penentuansexberdasarkanforamenmagnum

21
Penentuan Jenis Kelamin Berdasarkan Foramen Magnum Abstrak Pada tulisan ini ditampilkan temuan penelitian mengenai penilaian pengukuran foramen magnum yang berkaitan dengan penentuan jenis kelamin secara biologis. Penelitian menggunakan analisa skala luas pada 250 populasi orang dewasa ( = 144, = 106) dari data CT-scan populasi modern yang ada di Swiss yang didapatkan pada Proyek Virtopsi. Data dianalisa menggunakan fungsi diskriminan dan teknik regresi logistk biner dan observasi dari morfologi foramen magnum dibuat untuk mengkontekstualisasi temuan. Pada penelitian ini ditemukan pada semua variabel laki-laki atau perempuan dalam klasifikasi yang sama, didapatkan tingkat ketepatan 66% dengan teknik fungsi analisa disrkriminan sedangkan dengan teknik regresi logistik biner memiliki kelemahan dalam mengklasifikasikan perempuan, meskipun secara keseluruhan tingkat klasifikasinya adalah 66,4%. Morfologi foramen magnum diklasifikasikan pada 88% sampel lewat pengamatan visual yang sesuai dengan tujuh tipe bentuk, dimana 12% dari populasi tidak terklasifikasikan karena bentuknya yang tidak teratur akibat ketidaksimetrisan dan kemajemukan sekelilingnya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pengukuran foramen magnum dapat membedakan jenis kelamin secara signifikan berdasarkan

Upload: fauzan-azhari

Post on 29-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

insyaAllah berkah

TRANSCRIPT

Page 1: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

Penentuan Jenis Kelamin Berdasarkan Foramen Magnum

Abstrak

Pada tulisan ini ditampilkan temuan penelitian mengenai penilaian pengukuran

foramen magnum yang berkaitan dengan penentuan jenis kelamin secara biologis.

Penelitian menggunakan analisa skala luas pada 250 populasi orang dewasa (♂ =

144, ♀ = 106) dari data CT-scan populasi modern yang ada di Swiss yang

didapatkan pada Proyek Virtopsi. Data dianalisa menggunakan fungsi diskriminan

dan teknik regresi logistk biner dan observasi dari morfologi foramen magnum

dibuat untuk mengkontekstualisasi temuan. Pada penelitian ini ditemukan pada

semua variabel laki-laki atau perempuan dalam klasifikasi yang sama, didapatkan

tingkat ketepatan 66% dengan teknik fungsi analisa disrkriminan sedangkan

dengan teknik regresi logistik biner memiliki kelemahan dalam

mengklasifikasikan perempuan, meskipun secara keseluruhan tingkat

klasifikasinya adalah 66,4%. Morfologi foramen magnum diklasifikasikan pada

88% sampel lewat pengamatan visual yang sesuai dengan tujuh tipe bentuk,

dimana 12% dari populasi tidak terklasifikasikan karena bentuknya yang tidak

teratur akibat ketidaksimetrisan dan kemajemukan sekelilingnya. Dari penelitian

ini disimpulkan bahwa pengukuran foramen magnum dapat membedakan jenis

kelamin secara signifikan berdasarkan statistik, tetapi kemampuannya untuk

membedakan jenis kelamin mungkin terbatas karena keragaman morfologinya.

Hal ini juga akan mempengaruhi ketepatan dari penentuan jenis kelamin

berdasarkan tengkorak seorang individu sehingga penggunaan metode ini kurang

disarankan dan hanya digunakan jika tidak ada dan terbatasnya fitur lain yang

dapat dinilai

Kata Kunci: Foramen Magnum, Penentuan Jenis Kelamin, Virtopsi, Tengkorak, Fungsi

Diskriminan, Regresi, Morfologi

Page 2: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

1. Pendahuluan

Menetukan jenis kelamin dari sisa kerangka yang didapatkan dari mayat yang

tidak dikenal merupakan hal yang penting dalam aspek medikolegal untuk

menegakkan identitas seseorang. Seorang antropologis sering menghadapi tugas

untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan bahan yang tidak lengkap atau

rusak, akibat suatu insiden seperti bencana besar, kecelakaan pesawat, kebakaran,

ledakan dan kekerasan fisik. Berdasarkan hal itu dapat mempengaruhi ketelitian

dalam menentukan jenis kelamin sehingga di butuhkan pengembangan

pemeriksaan yang akurat untuk menentukan jenis kelamin dari sisa kerangka yang

telah dipisahkan.

