pendidikan berbasis karakter

11
  Oleh Oong Komar  KOMPAS.com - Dalam kajian pendidikan dikenal sejumlah ranah pendidikan, seperti  pendidikan intelek, pendidikan keterampilan, pendidikan sikap, dan pendidikan karakter (watak). Pendidikan karakter berkenaan dengan psikis individu, di antaranya segi keinginan/nafsu, motif, dan dorongan berbuat. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengen ai berbaga i jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Dengan demikian, pendidikan berbasis ka rakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperolehnya selama dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi upaya penanggu langan persoalan hidupnya. Pendidikan berbasis karakter akan menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang sadar diri sebagai makhluk, manusia, warga negara, dan pria atau wanita. Kesadaran itu dijadikan ukuran martabat dirinya sehingga berpikir obyektif, terbuka, dan kritis, serta memiliki harga diri yang tidak mudah memperjualbelikan. Sosok dirinya tampak memili ki integritas, kejujuran , kr eativitas, dan perbuatanny a menunjukkan produktivitas. Selain itu, tidak hanya menyadari apa t ugasnya dan bagaimana mengambil sikap terhadap  berbagai jenis situasi permasalahan, tetapi juga akan menghadapi kehidupan dengan penuh kesadaran, peka terhadap nilai kera mahan sosial, dan dapat bertanggung jawab atas tindakannya. Pembentukan pribadi Karena itu, sekolah yang akan mengimplementasikan pendidikan berbasis karakter dapat memikirkan segi-segi sebagai berikut. Perta ma, keberhasil an pendidikan berbasis karakter terkait dengan kondisi peserta didik yang landasan keluarganya mengharapkan tercipta iklim kehidupan dengan norma kebaikan dan ta nggung jawab. Dengan demikian, fungsi pendidikan  berbasis karakter untuk menunjukkan kesadaran normatif peserta didik, seperti berbuat baik dan melaksanaka n tanggung jawabn ya agar terinter nalisasi pada pembentukan pribadi. Organ manusia yang berfungsi melaksanakan kesadaran normatif ialah hati nurani atau kata hati (conscience). Organ penunjangny a ialah pikiran atau logika. Pendidikan berbasis karakter diprogram untuk upaya kesadaran normatif y ang ada pada hati nurani supaya diteruskan kepada pikiran untuk dicari ru musan bentuk pe rilaku, kemudian ditransfer ke anggota badan pelaksana perbuatan. Co ntoh, mulu t pelaksana perbuatan bicara atau bahasa melalui kata-kata. Maka, sistem mulut memfungsikan kata -kata bersifat logis atau masuk akal. Bahkan, dengan landasan kesadaran norma dan tanggung jawab akan terjadi komunikasi dengan perkataan santun yang jauh dari celaan dan menyakitkan orang lain. Karena itu, pendekatan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan, yaitu dengan menciptakan iklim yang merangsang pikiran peserta didik untuk digunakan sebagai alat

Upload: rya-ristu-nugroho

Post on 06-Jul-2015

205 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 1/11

 

 

Oleh Oong Komar 

KOMPAS.com - Dalam kajian pendidikan dikenal sejumlah ranah pendidikan, seperti

 pendidikan intelek, pendidikan keterampilan, pendidikan sikap, dan pendidikan karakter (watak). Pendidikan karakter berkenaan dengan psikis individu, di antaranya segi

keinginan/nafsu, motif, dan dorongan berbuat.

Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup,seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan,

dan keimanan. Dengan demikian, pendidikan berbasis karakter dapat mengintegrasikan

informasi yang diperolehnya selama dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup

yang berguna bagi upaya penanggulangan persoalan hidupnya.

Pendidikan berbasis karakter akan menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang sadar diri

sebagai makhluk, manusia, warga negara, dan pria atau wanita. Kesadaran itu dijadikanukuran martabat dirinya sehingga berpikir obyektif, terbuka, dan kritis, serta memiliki harga

diri yang tidak mudah memperjualbelikan. Sosok dirinya tampak memiliki integritas,kejujuran, kreativitas, dan perbuatannya menunjukkan produktivitas.

Selain itu, tidak hanya menyadari apa tugasnya dan bagaimana mengambil sikap terhadap

 berbagai jenis situasi permasalahan, tetapi juga akan menghadapi kehidupan dengan penuhkesadaran, peka terhadap nilai keramahan sosial, dan dapat bertanggung jawab atas

tindakannya.

Pembentukan pribadi

Karena itu, sekolah yang akan mengimplementasikan pendidikan berbasis karakter dapat

memikirkan segi-segi sebagai berikut. Pertama, keberhasilan pendidikan berbasis karakter terkait dengan kondisi peserta didik yang landasan keluarganya mengharapkan tercipta iklim

kehidupan dengan norma kebaikan dan tanggung jawab. Dengan demikian, fungsi pendidikan berbasis karakter untuk menunjukkan kesadaran normatif peserta didik, seperti berbuat baik 

dan melaksanakan tanggung jawabnya agar terinternalisasi pada pembentukan pribadi.

