pendidikan karakter

28
BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Pendidikan Karakter Kata “karakter” berasal dari bahasa Latin “Kharakter”, kharassein”, dan “kharax”, yang maknanya “tools for making”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Perancis “caractere” pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character”, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia “karakter”. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Pendidikan karakter adalah suatu usaha sadar dalam membentuk dan mengembangkan karakter individu melalui proses belajar, pembelajaran, pelatihan dan bimbingan baik yang dilaksanakan secara individual atau pun kelompok. Menurut Soemarno Soedarsono dalam bukunya karakter merupakan “sesuatu” dalam diri manusia yang tidak bersifat turunan (diwariskan), melainkan harus dicari, ditemukan, dan ditempa karena sebenarnya sudah melekat pada tiap manusia sejak seseorang dilahirkan dan menjadi bagian kolektif dari suatu masyarakat.

Upload: lely-mardiyanti

Post on 29-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Paper PP

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Karakter

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan Karakter

Kata “karakter” berasal dari bahasa Latin “Kharakter”, “kharassein”, dan

“kharax”, yang maknanya “tools for making”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini

mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Perancis “caractere” pada abad ke-14 dan

kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character”, sebelum akhirnya menjadi

bahasa Indonesia “karakter”.

Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan

Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang

berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;

keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila;

bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya

kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan

melemahnya kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional

Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025).

Pendidikan karakter adalah suatu usaha sadar dalam membentuk dan mengembangkan

karakter individu melalui proses belajar, pembelajaran, pelatihan dan bimbingan baik yang

dilaksanakan secara individual atau pun kelompok. Menurut Soemarno Soedarsono dalam

bukunya karakter merupakan “sesuatu” dalam diri manusia yang tidak bersifat turunan

(diwariskan), melainkan harus dicari, ditemukan, dan ditempa karena sebenarnya sudah

melekat pada tiap manusia sejak seseorang dilahirkan dan menjadi bagian kolektif dari suatu

masyarakat. Dengan demikian menurut pemahaman makna karakter tersebut merupakan sifat-

sifat kejiwaan yang dapat dibentuk, ditemukan dan ditempa untuk dapat meyakini nilai-nilai

yang baik dan melekat dalam diri setiap individu dan berguna dalam kehidupan ini.

Karakter sangat penting untuk dimiliki setiap individu karena demgan adanya

karakter sesorang dapat memiliki ciri khas tersendiri dengan didasari adanya sikap-sipap

yang terpuji. Menurut Hurlock (1993) menjelaskan bahwa perkembangan anak

dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya enam kondisi lingkungannya yaitu: hubungan antar

pribadi yang menyenangkan, keadaan emosi, metode pengasuhan anak, peran dini yang

diberikan kepada anak, struktur keluarga di masa kanak-kanak dan rangsangan terhadap

lingkungan sekitarnya.

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter hal yang lebih ditekankan adalah

mengenai nilai-nilai yang ditanamkan pada peserta didik. Nilai-nilai tersebeut nantinya

Page 2: Pendidikan Karakter

akan berguna dalam mengembangkan kepribadian sebagai makhluk hidup individual

sekaligus sosial dalam lingkungan sekolah.. Menurut Murphy (1998) pendidikan karakter

secara sederhana bisa didefinisikan sebagai, “pemahaman, perawatan, dan pelaksanaan

keutamaan (practice virtue). Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah mengacu

pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan

menghidupi nilai-nilai itu, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk

dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata.

Selain di lingkungan sekolah, pendidikan karakter juga perlu diterapkan di

lingkungan masyarakat. Hal ini sangat penting karena pada dasarnya manusia tidak bisa

hidup secara individual melainkan harus hidup secara sosial. Dan di dalam hidup sosial

diperlukan adanya kepribadian yang baik di setiap individunya agar bisa diterima di

kalangan lingkungan masyarakat.

B. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Wynne (1991), istilah karakter diambil dari bahasa Yunani yang berarti

"to mark" (menandai atau mengukir), yang lebih terfokus pada melihat tindakan atau

tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua pengertian tentang karakter. Pertama,

Adalah menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang

berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, maka orang tersebut memanifestasikan karakter

jelek. Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, maka orang

tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua istitah karakter erat kaitannya dengan

"personality". Seseorang bisa disebut "orang yang berkarakter" (a person of character)

kalau, tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.

Menurut Jalal (2011), pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai

yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi :

1. Menggembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,

berpikiran baik, dan berperilaku baik

2. Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila

3. Mengembangkan potensi warga negara agar memeiliki sikap percaya diri,

bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Pendidikan karakter berfungsi :

1. Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural

Page 3: Pendidikan Karakter

2. Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu

berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia

3. Membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup

berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni

C. Komponen Pendidikan Karakter

Dalam pendidikan karakter Lickona (1992) menekan pentingnya dua komponen

karakter yang baik (components of I character) yaitu moral knowing atau pengetahuan

tentang (moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action perbuatan bermoral.

Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan

sekaligus nilai kebajikan. Moral Knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan terdiri :

1. Moral Feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang

merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan

prinsip-prinsip moral. Terdapat 6 hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu

dirasakanolehseseo untuk menjadi manusia berkarakter yakni:

1) conscience (nurani)

2) self-esteem (Percaya diri),

3) empathy (merasakan penderitaan orang lain),

4) loving the good (mencintai kebenaran),

5) control (mampu mengontrol diri), dan

6) humilituy (kerendahan hati)

2. Moral Action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan

menjadi tindakan nyata. Perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari

dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang

dan perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat dari tiga.aspek dari karakter

yaitu :

1) kompetensi (competence),

2) keinginan (will), dan

3) kebiasaan (habitu).

D. Nilai-nilai Pembentuk karakter

Page 4: Pendidikan Karakter

Didalam pembentukan karakter untuk mewujudkan pendidikan karakter

dibutuhkan adanya nilai-nilai yang sangat penting. Menurut Mochtar Buchori (2007),

pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,

penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Berikut

merupakan nilai-nilai pembentuk karakter:

a. Religius (Religious)

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran

terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur (Honest) Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang

yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi (Tolerate)

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap dan

tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin (Dicipline)

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan

peraturan

e. Kerja Keras (Hard Work)

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai habatan

belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

f. Kreatif (Creative)

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang

telah dimiliki

g. Mandiri (independent)

Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan

tugas-tugas

h. Demokratis

Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan

orang lain

i. Rasa Ingin Tahu.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas

dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat Kebangsaan (Nationality Spirit)

Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara

di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air

Page 5: Pendidikan Karakter

Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsanya

l. Menghargai prestasi (respect)

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna

bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain

m. Persahabatan (Friendly)

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan

orang lain

n. Cinta Damai (Peace Ful)

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman

atas kehadiran dirinya

o. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan

kebajikana bagi dirinya.

p. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di

sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi

q. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat

yang membutuhkan

r. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan tuhan YME.

(Sumber: Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa:

Pedoman Sekolah. 2009:9-10).

E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Dalam pelaksanaan pendidian karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang

mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu juga mencakup

fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan

serta masyarakat.

Menurut (Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9) menyatakan bahwa

Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat

dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; (2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah

rasa dan karsa. Adanya proses tersebut saling berkaitan dan bersifat koheren yang dari

Page 6: Pendidikan Karakter

keempat aspek tersebut secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya

terkandung sejumlah nilai yang penting dalam kehidupan karakter.

Gambar. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter.

F. Aplikasi Pendidikan Karakter

1. Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah

Pendidikan dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Namun salah

satu penerapan pendidikan karakter dapat diterapkan dilingkungan sekolah. Lingkungan

sekolah merupakan suatu instansi lembaga pendidikan yang terpercaya dalam

mengembangkan nilai moral dan nilai-nilai positif lainnya kepada para peserta didik.

Dalam hal ini pihak orang tua dari siswa telah menjadikan sekolah sebagai salah satu

sarana untuk membentuk karakter bagi anak-anak mereka. Sekolah menjadi tempat yang

strategis dalam membentuk, melatih dan mengembangkan karakter melalui penanaman

nilai-nilai moral. Sekolah dapat tetap menjaga standar mutu akademis yang tinggi

berdasarkan nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas sekolah. Di sekolah

diharapkan para siswa belajar mengaktualisasikan nilai-nilai yang mereka terima secara

langsung. Sehingga di dalam lingkungan sekolah diperlukan adanya penerapan pendidikan

karakter untuk membangun jiwa anak-anak didik menjadi seorang yang teladan dan

memiliki akhlak yang baik.

Didalam pendidikan berkarakter akan melibatkan beberapa hal yang bisa

mendukung terwujudnya pendidikan karakter seperti nilai agama, nilai moral, nilai-nilai

umum, nilai-nilai kewarganegaraan. Dalam hal ini Sekolah memiliki kewenangan untuk

menentukan prioritas bagi nilai-nilai pendidikan karakter, akan tetapi hal tersebut tidak

membatasi sikap dari masing-masing individu karena pada akhirnya individu sendiri yang

Page 7: Pendidikan Karakter

mengolah nilai-nilai itu yang sesuai dengan pengalaman pribadinya sebagai individu yang

beriman dan memiliki kehendak baik untuk hidup bersama di dalam sebuah masyarakat

yang plural.

Dalam pembelajaran pendidikan arakter yang ada di sekolah terdapat beberapa

kriteria nilai yang bisa menjadi bagian dalam kerangka pendidikan karakter yang

dilaksanakan di sekolah, antara lain : 1) nilai keutamaan; 2) nilai keindahan; 3) nilai kerja;

4) nilai cinta tanah air; 5) nilai demokrasi; 6) nilai kesatuan; 7) nilai moral; 8) nilai

kemanusiaan.

