagram adalah sebuah

gambaran grafis yang menampilkan data mengenai faktor penyebab dari

kegagalan atau ketidaksesuaian, hingga menganalisa ke sub paling dalam dari

faktor penyebab timbulnya masalah (Tannady, 2015: 36). Pada diagram sebab

akibat ini terdapat lima buah faktor diantaranya; man (manusia), method (metode),

machine (mesin), material (material) dan environment (lingkungan). Dalam

membuat diagram ini tidak harus dengan kelima faktor tersebut, tetapi disesuaikan

dengan permasalahan yang ada.

2.7. Design of Experiment (DOE)

DOE merupakan inti dari tahapan analisis/analyze dan improvement pada metode

Six Sigma, karena tanpa memahami secara mendalam letak suatu permasalahan

perbaikan hanya akan menyentuh permukaan saja dan tidak efektif untuk

menyelesaikan masalah secara permanen. (Muis, 2014: 185-186). DOE ini sendiri

bertujuan untuk membentuk sebuah ranncangan percobaan dengan menggunakan

kombinasi-kombinasi dari faktor yang diuji (fixed factors) untuk melakukan suatu

perbaikan.

2.7.1. Percobaan Faktorial

Percobaan faktorial merupakan salah satu dari model percobaan yang sangat

terpercaya, banyak dipakai dalam lingkungan industri dan ilmiah. Ditinjau dari

macam-macam percobaan, terdapat dua jenis percobaan yaitu full

factorial/faktorial lengkap dan fractional factorial/faktorial fraksi atau faktorial

kecil. Percobaan faktorial fraksi bertujuan untuk mengurangi jumlah kombinasi

jika faktor yang ada jumlahnya banyak sehingga percobaan dapat lebih ekonomis.

Percobaan faktorial lengkap memiliki sifat-sifat, diantaranya: (Muis, 2014: 187)

Semua faktor dalam percobaan terkontrol

Semua faktor dijalankan dengan menggunakan sejumlah nilai spesifik

Semua kombinasi dari nilai faktor dijelaskan dalam percobaan

Page 14: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

8

2.7.2. Percobaan Faktorial Dengan Tiga Faktor (AxBxC)

Percobaan faktorial AxBxC merupakan salah satu jenis percobaan yang

didalamnya terdapat tiga buah faktor yang terlibat. Hampir sama dengan

percobaan faktorial dengan dua faktor, pada percobaan dengan tiga buah faktor

akan semakin sulit dan kompleks dalam pelaksanaannya. Perbedaan faktorial tiga

faktor dengan dua faktor terletak pada pengaruh yang ada, diantaranya: (Muis,

2014: 193).

Pada faktorial dua faktor (AxB) terdapat tiga pengaruh, yaitu dua pengaruh

utama (A dan B) dan satu pengaruh terhadap interaksi antar kedua faktor (AB).

Pada faktorial tiga faktor (AxBxC) terdapat tujuh pengaruh, yaitu tiga

pengaruh utama (A, B dan C), tiga pengaruh interaksi antar ketiga faktor (AB,

AC dan BC) dan satu pengaruh interaksi antar ketiga faktor (ABC).

Desain faktorial merupakan solusi paling efisien jika eksperimen yang dilakukan

meneliti pengaruh dari dua atau lebih faktor, karena semua kemungkinan

kombinasi dari tiap-tiap level dari faktor yang ada dapat diselidiki secara lengkap.

2.7.3. Two Level Factorial Design

Two Level Factorial Design merupakan faktorial dimana setiap faktor dibatasi

oleh dua level yaitu level low (rendah) dan high (tinggi). Level low dinotasikan

sebagai -1 atau (-) dan untuk level high dinotasikan sebagai +1 atau (+) atau bisa

disesuaikan dengan kasus pada penelitian.

Rancangan faktorial 2k, adalah rancangan faktorial yang melibatkan k buah faktor

dengan masing-masing faktor memiliki dua level atau taraf. Banyaknya level

yaitu 2 ditulis sebagai bilangan pokok dan banyaknya faktor yaitu k, ditulis

sebagai bilangan pangkat. Jika rancangan melibatkan dua buah faktor maka

disebut rancangan faktorial 22, jika rancangan melibatkan tiga buah faktor maka

disebut rancangan faktorial 23 dan seterusnya. Adapun syarat dari rancangan ini

diantaranya:

Faktor-faktor tersebut sifatnya tetap/fixed

Memenuhi syarat uji homogenitas

Memenuhi syarat uji normalitas

Page 15: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

9

2.8. Tyre Construction

Konstruksi ban didesain untuk menahan beban secara seimbang sehingga ketika

kendaraan dipacu dengan cepat di jalan yang licin, kendaraan tetap nyaman dan

tidak slip. (Sumber: Manual Book Tyre Manufacturing Process PT. X Tbk)

Gambar 2.7. Tyre Construction

1. Tread

Tread merupakan bagian sisi terluar dari ban yang mengelilingi kerangka ban.

Beberapa fungsi dari Tread diantaranya:

Traction (daya cengkeram)

Breaking (menahan laju kendaraan)

Riding comfort (kenyamanan)

Wear life (batas pemakaian)

Rolling resistance (anti slip)

Handling & Stability (manuver & kestabilan)

Gripping (mencengkram jalan)

Mencengram saat berbelok

Menyibak air

2. Cap Ply/JLB

Cap Ply/JLB adalah suatu lapisan benang nilon yang sudah dilaminasi karet yang

ditempatkan diantara lapisan Steel Belt dan Tread. Cap Ply/JLB ini berfungsi

sebagai bahan untuk menahan belt terhadap gaya centrifugal saat ban berputar

dengan kecepatan tinggi dan untuk menaikkan speed saat kondisi jalan

bergelombang.

Page 16: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

10

3. Steel Belt

Steel Belt adalah suatu lapisan kawat baja yang sudah dilaminasi karet yang

ditempatkan antara Body ply dan Cap Ply dengan arah melingkar. Belt

memberikan kekuatan ban (reinforcement) dan mempunyai karakter fisik yang

bersifat fleksibel. Fungsi dari Steel Belt diantaranya:

Sebagai pengikat Body ply untuk mendapatkan dimensi yang kita inginkan

Untuk menambah handling dan stability

4. Body ply

Body ply adalah bagian utama dari ban berupa lembaran berlapis yang terdiri dari

lapisan karet dan lapisan benang nilon atau polyester untuk memperkuat

(reinforcement).

5. Inner Liner

Inner Liner merupakan salah satu bagian dari ban yang terletak di bagian paling

dalam yang berfungsi sebagai bahan pengganti ban dalam dan untuk menahan

migrasi udara.

6. Side wall

Side wall adalah bagian samping ban sebagai pelindung Body ply (carcass) dan

tidak boleh kontak dengan permukaan jalan pada saat ban berputar. Bagian ini

dirancang agar dapat memberikan karakter fisik yang bersifat fleksibel (flex area)

karena pada area ini terjadi defleksi. Beberapa fungsi dari Side wall diantaranya:

Sebagai pelindung terhadap benturan dari arah samping/serempetan

Sebagai bahan untuk menambah fleksibilitas ban

Tahan tekukan pada beban berat dan tahan lama

Crack resistance

7. Apex

Apex adalah profit ekstrusi berbentuk segitiga berpasangan dengan bead. Apex

menyediakan bantalan antara bead, Inner Liner dan Body ply. Apex ini berfungsi

sebagai pengisi ruang kosong diatas bead saat turn up dan sebagai

penguat/penambah kekuatan pada area rim line (handling dan stability)

Page 17: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

11

8. Bead Wire

Bead Wire ini berupa kawat baja carbon yang sudah dilaminasi dengan karet yang

keras kemudian dibentuk bundelan sesuai dengan konstruksi yang diinginkan,

bersifat fleksibel dan elastis serta memberikan kekuatan mekanik pada ban. Bead

Wire ini berfungsi sebagai pengukat/tempat duduknya ban terhadap rim untuk

membantu menghilangkan kemungkinan kebocoran ban (tubeless) dan sebagai

alat pembantu transmisi pada waktu mobil berjalan dan mengerem.

2.9. Tyre Manufacturing Process

Secara umum proses produksi ban dapat dibagi menjadi tiga bagian. Berikut ini

adalah tiga proses inti tersebut beserta subprosesnya.

1. Semi Manufacturing Process

1.1. Mixing Process

1.2. Bead Building Process

1.3. Bead Apexing Process

1.4. Extruding Process

1.5. Calendering Process

1.6. Cutting Process

1.7. Cushioning Process

2. Tyre Building Process

3. Tyre Curing Process

Page 18: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

12

Gambar 2.8. Tyre Manufacturing Process

16

Page 19: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

25

2.9.1. Mixing Process

Gambar 2.9. Mixing Process

Mesin mixing seharusnya memiliki bagiannya tersendiri. Namun di area Plant 2

PT. X Tbk, mesin mixing sering dimasukkan dalam kategori mesin semi

manufacture. Hal ini dikarenakan jumlah mesin banburry di area Plant 2 hanya

terdapat dua unit. Dua unit mesin mixing tersebut terdiri dari banburry 6 dan

banburry 8.

Dalam pembuatan produk ban unggulan, baik untuk kendaraan roda dua atau roda

empat, tyre manufacturing menggunakan beberapa bahan kimia sebagai bahan

baku utama pelengkap produksi. Material yang digunakan antara lain natural dan

syntetic rubber, carbon black, silica, zinc oxide, sulfur, oli dan beberapa material

kimia lain. Pada tahap awal, proses yang dilakukan adalah pencampuran natural

dan syntethic rubber dengan ingredient yang sebelumnya sudah ditimbang sesuai

dengan berat yang ditentukan pada spesifikasi produk yang ingin dibentuk.

Kemudian diberikan tambahan carbon dan oli pada saat material tersebut masuk

kedalam mesin banburry. Dalam mesin tersebut terdapat alat yang berfungsi

untuk menggiling campuran menjadi lapisan yang disebut compound. Sebelum

Page 20: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

26

compound tersebut disusun pada rak, terlebih dahulu melewati proses pendinginan

dan diberi cairan adhesive agar compound tersebut tidak lengket setelah tersusun.

2.9.2. Bead building dan Apexing Process

Bead building adalah proses pembuatan bead dengan pelapisan wire dengan

compound kemudian dibentuk lingkaran dengan diameter atau BIC (Bead In

Circle) yang telah ditentukan.

Bead Apexing adalah proses assembling bead building dengan Apex bagian-bagian

bead Apexing

Gambar 2.10. Bead Building Gambar 2.11. Bead Apexing

2.9.3. Extruding Process

Adonan hasil mixing tadi dibuat menjadi tread dan sidewall. Prosesnya adalah

injeksi dan extruding hingga terbentuk profil. Hasil akhir dari tahapan ini adalah

side wall, tread dan filler. Side wall merupakan salah satu bagian ban yang

berfungsi sebagai pelindung terhadap benturan dari arah samping atau

serempetan, bahan untuk menambah fleksibilitas ban, lapisan karet pembungkus

carcass dari shoulder area ke rim cushion dan bead area, berfungsi untuk fashion

jika dihias dengan white ribbon atau white letter, penahan tekukan untuk beban

berat, daya tahan lama dan tahan retakan dan juga berfungsi untuk kekerasan dan

keempukan radial. Mesin ini memproduksi telapak dan dinding samping ban.

Gambar 2.12. Extruder

Page 21: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

27

2.9.4. Calendering Process

Calendering adalah proses pelapisan tekstil atau steel cord dengan sheet compund.

Proses aplikasi lain adalah untuk pembuatan material ply & steel belt, JLB & cap

ply. Aplikasi tersebut dibentuk oleh mesin Calender dengan bahan dasar benang

(polyester dan nylon) juga steel cord. Polyester maupun nylon yang akan diproses,

sebelumnya harus melalui proses pelebaran terlebih dahulu agar material tersebut

terbuka untuk kemudian di masukan ke dalam oven dengan suhu 160°C agar pada

saat diberikan compound dan bahan-bahan seperti polyester, nylon, dan steel cord

dapat merekat dengan sempurna.