Organ manusia yang berfungsi melaksanakan kesadaran normatif ialah hati nurani atau katahati (conscience). Organ penunjangnya ialah pikiran atau logika. Pendidikan berbasis

karakter diprogram untuk upaya kesadaran normatif yang ada pada hati nurani supayaditeruskan kepada pikiran untuk dicari rumusan bentuk perilaku, kemudian ditransfer ke

anggota badan pelaksana perbuatan. Contoh, mulut pelaksana perbuatan bicara atau bahasa

melalui kata-kata. Maka, sistem mulut memfungsikan kata-kata bersifat logis atau masuk 

akal. Bahkan, dengan landasan kesadaran norma dan tanggung jawab akan terjadi komunikasi

dengan perkataan santun yang jauh dari celaan dan menyakitkan orang lain.

Karena itu, pendekatan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan, yaitu dengan

menciptakan iklim yang merangsang pikiran peserta didik untuk digunakan sebagai alat

Page 2: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 2/11

 

observasi dalam mengeksplorasi dunia. Interaksi antara pikiran dan dunia harusmemunculkan proses adaptasi, penguasaan dunia, dan pemecahan masalah yang dihadapi

dalam kehidupannya. Keberhasilan anak menjalani interaksi dengan dunia akan membentuk kemampuan merumuskan cita-citanya. Bahkan, cita-cita itu dijadikan pedoman atau kompas

hidup. Dengan pedoman hidup itu ia menentukan arah sekaligus membentuk norma

hidupnya.

Kedua, kondisi sekolah dapat menciptakan iklim rasa aman bagi peserta didiknya (joyful

learning). Jika peserta didik tidak merasa aman, seperti merasa jiwa tergoncang, cemas, atau

frustrasi akibat mendapatkan pengalaman kurang baik dari sekolah, maka ia tidak akan dapat

menanggapi upaya pendidikan dari sekolahnya. Bahkan, ia acap kali merespons upaya

 pendidikan dengan bentuk protes atau agresi terhadap lingkungannya. Peserta didik yang

cerdas sekalipun, dengan merasa kurang aman, acap kali konflik dengan lingkungan yang

menyulitkan hidup.

Bahkan, upaya mempertahankan hidupnya dengan berbuat tercela, tidak bermoral, tidak 

 bertanggung jawab, dan jahat. Perasaan aman hidup atau perasaan yang tidak diliputi

kecemasan di sekolah hanya mungkin bila suasana sekolah mencintai anak dengan

menciptakan iklim keterbukaan, mesra, bahagia, gembira, dan ceria.

Dengan demikian, iklim tersebut akan mampu membuka kata hati peserta didik, baik di

sekolah maupun ketika menghadapi dunia masyarakat. Kehidupan nyata dianggap sebagai

obyek yang menarik minat dengan kegairahan hidup dan penuh perhatian yang merangsang

 pikirannya.

Ketiga, kebijakan sekolah dalam merumuskan bahan belajar pendidikan berbasis karakter 

diorientasikan ke masa depan, yaitu menggambarkan indikasi bentuk baru nilai-nilai

 peradaban masyarakat. Dasar pertimbangannya adalah (1) proses pembangunan

 berkonsekuensi terhadap perubahan bentuk baru nilai-nilai kebiasaan hidup masyarakat, (2)

 pendidikan berbasis karakter harus berperan sebagai pengimbang akibat sampingan proses pembangunan.

Indikator bentuk baru nilai-nilai peradaban masyarakat dimisalkan mengambil rumusan dari

hasil pengamatan kehidupan kota yang mengalami pembangunan pesat dan menimbulkanurbanisasi sehingga di kota tercipta pusat permukiman pendatang baru yang seolah terputus

dari akar sosial budaya sebelumnya. Permukiman kota yang penuh sesak menimbulkansuasana kehidupan yang mencekam dari kekhawatiran terjadinya instabilitas sosial.

Jurang perbedaan

Selain itu, rumusan didapat dari hasil pengamatan suasana keluarga dalam menghadapi tata

kehidupan baru, apakah mengambil sikap bertahan dengan kebiasaan hidup sebelumnya,ataukah meninggalkan dan mengganti kebiasaan hidup sebelumnya (permisif), sementarakeadaan sekitar tidak ikut bertahan. Terutama mengambil sikap mengenai kaitan dengan

ekonomi keluarga, pekerjaan, perdagangan, dan kecemburuan sosial.

Bagaimana kondisi keluarga yang tetap bertahan, apakah menjadi terasingkan. Bagaimana

 pula keluarga yang mengubah kebiasaan lama dengan yang baru, apakah secara psikologis

memperoleh kemantapan ataukah kepahitan dan kekacauan hidup.

Page 3: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 3/11

 

Paling tidak, pengamatan sepintas menunjukkan akibat sampingan pembangunan yang pesat pada perubahan bentuk kehidupan masyarakat. Yaitu, pembangunan yang menawarkan

kesempatan bagi siapa saja yang berkesanggupan sehingga mengakibatkan di satu pihak terdapat sebagian anggota masyarakat yang cakap dan berani mengambil risiko untuk 

menangkap manfaat penawaran pembangunan dan golongan ini akan maju.

