penentuansexberdasarkanforamenmagnum
DESCRIPTION
insyaAllah berkahTRANSCRIPT
Penentuan Jenis Kelamin Berdasarkan Foramen Magnum
Abstrak
Pada tulisan ini ditampilkan temuan penelitian mengenai penilaian pengukuran
foramen magnum yang berkaitan dengan penentuan jenis kelamin secara biologis.
Penelitian menggunakan analisa skala luas pada 250 populasi orang dewasa (♂ =
144, ♀ = 106) dari data CT-scan populasi modern yang ada di Swiss yang
didapatkan pada Proyek Virtopsi. Data dianalisa menggunakan fungsi diskriminan
dan teknik regresi logistk biner dan observasi dari morfologi foramen magnum
dibuat untuk mengkontekstualisasi temuan. Pada penelitian ini ditemukan pada
semua variabel laki-laki atau perempuan dalam klasifikasi yang sama, didapatkan
tingkat ketepatan 66% dengan teknik fungsi analisa disrkriminan sedangkan
dengan teknik regresi logistik biner memiliki kelemahan dalam
mengklasifikasikan perempuan, meskipun secara keseluruhan tingkat
klasifikasinya adalah 66,4%. Morfologi foramen magnum diklasifikasikan pada
88% sampel lewat pengamatan visual yang sesuai dengan tujuh tipe bentuk,
dimana 12% dari populasi tidak terklasifikasikan karena bentuknya yang tidak
teratur akibat ketidaksimetrisan dan kemajemukan sekelilingnya. Dari penelitian
ini disimpulkan bahwa pengukuran foramen magnum dapat membedakan jenis
kelamin secara signifikan berdasarkan statistik, tetapi kemampuannya untuk
membedakan jenis kelamin mungkin terbatas karena keragaman morfologinya.
Hal ini juga akan mempengaruhi ketepatan dari penentuan jenis kelamin
berdasarkan tengkorak seorang individu sehingga penggunaan metode ini kurang
disarankan dan hanya digunakan jika tidak ada dan terbatasnya fitur lain yang
dapat dinilai
Kata Kunci: Foramen Magnum, Penentuan Jenis Kelamin, Virtopsi, Tengkorak, Fungsi
Diskriminan, Regresi, Morfologi
1. Pendahuluan
Menetukan jenis kelamin dari sisa kerangka yang didapatkan dari mayat yang
tidak dikenal merupakan hal yang penting dalam aspek medikolegal untuk
menegakkan identitas seseorang. Seorang antropologis sering menghadapi tugas
untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan bahan yang tidak lengkap atau
rusak, akibat suatu insiden seperti bencana besar, kecelakaan pesawat, kebakaran,
ledakan dan kekerasan fisik. Berdasarkan hal itu dapat mempengaruhi ketelitian
dalam menentukan jenis kelamin sehingga di butuhkan pengembangan
pemeriksaan yang akurat untuk menentukan jenis kelamin dari sisa kerangka yang
telah dipisahkan.
Foramen magnum bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan jenis kelamin. Robustisitas dari tulang oksipital dan foramen
magnum secara anatomi relatif lebih terlindungi karena berada di bagian
terbawah sehingga memungkinkan jaringan ini lebih terlidungi dari perlukaan,
patahan atau terhadap efek inhumasi dan proses tafonomik yang berkaitan dengan
tengkorak atau tulang wajah.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menilai tingkat perbedaan jenis
kelamin berdasarkan ukuran regio foramen magnum dilaporkan bervariasi, tetapi
memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Routal dkk menyatakan tingkat akurasi dari
ukuran foramen magnum dalam menentukan jenis kelamin mencapai 100% pada
penelitian dari tengkorak orang Indian. Penelitian Holland, akurasi penentuan
jenis kelamin berdasarkan regio foramen magnum mencapai 70-80% dengan
menggunakan analisa regresi pada tulang tengkorak dari koleksi Hamann-Todd.
Gapert dkk, dari hasil analisa sampel di Inggris memperoleh akurasi 70,3%
dengan menggunakan analisa fungsi diskriminasi dan 68,0% dengan
menggunakan regresi linear.
