penelitian gastritis
DESCRIPTION
Penelitian GastritisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit
menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi
peningkatan kasus penyakit-penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya hidup,
karena urbanisasi, moderinisasi, dan globalisasi.5
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%.
Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah (2006), di Kota
Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka
kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun
2009, gastritis merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, gastritis menempati urutan ke-3
dari 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat tahun 2009 yaitu sebesar 202.577 kasus
(11,18%). 5
Gastritis adalah salah satu penyakit tidak menular yang banyak dikeluhkan oleh
masyarakat. Gastritis adalah suatu kondisi dimana lapisan perut dikenal mukosa lambung
mengalami peradangan. Lapisan tersebut mengandung sel-sel khusus yang menghasilkan
asam dan enzim yang membantu mencernakan makanan. 6 Gastritis dapat bersifat akut atau
kronis. Peradangan pada lapisan dinding lambung yang mendadak, disebut gastritis akut.
Peradangan yang berlangsung lama, disebut kronis. Akibatnya adalah nyeri uluh hati,
anoreksia, dan lain-lain. Dampak dari keluhan tersebut apabila tidak ditanggulangi akan
mengakibatkan terganggunya aktivitas dalam kegiatan sehari-hari atau dapat menyebabkan
berbagai komplikasi seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, bahkan perforasi. 6
Bakteri Helicobacter pylori menyebabkan infeksi pada lapisan lambung. H,pylori terutama
berada di daerah dengan sanitasi yang buruk, ditularkan melalui makan atau yang
terkontaminasi. Beberapa faktor risiko lain yang dapat memicu terjadinya penyakit ini,
seperti penggunaan obat NSAID (Non Steroid Anti-inflammatory Drugs) misalnya aspirin,
ibuprofen, dan lain-lain. Alkohol, kokain, radiasi, stress, kebiasaan merokok, pola makan
yang tidak benar dan tidak teratur, trauma langsung juga dapat menyebabkan terjadinya
gastritis.
Penyakit gastritis yang terjadi di Negara maju sebagian besar mengenai usia tua. Hal
ini berbeda dengan di negara berkembang yang banyak mengenai usia dini. Menurut
Zhaoshen L dkk (2010), kasus gastritis umumnya terjadi pada penduduk yang berusia lebih
dari 60 tahun. Menurut penelitian Maulidiyah (2006), 57,8% responden penelitiannya yaitu
penderita gastritis berusia ≥ 40 tahun dan 77,8% responden mempunyai jenis kelamin
perempuan. Penelitian Yunita (2010), menemukan 70% dari responden penelitiannya berjenis
kelamin perempuan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah :
- Berapakah jumlah angka kejadian Gastritis pada pengunjung Puskesmas Kelurahan
Tanjung Duren, Jakarta Barat.
- Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Gastritis pada pengunjung
Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui angka kejadian gastritis dan faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan kejadian gastritis pada pengunjung Puskesmas pada Juli tahun
2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi umur pada pasien yang berobat jalan di
Puskesmas
b. Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang gastritis pada
pasien yang beobat jalan di Puskesmas
c. Diketahuinya distribusi frekuensi kebiasaan makan pada pasien yang berobat jalan
di Puskesmas
d. Diketahuinya distribusi frekuensi merokok pada pasien yang berobat jalan di
Puskesmas
e. Diketahuinya distribusi frekuensi pemakaian obat AINS (Anti Inflamasi Non
Steroid) pada pasien
f. Diketahuinya hubungan umur , tingkat pengetahuan, kebiasaan makan, merokok,
tingkat stress, penggunaan obat AINS dengan kejadian gastritis pada pasien yang
berobat jalan di Puskesmas
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1.4.2 Bagi Puskesmas
Diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah sebagai referensi yang
bermanfaat untuk menurunkan insiden penyakit gastritis
1.4.3 Bagi Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Definisi
2.1.1.1 Gastritis Akut
Adalah proses akut inflamasi mukosa dapat asimptomatis atau simptomatis.
Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan
lokal. 1
2.1.1.2 Gastritis Kronis
Inflamasi dari mukosa gaster yang berlangsung lama, secara histologis dapat
ditemukan kumpulan sel radang yang terdiri dari limfosit dan sel plasma,
dengan sedikit keterlibata netrofil.1,2 Pada awalnya terjadi inflamasi pada
permukaan mukosa gaster, pada tahap lanjut dapat mencapai lamina propia
sehingga menyebabkan perdarahan karena terdapat pembuluh darah di lapisan
tersebut, sampai akhir dapat menyebabkan perforasi.
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Pola makan
- Jenis makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makan yang bila dimakan, dicerna,
dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan
seimbang. Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
merangsang system pencernaan , terutama lambung, dan usus untuk
berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati
yang disertai dengan mual dan muntah.
- Frekuensi makan
Frekuensi makanan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif
maupun kuantitaif. Secara ilmiah makanan diolah dalam tubuh melalui
alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Orang yang
memiliki pola makan tidak teratur mudah terangsang penyakit gastritis.
Asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung sehingga timbul
rasa nyeri. Secara alami lambng akan terus memproduksi asam lambung
setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan
biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai
sehingga tubuh akan merasa lapar, dan pada saat itu jumlah asam lambung
akan terstimulasi. Kebiasaan makan yang tidak teratur akan membuat
lambung sulit beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada
lambung.
- Porsi makan
Porsi atau jumlah makan merupakan suatu ukuran maupun takaran
makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan
makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan
tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihan tersebut akan
disimpan didalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain
itu, porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada
akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun.
2.1.2.2 Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam
sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan
seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat
kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia,
benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid,
arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar,
dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen
radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai
dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam
lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat
pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam
lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain
itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam
lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada
malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam
proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat
mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan
aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat
menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan
tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang
mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai
tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih
sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan
RI, 2001).
2.1.2.3 ANIS (Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat AINS adalah salah satu golongan obat yang secara kimia bekerja
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis
prostaglandin sehingga terjadi penurunan sekresi mukus. Prostaglandin itu
sendiri merupakan salah satu faktor pertahanan mukosa lambung yang
penting. AINS juga dapat bekerja merusak mukosa lambung.
2.1.2.4 Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama
dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan
lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke
dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu
alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman
seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil
alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi
juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi
asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam
jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.
Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk
gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol
mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan
karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta
fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004)
2.1.2.5 Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan
bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih
cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun
daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda
biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat
sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada
dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada
saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor
lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik
cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).
2.1.2.6 Lain – lain
Gastritis dapat disebabkan Stress, infeksi bakteri (Helicobacter pylori,
Helicobacter heilmanii, Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Proteus sp,
Clostridium sp, E.coli, M. tuberculosa), infeksi virus (Citomegalo virus),
infeksi jamur (Candidiasis Histoplasmosis, Phycomycosis), refluks empedu,
radiasi, alergi, keracunan makanan, dan trauma langsung.
2.1.3 Epidemiologi
Morbiditas dan mortalitas penyakit gastritis bergantung pada penyebabnya.
Umumnya, kebanyakan kasus gastritis dapat diterapi bila penyebab telah diketahui.
Tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Bisa mengenai semua umur,
namun insiden infeksi Helicobacter pylori meningkat seiring dengan pertambahan usia. 4
Di Amerika Serikat, sekitar 35 % orang terkena infeksi H. pylori, sedangkan
sekitar 50% seluruh populasi dunia terinfeksi oleh H. Pylori.2 Pada kasus autoimun
jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang di eropa utara dan kulit hitam. Infeksi