Di pihak lain, ada anggota masyarakat yang lamban bergerak dalam menangkap manfaat dangolongan ini akan semakin tertinggal. Hasil akhir antara yang cakap dan lamban

menyebabkan munculnya jurang perbedaan kepemilikan materi yang mudah diisukan sebagai

 pelanggaran asas keadilan.

Jurang perbedaan kemajuan sisi materi yang dipahami secara sempit mengakibatkan

terjadinya pergeseran nilai masyarakat. Yaitu, menguatnya arus bentuk baru kehidupan

masyarakat seperti nilai materi dan hara-hura serta tampak memudar budaya santun, malu,

kekeluargaan, kejujuran, toleransi, kebersamaan, kesetiakawanan, dan gotong royong.

Pendidikan Karakter Akan Diintegrasikan

Rabu, 1 September 2010 | 03:07 WIB

Jakarta, Kompas - Pendidikan karakter yang bakal diterapkan di sekolah-sekolah tidak 

diajarkan dalam mata pelajaran khusus. Namun, pendidikan karakter tersebut akan

diintegrasikan dengan mata pelajaran yang sudah ada serta melalui keseharian pembelajaran

di sekolah.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal di Jakarta, Selasa (31/8), mengatakan,

 pendidikan karakter yang didorong pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah tidak 

akan membebani guru dan siswa. Sebab, hal-hal yang terkandung dalam pendidikan karakter 

sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, tetapi selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan

secara tersurat.

´Kami mintakan kepada guru supaya nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran

ataupun dalam kegiatan ekstrakurikuler itu disampaikan dengan jelas kepada siswa.

Pendidikan karakter itu bisa terintegrasi juga menjadi budaya sekolah. Jadi, pendidikan

karakter yang hendak kita terapkan secara nasional tidak membebani kurikulum yang ada saat

ini,´ ungkap Fasli.

Pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah menekankan pada aspek kejujuran, kerja

keras, menghargai perbedaan, kerja sama, toleransi, dan disiplin.

Bebas memilih 

Menurut Fasli, sekolah bebas untuk memilih dan menerapkan nilai-nilai yang hendak 

dibangun dalam diri siswa. Bahkan, pemerintah juga mendorong munculnya keragaman

 bentuk pelaksanaan pendidikan karakter.

Kementerian Pendidikan Nasional, menurut Fasli, telah mengumpulkan contoh-contoh

 pelaksanaan pendidikan karakter yang sudah berjalan di sekolah. Setidaknya ada 139 contoh

 praktis pendidikan karakter dari sejumlah lembaga pendidikan yang bisa juga diterapkan di

sekolah lain.

Page 4: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 4/11

 

Program-program di sekolah, seperti pramuka, kantin kejujuran, sekolah hijau, olimpiadesains dan seni, serta kesenian tradisional, telah sarat dengan pendidikan karakter.

Secara terpisah, E Baskoro Poedjinoegroho, pembina Kolese Kanisius, dalam diskusi Forum

Pelita Pendidikan yang digagas Tanoto Foundation, mengatakan, pelaksanaan pendidikan

karakter di sekolah jangan hanya bersifat instan karena pemerintah saat ini sedang gandrung

dengan soal itu. Tantangannya justru bagaimana pendidikan di sekolah itu berjalan seimbangantara penguasaan pengetahuan dan pembentukan karakter siswa.

HAR Tilaar, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, mengatakan, pendidikan harus

diwujudkan untuk kepentingan anak-anak Indonesia dalam konteks kehidupan sosial dan

 budaya masyarakat. ´Terlupakannya hal mendasar ini dalam pendidikan bukannya

menghasilkan manusia budaya, melainkan manusia ¶buaya¶,´ kata Tilaar. (ELN)

Merealisasikan Pendidikan Karakter 

Sabtu, 16 Oktober 2010 | 16:11 WIB

Oleh Ig Kingkin Teja Angkasa 

Berbagai isu sosial yang terjadi saat ini tidak dapat dilepaskan dari peranan pendidikan. Isu

mengenai radikalisme masyarakat sudah begitu merebak hingga memunculkan pemakluman.

Masyarakat sudah terlalu sering disuguhi tontonan kekerasan di media massa. Tentu

kekerasan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan verbal yang disuguhkan dalam

 berbagai talkshow sehingga masyarakat semakin bingung mana yang benar dan mana yang

salah.

Pendidikan seharusnya mampu menghasilkan manusia yang berbudaya, hal ini dikatakanDriyarkara, seorang Yesuit beberapa tahun silam. Pendidikan seharusnya mampu merangsang

seseorang berpikir kritis dan mampu memilih alasan yang tepat dalam setiap aktivitasnya.

Pendidikan harus mampu membentuk karakter setiap pribadi siswa. Karakter sangat eratdengan sikap dan pilihan cara bertindak. Pendidikan karakter harus diberikan sedini mungkin

kepada setiap orang.

Pendidikan karakter dapat dimulai dari ranah pendidikan formal mulai sejak usia dini.

Mengucapkan terima kasih atau menyapa adalah bagian latihan dalam pendidikan karakter.