Peneliti lain menemukan tingkat akurasi yang hampir sama, dengan
menggukan teknik komputerisasi tomografi untuk membedakan jenis kelamin
melalui region dari foramen magnum. Uysal dkk melaporkan akurasi hingga 80%
dalam memprediksi jenis kelamin dengan menggunakan 3DCT yang dilakukan
pada orang Turki. Uthman mencapai akurtasi yang hampir sama yakni, 81,8%
dalam mengklasifikasikan jenis kelamin pada sampel orang Turki dengan
menggunakan data komputerisasi tomografi.
Nilai akurasi yang tinggi ini mengindikasikan bahwa foramen magnum
mungkin berguna sebagai suatu fitur untuk penentuan jenis kelamin. Terbatasnya
ketersediaan sampel ukuran dan penggunaan bahan arkelogi, menjadi suatu faktor
yang membatasi dalam memahami temuan statistik representatif yang luas dan
penerapan data tersebut untuk populasi modern.
Proyek Virtopsi menunjukkan CT-Scan pre-otopsi seluruh kadaver yang
diperiksa di Departemen Medikolegal, Universitas Zurich menggunakan CT-Scan
multi-slice resolusi tinggi dan dijadikan kumpulan arsip dalam jumlah besar bagi
data populasi Swiss saat ini. Penelitian ini direncanakan untuk menganalisa data
skala besar dan mengevaluasi pengukuran foramen magnum yang bertujuan untuk
mengui sampel yang sebelumnya belum dinilai pada fitur ini.
2. Material dan metode
Penelitian ini menggunakan data komputerisasi tomografi yang diakui
dalam konteks Proyek Virtopsi. Dalam memenuhi kebutuhan data keamanan,
analisa material dilakukan di Departemen Medikolegal, Universitas Zurich.
Perizinan etika untuk proyek ini di jamin oleh Komite Etik Universitas Cranfield
2.1 Sampel
Populasi sampel yang diperiksa terdiri dari 250 orang dewasa (laki-laki=
144, perempuan= 106). Pada penelitian ini, “dewasa” adalah orang yang berusia
18 tahun ke atas. Analisis melibatkan individu yang diperkirakan meninggal
secara alami dan individu yang masih mengalami beberapa level dekomposisi.
Individu dengan bukti trauma pada tengkorak atau vertebre servikal bagian atas
tidak termasuk sama dengan mereka yang di observasi memiliki kelainan patologi
pada dasar otak.
Usia demografi pada populasi sampel dipresentasikan pada Tabel 1.
2.2 Referensi Materi
Sebuah tengkorak individu pada Departemen Medikolegal, Universitas
Zurich digunakan untuk dijadikan beberapa patokan sebagai perbandingan untuk
mendapatkan hasil pada penelitian ini dan penelitian lainnya yang serupa dengan
menggunakan metode manual atau bahan tulang yang kering.
Pengukuran manual dari tengkorak diambil menggunakan kaliper luncur
dan direkam pada 0.1 d.p. Tengkorak dipindai menggunakan Siemens Sonotome
DF Flash CT Scanner pada 120 kV di bawah pengaturan perangkat lunak jaringan
lunak. Pengukuran panjang dan lebar foramen magnum diambil dari gambar MPR
(Multi-Planar Resolution) oblik resolusi tinggi menggunakan perangkat lunak
pencitraan Sectra Pacs versi 12.5.0.257. Pengukuran manual dan komputerisasi
tomografi diambil dari foramen magnum tengkorak ketika kering dan ketika
basah, tengkorak telah direndam dalam air agar menyerupai lingkungan dengan
otot yang tersisa.
Semua pengukuran diambil oleh seorang pengamat tunggal dan
dimasukkan dalam Tabel 2.
2.3 Pengukuran
Untuk populasi sampel yang diperiksa, pengukuran yang dilakukan sama
dengan pengukuran pada penelitian terdahulu.
Panjang foramen magnum; panjang maksimal yang diukur secara antero
posterior
Lebar foramen magnum; lebar maksimal dari diameter transversal pada
aksis perpendicular dengan panjang foramen magnum
Area dari foramen magnum
3. Metode
Departemen Medikolegal, Universitas Zurich menggunakan Siemens
Sonotome DF Flash CT-Scanner untuk mempertahankan resolusi tinggi,
digunakan MSCT (Multi-Slice Computed Tomography). Analisa ini menggunakan
gambar yang direkonstruksi dengan perangkat lunak untuk jaringan lunak. Untuk
tujuan produksi ulang, pengaturan pengukuran direkam dalam setiap kasus yang
diperiksa dan resolusi gambar diperhitungkan.