Dalam penerapan pendidikan karakter disekolah, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1.1. Perencanaan Pendidikan Karakter

Perencanaan pendidikan karakter adalah proses menentukan nilai-nilai. Hal yang

sangat mendasar ketika memulai pendidikan karakter adalah menentukan nilai-nilai yang

akan ditanamkan atau dibelajarkan pada peserta didik. Menurut Hayes (2003) menyatakan

bahwa proses penentuan nilai ini harus melibatkan komunitas sekolah, yakni guru, orang

tua dan masyarakat sekitar; sehingga sekolah akan mencerminkan keseluruhan komunitas

yang mereka layani, mampu melahirkan peserta didik dengan karakter sesuai harapan

komunitas. Dengan demikian semua ikut berpartisipasi dalam mencapai pendidikan

berkarakter, sehingga proses untuk mewujudkan pendidikan karakter di lingkungan

sekolah akan lebih terstruktur dan nantinya akan lebih bisa mencapai tujuan dari

pendidikan karakter sendiri.

Menurut Budiningsih (2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa unsur yang

turut berpengaruh dalam penentuan muatan pendidikan moral, yaitu: (1) karakteristik anak

didik yang meliputi latar ekonomi, agama, budaya serta tahap perkembangan kognitif dan

moral; (2) konteks sekolah berada meliputi budaya masyarakat dan falsafah Negara.

Perencanaan pendidikan karakter harus didasarkan pada visi pendidikan karakter

yang ditetapkan oleh sekolah, yang merupakan cita-cita yang akan diarahkan melalui

kinerja lembaga pendidikan. Perencanaan pendidikan karakter adalah proses menentukan

nilai-nilai. Hal yang sangat mendasar ketika memulai pendidikan karakter adalah

menentukan nilai-nilai yang akan ditanamkan atau dibelajarkan pada peserta didik.

Dalam perencanaan pendidika karakter di lingkungan sekolah harus ada dua

komponen yang sangat penting dalam mendukung tercapainya pendidikan karakter di

lingkungan sekolah yang meliputi:

a. Adanya visi

Dengan adanya visi pendidikan akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja,

pembuatan program dan pendekatan pendidikan karakter yang dilakukan di dalam

Page 8: Pendidikan Karakter

sekolah. Sehingga tanpa adanya visi maka pelaksananaan pendidikan karakter akan

menjadi sia-sia atau bahkan nantinya tidak bisa berhasil dengan baik. Jika visi di dalam

lembaga pendidikan telah ada, lembaga pendidikan juga harus memiliki misi yaitu

penjabaran yang lebih praktis operasional, yang indikasinya dapat diverifikasi, diukur

dan dievaluasi secara terus menerus. Melalui visi, sekolah memberikan sebuah

lingkungan nyata dimana idealisme dan cita-cita secara konkrit menjadi pedoman

perilaku, sumber motivasi, sehingga setiap individu di dalam lembaga itu semakin

bertumbuh secara utuh dan penuh. Pendidikan karakter yang memiliki basis dasar nilai-

nilai, dengan adanya visi lembaga pendidikan akan menjadi contoh nyata sebuah sikap

hidup berdasarkan nilai-nilai ideal.

b. Adanya Misi

Setelah adanya visi maka perencanaan yang mendukung terlaksananya

pendidikan karakter adalah adanya misi. Misi adalah sebuah usaha yang menjembatani

praktis harian di lapangan dengan cita-cita ideal yang menjiwai seluruh gerak lembaga

pendidikan. Tercapainya misi merupakan tanda keberhasilan melaksanakan visi secara

konsisten.

1.2. Pengintegrasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum

Ada dua pendekatan pengintegrasian program pendidikan karakter di sekolah

yaitu:

1.2.1. Pendekatan secara langsung.

Dalam pendekatan secara langsung atau secara eksplisit ini berarti menjadikan

pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri dalam kurikulum. Jadi dalam

pendekatan ini materi mengenai pendidikan karakter wajib diperoleh oleh siwa dalam

kegiatan belajar mengajar yang diterimanya sehari-hari dan menjadi hal yang pokok

karena sudah tercantum di dalam kurikulum . Menurut (Duncan,1997) menyatakan bahwa

Pendidikan karakter secara langsung didasarkan adanya nilai tertentu yang perlu diketahui

oleh semua orang yang bersifat universal. Dengan pendekatan langsung, peserta didik

didorong untuk langsung mengambil bagian dalam komunitas masyarakat.

Menurut Suparno (2002), dengan adanya metode ini materi akan lebih terfokus

dan terencana matang. Guru dapat membuat perencanaan dan mempunyai banyak

kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya. Selain itu dengan menggunakan

metode ini dapat juga berperan untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami

suatu nilai atau karakter

Page 9: Pendidikan Karakter

Dalam pengintegrasian pendidikan karakter melalui pendekatan langsung dan

tidak langsung terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari pelaksanaan metode

tersebut. Berikut merupakan kelebihan dan kelemahannya:

a) Beberapa kekuatan pendekatan langsung pendidikan karakter meliputi:

(1)    Kehidupan bermoral harus tumbuh dari interaksi dengan orang lain setiap hari.

Program pendidikan karakter menciptakan banyak kesempatan kepada peserta didik

untuk mempraktekan karakter yang dipelajarinya dalam kehidupan sekolah dan

masyarakat;

(2)    Program pendidikan karakter menekankan pada praktek konkret, sehingga nilai yang

dijarkan tidak hanya sekedar pengetahuan, namun harus menjadi bagian integral dalam

diri seseorang agar menjadi suatu ketrampilan yang dilaksanakan tiap hari.

