penelitian sod vco ipb

42
GAMBARAN IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA JARINGAN HATI TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) SERINA HANARYA DJAJAKIRANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: hendri-hss

Post on 21-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

penelitian IPB

TRANSCRIPT

  • GAMBARAN IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA

    DISMUTASE PADA JARINGAN HATI TIKUS DIABETES MELLITUS

    YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

    SERINA HANARYA DJAJAKIRANA

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • ABSTRAK

    SERINA HANARYA DJAJAKIRANA. Gambaran Imunohistokimia Antioksidan

    Superoksida Dismutase pada Jaringan Hati Tikus Diabetes Mellitus yang diberi

    Virgin Coconut Oil (VCO). Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI

    Virgin coconut oil atau minyak kelapa murni saat ini umum digunakan antara lain

    untuk pengobatan beberapa penyakit. Secara empiris dilaporkan, minyak kelapa

    murni bermanfaat dalam menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini

    bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian minyak kelapa murni/VCO terhadap

    profil antioksidan intraseluler copper,zinc-superoxide dismutase (Cu, Zn-SOD)

    pada jaringan hati tikus diabetes mellitus. Kondisi diabetes mellitus didapat

    dengan cara induksi alloxan yang dapat merusak sel Pulau Langerhans.

    Sebanyak 25 ekor tikus jantan galur Sprague dawley dikelompokkan menjadi 5

    kelompok, yaitu (1) kelompok kontrol negatif (K-), (2) kelompok kontrol

    positif/diabetes (K+), (3) kelompok diabetes dengan pemberian VCO A (VA), (4)

    kelompok diabetes dengan pemberian VCO B (VB), (5) kelompok diabetes

    dengan pemberian minyak goreng (MG). Dosis aquadest, VCO, dan minyak

    goreng yang diberikan 5ml/ekor/hari selama 28 hari. Jaringan hati diambil di

    akhir perlakuan lalu diproses dengan metode embedding paraffin. Potongan

    jaringan hati diwarnai dengan Hematoxylin Eosin (HE) dan imunohistokimia

    terhadap Cu,Zn-SOD. Pemberian VCO menunjukkan gambaran morfologi hati

    yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok

    minyak goreng. Pemberian VCO dapat meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD

    pada jaringan hati tikus diabetes mellitus dibandingkan dengan kelompok kontrol

    positif dan minyak goreng. Pemberian VCO A menunjukkan profil antioksidan

    Cu,Zn-SOD yang lebih baik dibandingkan kelompok perlakuan VCO B.

  • GAMBARAN IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA

    DISMUTASE PADA JARINGAN HATI TIKUS DIABETES MELLITUS

    YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

    SERINA HANARYA DJAJAKIRANA

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan Pada

    Fakultas Kedokteran Hewan

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • Judul Skripsi : Gambaran Imunohistokimia Antioksidan

    Superoksida Dismutase pada Jaringan Hati

    Tikus Diabetes Mellitus yang diberi Virgin

    Coconut Oil (VCO)

    Nama Mahasiswa : Serina Hanarya Djajakirana

    Nomor Pokok : B04104161

    Telah diperiksa dan disetujui

    Oleh

    Pembimbing

    drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D NIP: 131878930

    Mengetahui,

    Wakil Dekan

    Dra. Nastiti Kusumorini NIP: 131669942

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 24 Juli 1985, sebagai

    anak perempuan tertua dari tiga bersaudara pasangan Gunawan Djajakirana dan

    Septiana Ismantyo.

    Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh penulis di SD Budi Mulia Bogor

    (1992-1998), SLTP Budi Mulia Bogor (1998-2001), kemudian SMU Budi Mulia

    Bogor (2001-2004). Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut

    Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

    Baru (SPMB).

    Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi anggota di Himpunan Minat

    Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik.

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk

    segala hal baik dan berkat yang telah dikaruniakan sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran Imunohistokimia

    Antioksidan Superoksida Dismutase pada Jaringan Hati Tikus Diabetes

    Mellitus yang diberi Virgin Coconut Oil (VCO). Skripsi ini merupakan salah

    satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas

    Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus

    kepada:

    1. drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

    bimbingan dan pengarahan selama penelitian berlangsung hingga akhir

    penulisan skripsi ini.

    2. Dr. drh. Damiana R. Ekastuti selaku dosen penguji yang telah memberikan

    banyak masukan bagi penulis.

    3. Pak Dadang Supriatna atas kerja sama dan bantuan selama melakukan

    penelitian di laboratorium hewan percobaan SEAFAST Center.

    4. Dr. drh. Adi Winarto, drh I Ketut Mudite Adyane, MSi serta Pak Maman

    yang membantu penulis selama melakukan penelitian di laboratorium

    Histologi.

    5. drh Rr. Soesatyoratih selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya

    selama penulis melakukan studi di Fakultas Kedokteran Hewan.

    6. Papa dan Mama, Stephen, Stephanie, dan Remy atas doa, kasih sayang,

    perhatian dan dukungannya sehingga menjadi kekuatan, semangat, dan

    kebahagiaan bagi penulis.

    7. Sahabat-sahabatku: Resty, Piping, Ci Rita, Tante Erna, Hendra atas

    kesediaannya menjadi tempat curahan hati, teman seperjuangan, dan tempat

    berbagi suka-duka.

    8. Teman-teman: Dika, Adit, Amoy, Novi, Oki, Bagus, Heryu, Janto dan juga

    seluruh Asteroidea 41 atas kebersamaan yang indah selama empat tahun ini.

  • .

    9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi berkat bagi banyak

    pihak yang membacanya.

    Bogor, November 2008

    Serina Hanarya Djajakirana

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI vi

    DAFTAR TABEL . vii

    DAFTAR GAMBAR viii

    DAFTAR LAMPIRAN . ix

    PENDAHULUAN . 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian . 2

    TINJAUAN PUSTAKA . 3 Organ Hati ... 3 Alloxan ... 4 Diabetes Mellitus . 4 Superoksida Dismutase (SOD) . 6 Virgin Coconut Oil (VCO) .. 6

    METODE PENELITIAN 8 Waktu dan Tempat Penelitian .. 8 Materi Penelitian .. 8 Metode Penelitian 8 Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus 8 Persiapan Hewan Coba 8 Pewarnaan Hematoxylin Eosin 9 Pewarnaan Imunohistokimia ... 10 Parameter . 10 Analisis Data 10

    HASIL .. 11 Morfologi Hati .. 11 Profil Cu,Zn-SOD . 11

    PEMBAHASAN .. 18 Morfologi Hati .. 18 Profil Cu,Zn-SOD . 19 KESIMPULAN DAN SARAN ... 22 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN .. 25

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Rata-rata jumlah inti sel hati yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus perlakuan perlapang pandang pada pembesaran 40x. 12