Foramen magnum bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk

menentukan jenis kelamin. Robustisitas dari tulang oksipital dan foramen

magnum secara anatomi relatif lebih terlindungi karena berada di bagian

terbawah sehingga memungkinkan jaringan ini lebih terlidungi dari perlukaan,

patahan atau terhadap efek inhumasi dan proses tafonomik yang berkaitan dengan

tengkorak atau tulang wajah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menilai tingkat perbedaan jenis

kelamin berdasarkan ukuran regio foramen magnum dilaporkan bervariasi, tetapi

memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Routal dkk menyatakan tingkat akurasi dari

ukuran foramen magnum dalam menentukan jenis kelamin mencapai 100% pada

penelitian dari tengkorak orang Indian. Penelitian Holland, akurasi penentuan

jenis kelamin berdasarkan regio foramen magnum mencapai 70-80% dengan

menggunakan analisa regresi pada tulang tengkorak dari koleksi Hamann-Todd.

Page 3: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

Gapert dkk, dari hasil analisa sampel di Inggris memperoleh akurasi 70,3%

dengan menggunakan analisa fungsi diskriminasi dan 68,0% dengan

menggunakan regresi linear.

Peneliti lain menemukan tingkat akurasi yang hampir sama, dengan

menggukan teknik komputerisasi tomografi untuk membedakan jenis kelamin

melalui region dari foramen magnum. Uysal dkk melaporkan akurasi hingga 80%

dalam memprediksi jenis kelamin dengan menggunakan 3DCT yang dilakukan

pada orang Turki. Uthman mencapai akurtasi yang hampir sama yakni, 81,8%

dalam mengklasifikasikan jenis kelamin pada sampel orang Turki dengan

menggunakan data komputerisasi tomografi.

Nilai akurasi yang tinggi ini mengindikasikan bahwa foramen magnum

mungkin berguna sebagai suatu fitur untuk penentuan jenis kelamin. Terbatasnya

ketersediaan sampel ukuran dan penggunaan bahan arkelogi, menjadi suatu faktor

yang membatasi dalam memahami temuan statistik representatif yang luas dan

penerapan data tersebut untuk populasi modern.

Proyek Virtopsi menunjukkan CT-Scan pre-otopsi seluruh kadaver yang

diperiksa di Departemen Medikolegal, Universitas Zurich menggunakan CT-Scan

multi-slice resolusi tinggi dan dijadikan kumpulan arsip dalam jumlah besar bagi

data populasi Swiss saat ini. Penelitian ini direncanakan untuk menganalisa data

skala besar dan mengevaluasi pengukuran foramen magnum yang bertujuan untuk

mengui sampel yang sebelumnya belum dinilai pada fitur ini.

Page 4: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

2. Material dan metode

Penelitian ini menggunakan data komputerisasi tomografi yang diakui

dalam konteks Proyek Virtopsi. Dalam memenuhi kebutuhan data keamanan,

analisa material dilakukan di Departemen Medikolegal, Universitas Zurich.

Perizinan etika untuk proyek ini di jamin oleh Komite Etik Universitas Cranfield

2.1 Sampel

Populasi sampel yang diperiksa terdiri dari 250 orang dewasa (laki-laki=

144, perempuan= 106). Pada penelitian ini, “dewasa” adalah orang yang berusia

18 tahun ke atas. Analisis melibatkan individu yang diperkirakan meninggal

secara alami dan individu yang masih mengalami beberapa level dekomposisi.

Individu dengan bukti trauma pada tengkorak atau vertebre servikal bagian atas

tidak termasuk sama dengan mereka yang di observasi memiliki kelainan patologi

pada dasar otak.

Usia demografi pada populasi sampel dipresentasikan pada Tabel 1.

2.2 Referensi Materi

Sebuah tengkorak individu pada Departemen Medikolegal, Universitas

Zurich digunakan untuk dijadikan beberapa patokan sebagai perbandingan untuk

mendapatkan hasil pada penelitian ini dan penelitian lainnya yang serupa dengan

menggunakan metode manual atau bahan tulang yang kering.

Pengukuran manual dari tengkorak diambil menggunakan kaliper luncur

dan direkam pada 0.1 d.p. Tengkorak dipindai menggunakan Siemens Sonotome

DF Flash CT Scanner pada 120 kV di bawah pengaturan perangkat lunak jaringan

Page 5: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

lunak. Pengukuran panjang dan lebar foramen magnum diambil dari gambar MPR

(Multi-Planar Resolution) oblik resolusi tinggi menggunakan perangkat lunak

pencitraan Sectra Pacs versi 12.5.0.257. Pengukuran manual dan komputerisasi

tomografi diambil dari foramen magnum tengkorak ketika kering dan ketika

basah, tengkorak telah direndam dalam air agar menyerupai lingkungan dengan

otot yang tersisa.