(3)    Penanaman nilai-nilai dasar akan menjadi fondasi dalam pencapaian norma sosial

selanjutnya. Proses pemahaman nilai-nilai utama adalah prasyarat untuk memahami

nilai yang lebih kompleks serta kemampuan dalam analisa kritis terhadap suatu

peristiwa.

b) Beberapa kelemahan pendekatan langsung pendidikan karakter meliputi:

(1)   Nilai yang ditanamkan umumnya merupakan pemberian masyarakat tanpa disertai

analisa kritis dari pendidik dan peserta didik.

(2)    Belum ada tanda signifikan, bahwa pendidikan karakter di sekolah dapat

mempengaruhi karakter peserta didik di luar sekolah, atau pengaruhnya secara

substansi pada kehidupan moral masyarakat.

(3) Metode ini sangat tergantung dengan tuntunan kurikulum yang ada, dan dalam

model ini penanaman nilai seolah-olah hanya ditumpukan pada seorang guru budi

pekerti saja.

1.3. Pendekatan secara tidak langsung.

Menurut Suparno (2002), pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum

secara implisit dapat dilakukan melalui dua model yaitu:

a) Model terintegrasi dalam semua bidang studi.

Menurut Megawangi (2004) menyatakan bahwa model ini sebagai sistem

pembelajaran terpadu berbasis karakter. Sistem ini akan membiasakan anak sejak dini

untuk berpikir secara holistik, tidak berpikir fragmated dan biasanya pembelajaran

dilakukan secara tematik. Dalam hal ini peserta didik diajarkan untuk tidak

memandang sesuatu hal dari satu bidang saja tetapi juga mempertimbangkan hal lain

yang dapat mempengaruhinya sehingga dlam hal ini peserta didik diajarkan untuk

Page 10: Pendidikan Karakter

lebih bisa berfikir secara lebih matang sebelum menghadapi suatu permasalahan

hingga pada akhirnya mengambil keputusan yang terbaik.

Sejalan dengan hal tersebut McKay (2002) menatakan bahwa nilai yang akan

ditanamkan dalam proses penyampaian pendidikan karakter hendaknya dikaitkan

dengan pelajaran di kelas, sehingga peserta didik dapat melihat bagaimana nilai-nilai

tersebut diperlukan dan muncul dalam pelajaran sejarah, eksperimen sains, atau

berpengaruh pada peserta didik secara personal lewat pengajaran di kelas. Contohnya

saja saat melakukan proses belajar matematika tidak hanya sekedar terampil dalam

berhitung, tetapi juga menumbuhkan karakter rasional, obyektif, kontrol diri, progesif,

keterbukaan pada aneka pendapat, eksploratif, dan ketekunan lewat pelajaran

Matematika.

Dengan model integrasi dalam semua bidang studi, guru dapat memilah nilai

yang akan ditanamkan melalui materi bahasan bidang studinya. Pemahaman nilai

hidup lebih bersifat terapan pada setiap bidang studi, dan semua guru sebagai pengajar

budi pekerti. Namun yang harus diperhatikan bahwa tidak boleh ada perbedaan

persepsi dan pemahaman tentang nilai di antara guru.

b) Model di luar pengajaran

Dalam model ini, kegiatan dilakukan di luar pengajaran. Segi positifnya,

peserta didik akan memperoleh pelajaran nilai melalui pengalaman konkrit. Model ini

menuntut kreativitas dan pemahaman akan kebutuhan peserta didik secara mendalam,

karena tidak ada stuktur kurikulum yang tetap.

1.3.Metode Pendidikan Karakter dalam KBM

Salah satu unsur penting dalam pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-

nilai, sehingga anak didik memiliki gagasan konseptual tentang nilai-nilai pemandu

perilaku yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan karakter pribadinya. Dalam

mengajarkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik diperlukan adanya suatu metode

yang terbaik agar materi atau nilai-nilai karakter dapat tersampaikan kepada peserta didik

dan nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa metode yang dapat

diterapkan antara lain : 1) mengajarkan; 2) keteladanan; 3) menentukan prioritas; 4)

mempratekkan prioritas; 5) refleksi.

Dalam proses penyampaian materi mengenai pendidikan karakter, peranan guru

merupakan hal yang sangat penting karena hal yang disampaikan guru nantinya akan

menjadi pedoman atau contoh bagi siswa untuk proses aplikasi dalam kehidupan sehari-

hari. Menurut Veugelers (2000) menyatakan bahwa guru sebaiknya mengintegrasikan

Page 11: Pendidikan Karakter

nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada peserta didik ke dalam materi pelajaran dan

dalam interaksi antara guru dan peserta didik. Dengan demikian pengajaran nilai tidak

sekedar hanya teori, tetapi langsung dipraktekan dan dilihat kaitannya dengan hal-hal lain.

Strategi ini juga turut melatih kemampuan berpikir peserta didik secara kritis, sehingga

mereka mampu menganalisis nilai yang ada dalam setiap peristiwa.