Kelihatan sederhana memang, tetapi sekarang pun kita jarang menemukan orang yang rela

 berucap terima kasih atau sekadar menyapa dengan senyum. Pendidikan karakter tidak perlu

harus dinilai secara kognitif. Desain pendidikan karakter seharusnya jauh dilepaskan dari

unsur penilaian kognitif. Salah satu kegagalan pembentukan karakter saat ini karena terlalu

mengkognitifkan nilai-nilai (living values) dalam pembentukan karakter.

Pelaku pendidikan karakter 

Karakter dapat dibentuk jika setiap individu memiliki teladan yang mampu menggiring

mereka dalam ranah yang jelas, tegas, dan benar. Maka, sebaiknya pendidikan karakter 

dilakukan kepada para siswa di tingkat dasar dan menengah. Para siswa ini disiapkan untuk 

mampu menyikapi pilihan hidup dengan bijak. Namun, sekolah tentu bukan tempat satu-

satunya untuk mendidik setiap pribadi berkarakter, tempat lain yang utama adalah keluarga

dan masyarakat. Rumah adalah istana, tetapi rumah juga mampu menjadi penjara jika tanpa

Page 5: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 5/11

 

komunikasi. Masyarakat mampu menjadi sahabat, tapi dapat pula menjadi penyekat apabilatidak ada empati yang dirasakan. Semua individu adalah pelaku pendidikan karakter.

Lebih fokus di sekolah, pendidikan karakter harus dimulai dari guru. Guru bukan hanya

mengajarkan pelajaran karakter, tetapi guru harus mampu menempa dirinya agar berkarakter.

Siswa bukan barang mati yang dapat diperdaya dengan berbagai contoh baik, tetapi guru

tidak melakukan hal itu. Pendidikan karakter mengedepankan contoh dan perilaku daripadailustrasi angka yang mereduksi hakikat karakter sendiri. Materi pendidikan karakter 

dipahamkan melalui kegiatan belajar mengajar dalam metode, dan bukan ditagihkan melalui

tes.

Pendidikan karakter dapat diimplementasikan dalam setiap ranah pelajaran atau diberikan

secara tersendiri. Guru harus benar-benar memiliki sikap yang jelas dalam menjalani

kesehariannya karena itulah hakikat karakter. Sikap dan perilaku yang tegas dan jelas

didasarkan pada kebenaran moral tentu menjadi acuan siswa dalam berpikir. Guru tidak lagi

harus duduk di meja sambil membaca buku atau menikmati tontonan presentasi siswa. Guru

harus mampu menjadi inspirator setiap siswa dalam belajar.

Mata pelajaran adalah sarana yang menjembatani antara guru dan siswa dalam berelasi. Guru

tidak mungkin lepas dari materi pelajaran. Guru juga harus mampu mengembangkan

materinya sehingga mampu melahirkan kebiasaan diskusi dan eksplorasi akademis. Wajar 

 jika dalam pendidikan kewarganegaraan, siswa mampu diajak berpikir mendasar mengenai

fungsi disiplin diri dalam bermasyarakat. Hal ini akan menumbuhkan semangat saling

menghargai tanpa harus memaksa atau dipaksa untuk memahami orang lain. Dalam pelajaran

Matematika, guru harus mengutamakan proses penyelesaian soal walaupun ada cara singkat.

Hal ini melatih siswa untuk berpikir struktural dan setia pada proses (tekun). Jika latihan

model tersebut jika diberikan secara teratur, karakter akan terbentuk tanpa disadari siswa

sendiri.

R anah pendidikan karakter  

Karakter dapat diolah melalui berbagai aktivitas yang didasari dengan sikap moral yang benar. Siswa pertama kali dapat dilatih untuk disiplin. Disiplin diri adalah kunci pertama

untuk mengatur mekanisme pribadi. Apabila setiap pribadi mampu mengolah dan mengatur dirinya, ia akan membentuk manajemen diri sehingga siswa mampu menghargai waktu.

Hal kedua yang dapat dilakukan adalah melatih kejujuran. Kejujuran sering diucapkan tetapi

sulit dilakukan. Kejujuran tidak muncul dan tumbuh secara alamiah mengingat salah satu

sifat manusia adalah egois. Berlaku jujur harus dilatih dan diawasi secara ketat. Hal ini

memberikan keuntungan ganda yaitu pembentukan pribadi yang jujur dan melatih siswa

melakukan kontrol sosial.

Hal ketiga adalah memberikan ruang ekspresi yang cukup. Siswa harus diberikan kesempatansebanyak mungkin untuk mengekspresikan dirinya. Hal ini penting untuk penyaluran

emosional. Aktivitas belajar di kelas dengan jadwal yang ketat membuat siswa menjadilemah kreasi. Kebiasaan nongkrong di luar sekolah terjadi karena tidak ada ruang ekspresi

 bagi siswa di sekolah.

Anggapan yang muncul bahwa sekolah favorit adalah sekolah dengan kemampuan kognitif 

tinggi tidak sepenuhnya benar. Kognitif tinggi tanpa disertai karakter yang baik akan

Page 6: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 6/11

 

menghasilkan siswa dalam "cangkang-cangkang akademis "yang minus nurani. Saluranemosional sangat penting dalam ranah pendidikan karakter. Jika sekolah sebagai lembaga

 pendidikan mampu menyeimbangkan hal tersebut, fenomena remaja nongkrong mungkindapat berkurang karena sekolah telah memberikan ruang bagi mereka. Keuntungan lain dari

ekspresi adalah mampu menghargai perbedaan orang lain atau kultur lain tanpa harus

mengerutkan dahi.

