pendidikan karakter berbasis al-qur'an

27
RESUME BUKU Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Strategi Belajar Mengajar Dosen pengampu: Chusna Maulida, M.Pd.I. Oleh : Iqbal Mayzun Al Ma’arif (2021113155) Kelas: C JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN

Upload: iqbalmayzun

Post on 12-Apr-2017

619 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

RESUME BUKU

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Strategi Belajar Mengajar

Dosen pengampu: Chusna Maulida, M.Pd.I.

Oleh :

Iqbal Mayzun Al Ma’arif (2021113155)

Kelas: C

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PEKALONGAN

2015

Page 2: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

IDENTITAS BUKU

Judul : Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an

Pengarang : Bambang Q-Anees, M.Ag. dan Drs. Adanga Hmabali, M.Pd.

Penerbit : Simbiosa Rekatama Media

Tempat terbit : Bandung

Tahun terbit : 2009

Ukuran novel : 15 x 21 cm

Jumlah halaman : 164 hlm

Page 3: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS AL-QUR’AN

Bagian I:

Modal-Modal Pendidikan Karakter

1. Modal Kita

Mervin Barkowitz (1998) mengatakan bahwa kebanyakan pendidikan

moral yang dilakukan di sekolah-sekolah, tidak pernah memperhatikan

bagaimana pendidikan itu dapat berdampak terhadap perubahan perilaku. Salah

satu masalahnya adalah cara pendidikan konvensional yang mengabaikan

aspek internal individu, yang terlalu sibuk dengan mengisi aspek kognitif saja.

Soal perilaku dan perasaan kerap diabaikan.

Masalah yang lain adalah orientasi pendidikan negeri ini yang masih

terjebak pada “kebiasaan” zaman kolonial. Bersekolah adalah cara untuk

menaikkan derajat diri, dari orang biasa menjadi pamongpraja; dan menjadi

pamongpraja berarti menjadi bangsawan baru. Bentuk baru dari orientasi

menjadi “bangsawan baru” ini adalah meraih sukses. Pendidikan masa kini

adalah jembatan yang akan mengantarkan pesertanya menjadi pegawai; mental

yang mendasarinya adalah “santai dalam bekerja, mendapatkan gaji besar

secara rutin, menikmati pensiun dan kehormatan masa tua”.

Meninjau Makna Sukses

Sukses menjadi tujuan banyak manusia. Kesuksesan terkait dengan

kekayaan (wealth), yang secara filosofis dapat berarti “sesuatu yang bisa kita

akses, yang dengannya kita bisa meningkatkan kualitas hidup.” Secara umum

kekayaan dikaitkan dengan modal atau “jumlah atau simpanan uang yang

banyak”. Modal adalah apa pun yang bisa diakses yang dapat meningkatkan

kualitas hidup. Jadi modal bukan sekedar uang. Danah Zohar dan Ian Marshall

menegaskan bahwa modal dapat ditemukan dalam tiga aspek: materiil (IQ),

sosial (EQ) dan spiritual (SQ).

Dunia pendidikan selama ini memfokuskan diri pada IQ (dan EQ). Ini

barangkali karena ada anggapan bahwa untuk hidup dibutuhkan kecerdasan

agar dapat meraih modal materiil dan sosial. Berbeda dengan anggapan ini,

Page 4: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, modal yang perlu dikembangkan

pertama kali justru modal spiritual (SC) yang berarti pula bahwa kecerdasan

yang pertama harus dikembangkan adalah kecerdasan spiritual (SQ).

Dalam dunia kerja, modal materiil saja ternyata tidak memadai untuk

menaikkan kebahagiaan. Ini berarti, modal materiil saja tidak menjadikan

seseorang meraih “kesuksesan” yang diidam-idamkannya. Lalu Zohar dan

Marshall meyakini bahwa modal spiritual merupakan basis dari kehidupan.

Bila modal spiritual menjadi basis dari kebahagiaan, maka orientasi pendidikan

haruslah mengarahkan diri pada pencapaian modal spiritual ini.

Apa Itu Modal Spiritual?