Gambar 2.13. Calendering

2.9.5. Cutting Process

Proses cutting ini merupakan proses lanjutan dari mesin Callender, hasil akhir

dari proses ini biasa disebut dengan Ply dan Cap Ply. Ply merupakan lembaran

material yang terdiri dari Polyester, Nylon, dan compound yang telah diproses

sebelumnya dalam bentuk gulungan panjang di mesin Calender yang kemudian

dipotong-potong untuk merubah arah atau sudut benang dari 0° menjadi 90°. Ply

berfungsi sebagai carcass atau kerangka untuk menahan, membentuk sistem

suspensi dan beban ban. Sedangkan Cap Ply merupakan lembaran material yang

terdiri dari nylon dan compound yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian

di mesin TTO. Cap Ply berfungsi sebagai bahan untuk mempertahankan bundar

ban waktu berjalan, meredam suara bising dari steel belt, membuat nyaman, dan

untuk memperkecil rolling resistance.

Page 22: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

28

Gambar 2.14. Cutting Ply Gambar 2.15. Cutting Steel

2.9.6. Cushioning Process

Cushioning adalah proses pembuatan inner liner, under liner dan body ply

assembly. Keluaran dari proses ini nantinya akan dilanjutkan untuk diproses pada

mesin tyre building.

Gambar 2.16. Cushioning

2.9.7. Tyre Building Process

Proses ini menghasilkan produk berupa green tyre yang kemudian diproses di

mesin curing. Komponen yang sebelumnya telah diproduksi, seperti tread, bead,

sidewall, inner liner, JLB dan body ply masuk pada proses perakitan (assembly)

menjadi green tyre.

Gambar 2.17. Tyre Building Machine

2.9.8. Curing Process

Proses curing mempunyai peranan penting dalam industri pembuatan ban. Proses

curing merupakan proses akhir dalam proses pembuatan ban. Proses curing

memproses green tyre (ban mentah) menjadi ban yang bisa digunakan. Proses ini

berlangsung didalan sebuah cetakan/mold.

Selama proses curing, GT dimasakan dengan panas yang berasal dari uap atau

steam dan berlangsung dalam waktu yang telah ditentukan, sesuai dengan size dari

Page 23: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

29

ban yang akan diproduksi. Setelah proses curing selesai, ban mengalami proses

PCI (Post Cure Inflation) yaitu proses pendinginan ban dengan memberikan

tekanan agar ban tidak mengalami perubahan bentuk.

Pada plant 2 terdapat 52 buah mesin curing, 48 diantaranya adalah mesin curing

untuk PCR dan 4 sisanya adalah mesin curing untuk LTR.

Gambar 2.18. Bagian Proses Curing

Bagian-bagian dari mesin curing dan fungsi dari tiap bagian

1. Mold : cetakan yang menentukan bentuk akhir ban, seperti pattern Tread

dan informasi pada sidewall

2. Bead ring : cetakan khusus dibagian bead

3. Bladder : sumber tekanan dan panas pada bagian dalam ban

4. Container : dudukan untuk mold tipe segment sebagai eksternal temperatur

5. Platen : sebagai eksternal temperatur untuk mold

6. Loader : untuk mengambil green tire dari stand ke mesin curing

7. GT basket : tempat meletakkan stock green tyre untuk curing

Gambar 2.19. Bagian-bagian mesin curing

Dalam proses curing tersebut terdapat beberapa parameter utama proses yaitu:

1. Temperature

Input Process Output

Green Tire Proses Curing Ban

Page 24: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

30

2. Pressure

3. Time cure

2.9.9. Balance & Uniformity Test

Setelah ban selesai diproduksi, selanjutnya seluruh ban akan masuk ke area

inspeksi yang mana ban akan mengalami pengujian menyeluruh untuk memenuhi

syarat pengiriman serta memastikan pemenuhan spesifikasi pelanggan. Pengujian

dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengujian standar untuk seluruh ban dan pengujian

khusus untuk spesifikasi ban jenis/ukuran baru serta ban reguler yang diuji 1 unit

setiap 15.000-20.000 unit per jenis/ukuran.

Pengujian standar berlaku untuk seluruh ban yang diproduksi dengan

menggunakan pemeriksaan visual oleh operator, kemudian menggunakan mesin

Balancing Test (kestabilan ban pada kecepatan tinggi) dan Uniformity Test

(keseragaman bentuk dan struktur ban). Setelah memenuhi syarat pengujian ini,

ban mendapatkan tanda lulus tes dan masuk ke area finishing. Saat ini PT. X Tbk

aktif menggunakan 10 unit mesin Balancing Test dan Uniformity Test, sebagai

bagian dari alur proses produksi bannya.

Sedangkan untuk pengujian ban reguler maupun ban baru, pengujian

menggunakan pemeriksaan visual oleh operator, serta enam jenis pengujian yaitu

High Speed Test (ketahanan pada batas kecepatan), Endurance Test (daya tahan

selama 2 hari nonstop), Plunger Test (kekuatan ban terhadap tekanan), Bead

Unsetting (kekuatan bead pada tekanan), Dimension Test (pengukuran dimensi

keseluruhan & TWI), serta Aging Test (pemanasan untuk mengatur kemelaran dan

kekuatan bahan). Pengujian ini menghabiskan waktu jauh lebih lama, dengan hasil

yang lebih spesifik.

Pada pemeriksaan visual maupun pemeriksaan-pemeriksaan dengan mesin

Uniformity dan Balancing, ban yang gagal namun dapat diperbaiki akan langsung

diperbaiki oleh bagian perbaikan ban, yang berada didekat pemeriksaan visual

tersebut, untuk kemudian dilanjutkan ke tahapan pemeriksaan selanjutnya.

Seluruh pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan standar Quality Management

Page 25: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

31

System yang telah diterapkan di PT. X Tbk. dengan mengacu pada standar ISO

9001 tahun 2000 yang telah diaplikasikan oleh perusahaan.

Setiap pabrik ban pasti akan memiliki proses control terakhir yang dinamakan

proses balance & uniformity. Balance & uniformity merupakan suatu proses

pengukuran gaya-gaya yang terjadi pada ban dan penentuan light point dan high

point pada ban, dimana proses tersebut menentukan grade atau kelas ban dengan

tolak ukur dari standar mutu yang berlaku pada masing-masing pabriik ban.

Tujuan dari balance & unfirormity adalah untuk mengetahui seberapa layak ban

tersebut dipakai pada kendaraan (dari segi kenyamanan), semakin kecil nilai

balance & uniformity suatu ban maka semakin nyaman ban tersebut dipakai pada

kendaraan.

Gambar 2.20. Balance & Uniformity

Pengertian dari uniformity pada ban itu sendiri adalah keseragaman kekuatan

(gaya rekasi) dan dimensi pada tiap posisi a,b,c,d,....s/d p suatu ban pada saat ban

tersebut dipakai (di kendaraan) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.21.

Sedangkan pengertian dari balance adalah keseragaman berat ke pusat ban atau

proses pengecekan gaya keseimbangan sebuah ban pada beberapa index untuk

mengetahui titik teringan dan terberat. Semakin besar gaya pada titik teringan atau

terberatnya, akan semakin jelek balancingnya. Balance terbagi menjadi dua

macam yaitu dynamic dan static balance. Dynamic balance didapat dengan

mengukur berat per bagian ban dari tiap sisi ban dan membaginya menjadi sisi

atas dan bawah, kemudian memutar ban yang diinflate dengan meletakkan tanda

light point sedekat mungkin dengan valve. Sedangkan static balance didapat

dengan mengukur keseimbangan ban dalam keadaan berhenti.

Page 26: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

32

Gambar 2.21. Titik-titik balance & uniformity pada ban

Gaya reaksi ban pada setiap titik yang timbul pada saat ban dipakai di jalan,

terbagi dalam tiga macam, diantaranya:

1. RFV (Radial Force Variation) adalah variasi gaya yang terjadi di sekeliling

ban secara vertikal/tegak lurus keatas dan kebawah sewaktu ban berotasi dan

hanya dapat diukur dengan mesin uniformity. Ban yang gaya RFVnya tinggi

tidak akan nyaman saat dipakai dan menyebabkan ban vibrasi.

2. LFV (Lateral Force Variation) adalah variasi gaya yang terjadi di sekeliling

ban secara horisontal ke kiri dan ke kanan tarik menarik sewaktu ban berotasi

dan hanya dapat diukur dengan mesin uniformity. Sama dengan RFV, ban yang

LFVnya tinggi juga akan menimbulkan ban vibrasi atau mobil bergetar.

3. Conicity adalah resultan atau perbedaan lateral force (gaya lateral) bagian kiri

dan kanan atau positif dan negatif pada saat ban berotasi. Conicity berasal dari

kata “con” atau kerucut, conicity menunjukkan bila sebuah ban secara fisik

berbentuk seolah-olah kerucut. Sebuah ban yang memiliki conicity tinggi,

seperti contoh yang ditunjukkan pada gambar, maka suatu gaya lateral akan

terbentuk yang arahnya sama kemanapun ban itu diputar. Ban yang conicitynya

tinggi akan cenderung mengarah ke satu sisi.

Gambar 2.22. Gaya reaksi pada ban

A B

C

D

E

F

G

H I J

K

L

M

N

O

P

Page 27: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan kerangka kerja atau kerangka berfikir secara

sistematis yang akan menggambarkan tahapan-tahapan untuk mengidentifikasi,

merumuskan, menganalisa, memecahkan dan menyimpulkan suatu masalah

sehingga peneliti lebih terarah dan beraturan dalam melakukan penelitian.

3.1. Kerangka Penelitian

Dalam hal ini penulis mencoba untuk berfikir secara sistematis dengan membuat

kerangka penelitian. Berikut adalah kerangka penelitian yang penulis buat.

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian

Observasi Awal

Observasi langsung dan interview untuk mendapatkan

informasi dari pihak-pihak terkait

Pengamatan proses secara garis besar

Identifikasi Masalah

Analisis hasil dari observasi awal

Menentukan masalah yang akan diteliti

Studi Literatur

Konsep dasar Six Sigma

Cause and Effect Diagram, Control Chart, DOE

Desain Faktorial

Pengumpulan Data

Melakukan interview pihak produksi area curing plant 2 untuk

mengidentifikasi permasalahan yang sering terjadi

Mengumpulkan data defect

Observasi proses curing plant 2

Analisis

Pengolahan data defect dan membuat p-chart

Perhitungan DPMO dan nilai sigma

Membuat cause and effect diagram

Trial setting parameter mesin curing

Kesimpulan dan Saran

Membuat kesimpulan berdasarkan hasil penelitian

Memberikan saran untuk evaluasi penelitian

Observasi Awal

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Pengolahan dan

Analisis Data

Simpulan dan Saran

Page 28: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

2

3.2. Observasi Awal

Observasi awal ini merupakan tahapan awal dalam penelitian ini. Tahapan ini

diperlukan untuk mendapatkan informasi-informasi yang mendukung penelitian

seperti permasalahan yang ada, mengidentifikasi gap atau penyimpangan yang

terjadi, menentukan tingkat kepentingan suatu masalah dan menentukan

solusinya.

Penelitian secara langsung dilakukan dengan mengamati proses pemasakan green

tyre (GT) pada area curing dan melakukan interview terhadap pihak produksi,

PPIC dan Lean Manufacture terkait permasalahan yang sering dihadapi oleh

perusahaan khususnya area curing plant 2. Sedangkan penelitian tidak langsung

dilakukan dengan cara mempelajari data-data yang ada pada departemen Produksi

dan Lean Manufacture di PT. X Tbk.

3.3. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahapan dalam menentukan objek permasalahan.

Setelah dilakukan observasi awal di area produksi curing plant 2, diidentifikasi

adanya permasalahan yaitu banyaknya produk defect. Untuk mengatasi masalah

yang ada, diperlukan suatu konsep atau metode yang dapat mengatasi masalah

tersebut. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk meminimasi defect yang

ada dan meningkatkan level sigma perusahaan.

Agar penelitian ini tidak menyimpang atau keluar dari lingkup yang dibahas,

maka perlu diterapkan batasan-batasan masalah. Selain itu asumsi-asumsi yang

digunakan untuk membantu dalam penyelesaian masalah juga perlu diterapkan

dan kedua hal tersebut telah dijelaskan pada Bab 1.