Semua pengukuran diambil oleh seorang pengamat tunggal dan

dimasukkan dalam Tabel 2.

2.3 Pengukuran

Untuk populasi sampel yang diperiksa, pengukuran yang dilakukan sama

dengan pengukuran pada penelitian terdahulu.

Panjang foramen magnum; panjang maksimal yang diukur secara antero

posterior

Lebar foramen magnum; lebar maksimal dari diameter transversal pada

aksis perpendicular dengan panjang foramen magnum

Area dari foramen magnum

3. Metode

Departemen Medikolegal, Universitas Zurich menggunakan Siemens

Sonotome DF Flash CT-Scanner untuk mempertahankan resolusi tinggi,

digunakan MSCT (Multi-Slice Computed Tomography). Analisa ini menggunakan

gambar yang direkonstruksi dengan perangkat lunak untuk jaringan lunak. Untuk

Page 6: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

tujuan produksi ulang, pengaturan pengukuran direkam dalam setiap kasus yang

diperiksa dan resolusi gambar diperhitungkan.

Analisa data diperlihatkan pada Sectra Pacs IDS7 (versi 12.5.0.1.257)

menggunakan resolusi tinggi gambar MPR (Multi-Planar Resolusi). Foramen

magnum dilihat dari potongan aksial pada level horizontal pada gambar tersebut.

Dilakukan pemotongan dengan ketebalan 10,0 mm untuk menggabungkan seri

gambar komputerisasi tomografi yang diambil dari foramen magnum sehingga

titik dari jarak terpanjang dari panjang dan lebar gambar yang ditemukan dapat

terlihat. Tulang yang telah diatur sebelumnya digunakan untuk memperjelas detail

tulang pada gambar. Penggunaan tulang yang telah diatur sebelumnya pada lebar

jendela, diatur secara otomatis hingga 800 dan tengah jendela diatur hingga 600.

Pengukuran panjang dan lebar memperlihatkan jarak maksimal dari aksis

yang berbeda dari batas yang ditentukan yaitu batas putih, untuk mengurangi

kemugkinan keterlibatan dari sebagian efek volume. Pengukuran dicatat hingga 2

d.p dan diulangi sebanyak tiga kali dan rerata nilai tersebut digunakan untuk

meningkatkan akurasi. Kesalahan pengamat sebelum dan selama penelitian, di

hitung dan ditemukan pada batas kesalahan yang dapat diterima.

Area pada foramen magnum dihitung dengan menelusuri sekeliling tulang.

Dengan memposisikan penanda disekitar permukaan melingkar dari foramen

magnum, area yang tertutup dihitung secara otomatis oleh perangkat lunak

pencitraan tersebut sehubungan dengan fungsinya. Beberapa kasus

memperlihatkan hasil yang buruk untuk daerah yang diukur berdasarkan

Page 7: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

pengulangan pengukuran, sehingga sebuah metode alternatif dengan menghitung

parameter ini diadopsi menggunakan metode deteksi sudut yang otomatis.

Gambar-gambar MPR foramen magnum pada setiap sampel individu

ditransfer ke perangkat lunak Image-J. Sebuat alat yang bisa mengkonversi setiap

piksel ke warna hitam, abu-abu atau putih (Trinarisasi) digunakan sebagai sebuah

bentuk deteksi sudut yang membedakan antara batas-batas di gambar berdasarkan

intensitas dari kecerahan yang diukur pada piksel. Ini memungkinkan batas putih

yang tajam pada benda yang dideteksi dan area pada daerah tertutup dihitung

secara terpisah tanpa interfensi dari piksel abu-abu pada gambar sehingga

menghasilkan sebagian efek volume terpisah. Setiap gambar dikalibrasi ke skala

50 mm didalam gambar asli MPR. Area pada daerah terpilih dihitung secara

otomatis oleh perangkat lunak pencitraan dan direkam ke 2.d.p. Variasi

pengukuran dapat meningkat karena adanya perbedaan perangkat lunak atau

pemindahan data yang dimonitor dengan cara mengulang kembali pengukuran

lebar dan panjang pada 40 kasus sebagai sampel pada Image-J.

3.1 Analisa Statistik

Statistik deskriptif untuk 250 individu yang diperiksa ditampilkan pada

Tabel 3. Pengujian data secara signifikan dilakukan melalui uji T-Independent.

Analisa fungsi diskriminan univariat dan multivariat dilakukan untuk menganalisa

perbedaan jenis kelamin pada sampel dan hasil divalidasi-silang (Tabel 4).