Melatih siswa berpikir kritis sangat penting adalah bagian selanjutnya. Berpikir kritis akan

menghasilkan sikap keberpihakan. Hal ini dapat dilakukan dengan berdiskusi atau berdebat di

kelas. Berpikir kritis dengan model debat untuk melatih siswa mampu mendengarkan

argumen atau opini orang lain. Debat bukan melatih siswa asal berpendapat, tetapi memberi

kesempatan saling mencermati.

Ranah terakhir adalah ranah empati. Karakter harus mampu mencerminkan sikap empati.

Sikap inilah yang akan mewarnai kehidupan setiap siswa. Siswa harus dilatih untuk mengerti

keadaan orang lain secara utuh. Jika hal ini dapat dilatihkan kepada setiap individu siswa,

sikap tolong-menolong, ramah, sopan, dan tata krama akan terwujud.

Perlu kiranya pendidikan karakter segera direalisasikan dengan paradigma humanis, bukan

akademis semata. Pendidikan karakter bukan pelajaran yang harus dites dan dinilai dengan

angka atau huruf mutu, tapi lebih ditekankan pada latihan terintegrasi dengan setiap aktivitas

sekolah.

IG KINGKIN TEJA ANGKASA Guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta 

Pendidikan Karakter Bangsa

Kamis, 28 Oktober 2010 | 13:45 WIB

Oleh ANANG 

Ada agenda besar dalam dunia pendidikan kita yang secara makna terdengar tidak begitu

asing, yakni kebijakan nasional tentang pendidikan karakter bangsa. Istilah pendidikan

karakter terasa sangat akrab karena kata pendidikan dan karakter begitu sering terdengar.

Ketika kedua kata sakral tersebut disatukan, muncul harapan akan terbangunnya suasana dan

semangat baru dalam kehidupan berbangsa.

Pewacanaan agenda ini sangat tepat mengingat masyarakat saat ini sedang mengalami

kelesuan saat harus memikirkan masalah pendidikan dan hal yang berkaitan dengan karakter 

 bangsa. Kelesuan ini terus bergulir bagai bola salju serta sering membuat masyarakat

 pesimistis dan kehilangan arah. Ketika karakter bangsa saat ini berada di titik nadir yang

mengkhawatirkan, masyarakat mulai menduga, masalah pendidikanlah yang harus pertama

kali dibenahi. Hal ini wajar mengingat geliat dunia pendidikan Tanah Air terkesan berjalan ditempat.

Drama para petinggi negara, yang notabene adalah orang-orang terdidik, di panggung politik 

dengan berbagai adegan gelinya jelas mengisyaratkan retaknya kepribadian bangsa. Hal itu

semakin memperkuat kekecewaan akan dunia pendidikan. Para anggota Dewan dan pejabat

terhormat seakan telah berhasil memberikan contoh bagaimana beradu jotos dan berjalan-

 jalan di luar negeri. Mereka dengan mudah menyaksikan dan mencontoh sandiwara itu dalam

arena yang lebih luas dan bentuk aksi yang lebih keras.

Page 7: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 7/11

 

Adalah tepat ketika kebijakan nasional pendidikan karakter bangsa ini digulirkan saat realitas bangsa sedemikian runyam. Jika agenda besar yang dirancang dalam tiga tahapan, yaitu

2010-2014, 2015-2019, dan 2020-2025, ini benar-benar diikuti dengan langkah besar dankomitmen nyata, masyarakat siap mendukung. Karakter bangsa Indonesia adalah memiliki

tingkat loyalitas dan nasionalisme yang cukup tinggi. Namun, sebaliknya, jika ternyata hal ini

hanya berakhir sebatas agenda tanpa diikuti langkah-langkah konkret, kekecewaan

masyarakat kepada pemerintah akan semakin besar.

Agenda semu? 

Dibutuhkan langkah strategis yang realistis agar agenda besar pendidikan karakter bangsa ini

tidak hanya dikenal dalam slogan, tetapi juga menjadi agenda bersama yang lebih tampak dan

 berdampak. Adalah tepat ketika Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan

menyelenggarakan kegiatan Gelar Aksi Karakter Siswa Indonesia (Galaksi) pada 26-28

Oktober 2010, yang merupakan rangkaian untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda.

Kegiatan yang melibatkan pelajar dari 26 kota dan kabupaten se-Jabar ini diorientasikan

untuk menggali dan menunjukkan ragam potensi yang mencirikan kekhasan pribadi bangsa

Indonesia yang bersumber dari budaya lokal Jabar. Jelas bahwa ini bukan kegiatan kecil,

tentu dengan biaya yang tidak kecil pula.