Zohar dan Marshall lalu mengarahkan pemahaman modal dan kekayaan

dalam makna spiritual:

Modal spriritual adalah kekayaan yang membuat kita bisa hidup, kekayaan

yang memperkaya aspek-aspek kehidupan kita yang lebih dalam. Itulah

kekayaan yang kita peroleh dari makna dan nilai terdalam, tujuan paling

fundamental, dan motivasi tertinggi kita, dengan jalan menemukan cara untuk

mengintegrasikan semua itu dalam hidup dan kerja kita. Sedangkan kecerdasan

spiritual adalah kecerdasan moral kita, yang memberi kita sebuah kemampuan

bawaan untuk membedakan yang benar dan yang salah. Kecerdasan spiritual

kecerdasan yang kita gunakan untuk membuat kebaikan, kebenaran, keindahan,

dan kasih sayang dalam hidup kita. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan

jiwa.

Akankah Kita Terus Mengabaikan Modal Spiritual?

Modal spiritual juga terkait dengan sikap emosi atau karakter. Maka

pendidkan sikap adalah pemberian motivasi agar kita mempertimbangkan

kembali makna hidup manusia dan mengangkat pertanyaan mengenai

bagaimana kita sendiri sanggup membangun kehidupan yang lebih luas dan

lebih kaya bagi diri kita sendiri. Atas dasar itu, kita butuh pendidikan yang

berorientasi tidak melulu pada pengayaan aspek kognisi melainkan pada aspek

emosi dan spriritualitas.

Page 5: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

2. Memahami Konteks Teoritis Pendidikan (Agama) Islam

Menurut Al-Attas istilah takdib adalah istilah yang paling tepat digunakan

untuk menggambarkan pengertian pendidikan. Sementara istilah tarbiah terlalu

luas, karena pendidikan dalam istilah ini mencakupi juga pendidikan untuk

hewan. Pendidikan dari kata takdib ini mengandung arti pengenalan dan

pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia, tentang

tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu dalam tatanan wujud sehingga

hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang

tepat di dalam tatanan wujud tersebut. Profesor Ahmad Tafsir menyatakan

bahwa pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi

muslim yang maksimal.

Pendidikan Dalam Kerangka Tarbiah

Pendidikan atau tarbiah, berdiri di atas pandangan dasar: Pertama,

manusia telah memiliki isi atau bibit-bibit kebaikan dan kebenaran; kedua,

secara naluriah manusia cenderung berkeinginan untuk mengeluarkan atau

mengekspresikan bibit-bibit ini menjadi nyata, dalam pepohonan yang

menghasilkan keharuman dan buah-buahan yang bermanfaat; ketiga, karena

pada awal perkembangannya manusia dipengaruhi oleh sensasi (dorongan)

tubuh dan kebiasaan masyarakat maka bibit-bibit kebaikan itu dilupakan.

Karena itu tugas tarbiah adalah “meningkatkan” atau “membuat potensi

manusia menjadi lebih tinggi”. Atau apa yang semula hanya berupa bibit

dipupuk dan dirawat agar menjadi harum dan berbuah dengan banyak manfaat.

Pendidikan Dalam Kerangka Takdib

Pendidikan menurut Al-Attas adalah “penyemaian dan penanaman adab

dalam diri seseorang” atau takdib. Pendidikan dalam kerangka makna takdib

meliputi “pengenalan” dan “aktualisasi”. Takdib tidak sekedar proses transfer

ilmu (taklim), tetapi juga pengaktualisasiannya dalam bukti. Untuk

memperjelas batasan kerangka takdib, Nor Wan Daud memberikan ilustrasi

yang menarik mengenai adab terhadap diri, masyarakat, ilmu dan alam.

Page 6: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

Al-Qur’an Adalah Jamuan Makan Bagi Pembelajar

Karena kata adab berarti juga “undangan ke sebuah jamuan makan”, Al-

Attas memandang Al-Qur’an sebagai undangan Tuhan kepada manusia untuk

menghadiri jamuan makan di atas muka bumi (mu’addabah Allah fil Ardl),

tempat kita mengambil bagian di dalamnya dengan cara mengetahuinya (fa

ta’allamu min ma’dabatihi). Bila Al-Qur’an adalah jamuan Tuhan bagi

manusia untuk menghadiri jamuan kerohaian, maka melalui Al-Qur’an kita

dapat menikmati makanan-makanan lezat yang tersedia dalam jamuan itu.

Bagian II

Paradigma Pendidikan Karakter

3. Meninjau Kompetensi Pendidikan

Profesor Ahmad Tafsir, dalam diskusi pendidikan kompetensi, pernah

berkata, “Belajar itu melewati tiga maqam: knowing, doing dan being.