3.4. Studi Literatur

Studi literatur ini adalah proses mempelajari konsep dan aktivitas dalam

melakukan penelitian. Studi literatur ini dilakukan dengan maksud dan tujuan

untuk melengkapi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian dan berperan

dalam pengumpulan informasi secara lengkap untuk memecahkan suatu masalah.

Pada penelitian ini teori yang digunakan sebagai studi literatur yaitu tentang Six

Sigma, peta kendali, cause and effect diagram dan desain faktorial.

Page 29: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

3

3.5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendukung peneliti dalam menyelesaikan

masalah yang telah dijelaskan sebelumnya. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan disini adalah dengan wawancara, observasi langsung dan

dokumentasi.

Teknik wawancara dilakukan dengan mewawancarai karyawan di bagian

curing. Topik wawancara yang dibahas adalah mengenai permasalahan yang

ada pada proses curing.

Teknik observasi yang dilakukan disini adalah dengan mengamati langsung

proses produksi di mesin curing untuk mengetahui dan melihat langsung proses

yang berjalan dan melakukan trial pada proses curing plant 2.

Teknik dokumentasi yang dimaksud disini merupakan pengumpulan

dokumen-dokumen yang berisi peristiwa yang sudah berlalu. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang

diambil secara langsung pada objek penelitian yaitu PT. X Tbk., beberapa data

tersebut diantaranya:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan atau

pengukuran secara langsung oleh peneliti dari suatu objek penelitian. Data

yang diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara. Data primer yang

diambil diantaranya:

a. Permasalahan yang sering terjadi dan sedang dihadapi

b. Proses produksi

c. Data trial setting parameter mesin curing

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang telah tersedia oleh pihak

perusahaan atau pihak lain yang dianggap berkompeten. Data sekunder

yang digunakan diantaranya:

a. Proses Produksi PT. X Tbk.

b. Data defect hasil proses mesin curing

c. Data hasil produksi

Page 30: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

4

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dan dilakukan langkah perbaikan

sesuai dengan konsep Six Sigma metode DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Improve, Control).

1. Define

Tahap define ini merupakan tahapan untuk mengidentifikasi permasalahan yang

ada (banyaknya defect produk). Identifikasi permasalahan yang ada juga

digunakan untuk merancang perbaikan untuk mengurangi defect yang ada.

Tahapan ini dilakukan dengan cara:

- Mengidentifikasi aliran proses produksi PT. X Tbk.

- Mengidentifikasi permasalahan yang akan dianalisa lanjut

2. Measure

Tahap measure ini dilakukan dengan mengolah dan menghitung data yang didapat

diantaranya:

- Membuat diagram kontrol (p-Chart), membuat pareto chart

- Menghitung DPMO (Defect Per Million Opportunities) menggunakan rumus

yang telah ditetapkan untuk menentukan nilai sigma perusahaan

3. Analyze

Pada tahap analyze ini penulis akan menganalisa lebih dalam mengenai penyebab-

penyebab yang mungkin terjadi dengan menggunakan metode Cause and Effect

Diagram (Fish Bone) untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya defect

dan meminimumkan resiko penyebab kegagalan.

4. Improve

Tahap improve merupakan tahap diterapkannya metode Six Sigma untuk

meningkatkan kualitas produk dan meminimasi defect dengan memberikan solusi

perbaikan pada proses produksi dengan analisis statistik menggunakan software

SPSS. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam analisis menggunakan SPSS.

a. Buka software SPSS, klik variable view pada pojok kiri bawah tampilan

SPSS

b. Isikan data sesuai dengan yang akan dianalisis, seperti yang ditunjukkan pada

gambar 3.2.

Page 31: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

5

Gambar 3.2. Variable View

c. Pada kolom Value, isikan level dari masing-masing faktor, seperti contoh

pada gambar 3.3.

Untuk Faktor_A (Temperature cure) :

1. 165°C

2. 165°C

Untuk Faktor_B (Time cure):

1. 790 s

2. 800 s

Gambar 3.3. Kolom Value Untuk Faktor_C (Pressure):

1. 1500 kpa

2. 1600 kpa

d. Selanjutnya klik Data View pada kiri bawah tampilan SPSS, kemudian isi

data hasil trial pada kolom dan baris (Under_Cure) yang tersedia.

Gambar 3.4. Data View

e. Data pada kolom Faktor_A, B dan C diisi dengan data urutan percobaan yang

sebelumnya telah dianalisis dengan software Minitab. Berikut langkah-

langkahnya.

Page 32: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

6

- Buka Software Minitab, Klik Stat > DOE > Factorial > Create Factorial

Design

Gambar 3.5. Stat

- Ganti number of factor menjadi 3

Gambar 3.6. Create Factorial Design

- Klik Design > Pilih dan klik Full Factorial > Ubah replikasi menjadi 3 >

OK

Gambar 3.7. Designs

- Klik Factors > Ubah level low dengan angka 1 dan level high dengan

angka 2

Page 33: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

7

Gambar 3.8. Factors

- Akan tampil hasil seperti gambar dibawah ini

Gambar 3.9. Hasil Minitab

f. Setelah selesai mengisi data trial, klik Analyze > General Linear Model >

Univariate.

Gambar 3.10. Analyze

Page 34: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

8

g. Pada kotak Univariate, masukkan Defect ke kolom Dependent Variable dan

masukkan Temperature, Time dan Pressure ke kolom Fixed Factor.

Gambar 3.11. Univariate

h. Masih pada kotak univariate, klik Plots. Dan pada kotak Plots masukkan

Faktor_A ke kolom Horizontal Axis, Faktor_B pada kolom Separate Lines

kemudian klik Add. Lakukan hal yang sama untuk A*B, B*C dan A*B*C >

Continue.

Gambar 3.12. Plots

i. Masih pada kotak Univariate, klik Options kemudian masukkan semua

variable ke kolom Display Means for. Kemudian ceklist Descriptive statistic

dan Homogenity tests > Continue > OK.

Gambar 3.13. Options

Page 35: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

9

j. Akan muncul output dari analisis

Gambar 3.14. Output

k. Selanjutnya adalah interpretasi output dari hasil analisa yang telah

dilakukan

5. Control

Tahap control yang merupakan tahap akhir dari metode DMAIC ini dilakukan

dengan mengontrol kelancaran atau konsistensi dari solusi perbaikan yang telah

dijalankan serta dengan melakukan beberapa perbaikan dan membuat sebuah alat

control dalam proses curing khususnya setting parameter. Adapun kerangka

pemikiran pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.15.

3.7. Kesimpulan dan Saran

Merupakan tahap akhir dari penelitian, yaitu memberikan kesimpulan berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan saran membangun kepada

perusahaan yang berhubungan dengan penelitian.

Page 36: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

10

Define

Identifikasi permasalahan

Measure

Membuat p-chart

Melakukan perhitungan DPMO, dan

nilai sigma

Analyze

Mencari penyebab masalah

Membuat diagram sebab akibat (fish

bone)

Improve

Mencari solusi dan penyelesaiannya

Melakukan trial (uji coba) setting mesin

Control

Uji asumsi data dengan SPSS

Memenuhi syarat?

Sig. > 0,05

Analisis desain faktorial

Selesai

Ya

Interpretasi output dan membuat

kesimpulan

Ya

Mencari metode yang tepat

Mencapai 6 sigma?

Tidak

Tidak

Uji HomogenitasUji Normalitas

Membuat perancangan percobaan

dengan software minitab

Gambar 3.15. Kerangka Pemikiran

Page 37: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

1

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1. Profil Perusahaan

PT. X Tbk berlokasi di Desa Karangsari Cikarang Timur, Bekasi, Jawa barat. PT.

X Tbk merupakan salah satu produsen ban terkemuka di Indonesia, dengan

jangkauan pasar domestik maupun international. PT X Tbk memiliki luas area ±

50 Hektar. Bangunan utama terdiri dari 3 bangunan pabrik (Plant 1, Plant 2 dan

Plant Solid Tire). Perusahaan ini memproduksi ban kendaraan bermotor roda dua

dan empat. Baik dengan merek sendiri (Private Brand) maupun merek dagang

luar (Host Brand).

Produk-produk yang dihasilkan PT. X Tbk dipasarkan oleh Departemen

Pemasaran dan Penjualan, baik bagian Internasional maupun Domestik. Produk

yang dihasilkan PT. X Tbk ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu PCR (Passanger

Car), MC-X (Motorcycle) dan LTR (Light Truck Radial). Berikut ini adalah area

pemasaran dari PT. X Tbk seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. dibawah ini.

Gambar 4.1. Sales Area PT. X Tbk

(Sumber: Annual Report PT. X Tbk. Tahun 2013)

PT. X Tbk memiliki visi : “To be a leader and Trend Setter in the Tyre Industry”

yang berarti “Menjadi pemimpin dan panutan dalam industri ban”. Dalam meraih

20%

16%

8% 14% 12%

22%

8%

KONTRIBUSI PENJUALAN BERDASARKAN AREA

America

Asia

Australia

Europe

Middle East

Domestic

Page 38: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

2

visi tersebut, PT. X Tbk dalam misinya menyatakan “To Make Prosperous and

Better World” yang berarti “Menjadikan dunia yang lebih makmur dan sejahtera”.

Produk PT. X Tbk telah mendapatkan regulasi DOT (Departement Of

Transportation). DOT berarti bahwa produk ban PT. X Tbk telah melewati

seluruh standar keselamatan, baik dalam level treadwear dan traction yang

diterbitkan oleh Uniform Tire Quality Grading (UTQG) oleh Departemen

Transportasi Amerika Serikat. Beberapa sertifikasi yang telah diperoleh PT. X

Tbk antara lain:

1. Standar Nasional Indonesia (SNI)

2. Economic Commision of Europe

3. Federal Motor Vehicle Safety Standard

4. The European Tire and Rim Technical Organization

5. The Tire and Rim Association

6. Saudi Arabian Standards Organization

7. Compulsory China Certificate

4.2. Observasi Awal

Observasi awal dilakukan dengan cara mengidentifikasi masalah yang terjadi di

perusahaan, khususnya di area produksi mesin curing plant 2. Seperti yang sudah

dibahas pada bab 1 (pendahuluan), pada tahapan ini diidentifikasi adanya

permasalahan yaitu banyaknya jumlah defect produk yang ada. Banyaknya defect

produk ini mengakibatkan terjadinya penyimpangan antara aktual dengan target

defect itu sendiri. Berikut ini adalah grafik defect tyre (minor dan major) periode

Januari-Juni 2015 yang ditunjukkan pada gambar 4.2. dan 4.3.

Gambar 4.2. Grafik Defect Minor Tyre Periode Januari-Juni 2015

January February March April May June

Defect (%) 1.58% 2.28% 2.87% 3.75% 4.45% 4.24%

Target Defect (%) 4.01% 4.01% 4.01% 3.89% 3.89% 3.89%

0.00%1.00%2.00%3.00%4.00%5.00%

% d

efe

ct

% DEFECT MINOR JANUARI -JUNI 2015

3,89 % 4,01%

Page 39: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

3

Gambar 4.3. Grafik Defect Major Tyre Periode Januari-Juni 2015

Pada gambar 4.2 dan 4.3 terlihat bahwa pada beberapa bulan, jumlah defect yang

terjadi berada pada batas target yang telah ditetukan (garis merah pada gambar).

Permasalahan ini jika dibiarkan terus menerus akan berdampak kurang baik bagi

perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dengan cara meminimasi

defect yang ada menggunakan konsep Six Sigma. Konsep ini dipilih karena

merupakan konsep yang cocok untuk mengendalikan kualitas serta mengurangi

defect minor yang secara otomatis juga akan menurunkan jumlah defect major

yang ada pada perusahaan.

4.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara/interview langsung kepada

departemen/pihak-pihak yang bersangkutan, observasi langsung dan juga

dokumentasi.

4.3.1. Data Jenis-Jenis Defect Pada Tyre

Defect terbagi menjadi dua kategori yaitu defect jenis minor dan defect jenis

major. Defect minor adalah produk cacat yang masih bisa dirework, sedangkan

defect major merupakan produk cacat yang sudah tidak bisa dirework/harus

dibuang. Terdapat tujuh jenis defect pada tyre secara visual setelah proses curing

dan masing-masing dari istilah defect tersebut memiliki definisi tersendiri. Jenis-

jenis defect visual pada tyre dijelaskan pada Tabel 4.1 dan untuk melihat contoh

visual dari masing-masing defect dapat dilihat pada lampiran 1.

