pendidikan karakter berbasis tasawuf suteja sebagian

23
JURNAL AL TARBAWI AL HA PENDIDIKAN KARAKTE SUTE Jurusan Pendidik IAIN Syekh N Abst Sebagian masyarakat di mereka mulai tertarik untuk memp hidup sufistik.Hal ini dapat dil tasawuf di tokok-toko buku, bermu dan maraknya tayangan-tayangan menunjukkan bahwa ternyata aga wilayah industri dan digitalisasi. diolah ke dalam MP3, pesantren v makin menarik dikaji mengingat modern ketika puncak kehidupann membawa mereka ke puncak perad Peradaban modern yang b renaissance adalah sebuah eksp kegagalan sedemikian parahnya, ragu akan pertanyaan apakah mer lain di masa yang akan datang masyarakat Barat, yang sering society, suatu masyarakat yang tel materi sedemikian rupa dengan mekanis dan otomat. Bukannya hidup, melainkan sebaliknya, kian kemewahan hidup yang diraihnya ilmu dan teknologi, sehingg ADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805 ER BERBASIS TASAWUF EJA kan Agama Islam Nurjati Cirebon trak kota-kota besar sekarang ini, mpelajari dan mempraktikkan pola ilihat dari banjirnya buku-buku unculannya kajian-kajian tasawuf n, televisi dan radio.Fenomena ini ama telah dibawa untuk hidup di Kitab suci masuk ruang internet, virtual, dan lain-lain.Fenomena ini t betapa pongahnya masyarakat nnya yang rasional, empiris telah daban. berkembang di Barat sejak zaman perimen yang telah mengalami sehingga umat manusia menjadi reka dapat menemukan cara-cara g.Akibat dari fenomena di atas, digolongkan the post industrial lah mencapai tingkat kemakmuran perangkat teknologi yang serba semakin mendekati kebahagian n dihinggapi rasa cemas akibat a. Mereka telah menjadi pemuja ga tanpa disadari integritas

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF

SUTEJA

Jurusan Pendidikan Agama IslamIAIN Syekh Nurjati Cirebon

AbstrakSebagian masyarakat di kota-kota besar sekarang ini,

mereka mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan polahidup sufistik.Hal ini dapat dilihat dari banjirnya buku-bukutasawuf di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian tasawufdan maraknya tayangan-tayangan, televisi dan radio.Fenomena inimenunjukkan bahwa ternyata agama telah dibawa untuk hidup diwilayah industri dan digitalisasi. Kitab suci masuk ruang internet,diolah ke dalam MP3, pesantren virtual, dan lain-lain.Fenomena inimakin menarik dikaji mengingat betapa pongahnya masyarakatmodern ketika puncak kehidupannya yang rasional, empiris telahmembawa mereka ke puncak peradaban.

Peradaban modern yang berkembang di Barat sejak zamanrenaissance adalah sebuah eksperimen yang telah mengalamikegagalan sedemikian parahnya, sehingga umat manusia menjadiragu akan pertanyaan apakah mereka dapat menemukan cara-caralain di masa yang akan datang.Akibat dari fenomena di atas,masyarakat Barat, yang sering digolongkan the post industrialsociety, suatu masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuranmateri sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang serbamekanis dan otomat. Bukannya semakin mendekati kebahagianhidup, melainkan sebaliknya, kian dihinggapi rasa cemas akibatkemewahan hidup yang diraihnya. Mereka telah menjadi pemujailmu dan teknologi, sehingga tanpa disadari integritas

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF

SUTEJA

Jurusan Pendidikan Agama IslamIAIN Syekh Nurjati Cirebon

AbstrakSebagian masyarakat di kota-kota besar sekarang ini,

mereka mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan polahidup sufistik.Hal ini dapat dilihat dari banjirnya buku-bukutasawuf di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian tasawufdan maraknya tayangan-tayangan, televisi dan radio.Fenomena inimenunjukkan bahwa ternyata agama telah dibawa untuk hidup diwilayah industri dan digitalisasi. Kitab suci masuk ruang internet,diolah ke dalam MP3, pesantren virtual, dan lain-lain.Fenomena inimakin menarik dikaji mengingat betapa pongahnya masyarakatmodern ketika puncak kehidupannya yang rasional, empiris telahmembawa mereka ke puncak peradaban.

Peradaban modern yang berkembang di Barat sejak zamanrenaissance adalah sebuah eksperimen yang telah mengalamikegagalan sedemikian parahnya, sehingga umat manusia menjadiragu akan pertanyaan apakah mereka dapat menemukan cara-caralain di masa yang akan datang.Akibat dari fenomena di atas,masyarakat Barat, yang sering digolongkan the post industrialsociety, suatu masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuranmateri sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang serbamekanis dan otomat. Bukannya semakin mendekati kebahagianhidup, melainkan sebaliknya, kian dihinggapi rasa cemas akibatkemewahan hidup yang diraihnya. Mereka telah menjadi pemujailmu dan teknologi, sehingga tanpa disadari integritas

Page 2: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

kemanusiaannya tereduksi, lalu terperangkap pada jaringan sistemrasionalitas teknologi yang sangat tidak human.

Faktor yang paling penting dalam membangun dan membuatidentitas muslim masa kini adalah system pendidikan Islamtradisional, sepeti yang diteladankan kaum sufi. Indonesiamencatat betapa besar pengaruh tasawuf kedalam dunia pendidikansebelum masa kemerdekaan.Pengaruh tasawuf sudah sejak lamamemasuki lembaga-lembaga pendidikan seperti Pesantren SalafiyahSyafi’iyah, Jami’at Khair, Madrasah al-Khaerat, Nahdhatul Ulamadan Pesantren.Kini saatnya Lembaga Pendidikan Islammensosialisasikan dan menginternasikan dimensi batiniah Islamkepada peserta didik (murid, tholib) sebagai alternatif.Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Tasawuf, Manusia Modern

A. PENDAHULUANKetika peradaban ummat sampai pada puncaknya, pertanyaan

yang mendasar tentang eksistensi kehadiran manusia di duniakembali muncul untuk mendapatkan jawaban. Apa sebenarnyahakikat manusia hidup di dunia ini ? Ketika pertanyaan itu muncul,peradaban puncak itu runtuh dengan sendirinya.Maka, kehidupanyang masuk fase digitalisasi, dunia serba di ujung jari,1 hanyamenjadi tiada berarti. Muncul kegersangan jiwa dan manusiakembali mencari jati diri dalam bentuk lain. Manusia akhirnyakembali mencari dan menggali kedalaman makna kehidupan danhakikat dirinya.2

Eksistensi kehidupan dunia ternyata tak sekedar mencari danmemenuhi hasrat terhadap materi belaka.Jiwa yang selama ini kurus

1 Khusairi, Abdullah, Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi PadangEkspres Minggu, 17 Desember 2006. Halaman 26.2Ajaran tasawuf memberikan perimbangan antara kecendrungan duniawi danukhrawi.Tasawuf menemukan momentum saat sekarang, ketika kaum terdidik,pengusaha da masyarakat kampus banyak tertarik terhadap kajiantasawuf.Lebih-lebih setelah disadari tidak ada korelasi linear antara agamadengan tingkah laku.Agama barus dilakukan sebagai ritual, bukan aktual.(Ahmad Rahman, Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad AliHanafiah, Hikmah Mizan, Cet. 1 Mei 2004).