Knowing, mengetahui sekadar mengetahui, atau pengetahuan untuk

pengetahuan saja, adalah cara kita selama ini mengakses informasi. Praktik,

praktikum dan demonstrasi, menurut Profesor Ahmad Tafsir, adalah doing.

Namun doing saja belum cukup. Kecerdasan menghapal konsep dan

keterampilan mempraktikannya saja belum cukup untuk bisa menghadapi

lautan kehidupan ini. Kadang-kadang kehidupan tak membutuhkan kecerdasan.

Ahli psikologi modern menegaskan bahwa hidup sukses membutuhkan

kecerdasan emosional. Kecerdasan saja membuat kita jadi lupa diri, dan pada

saat lupa diri jiwa kita kosong: saat itu setan masuk dengan mudah dan

menguasai diri kita. Penguasaan diri inilah yang disebut sebagai being.

4. Merumuskan Ulang Tujuan Pendidikan

Dalam Undang-undang No 20 tahun 2004, tentang Sistem Pendidikan

Nasional, dikemukakan tujuan pendidikan nasional: “Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

Page 7: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

demokratis dan bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional ini sangatlah

menarik, karena telah mengarahkan dunia pendidikan pada wilayah karakter

berbangsa dan bernegara.

Insan Kamil Sebagai Tujuan Pendidikan Islam

Konsep insan kamil sebenarnya berkaitan dengan fungsi khalifah bagi

manusia. Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa jabatan khalifah hanya milik insan

kamil, karena pada dirinya –dari aspek batin–terproyeksi pula nama-nama dan

sifat ilahi. Khalifah dalam pembicaraan Ibn Arabi ini bukan dalam makna

pengendali atau pemimpin dalam suatu negara (al-khalifah al-zahiriyah)

melainkan dalam makna wakil/pengganti (na’ib) Allah. Yang dimaksud

dengan pengganti Allah adalah bahwa diri insan kamil ini merupakan

manifestasi nama-nama dan sifat-sifat Allah di muka bumi (al-khalifah al-

ma’nawiyah) hingga kenyataan adanya Tuhan terlihat melalui insan kamil.

Karena insan kamil hanya dapat diperoleh “hanya satu orang dalam setiap

zaman”, gagasan tujuan ideal insan kamil tak dapat dipenuhi. Maka tujuan

pendidikan Islam secara realistis hanya dapat berkisar pada manusia saleh yang

utuh, saleh pada dirinya dan sanggup mentransformasikan ke luar dirinya.

Tujuan Pendidikan Islam: Mendorong Siswa Menjadi Ulul Albab

Al-Qur’an sebenarnya memiliki istilah yang lebih konkret daripada insan

kamil –yang secara verbal tak disebutkan Al-Qur’an. Istilah itu adalah ulul

albab. Melalui ciri-ciri ulul albab ini, orientasi pendidikan Islam dapat

dilakukan secara realistis. Adapun ciri-ciri insan kamil adalah sebagai berikut:

Tanda pertama: bersungguh-sungguh mencari ilmu termasuk juga

bersungguh-sungguh menafakuri dan menasyakuri ciptaan Allah.

Tanda kedua: mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, walaupun ia

harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu

dipertahankan oleh sekian banyak orang.

Tanda ketiga: kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai

menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan

orang lain.

Page 8: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

Tanda keempat: bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk

memperbaiki masyaraktnya; bersedia memberi peringatan kepada masyarakat.

Dia tidak duduk berpangku tangan di laboratorium.

Tanda kelima: tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah.

Konsekuensi Konsep Ulul Albab Bagi Pendidikan

Pendidikan dapat membantu peserta didiknya menjadi manusia ihsan,

yang berbuat baik dengan tindakan yang baik berdasarkan ketakwaan kepada

Allah semata. Ada enam ciri khas pendidikan karakter.

Pertama, menjadikan manusia memiliki sikap “terpesona” dan “kagum”

ketika melihat anugerah Allah, seperti penciptaan alam semesta, dan manusia

sendiri.

Kedua, menghargai kebebasan dalam pembelajaran. Lewat kebebasan

diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk mengerti dan mencintai

kebenaran.