January February March April May June

Scrap (%) 0.65% 1.02% 1.49% 1.69% 1.66% 1.33%

Target Scrap (%) 1.01% 1.01% 1.01% 0.95% 0.95% 0.95%

0.00%

0.20%

0.40%

0.60%

0.80%

1.00%

1.20%

1.40%

1.60%

1.80%%

De

fect

Maj

or

% DEFECT MAJOR JANUARI -JUNI 2015

0,95 % 1,01 %

Page 40: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

4

Tabel 4.1 Jenis-jenis Defect Pada Tyre

No. Nama Defect Definisi Defect

1 U/C (Under cure)

Kondisi kurang sempurnanya pemasakan ban

(proses curing) sehingga menyebabkan ban

kurang matang

2 B/LK (Bladder Leak)

Defect yang diakibatkan oleh bladder bocor

saat shaping maupun proses curing kemudian

tekanan dalamnya langsung masuk kedalam

ban sehingga terjadi abnormal

3 TW (Twist)

Kondisi center raw cover dan center mold

yang tidak pas menyebabkan cacat pada

bagian bead

4 FM (Foreign Material) Adanya kontaminasi dari material asing yang

ikut tercuring pada ban

5 DFM (Deformation)

Perubahan bentuk ban akibat tekanan tenaga

luar yang terus menerus pada saat ban masih

panas setelah ban keluar dari cetakan/mold

6 B/CR (Bladder Crease)

Lipatan bagian dalam ban yang terjadi karena

adanya sisa/kelebihan bladder saat proses

shaping yang tergelincir dalam proses curing

7 Out of Uniformity

Merupakan salah satu jenis defect yang dicek

dengan menggunakan mesin tersendiri yaitu

mesin Balance & Uniformity. Mesin ini

mengukur tingkat balance & uniformity dari

ban hasil proses curing, apabila ban tersebut

tidak lolos uji dari mesin ini maka ban

tersebut dinyatakan Out of Uniformity artinya

ban tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi.

Page 41: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

5

Suatu produk dikatakan defect apabila telah melewati batas spesifikasi yang telah

ditetapkan. Klasifikasi dari pengkategorian defect dapat dilihat pada gambar 4.4

dibawah ini.

Gambar 4.4. Klasifikasi Defect

Sumber: Visual Tyre Standard Dept. Lean Manufacturing

4.2.2. Data Defect Proses Curing

Data defect mesin curing ini diperoleh dari hasil dokumentasi departemen BCI.

Alasan dipilihnya proses curing dalam penelitian ini adalah karena proses curing

merupakan proses akhir dalam pembuatan ban sehingga proses ini mempunyai

peranan penting bagi perusahaan dalam memenuhi order pelanggan.

Total defect minor keseluruhan mencapai 32.860 pcs tyre sedangkan total defect

major keseluruhan mencapai 13.616 pcs tyre dari hasil total produksi sebesar

Tujuan : * Menyamakan / unification judgement tire ( defect, ranking, repair dan scrap )

* Mempermudah penamaan defect tire ( dengan sistem initial nama defect )

SIC : Operator - Manager ( Finishing, QA dan R&D ) Departement

Nama - Nama Defect

General Under Cure U/C - Tire kurang matang

Bladder Leak B/LK C7 Bladder bocor / pecah

Bladder Crease B/CR C3 Bladder melipat

Twist TW T10 Cacat pada bagian bead

Foreign Material FM CE1 Ada material asing di tire

Deformation DFM C12 Perubahan bentuk pada tire ( hampir seluruh )

Out of Uniformity Unif - Tidak lolos uji balance & uniformity

Metode Repair TireV : Venting ( ditusuk dengan alat khusus ) S : Straigthen ( diluruskan dengan alat khusus )

[ venting tidak boleh dari dalam tire / tembus ] P : Patching ( tambal / matrik letering -> press )M : Masking ( ditutup dengan lilin / rubber calk ) B : Buffing ( gerinda tangan / belton )T : Triming ( dicukur / potong / sayat ) L : Letter ( repair tread marking / stamp )I : Inflate ( tire dipasang di rim / alat khusus dan di isi angin, simpan beberapa hari )

1 Under Cure tire kurang matang normal laik repair tidak bisa repair

[ U/C ] Porosity tidak ada

Metode repair : ALL2 Bladder Leak tire abnormal karena bladder bocor tire OK < 10x20 mm > 10x0

[ B/LK ] Jumlah / area max 2 tempat > 2 tempat

Metode repair : B3 Bladder Crease tire abnormal karena bladder melipat < 3 mm 4 - 8 mm > 8 mm

[ B/CR ] Visual max 1 tempat max 1 tempat > 1 tempat

Metode repair : B4 Twist Cacat pada bagian bead < 1.0 mm 1.1 - 2.0 mm > 2.0 mm

[TW ] Jumlah / area max 1/4 max 1/2 cord ply terlihat

Metode repair : T B lingkaran lingkaran

5 Foreign Material Ada foreign material tidak repair laik repair tidak bisa repair

[ FM ] Jumlah / lebar - max 1/8 lingkar > 1/8 lingkar

Metode repair : M P B6 Deformation Visual masih bisa terlihat terlihat jelas

[ DFM ] Uniformity inflate unif max 1/2 lingkar > 1/2 lingkar

Metode repair : I tidak bisa repair

7 Out of Uniformity Visual tidak defect laik repair tidak bisa repair

Uniformity OK

Metode repair : ALL

FINISHING

Dibuat Diperiksa Disetujui

Nama Defect dan Klasifikasinya

/ 11

NO. REGISTRASI TGL. DISETUJUI NO. & TGL. REVISI AREA APLIKASI HALAMAN

018/LS/FIN/MSA 00

( regular )

Area Nama defectCode

DefinisiBaru Lama

( repair ) ( ranking )

Nama Defect KeteranganKlasifikasi

OK Defect Scrap[ GENERAL ]

Page 42: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

6

1.106.110 pcs tyre selama enam bulan. Total defect secara keseluruhan hasil

curing periode Januari-Juni 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data Total Defect vs Total Produksi Periode Januari-Juni 2015

January February March April May June

Total Produksi 262.306 209.907 179.211 160.716 140.103 153.867

Jumlah Defect Minor 4.141 4.792 5.145 6.020 6.241 6.521

Jumlah Defect Major 1.714 2.147 2.669 2.709 2.332 2.045

Untuk menganalisis lebih lanjut, berikut ini adalah rekap data defect tyre hasil

curing periode Januari-Juni 2015 secara terpisah berdasarkan jenis dari defectnya

ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.3. Data Defect Minor Proses Curing Pada Periode Januari-Juni 2015

No. Jenis Defect

Minor

Jumlah Defect Minor TOTAL

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 U/C 522 763 908 1.876 1.702 1.959 7.730

2 B/LK 1.056 889 972 1.117 1.210 1..238 6.482

3 Out of Uniformity 911 1.083 1.017 1.007 1.020 1.060 6.098

4 TW 571 650 692 635 632 600 3.780

5 FM 490 503 528 600 722 727 3.570

6 DFM 320 518 578 340 465 493 2.714

7 B/CR 271 386 450 445 490 444 2.486

TOTAL 4.141 4.792 5.145 6.020 6.241 6.521 32.860

Tabel 4.4. Data Defect Major Proses Curing Pada Periode Januari-Juni 2015

No. Jenis Defect

Major

Jumlah Defect Major TOTAL

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 U/C 454 499 521 572 512 573 3.131

2 B/LK 271 386 550 545 453 346 2.551

3 TW 358 405 333 466 400 439 2.401

4 FM 241 350 393 397 317 292 1.990

5 DFM 224 294 397 341 380 205 1.841

6 B/CR 166 213 475 388 270 190 1.702

TOTAL 1.714 2.147 2.669 2.709 2.332 2.045 13.616

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa baik defect minor maupun major, U/C

atau under cure merupakan jenis defect terbanyak yang ada dengan perolehan

sebesar 7.730 untuk defect minor dan 3.131 untuk defect major dalam waktu enam

bulan.

Page 43: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

7

4.3. Pengolahan Data

Data yang telah didapat selanjutnya diolah sesuai dengan kebutuhan analisis

selanjutnya. Dalam analisis ini data diolah untuk membuat peta kendali p-chart,

diagram pareto serta menghitung DPMO dan nilai sigma.

4.3.1. Membuat p-Chart (proportion defective control chart)

p-chart digunakan untuk mengendalikan jumlah produk yang cacat (non

conforming). Dengan menggunakan distribusi 3 sigma sebagai batas pengendalian

proses manufaktur, maka berikut adalah rumus UCL dan LCL. Data defect

ditunjukkan pada tabel 4.5.

√ ( )

√ ( )

Tabel 4.5. Data Defect (Juni 2015) untuk pembuatan peta kendali

Tanggal Jumlah

Sampel

Jumlah

Defect p √ ( ) UCL LCL

1 4.944 298 0,060275081 0,003270718 0,066093 0,046469

2 5.188 281 0,054163454 0,003203244 0,065891 0,046672

3 4.992 281 0,056290064 0,00326185 0,066067 0,046496

4 5.473 285 0,052073817 0,00312217 0,065648 0,046915

5 5.737 312 0,054383824 0,003045769 0,065419 0,047144

6 4.368 282 0,06456044 0,003471751 0,066697 0,045866

7 5.260 269 0,051140684 0,003186325 0,06584 0,046722

8 5.712 265 0,046393557 0,00306530 0,065477 0,047085

9 4.500 299 0,066444444 0,003417007 0,066532 0,04603

10 6.505 331 0,050883935 0,002865616 0,064878 0,047684

11 5.020 272 0,054183267 0,003256369 0,06605 0,046512

12 5.194 273 0,052560647 0,003204105 0,065894 0,046669

13 4.738 242 0,051076404 0,003357377 0,066353 0,046209

14 5.388 292 0,054194506 0,003143179 0,065711 0,046852

15 5.456 284 0,052052786 0,003127065 0,065662 0,046900

16 5.191 280 0,053939511 0,003202698 0,065889 0,046673

17 6.344 284 0,044766709 0,002911087 0,065015 0,047548

18 6.140 257 0,041856678 0,002963555 0,065172 0,047391

19 5.852 297 0,05075188 0,00302148 0,065346 0,047217

20 4.488 260 0,057932264 0,003437135 0,066593 0,04597

21 5.120 299 0,058398438 0,003217219 0,065933 0,04663

22 4.817 292 0,060618642 0,00331295 0,06622 0,046342

Page 44: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

8

Tabel 4.5. Data Defect (Juni 2015) untuk pembuatan peta kendali (lanjutan)

Tanggal Jumlah

Sampel

Jumlah

Defect p √ ( ) UCL LCL

23 4.761 278 0,058391094 0,003336324 0,06629 0,046272

24 5.167 263 0,050899942 0,00321528 0,065927 0,046635

25 4.264 277 0,064962477 0,003513079 0,066821 0,045742

26 5.080 328 0,064566929 0,003219263 0,065939 0,046623

27 4.571 327 0,071537957 0,003381104 0,066425 0,046138

28 4.356 259 0,05945822 0,003485998 0,066739 0,045823

29 4.424 289 0,065325497 0,003448297 0,066626 0,045936

30 4.817 310 0,064355408 0,003306352 0,0662 0,046362

Rata-rata 0,056281285 0,003232322 0,065978 0,046584

Sesuai dengan data pada tabel 4.5 dibuatlah p-chart menggunakan bantuan

software Minitab yang ditunjukkan pada gambar 4.5.

28252219161310741

0,075

0,070

0,065

0,060

0,055

0,050

0,045

0,040

Sample

Pro

po

rtio

n

_P=0,05567

UCL=0,06558

LCL=0,04576

1

1

1

1

1

P Chart of Defect

Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 4.5. Peta kendali p-chart

Test Results for P Chart of Defect TEST 1. One point more than 3,00 standard deviations from center line.

Test Failed at points: 8; 9; 17; 18; 27

Terlihat pada p-chart diatas, terdapat lima titik yang berada diluar batas-batas

kendali (UCL dan LCL). Sebelum melakukan perbaikan perlu diketahui terlebih

dahulu manakah dari jenis-jenis defect yang ada yang menghasilkan jumlah defect

paling banyak diantara yang lainnya. Untuk melihat jenis defect yang paling

banyak atau paling dominan dapat dilihat pada diagram pareto yang ditunjukkan

pada gambar 4.6.