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan pewarnaan Hematoxylin Eosin. 13 2. Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan pewarnaan Imunohistokimia Cu,Zn-SOD 14 3. Persentase jumlah inti sel hati yang bereaksi positif dan negatif terhadap Cu,Zn-SOD. 16

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Proses Preparasi Jaringan. 26

    2. Proses Pewarnaan Hematoxylin eosin (HE) 27

    3. Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Cu,Zn- SOD. 28

    4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang memberikan reaksi positif kuat, positif sedang, positif lemah, dan negatif terhadap kandungan Cu,Zn-SOD. 29

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Penderita kencing manis (diabetes mellitus) dari tahun ke tahun semakin

    meningkat. Saat ini diperkirakan 45% dari jumlah penduduk dunia sangat

    berisiko terserang penyakit diabetes (Rindengan dan Novarianto 2005). Dengan

    perubahan pola hidup dan pola makan, jumlah penderita diabetes di Indonesia

    semakin meningkat. Indonesia sendiri merupakan negara urutan keempat dengan

    penderita penyakit kencing manis terbanyak.

    Diabetes mellitus sendiri adalah suatu kelainan metabolisme ditandai

    dengan hiperglikemia, defisiensi sekresi insulin, resistensi insulin, atau bahkan

    keduanya (Gardner dan Shoback 2007). Kekurangan insulin, menyebabkan otot,

    lemak, serta sel hati tidak dapat mengambil glukosa dari darah ke bagian

    intraseluler. Terjadinya kelaparan pada intraseluler menyebabkan sel mencari

    sumber energi lain, yaitu lemak (Chausmer 1998). Proses pemecahan lemak,

    selain menghasilkan energi juga menghasilkan produk sampingan, yaitu radikal

    bebas.

    Radikal bebas adalah produk antara yang terbentuk dalam berbagai proses

    reaksi dari metabolisme sel. Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom atau

    molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada

    orbital paling luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan

    radikal bebas secara kimiawi sangat reaktif. Substansi ini mampu merusak

    berbagai komponen sel sehingga dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian

    sel dan berbagai kelainan tubuh. Meskipun demikian, fisiologi normal tubuh

    memiliki mekanisme proteksi terhadap efek radikal bebas dengan adanya enzim-

    enzim dan antioksidan (Gitawati 1995).

    Antioksidan adalah suatu zat yang dapat menetralisir radikal bebas atau

    kerja radikal bebas dan dapat bekerja pada tahap-tahap yang berbeda.

    Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat dibedakan atas antioksidan

    eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti askorbat, tokoferol, karoten,

    dan lain-lain serta antioksidan endogen yang terdiri dari enzim-enzim yang

    disintesis tubuh seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation

    peroksidase (Devasagayam et al. 2004).

  • Superoksida dismutase (SOD) adalah enzim yang mengkatalase dismutasi

    superoksida radikal (O2-) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen peroksida (H2O2).

    Senyawa hidrogen peroksida (H2O2) masih berbahaya sehingga enzim katalase

    berfungsi memecah H2O2 menjadi air (Devasagayam et al. 2004). Copper,zinc-

    superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) adalah salah satu jenis SOD yang paling

    stabil karena tiap sub unit tergabung oleh ikatan non-kovalen dan terangkai oleh

    ikatan sulfida. Enzim ini memiliki peranan penting dalam pertahanan tubuh

    melawan radikal bebas O2-. Telah dilaporkan oleh Wresdiyati et al. (2003) bahwa

    Cu,Zn-SOD menurun pada jaringan hati Macaca fascicularis diabetes mellitus.

    Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO)

    dilaporkan secara empiris memiliki berbagai manfaat antara lain untuk komestika

    dan untuk pengobatan penyakit. Minyak kelapa murni juga dipercaya dapat

    mencegah serta mengobati berbagai macam penyakit, antara lain kanker, hepatitis,

    penyakit jantung, diabetes, dan lain-lain. Penderita diabetes mellitus dianjurkan

    mengkonsumsi minyak kelapa murni (VCO) karena dapat membantu

    menstabilkan kadar glukosa darah (Rindengan dan Novarianto 2005). Tetapi

    secara ilmiah, khasiat minyak kelapa murni ini belum banyak dilaporkan,

    terutama pengaruhnya terhadap kandungan antioksidan superoksida dismutase

    (SOD) pada jaringan hati tikus diabetes mellitus.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian minyak kelapa

    murni (VCO) terhadap profil antioksidan copper,zinc-superoxide dismutase

    (Cu,Zn-SOD) pada jaringan hati tikus dalam kondisi diabetes mellitus.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Organ Hati

    Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, yaitu sekitar 2.5% dari berat

    badan orang dewasa (Rodney dan Tanner 2004). Hati terletak di rongga perut

    sebelah kanan, tepat di bawah diafragma dan berwarna coklat kemerahan. Suplai

    darah ke organ hati didapat dari dua pembuluh darah, antara lain vena porta yang

    membawa darah dari lambung, usus, dan limpa yang terdiri dari berbagai hasil

    digesti dan sejumlah sel darah putih. Sedangkan, arteri hepatika membawa darah

    yang kaya oksigen untuk sel-sel hati (Dellman dan Eurell 1998).

    Hati tikus terletak sangat dekat dengan tulang rusuk. Hati tikus terdiri dari

    empat lobus, yaitu lateral kiri, lateral kanan, medial dan lobus kanan. Permukaan

    viscera berdekatan dengan lambung, duodenum, colon, jejunum dan pankreas.

    Tikus tidak memiliki kantung empedu. Saluran empedu bersatu membentuk

    saluran hati (hepatic duct) yang melewati pankreas. Cairan empedu dan pankreas

    akan masuk melalui suatu saluran umum yang kemudian masuk ke proksimal dari

    duodenum yang letaknya berdekatan dengan pilorus (OMalley 2005).

    Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris

    dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter.

    Lobulus sendiri dibentuk dari banyak sel hati. Ruangan di antara sel hati disebut

    sinusoid. Sinusoid dilapisi oleh sel endotel dan sel Kupffer yang merupakan

    makrofag jaringan yang dapat memfagositosis bakteri dan benda asing dalam

    darah. Di antara sel endotel dan sel hati terdapat ruang yang sangat sempit yaitu

    ruang Disse yang menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis

    (Guyton dan Hall 1997).

    Hati mempunyai banyak fungsi fisiologis dalam tubuh, yakni sebagai

    tempat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, detoksifikasi racun, tempat

    pembentukkan sel darah merah serta penyaring darah dan berperan dalam

    penggumpalan darah, menghasilkan empedu, dan sebagai tempat penyimpanan

    vitamin dan zat besi (Guyton dan Hall 1997).