Ketiga, menekankan sikap magis bagi setiap anak didik. Magis atau

unggul bukan dalam kategori kognitif melainkan unggul dalam hal afeksi dan

kerohanian.

Keempat, setiap anak didik diharapkan mampu menemukan dan memilih

apa yang menjadi kehendak Allah.

Kelima, pendidikan karakter diharapkan mampu menjadikan manusia

sebagai man or woman for others.

Keenam, penegasan atas dasar cinta kasih sejati (discerta caritas) disertai

dengan “perhatian personal” (cura personalis) adalah dasar dari semuanya.

5. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam

Prinsip Ke-1: Integrasi Ilmu

Prinsip ini menegaskan firman Allah “Kebenaran itu berasal dari Allah,

maka janganlah engkau meragukan-Nya” melalui ayat ini, ilmuwan muslim

sepakat bahwa sumber ilmu adalah Allah sendiri, Sang Kebenaran. Inilah yang

menjadi dasar prinsip integrasi ilmu, bahwa semuanya berasal dari Allah maka

seluruh keberbedaan yang ada sebenarnya berada dalam satu kesatuan.

Page 9: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

1. Tauhid dan Integrasi

Prinsip dasar bagi seluruh aktivitas muslim adalah tauhid, yaitu prinsip

pengakuan akan keesaan Tuhan. Kalimat “Laa ilaha illallah” menegaskan

bahwa hanya Allah saja yang harus disembah, sekaligus juga dalam kajian

filsafat berarti “tidak ada yang Ada kecuali Allah saja”. Tauhid, dalam konsep

filosofis, tidak hanya berkenaan dengan keber-ada-an Tuhan namun

berkonsekuensi pada integrasi segala hal. Hanya Allah yang Esa, yang Ada,

selain Allah hanyalah manifestasi ilahiah yang satu.

2. Integrasi dan Ilmu

Dalam tradisi Islam, pengetahuan adalah terjemahan dari ‘ilm. Menurut

Sardar, konsep Al-Qur’an tentang ‘ilm pada awal mulanya membentuk ciri-ciri

utama peradaban muslim dan menuntunnya menuju puncak kejayaannya.

Prinsip Ke-2: Keberjenjangan Ilmu

Prinsip keberjenjangan realitas merupakan konsekuensi dari prinsip tauhid.

Prinsip ini dapat merujuk pada ajaran Syuhrawardi asy-Syahid tentang cahaya.

Menurutnya, cahaya pada hakikatnya adalah satu, tetapi ia menjadi berbeda-

beda pada tingkat intensitasnya karena adanya barzakh-barzakh yang menyela

di antaranya.

1. Hierarki Kesadaran

Al-Qur’an menyatakan bahwa anda diciptakan dari diri yang satu. Masing-

masing individu memliki karakter tinggi dan rendah. Perubahan sikap pada diri

menunjukkan adanya hierarki kesadaran dari yang terendah bertransformasi

menuju kualitas yang tertinggi.

2. Hierarki Ilmu

Pengetahuan adalah ibarat sebuah pohon, demikian Sardar memberikan

ilustrasi, sedangkan berbagai sains itu adalah cabang-cabangnya yang tumbuh

dan mengeluarkan dedaunan beserta buah-buahan sesuai dengan sifat pohon itu

sendiri. Tetapi, karena cabang-cabang sebuah pohon tidak tumbuh terus

menerus, sebuah disiplin tak perlu dituntut melampaui batas-batasnya. Al-

Ghazali menganalisis pengetahuan berdasarkan tiga buah kriteria,

a. Sumber: pengetahuan yang diwahyukan; tidak diwahyukan.

Page 10: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

b. Kewajiban-kewajiban: pengetahuan yang diwajibkan kepada setiap orang;

kepada masyarakat.

c. Fungsi sosial: ilmu-ilmu yang harus dihargai; yang patut dikutuk.

Prinsip Ke-3: Tazkiah (Takhalli, Tahalli dan Tajalli)

Tazkiah adalah penyucian diri. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari

konsepsi bahwa ilmu itu dari Allah dan karenanya bersifat suci. Sesuatu yang

suci hanya bisa diterima oleh hyang suci pula, karena itulah maka penyucian

jiwa merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan ilmu. Tujuan tazkiah,

menurut Sardar adalah memurnikan dan membentuk diri.