Page 45: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

9

Defect dan Scrap 10861 9033 6181 6098 5560 4555 4188

Percent 23,4 19,4 13,3 13,1 12,0 9,8 9,0

Cum % 23,4 42,8 56,1 69,2 81,2 91,0 100,0

Jenis Defect B/CRDFMFMOut of UnifTWB/LKU/C

50000

40000

30000

20000

10000

0

100

80

60

40

20

0

Defe

ct d

an S

crap

Perc

ent

Pareto Chart of Jenis Defect

Gambar 4.6. Pareto Diagram Defect Tyre

Berdasarkan hasil pareto rekap defect tyre hasil curing periode Januari – Juni

2015 dilihat dari jenis defect nya, terlihat bahwa defect tertinggi adalah jenis

defect U/C atau Under cure dengan persentase cacat sebesar 23,4%.

4.3.3. Menghitung DPMO (Defects Per Million Opportunities) dan Nilai Sigma

DPMO merupakan ukuran kegagalan dalam konsep Six Sigma yang menunjukkan

kegagalan dalam sejuta kesempatan. Cara menghitung DPMO adalah sebagai

berikut:

Langkah awal adalah dengan menghitung DPU (Defect Per Unit) dengan rumus:

Kemudian selanjutnya menghitung DPMO dengan rumus:

Keterangan:

Unit : Pcs tyre

Defect : Produk gagal

Opportunity for error in a unit : Kemungkinan adanya defect dalam 1 unit

Setelah mendapatkan nilai DPMO, langkah selanjutnya adalah melihat tabel

konversi DPMO ke nilai sigma yang terlampir pada Lampiran 2.

Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai DPU, DPMO dan

nilai sigma.

Page 46: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

10

Unit : 4.944 psc tyre yang diproduksi pada tanggal 1 Juni 2015

Defect : 298 pcs tyre yang terjadi defect pada tanggal 1 Juni 2015

Opportunities : 7 opportunities (7 peluang kemungkinan terjadinya defect dalam

satu unit tyre)

(konversi ke nilai sigma, lihat tabel

konversi DPMO ke nilai sigma pada lampiran 2)

Tabel 4.6. Data defect (Juni 2015) untuk perhitungan DPMO dan nilai sigma

Tanggal Total Produksi Total Jumlah

Defect DPU DPMO

1 4.944 298 0,0602751 8610,7258

2 5.188 281 0,0541635 7737,6363

3 4.992 281 0,0562901 8041,4377

4 5.473 285 0,0520738 7439,1167

5 5.737 312 0,0543838 7769,1178

6 4.368 282 0,0645604 9222,9199

7 5.260 269 0,0511407 7305,8121

8 5.712 265 0,0463936 6627,6511

9 4.500 299 0,0664444 9492,0635

10 6.505 331 0,0508839 7269,1336

11 5.020 272 0,0541833 7740,4667

12 5.194 273 0,0525606 7508,6638

13 4.738 242 0,0510764 7296,6291

14 5.388 292 0,0541945 7742,0723

15 5.456 284 0,0520528 7436,1123

16 5.191 280 0,0539395 7705,6444

17 6.344 284 0,0447667 6395,2441

18 6.140 257 0,0418567 5979,5254

19 5.852 297 0,0507519 7250,2685

20 4.488 260 0,0579323 8276,0377

21 5.120 299 0,0583984 8342,6339

Page 47: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

11

22 4.817 292 0,0606186 8659,8060

Tabel 4.6. Data defect (Juni 2015) untuk perhitungan DPMO dan nilai sigma

(lanjutan)

Tanggal Total Produksi Total Jumlah

Defect DPU DPMO

24 5.167 263 0,0508999 7271,4203

25 4.264 277 0,0649625 9280,3538

26 5.080 328 0,0645669 9223,8470

27 4.571 327 0,071538 10219,7081

28 4.356 259 0,0594582 8494,0312

29 4.424 289 0,0653255 9332,2139

30 4.817 310 0,0643554 9193,6297

Total 153.867 8.566 0,0562813 8040,1836

Rata-rata Nilai Sigma 3,9029

Untuk mendapatkan nilai sigma yang tepat, maka dilakukan dengan cara

interpolasi tabel konversi DPMO ke nilai sigma, berikut adalah contoh

perhitungannya:

( )

Dimana,

x y

DPMO yang akan dicari nilai sigmanya adalah 8040,1836

( )

Nilai Sigma DPMO

3,90 8.198

X 8040,1836

3,91 7.976

Page 48: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

12

Sesuai dengan hasil rata-rata DPMO yang diperoleh yaitu 8040,1836 maka didapat

nilai sigma sebesar 3,9029 sigma.

4.4. Analisa Permasalahan

Tahap analyze ini merupakan langkah ketiga setelah define dan measure. Dalam

tahap ini akan dianalisis penyebab-penyebab terjadinya defect under cure dan

mengidentifikasi faktor yang sifatnya tetap untuk kemudian dilakukan rancangan

percobaan menggunakan diagram sebab akibat.

Gambar 4.7. Cause and Effect Diagram

Seperti yang terlihat pada gambar 4.7 diatas, hanya tiga faktor yang teridentifikasi

menyebabkan banyaknya defect under cure. Ketiga faktor tersebut diantaranya;

faktor man, material dan method. Pada faktor man teridentifikasi bahwa terkadang

terjadi kesalahan dalam melakukan setting parameter yang disebabkan oleh

operator baru. Pada faktor material teridentifikasi bahwa material karet yang

digunakan terkadang terlalu tebal sehingga memerlukan waktu dan suhu yang

lebih dari spec. Sedangkan dilihat pada faktor method bahwa memang sebenarnya

belum ada spec khusus untuk setting parameter size tyre tertentu jadi saat ini spec

yang digunakan untuk semua size tyre adalah sama.

Oleh karena itu penulis memutuskan untuk melakukan perbaikan dengan mencari

setting parameter optimum cure untuk masing-masing size tyre. Selain itu

keputusan ini juga didukung karena faktor method tersebut merupakan faktor yang

sifatnya tetap, sehingga jika dilakukan perbaikan terhadap faktor tetap tentu

Page 49: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

13

mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan faktor yang sifatnya tidak

tetap.

4.5. Solusi Perbaikan

Solusi perbaikan dilakukan dengan menggunakan analisis desain faktorial 23

yang

merupakan bagian dari ANOVA dengan Software SPSS untuk meminimasi

jumlah defect under cure yang ada (dengan mencari setting parameter cure yang

optimum). Analisis desain faktorial 23 adalah analisis yang biasa dilakukan dalam

sebuah eksperimen apabila faktor yang diuji berjumlah dua atau lebih faktor

dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh dari faktor yang ada terhadap

suatu permasalahan. Analisis ini terdiri dari 3 buah faktor dengan 2 buah level

atau taraf, yang dikatakan level atau taraf disini adalah varian dari masing-masing

variabel.

Faktor-faktor tetap yang mempengaruhi defect U/C atau Under cure diantaranya:

1. Faktor penggunaan temperatur curing,

2. Faktor lamanya proses curing atau waktu curing, dan

3. Faktor penggunaan tekanan curing

Ketiga faktor tersebut dijadikan sebagai variabel independen (yang

mempengaruhi) sedangkan defect under cure dijadikan sebagai variabel dependen

(yang dipengaruhi). Untuk variabel/faktor temperature cure, level/taraf/varian

yang diuji yaitu 165°C dan 175°C, untuk variabel/faktor time cure,

level/taraf/varian yang diuji yaitu 790 s dan 800 s dan untuk variabel/faktor

pressure, level/taraf/varian yang diuji yaitu 1500 kpa dan 1600 kpa.

Kelompok ban PCR terbagi menjadi 4 kelompok berdasarkan ukuran rimnya

diantaranya Rim 17, 18, 19 dan 20. Dalam penelitian ini yang akan dianalisis

lanjut hanya rim 19 dan 20 saja dikarenakan pada trial untuk rim 17 dan 18 tidak

menghasilkan defect (nol defect) sehingga datanya tidak bisa diproses. Hal ini

berarti menyatakan bahwa pada rim 17 dan 18 setting parameter yang digunakan

sudah optimum.

Adapun persyaratan/asumsi data yang harus dipenuhi dalam analisis desain

faktorial ini, diantaranya:

Page 50: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

14

1. Data yang digunakan harus berdistribusi normal

2. Varian dan populasi yang digunakan harus bersifat sama (homogen)

1. Uji Asumsi Data

Untuk melakukan analisis lanjut perlu dilakukan uji asumsi data terlebih dahulu,

uji ini terdiri dari beberapa uji didalamnya diantaranya uji normalitas dan uji

homogenitas sebagai syarat dari analisis anova (desain faktorial). Jika data yang

digunakan sudah memenuhi persyaratan yang ada maka berarti analisis dapat

dilanjutkan.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

akan dianalisis terdistribusi normal atau tidak. Data yang baik untuk digunakan

dalam sebuah penelitian adalah data yang terdistribusi normal. Data yang

terdistribusi normal adalah data yang memiliki sebaran yang merata sehingga

dapat mewakili populasi. Berikut ini adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirvov

dengan SPSS.

Uji Normalitas Tyre Rim 19

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Defect Under

cure

N 24

Normal Parametersa,b

Mean 1,50

Std. Deviation 1,285

Most Extreme Differences

Absolute ,170

Positive ,170

Negative -,151

Kolmogorov-Smirnov Z ,833

Asymp. Sig. (2-tailed) ,491

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Hipotesis:

H0 : Data terdistribusi normal

H1 : Data tidak terdistribusi normal

Page 51: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

15

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,491 (Rim 19) yang

berarti > 0,05, maka keputusannya adalah terima H0 yang artinya data yang diuji

terdistribusi normal.

Uji Normalitas Tyre Rim 20

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Defect Under

cure

N 24

Normal Parametersa,b

Mean 1,33

Std. Deviation 1,049

Most Extreme Differences

Absolute ,237

Positive ,190

Negative -,237

Kolmogorov-Smirnov Z 1,163

Asymp. Sig. (2-tailed) ,134

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Hipotesis:

H0 : Data terdistribusi normal

H1 : Data tidak terdistribusi normal

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,134 (Rim 20) yang

berarti > 0,05, maka keputusannya adalah terima H0 yang artinya data yang diuji

terdistribusi normal.

Page 52: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

16

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan uji yang digunakan untuk menguji kesamaan varian

dari populasi yang ada. Uji homogenitas ini dilakukan sebagai salah satu

persyaratan dalam anova dan desain faktorial.

Uji homogenitas dari variabel temperature cure Rim 19

Test of Homogeneity of Variances

Defect Under cure

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,158 1 22 ,294

Uji homogenitas dari variabel time cure Rim 19

Test of Homogeneity of Variances

Defect Under cure

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,408 1 22 ,530

Uji homogenitas dari variabel pressure Rim 19

Test of Homogeneity of Variances

Defect Under cure

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,408 1 22 ,530

Uji homogenitas dari variabel temperature cure Rim 20

Test of Homogeneity of Variances

Defect Under cure

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,829 1 22 ,107

Uji homogenitas dari variabel time cure Rim 20

Test of Homogeneity of Variances

Defect Under cure

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,095 1 22 ,162

Uji homogenitas dari variabel pressure Rim 20

Test of Homogeneity of Variances

Defect Under cure

Page 53: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

17

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,423 1 22 ,522

Hipotesis:

H0 : Varian dari populasi data sama (homogen)

H1 : Varian dari populasi data tidak sama

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi yang diperoleh dari ketiga variabel (baik Rim 19 maupun

Rim 20) nilainya lebih besar dari 0,05 (> 0,05), maka keputusannya adalah terima

H0 yang artinya data homogen.

2. Tabel Pengamatan

Sebelum melakukan trial, dilakukan terlebih dahulu pembuatan rancangan

percobaan menggunakan Software Minitab. Perancangan dilakukan dengan

menggunakan tools DOE (Design Of Experiment) dengan replikasi sebanyak tiga

kali dan jumlah sampel sebanyak 5 pcs tyre per kombinasi setting parameter.