H. pylori tersering pada usia 60 tahun ke atas, tanpa memandang jenis kelamin.
Sedangkan sarcoidosis yang dapat menyebabkan gastritis kronis sering ditemukan pada
usia muda dan kulit hitam. Sedangkan pada granulomatosa gastritis sering dijumpai
pada kulit putih.1,2 (sigit)
2.1.4 Patofisiologi
Agen ini dapat menyebabkan pengrusakan permukaan sel epitel secara cepat dan
mengganggu sekresi dari mucus, dimana mucus tersebut berfungsi sebangi barier
protektif terhadap asam lambung. Kebanyakan efek tersebut kemungkinan dimediasi
oleh penghambatan sintesis prostaglandin.3 Prostaglandin adalah bahan kimia yang
bertanggung jawab menjada mekanisme yang menghasilkan perlindungan mukosa dari
efek berbahaya dari asam lambung. 4
Gastritis yang terjadi karena komplikasi penyakit lain seperti sirosis, uremia
atau infeksi lainnya patofisiologinya mengitkuti penyakit yang mendasari tersebut,
sedangkan pada gastritis kronik patofisiologinya berkaitan erat dengan infeksi dari
Helicobacter pylori. Bakteri tersebut mempunyai kemampuan untuk berkoloni dan
menginfeksi mukosa gaster, bertahan dengan lapisan mukosa yang menutupi
permukaan epitel dan bagian atas dari fovea gaster.2 Sehingga, bakteri tersebut terhindar
dari paparan asam lambung. Bakteri tersebut akan terus melakukan infiltrasi ke dalam
lapisan epitel. Interaksi antara Helicobacter pylori dengan permukaan mukosa lambung
menyebabkan pengeluaran interleukin yang merangsang sel-sel PMN, hal ini sebagai
awal dari proses inflamasi.2(sigit)
2.1.5 Gejala dan tanda klinis
2.1.5.1 Gastritis Akut
Menunjukan gejala paling banyak adalah nyeri epigastrium, mual, kembung,
dan muntah. Pada kasus yang lebih berat mungkin dapat ditemukan erosi
mukosa, ulserasi, perdarahan, hematemesis, melena, atau jarang mengalami
perdarahan massive.1 Demam, menggigil, hiccup juga bisa ditemukan. 4
2.1.5.2 Gastritis Kronis
Secara klinis, penderita gastritis kronis mengeluh nyeri di ulu, begah, mual,
muntah, sering buang angin, lemah, dan demam.1-3 Jika sudah terjadi infiltrasi
sampai ke lapisan lamina propria penderita dating dengan keluhan BAB hitam.
Sedangkan pada pemeriksaan pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan
di daerah ulu hati, bau mulut, dan dapat ditemukan tanda-tanda anemia.2,3
2.1.6 Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan normal, dengan timbulnya
keluhan rasa nyeri pada bagian epigastrium.
B. Pemeriksaan Penunjang
- Tes diagnostic yang paling umum untuk gastritis adalah dengan
biopsy endoskopi lambung, Dokter biasanya akan memberikan obat
pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan dan kecemasan sebelum
dilakukan endoskopi. Dokter kemudian sisipkan endoskop, suatu
tabung tipis dengan kamera diujungnya melalui mulut pasien atau
hidung dan masuk ke dalam perut. Jika diperlukan, dokter akan
melakukan biopsy untuk diperiksa dengan mikroskop.
- Laboratorium
Pada pemeriksaan darah perifer dapat ditemukan leukosistosis yang
tidak terlalu tinggi pada infeksi bakteri, sedangkan pada infeksi virus
dapat normal atau leucopenia. Jika terjadi perdarahan kronik dapat
ditemukan penurunan hemoglobin (anemia).2(sigit)
2.1.7 Penatalaksaanaan
A. Medikamentosa
- Golongan Antasida
Biasanya digunakan untuk pencegahan. Mengandung aluminum dan
magnesium dengan menetralisasi asam lambung. Alluminum
menghambat kontraksi otot halus dan menghambat pengosongan
lambung. Dosis obat dewasa
- Golongan H2 Bloker
Bekerja sebagai penghambat histamine pada reseptor histamine 2.
Efektif menghambat sekresi asam yang distimulasi oleh makanan
dan system neurologi.
- Golongan PPI (Proton Pump Inhibitor)
Paling poten dalam menghambat produksi asam dengan menempati
sel parietal pada gaster.
- Antibiotik
Kombinasi dari terapi proton pump inhibitor, ditambah
klarirtomycin, dan amoksisilin lebih dianjurkan untuk pengobatan.