Imam Nashriuddin ath-Thusi (1201-1274) menjelaskan peringkat orang-

orang yang menapaki jalan Tuhan. Menurutnya, setiap murid harus

mamaksakan diri untuk menghindari kelezatan duniawi dan dorongan

kesenangan. Inilah tahap awal. Tahap kedua adalah menyingkirkan segala

sesuatu selain Allah dari hati mereka. Pada tahap ketiga, sang murid akan

merasakan aroma harum kedekatan kepada Allah serta kegembiraan

memandang kepada keindahan dan kebesaran-Nya. Tahap keempat, merasakan

kerinduan mendalam kepada Allah.

Sementara Sardar mengajukan konsepsi tazkiah dari Khusrid Ahmad,

yaitu tazkiah dengan metode: zikir, ibadah, tobat, sabar, muhasabah (kritik

dan kritik diri) dan doa.

Prinsip Ke-4: Kebergantungan pada Otoritas dan Peranan Guru

Guru menjadi pusat, dan murid sangat bergantung pada otoritas sang guru.

Guru harus mencapai kualifikasi ahl-dzikr, sebagaimana juga murid haruslah

memiliki iradah (kemauan) yang ikhlas. Seperti yang ditekankan Al-Ghazali

bahwa seorang murid tidak boleh berlaku sombong, harus memperhatikan

mereka yang mampu membantunya dalam mencapai kebijaksanaan,

kesuksesan dan kebahagiaan.

1. Konsep Guru dalam Pendidikan Islam

Sama dengan teori Barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Tugas pendidik dalam

pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan

Page 11: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif

maupun potensi afektif. Menurut Al-Ghazali ada tiga syarat yang harus

dimiliki oleh seorang guru yaitu: memiliki pengetahuan lebih, kewibawaan dan

kasih sayang kepada murid. Adapun sifat-sifat guru yang dikemukakan oleh

para ahli sebagai berikut: kasih sayang kepada anak didik, lemah lembut,

rendah hati, menghormati ilmu yang bukan pegangannya, adil, menyenangi

ijtihad, konsekuen (perkataan sesuai perbuatan), sederhana.

Ada yang amat menarik dalam teori tentang tugas, syarat dan sifat guru

yang dikembangkan oleh penulis muslim, yaitu amat menekankan pentingnya

sifat kasih sayang kepada anak didik. Tekanan sifat kasih sayang dala tulisan

para ahli pendidikan Islam –yang kadang-kadang seolah lebih dipentingkan

daripada keahlian mengajar– selain didasarkan atas sabda Rasulullah, juga

didasarkan atas pemahaman bahwa bila guru telah memiliki kasih sayang yang

tinggi kepada muridnya, guru tersebut akan berusaha sekuat-kuatnya untuk

mengingkatkan keahliannya untuk memberikan yang terbaik kepada muridnya

itu.

2. Murid atau Anak Didik

Istilah yang paling tepat untuk pelajar ialah murid, bukan anak didik atau

peserta didik. Istilah murid mencakupi konsep berikut,

a. Murid harus berusaha menyucikan batinnya batinnya

b. Murid harus menganggap bahwa belajar dan menyucikan batin itu adalah

suatu bentuk ibadah

c. Murid berhak mendapat kasih sayang dari gurunya

d. Murid harus dikembangkan daya kreativitasnya dalam pembelajaran

Alasan pemilihan istilah “murid” karena istilah itu berisi konsep yang

lebih menjamin tercapainya tujuan pendidikan yaitu terwujudnya manusia

yang memiliki kemanusiaan yang tinggi.

Prinsip Ke-5: Keadilan

Prinsip keadilan juga menjadi prinsip pendidikan dalam Islam. Prinsip

dasarnya adalah bahwa “manusia diciptakan berbeda antara satu dan lainnya”.

Kapasitas intelektual, spiritual dan kemampuan etika setiap orang itu berbeda.

Page 12: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

Maka nilai moral tertinggi bukan dalam usaha meraih persamaan, melainkan

dalam usaha mencapai keadilan.

Dalam penerapan prinsip keadilan ini, peran guru sangat dibutuhkan untuk

memahami potensi dan kecenderungan peserta didik. Satu keharusan yang

akhir-akhir ini diperkuat oleh temuan multiple intelegence, yang menegaskan

bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang tidak sama –tetapi tak ada

satu pun individu yang tanpa kecerdasan.