  • Alloxan Alloxanberbentukkristal,berwarnaputih,danmudah larutdalamair. Dalam

    bentuk larutan, apabila terkena kulit alloxan akan berubah warna menjadi merah.

    Alloxandigunakanantara lainuntukmenghasilkankondisidiabetespadahewancoba,

    eksperimennutrisi,dansintesaorganik(Windholz1983).

    Pada hewan yang diberi alloxan terjadi defisiensi insulin (Thurston et al.

    1975). Alloxan dan hasil dari reduksinya, asam dialurat, menghasilkan suatu

    siklus redoks dengan pembentukkan radikal superoksida. Radikal superoksida

    mengalami dismutase menjadi hidrogen peroksida (H2O2) (Szkudelski 2001).

    Alloxan menghasilkan efek diabetogeniknya dengan produksi hidrogen peroksida

    (Drews et al. 2000). Dengan adanya Fe2+ dan hidrogen peroksida terbentuklah

    radikal hidroksil bereaktivitas tinggi oleh reaksi Fenton. Hal ini menimbulkan

    gangguan dalam sistem homeostasis kalsium intraseluler, yaitu terjadi

    peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang menyebabkan kerusakan pada

    sel pulau Langerhans (Szkudelski 2001). Dunn et al. (1943) dalam Szkudelski

    (2001) melaporkan mekanisme alloxan secara singkat dalam merusak sel

    pankreas, antara lain dengan oksidasi komponen sel bergugus SH-, menghambat

    aktivitas glukokinase, pembentukkan radikal bebas, dan merusak sistem

    homeostasis intraseluler kalsium.

    Pemberian alloxan menyebabkan terjadinya degenerasi dari sel pulau

    Langerhans pankreas sehingga menyebabkan terjadinya penurunan produksi

    insulin yang mengakibatkan kondisi diabetes mellitus tipe 1.

    Diabetes Mellitus

    Diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolisme ditandai dengan

    hiperglikemia, defisiensi sekresi insulin, resistensi insulin, atau bahkan keduanya

    (Gardner dan Shoback 2007). Hiperglikemia terjadi karena penyerapan glukosa

    ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal,

    kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi

    CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan lemak. Pada diabetes mellitus

    seluruh proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel

  • sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak

    (Ganiswarna 1995).

    Penderita diabetes mellitus biasanya mengalami gejala antara lain sering

    haus, poliuria, pandangan yang memudar serta penurunan berat badan (WHO

    1999). Pada waktu kadar glukosa dalam ginjal berlebih, glukosa akan keluar

    melalui urin yang disebut glukosuria. Pada hewan yang menderita diabetes terjadi

    penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakterial dan fungal serta seringkali

    menjadi kronis sehingga mengarah kepada cystitis, prostatitis, bronchopneumonia

    dan dermatitis (Kahn 2005).

    Komplikasi yang mungkin timbul akibat diabetes mellitus yang

    berkepanjangan antara lain komplikasi retinopathy yang dapat menyebabkan

    kebutaan dan nephropathy yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal (WHO

    1999). Penyakit lain yang dapat timbul juga adalah penyakit jantung, tekanan

    darah tinggi, stroke, katarak, kerusakan saraf, dan kehilangan pendengaran

    (Rindengan dan Novarianto 2005).

    Penyakit diabetes mellitus dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:

    a. Diabetes mellitus tipe 1 (DM Tipe 1)

    Diabetes mellitus tipe 1 diperkirakan sebagai T-lymphocyte-dependent

    autoimmune disease yang dicirikan dengan perusakkan sel-sel beta pulau

    Langerhans. Tipe ini disebut juvenile diabetes karena kebanyakan penderitanya

    adalah anak-anak dan remaja, tetapi kelainan metabolik ini dapat juga diderita

    seseorang dalam segala usia. Nama lain untuk tipe diabetes ini adalah Insulin

    Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Terjadinya kerusakan dari sel Pulau

    Langerhans pankreas, seringkali secara autoimun, menghasilkan terhentinya

    produksi insulin. Penderita IDDM bergantung pada insulin untuk hidup, yaitu

    untuk menjaga kestabilan kadar glukosa darah (Chausmer 1998). b. Diabetes mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2)

    Diabetes mellitus tipe 2 atau dikenal dengan Non Insulin Dependent

    Diabetes Mellitus (NIDDM) biasanya diderita orang dewasa di atas 40 tahun

    yang menderita obesitas (Gardner and Shoback 2007). Pada NIDDM, pankreas

    mampu menghasilkan insulin, kelainan terjadi karena terjadinya keterlambatan

    respon sekresi insulin terhadap kelebihan glukosa (Ganong 2002).

  • Superoksida Dismutase (SOD)

    Famili dari enzim-enzim yang dikenal dengan superoksida dismutase

    ditemukan dalam organisme pengguna oksigen dan sangat penting dalam

    pertahanan dari sel melawan radikal bebas oksigen (Chang et al. 1988). Sebagai

    suatu enzim, SOD memiliki fungsi sebagai antioksidan, yaitu dapat melindungi

    dari kerusakan sel dengan menetralisasi superoksida, salah satu senyawa radikal

    bebas yang bersifat merusak di alam. SOD mengkatalisa dismutasi anion

    superoksida radikal (O2) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan katalase

    memecah H2O2 menjadi air (Devasagayam et al. 2004).

    SOD adalah suatu metaloenzim, dalam arti, selain asam amino, juga

    mengandung ion logam. Ada beberapa jenis SOD, antara lain Mn-SOD yang

    mengandung ion Mangan dan ditemukan di mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-

    SOD), dan Cu,Zn-SOD yang terdapat di sitoplasma sel dan memegang peranan

    penting pada pertahanan tubuh (Cohen dan Nyska 2002). Cu,Zn-SOD memiliki

    151 monomer asam amino dan berat 32 KDa. Kubisch et al. (1994) melaporkan

    bahwa Cu,Zn-SOD dapat melindungi sel pankreas dari kerusakan akibat zat

    diabetogenik, antara lain alloxan. Hati memiliki kandungan Cu,Zn-SOD yang

    tinggi, karena itu pengamatan terhadap enzim ini pada hewan yang terpapar zat

    diabetogenik (alloxan) diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan

    kandungan enzim tersebut pada kondisi sebelum dan sesudah diberi minyak

    kelapa murni (VCO).

    Virgin Coconut Oil (VCO)

    Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni adalah minyak yang

    diperoleh dari daging buah kelapa tua yang segar yang proses produksinya tanpa

    atau dengan pemanasan. Saat ini, minyak kelapa murni umum digunakan untuk

    pengobatan penyakit.