Kombinasi setting mesin berdasarkan hasil perancangan dengan Minitab

ditunjukkan pada tabel 4.7 dan 4.8.

Tabel 4.7. Hasil Percobaan Rim 19

Urutan

Replikasi

Faktor A

(Temperature)

Faktor B

(Time)

Faktor C

(Pressure)

Jumlah

Defect U/C

A1B1C1 (1) 1 1 1 4

A2B1C1 (1) 2 1 1 2

A1B2C1 (1) 1 2 1 3

A2B2C1 (1) 2 2 1 1

A1B1C2 (1) 1 1 2 3

A2B1C2 (1) 2 1 2 1

A1B2C2 (1) 1 2 2 1

A2B2C2 (1) 2 2 2 0

A1B1C1 (2) 1 1 1 4

A2B1C1 (2) 2 1 1 1

A1B2C1 (2) 1 2 1 2

A2B2C1 (2) 2 2 1 0

Page 54: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

18

A1B1C2 (2) 1 1 2 2

A2B1C2 (2) 2 1 2 0

A1B2C2 (2) 1 2 2 2

A2B2C2 (2) 2 2 2 0

A1B1C1 (3) 1 1 1 3

A2B1C1 (3) 2 1 1 1

A1B2C1 (3) 1 2 1 2

A2B2C1 (3) 2 2 1 0

A1B1C2 (3) 1 1 2 2

Tabel 4.7. Hasil Percobaan Rim 19 (lanjutan)

Urutan

Replikasi

Faktor A

(Temperature)

Faktor B

(Time)

Faktor C

(Pressure)

Jumlah

Defect U/C

A2B1C2 (3) 2 1 2 0

A1B2C2 (3) 1 2 2 2

A2B2C2 (3) 2 2 2 0

Tabel 4.8. Hasil Percobaan Rim 20

Urutan

Replikasi

Faktor A

(Temperature)

Faktor B

(Time)

Faktor C

(Pressure)

Jumlah

Defect U/C

A1B1C1 (1) 1 1 1 4

A2B1C1 (1) 2 1 1 2

A1B2C1 (1) 1 2 1 4

A2B2C1 (1) 2 2 1 1

A1B1C2 (1) 1 1 2 4

A2B1C2 (1) 2 1 2 1

A1B2C2 (1) 1 2 2 2

A2B2C2 (1) 2 2 2 0

A1B1C1 (2) 1 1 1 3

A2B1C1 (2) 2 1 1 1

A1B2C1 (2) 1 2 1 3

A2B2C1 (2) 2 2 1 0

A1B1C2 (2) 1 1 2 3

A2B1C2 (2) 2 1 2 1

A1B2C2 (2) 1 2 2 3

A2B2C2 (2) 2 2 2 0

A1B1C1 (3) 1 1 1 3

A2B1C1 (3) 2 1 1 2

A1B2C1 (3) 1 2 1 3

A2B2C1 (3) 2 2 1 0

A1B1C2 (3) 1 1 2 3

A2B1C2 (3) 2 1 2 0

A1B2C2 (3) 1 2 2 3

A2B2C2 (3) 2 2 2 0

Page 55: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

19

Keterangan:

Untuk Faktor A, 1 : 165 °C, 2 : 175 °C

Untuk Faktor B, 1 : 790 s, 2 : 800 s

Untuk Faktor C, 1 : 1500 kpa, 2 : 1600 kpa

Setting parameter cure saat ini (semua jenis Rim (20, 19, 18, 17)):

Temperature cure : 165 °C

Time cure : 790 s

Pressure : 1500 kpa

3. Melakukan Analisis Dengan Sofware SPSS 20

Setelah melakukan trial dan setelah lulus uji asumsi, langkah selanjutnya yaitu

melakukan analisis dengan SPSS menggunakan tools Analyze > General Linear

Model > Univariate. Langkah-langkah analisis telah dijelaskan pada BAB III.

4. Merumuskan Hipotesis (Interpretasi Output SPSS)

Berikut ini adalah beberapa output dari analisa desain faktorial dengan SPSS.

Between-Subjects Factors

Value Label N

Temperature cure 1 165 °C 12

2 175 °C 12

Time cure 1 790 s 12

2 800 s 12

Pressure 1 1500kpa 12

2 1600kpa 12

Tabel Between-Subjects Factors diatas merupakan tabel ringkasan data yang

diproses dalam SPSS. Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pada tiap-tiap

temperature cure (165°C dan 175°C), time cure (790 dan 800 s) dan pressure

(1500 kpa dan 1600 kpa) terdapat 12 sampel yang diproses.

Selanjutnya adalah tabel Descriptive Statistics, tabel ini merupakan rekap statistik

dari variabel-variabel yang dianalisis untuk Rim 19. Terlihat mean terendah

terdapat pada kombinasi temperature (175°C), time (800 s) dan pressure (1600

Page 56: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

20

kpa) dan mean tertinggi terdapat pada kombinasi temperature (165°C), time (790

s dan 800 s) dan pressure (1500 dan 1600 kpa).

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Defect Under cure

Temperature cure Time cure Pressure Mean Std. Deviation N

165 °C

790 s

1500kpa 3,67 ,577 3

1600kpa 2,33 ,577 3

Total 3,00 ,894 6

800 s

1500kpa 2,33 ,577 3

1600kpa 1,67 ,577 3

Total 2,00 ,632 6

Total

1500kpa 3,00 ,894 6

1600kpa 2,00 ,632 6

Total 2,50 ,905 12

175 °C

790 s

1500kpa 1,33 ,577 3

1600kpa ,33 ,577 3

Total ,83 ,753 6

800 s

1500kpa ,33 ,577 3

1600kpa ,00 ,000 3

Total ,17 ,408 6

Total

1500kpa ,83 ,753 6

1600kpa ,17 ,408 6

Total ,50 ,674 12

Total

790 s

1500kpa 2,50 1,378 6

1600kpa 1,33 1,211 6

Total 1,92 1,379 12

800 s

1500kpa 1,33 1,211 6

1600kpa ,83 ,983 6

Total 1,08 1,084 12

Total

1500kpa 1,92 1,379 12

1600kpa 1,08 1,084 12

Total 1,50 1,285 24

Sama halnya dengan tabel Descriptive Statistics untuk Rim 19, pada tabel Descriptive

Statistics untuk Rim 20 ini juga terlihat mean terendah terdapat pada kombinasi

temperature (175°C), time (800 s) dan pressure (1600 kpa)

Descriptive Statistics

Dependent Variable: Defect Under cure

Temperature cure Time cure Pressure Mean Std. Deviation N

165 °C

790 s

1500kpa 3,33 ,577 3

1600kpa 3,33 ,577 3

Total 3,33 ,516 6

800 s

1500kpa 3,33 ,577 3

1600kpa 2,67 ,577 3

Total 3,00 ,632 6

Page 57: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

21

Total

1500kpa 3,33 ,516 6

1600kpa 3,00 ,632 6

Total 3,17 ,577 12

175 °C

790 s

1500kpa 1,67 ,577 3

1600kpa ,67 ,577 3

Total 1,17 ,753 6

800 s

1500kpa ,33 ,577 3

1600kpa ,00 ,000 3

Total ,17 ,408 6

Total

1500kpa 1,00 ,894 6

1600kpa ,33 ,516 6

Total ,67 ,778 12

Total

790 s

1500kpa 2,50 1,049 6

1600kpa 2,00 1,549 6

Total 2,25 1,288 12

800 s

1500kpa 1,83 1,722 6

1600kpa 1,33 1,506 6

Total 1,58 1,564 12

Total

1500kpa 2,17 1,403 12

1600kpa 1,67 1,497 12

Total 1,92 1,442 24

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable: Defect Under cure (Rim 19)

F df1 df2 Sig.

2,286 7 16 ,081

Tests the null hypothesis that the error variance

of the Dependent Variable is equal across

groups.

a. Design: Intercept + Faktor_A + Faktor_B +

Faktor_C + Faktor_A * Faktor_B + Faktor_A *

Faktor_C + Faktor_B * Faktor_C + Faktor_A *

Faktor_B * Faktor_C

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable: Defect Under cure (Rim 20)

F df1 df2 Sig.

2,286 7 16 ,081

Tests the null hypothesis that the error variance

of the Dependent Variable is equal across

groups.

Page 58: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

22

a. Design: Intercept + Faktor_A + Faktor_B +

Faktor_C + Faktor_A * Faktor_B + Faktor_A *

Faktor_C + Faktor_B * Faktor_C + Faktor_A *

Faktor_B * Faktor_C

Berdasarkan hasil uji pada tabel Levene's Test of Equality of Error Variancesa,

terlihat bahwa nilai Fhitung yang didapat baik rim 19 atau rim 20 adalah 2,286

dengan nilai signifikansi 0,081 yang nilainya lebih besar dari 0,05 yang

menyatakan bahwa model penelitian ini memenuhi syarat homogenitas.

Tests of Between-Subjects Effects (PCR Rim 19)

Dependent Variable: Defect Under cure

Source Type III Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 33,333a 7 4,762 16,327 ,000

Intercept 54,000 1 54,000 185,143 ,000

Faktor_A 24,000 1 24,000 82,286 ,000

Faktor_B 4,167 1 4,167 14,286 ,002

Faktor_C 4,167 1 4,167 14,286 ,002

Faktor_A * Faktor_B ,167 1 ,167 ,571 ,461

Faktor_A * Faktor_C ,167 1 ,167 ,571 ,461

Faktor_B * Faktor_C ,667 1 ,667 2,286 ,150

Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C ,000 1 ,000 ,000 1,000

Error 4,667 16 ,292

Total 92,000 24

Corrected Total 38,000 23

a. R Squared = ,877 (Adjusted R Squared = ,823)

Tests of Between-Subjects Effects (PCR Rim 20)

Dependent Variable: Defect Under cure

Source Type III Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 43,167a 7 6,167 21,143 ,000

Intercept 88,167 1 88,167 302,286 ,000

Faktor_A 37,500 1 37,500 128,571 ,000

Faktor_B 2,667 1 2,667 9,143 ,008

Page 59: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

23

Faktor_C 1,500 1 1,500 5,143 ,038

Faktor_A * Faktor_B ,667 1 ,667 2,286 ,150

Faktor_A * Faktor_C ,167 1 ,167 ,571 ,461

Faktor_B * Faktor_C ,000 1 ,000 ,000 1,000

Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C ,667 1 ,667 2,286 ,150

Error 4,667 16 ,292

Total 136,000 24

Corrected Total 47,833 23

a. R Squared = ,902 (Adjusted R Squared = ,860)

Sesuai dengan tujuan dari desain faktorial, maka terdapat tiga perbedaan mean

yang akan diuji, diantaranya;

1. Apakah perbedaan mean yang ada, terjadi karena kebetulan ataukah merupakan

pengaruh dari interaksi antar faktor yang ada (interaction effect)

Dalam analisis ini efek interaksi harus diperhatikan sebab mungkin saja jumlah

defect under cure lebih disebabkan oleh kombinasi dari efek antara faktor A

dan B atau faktor A dan C atau faktor B dan C atau interaksi dari ketiga faktor

yang ada (A, B, dan C).

Untuk efek interaksi antara faktor A dan B

Hipotesis:

H0 : Tidak ada interaksi antara faktor A dan faktor B

H1 : Ada interaksi antara faktor A dan faktor B

Untuk efek interaksi antara faktor A dan C

Hipotesis:

H0 : Tidak ada interaksi antara faktor A dan faktor C

H1 : Ada interaksi antara faktor A dan faktor C

Untuk efek interaksi antara faktor B dan C

Hipotesis:

H0 : Tidak ada interaksi antara faktor B dan faktor C

H1 : Ada interaksi antara faktor B dan faktor C

Untuk efek interaksi antara faktor A, B dan C

Hipotesis:

Page 60: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

24

H0 : Tidak ada interaksi antara faktor A, B dan C

H1 : Ada interaksi antara faktor A, B dan C

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi dari ketiga interaksi variabel (A*B, A*C, B*C,

A*B*C) baik untuk Rim 19 maupun Rim 20, yang diperoleh nilainya lebih

besar dari 0,05, maka keputusannya adalah terima H0 yang artinya tidak ada

interaksi antara faktor A dan faktor B, faktor A dan C, faktor B dan C serta

faktor A, B C pada tingkat signifikasi 5% atau 0,05.