Anggaplah kegiatan ini sebagai tonggak awal untuk mencari, membentuk, dan

mempertahankan karakter bangsa Indonesia khas Jabar. Bagaimana kegiatan ini

diselenggarakan serta anggaran didapatkan, dialokasikan, dan dipertanggungjawabkan adalah

 pelajaran pertama. Sementara hal lain berupa gelar seni dan budaya adalah sisi ornamental

sebagai pewarna dan pemanis acara. Jika demikian yang terjadi, pribadi bangsa Indonesia

khas Jabar akan sesuai dengan makna peribahasa hade gogog, hade tagog, lantang saat

 bersuara dan berwibawa saat diam.

Kekhawatiran yang muncul adalah adanya orientasi oportunis dan mental korup. Alih-alihmembangun pribadi berkarakter Indonesia khas Jabar, yang didapat justru terciptanya lahan

 praktik pribadi semrawut yang ditularkan dari pusat ke daerah. Kesemrawutan ini munculdalam bentuk perilaku tidak jujur, oportunis, korup, dan berbagai karakter buruk lain yang

dipraktikkan saat kegiatan dilaksanakan.

Langkah strategis 

Ada catatan yang perlu dipikirkan dalam membentuk karakter bangsa. Pertama, lebih

mengedepankan figur dan contoh ketimbang slogan. Masyarakat menunggu kehadiran sosok-

sosok jujur, disiplin, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Mereka dikenal atas dasar kerja

dan dedikasi, bukan kata dan janji-janji.

Kedua, mengedepankan praktik, bukan teori. Maknanya, jujur adalah pekerjaan, bukan

 perkataan. Ketiga, berpijak pada hal realistis dan tidak membubung. Masyarakat tidak 

 berharap hadirnya kalimat-kalimat sakral yang indah tetapi sulit dicapai. Masyarakat butuh

kalimat-kalimat sederhana dari orang yang jujur dan dapat dipercaya.

Hal terbesar yang dihadapi pemerintah saat hendak menggulirkan wacana baru adalah

masalah kepercayaan publik. Masyarakat masih merasakan jarak yang begitu jauh antara janji

dan kenyataan setelahnya. Masyarakat terlalu sering menemukan kesenjangan itu. Berita

Page 8: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 8/11

 

kerap menggiring pemerintah sebagai sosok adigung, yang susah disentuh, yang semakin jauh, dan makin tak mungkin bisa disentuh. ANANG Guru SMAN 2 Kota Sukabumi;

 Pengurus Asosiasi Guru Penulis PGRI Provinsi Jabar lustrasi 

9 PILAR PENDIDIKAN HOILISTIK BERBASIS KARAKTER

Indonesia Heritage Foundation telah mengembangkan dan mempraktekkan sebuah modelPendidikan Holistik Berbasis Karakter untuk TK dan SD. Model pendidikan ini menerapkan

teori-teori sosial, emosi, kognitif, fisik, moral, dan spiritual. Model ini diharapkan dapat

memampukan setiap anak untuk berkembang sebagai individu yang terintegrasi dengan baik 

(secara spiritual, intelektual, sosial, fisik, dan emosi, yang berpikir kreatif secara mandiri, dan

 bertanggung jawab).

Pendidikan Holistik Berbasis Karakter bertujuan untuk membangun seluruh dimensi manusia

dengan pendekatan pada pengalaman belajar yang menyenangkan dan inspiratif untuk anak-

anak. Guru-guru akan diperlengkapi dengan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai

³Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan´, ³Pembelajaran yang Ramah Otak´,

³Kecerdasan Emosi´, ³Komunikasi Efektif´, ³Penerapan Pendidikan 9 Pilar Karakter secaraEksplisit (mengetahui, merasakan, dan melakukan)´, ³Kecerdasan Majemuk´, ³Pembelajaran

Kooperatif´, ³Pembelajaran Kontekstual´, ³Pembelajaran Berbasis Pertanyaan´, ³ManajemenKelas Efektif´, ³Pembelajaran Siswa Aktif´, ³ Whole Language ´, ³Aplikasi Modul

Pendidikan Holistik Berbasis Karakter´, ³Aplikasi Modul Karakter di ruang kelas´, ³Teknik Bercerita´, ³Kreativitas dan Origami´, dan lain-lain.

Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter adalah model pendidikan yang tidak hanya

memberikan rasa aman untuk anak, tetapi juga menciptakan suasana belajar yang nyamandan menstimulasi suasana belajar untuk anak.

1. Guru harus diberikan training terlebih dahulu sebelum menerapkan model pembelajaran

ini di sekolah. Tujuan dari training ini adalah memotivasi dan membentuk guru agar dapatmenjadi guru yang ramah dan penyayang yang dapat memotivasi anak serta dengan tulusdapat memberikan cintanya secara tulus pada anak. Dalam training, guru akan memperoleh

 berbagai pengetahuan terbaru yang aplikatif dapat diterapkan langsung, seperti Pendidikanyang Patut Menurut Perkembangan Anak ( Developmentally Appropriate Practices ),

Pembelajaran yang Sesuai dengan Kerja Otak ( Brain-based Learning), Metode Belajar Aktif ( Student Active Learning & Inquiry-based Learning ), Komunikasi Efektif, Manajemen

Kelas, Teknik Bercerita, dll. Kemampuan guru ini akan membantu anak di sekolah dalam hal:

a. Menumbuhkan rasa percaya diri anak 

 b. Anak merasa aman dan nyaman

c. Mengembangkan perasaan anak bahwa dirinya memiliki kemampuan dan dihargai sebagai

seorang individu yang unik 

Hubungan emosional yang kuat antara guru dan anak akan terjalin dan menjadi modal utamauntuk membantu anak-anak di kelas. Terutama bagi anak-anak yang mengalami trauma,

karena dengan demikian akan terbentuk kepercayaan, juga perasaan aman dan nyaman dikelas.