    Manfaat kelapa murni untuk kesehatan di antaranya ialah mengurangi

    risiko atherosklerosis, menurunkan risiko kanker, membantu mencegah infeksi

    virus, mendukung sistem kekebalan tubuh, membantu mencegah osteoporosis,

    dan mengontrol diabetes mellitus (Rindengan dan Novarianto 2005).

  • Minyak kelapa murni mengandung vitamin E dan polifenol (antioksidan)

    serta asam laurat (Subroto 2006). Asam laurat merupakan asam lemak jenuh

    dengan rantai sedang karena jumlah karbonnya 12 dan lebih dikenal dengan nama

    medium chain fatty acid (MCFA). Dalam tubuh, asam laurat diubah menjadi

    monolaurin yang bermanfaat sebagai antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa

    (Rindengan dan Novarianto 2005). Selain itu, asam laurat memiliki efek yang

    sangat potensial dalam menstimulir sekresi insulin oleh sel beta pulau Langerhans

    (Garfinkel et al. 1992). Dengan demikian, penderita diabetes mellitus dianjurkan

    untuk mengkonsumsi minyak kelapa murni karena bermanfaat dalam

    menstabilkan glukosa darah (Rindengan and Novarianto 2005).

    METODE PENELITIAN

  • Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli

    2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan

    Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan SEAFAST Center serta di

    Laboratorium Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi,

    Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. .

    Materi Penelitian

    Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus jantan galur Sprague dawley

    (Rattus norvegicus) dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram. Semua

    tikus diadaptasikan selama 1 minggu dengan diberi ransum standar sebelum

    dilakukan penelitian. Tikus-tikus tersebut kemudian dibagi menjadi 5 kelompok

    perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif (K-), kelompok kontrol positif (K+),

    kelompok diabetes yang dicekok VCO A (VA), kelompok diabetes yang dicekok

    VCO B (VB), serta kelompok diabetes yang dicekok minyak goreng (MG).

    Metode Penelitian

    Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus

    Pertama-tama, tikus percobaan diadaptasikan selama 6 hari. Sehari

    sebelum diinjeksi alloxan tikus-tikus dipuasakan. Hari berikutnya, yaitu setelah

    dipuasakan tikus-tikus ditimbang berat badannya agar dapat menghitung dosis

    alloxan yang tepat. Dosis alloxan yang digunakan adalah 110 mg/kg berat badan

    tikus. Tikus diinjeksi alloxan secara intraperitoneal. Setelah dua hari, tikus

    diukur glukosa darahnya menggunakan glukometer. Tikus dengan kadar glukosa

    darah di atas 200 mg/dL dinyatakan menderita diabetes.

    Persiapan Hewan Coba

    Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur

    Sprague dawley sebanyak 25 ekor tikus yang dibagi dalam lima kelompok, yaitu:

    a. Kelompok kontrol negatif (K-) adalah tikus yang tidak diinduksi alloxan;

    b. Kelompok kontrol positif (K+) adalah tikus diabetes mellitus dan dicekok

    aquadest;

  • c. Kelompok VCO A adalah tikus diabetes mellitus yang dicekok dengan

    VCO A, yaitu VCO yang pembuatannya tanpa panas;

    d. Kelompok VCO B adalah tikus diabetes mellitus yang dicekok dengan

    VCO B, yaitu VCO yang pembuatannya dengan panas terkendali;

    e. Kelompok MG, adalah tikus diabetes mellitus yang dicekok dengan

    minyak goreng.

    Dosis aquadest, VCO, dan minyak goreng kelapa yang diberikan

    5ml/ekor/hari. Seluruh tikus dalam setiap kelompoknya diberi perlakuan selama

    28 hari. Di akhir perlakuan dilakukan pengambilan organ hati. Organ hati

    difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam kemudian masuk dalam alkohol

    70%. Setelah itu, dipotong-potong dan dimasukkan dalam tissue cassette untuk

    melewati proses dehidrasi dalam seri alkohol bertingkat yaitu mulai dari alkohol

    80% sampai alkohol absolut. Penjernihkan jaringan hati dilakukan dalam xylol

    lalu di-embedding dalam parafin. Blok jaringan dipotong menggunakan

    mikrotom (5 m) dan potongan jaringan dilekatkan pada gelas objek.

    Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) (Kiernan, 1990)

    Pewarnaan Hematoxylin Eosin dilakukan untuk mengamati struktur umum

    jaringan. Tahapan yang dilakukan dalam pewarnaan ini dimulai dengan

    deparafinisasi, yaitu penghilangan parafin dengan memasukkan preparat ke dalam

    seri larutan xylol III, II, I. Tahap selanjutnya adalah rehidrasi, yaitu dengan

    memasukkan preparat ke dalam seri larutan alkohol absolut sampai alkohol 70%.

    Preparat direndam dalam air keran, kemudian dalam aquadest. Preparat diwarnai

    dengan pewarna hematoxylin dilanjutkan lagi dengan perendaman dalam

    aquadest. Setelah itu, preparat diwarnai menggunakan eosin alkohol diikuti

    perendaman kembali dalam aquadest. Kemudian dilakukan proses dehidrasi

    dengan alkohol bertingkat serta penjernihan (clearing) dengan menggunakan

    xylol. Sediaan ditutup dengan cover glass (mounting).

  • Pewarnaan Immunohistokimia

    Pewarnaan immunohistokimia dilakukan untuk mengamati kandungan

    enzim Cu,Zn-SOD pada jaringan hati. Langkah awal pewarnaan ini adalah

    deparafinisasi, rehidrasi, dan preparat direndam dalam distiled water (DW).

    Langkah selanjutnya adalah preparat dicelupkan dalam larutan 30 ml methanol

    yang dicampur dengan 0,3 ml H2O2 dalam gelap. Kemudian, preparat direndam

    kembali dalam DW dan selanjutnya dicuci dengan phosphate buffer saline (PBS).

    Preparat kemudian diinkubasi dalam normal serum selama 1 jam pada suhu 37C.

    Setelah itu, preparat dicuci kembali menggunakan PBS. Lalu preparat

    diinkubasikan antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD (Sigma S2147) pada suhu 4C

    selama dua malam. Preparat dicuci sebanyak tiga kali menggunakan PBS dan

    diinkubasi dalam antibodi sekunder, yaitu Dako Envision Peroxidase System pada

    suhu 37C. Selanjutnya, dicuci dengan PBS, visualisasi dilakukan dengan

    diaminobenzidin (DAB) dalam tris buffer dan H2O2. Untuk perbandingan dengan

    reaksi negatif, dilakukan counterstain dengan hematoxylin. Langkah akhir

    pewarnaan ini adalah dehidrasi, clearing, dan mounting.

    Parameter

    Hasil pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) pada potongan jaringan hati

    tikus semua kelompok diamati terhadap morfologi umum sel dan jaringan

    termasuk kerusakan sel dan jaringan.