Analisa data diperlihatkan pada Sectra Pacs IDS7 (versi 12.5.0.1.257)
menggunakan resolusi tinggi gambar MPR (Multi-Planar Resolusi). Foramen
magnum dilihat dari potongan aksial pada level horizontal pada gambar tersebut.
Dilakukan pemotongan dengan ketebalan 10,0 mm untuk menggabungkan seri
gambar komputerisasi tomografi yang diambil dari foramen magnum sehingga
titik dari jarak terpanjang dari panjang dan lebar gambar yang ditemukan dapat
terlihat. Tulang yang telah diatur sebelumnya digunakan untuk memperjelas detail
tulang pada gambar. Penggunaan tulang yang telah diatur sebelumnya pada lebar
jendela, diatur secara otomatis hingga 800 dan tengah jendela diatur hingga 600.
Pengukuran panjang dan lebar memperlihatkan jarak maksimal dari aksis
yang berbeda dari batas yang ditentukan yaitu batas putih, untuk mengurangi
kemugkinan keterlibatan dari sebagian efek volume. Pengukuran dicatat hingga 2
d.p dan diulangi sebanyak tiga kali dan rerata nilai tersebut digunakan untuk
meningkatkan akurasi. Kesalahan pengamat sebelum dan selama penelitian, di
hitung dan ditemukan pada batas kesalahan yang dapat diterima.
Area pada foramen magnum dihitung dengan menelusuri sekeliling tulang.
Dengan memposisikan penanda disekitar permukaan melingkar dari foramen
magnum, area yang tertutup dihitung secara otomatis oleh perangkat lunak
pencitraan tersebut sehubungan dengan fungsinya. Beberapa kasus
memperlihatkan hasil yang buruk untuk daerah yang diukur berdasarkan
pengulangan pengukuran, sehingga sebuah metode alternatif dengan menghitung
parameter ini diadopsi menggunakan metode deteksi sudut yang otomatis.
Gambar-gambar MPR foramen magnum pada setiap sampel individu
ditransfer ke perangkat lunak Image-J. Sebuat alat yang bisa mengkonversi setiap
piksel ke warna hitam, abu-abu atau putih (Trinarisasi) digunakan sebagai sebuah
bentuk deteksi sudut yang membedakan antara batas-batas di gambar berdasarkan
intensitas dari kecerahan yang diukur pada piksel. Ini memungkinkan batas putih
yang tajam pada benda yang dideteksi dan area pada daerah tertutup dihitung
secara terpisah tanpa interfensi dari piksel abu-abu pada gambar sehingga
menghasilkan sebagian efek volume terpisah. Setiap gambar dikalibrasi ke skala
50 mm didalam gambar asli MPR. Area pada daerah terpilih dihitung secara
otomatis oleh perangkat lunak pencitraan dan direkam ke 2.d.p. Variasi
pengukuran dapat meningkat karena adanya perbedaan perangkat lunak atau
pemindahan data yang dimonitor dengan cara mengulang kembali pengukuran
lebar dan panjang pada 40 kasus sebagai sampel pada Image-J.
3.1 Analisa Statistik
Statistik deskriptif untuk 250 individu yang diperiksa ditampilkan pada
Tabel 3. Pengujian data secara signifikan dilakukan melalui uji T-Independent.
Analisa fungsi diskriminan univariat dan multivariat dilakukan untuk menganalisa
perbedaan jenis kelamin pada sampel dan hasil divalidasi-silang (Tabel 4).
Analisa regresi logistik biner. juga dilakukan karena beberapa penelitian
memperlihatkan analisa regresi dapat menghasilkan pengukuran yang berbeda
untuk klasifikasi jenis kelamin (Tabel 5).
Analisa statistik dilakukan menggunakan statistik IBM SPSS versi 20.0
4. Hasil
Hasil menunjukkan bahwa sampel laki-laki dan perempuan
memperlihatkan perbedaan yang siginifikan secara statistik dimana p<0.00001
untuk setiap variabel yang dites.