2. Apakah perbedaan mean yang ada, terjadi karena kebetulan atau merupakan

pengaruh dari faktor utama (main effect untuk faktor A)

Hipotesis:

H0 : Tidak ada efek dari faktor A

H1 : Ada efek dari faktor A

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi yang diperoleh Rim 19 dan 20 adalah sebesar 0,000

yang berarti < 0,05, maka keputusannya adalah tolak H0 yang artinya ada efek

dari faktor temperature cure terhadap defect under cure yang diperoleh.

3. Apakah perbedaan mean yang ada, terjadi karena kebetulan atau merupakan

pengaruh dari faktor kedua (main effect untuk faktor B)

Hipotesis:

H0 : Tidak ada efek dari faktor B

H1 : Ada efek dari faktor B

Page 61: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

25

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,002 (Rim 19) dan

0,008 (Rim 20) yang berarti < 0,05, maka keputusannya adalah tolak H0 yang

artinya ada efek faktor time cure terhadap data defect under cure yang

diperoleh.

4. Apakah perbedaan mean yang ada, terjadi karena kebetulan atau merupakan

pengaruh dari faktor kedua (main effect untuk faktor C)

Hipotesis:

H0 : Tidak ada efek dari faktor C

H1 : Ada efek dari faktor C

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi (probabilitas) > 0,05 ; maka terima H0

Jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 ; maka tolak H0

Keputusan:

Karena nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,002 (Rim 19) dan 0,038 (Rim

20) yang berarti < 0,05, maka keputusannya adalah tolak H0 yang artinya ada

efek faktor time cure terhadap data defect under cure yang diperoleh.

Adapun penjelasan dari parameter ukur yang ada pada tabel Tests of Between-

Subjects Effects diantaranya adalah sebagai berikut.

Corrected model menyatakan pengaruh variabel independen (Faktor_A, Faktor_B

dan Faktor_C) dan faktor interaksi antara ketiganya serta masing-masing

pasangan dari kombinasinya (Faktor_A*Faktor_B, Faktor_A*Faktor_C,

Faktor_B*Faktor_C, Faktor_A*Faktor_B* Faktor_C) secara bersama-sama

terhadap variabel dependen (Defect Under cure). Pada tabel terlihat bahwa nilai

signifikansi pada parameter Corrected model adalah sebesar 0,000 yang berarti

bahwa model uji yang diproses valid.

Page 62: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

26

Error merupakan nilai error model, semakin kecil nilai error maka model akan

semakin baik.

R Squared menyatakan nilai determinasi berganda dari semua variabel independen

dengan variabel dependen. Pada tabel terlihat bahwa nilai R Squared yang didapat

adalah sebesar 0,902 yang mana angka tersebut mendekati satu (1) yang

menunjukkan bahwa korelasi pada model ini kuat, karena semakin angka tersebut

mendekati satu maka akan semakin kuat korelasinya.

Berikut ini adalah gambaran Profile Plots pada analisis ini. Profile plots ini hanya

merupakan gambaran saja dan tidak dapat dijadikan sebagai acuan yang valid.

Grafik interaksi antara temperature cure dan time cure terhadap defect under cure

untuk Rim 19 (kiri) dan Rim 20 (kanan)

Pada grafik diatas terlihat bahwa garis antar keduanya relatif tidak bersentuhan

atau cenderung sejajar (baik untuk Rim 19 maupun 20). Hal ini berarti diantara

kedua variabel tersebut tidak ada interaksi (antara variabel temperature cure dan

time cure tidak ada interaksi). Pada grafik juga terlihat bahwa antara time cure

(790 s dan 800 s) yang paling banyak menghasilkan defect under cure adalah time

cure 790 s.

Page 63: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

27

Grafik plot interaksi antara temperature cure dengan time cure pada pressure

1500 kpa untuk Rim 19 (kiri) dan Rim 20 (kanan)

Grafik plot interaksi antara temperature cure dengan time cure pada pressure

1600 kpa untuk Rim 19 (kiri) dan Rim 20 (kanan)

Pada grafik diatas terlihat bahwa untuk Rim 19 garis keduanya saling bersentuhan

hal ini berarti antara temperature dan time cure pada pressure 1500 kpa ada

sedikit interaksi, namun untuk Rim 20 garis relatif tidak bersentuhan. Sedangkan

pada grafik interaksi antara temperature cure dengan time cure pada pressure

Page 64: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

28

1600 kpa untuk Rim 19 dan 20 keduanya tidak ada interaksi.

Grafik plot interaksi antara temperature cure dengan pressure terhadap defect

under cure untuk Rim 19 (kiri) dan Rim 20 (kanan)

Grafik plot interaksi antara time cure dengan pressure terhadap defect under cure

untuk Rim 19 (kiri) dan Rim 20 (kanan)

Sama halnya dengan grafik plot antara temperature cure dengan time cure, pada

grafik interaksi antara temperature cure dan time cure dengan pressure terhadap

defect under cure diatas terlihat bahwa garis antar keduanya relatif tidak

Page 65: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

29

bersentuhan (baik untuk Rim 19 maupun 20). Hal ini berarti diantara kedua

variabel tersebut tidak ada interaksi (antara variabel temperature cure vs pressure

dan time cure vs pressure tidak ada interaksi). Pada grafik juga terlihat bahwa

antara pressure (1500 kpa dan 1600 kpa) yang paling banyak menghasilkan defect

under cure adalah pressure 1500 kpa.

4.6. Hasil Perbaikan

Setelah dilakukan perbaikan, seperti yang terlihat pada gambar 4.8 dan 4.9 bahwa

sudah terjadi penurunan jumlah defect (minor dan major) pada bulan Juli-Agustus

sehingga defect yang ada tidak melebihi target perusahaan.

Gambar 4.8. Grafik Defect Minor Tyre Periode Januari-Desember 2015

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Defect (%) 1.58% 2.28% 2.87% 3.75% 4.45% 4.24% 3.34% 1.73% 1.77% 2.01% 1.84% 1.75%

Target Defect (%) 4.01% 4.01% 4.01% 3.89% 3.89% 3.89% 3.77% 3.77% 3.77% 3.65% 3.65% 3.65%

0.00%1.00%2.00%3.00%4.00%5.00%

% D

efe

ct M

ino

r

% D E F E C T M I N O R JA N UA R I - D ES E M B E R 2 0 1 5

3,89 % 4,01% 3,77% 3,65 %

Sebelum Improvement Setelah Improvement

Page 66: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

30

Gambar 4.9. Grafik Defect Major Tyre Periode Januari-Desember 2015

4.6.1. Data Defect Pada Bulan Agustus 2015

Berikut ini adalah data defect (minor dan major) setelah dilakukan perbaikan yang

ditunjukkan pada tabel 4.9 dan 4.10.

Tabel 4.9. Data Defect Minor Agustus 2015

No. Jenis Defect Jumlah Defect

Agustus

1 Out of Uniformity 678

2 FM 610

3 TW 531

4 DFM 469

5 B/CR 321

6 B/LK 298

7 U/C 3

TOTAL 2.910

Tabel 4.10. Data Defect Major Agustus 2015

No. Jenis Defect Jumlah Defect

Agustus

1 TW 431

2 FM 230

3 DFM 191

4 B/CR 181

5 B/LK 88

6 Out of Uniformity 0

7 U/C 0

TOTAL 1.121

Baik defect minor maupun defect major sudah mengalami penurunan dan terjadi

perubahan urutan jenis defect. Pada bulan Agustus 2015 data defect minor

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Scrap (%) 0.65% 1.02% 1.49% 1.69% 1.66% 1.33% 1.18% 0.67% 0.61% 0.72% 0.63% 0.70%

Target Scrap (%) 1.01% 1.01% 1.01% 0.95% 0.95% 0.95% 0.89% 0.89% 0.89% 0.83% 0.83% 0.83%

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

% D

efe

ct M

ajo

r

% D E F E C T M A J O R JA N UA R I - D E S E M B E R 2 0 1 5

0,95 %

1,01 % 0,89 % 0,83 %

Setelah Improvement Sebelum Improvement

Page 67: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

31

terbanyak bukan lagi U/C melainkan Out of Uniformity sedangkan untuk jenis

defect major terbanyak adalah defect jenis TW (Twist).

4.6.2. Membuat p-chart Pada Bulan Agustus 2015

Dengan menggunakan rumus yang sama dengan pembuatan peta kendali

sebelumnya (Juni 2015), didapat hasil perhitungan manual dengan Mc. Excel

seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.11 dibawah ini.

Tabel 4.11. Data Defect Agustus 2015 untuk pembuatan peta kendali

Tanggal Jumlah

Sampel

Jumlah

Defect p √ ( ) UCL LCL

1 4.398 110 0,025011369 0,002310491 0,031011894 0,01714895

2 4.976 125 0,025120579 0,002172037 0,030596534 0,01756431

3 5.489 135 0,024594644 0,002068607 0,030286243 0,017874601

4 5.341 124 0,023216626 0,00209855 0,03037608 0,017784764

5 5.559 134 0,024105055 0,002056057 0,030248594 0,01791225

6 4.304 126 0,029275093 0,002330473 0,03107184 0,017089004

7 5.136 133 0,025895639 0,002137087 0,030491684 0,01766916

8 5.674 139 0,024497709 0,00203471 0,030184538 0,017976306

9 4.871 131 0,026893862 0,00219333 0,030660399 0,017500446

10 5.609 140 0,024959886 0,002045976 0,030218351 0,017942494

11 5.114 138 0,026984748 0,002140482 0,030501867 0,017658977

12 5.300 134 0,025283019 0,002104425 0,030393696 0,017767148

13 5.194 127 0,02445129 0,002126697 0,030460512 0,017700332

14 5.655 137 0,024226348 0,002038404 0,030195634 0,017965210

15 5.543 156 0,028143605 0,002054758 0,030244696 0,017916148

Tabel 4.11. Data Defect Agustus 2015 untuk pembuatan peta kendali (lanjutan)

Tanggal Jumlah

Sampel Jumlah Defect p √ ( ) UCL LCL

16 6.120 124 0,020261438 0,001963412 0,029970658 0,018190186

17 5.345 137 0,025631431 0,002095173 0,03036594 0,017794904

18 5.977 127 0,021248118 0,00198576 0,030037702 0,018123143

19 5.368 130 0,024217586 0,002092196 0,030357009 0,017803835

20 5.511 134 0,024315006 0,00206477 0,030274732 0,017886112

21 6.229 127 0,020388505 0,001946031 0,029918516 0,018242328

22 5.655 121 0,021396994 0,002041357 0,030204494 0,01795635

23 5.900 135 0,022881356 0,001997007 0,030071444 0,0180894

24 5.243 137 0,026130078 0,002114913 0,030425162 0,017735682

25 6.112 133 0,021760471 0,001963193 0,029970001 0,018190843

26 5.187 122 0,023520339 0,002129146 0,030467861 0,017692983

Page 68: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

32

27 6.424 118 0,018368618 0,001918242 0,029835149 0,018325695

28 5.543 132 0,023813819 0,00205933 0,030258412 0,017902432

29 5.124 138 0,026932084 0,00213845 0,030495772 0,017665073

30 5.003 111 0,022186688 0,002169426 0,030588699 0,017572145

31 5.582 116 0,020781082 0,002055309 0,030246348 0,017914496

Rata-rata 0,024080422 0,002085348 0,030336466 0,017824378

Untuk mendapatkan chart yang jelas, maka digunakan software Minitab.

Berdasarkan data defect pada bulan Agustus 2015 maka diperoleh output p-chart

pada gambar 4.10 dibawah ini.

3128252219161310741

0,0325

0,0300

0,0275

0,0250

0,0225

0,0200

0,0175

0,0150

Sample

Prop

ortio

n

_P=0,02392

UCL=0,03006

LCL=0,01779

P Chart of Defect

Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 4.10. p-chart Pada Bulan Agustus 2015

Pada gambar diatas terlihat bahwa setelah dilakukan perbaikan, seperti yang

ditunjukkan pada gambar 4.10 memang terlihat semua titik berada dalam batas

kendali, namun dalam p-chart ini terdapat pola runs. Titik-titik pada control chart

dikatakan membentuk pola runs dan harus dibuang datanya adalah apabila

terdapat minimal tujuh titik yang berada pada atas garis CL berturut-turut.