6. Paradigma Pengembangan Pendidikan Islam

Merujuk pada pemikiran Cak Nur, kita menemukan arah pengembangan

pendidikan Islam, yaitu pendidikan akhlak yang memberikan dorongan bagi

kebebasan rohaniah dalam sikap Islam, yang dapat menunjukkan keihsanannya

di dalam kehidupan nyata. Materi PAI yang meliputi Al-Quran-Hadis, Akidah-

Akhlak, Fikih, dan Sejarah Peradaban Islam selayaknya dapat diarahkan untuk

merujuk pada tujuan pendidikan Islam ‘ibadur rahman ini. Keempat materi

PAI ini harus dapat tersusun dalam struktur yang saling terkait satu sama lain.

Untuk itu perlu dibuat struktur hubungan antara keempat mata pelajaran itu

sehingga dapat mencapai tujuan ‘ibadur rahman. Struktur hubungan itu daoat

berupa:

a. Al-Quran dan Hadis sebagai sumber nilai, modal spiritual.

b. Akidah-Akhlak sebagai pandangan hidup dan pedoman perilaku mulia

dalam kerangka pengembangan diri atau cara pengembangan spiritual.

c. Fikih sebagai pedoman tindakan mulia dalam kerangka hukum Allah.

d. Sejarah Peradaban Islam sebagai contoh dan bukti nyata keberhasilan

penerapan ajaran Islam dalam sejarah.

Bagian III

Eksperimen Pendidikan Karakter

7. Paradigma Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk “membentuk” kepribadian

seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam

tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung

Page 13: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya (Thomas

Lickona, 1991). Hal ini dapat dikaitkan dengan tujuan takdib, yaitu pengenalan

dan afirmasi atau aktualisasi hasil pengenalan.

Pendidikan Karakter dalam Sejarah

Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi.

Muhammad Rasulullah sedari awal tugasnya memiliki suatu pernyataan yang

unik, bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan karakter (akhlak). Islam

hadir sebagai jalan untuk menyempurnakan karakter. Al-Quran adalah buku

ajar yang menghadapi peserta didik masyarakat Arab yang berkarakter belum

sempurna.

Dua Paradigma Pendidikan Karakter

Ada dua paradigma dasar pendidikan karakter. Pertama, paradigma yang

memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang

sifatnya lebih sempit. Pada paradigma ini disepakati telah adanya karakter

tertentu yang tinggal diberikan kepada peserta didik. Kedua, melihat

pendidikan dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas.

Paradigma ini memandang pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi,

menempatkan individu yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pelaku

utama dalam pengembangan karakter.

Pendidikan karakter yang dimaksudkan pada buku ini adalah gabungan

antara keduanya, yaitu menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih

agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani

kehidupannya. Melalui gabungan dua paradigma ini, pendidikan karakter akan

bisa terlihat dan berhasil bila kemudian seorang peserta didik tidak hanya

memahami pendidikan nilai sebagai sebuah bentuk pengetahuan, namun juga

menjadikannya sebagai bagian dari hidup dan secara sadar hidup berdasar pada

nilai tersebut.

Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

1. Manusia adalah makhluk yang dipengaruhi dua aspek, pada dirinya

memiliki sumber kebenaran dan dari luar dirinya ada juga dorongan

atau kondisi yang memengaruhi kesadaran.

Page 14: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

2. Karena menganggap bahwa perilaku yang dibimbing oleh nilai-nilai

utama sebagai bukti dari karakter, pendidikan karakter tidak meyakini

adanya pemisahan antara roh, jiwa dan badan.

3. Pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi

peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif.

4. Pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia

ulul albab yang tidak hanya memiliki kesadaran diri, tetapi juga

kesadaran untuk terus mengembangkan diri, memperhatikan masalah

lingkungannya, dan memperbaiki kehidupan sesuai dengan

pengetahuan dan karakter yang dimilikinya.

5. Karakter seorang ditentukan oleh apa yang dilakukannya berdasarkan

pilihan.

8. Mengenali Metode Pendidikan Karakter

Secara umum, Ratna Megawangi menengarai perlunya penerapan metode

4 M dalam pendidikan karakter, yaitu mengetahui, mencintai, dan mengerjakan

kebaikan secara simultan dan berkesinambungan. Metode ini menunjukkan

bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang

utuh. Sedangkan kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui secara sadar,

dicintainya dan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini, barulah tindakan dapat

menghsailkan karakter yang utuh pula.