Analisa fungsi diskriminan menunjukkan, variabel tunggal yang paling
baik untuk memprediksi jenis kelamin adalah pengukuran panjang dan lebar dari
foramen magnum dengan rerata ketepatan 63.6%. Pengukuran area adalah
predictor tunggal terakhir yang dapat dipercaya dengan tingkat ketepatan 62.8%.
Uji multivariat memperlihatkan kemampuan diskriminan tertinggi didapatkan
dengan menggunakan ketiga variabel, menghasilkan ketepatan rerata 67.2%
dengan laki-laki dan perempuan pada 66.0% dan 68.9%. Dengan validasi-silang,
akan mengurangi ketepatan hingga 66%, tapi dapat membedakan pria dan wanita
secara seimbang (Tabel 4). Secara perbandingan, analisa regresi
mengklasifikasikan 66.4% sampel benar ketika menggunakan semua variabel,
tetapi secara keseluruhan didemonstrasikan sebagai sebuah penurunan kapasitas
untuk menentukan wanita pada sampel baik pada variabel tunggal maupun
kombinasi.
4.1 Analisa Morfologi
Untuk meletakkan penemuan statistik dari peneltian kedalam konteks,
pemeriksaan secara visual dilakukan untuk menganalisa morfologi foramen
magnum. Dari 250 sampel individu, morfologi dari foramen magnum
diklasifikasikan berdasarkan tujuh tipe bentuk yang telah dipilih pada penelitian
sebelumnya, yakni: berbentuk lonjong seperti telur, lonjong, bulat, tetragonal,
pentagonal, heksagonal, dan ireguler. Hasil klasifikasi tersebut ditampilkan pada
Tabel 6.
Pada 4,8% populasi sampel, bentuk dari foramen magnum yang tidak
terklasifikasikan dikarenakan ketidakteraturan bentuk: bentuk asimetris ditemukan
pada 10 kasus (4,0%), dan pada 2 kasus (0,8%) terdapat kerumitan dari ciri
permukaannya.
5. Diskusi
Hubungan dari jenis kelamin biologis merupakan aspek penting dari
investigasi medikolegal dalam membangun identitas dari sisa-sisa tulang yang
tidak diketahui. Dimana sisa-sisa tulang tidak lengkap ataupun telah rusak ataupun
pecah menjadi kepingan kepingan, yang dapat mempengaruhi akurasi untuk
penentuan jenis kelamin dan diperlukan teknik yang dapat diandalkan
menggunakan pengelompokkan elemen-elemen tulang. Foramen magnum,
idealnya cocok digunakan untuk penentuan kriteria jenis kelamin dikarenakan
peningkatan kemiripan dari sisa-sisa dari daerah yang tumbuh dari robustisitas
tulang oksipital dan posisi foramen magnum yang terlindungi secara anatomis
tersebut. Analisis morfometrik memberikan pendekatan yang objektif untuk
penelitian diferensiasi jenis kelamin dan perbandingan dapat dibuat dengan hasil
penelitian lainnya. Metode ini seharusnya dilakukan terlebih dahulu untuk
memperlihatkan bentuk destruktif tersebut seperti analisa DNA. Hal ini juga dapat
dilakukan apabila tes DNA tidak dapat dilakukan dikarenakan adanya bahan
sampel yang rusak ataupun mengalami degradasi, pada banyak kasus sering
terjadi pada kerusakan pada sampel akibat suhu tinggi.
Penelitian ini menggunakan data CT-Scan yang didapatkan dari Project
Virtopsy untuk menganalisa dimensi foramen magnum pada 250 sampel populasi
dewasa. Kemungkinan jenis kelamin dinilai lewat lebar, panjang, dan pengukuran
area menggunakan fungsi determinasi dan regresi logistik biner. Pengamatan
secara visual dibuat dari bentuk morfologis untuk ditempatkan hasilnya pada
analisa statistik dalam konteks.
Pada penelitian ini, ditemukan adanya perbedaan yang signifikan secara
statistik antara setiap laki-laki dan perempuan dari tiap variabel yang dites.
Analisa fungsi diskrimansi menunjukkan panjang dan lebar dapat menjadi suatu
prediktor jenis kelamin dengan ketepatan masing-masingnya 63,6%. Klasifikasi
keteparan tertinggi yaitu sekitar 66% berasal dari penggunaan semua variabel
berikut validasi-silang. Regresi logistik biner menghasilkan suatu klasifikasi yang
sama dengan ketepatan sekitar 66,4% dengan menggunakan semua variabel, tapi
relatif buruk untuk memprediksi sampel wanita.