Di samping itu hendaknya guru memungkinkan adanya perbedaan nilai yang

dipelajari dan diyakini peserta didik, dan menunjukkan nilai yang diyakini dirinya sebagai

nilai yang penting. Strategi pembelajaran di ruang kelas di uraikan lebih mendalam oleh

Lickona (1999), Suparno dkk (2002) dan Inlay (2003) sebagai berikut :

a. Guru peduli pada peserta didik, dengan menjadi teladan dan memberi tuntunan moral.

b. Menciptakan komunitas kelas yang peduli satu dengan yang lainnya.

c. Membantu peserta didik mengembangkan daya pkir moral, disiplin diri, dan hormat

pada orang lain.

d. Melibatkan peserta didik dalam pembuatan keputusan.

e. Menggunakan Cooperative learning untuk memberi kesempatan pada peserta didik

mengembangkan kompetensi moral dan sosialnya.

f. Membiasakan peserta didik membaca buku-buku yang mengandung nilai-nilai hidup.

g. Mengembangkan kesadaran atau dorongan pada peserta didik untuk melakukan hal

baik.

h. Mengajarkan nilai yang harus diketahui peserta didik, cara mempraktekkannya hingga

menjadi suatu kebiasaan, dan menekankan bahwa setiap orang punya tanggung jawab

untuk mengembangkan karakternya sendiri.

i. Mengajarkan peserta didik menyelesaikan konflik.

j. Guru menghindari penggunaan kata-kata yang bernada menyalahkan, melainkan

memancing peserta didik untuk berani mengakui kesalahan dan menggali makna

belajar dari kesalahan yang dilakukan. Anak didik dilatih untuk menyadari bahwa

tindakan yang dilakukan merupakan pilihan pribadi. Jadi kesalahan atau kegagalan

yang dialami tidak boleh ditujukan pada orang lain.

k. Materi dalam pembelajaran karakter diambil dari hal-hal yan berlangsung di sekitar

kehidupan peserta didik di lingkungan sekolah.

l. Hal terpenting dalam strategi di ruang kelas adalah kesempatan yang diberikan pada

anak didik untuk mendiskusikan suatu masalah/peristiwa dari sudut pandang moral.

Frekuensi kegiatan diskusi yang cukup banyak di kelas akan menciptakan kesempatan

pada peserta didik (Suparno, 2002). Kegiatan diskusi bertujuan untuk:

Page 12: Pendidikan Karakter

m. Mengembangkan daya pikir/analisa secara moral. Yang terpenting dalam proses

diskusi bukanlah memberikan penilaian tentang benar atau salahnya suatu persoalan,

namun untuk mencermati atau menganalisa hal-hal yang baik dan salah yang terdapat

dalam persoalan tersebut.

n. Peserta didik dapat mencari dan menemukan sendiri nilai-nilai yang hidup di

masyarakat. Peserta didik akan melihat dan mengalami langsung nilai yang tumbuh di

lingkungan masyarakat, yang dapat membuatnya binging. Melalui diskusi, peserta

didik melakukan proses penjernihan nilai untuk menemukan makna nilai-nilai

tersebut.

1.4. Pengembangan Budaya Sekolah yang Mendukung Pendidikan Karakter

Pendidikan kakarter tidak hanya menjadi tanggungjawab guru ketika berinteraksi

dengan peserta didik di ruang kelas. Komunitas sekolah hendaknya dilibatkan secara aktif

dalam pendidikan karakter agar proses penanaman nilai bisa lebih efektif. Lickona (1999)

dan Inlay (2003) menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan pihak untuk membangun

komunitas karakter, yakni:

a. Menciptakan lingkungan sekolah yang menerima adanya perbedaan antar individu.

Hal ini mendorong setiap peserta didik untuk percaya diri, serta belajar sikap saling

menghargai, mau mendengarkan orang lain, dan saling member perhatian.

b. Peserta didik dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk menyelesaikan

masalah yang terjadi di sekolah.

c. Melibatkan peserta didik dalam pengembangan kurikulum dan pengelolaan strategi

belajar.

d. Menciptakan budaya moral positif di sekolah

e. Melibatkan orang tua dan komunitas sebagai partner dalam pendidikan karakter.

Orang tua dan anggota masyarakat bisa berperan sebagai pengajar di kelas untuk

menunjukkan karakter yang dibutuhkan dan hidup masyarakat.

1.5.Pelaksanaan Kegiatan Ekstra Kurikuler yang Mendukung Pendidikan Karakter

Dalam memantapkan kepribadian peserta didik guna mewujudkan ketahanan

sekolah sebagai lingkungan pendidikan dan menyiapkan mereka agar berakhlak mulia,

demokratis dan menghormati hak-hak sesuai tujuan pendidikan nasional, maka

pendidikan karakter melalui ekstrakurikuler diupayakan antara lain dalam bentuk

program-program di sekolah seperti: pramuka, kantin kejujuran, sekolah hijau,

olimpiade sains dan seni, serta kesenian tradisional, PMR, UKS misalnya, telah sarat

Page 13: Pendidikan Karakter

dengan pendidikan karakter. Tinggal guru yang mesti memunculkan nilai-nilai dalam

program itu sebagai bagian dari pendidikan karakter di sekolah.