Analisa regresi logistik biner. juga dilakukan karena beberapa penelitian

memperlihatkan analisa regresi dapat menghasilkan pengukuran yang berbeda

untuk klasifikasi jenis kelamin (Tabel 5).

Page 8: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

Analisa statistik dilakukan menggunakan statistik IBM SPSS versi 20.0

4. Hasil

Hasil menunjukkan bahwa sampel laki-laki dan perempuan

memperlihatkan perbedaan yang siginifikan secara statistik dimana p<0.00001

untuk setiap variabel yang dites.

Analisa fungsi diskriminan menunjukkan, variabel tunggal yang paling

baik untuk memprediksi jenis kelamin adalah pengukuran panjang dan lebar dari

foramen magnum dengan rerata ketepatan 63.6%. Pengukuran area adalah

predictor tunggal terakhir yang dapat dipercaya dengan tingkat ketepatan 62.8%.

Uji multivariat memperlihatkan kemampuan diskriminan tertinggi didapatkan

dengan menggunakan ketiga variabel, menghasilkan ketepatan rerata 67.2%

dengan laki-laki dan perempuan pada 66.0% dan 68.9%. Dengan validasi-silang,

akan mengurangi ketepatan hingga 66%, tapi dapat membedakan pria dan wanita

secara seimbang (Tabel 4). Secara perbandingan, analisa regresi

mengklasifikasikan 66.4% sampel benar ketika menggunakan semua variabel,

tetapi secara keseluruhan didemonstrasikan sebagai sebuah penurunan kapasitas

untuk menentukan wanita pada sampel baik pada variabel tunggal maupun

kombinasi.

4.1 Analisa Morfologi

Untuk meletakkan penemuan statistik dari peneltian kedalam konteks,

pemeriksaan secara visual dilakukan untuk menganalisa morfologi foramen

magnum. Dari 250 sampel individu, morfologi dari foramen magnum

diklasifikasikan berdasarkan tujuh tipe bentuk yang telah dipilih pada penelitian

Page 9: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

sebelumnya, yakni: berbentuk lonjong seperti telur, lonjong, bulat, tetragonal,

pentagonal, heksagonal, dan ireguler. Hasil klasifikasi tersebut ditampilkan pada

Tabel 6.

Pada 4,8% populasi sampel, bentuk dari foramen magnum yang tidak

terklasifikasikan dikarenakan ketidakteraturan bentuk: bentuk asimetris ditemukan

pada 10 kasus (4,0%), dan pada 2 kasus (0,8%) terdapat kerumitan dari ciri

permukaannya.

5. Diskusi

Hubungan dari jenis kelamin biologis merupakan aspek penting dari

investigasi medikolegal dalam membangun identitas dari sisa-sisa tulang yang

tidak diketahui. Dimana sisa-sisa tulang tidak lengkap ataupun telah rusak ataupun

pecah menjadi kepingan kepingan, yang dapat mempengaruhi akurasi untuk

penentuan jenis kelamin dan diperlukan teknik yang dapat diandalkan

menggunakan pengelompokkan elemen-elemen tulang. Foramen magnum,

idealnya cocok digunakan untuk penentuan kriteria jenis kelamin dikarenakan

peningkatan kemiripan dari sisa-sisa dari daerah yang tumbuh dari robustisitas

tulang oksipital dan posisi foramen magnum yang terlindungi secara anatomis

tersebut. Analisis morfometrik memberikan pendekatan yang objektif untuk

penelitian diferensiasi jenis kelamin dan perbandingan dapat dibuat dengan hasil

penelitian lainnya. Metode ini seharusnya dilakukan terlebih dahulu untuk

memperlihatkan bentuk destruktif tersebut seperti analisa DNA. Hal ini juga dapat

dilakukan apabila tes DNA tidak dapat dilakukan dikarenakan adanya bahan

Page 10: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

sampel yang rusak ataupun mengalami degradasi, pada banyak kasus sering

terjadi pada kerusakan pada sampel akibat suhu tinggi.

Penelitian ini menggunakan data CT-Scan yang didapatkan dari Project

Virtopsy untuk menganalisa dimensi foramen magnum pada 250 sampel populasi

dewasa. Kemungkinan jenis kelamin dinilai lewat lebar, panjang, dan pengukuran

area menggunakan fungsi determinasi dan regresi logistik biner. Pengamatan

secara visual dibuat dari bentuk morfologis untuk ditempatkan hasilnya pada

analisa statistik dalam konteks.

Pada penelitian ini, ditemukan adanya perbedaan yang signifikan secara

statistik antara setiap laki-laki dan perempuan dari tiap variabel yang dites.