4.6.2. Menghitung DPMO dan Nilai Sigma Setelah Perbaikan

Berikut ini adalah data defect yang digunakan untuk menghitung DPMO dan nilai

sigma.

Tabel 4.12 Data Defect untuk menghitung DPMO dan Nilai Sigma

Tanggal Total Jumlah Defect Total Jumlah

Produksi DPU DPMO

1 110 4.398 0,025011 3573,0527

2 125 4.976 0,025121 3588,6541

3 135 5.489 0,024595 3513,5205

4 124 5.341 0,023217 3316,6609

5 134 5.559 0,024105 3443,5793

Page 69: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

33

6 126 4.304 0,029275 4182,1561

7 133 5.136 0,025896 3699,3769

8 139 5.674 0,024498 3499,6727

9 131 4.871 0,026894 3841,9802

10 140 5.609 0,024960 3565,6980

11 138 5.114 0,026985 3854,9640

12 134 5.300 0,025283 3611,8598

13 127 5.194 0,024451 3493,0414

14 137 5.655 0,024226 3460,9069

15 156 5.543 0,028144 4020,5149

16 124 6.120 0,020261 2894,4911

17 137 5.345 0,025631 3661,6330

18 127 5.977 0,021248 3035,4454

19 130 5.368 0,024218 3459,6551

20 134 5.511 0,024315 3473,5723

21 127 6.229 0,020389 2912,6436

22 121 5.655 0,021397 3056,7134

23 135 5.900 0,022881 3268,7651

24 137 5.243 0,026130 3732,8683

25 133 6.112 0,021760 3108,6387

26 122 5.187 0,023520 3360,0485

27 118 6.424 0,018369 2624,0882

28 132 5.543 0,023814 3401,9742

29 138 5.124 0,026932 3847,4406

30 111 5.003 0,022187 3169,5269

31 116 5.582 0,020781 2968,7260

Total 4.031 168.486 0,024080 3455,7714

Rata-rata Nilai Sigma 4,209

Nilai Sigma DPMO

4,20 3.467

X 3455,7714

4,21 3.364

x y

DPMO yang akan dicari nilai sigmanya adalah 3455,7714

( )

Page 70: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

34

4.7. Perbandingan Sebelum dan Setelah Perbaikan

Berdasarkan analisa dengan metode desain faktorial 23 dengan bantuan SPSS,

didapat setting parameter optimum yang dapat menghasilkan sedikit jumlah defect

under cure untuk tyre rim 19 dan 20 adalah kombinasi (2 2 2) yaitu:

Temperature cure : 175°C

Time cure : 800 s

Pressure : 1600 kpa

Setting optimum ini ditentukan berdasarkan hasil mean/rata-rata jumlah defect

under cure yang terendah yaitu 0,00. Pada setting parameter dengan kombinasi

tersebut tidak terdapat defect sama sekali (nol).

Berikut ini adalah tabel perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan seperti yang

ditunjukkan pada tabel 4.13. Data lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran 3.

Tabel 4.13. Perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan

Item Sebelum (Juni 2015) Sesudah (Agustus 2015)

Jumlah Defect U/C Rim 17 12 0

Jumlah Defect U/C Rim 18 8 0

Jumlah Defect U/C Rim 19 904 0

Jumlah Defect U/C Rim 20 1.035 3

Jumlah Defect Minor U/C 1.959 3

Jumlah Defect Major U/C 573 0

Tabel 4.13. Perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan (lanjutan)

Item Sebelum (Juni 2015) Sesudah (Agustus 2015)

Jumlah Defect Minor 6.521 2.910

Jumlah Defect Major 2.045 1.121

% Penurunan defect minor 55,37%

% Penurunan defect major 45,18%

Kapabilitas Proses (Cp) 1,00 1,33

Nilai Sigma 3,902 4,209

Page 71: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

35

Dengan menentukan nilai sigma kita dapat pula menentukan kapabilitas proses

dengan mengacu pada tabel hubungan antara kapabilitas sigma, Cp dan COPQ

(Cost of Poor Quality) seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.14 dibawah ini.

Tabel 4.14. Hubungan antara Nilai Sigma, Cp dan COPQ

Kapabilitas

Sigma

Cacat/Kesalahan

(%)

Cacat/Kesalahan

(DPM)

Cp COPQ vs Sales Revenue

1-Sigma 69,15% 691.462 DPM 0,33 Tidak dapat dihitung

2-Sigma 30,85% 308.538 DPM 0,67 Tidak dapat dihitung

3-Sigma 6,68% 66.807 DPM 1,00 25-40% dari penjualan

4-Sigma 0,62% 6.210 DPM 1,33 15-25% dari penjualan

5-Sigma 0,0233% 233 DPM 1,67 5-15% dari penjualan

6-Sigma 0,00034% 3,4 DPM 2,00 < 1% dari penjualan

(Sumber: Gasperzs, 2011: 61)

Sesuai dengan tabel 4.14 diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan nilai sigma

4,209 maka Cp yang diperoleh adalah sebesar 1,33 dan COPQ sebesar 15-25%

dari penjualan yang artinya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk

pengeluaran akibat kualitas produk yang buruk adalah sebesar 15-25% dari hasil

penjualan.

Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan Agustus 2015 yang ditunjukkan pada

tabel 4.13 terlihat bahwa sudah banyak perubahan yang terjadi setelah perbaikan.

Perubahan tersebut diantaranya:

1. Penurunan jumlah defect yang ada terutama defect under cure

2. Kenaikan nilai sigma sebesar 0,307 sigma, semula 3,902 menjadi 4,209 sigma

Dengan setting parameter tersebut, terbukti dapat menurunkan jumlah defect

under cure yang sering terjadi khususnya PCR RIM 19 yang menghasilkan 904

defect U/C dan PCR RIM 20 yang menghasilkan defect U/C sebanyak 1.053 dari

total defect U/C 1.959 pcs tyre per bulan Juni 2015.

Selain itu terlihat pada tabel 4.19 dan 4.10 bahwa terjadi perubahan urutan dan

banyaknya jumlah defect. Hal tersebut dikarenakan tim lean manufacturing pada

saat bersamaan melakukan improvement untuk menurunkan jumlah defect seperti

Bladder Leak dan Out of Uniformity. Untuk defect B/LK, dilakukan improvement

berupa mengganti supplier bladder dari semula Darmex menjadi Shandong,

Page 72: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

36

menambahkan ring spacer pada bladder agar bladder tidak lagi terjepit spacer

dan memodifikasi ring bladder dan ring bead. Untuk defect Out of Uniformity,

dilakukan improvement dengan mengubah setting loader mesin curing agar pas

dengan posisi bladder dan melakukan training pemasangan mold (two piece)

kepada operator agar tidak terjadi ketidakrataan mold lagi.

Dalam penelitian ini tidak dibahas secara detail tentang improvement untuk

mengurangi defect B/LK dan Out of Uniformity dikarenakan penulis hanya

melakukan improvement untuk mengurangi defect U/C saja.

4.7. Control

Pada tahapan terakhir dalam konsep six sigma yaitu control ini dilakukan dengan

melakukan perubahan untuk meminimalisir resiko terjadinya kesalahan akibat

manusia (human error). Kesalahan yang sering terjadi karena ulah manusia adalah

salah setting parameter cure. Kesalahan dalam setting parameter ini dikarenakan

operator tidak melihat spec yang ada, jadi mereka melakukan setting hanya

berdasarkan ingatan saja. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya hal

tersebut maka pada penelitian ini dilakukan beberapa hal, diantaranya:

1. Memindahkan posisi spec

Posisi awal spec terletak pada bagian depan bawah ring GT basket. Dengan posisi

tersebut kurang memudahkan operator pada saat melihat spec. Operator harus

merendahkan tubuhnya atau menjauh dari mesin agar spec terlihat sedangkan

jarak antara rak GT (Green Tyre) dengan mesin sangat dekat sehingga tidak

memungkinkan operator menjauh dari mesin untuk melihat spec. Oleh karena itu

saat ini posisi spec dipindahkan ke bagian atas Panel Machine. Berikut ini adalah

gambar posisi letak spec sebelum dan sesudah, seperti yang ditunjukkan pada

gambar 4.11.

Page 73: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

37

Gambar 4.11. Posisi Peletakan Spec Mesin Curing

2. Membuat marking untuk setting parameter pada spec

Selain memindahkan posisi spec, selanjutnya dilakukan marking untuk item

setting parameter untuk memudahkan mata operator dalam mencari item setting

parameters tersebut. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.12 dibawah ini.

Gambar 4.12. Marking Spec Mesin Curing

3. Membuat form check setting parameter

Untuk membiasakan rasa tanggungjawab kepada operator dan untuk memastikan

kebenaran dalam setting parameter maka dibuatlah form check setting parameter

untuk setiap kali proses ganti size tyre. Form check setting parameter dan

prosedur proses curing dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10.

TANGGAL MULAI BERLAKU:

NOMOR REVISI :

SIZE :

BRAND :

M/C TYPE :

TEMPERATURE CURE

TIME CURE

PRESSURE

'RDP-F-18-0909-03

INPROCESS SPECIFICATION

CURING

NO SPEC : TU 07 - 0000

GT CODE : TU 07 - Dibuat Disetujui Diketahui

275/45 R19 110V XL

PLATINUM

NEW HF

Rim Diameter (") 19 Mold Segment

MATERIAL USED

Green TireCode TU 07

Diameter ( " ) 19

Specification

Section Width (mm) 275 Size Bladder MSA 14x450

ITEM REVISI :

Aspect Ratio (series) 45 Pattern Desert HAWK

SETTING M/C

Parameter

175°C Jarak Bead-Ring Bladder 25 ~ 60 mm

800 sec Jarak Gun-Mold 20 - 30 cm

1600 kpa Closing Force 5 ~ 7 bar

Page 74: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan penulis di PT. X Tbk. dapat ditarik

beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Dengan menerapkan konsep Six Sigma, kualitas proses curing menjadi

terkendali dan terkontrol dengan baik.

2. Dari hasil analisis dengan desain faktorial 23 menggunakan SPSS, didapat

bahwa setting optimum yang dapat menghasilkan jumlah defect under cure

paling sedikit yaitu dengan menggunakan setting temperature cure 175°C,

time cure 800 s dan pressure 1600 kpa untuk PCR Rim 19 dan 20.

a. Dengan setting optimum yang disesuaikan dengan hasil analisa, terbukti

dapat menurunkan jumlah defect under cure yang semula pada bulan Juni

sebanyak 1.959 menjadi hanya 3 pcs tyre saja pada bulan Agustus 2015.

b. Dengan menurunnya jumlah defect, maka nilai sigma yang diperoleh

menjadi meningkat sebesar 0,307 sigma yang semula sebesar 3,902 sigma

menjadi 4,209 sigma.

6.2. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait hasil penelitian yang dilakukan ini adalah

sebagai berikut.

Dalam melakukan perancangan percobaan setting parameter ini, pelaku

analisa harus memastikan bahwa sampel yang digunakan berasal dari

populasi yang sama (ketebalan karetnya sama) agar percobaan yang

dilakukan hasilnya valid.

Page 75: PENERAPAN KONSEP SIX SIGMA DI AREA PRODUKSI MESIN …

1

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kadir, M.Pd. 2015. Statistika Terapan (Konsep. Contoh dan Analisa Data

dengan Program SPSS/Lisrel dalam Penelitian). Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada.

Gaspersz, Vincent dan Avanti Vontana. 2011. Lean Six Sigma for Manufacturing

and Service Industries. Bogor: Penerbit Vinchristo Publication.

Muis M. Kom, Dr. Ir. Saludin. 2014. Metodologi Six Sigma Teori dan Aplikasi di

Lingkungan Pabrikasi. Jakarta: Graha Ilmu.

M. Garrity, Susan. 1993. Basic Quality Improvement. United States of America:

Prentice-Hall International.Inc.

Pande, Peter S, Robert P. Neuman dan Roland R. Cavanagh. 2002. The Six Sigma

Way. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Tannady, Hendy. 2015. Pengendalian Kualitas. Yogyakarta: Graha Ilmu.