    Pengamatan terhadap potongan jaringan hati yang diwarnai dengan teknik

    imunohistokimia dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan secara

    kualitatif dilakukan dengan cara melihat intensitas warna jaringan hati yang

    terwarnai, sedangkan secara kuantitatif dengan menghitung jumlah inti sel hati

    pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD dan menghitung persentase jumlah

    inti sel hati yang bereaksi positif dan negatif terhadap Cu,Zn-SOD.

    Analisis Data

    Hasil pengamatan terhadap jumlah sel inti sel hati pada berbagai tingkat

    kandungan Cu, Zn-SOD disusun sebagai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan

    dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan.

  • HASIL

    Morfologi Hati

    Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) dilakukan untuk mewarnai morfologi

    sel atau jaringan hati. Hematoxylin bersifat basa akan mewarnai unsur jaringan

    yang bersifat asam (basofilik), yaitu inti sel. Sedangkan eosin bersifat asam

    sehingga berfungsi mewarnai sitoplasma yang bersifat basa (asidofilik).

    Jaringan hati pada kelompok kontrol positif dan kelompok minyak goreng

    menunjukkan terjadinya kerusakan-kerusakan sel seperti degenerasi dan nekrosa.

    Terdapat beberapa sel dengan inti dan sitoplasma yang membesar dan berwarna

    lebih pucat. Nekrosa sel hati ditandai dengan inti sel yang pecah.

    Pada kelompok perlakuan VCO A dan VCO B ditemukan degenerasi dan

    nekrosa namun tidak sebanyak yang tampak pada kelompok kontrol positif

    maupun kelompok perlakuan minyak goreng.

    Pada kelompok kontrol negatif ditemukan degenerasi dan nekrosa pada

    beberapa bagian sel tetapi masih dalam batas yang normal karena di dalam

    jaringan yang normal pasti terdapat beberapa sel yang mengalami degenerasi dan

    nekrosa (Gambar 1).

    Profil Cu, Zn-SOD

    Pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi

    kandungan atau komponen aktif yang ada dalam jaringan atau sel yang melibatkan

    penggunaan antibodi. Prinsip dasar pewarnaan ini adalah adanya ikatan antara

    antigen dan antibodi. Pewarnaan imunohistokimia pada penelitian ini dilakukan

    untuk melihat adanya kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus kelompok

    kontrol, kelompok diabetes, dan kelompok perlakuan (VA, VB, dan MG).

    Pengamatan secara kualitatif dilakukan pada jaringan hati dengan cara

    mengamati intensitas warna yang terjadi. Semakin tua warna coklat pada jaringan

    hati, semakin tinggi kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tersebut. Pada

    kelompok diabetes (K+) dan kelompok minyak goreng (MG) kandungan Cu,Zn-

    SOD pada jaringan hati lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif (K-).

    Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD kelompok VA lebih tinggi dibanding

  • kelompok K+, namun kandungan Cu,Zn-SOD kelompok VA masih lebih rendah

    dibanding kelompok K-. Pada kelompok VB, kandungan Cu,Zn-SOD lebih tinggi

    dibanding kelompok K+, namun kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok VB lebih

    rendah dibanding kelompok VA (Gambar 2).

    Pengamatan kuantitatif kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati

    dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel hati yang bereaksi pada berbagai

    tingkat kandungan Cu,Zn-SOD. Reaksi tersebut dapat terlihat dengan adanya

    perbedaan intensitas warna pada inti sel hati, antara lain warna untuk reaksi

    positif, yaitu positif kuat yang ditunjukkan dengan warna coklat tua (+++), positif

    sedang yang ditunjukkan dengan warna coklat muda (++), positif lemah yang

    ditunjukkan dengan warna coklat sangat muda (+) dan untuk reaksi negatif

    ditunjukkan dengan warna biru (-). Hasil penghitungan jumlah inti sel hati pada

    berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Rata-rata jumlah inti sel hati yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus perlakuan perlapang pandang pada pembesaran 40x

    Jumlah Inti Sel Hati

    Kelompok +++ ++ + -

    K- 71.7 5.5e 47.5 5.9d 26.1 4.7a 27.9 5.6b

    K+ 30.2 14.1b 35.2 12.3b 55.9 8.6d 57.1 10.0c

    VA 48.6 6.6d 44.3 7.9cd 29.3 4.0a 20.5 5.2a

    VB 38.1 4.0c 41.1 4.7c 35.3 2.8b 28.3 3.6b

    MG 21.5 2.6a 29.3 3.4a 44.5 3.2c 57.9 15.2c

    Keterangan : Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p

  • Gambar 1. Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan K-: kontrol negatif, K+: kontrol positif, VA: diabetes + VCO A, VB: diabetes + VCO B, MG: diabetes + minyak goreng. Pewarnaan Hematoxylin Eosin skala 5m.

  • Gambar 2. Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan K-: kontrol negatif, K+: kontrol positif, VA: diabetes + VCO A, VB: diabetes + VCO B, MG: diabetes + minyak goreng. Pewarnaan imunohistokimia Cu,Zn-SOD skala 5m.

  • Hasil uji statistik terhadap jumlah inti sel hati terhadap berbagai tingkat

    kandungan Cu,Zn-SOD menunjukkan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati

    pada kelompok K+ lebih rendah dibanding kelompok K-. Hal ini terlihat pada

    jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat dan positif sedang lebih rendah secara

    nyata (p

  • 0102030405060708090

    K K+ VA VB MG

    KELOMPOK

    %JU

    MLA

    H

    +

    Gambar 3. Persentase jumlah inti sel hati yang bereaksi positif dan negatif terhadap Cu,Zn-SOD. + : Positif; - : Negatif.

    Hasil persentase jumlah inti sel hati yang bereaksi positif dan negatif

    terhadap Cu,Zn-SOD menunjukkan kandungan Cu,Zn-SOD lebih rendah pada

    kelompok K+ dan MG dibandingkan dengan kelompok K-. Hal ini terlihat dari

    persentase jumlah inti sel hati yang memberikan reaksi positif lebih rendah pada

    kelompok K+ (67,9%) dan MG (62,1%) dibanding kelompok K- (83,9%).

    Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD juga terlihat dari persentase

    jumlah inti sel hati yang memberikan reaksi negatif lebih tinggi pada kelompok

    K+ (32%) dan MG (37,8%) dibanding kelompok K- (16%).

    Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok VA lebih tinggi

    dibanding kelompok K+. Hal ini terlihat dari persentase jumlah inti sel hati yang

    memberikan reaksi positif lebih tinggi pada kelompok VA (85,6%) dibanding

    kelompok K+ (67,9%). Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD juga

    terlihat dari persentase jumlah inti sel hati yang memberikan reaksi negatif lebih

    rendah pada kelompok VA (14,4%) dibanding kelompok K+ (32%).

    Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD kelompok VB lebih tinggi dibanding

    kelompok K+. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel hati yang

    memberikan reaksi positif lebih tinggi pada kelompok VB (80,2%) dibanding

    kelompok K+ (67,9%). Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD juga

    terlihat dari persentase jumlah inti sel hati yang memberikan reaksi negatif lebih

    rendah pada kelompok VB (19,8%) dibanding kelompok K+ (32%). Jika

    kelompok VA dan kelompok VB dibandingkan, kandungan antioksidan Cu,Zn-

    SOD kelompok VA lebih tinggi dibanding kelompok VB. Hal ini terlihat dari

    persentase jumlah inti sel hati pada reaksi positif lebih tinggi pada kelompok VA

  • (85,6%) dibanding kelompok VB (80,2%). Tingginya kandungan Cu,Zn-SOD

    juga terlihat dari persentase jumlah inti sel hati yang memberikan reaksi negatif

    lebih rendah pada kelompok VA (14,4%) dibanding kelompok VB (19,8%).

  • PEMBAHASAN

    Morfologi Hati

    Hati merupakan organ yang sangat penting untuk proses fisiologi normal

    sistem dalam tubuh. Hampir seluruh proses metabolisme terjadi di hati. Hati

    berperan penting dalam mengatur metabolisme lemak, protein, karbohidrat dan

    juga mempertahankan kadar glukosa darah normal (Rodney dan Tanner 2004).

    Apabila terjadi gangguan pada proses metabolisme tersebut maka akan

    menyebabkan gangguan pada fungsi hati.

    Jaringan hati kelompok diabetes mellitus (K+) yang diinduksi alloxan dan

    hanya dicekok aquadest dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) terlihat

    mengalami beberapa perubahan patologis. Perubahan patologis yang terjadi

    berupa degenerasi dan nekrosa sel-sel hati. Kondisi diabetes mellitus

    menyebabkan tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi

    akibat defisiensi insulin sehingga tubuh mencari sumber energi lain, antara lain

    dengan pemecahan glikogen, protein, dan lipid. Proses pemecahan glikogen,

    protein dan lipid, selain menghasilkan energi juga menghasilkan produk

    sampingan, yaitu radikal bebas. Bila proses ini berlangsung secara terus-menerus,

    jumlah radikal bebas yang terbentuk semakin banyak. Jumlah radikal bebas yang

    tinggi dalam tubuh menyerang biomakromolekul yang merupakan komponen

    dinding sel. Akibatnya, fungsi dinding sel menurun sehingga menimbulkan

    kerusakan sel berupa degenerasi dan nekrosa seperti terlihat pada kelompok K+

    pada penelitian ini (Halliwell dan Gutteridge 1999).

    Jaringan hati kelompok K- mengalami degenerasi sampai dengan nekrosa

    terendah. Hal ini disebabkan kelompok K- tidak diinduksi alloxan sehingga tidak

    timbul kondisi diabetes mellitus.

    Jaringan hati kelompok MG yang diinduksi alloxan dan dicekok minyak

    goreng terlihat mengalami perubahan patologis berupa degenerasi sampai dengan

    nekrosa yang menyebar pada sel-sel hati. Pada kondisi diabetes mellitus, tubuh

    harus mencari sumber energi lain, antara lain dengan peroksidasi lipid.

    Peroksidasi lipid menghasilkan produk sampingan berupa radikal bebas. Proses

    ini berlangsung secara terus-menerus sehingga jumlah radikal bebas dalam tubuh

  • bertambah banyak dan berakibat pada kerusakan sel. Jumlah radikal bebas yang

    tinggi pada kondisi diabetes mellitus akan bertambah dengan perlakuan cekok

    minyak goreng. Minyak goreng mengandung asam lemak tak jenuh tinggi yang

    memicu peroksidasi lipid dan hasil sampingannya berupa radikal bebas bertambah

    banyak. Jumlah radikal bebas yang tinggi menyebabkan penyerangan terhadap

    biomakromolekul, yang merupakan komponen dinding sel, lebih tinggi sehingga

    menimbulkan kerusakan sel berupa degenerasi dan nekrosa yang lebih parah.

    Pemberian minyak kelapa murni (VCO) pada perlakuan VA dan VB

    menunjukkan bahwa kerusakan sel berupa degenerasi dan nekrosa yang terjadi

    lebih rendah dibandingkan dengan kelompok diabetes (K+) dan kelompok

    perlakuan minyak goreng (MG). Hal ini disebabkan VCO mengandung asam

    laurat yang cukup tinggi, mencapai 53% (Rindengan dan Novarianto 2005).

    Asam laurat atau lebih dikenal dengan nama medium chain fatty acid (MCFA)

    mudah diserap ke dalam mitokondria sel sehingga metabolisme meningkat.

    Dengan adanya peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien untuk

    membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat. VCO juga

    mengandung vitamin E dan polifenol yang merupakan antioksidan kuat. Polifenol

    dan vitamin E berperan sebagai antioksidan yang membantu antioksidan endogen

    dalam menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang lebih sedikit mengurangi

    penyerangan terhadap biomakromolekul sehingga kerusakan pada dinding sel

    yang dapat menyebabkan penurunan fungsi sel tidak terjadi dan kerusakan sel

    berupa degenerasi dan nekrosa dapat dicegah. Hal inilah yang menyebabkan

    kelompok VA dan VB menunjukkan kerusakan sel berupa degenerasi dan nekrosa

    lebih sedikit dibandingkan kelompok K+ dan MG.

    Profil Cu,Zn-SOD

    Pada kondisi diabetes mellitus terjadi gangguan pada metabolisme,

    terutama metabolisme karbohidrat. Hal ini disebabkan oleh defisiensi sekresi

    insulin, resistensi insulin, atau bahkan keduanya di dalam tubuh sehingga kadar

    glukosa dalam darah meningkat dan menimbulkan hiperglikemia. Pada kondisi

    diabetes, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga

    tubuh mencari sumber energi lain, yaitu lemak. Tubuh akan melakukan proses

  • lipolisis di dalam hati, yaitu pemecahan lemak sebagai sumber energi. Proses

    pemecahan lemak, selain menghasilkan energi juga menghasilkan produk

    sampingan, yaitu radikal bebas. Bertambahnya jumlah radikal bebas akibat proses

    pemecahan lemak secara terus-menerus untuk menghasilkan energi pada kondisi

    diabetes mellitus akan menyebabkan antioksidan tubuh tidak dapat mengatasi

    kelebihan radikal bebas tersebut sehingga menimbulkan stres oksidatif di mana

    jumlah oksidan melebihi jumlah antioksidan.