Page 3: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

kering dan kering kerontang tak dipenuhi kebutuhannya memintauntuk diisi dan diberi makan juga. Inilah titik balik yang membuatbeberapa waktu terakhir munculnya fenomena menarik masyarakatkota. Tumbuhnya pola hidup beragama yang berwajah lain. Agamatak sekedar ritual aktual tetapi menjadi ritual religi yangmenumbuhkan aura kesadaran mendalam atas ibadah danpendekatan diri terhadap Tuhan. Jika selama ini agama hanyalahsebuah bentuk ibadah formal, menyeru kepentingan duniawiatasnya, digali lebih dalam mendekati titik ketakutan manusia ataskematian nurani yang selama ini telah terbelenggu dalam penjaramaterialisme, terkubur di bawa liberalisme dan kapitalisme. Makaagama kini tak sekedar kegiatan rutin tanpa memberi sentuhankedekatan bathin terhadap Tuhan. Dengan kata lain, ketikamodernisasi Barat meninggalkan agama, mempengaruhi semua linikehidupan, maka atas kesadaran terhadap kekosongan jiwa, padasaat itulah agama diajak kembali di masa posmodernis saat ini.

Fenomena menarik pada sebagian masyarakat di kota-kota besarsekarang ini, mereka mulai tertarik untuk mempelajari danmempraktikkan pola hidup sufistik.Hal ini dapat dilihat daribanjirnya buku-buku tasawuf di tokok-toko buku, bermunculannyakajian-kajian tasawuf dan maraknya tayangan-tayangan, televisi danradio.3Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata agama telahdibawa untuk hidup di wilayah industri dan digitalisasi.Kitab sucimasuk ruang internet, diolah ke dalam MP3, pesantren virtual, danlain-lain.Fenomena ini makin menarik dikaji mengingat betapapongahnya masyarakat modern ketika puncak kehidupannya yangrasional, empiris telah membawa mereka ke puncak peradaban.

B. KRISIS SPIRITUALITAS MANUSIA MODERN

Peradaban modern yang berkembang di Barat sejak zamanrenaissance adalah sebuah eksperimen yang telah mengalamikegagalan sedemikian parahnya, sehingga umat manusia menjadiragu akan pertanyaan apakah mereka dapat menemukan cara-caralain di masa yang akan datang. Hal ini, seperti dikatakan oleh

3 Abdullah Khusairi, Op Cit.

Page 4: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Hossein Nasr, karena manusia modern yang memberontak melawanAllah, telah menciptakan sebuah sains yang tidak berlandaskancahaya intelek.Berbeda dengan yang kita saksikan di dalam sains-sains Islam Tradisional pada masa kejayaan klasik.Barat hanyamendasarkan kekuatan akal (rasio) manusia semata untukmemperoleh data melalui indera, sehingga peradaban modern hanyaditegakkan di atas landasan konsep mengenai manusia yang tidakmenyertakan hal yang paling esensial dari manusia itu sendiri.4

Ilmu Eropa dapat dijelaskan melalui keadaan-keadaan ketika parailmuwan menggarap bahan-bahan yang diwarisi selama dua faseberturut-tururt, fase renaisans dan fase revolusi dalam FilsafatAlam. Hal itu mencakup prinsip-prinsip dasar pengenalan duniaalamiah (natural world) melalui argumen-argumen demostratif,prinsip yang pertama kali dicapai oleh peradaban Yunani kemudiandiadopsi oleh perdaban Islam. Pada abad ke-17 M. terjadiperumusan kembali yang radikal terhadap objek-objek, metode-metode dan fungsi-fungsi pengetahuan alamiah (thenaturalsciences). Objek baru adalah fenomena yang teratur di dunia tanpasifat-sifat manusiwi dan spiritual. Metode-metode barunyamerupakan penelitian yang kooperatif. Sedangkan fungsi-fungsibarunya adalah gabungan dan pengetahuan ilmiah serta kekuasaanindustrial.Target sasaran revalousi ini ialah pendidikan tradisionalyanglebih tinggi yang lazim dikenal Skolastik. Para “nabi” dantokoh-tokoh revolusioner abad ini adalah Francis Bacon (di Inggris)dan Galileo Galilie (di Italia). Mereka memiliki tekad yang samaterhadap dunia alamiah dan studinya. Mereka melihat alam sebagaisesuatu yang tidak mempunyai sifat-sifat manusiawi dan spiritual.Tidaklah mungkin adanya dialog dengan alam.5

Tujuan-tujuan penelitian yang masih mempertahankan pengaruhmagis dalam idealisasi failosof tradisional digantikan dengandominasi alam demi keuntungan manusia. Pengetahuan diharapkanakan lebih bermanfaat ketika dihadapkan kepada perbaikan-

4Nashr, Sayyed Hossein, Nestapa Dunia Modern, hal. 265 Jerome R. Revertz, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, terj.,Yogjakarta, Pustaka Pelajar, hal. 9.

Page 5: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

perbaikan kecilindustri dan ilmu kedokteran, serta tidak bersifatmerusak. Revolusi dalam filsafat mengubah bentuk ilmu Eropamenjadi sesuatu yang unik. Di masa sekarang filsafat kemudiandisuntikkan ke dalam perkembangan ilmu yang sedang tumbuhsubur. Mulanya memang perlahan-lahan, tetapi kemudian aktivitassintesis mampu menciptakan satu jenis ilmu baru yang ditandaidengan gaya baru aktivitas sosial dalam bidang penelitian denganjiwa menciptakan etos kerja yang menentingkan kebaikan umum.6

Akibat dari fenomena di atas, masyarakat Barat, yang seringdigolongkan the post industrial society, suatu masyarakat yang telahmencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian rupa denganperangkat teknologi yang serba mekanis dan otomat. Bukannyasemakin mendekati kebahagian hidup, melainkan sebaliknya, kiandihinggapi rasa cemas akibat kemewahan hidup yang diraihnya.Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan teknologi, sehingga tanpadisadari integritas kemanusiaannya tereduksi, lalu terperangkappada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidakhuman.Masyarakat modern sedang berada di wilayah pinggiraneksistensinya sendiri, bergerak menjauh dari pusat, baik yangmenyangkut dirinya sendiri maupun dalam lingkungankosmisnya.Mereka merasa cukup dengan perangkat ilmu danteknologi, sebagai buah gerakan renaissance abad 16 M., sementarapemikiran dan paham keagamaan yang bersumber pada ajaranwahyu kian ditinggalkan.Dengan ungkapan lebih populer,masyarakat Barat telah memasuki the post-Christian era danberkembanglah paham sekularisme.Sekularisasi, meminjampenjelasan Peter L. Berger, dapat dibedakan menjadi dua bentuk;dalam arti sosial pemisahan institusi agama dan politik.Yang lebihpenting dalam konteks keagamaan adalah "adanya proses-prosespenerapan dalam pikiran manusia berupa sekularisasikesadaran".Sekularisasi terbebasnya manusia dari kontrol ataupunkomitmen terhadap nilai-nilai agama.