Analisa fungsi diskrimansi menunjukkan panjang dan lebar dapat menjadi suatu

prediktor jenis kelamin dengan ketepatan masing-masingnya 63,6%. Klasifikasi

keteparan tertinggi yaitu sekitar 66% berasal dari penggunaan semua variabel

berikut validasi-silang. Regresi logistik biner menghasilkan suatu klasifikasi yang

sama dengan ketepatan sekitar 66,4% dengan menggunakan semua variabel, tapi

relatif buruk untuk memprediksi sampel wanita.

Faktor yang diperhitungkan dalam interpretasi hasil pengukuran foramen

magnum pada penelitian ini diantaranya, pengaruh potensial dari etnis dan variasi

populasi. Individu pada sampel yang berbeda etnis dan keturunan atau pada

kelompok populasi, mungkin menunjukkan variasi ukuran pada mereka yang

diperiksa. Telah ada beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh

keturunan terhadap ukuran dari dasar otak. Penelitian sebelumnya juga

menekankan pentingnya mendapatkan data spesifik populasi sebagai suatu

Page 11: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

variabel yang dapat dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, atau faktor sosial-

ekonomi. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa semua sampel individu adalah

masyarakat Eropa Tengah-Swiss, tapi etnis dan variasi populasinya mungkin

berbeda sehingga masih menjadi faktor yang membatasi penelitian karena

perbedaan asal wilayah dari sampel populasi dan sulitnya mengisolasi satu etnis

pada daerah ini.

Dari perbandingan hasil analisa penelitian ini dengan penelitian lain yang

menggunakan populasi lainnya, menunjukkan bahwa nilai rerata dari panjang,

lebar, dan pengukuran area yang diambil dari populasi Swiss memiliki nilai lebih

tinggi dari pada laporan yang dilaporkan terhadap populasi Turki, Spanyol,

Inggris, dan Brazil (Tabel 7). Hal ini juga memiliki pengecualian terhadap lebar

dan area pengukuran untuk tengkorak pria, dimana pada populasi Turki dan

Spanyol dilaporkan memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi dari nilai rerata.

Fungsi dasar dari foramen magnum ini adalah sebagai persambungan

struktur saraf antara tengkorak dengan kolom vertebra. Bentuk atau ukurannya

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor seperti beban pasokan, sebagai berat dari

tengkorak yang disalurkan ke kolom vertebra melalui kondilus oksipital, tapi juga

dipengaruhi orbiomekanik, seperti otot walaupun tidak berhubungan secara

langsung pada foramen magnum. Unsur pembentuk tulang yang membentuk

foramen magnum mengalami fusi lengkap pada usia 5-7 tahun, pertumbuhan

lanjutan mungkin tidak terjadi lagi selama perkembangan seksual sekunder.

Faktor potensial yang mempengaruhi bentuk dan ukuran dari foramen magnum

mungkin terkait dengan pembentukan dan perkembangannya. Sebuah faktor

potensial yang mungkin berkonstribusi terhadap perbedaan tipe bentuk dan

Page 12: PenentuanSexBerdasarkanForamenMagnum

ketidaksimetrisan pada morfologi foramen magnum bervariasi dalam tingkat

penutupan sutura. Pendapat lain mengenai perkembangan simultan dari struktur

saraf di wilayah foramen magnum juga berkontribusi terhadap variasi morfologi

yang jelas. Hal ini mungkin dapat dijadikan kemungkinan untuk penelitian

lanjutan.

Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan bahwa pengukuran foramen

magnum antara jenis kelamin, pada populasi Eropa Tengah-Swiss memiliki

perbedaan yang signifikan secara statistik. Kemampuan untuk mengklasifikasikan

morfologi foramen magnum dapat menjadi suatu standarisasi terhadap

pembentukan dan perkembangannya. Akan tetapi, morfologinya juga dapat

menunjukkan suatu variasi pada perbedaan bentuk secara keseluruhan dan

kompleksitas kontur foramen magnum tersebut. Hal ini masih tidak jelas

bagaimana pengaruh variasi individu dapat mempengaruhi dan membatasi

kemampuan untuk membedakan hasil pengukuran dari foramen magnum dalam

hubungannya dengan jenis kelamin dan akibatnya hal ini dapat mempengaruhi

teknik akurasi apabila diterapkan pada fragmen tengkorak yang terisolasi.

Terbatasnya kemampuan untuk membedakan bentuk dan ketiadaan suatu

standarisasi pada morfologi foramen magnum, menyarankan kehati-hatian dalam

penggunaan teknik ini dan hanya digunakan ketika tidak ada dan terbatasnya fitur

lain yang dapat dinilai.