Page 9: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 9/11

 

2. Model ini memberikan kesempatan yang luas pada anak untuk mengembangkan seluruhdimensi holistik yang dimilikinya sebagai dari seorang manusia. Tidak hanya pengembangan

aspek kognitif (otak kiri atau hapalan), tapi juga pengembangan aspek emosi, sosial,kreativitas, dan spiritualitas (otak kanan) yang keseluruhannya tercakup di dalam modul

 pembelajaran. Dengan metode ini, anak-anak yang mengalami trauma memiliki kesempatan

untuk mengungkapkan perasaannya baik secara verbal, melalui gambar, permainan, tulisan,

ataupun bentuk lainnya sehingga dapat mengurangi rasa takut dan tidak nyaman.

3. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membentuk karakter positif anak melalui

 pengembangan 9 Pilar Karakter secara intensif. Yaitu meliputi aspek mengetahui, mencintai

dan melakukan kebaikan ( knowing, loving, and acting the good ). Metode ini akan

membentuk suasana kelas yang bersahabat, kebersamaan, saling mendukung dan menghargai

dengan sesama temannya.

4. Model ini juga menyediakan alat bantu mengajar yang sesuai dengan tahap

 perkembangan anak. Dengan demikian guru dapat memberikan pengalaman belajar yang

konkrit, kontekstual sehingga merangsang anak belajar secara aktif, menyenangkan dan tanpa

 beban. Pada umumnya di kelas yang menggunakan metode lama (klasikal), anak akhirnya

merasa terbebani karena penggunaan alat bantu mengajar yang tidak sesuai dengan perkembangan anak, metode mengajar yang tidak sesuai dengan kerja otak, dan cara

komunikasi guru yang tidak tepat. Karena itulah Model Pembelajaran Holistik BerbasisKarakter ini tepat bagi anak-anak yang mengalami trauma.

5. Anak akan memiliki perasaan bahwa dirinya memiliki kemampuan karena dalam metode

 pembelajaran ini anak diberikan banyak kesempatan untuk melakukan kegiatan belajar nyata

secara langsung ( hands-on activities, seperti misalnya kegiatan matematika, sains, memasak,

 berkebun). Perasaan bahwa dirinya mampu akan berkembang pada tumbuhnya rasa percaya

diri. Selain itu akan tumbuh pula kerja sama diantara anak. Karakter ini akan membantu anak 

untuk mengatasi rasa traumanya dan menumbuhkan rasa percaya diri bahwa di masa

depannya nanti ia akan berhasil.

I. R efleksi harian atau apersepsi. Setiap pagi anak-anak diminta untuk berefleksi selama 20 menit dalam pengajaran pilar pada

hari itu. Waktu refleksi ini memberikan anak-anak kesempatan untuk mengekspresikansecara verbal pengetahuan mereka, kecintaan (perasaan), dan bagaimana mereka sudah

menerapkan pilar (prinsip dari Dr. Thomas Lickona: mengetahui yang baik, merasakan yang baik, dan melakukan yang baik). Mengajarkan pilar-pilar selama tahun-tahun sekolah,

dimana setiap pilar dirotasi setiap dua atau tiga minggu sekali. Sembilan Pilar Karakter 

adalah:

1. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

2. Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian

3. Kejujuran/ Amanah dan Diplomasi

4. Hormat dan Santun

5. Dermawan, Suka Menolong, dan Gotong-royong/ Kerjasama

Page 10: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 10/11

 

6. Percaya Diri, Kreatif, dan Pekerja Keras

7. Kepemimpinan dan Keadilan

8. Baik dan Rendah Hati

9. Toleransi, Kedamaian, dan Kesatuan

Pilar-pilar tersebut dilengkapi tambahan praktek dari Kerapian, Keamanan, Kebersihan, dan

Kesehatan. Manual pengajaran 9 pilar karater disediakan untuk guru, yang mencakupmengetahui (knowing), merasakan (feeling), dan melakukan yang baik (acting the good).

Manual ini dilengkapi dengan 112 buku cerita yang terkait dengan setiap pilar. Ada 10 bukudisplay karakter dan kertas kerja dengan gambar-gambar berwarna untuk anak.