6 Joseph A. Byrnes, “The 17th Century”, dalam, J. Sherwood Weber, ed., GoodReading, 1980. hal. 48.

Page 6: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Proses sekularisasi kesadaran ini, menyebabkan manusia modernkehilangan self control sehingga mudah dihinggapi berbagaipenyakit rohaniah. Manusia menjadi lupa akan siapa dirinya, danuntuk apa hidup ini serta ke mana sesudahnya. Masalahpenghancuran lingkungan oleh teknologi, krisis ekologi, dansemacamnya, semuanya bersumber dari penyakit amnesis ataupelupa yang diidap oleh manusia modern. Manusia modern telahlupa, siapakah ia sesungguhnya. Karena manusia modern hidup dipinggir lingkaran eksistensinya.Ia hanya mampu memperolehpengetahuan tentang dunia yang secara kualitatif bersifat dangkaldan secara kuantitatif berubah-ubah. Dari pengetahuan yang hanyabersifat eksternal ini, selanjutnya ia berupaya merekonstruksi citradirinya. Dengan begitu, manusia modern semakin jauh dari pusateksistensi, dan semakin terperosok dalam jeratan pinggir eksistensi.

Masyarakat Barat modern yang telah kehilangan visi keilahian,telah tumpul penglihatan intellectus-nya dalam melihat realitashidup dan kehidupan.Intellectusadalah kapasitas mata hati(bashiraj), satu-satunya elemen esensi manusia yang sanggupmenatap bayang-bayang Tuhan yang diisyaratkan oleh alamsemesta. Akibat dari intellectus yang disfungsional, makasesungguhnya apa pun yang diraih manusia modern yang berada dipinggir (rim atau periphery) tidak lebih dari sekedar pengetahuanyang terpecah-pecah (fragmented knowledge), tidak utuh lagi, danbukanlah pengetahuan yang akan mendatangkan kearifan untukmelihat hakikat alam semesta sebagai kesatuan yang tunggal, cerminkeesaan dan kemahakuasaan Tuhan. Orang dapat melihat realitaslebih utuh manakala ia berada pada titik ketinggian dan titik pusat.Karena, yang lebih tinggi level eksistensinya saja, yang dapatmemahami apa-apa yang lebih rendah.

Manusia untuk dapat mencapai level yang eksistensi, tentu harusmengadakan pendakian spiritual dan melatih ketajamanintellectus.Pengetahuan fragmentaris tidak dapat digunakan untukmelihat realitas yang utuh kecuali padanya memiliki visi intellectustentang yang utuh tadi.Bahwa dalam setiap hal pengetahuan yangutuh tentang alam tidak dapat diraih melainkan harus melalui

Page 7: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

pengetahuan dari pusat (centre), karena pengetahuan ini sekaligusmengandung pengetahuan tentang yang ada di pinggir dan juga ruji-ruji yang menghubungkannya.7 Manusia dapat mengetahui dirinyasecara sempurna, hanya bila ia mendapat bantuan ilmu Tuhan,karena keberadaan yang relatif hanya akan berarti bila diikatkannyaapa Yang Absolut, Tuhan.

Penyebab kejatuhan manusia Barat modern, apabila dilacak kebelakang, akan ditemukan pada aliran filsafat dualisme Cartesian,yang mendapat tempat di Barat. Sejak rasionalisme yangtersistematisasikan ini berkembang, manusia hanya dilihat darisudut fisiolois-lahiriah.Dualisme Cartesian membagi relitas menjadidua: realitas material dan realitas mental, atau realitas fisik danrealitas akal (rasio), sementara dimensi spiritualnya tercampakkan.Padahal, konsepsi metafisika pada mulanya merupakan "ilmupengetahuan suci"(scientia sacra) atau "pengetahuan keilahian"(Divine knowledge), bukan filsafat yang profane(profanephilosophy) seperti yang berkembang di Barat sekarang ini.

Metafisika Barat sekarang yang seharusnya berintikan kecintaankepada kebijakan (the love of wisdom) beralih kepada kebenciankepada kebijakan (the hate of wisdom). Konsep metafisika Baratberasal dari philosophia menjadi data empiris, sehingga hanyamampu melahirkan konsepsi rohaniah yang palsu (pseudo-spiritual).Dalam paham rasionalisme Descartes, dikatakan bahwa kebenaransesuatu boleh diyakini kalau sesuai dengan kriteria yang dirumuskanoleh rasio. Dalil Cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada),dapat dinilai sebagai metode kaca mata kuda yang terlalumengagungkan rasio dan cenderung menafikan keberadaan manusialebih utuh sebagai totalitas yang bereksistensi.

Pengetahuan yang hanya dihasilkan oleh kesadaran psikis (bukanspiritual) dan rasio hanyalah bersifat terbagi-bagi dan sementara.Pengetahuan yang akan membawa kebahagiaan dan kedamaian,hanyalah akan dapat diraih bila seseorang telah membuka matahatinya, atau visi intellectusnya, lalu senantiasa mengadakan

7 Lihat Buzan, Tony, The Power of Spiritual Intelligence,London, Harper CollinPublsihe, 2001, hal. 18-20.

Page 8: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

pendakian rohani (suluk) ke arah titik pusat lewat hikmah spiritualagama. Manusia yang demikian, meskipun ia hidup dalam batasanruang dan waktu serta berkarya dengan disiplin ilmunya yangfragmentalis, namun ia akan dapat memahami rahasia watak alamsehingga dapat mengelolanya. Sementara mata hatinyamenyadarkan bahwa alam yang dikelolanya adalah sesama makhlukTuhan yang mengisyaratkan Sang Penciptanya, Yang Rahman danRahim. Manusia modern, telah menciptakan situasi sedemikian rupayang berjalan tanpa adanya kontrol, sehingga mereka terperosokdalam posisi terjepit yang pada gilirannya tidak hanyamengantarkan pada kehancuran lingkungan, melainkan jugakehancuran manusia.

Akibat dari terlalu mengagungkan rasio, manusia modern mudahdihinggapi penyakit kehampaan spiritual. Kemajuan yang pesatdalam lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat rasionalisme abad 18M. dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusiadalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanyabisa digali dari sumber wahyu ilahi. Berger menegaskan bahwa,nilai-nilai supra-natural telah lenyap dalam dunia modern.Lenyapnya niali-nilai tersebut dapat diungkapkan dalam suaturumusan kalimat agak dramatis sebagai “Tuhan telah mati” atau“Berakhirnya Zaman Kristus”. Hilangnya batasan-batasan yangdianggap dan diyakini sebagai sakral dan absolut, menjadikanmanusia modern hanya melingkar-lingkar dalam dunia yang serbarelatif, terutama sistem nilai dan moralitas yang dibangunnya.Marcel A. Boisard menyatakan bahwa, Barat telah kehilangan rasasupernatural secara besar-besaran.