2. Pendidikan Karakter di Lingkungan Masyarakat

Kehidupan sehari-hari di rumah dan Di masyarakat perlu juga mendapat perhatian

dalam rangka pendidikan karakter. Banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh satuan

pendidikan formal dan nonformal dari masyarakat dan sebaliknya. Antara satuan pendidikan

formal dan nonformal serta masyarakat harus mengadakan banyak interaksi. Beberapa

komponen masyarakat yang bisa berlibat dalam proses belajar di satuan pendidikan formal

dan nonformal yaitu: orangtua, masyarakat (Nuh, 2010). Kehidupan sehari-hari di rumah dan

di masyarakat perlu juga mendapat perhatian dalam rangka pendidikan karakter. Banyak

manfaat yang bisa diperoleh oleh satuan pendidikan formal dan nonformal dari masyarakat

dan sebaliknya. Antara satuan pendidikan formal dan nonformal serta masyarakat harus

mengadakan banyak interaksi. Beberapa komponen masyarakat yang bisa berlibat dalam

proses belajar di satuan pendidikan formal dan nonformal yaitu: orangtua, masyarakat (Nuh,

2010). Kehidupan sehari-hari di rumah dan di masyarakat perlu juga mendapat perhatian

dalam rangka pendidikan karakter. Banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh satuan

pendidikan formal dan nonformal dari masyarakat dan sebaliknya. Antara satuan pendidikan

formal dan nonformal serta masyarakat harus mengadakan banyak interaksi. Beberapa

komponen masyarakat yang bisa berlibat dalam proses belajar di satuan pendidikan formal

dan nonformal yaitu: orangtua, masyarakat (Nuh, 2010). Agar model pembelajaran nilai-nilai

karakter bisa berhasil dengan baik, dibutuhkan orang tua yang benar-benar menjadi pasangan

yang berkomitmen tinggi terhadap proses belajar anak-anak mereka. Orang tua adalah

pendidik di rumah. Oleh sebab itu, mereka harus menganut visi yang sama dengan satuan

pendidikan formal dan nonformal, demikian pula dengan tujuan satuan pendidikan formal dan

nonformal. Orangtua mesti setuju dengan tujuan satuan pendidikan formal dan nonformal

untuk menghasilkan anak-anak yang baik yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Satuan

pendidikan formal dan nonformal seyogianya memberikan pelatihan mengenai bagaimana

menjadi orang tua yang baik kepada semua ayah, ibu atau yang mengantar anak-anak ke

satuan pendidikan formal dan nonformal. Ketika peserta didik berada di rumah, orang tua

wajib meluangkan waktu bertemu bersama anak-anak mereka dan memberikan cinta kasih

dan kehangatan. Orang tua dan pendidik mesti mengadakan pertemuan reguer untuk

mendisuksikan masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dan mesti membuat rencana

untuk membantu memecahkan masalah-masalah itu. Para orangtua harus berpartisipasi dalam

Page 14: Pendidikan Karakter

berbagai kegiatan pada satuan pendidikan formal nonformal dan membagikan pengetahuan

dan pengalaman mereka kepada peserta didik dan pendidik (Nuh, 2011).

Selain itu, komunitas atau masyarakat sekitar memiliki peran penting dalam

pembentukan karakter anak. Satuan pendidikan formal dan nonformal harus dipandang

sebagai suatu sistem hidup yang terus-menerus tumbuh dan berkembang. Satuan pendidikan

formal dan nonformal juga sedang dalam proses belajar karena selalu ada interaksi antara

setiap orang di satuan pendidikan formal dan nonformal serta komunitasnya. Pendidik dan

peserta didik selalu berhubungan dengan orang tua dan kerabat mereka di masyarakat. Setiap

orang di satuan pendidikan formal dan nonformal termasuk semua staf sangat dipengaruhi

oleh tempat-tempat ibadah, komunitas pasar, perkantoran dan lain sebagainya. Sebagai bagian

dari pembelajaran, peserta didik harus belajar melayani komunitas atau masyarakat dalam

pengembangannya. Mereka mesti turut serta dalam kegiatan pelayanan yang diadakan di

tempat-tempat ibadah. Satuan pendidikan formal dan nonformal mesti membantu komunitas

untuk mengembangkan dan membantu pendidikan orang-orang dalam komunias. Ketika

komunitas tersebut menjadi sebuat komunitas belajar, satuan pendidikan formal dan

nonformal akan mendapatkan manfaat besar dari komunitas seperti ini (Nuh, 2010).

Dalam konteks ini, pendidikan karakter lebih ditekankan pada kegiatan internalisasi

dan pembentukan tingkah laku. Untuk kepentingan ini, tidak relevan jika menciptakan

kurikulum baru tentang pengembangan karakter. Yang relevan adalah lebih menekankan pada

penciptaan lingkungan dan tingkah laku. Dengan mengacu pada referensi pusat organisasi,

maka setiap satuan pendidikan formal dan nonformal diwajibkan untuk mempunyai statuta

yang di dalamnya dicantumkan secara eksplisit dan jelas tentang pengembangan karakater.