II. Kurikulum Terintegrasi Berbasis Karakter. 

Model ini telah mengadaptasi prinsip- prinsip pembelajaran terpadu ke dalam pendidikan

 berbasis karakter. Menggunakan metode mengajar interdisipliner secara tematis, setiap

 pelajaran (subjek) dalam kurikulum telah terintegrasi. Untuk Taman Kanak-Kanak (TK), ada

6 sampai 7 aktivitas, yang di dalamnya mencakup:

a. Imajinasi -di sentra ini anak dicelupkan dalam kegiatan berfantasi dan berimajinasi untuk 

merangsang kreativitas.

  b. Aktivitas Rancang Bangun ± Kurikulumnya mendorong eksplorasi dan permainan dengan balok-balok kayu (dan mainan-mainan lain yang sejenis). Kegiatan ini mengembangkan

konsep dasar spatial, logika-matematika dan rasa seni yang mendorong tumbuhnya karakter  percaya diri, kreatif dan pantang menyerah, dan kerjasama.

c. Aktivitas Koordinasi tangan dan mata (Seni dan Kreativitas). Aspek kurikulum inimencakup seni yang memungkinkan anak-anak bekerja dengan tangan mereka. Contohnya,

finger-painting (melukis dengan jari), membentuk tanah liat, dan mencocok atau melipat

kertas. Ini juga mencakup olahraga dan aktivitas fisik seperti melompat, menendang bola,

sepak bola, dan kegiatan lainnya yang membutuhkan koordinasi bagian-bagian tubuh.

Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan penghargaan diri.

d. Eksplorasi -Aspek kurikulum ini dirancang untuk menciptakan dan meningkatkan

keingintahuan untuk belajar. Kurikulum ini mengintegrasikan kognitif, sosial, emosi, fisik,dan pengembangan moral sebagai dasar untuk eksplorasi. Kegiatan ini merupakan upaya

untuk tumbuhnya rasa keingintahuan yang besar sebagai dasar tumbuhnya karakter cintakepada Tuhan dan alam semesta, kasih sayang, kepedulian, kerjasama, pantang menyerah,

kerja keras, amanah, hormat dan santun. Bereksplorasi dengan alam merupakan cara yangdapat membantu pembentukan jiwa yang penuh kepedulian, kekaguman, cinta dan kasih

sayang.

e. Alam ±Aspek kurikulum ini dirancang untuk menolong anak, tidak hanya balajar tentang

alam (berkebun, ternak, atau kolam ikan), tetapi juga untuk memiliki apresiasi dan penghargaan terhadap alam. Anak-anak didorong untuk mengamati tanaman-tanaman yang

 bertumbuh, memelihara, dan menanamnya, dan juga bertanggung jawab untuk memberi

Page 11: Pendidikan Berbasis Karakter

5/8/2018 Pendidikan Berbasis Karakter - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-berbasis-karakter-559abeb5e9676 11/11

 

makan binatang. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, anak-anak akan belajar tanggung jawab,dapat dipercaya, empati, dan mencintai seluruh ciptaan Tuhan.

f. Akademik ± Akademik sangat penting dalam mempersiapkan anak-anak TK untuk 

memasuki Sekolah Dasar (SD). Huruf alfabet dan angka-angka diperkenalkan dengan cara

yang menyenangkan dan menarik (bukan mengajar membaca, menulis, berhitung).

g. Agama (optional) ± Kurikulum dirancang untuk membantu pengembangan spiritualitas dan

atau moralitas. Ini untuk membantu anak mengembangkan kecintaan pada Tuhan dan

ketaatan serta hormat pada Tuhan.

III. Pembelajaran Menyenangkan, Aktif dan Hands-On .

Setiap aspek kurikulum diterapkan menggunakan ´ Active and Hands-on Learning ´ dan pendekatan belajar kontekstual, yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang

menyenangkan dan menantang.

IV. Co-parenting Para orang tua diberikan pedoman untuk menerapkan setiap pilar karater di rumah. Pada

 permulaan setiap pilar, masing-masing orang tau diberikan surat pemberitahuan yang berisi

informasi pilar, definisi, dan daftar aktivitas yang direkomendasikan, yang dapat dilakukan

oleh orang tua di rumah untuk meningkatkan efektivitas pengajaran. Pada akhir periode pilar 

(2-3 minggu), setiap orang tua diminta untuk mengisi lembar kuesioner, yang menanyakan

tentang pnegalaman mereka, perasaan, dan pengamatan atas perkembangan karakter anak 

mereka.

Metode Evaluasi:

Para siswa dievaluasi dalam hal perkembangan dalam kepribadian baik (karakter yang baik,

kasih sayang, kebaikan, dll), perkembangan dan keunikan talenta dan bakat, dan perkembangan dalam kekritisan pribadi. Evaluasi menilai bagaimana para siswa dapat

mengingat informasi, mengerti, menerapkan, menganalisa, dan menyatukan

informasi/pelajaran.

Ujian terstandarisasi dan raport dengan penilaian angka ( letter-grade ) tidak digunakan. Para

siswa tidak dibandingkan satu dengan yang lain, dan juga tidak diberikan label dalam cara

apapun.

Para siswa menunjukkan prestasi melalui portofolio, proyek-proyek, pertunjukan, sosio-

drama, essay/tulisan, diskusi perorangan dengan guru dan siswa, tugas pribadi, dan juga prestasi perorangan dalam seni, musik, matematika, menulis, ilmu pengetahuan (sains), dll

(siswa unggul dalam berbagai bidang/cara yang berbeda-beda).