Manusia modern yang mengabaikan kebutuhannya yang palingmendasar yang bersifat spiritual tidak bisa menemukan ketentramanbatininiah, yang berarti tidak adanya keseimbangan dalam diri.Keadaan ini akan semakin akut, terlebih lagi apabila tekanannyapada kebutuhan materi kian meningkat sehingga keseimbangan akansemakin rusak. Menyadari bahwa modernisasi ternyata tidak mampumemenuhi kebutuhan manusia yang bersifat spiritual, maka tidakheran kalau sekarang manusia beramai-ramai untuk kembali kepada

Page 9: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

agama yang memang berfungsi, antara lain, untuk memberikanmakna kepada kehidupan. Naisbitt dalam Megatrends 2000,mengatakan bahwa, fenomena kebangkitan agama merupakan gejalayang tidak bisa dihindarkan lagi pada masyarakat yang sudahmengalami proses modernisasi, sebagai counter terhadap kehidupanyang semakin sekuler.

Di dunia Barat, kecenderungan untuk kembali kepada duniaspiritual ditandai dengan semakin merebaknya gerakanfundamentalisme agama dan kerohanian.Munculnya fenomena inicukup menarik dicermati karena polanya jauh berbeda denganagama-agama mainstream (agama formal), kalau tidak dikatakanmalah bertentangan.Sehingga persoalan spiritualitas bukan"organized religion". Corak keberagamaannya cenderung bersifatpencarian pribadi, lepas dari agama-agama ada di sana, sepertiKristen, Budha, dan lainnya. Akibat dari kecenderungan ini,muncul kultus-kultus dan sekte-sekte spiritual ekstrim yang sangatfundamentalis. Sebagai contoh, misalnya kasus David Koreshdengan Clan Davidian-nya, yang membakar diri setelah dikepungtentara Amerika, atau Pendeta Jim Jones yang mengajak jama'ahnyabunuh diri secara massal di hutan, atau kasus sekte sesat Ashaharadi Jepang yang membunuh massa di jembatan kereta api bawahtanah.

Semua itu pada dasarnya, akibat kebingunan mereka dalammenentukan hidupnya. Mereka kalut dan kehilangan kendali dalammenghadapi kehidupan yang semakin sulit. Jiwa-jiwa dan batin-batin mereka sibuk mencari, tapi mereka tidak tahu apa yang merekacari. Spiritual dalam pengertian Barat cenderung dipahami sekedarsebagai fenomena psikologi. Perkembangan ini tidak dapatdilepaskan dari akibat-akibat kemanusiaan yang muncul dalamproses modernisasi, yang kemudian mendorongnya mencari tempatpelarian yang memberikan perlindungan dan kepuasan yang cepat.Hal ini diperoleh dengan memasuki kelompok fundamentalisme dankerohanian.

Perkembangan spiritualitas dalam bentuk gerakanfundamentalisme, dalam banyak kasus, sering menimbulkan

Page 10: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

persoalan psikologis. Spritualisme dalam bingkai fundamentalishanya menawarkan jani-janji keselamatan absurd atau palsu danketenangan batin yang bersifat sementara (palliative). Lebih dari itu,fundamentalisme agama melahirkan sikap-sikap eksklusif, ekstrim,dan doktrinal, dan tidak toleran dengan pemahaman lain.

C. TASAWUF KONTEMPORER

Sufi (pengamal ajaran tasawuf) adalah orang yang berusahamembersihkan diri dari sesuatu yang hina dan menghiasi dirinyadengan sesuatu yang baik, yaitu akhlak rabbaniyah, atau sampaipada maqam tertinggi.8 Dan jika seseorang telah dekat dengan Allahdan meraih cinta-Nya, karena kemuliaan akhlaknya, maka secaraotomatis ia pun akan dekat dan dicintai oleh sesama manusia.Pemahaman itu tetap dipedomani sampai sekarang.Tasawufkontemporer tidak terlepas dari kontek ajaran tasawuf klasik.Tetapitidak memiliki silsilah secara langsung terhadap tasawuf klasik.Kalau masih ada silsilah, tentu saja ia masih masuk kategori tasawufklasik.

Tasawuf kontemporer terdapat di wilayah masyarakat kotamengambil ajaran tasawuf dan mengemasnya menjadi industri baruberbasis agama karena dibutuhkan oleh masyarakat kota. Kejenuhanmasyarakat kota terhadap persaingan hidup membuat pasar tasawuftumbuh dan masuk wilayah komunikasi massa dan teknologi.Tasawuf kontemporer adalah penamaan yang pada dasarnya berakardan berada pada barisan neo-sufisme Rahman9 dan tasawufmodern, yang diusung Hamka.Tasawuf modern, bagi Hambka,adalah penghayatan keagamaan esoteris yang mendalam tetapi tidak

8 Ibrahim, Muhammad Zaki ,Tasawuf Hitam Putih, Solo, Penerbit Tiga Serangkai,Tahun 2004, Cet. I, hal. 3-5.9 Neo-sufisme pertama diusung Fazlur Rahman, yang memiliki arti sufism baru.Kebalikan dari sufism terdahulu, yang mengedepankan individualistikdan ukhrawi yang bersifat eksatis-metafisis dan kandungan mistiko-filosofis. Halsenada juga diusung oleh Hamka.Wacana ini sudah didiskusikan beberapa waktulalu. Penulis berpendapat, tasawuf kontemporer, satu sisi masuk pada barisanFazlur Rahman dan Hamka. Di sisi lain, tasawuf kontemporer, hanyalah bagiandari bahan mentah industrialisasi.

Page 11: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

dengan serta merta melakukan pengasingan diri (‘uzlah). Neo-sufism menekankan perlunya keterlibatan diri dalam masyarakatsecara lebih dari pada sufisme terdahulu. Neo Sufism cenderungmenghidupkan kembali aktifitas salafi dan menanamkan kembalisikap positif terhadap kehidupan.10

Pemahaman ini bisa memberi bukti konkrit ketika melihatfenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kota saatini.Terdapat lembaga-lembaga tasawuf yang tidak memiliki akarlangsung kepada tarekat dan digelar secara massal jugakomersial.Kelompok ini mencoba menelaah dan mengaplikasikanajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari secara massal.MisalnyaDzikir Bersama dalam bentuk jam’iyah yasinan, hadiyuwan, atauistigotsah.Wajah tasawuf dalam bentuk lain dilakukan —dan sangatlaku—Emotional Spritual Question (ESQ). Konon, konsep awalESQ ini, dilakukan oleh kaum Nashrani di Eropa dan Amerikadalam mengantisipasi kebutuhan jiwa masyarakat kota setempat.

Karena ia masuk dalam wadah publikasi, maka ongkos yangharus dibayar adalah tumbuhnya idola baru yang menjadi pujaan.Berbeda dengan tasawuf klasik dan tarekat yang memiliki rasahormat yang tinggi terhadap guru spiritual, Tasawuf kontemporeradalah pemujaan idola yang tiada berbeda dengan pemujaanmanusia sekuler terhadap Madonna, misalnya. Maka, tidaklahheran, jika hari lebaran, salah satu baju “wajib” dibeli kaum muslimadalah baju (simbol) yang dipakai sang idola. Suasana religius yangterpaksa hadir itu juga dibayar mahal jika akan menghadirkan sangidola ke sebuah majelis. Sungguh naif, bila dipandang dari segiajaran tasawuf itu sendiri.Selain bentuk-bentuk di atas, tasawufkontemporer juga ditunjukkan dalam bentuk terapi pengobatan.Pengamalan ibadah mahdhah yang lengkap dan metode tasawufyang dijalankan selama 24 jam dengan paket pengobatan yangmahal pula.11

10 Madjid, Nurcholis Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan RelevansiIslam dalam Sejarah, Jakarta, Yayasan Paramadina, 1995, hal. 94.11 Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, Jakarta, Rajawali Pers,2005.