Faktor yang diperhitungkan dalam interpretasi hasil pengukuran foramen
magnum pada penelitian ini diantaranya, pengaruh potensial dari etnis dan variasi
populasi. Individu pada sampel yang berbeda etnis dan keturunan atau pada
kelompok populasi, mungkin menunjukkan variasi ukuran pada mereka yang
diperiksa. Telah ada beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh
keturunan terhadap ukuran dari dasar otak. Penelitian sebelumnya juga
menekankan pentingnya mendapatkan data spesifik populasi sebagai suatu
variabel yang dapat dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, atau faktor sosial-
ekonomi. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa semua sampel individu adalah
masyarakat Eropa Tengah-Swiss, tapi etnis dan variasi populasinya mungkin
berbeda sehingga masih menjadi faktor yang membatasi penelitian karena
perbedaan asal wilayah dari sampel populasi dan sulitnya mengisolasi satu etnis
pada daerah ini.
Dari perbandingan hasil analisa penelitian ini dengan penelitian lain yang
menggunakan populasi lainnya, menunjukkan bahwa nilai rerata dari panjang,
lebar, dan pengukuran area yang diambil dari populasi Swiss memiliki nilai lebih
tinggi dari pada laporan yang dilaporkan terhadap populasi Turki, Spanyol,
Inggris, dan Brazil (Tabel 7). Hal ini juga memiliki pengecualian terhadap lebar
dan area pengukuran untuk tengkorak pria, dimana pada populasi Turki dan
Spanyol dilaporkan memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi dari nilai rerata.
Fungsi dasar dari foramen magnum ini adalah sebagai persambungan
struktur saraf antara tengkorak dengan kolom vertebra. Bentuk atau ukurannya
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor seperti beban pasokan, sebagai berat dari
tengkorak yang disalurkan ke kolom vertebra melalui kondilus oksipital, tapi juga
dipengaruhi orbiomekanik, seperti otot walaupun tidak berhubungan secara
langsung pada foramen magnum. Unsur pembentuk tulang yang membentuk
foramen magnum mengalami fusi lengkap pada usia 5-7 tahun, pertumbuhan
lanjutan mungkin tidak terjadi lagi selama perkembangan seksual sekunder.
Faktor potensial yang mempengaruhi bentuk dan ukuran dari foramen magnum
mungkin terkait dengan pembentukan dan perkembangannya. Sebuah faktor
potensial yang mungkin berkonstribusi terhadap perbedaan tipe bentuk dan
ketidaksimetrisan pada morfologi foramen magnum bervariasi dalam tingkat
penutupan sutura. Pendapat lain mengenai perkembangan simultan dari struktur
saraf di wilayah foramen magnum juga berkontribusi terhadap variasi morfologi
yang jelas. Hal ini mungkin dapat dijadikan kemungkinan untuk penelitian
lanjutan.
Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan bahwa pengukuran foramen
magnum antara jenis kelamin, pada populasi Eropa Tengah-Swiss memiliki
perbedaan yang signifikan secara statistik. Kemampuan untuk mengklasifikasikan
morfologi foramen magnum dapat menjadi suatu standarisasi terhadap
pembentukan dan perkembangannya. Akan tetapi, morfologinya juga dapat
menunjukkan suatu variasi pada perbedaan bentuk secara keseluruhan dan
kompleksitas kontur foramen magnum tersebut. Hal ini masih tidak jelas
bagaimana pengaruh variasi individu dapat mempengaruhi dan membatasi
kemampuan untuk membedakan hasil pengukuran dari foramen magnum dalam
hubungannya dengan jenis kelamin dan akibatnya hal ini dapat mempengaruhi
teknik akurasi apabila diterapkan pada fragmen tengkorak yang terisolasi.
Terbatasnya kemampuan untuk membedakan bentuk dan ketiadaan suatu
standarisasi pada morfologi foramen magnum, menyarankan kehati-hatian dalam
penggunaan teknik ini dan hanya digunakan ketika tidak ada dan terbatasnya fitur
lain yang dapat dinilai.