Dengan statuta tersebut, maka kegiatan pengembangan karakter dapat dituntun dan diketahui

oleh pengelola satuan pendidikan formal dan nonformal, baik oleh kepala maupun oleh

komite . Setiap statuta satuan pendidikan formal dan nonformal akan mencamntumkan nilai-

nilai dasar yang merupakan ciri khas karakter bangsa Indonesia, yang bersumbar dari nilai-

nilai agama maupun dari jiwa nasionalisme atau patriotisme. Nilai-nilai dasar tersebut adalah

jujur, bertanggung jawab, cerdas, kreatif, sehat dan bersih, peduli, serta gotong rotong. Nilai-

nilai yang substantif tersebut kemudian dikembangkan dalam satuan- satuan pendidikan

formal dan nonformal sesuai dan selaras dengan kearifan lokal atau nilai-nilai lokal setempat

dalam pola-pola yang lebih detail. Misalnya, cara menghormati atau cara bersopan santun

kepada orang lain, cara bertata krama, cara pendidik memberikan sanksi kepada murid, dan

sebagainya. Dalam hal ini, perhatian kepada peserta didik menjadi sangat penting sebab

mereka yang segera akan turun dalam dunia nyata yang berupa masyarakat. Nilai-nilai

semacam itu harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan, dan kebiasaan inilah

Page 15: Pendidikan Karakter

yang akan menjadi budaya setempat. Untuk kepentingan ini maka tiap satuan pendidikan

formal dan nonformal, harus memiliki buku saku yang berupa pedoman ringkas sehingga

bersifat mengikat sebab disusun dengan kesepakaan bersama. Dengan demikian maka para

murid, para pendidik, para orang tua akan melakukan hal tersebut secara sinergis. Di setiap

satuan pendidikan formal dan nonformal akan adakode perilaku, manajemen tatakrama

(manner management) serta budaya organisasi yang diperlukan dalam peroses

pengambangan karakater tersebut (Nuh, 2010).

Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari

orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang

dikembangkan di satuan pendidikan formal dan nonformal agar menjadi kegiatan keseharian

di rumah. Dalam hal ini, pendidikian karakter mulai terlihat apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku dinyatakan dalam indikator, tetapi belum

konsisten biarpun sudah ada pemahaman, dan mendapat penguatan lingkungan terdekat. yang

dinyatakan dalam indikator, tetapi belum konsisten biarpun sudah ada pemahaman, dan

mendapat penguatan lingkungan terdekat (Nuh, 2010).

Ruang lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa meliputi (Kemendiknas, 2010):

1. Lingkup Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter melalui

keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat yang

tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai karakter dapat

diinternalisasi menjadi perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Lingkup Masyarakat Politik

Masyarakat politik merupakan wahana yang melibatkan warga negara dalam penyaluran

aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan suara representatif dari segenap elite

politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai strategis dalam pembangunan

karakter bangsa karena semua partai politik memiliki dasar yang mengarah pada terwujudnya

upaya demokratisasi yang bermartabat.

Pendidikan karakter merupakan bagian dari upaya pembangunan kualitas sumber daya

manusia (SDM) Indonesia. Pembangunan SDM merupakan hal yang sangat penting, tidak

kalah dengan pembangunan di bidang lain. Kemajuan dan perkembangan pembangunan akan

berjalan timpang bahkan dapat menimbulkan masalah bila tidak didukung dengan SDM yang

berkualitas dan berkarakter. Pendidikan karakter merupakan bagian dari upaya pembangunan

kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Pembangunan SDM merupakan hal yang

sangat penting, tidak kalah dengan pembangunan di bidang lain. Kemajuan dan

Page 16: Pendidikan Karakter

perkembangan pembangunan akan berjalan timpang bahkan dapat menimbulkan masalah bila

tidak didukung dengan SDM yang berkualitas dan berkarakter.

Pendidikan karakter juga berorientasi kepada kemajuan kompetitif. Dalam perspektif

ekonomi, keberhasilan pembinaan karakter dapat mendorong lahirnya sumber daya manusia

yang produktif dan berkualitas yang pada gilirannya dapat mendongkrak tingkat kompetitif

negara

Sementara dalam perspektif pendidikan, sebuah proses pendidikan dianggap

menghadirkan dua hal, yaitu transfer dan transform. Tranfer berkaitkan dengan kapasitas

intelektual, sehingga menghasilkan kepandaian bagi peserta didik. Sedangkan transform

mengandung dimensi perubahan perilaku. Kombinasi dari transfer pengetahuan dan transform

perilaku ini menghasilkan kompetensi dan kreativitas. Maka dalam setiap proses pendidikan

karakter diharapkan terjadi transfer ilmu dan perubahan perilaku hingga menghasilkan

kompentensi dan kreativitas sesuai harapan (Dirjen Dikda, 2011)..