Page 12: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Agaknya, inilah yang lebih spesifik dalam tasawuf kontemporer.Sebuah bentuk baru yang terjadi di tengah masyarakat kota. Jikamasa modern banyak dihadapkan pada semangat untuk kembalikepada bentuk lebih positif dan kemurnian ajaran agama, maka padatasawuf kontemporer adalah beralihnya model dari sifat tasawufindividual kepada wilayah massa. Hal ini berangkat dari kegagalandalam pencitraan dan kekosongan jiwa, setidaknya pada massaterdapat pengakuan terhadap diri individu yang masuk kelompokibadah tersebut. Wilayah massa itu adalah masyarakat yangmemiliki wadah komunikasi massa dan teknologi informasi.Tasawuf masuk menjadi bagian dari perangkat hidup dengan wajahbaru yang sesuai pada selera zamannya.Tasawuf kontemporermerupakan bentuk aktual corak beragama masyarakat kota.

Pencapaian yang hendak ditujukan oleh tasawuf kontemporeradalah sama dengan konsep para sufi terdahulu (sufi klasik), sepertikedekatan (qurb) dengan Allah.Kehadiran Allah dalam kehidupansehari-hari (muroqobah), dan menjadi al-Insan al-Kamil. Melihatcoraknya, pengembangan tasawuf kontemporer mengarah kepadatubuhnya tasawuf akhlaqi, yang lebih mengedepankan sikapkesahajaan dan ibadah untuk mencapai kedamaian hidup dankedekatan diri dengan Allah, yang harus dilalui dari tahap pensuciandiri (tazkiyat al-Nafs).Setiap orang dapat menempuh cara-cara kearah itu dengan melalui penyucian hati, konsentrasi dalamberdzikir, dan fana` fillah atau mukasyafah. 12

Penyucian hati terdiri dari atas dua bagian, yaitu mawas diri danpenguasaan serta pengendalian nafsu-nafsualiasmuhasabah. Kedua,membersihkan hati dari ikatan pengaruh keduniaan.13 Nafsu-afsuyang bersemanyam di dalam hati setiap manusiaterdiri atas nafsulawwamah dan nafsu ammarah. Keduanya merupakan ”musuhdalam selimut”. Nafsu lawwamah laksana babi yang amat rakusdunia, tidak ingat batalatau haram. Sedangkan nafsu ammarah

12Simuh, Sejarah Perkembangan Tasawuf, h. 32.13Simuh, Sejarah Perkembangan Tasawuf,h. 41. Di dalam hati sendiri terdapatruh dan sirr. Sirr adalah tempat atau alat untuk musyahadah sedangkan ruhmerupakan tempat atau alat untuk mahabbahdan qalb adalah tempat atau alatuntuk ma’rifatullah. (al-Qusyayrî, al-Risalah al-Qusyayriyah, h. 48.)

Page 13: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

laksana srigala yang berwatak buas dan ingin menang sendiri.Disamping itu masih banyak lagi nafsu-nafsu yang membahayakankesucian jiwa manusia, terutama nafsu sabû’iah, bahimiah dannafsu syaythaniah. Sedangkan nafsu yang sangat konstruktif adalahnafsu rabbaniah.14Kesucian batiniah seorang hamba ditandaidengan adanya sesuatu selain Allah di hatinya. Kesucian yangsempurna akan menjadi tempat yang sangat subur bagi datang dantumbuhya ‘ilmu ladunni dan limpahan nur ilahi (al-Faydh al-Rabbani). Maka, terbukalah semua rahasia ketuhanan.15

Tetapi, apresiasi positif yang patut diberikan kepada mereka yangmengusung tasawuf dengan wajah baru ini adalah, mereka masukdalam mewarnai zaman. Tak terbayangkan, jika mereka tidak ada.Kekosongan pada wilayah massa akan membuat kepercayaan diri(confidence self) beragama masyarakat akan terus menurun. Tentusaja, nuansa keagamaan akan tidak terlihat lagi di permukaan.Setidaknya, mereka sekarang sudah memulainya untuk menjawabkebutuhan rohani masyarakat.Lebih dari itu, tasawuf kontemporermerupakan bentuk alternatif beragama sebagai pilihan setelahgoncangan ketiadaan dan kekosongan jiwa. Sentuhan terhadapjiwa-jiwa yang kurus kering tidak pernah mendapat cahaya religi,sementara kebutuhan itu adalah primer tetapi tidak pernahdiberikan.

D. MENGHADIRKAN NILAI-NILAI TASAWUF ADALAHKEBUTUHAN

Sejak awal budaya manusia, pendidikan selalu terlibat dalamprosessosialisasi dan enkulturasi yang menyebarkan nilai-nilaidanpengetahuan-pengetahuan yang terakumulasi di masyarakat.Denganberkembangnya masyarakat, berkembang pula prosessosialisasi danenkulturasinya dalam bentuknya yang diserap secaraoptimal. Dewasa ini pendidikan terlihat lebih mengupayakanpeningkatan potensiintelegensia manusia.IQ telah menjadi sebuah"patok absolut" dalam melihattingkat progresivitas kedirian

14al-Ghazãlî, Ihyã` ‘Ulûm al-Dîn, J. IV, h. 4.15al-Ghazãlî, Sirr al-‘Ãlamîn, h. 24.

Page 14: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

manusia.Manusia dituntut mengasah ketajamanintelektualnya demikemampuan mengoperasikan mekanisme alam yang menurutJurgenHabermas, menghunjamnya hegemoni rasio instrumentalis. Produkdariinstrumentalisasi intelek ini adalah terbangunnya manusia-manusia mekanisyang kering dari nuansa kebasahan ruang diri, ataudalam istilah HerbertMarcuse, one dimensional men.

Multikulturalisme berkembang sebagai sekolah yang menaruhpentingnyakeragaman sumber-sumber serta kantung-kantungbudaya yang menjadi oasispenghayatan hidup dan acuan maknapenganutnya, justru dalam penghayatanjagat-jagat nilaikelompoknya.Tuntutan multikulturalisme ini mekarbersamamemadatnya kesadaran terhadap keterbatasan tradisi-tradisibesar yangsetelah krisis monopoli tafsir kebenaran tunggal ternyataambruk dalamrasionalisme demokrasi, serta krisis-krisisdehumanisme dan kukuhnyateknologis-instrumental yang membuathidup menjadi sempit satu dimensi.

Maka pendidikan pun perlu diarahkan untuk melakukanperombakan substansialmenuju penyadaran hakiki dengan bertumpupemaknaan hidup secara lebihhuman. Perubahan ini sepatutnyadibidikkan pada wilayahesoteris yangmerupakan kesadaran hakikiyang berwatak multi dimensional. Kesadaran esoteris senantiasameneguhkan nilai-nilai keillahiahan yangmenjadi sumber segalabentuk kesadaran. Padahal, kesadaran akan hadirnyakekuatanillahiah bisa menghadirkan kesadaran praksis yang amatsignifikanbagi pengembangan kepribadian baik privat maupunsosial.