    Pada kelompok diabetes (K+) dan perlakuan minyak goreng (MG) terlihat

    kandungan Cu,Zn-SOD lebih rendah dibanding kelompok K-. Hal ini terjadi

    karena pada kondisi diabetes, jumlah radikal bebas dalam tubuh tinggi sehingga

    antioksidan tidak mampu mengatasi kelebihan radikal bebas tersebut dan

    menghasilkan stres oksidatif. Keadaan stres oksidatif menyebabkan kandungan

    antioksidan, seperti Cu,Zn-SOD, lebih rendah. Wresdiyati et al. (2003) telah

    melaporkan bahwa pada kondisi diabetes kandungan antioksidan-superoksida

    dismutase (SOD) dalam jaringan hati Macaca fascicularis lebih rendah akibat

    jumlah radikal bebas yang tinggi dalam tubuh. Sedangkan pada kelompok MG,

    minyak goreng mengandung asam lemak tak jenuh tinggi yang dapat

    meningkatkan peroksidasi lipid sehingga jumlah radikal bebas yang dihasilkan

    lebih tinggi. Jumlah radikal bebas yang tinggi dalam tubuh menyebabkan

    antioksidan tubuh tidak mencukupi untuk melawan radikal bebas sehingga

    kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok MG lebih rendah dibanding

    kelompok K-.

    Pemberian VCO pada jaringan hati tikus yang mengalami diabetes dapat

    memberikan pengaruh nyata terhadap penambahan kandungan antioksidan dalam

    tubuh. Hal ini disebabkan VCO mengandung asam laurat yang tinggi. Menurut

    laporan Garfinkel et al. (1992), asam laurat memiliki efek yang sangat potensial

    dalam menstimulir sekresi insulin oleh sel beta pulau Langerhans pankreas.

    Dengan dihasilkannya insulin, pembentukkan radikal bebas yang lebih banyak

    dapat dicegah sehingga jumlah antioksidan untuk menetralisir radikal bebas lebih

    sedikit dan sisa antioksidan yang dipertahankan lebih banyak. VCO juga

    memiliki kandungan antioksidan berupa vitamin E dan polifenol (Subroto 2006).

    Vitamin E dan polifenol membantu kerja Cu,Zn-SOD sebagai antioksidan

  • endogen dalam menahan serangan dari radikal bebas. Akibatnya semakin sedikit

    antioksidan Cu,Zn-SOD yang melakukan perlawanan terhadap radikal bebas

    sehingga sisa antioksidan Cu,Zn-SOD yang dipertahankan lebih banyak. Hal

    tersebut yang menyebabkan kandungan antioksidan endogen pada kelompok

    perlakuan diabetes yang diberi VCO lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

    diabetes.

    Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok VA lebih tinggi

    dibandingkan kelompok VB. Hal ini disebabkan oleh perbedaan proses produksi

    minyak kelapa murni kedua kelompok tersebut. VA atau minyak kelapa murni A

    diproduksi tanpa panas, sedangkan VB atau minyak kelapa murni B dengan panas

    terkendali. Menurut Subroto (2006), tinggi rendahnya kandungan vitamin E dan

    polifenol dalam VCO ditentukan oleh kualitas bahan bakunya dan proses produksi

    yang digunakan. Proses produksi yang menerapkan penggunaan panas dapat

    menurunkan kadar vitamin E dan polifenol sekitar 25%, bahkan dapat hilang sama

    sekali dengan pemanasan berlebihan. VA memiliki kandungan asam laurat,

    vitamin E dan polifenol yang lebih tinggi dibanding VB sehingga lebih efektif

    dalam membantu kerja antioksidan Cu,Zn-SOD untuk menetralisir radikal bebas.

    Jumlah radikal bebas pada VA lebih sedikit sehingga jumlah antioksidan Cu,Zn-

    SOD untuk menangkap radikal bebas pun lebih sedikit dan sisa Cu,Zn-SOD yang

    dipertahankan pada kelompok VA lebih banyak dibanding pada kelompok VB.

  • KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Minyak kelapa murni (VCO) mampu meningkatkan kandungan

    antioksidan copper,zinc superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) dan

    menurunkan jumlah kerusakan sel pada jaringan hati tikus dalam kondisi

    diabetes mellitus.

    2. Pengaruh pemberian minyak kelapa murni (VCO) terhadap peningkatan

    antioksidan copper,zinc superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) lebih efektif

    pada kelompok yang diberi VCO yang diproduksi tanpa panas.

    Saran

    Disarankan kepada masyarakat, khususnya penderita diabetes mellitus,

    untuk mengatur pola makan dan mengkonsumsi antioksidan eksogen, seperti

    VCO, secara teratur.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Chang, L, LW. Slot, HJ. Geuze, JD. Crapo. 1988. Molecular

    immunocytochemistry of the cu,zn-superoxide dismutase in rat hepatocytes. J.

    Cell Biol. 107(6):2169-2179

    Chausmer, AB. 1998. Zinc, insulin, and diabetes. J. Am. Coll. Nut. 17(2):109

    115

    Cohen, K, A. Nyska. 2002. Oxidation of biological system: oxidative stress

    phenomena, antioxidants, redox reaction, and methods for their

    quantifications. Toxicologic Path. 30(6):620-650

    Dellman, HD, J. Eurell. 1998. Textbook of Veterinary Histology 5th ed. Baltimore,

    Maryland USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 194-199

    Devasagayam, TPA, JC. Tilak, KK. Boloor, KS. Sane, SS. Ghaskadbi, RD. Lele.

    2004. Free radicals and antioxidants in human health: Current status and

    future prospects. JAPI. 52(10):794-804

    Drews, G, C. Krmer, M. Dfer, P. Krippeit-Drews . 2000. Contrasting effects of alloxan on islets and single mouse pancreatic Cells. Biochem J. 352:389-397

    Ganiswarna, SG. 1995. Farmakologi dan Terapi Ed. 4. Jakarta: Bagian

    Farmakologi FKUI. Pp. 471

    Ganong, WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran AGC. Penerjemah: Brahm U Pendit. Terjemahan dari: Review of

    Medical Physiology. Pp. 340-341; 481-482

    Gardner, DG, D. Shoback. 2007. Greenspans Basic and Clinical Endocrinology.

    USA: The McGraw-Hill Companies. Pp. 18-19

    Garfinkel, M, S. Lee, SC Opera, OE Akwari. 1992. Insulinotropic potency of

    lauric acid, a metabolic rationale for Medium Fatty Acid (MCF) in TPN

    formulation. J. Surg 52(4) : 328-333

    Gitawati, R. 1995. Radikal bebas, sifat dan peranan dalam menimbulkan

    kerusakan atau kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran 102:33-36

    Guyton, AC, JE. Hall. 1997. Textbook of Medical Physiology. Penerjemah Irawati

    Setiawan dkk. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Pp. 1103-1107

  • Halliwell BJ, MC. Gutteridge. 1999. Free Radical in Biology and Medicine. 3rd

    Ed. Oxford: University Press. Pp. 107-113; 561-562

    Kahn, C. 2005. The Merck Veterinary Manual 9th ed. Philadelphia: Merck & Co.