Tanamkan Karakter Universal

Karakter ada yang bersifat universal dan abadi, seperti nilai kejujuran dan disiplin

tetapi ada juga karakter yang mengikuti perkembangan zaman. Zaman telah berubah,

teknologi juga berkembang dan era global juga terbuka, siswa juga belajar dari perubahan-

perubahan itu.

Dalam konteks pendidikan karakter, seyogyanya siswa diarahkan memiliki karakter

yang abadi dan universal seperti kejujuran, kedisiplinan, menghargai pluralisme, mempunyai

empati dan simpati. Semua aspek ini akan sangat menunjang kesukseskan siswa kelak di masa

mendatang. Mana mungkin seseorang akan berhasil di dalam kehidupan jika setiap

berkomunikasi selalu menyakiti orang lain? Maka dari itu, untuk menggapai sukses, bermodal

kepandaian intelektual saja tidak cukup. Kepintaran hanya berkontribusi 20 persen dari

keberhasilan seseorang, selebihnya, 80 persen amat ditentukan oleh sederet potensi-potensi

yang berkait dengan karakter.

Dalam upaya merevitalisasi dan meningkatkan efektivitas pendidikan karakter, kita perlu

terus-menerus berupaya mencari metodologi dan strategi agar karakter bisa masuk dan

tertanam kuat dalam kepribadian anak-anak. Pendidikan karakter yang baik adalah yang

konsisten dan tidak kontradiktif. Anak-anak mengetahui, memahami, memercayai, kemudian

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Jangan sampai seperti yang jamak terjadi

Page 17: Pendidikan Karakter

selama ini, banyak orang yang tahu tetapi tetap melanggar; banyak orang tahu bahwa

merokok itu tidak sehat tetapi tetap mengisapnya, termasuk para dokter.

Pastinya pendidikan karakter tidak bisa diselesaikan oleh Kemdiknas sendiri, sebab ini

proyek super besar karena berkait dengan persoalan bangsa. Oleh karena itu Kemdiknas

terbuka terhadap masukan dan saran dari berbagai kalangan masyarakat. kita perlu terus-

menerus berupaya mencari metodologi dan strategi agar karakter bisa

masuk dan tertanam kuat dalam kepribadian anak-anak. Pendidikan

karakter yang baik adalah yang konsisten dan tidak kontradiktif (Dirjen

Dikda, 2011)..

Sinergi Sekolah dan Masyarakat

Secara umum kegiatan pendidikan karakter dapat dilaksanakan dalam empat ranah.

Pertama, pengembangan karakter melalui kegiatan belajar di dalam kelas. Ranah kedua,

memadukan pendidikan karakter dengan aktivitas ko-kurikuler yaitu kegiatan belajar di luar

kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, Ranah ketiga

ditautkan dengan kegiatan ektrakuriluler semisal pramuka, olahraga, dan karya tulis di

sekolah. Ranah keempat, pendidikan karakter melibatkan wali murid dan masyarakat sekitar

untuk ikut membangun pembiasaan yang selaras dengan yang dikembangkan di sekolah.

Namun harus diakui hingga kini sekolah pada umumnya masih dominan menggarap

pendidikan karakter di lingkungan kelas dan seputar halaman sekolah. Padahal pembudayaan

dan pembiasaan karakter, selain dikembangkan di dalam kelas harus dikembangkan melalui

budaya sekolah, kegiatan ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler, serta dalam kegiatan

keseharian di rumah.

Tantangan ke depannya adalah bagaimana kegiatan pendidikan karakter yang sudah

mulai intensif dilaksanakan di sekolah-sekolah itu, juga mendapat proses penguatan

(reinforcement) dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Sehingga berbagai perilaku yang

dikembangkan di sekolah juga menjadi kegiatan keseharian siswa di rumah maupun di

lingkungan masyarakat masing-masing.

Pendidikan karakter setidaknya dapat dilaksanakan melalui dua cara yaitu melalui

proses intervensi dan pembiasaan (habituasi). Proses intervensi dikembangkan dan

dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai

tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Dalam proses

Page 18: Pendidikan Karakter

pembelajaran tersebut guru sebagai pendidik yang mencerdaskan dan mendewasakan dan

sekaligus sebagai sosok panutan.

Sementara itu, lewat proses pembiasaan diciptakan dan ditumbuhkembangkan aneka

situasi dan kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, di

rumah, dan di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang

diharapkan.

Siswa juga didorong untuk menjadikan perangkat nilai yang telah diinternalisasi dan

dipersonalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa itu

sebagai karakter atau watak. Inilah proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai yang

dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.

Tantangan kita adalah mengolah pendidikan karakter ini agar masuk ke sanubari anak-

anak sehingga mereka menjunjung tinggi dan menerapkan empat pilar bangsa, yaitu

Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka

Tunggal Ika.

Hal tersebut tentu membutuhkan kesungguhan, kerja keras, dan proses panjang untuk

mewujudkannya. Harapannya, di masa mendatang, kita sebagai orang tua dan warga bangsa

bisa duduk tenang bahkan berbangga, manakala menyaksikan tampilnya generasi penerus

yang berkarakter kuat dan sanggup menghadapi tantangan zaman mengharumkan nama

bangsa (Dirjen Dikdas, 2011).