Multikulturalisme, menghadirkan pemikiran yangberlandasanpendalaman wisdom tentang pemikiran yangsubstansial, universal,dan integral melalui jalur yang emansipatoris,moralis, dan spiritual.Sebuah pengayaan proses pendidikan yang berlambarnilai-nilaitasawuf dengan tujuan praksis sosial. Tasawuf bukan penyikapanpasif atau apatis terhadap kenyataansosial.Tasawuf berperanbesardalam mewujudkan sebuah revolusi spiritual di masyarakat.Bukankah aspekmoral-spiritual ini sebagai ethical basic bagiformulasi dunia pendidikan? Kaum sufi adalah elite di

Page 15: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

masyarakatnya dansering memimpin gerakan penyadaran akanadanya penindasan dan penyimpangansosial. Tasawuf merupakanmetodologi pembimbingan manusia menuju keharmonisandankeseimbangan total. Interaksi kaum sufi dalam semua kondisiadalah harmoni dan kesatuan dengan totalitas alam, sehinggaperilakunya tampaksebagai manifestasi cinta dan kepuasan dalamsegala hal.

Bertasawuf berarti pendidikan bagi kecerdasan emosi danspiritual (ESQ)yang sebenarnya adalah belajar untuk tetapmengikuti tuntutan agama, saatberhadapan dengan musibah,keberuntungan, perlawanan orang lain, tantanganhidup, kekayaan,kemiskinan, pengendalian diri, dan pengembanganpotensidiri.Bukankah lahirnya sufi-sufi besar seperti Rabi'ahAdawiah,al-Ghazali, Sari al-Saqothi atau Asad al-Muhasabi telahmemberi teladan,pendidikan yang baik, yakni berproses menujuperbaikan dan pengembangandiri dan pribadi.

Disadari, pendidikan yang dikembangkan masih terlalumenekankan artipenting akademik, kecerdasan otak, dan jarangsekali pendidikan tentangkecerdasan emosi dan spiritual yangmengajarkan integritas, kejujuran,komitmen, visi, kreativitas,ketahanan mental, keadilan, kebijaksanaan,prinsip kepercayaan,penguasaan diri atau sinergi. Akibatnya,berkecambahnya krisis dandegradasi dalam ranah moral, sumber daya manusiadanpenyempitan cakrawala berpikir yang berakibat munculnyamilitansisempit atau penolakan terhadap pluralitas.Dalam tasawuf,antara IQ (dzaka al-Dzihn), EQ (tashfiat al-Qolb) dan SQ (tazkiyahal-nafs) dikembangkan secara harmonis, sehingga menghasilkandayaguna luar biasa baik horizontal maupun vertikal.

Sufi besar, Ibnu 'Arabi, melihat manusia perlu memekarkan apayang disebutsebagai daya-daya khoyyal yakni suatu potensi dayadan kekuatansubstansial yang mengejawantah secara hakiki, tetapifaktawi dan bergerakmenuju pengungkapan diri dalam duniaindrawi yang merupakan bentuk abadidan azali. Demikianlah,manusia perlu dikembalikan pada pusat eksistensi ataupusatspiritual dan dijauhkan dari hidup di pinggir lingkar eksistensi.

Page 16: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Hal yang patut dipertahankan dandikembangkan.di tengahkondisi multikulturalisme, adalah penguatan pendidikan yangberbasis spiritualitas yangjustru akan meneguhkan otentisitaskemanusiaan yang senantiasa dicitraioleh nilai-bilai ilahiah. Doktrinsufistik bisa dijadikan dasar etik pengembangan kehidupan lebihhumanis dengan tetap memelihara produktivitas di tengah gayahidup modern yang memproduksi ketidakadilan dan ketimpangansosial. Fungsionalisasi ajaran sufi itu lebih urgen ketika berbargaiwilayah negeri ini dilanda bencana alam akibat salah urus. Konflikmenajam dalam pertarungan politik setiap pergantian pimpinanpartai dan pemilihan kepala daerah yang mulai berlangsung diseluruh kawasan Tanah Air, membuat kemiskinan dan penderitaanrakyat semakin mengenaskan.Fakir-miskin dan korban bencanaalam itu makin tak terurus saat elite partai dan bahkan keagamaanterperangkap perebutan kekuasaan materiil. Doktrin sufimengajarkan bagaimana cara pembebasan manusia dari perangkaphasrat kuasa dan kaya yang mejadikan pelaku ekonomi, politik dantokoh agama kehilangan rasa kemanusiaannya.

Tuduhan ajaran sufi menjadi penyebab utama lemahnya etossosial, ekonomi dan politik sehingga mayoritas pemeluk Islamtergolong miskin dan berpendidikan rendah adalah akibatkesalahpahaman memaknai ajaran-ajaran sufi, yang jelas-jelasbersumber kepada Kitabullah dan al-Sunnah. Ajaran sufi bisamenjadi basis etik dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan politikkebangsaan yang humanis dan berkeadilan dalam dunia global, jikadimaknai sebagai praksis kemanusiaan. Akar etik sufi ialahkesediaan manusia menempatkan dinamika kebendaan dan duniawi(sosial, ekonomi, politik) sebagai wahana pencapaian tahapankehidupan (maqam) lebih tinggi dan bermutu. Bagi kaum sufi,kehidupan sosial, ekonomi dan politik bukanlah tujuan final, tapitangga bagi kehidupan lebih luhur. Inilah maksud ajaran suluksebagai jalan mencapai ma’rifat; Ma’rifat adalah karunia tertinggitentang hakikat kehidupan dinamis alam dan manusia. Karuniama’rifat yang futuristik itu menciptakan manusia-manusia yang

Page 17: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

piawai melihat hukum kausal sejarah dan berbagai kemungkinankejadian di masa depan.

Realisasi doktrin sufistik bukanlah dengan menjauhi, menolakdan menghindari pergulatan bendawi, melainkan melampaui danmenerobos batas-batas dinamika bendawi yang materialistik.Perilaku dan pola hidup sufistik merupakan teknik pembebasanmanusia dari perangkap materiil ketika melakukan tindakan sosial,ekonomi dan politik, juga dalam kegiatan ritual keagamaan. Itulahbasis etik setiap laku sufi yang seharusnya meresap kedalam setiaptindakan manusia di dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politikserta berbagai kegiatan ilmiah. Inti ajaran sufi demikian itu mudahkita kenali di semua ajaran agama-agama samawi. Berbasis etikasufistik seseorang bersedia membantu meringankan penderitaanorang lain, walaupun diri sendiri menghadapi kesulitan danpenderitaan. Prestasi kehidupan sosial, ekonomi dan politikpenganut sufi, selalu terarah bagi capaian kualitas spiritual, bukansemata bagi status sosial, penumpukan harta dan kuasa pribadi.