- Antidiare agen
Digunakan bersamaan dengan antibiotic dan PPI / H2 blocker untuk
eradikasi H.pylori
2.1.8 Komplikasi
A. Gastritis Akut
Terjadi perdarahan yang berasal dari erosi atau ulkus. Dapat juga terjadi dehidrasi
dan insufisiensi ginjal.
B. Gastritis Kronis
Gastritis kronis berkelanjutan dapat menimbulkan komplikasi ulkus peptikum,
gastritis kronis atrofi, dan selanjutnya dapat menimbulkan kanker lambung. Yang
paling ditakuti dari gasritis adalah terjadinya kanker lambung.2,3
2.1.9 Pencegahan
Perubahan gaya hidup menjadi langkah awal untuk mencegah gastritis, seperti pola
makan, jenis makanan, rokok, alcohol, obat-obatan dan lain sebagainya. Jika sudah
terjadi gastritis, pengobatan dengan menggunakan antasida.
2.1.10 Prognosis
Prognosisnya berkaitan erat dengan penyebab yang mendasarinya. Sebagai penyebab
utama dari gastritis kronis, pada tahap awal infeksi Helicobakteri pylori tidak
memberikan gejala, pada beberapa penderita akan menyebabkan ulkus peptic, bahkan
kanker lambung.2,3 Pada gastritis autoimun, karena hilangnya sel parietal dapat
menyebabkan aklorhidria, hipergastrinemia, kurangnya pepsin dan pepsinogen, anemia
dan meningkatkan risiko neoplasma gaster.3(sigit)
2.2 Kerangka Konsep
GASTRITIS
Host- Umur
- Pola makan- Tingkat pengetahuan
Agent- Konsumsi AINS & Aspirin
- Konsumsi alkohol- Merokok
Enviroment- Sanitasi lingkungan yang buruk
- Kebersihan makanan yang buruk
- Tingkat pendapatan
BAB IIIMETODELOGI PENELTIAN
3.1 Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan cross
sectional mengenai kejadian Gastritis pada pengunjung dan faktor-faktor yang berhubungan
di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren , Jakarta Barat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal di , kelurahan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
3.3 Populasi dan Sampel
- Populasi penelitian adalah semua pengunjung Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren
Jakarta Barat yang menderita penyakit Gastritis, dengan besar populasi tidak ketahui.
- Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang akan diteliti sebanyak.....
- Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Consecutive Sampling
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi adalah semua pengunjung gastritis yang berobat jalan di Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren berumur diatas 15 tahun pria dan wanita, serta bersedia untuk
diwawancarai. Kriteria eksklusi adalah pasien yang sedang sakit berat dan tidak dapat
berkomunikasi dengan baik.
3.5 Besar Sampel
3.6 Cara Kerja
1. Menghubungi ketua RW di kelurahan Tanjung Duren , Jakarta Barat yang menjadi daerah
penelitian untuk melaporkan tujuan diadakannya penelitian di daerah tersebut.
2. Menghubungi kader-kader di Balkesmas agar membantu kegiatan penelitian
3. Melakukan pengumpulan data primer dengan menggunakan instrument penelitian berupa
kuesioner , dan data sekunder berupa pencatatan dan pelaporan kejadian gastritis dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan penelitian.
4. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data
5. Penulisan laporan ilmiah
6. Pelaporan penelitian
3.7 Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variable terikat (dependen) dan variable bebas (independen).
Variabel terikat berupa gastritis. Variabel bebas berupa pola makan, konsumsi obat AINS &
Aspirin , merokok, dan konsumsi alkohol.
3.8 Manajeman dan Analisis Data
Data-data didapatkan dari kuesioner dan pencatatan pelaporan kejadian gastritis di Puskesmas
Kelurahan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Terhadap data-data yang telah dikumpulkan
dikelola dengan proses editing, verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah
dengan program computer yaitu program SPSS. Kemudian data yang telah diolah akan
dianalisa sesuai dengan cara uji statistik, menggunakan uji Chi Square.