    Inc. Pp. 439-441

    Kiernan, JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and

    Practice. 2nd Ed. Oxford: Pergamont Press. Pp. 96-97

    Kubisch, HM, J. Wang, R. Luche, E. Carlson, TM. Bray, CJ. Epstein, JP. Phillips.

    1994. Transgenic copper,zinc superoxide dismutase modulates susceptibility

    to type I diabetes. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 91:9956-9959

    OMalley, B. 2005. Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. London:

    Elseviers Saunders. Pp. 217

    Rindengan, B, H. Novarianto. 2005. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa

    Murni. Jakarta: Penebar Swadaya. Pp. 55-63

    Rodney, A, GA. Tanner. 2004. Medical Physiology. USA: Lippincott Williams

    and Wilkins. Pp. 514-523

    Subroto, A. 2006. Antibakteri dan Antioksidan di Minyak Perawan. Trubus. Pp.

    36-37 [April 2006]

    Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin in cells of

    the rat pancreas. Physiol. Res. 50:536-546

    Thurston, JH, RE. Hauhart, EM. Jones, JL. Ater. 1975. Effects of alloxan

    diabetes, anti-insulin serum diabetes, and non-diabetic dehydration on brain

    carbohydrate and energy metabolism in young mice. J. Biol. Chem.

    250(8):1751-1758

    WHO. 1999. Definition, Diagnosis, and Classification of Diabetes Mellitus and

    Its Compilcation. Geneva: WHO. Pp. 14-18

    Windholz, M. 1983. The Merck Index 10th ed. USA: Merck and Co. Inc. Pp. 43-44

    Wresdiyati T, RPA. Lelana, IKM. Adyane, K. Noor. 2003. Immunohistichemical

    study of superoxide dismutase in the liver of alloxan diabetes mellitus

    macaques. Hayati : 61-65A

  • LAMPIRAN

  • Lampiran 1. Proses Preparasi Jaringan

    Hati

    |

    Difiksasi dalam Bouin (24 jam)

    |

    Stopping point alkohol 70%

    |

    Dehidrasi dalam alkohol bertingkat

    |

    Clearing dengan xylol

    |

    Embedding dalam paraffin

    |

    Pemotongan dengan mikrotom

  • Lampiran 2. Proses Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)

    Sediaan

    |

    Deparafinisasi rehidrasi (xylol III-I, alkohol

    absolut III-I dan alkohol 95%-70%) @ 5 menit

    |

    Air mengalir (10-15 menit)

    |

    Aquadest (5-10 menit)

    |

    Hematoxylin (12 detik)

    |

    Air mengalir (5 menit)

    |

    Aquadest (5 menit)

    |

    Eosin (3 menit)

    |

    Aquadest (5 menit)

    |

    Dehidrasi dan Clearing (alkohol 70%-

    95%, absolut I-III, xylol I-III) 3-5 menit

    |

    Mounting

  • Lampiran 3. Proses Pewarnaan Imunohistokimia

    Deparafinisasi Rehidrasi

    |

    DW (10-15 menit)

    |

    Hidrogen Peroksida dalam Metanol

    |

    DW 2x (5-10 menit)

    |

    PBS 2x (5-10 menit)

    |

    Serum Normal 10% 60 m/sediaan 60 menit, 37C

    |

    PBS 3x (5 menit)

    |

    Antibodi SOD (1:200) 50-60 m/sediaan 2 malam, 4C

    |

    PBS 3x (10 menit)

    |

    DAKO Envision Peroxidase System 50-60 m/sediaan

    60 menit, 37C dalam gelap

    |

    PBS 3x (5 menit)

    |

    DAB + H2O2 (25 menit) cek mikroskop

    |

    Counterstain dengan Hematoxylin

    |

  • Dehidrasi, Clearing, Mounting

    Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam dengan uji lanjutan Duncan terhadap Jumlah Inti Sel Hati

    Jumlah Inti Sel Hati

    Kelompok +++ ++ + -

    K- 71.7 5.5e 47.5 5.9d 26.1 4.7a 27.9 5.6b

    K+ 30.2 14.1b 35.2 12.3b 55.9 8.6d 57.1 10.0c

    VA 48.6 6.6d 44.3 7.9cd 29.3 4.0a 20.5 5.2a

    VB 38.1 4.0c 41.1 4.7c 35.3 2.8b 28.3 3.6b

    MG 21.5 2.6a 29.3 3.4a 44.5 3.2c 57.9 15.2c

    Sumber

    Keragaman JK db KT F

    hitung Sig. PositifKuat Perlakuan 22458.987 4 5614.747 94.524 .000

    Galat 4158.000 70 59.400 Total 26616.987 74

    PositifSedang Perlakuan 3166.987 4 791.747 13.926 .000 Galat 3979.733 70 56.853 Total 7146.720 74

    PositifLemah Perlakuan 8828.880 4 2207.220 84.602 .000 Galat 1826.267 70 26.090 Total 10655.147 74

    Negatif Perlakuan 18957.200 4 4739.300 58.764 .000 Galat 5645.467 70 80.650 Total 24602.667 74

    PositifKuat

    Perlakuan N Subset untuk alfa 0.05

    a b c d e MG 15 21.5333 K+ 15 30.2000 VB 15 38.0667 VA 15 48.6000 K- 15 71.6667 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

  • PositifSedang Perlakuan N

    Subset untuk alfa 0.05 a b c d

    MG 15 29.3333 K+ 15 35.2000 VB 15 41.0667 VA 15 44.3333 44.3333 K- 15 47.4667 Sig. 1.000 1.000 .239 .259

    PositifLemah Perlakuan N

    Subset untuk alfa 0.05 a b c d

    K- 15 26.1333 VA 15 29.2667 VB 15 35.2667 MG 15 44.5333 K+ 15 55.9333 Sig. .097 1.000 1.000 1.000

    Negatif Perlakuan N

    Subset untuk alfa 0.05 a b c

    VA 15 20.4667 K- 15 27.9333 VB 15 28.2667 K+ 15 57.0667MG 15 57.9333Sig. 1.000 .919 .792

    Keterangan: K- : Kontrol negatif K+ : Kontrol positif VA : VCO A (VCO yang diproduksi dengan pemanasan) VB : VCO B (VCO yang diproduksi tanpa panas) MG : Minyak goreng +++ : Positif kuat ++ : Positif sedang + : Positif lemah

  • - : Negatif