Konsep faqr misalnya, bukan pola hidup miskin tanpa harta dankekuatan, tapi berlaku bagi si miskin kepemilikan atas harta dan“kekuasaan” yang dimiliki, sehingga dia dapat dengan mudahmemberikan harta dan kuasanya bagi kesejahteraan publik.Sufistisasi ekonomi inilah yang belakangan berkembang menjadifaktor penentu dinamika sosial dan politik.Sufistisasi berartipeletakkan tiap usaha dan prestasi sosial, ekonomi, dan politik padaakar nilai kemanusiaan, bukan sebagai berhala-berhala ketika hartadan kuasa dianggap lebih berharga dari praksis pemihakankepentingan humanitas universal.

Kerakusan kapilatistik dan politik yang cenderung korup adalahlahir akibat perilaku ekonomi dan politik yang berororientasi hanyabagi peraihan kekayaan harta finalistik. Gagasan Imam al-Ghazaliseringkali dijadikan referensi penolakan pelibatan diri dalamdinamika sejarah, ekonomi dan politik dalam doktrin zuhd danfaqr.Ajaran itu bagi al-Ghazali berarti peletakkan kegiatan ekonomidan politik bagi pengabdian kepada Allah.bukan menolak atau laridari kehidupan empiris.Inilah transendensi dan radikalisasi dalam

Page 18: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

pemikiran filsafat. Proses demikian akan menumbuhkan kesadarantentang diri, realitas alam raya, dan Allah.16

Sufistisasi ialah praksis sufi dalam kehidupan empirik sehinggakebekuan sosial, eknomi, politik, dan keberagamaan dicerahikemanusiaan dan diresapi logika sejarah kritis dan dinamis. Bukanlari dari kecenderungan ekonomi dan politik yang culas dan korup,tapi kerja keras menahan diri mengatasi perangkap finalitasekonomi dan politik.Tidak jarang kegiatan ritual keagamaanterperangkap finalitas serupa ketika ditujukan hanya untuk meraihpahala sebesar mungkin tanpa keterkaitan fungsional pemecahanproblem kehidupan riil.Prestasi sosial, ekonomi, politik, dankesalehan religius lebih bermakna saat seseorang memasuki wilayahtanpa batas penuh kenikmatan hidup dan melampaui dimensibendawi.Sufistisasi produktif penting dalam keberagamaan non-produktif fatalis yang lebih menekankan pencarian kekayaan moral-spiritual menolak kekayaan dan kuasa bendawi. Pemahaman ajaranzuhud seperti itulah penyebab ketertinggalan masyarakat muslimyang miskin dan terkebelakang.

E. REKOMENDASI;PENDIDIKAN KARAKTER TASAWUFTUGAS BARU PENDIDIKAN ISLAM

Spiritualitas Islam atau sufisme memiliki aspek-aspek lain yangtercermin dalam ungkapan merenungkan keindahan manusia adalahmedia untuk dapat merenungkan keindahan Allah.17SpiritualitasIslam atau tasawuf nampaknya mempunyai signifikansi yang kuatbagi masyarakat Barat modern yang mulai merasakan kekeringanbatin dan kini upaya pemenuhannya kian mendesak. Merekamencari-cari, baik terhadap ajaran Kristen maupun Budha atausekedar berpetualang kembali kepada alam sebagai 'uzlah' darikebosanan karena lilitan masyarakat ilmiah-teknologis. Dalamsituasi kebingunan seperti itu, Islam masih belum dipandang sebagaialternatif pencarian, karena Islam dipandang dari sisinya yang

16al-Najar, Amir, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, terj., Jakarta,Hikmah, 2004, hal. 66-6717 Baldick, Julian, Islam Mistik, terj.,Jakarta, Serambi, 2002, hal. 15.

Page 19: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

legalistis-formalistis dan banyak membentuk kewajiban bagipemeluknya serta tidak memiliki kekayaan spiritual. Atau, karenaIslam di Barat bercitra negatif karena kesalahan orientalis dalammemandang Islam lewat literatur dan media massa. Akibatnya,Islam dipandang sebelah mata oleh masyarakat Barat. Barat jugamasih amat asing kalau Muhammad ditempatkan sebagai tokohspiritual, dan Islam memiliki kekayaan rohani yang sesungguhnyaamat mereka rindukan. Citra idola seorang tokok spiritual menurutmereka hanyalah berkisar pada Budha Gautama yang meninggalkankemewahan hidup kerajaan, atau Kristus sang penebus dosa anakcucu Adam, atau pada Gandhi yang hidupnya begitu sederhanameski pribadinya amat besar. Sementara Nabi Muhammad SAW,lebih dikenal sebagai panglima perang yang terlalu sibuk denganpenaklukkan wilayah dan membangun kekuasaan duniawi.

Islam, sebagai agama samawi paling akhir diturunkan,merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah sekaligusbatiniah. Hal ini tampak misalnya melalui keterkaitan erat antaraniat (aspek esoterik) dengan beragam praktek peribadatan sepertiwudhu, shalat dan ritual lainnya (aspek eksoterik). Tasawufmerupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkanperhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniah manusia yangdapat menghidupkan kegairahan akhlak yang mulia. Jadi sebagaiilmu sejak awal tasawuf memang tidak bisa dilepaskan dari tazkiyahal-Nafs (penjernihan jiwa). Upaya inilah yang kemudianditeorisasikan dalam tahapan-tahapan pengendalian diri dandisiplin-disiplin tertentu dari satu tahap ke tahap berikutnyasehingga sampai pada suatu tingkatan (maqam) spiritualitas yangdiistilahkan oleh kalangan sufi sebagai syuhud (persaksian), wujd(perjumpaan), atau fana’ (peniadaan diri). Dengan hati yang jernih,menurut perspektif sufistik, seseorang dipercaya akan dapatmengikhlaskan amal peribadatannya dan memelihara perilakuhidupnya karena mampu merasakan kedekatan dengan Allah yangsenantiasa mengawasi setiap langkah perbuatannya. Tasawufmerujuk pada dua hal pokok yaitu, penyucian jiwa (tazkiyy al-nafs)dan pendekatan diri (muraqabah) kepada Allah.

Page 20: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Faktor yang paling penting dalam membangun dan membuatidentitas muslim masa kini adalah sistem pendidikan Islamtradisional, sepeti yang diteladankan kaum sufi.18Indonesia mencatatbetapa besar pengaruh tasawuf kedalam dunia pendidikan sebelummasa kemerdekaan.Pengaruh tasawuf sudah sejak lama memasukilembaga-lembaga pendidikan seperti Pesantren SalafiyahSyafi’iyah, Jami’at Khair, Madrasah al-Khaerat, Nahdhatul Ulamadan Pesantren.19Kini saatnya Lembaga Pendidikan Islammensosialisasikan dan menginternasikan dimensi batiniah Islamkepada peserta didik (murid, tholib) sebagai alternatif. Islam perludisosialisasikan pada mereka, setidak-tidaknya ada tiga tujuanutama. Pertama, turut serta berbagi peran dalam menyelamatkankemanusiaan dari kondisi kebingungan sebagai akibat darihilangnya nila-nilai spiritual. Kedua, memperkenalkan literatur ataupemahaman tentang aspek esoteris Islam, terhadap masyarakatBarat modern. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwasesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni tasawuf, adalah jantungajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak lagiberdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.

Ada tiga tataran Islam yang dapat mempengaruhi umat manusia.Pertama, ada kemungkinan mempraktekkan ajaran spiritual Islamsecara aktif. Pada tahap ini orang harus membatasi kesenanganterhadap dunia materi dan kemudian mengarahkan hidupnya untukbermeditasi, berdo'a, mensucikan batin, mengkaji hati nurani, danmelakukan praktek-praktek ibadah lain (mujahadah danriyadhoh).20. Mujahadah adalah memerangi atau mencegahkecenderungan hawa nafsu dari masalah-masalah duniawi.

18 Esposito, John L., Agama dan Perubahan Sosial Politik, terj., Aksara PersadaraPress, cet. I, 1985, hal. 15.19 Shihab, Alwi, Islam Sufistik, Bandung, Mizan, 2001, hal. 214-224.20Pengalaman ini merupakan suatu kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik yangbersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan menjalankan praktek-praktek danmengerjakan amalan yang bersifat sunah, baik sebelum maupun sesudah sholatwajib, dan mempratekkan riyadah. Para kyai di pesantren menganggap dirinyasebagai ahli tarikat. (Lihat: Leksikon Islam, Pustaka Azet Perkasa Jakarta 1988, hal707)

Page 21: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Mujahadah yang lazim berlaku di kalangan orang ‘awam adalahberupa perbuatan-perbuatan lahiriah yang sesuai dengan ketentuansyari’at. Sementara di kalangan khawash Mujahadah dimaknaisebagai usaha keras menuscikan batin dari segala akhlaktercela.21Mujahadah yang berat dan lama yang dipusatkan untukmematikan segala keinginannya selain kepada Allah, danmenghancurkan segala kejelekannya dan menjalankan bermacamriyadhoh yang diatur dan ditentukan oleh para sufi sendiri.22

Kedua, tasawuf mungkin sekali mempengaruhi Barat dengancara menyajikan Islam dalam bentuk yang lebih menarik, sehinggaorang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar. Maka,umat Islam harus mampu menyajikan dan mendakwahkan Islamkepada umat manusia dengan lebih menarik, yakni keseimbanganantara aktivitas duniawi dengan ukhrawi. Cara seperti ini telahdipraktekkan secara sukses dalam penyiaran Islam di India,Indonesia, dan Afrika Barat.Ketiga, dengan memperkenalkan ajarantasawuf sebagai alat bantu untuk mengingatkan membangunkanjiwa-jiwa yang tidur. Karena tasawuf merupakan tradisi yang hidupdan kaya dengan doktrin-doktrin metafisis, kosmologis, danpsikologis serta psiko-terapi religius, maka berarti tasawuf atausufisme akan dapat menghidupkan kembali berbagai aspekkehidupan rohani umat manusia yang selama ini tercampakkan danterlupakan.

DAFTAR PUSTAKAAli, Yunasril, Jalan Kearifan Sufi: Tasawuf sebagai Terapi Derita

Manusia, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2002.al-Jaylani, Abdul Qadir, Rahasia Sufi, terj., Yogyakarta, Pustaka

Sufi, 2003.al-Taftazani, Abu al-Wafa, al-Ghanimi, Madkhal ila al-Tasawwuf

al-Islamy, Qahirah, Dar al-Tsaqafah , 1979._________________, Zuhud di Abad Modern, terj., Yogyakarta,

Pustaka Pelajar,2000

21 al-Naqsyabandî, al-Jami’ al-Ushul fi Muhimmat Ahl al-Tasawuf., h. 125.22Abdul Hakim Hasan, al-Tasawwuf fî al-Syi’r al-‘Arabî, h. 20

Page 22: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

al-Tusi, al-Luma’, Mesir, Dar al-Kutub al-Haditsah,1960Anwar, C. Ramli Bihar, Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf

Positif, Jakarta, Penerbit IIMAN bekerjasama dengan PenerbitHIKMAH, 2002

Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers,1996

Fattah, Sayyid Ahmad ’Abd., Tasawuf: antara Al-Ghazali danIbnu Taimiyah, terj., Jakarta, Khalifa, 2000.

Gulen, Fathullah , Kunci-Kunci Rahasia Sufi, Jakarta, Srigunting,2001.

Halim, Abdul Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, Jakarta, PustakaSetia, 2002

Hamka, , Tasawuf Modern, Jakarta, Pustaka Panjimas, 2005Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian

Jiwa Menurut Ulama Salafusshalih, terj., Solo, Pustaka Arafah,2005.

Khusairi, Abdullah, Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian PagiPadang Ekspres Minggu, 17 Desember 2006.

Madjid, Nurcholis, Islam Agama Peradaban: Membangun Maknadan Relevansi Islam dalam Sejarah, Jakarta, YayasanParamadina, 1995

Mubarok, Achmad, Sunatullah dalam Jiwa Manusia: SebuahPendekatan Psikologi Islam, Jakarta, The International Instituteof Islamic Thought (IIIT) Indonesia, 2003.

Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Hitam Putih, Solo, PenerbitTiga Serangkai 2004

Nasr, Seyyed Hossein, dkk, Warisan Sufi, Sufisme Klasik dariPermulaan hingga Rumi (700-1300 M), terj., Jogjakarta, PustakaSufi 2002.

Nasution, Harun, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta,Bulan bintang, 1985

Nasution, Harun, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah AnalisaPerbandingan, Jakarta, UI Press, 1986

Ni’am, Syamsun, Cinta Ilahi: Perspektif Rabi’ah al-Adawiyah danJalaluddin Rumi, Surabaya, Risalah Gusti, 2001.

Page 23: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF SUTEJA Sebagian

JURNAL AL TARBAWI AL HADITSAH VOL 1 NO 1 ISSN 2407-6805

Rahman, Ahmad ,Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku SyaikhMuhammad Ali Hanafiah, Bandung, Hikmah Mizan, Cet. 1, 2004

Rahmat, Jalaluddin, Reformasi Sufistik, Jakarta, Pustaka Hidayat,2002

Schimmel, Annemarie, Dimensi Mistik dalam Islam, ter., Jakarta :Putaka Firdaus, 1986

Sells, Michael A., Terbakar Cinta Tuhan: Kajian EksklusifSpiritualitas Islam Awal, terj., Bandung, Mizan, 2004.

Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 1997.

Siregar, H.A. Rivay,, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Solihin, Mukhtar, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit KejiwaanPerspektif Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, 2004.

Solihin, Mukhtar, Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema PentingTasawuf, Bandung, CV Pustaka Setia, 2003.

Syatha, Syayid Abu Bakar Ibnu Muh., Missi Suci Para Sufi, terj.,Yogyakarta: Mitra Pustaka, 20

Syukur, Amin, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta, PustakaPelajar, 1997.

Taymiyah, ibn, al-Shuffiyyah wa al-Fuqoro’, Kairo, Mathba’ah al-Manar,1348 H.

Yafie, Ali, Menggagas Fikih Sosial, Bandung : Mizan, 1994Zuhdi, Nazib, Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris,

Penerbit, Fajar Mulya Surabaya, 1993