Doni A. Koesoema mengajukan lima metode pendidikan karakter (dalam

penerapan di lembaga sekolah), yaitu mengajarkan, keteladanan, menentukan

prioritas, praksis prioritas, dan refleksi.

Sementara itu pedagogi transformatif Igniasian menerapkan lima tahapan

penting pendidikan karakter yang harus ditempuh, yaitu konteks, pengalaman,

refleksi, aksi, dan evaluasi.

9. Rancangan Pendidikan Karakter

Bagaimana Merancang Pendidikan Karakter?

Pendidikan karakter berdiri di atas dua pijakan. Pertama, keyakinan

bahwa pada diri manusia telah terdapat benih-benih karakter dan alat

pertimbangan untuk menentukan tindakan kebaikan. Namun seperti sebuah

Page 15: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

benih, ia belum menjadi apa-apa, ia harus dibantu untuk ditumbuh

kembangkan. Kedua, pendidikan berlangsung sebagai upaya pengenalan

kembali sekaligus mengafirmasi apa yang sudah dikenal dalam aktualitas

tertentu.

Ada beberapa metode pendidikan yang dapat diterapkan, di antaranya

adalah metode dialog partisipatif dan metode eksperensial. Metode dialog

partisipatif mendorong siswa-siswi untuk kreatif, kritis, mandiri dan terampil

berkomunikasi. Metode dialog partisipatif dijabarkan/dikonkretkan dalam

kegiatan-kegiatan seperti diskusi kelompok, sharing pengalaman keseharian

dan sharing pengalaman iamn, wawancara, dramatisasi, dinamika kelompok,

dsb. Metode naratif (eksperensial) menggunakan cerita sebagai model

pengembangan diri. Metode ini dianggap unggul karena: bersifat merangsang

imajinasi peserta didik, menyapa peserta didik secara menyeluruh, baik segi

kognitif maupun afektif; bersifat menawarkan, membebaskan dan tidak

menjejali.

Karakter Apa yang Harus Diajarkan?

Karakter yang harus diajarkan adalah karakter yang memunyai nilai

permanen dan tahan lama, yang diyakini berlaku bagi semua manusia. Covey,

seperti dikemukakan di atas, mengemukakan sejumlah prinsip nilai yang

dianggap berlaku bagi semua manusia. Prinsip-prinsip itu adalah keadilan,

integritas, kejujuran, martabat, pelayanan, kualitas dan pertumbuhan.

Darimana prinsip-prinsip karakter itu didapatkan? Al-Quran dapat

dijadikan sumber dari prinsip-prinsip karakter. Prinsip dasar dari Pendidikan

Karakter Berbasis Al-Quran adalah merujukkan pengembangan karakter pada

Al-Quran. Namun, sebagai catatan dapat ditegaskan bahwa perujukan pada Al-

Quran bukan berarti hanya pada Al-Quran, melainkan juga pada akhlak

Rasulullah.

Bagaimana Menjadikan Al-Quran sebagai Basis Pendidikan Karakter?

Tahap Pertama: Pengalaman Pembelajaran atau Pengenalan

Pengalaman adalah suatu kegiatan yang melibatkan dimensi kognitif dan

afektif. Melalui pengalaman peserta didik mengalami suatu tantangan terhadap

Page 16: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan fakta, ide, dan masukan baru dari

pendidik. Melalui pengalaman, konteks (pengetahuan asal, kebiasaan dasar,

pengalaman sebelumnya) yang dibawa peserta didik dihadapkan pada suatu

pengalaman baru, sesuatu yang mungkinkan sepaham atau berkebalikan

dengan konteks yang sebelumnya telah dimiliki oleh peserta didik. Metode

yang dapat dilakukan untuk membawa peserta didik pada pengalaman dapat

berupa aktivitas bersama, problem solving, aktivitas mandiri, dan peer-group

learning.

Tahap Kedua: Refleksi

Refleksi adalah proses pencarian arti untuk pengalaman pembelajaran.

Refleksi merupakan suatu proses (1) untuk mengedepankan perolehan makna

dalam pengalaman manusiawi dengan pemahaman lebih baik mengenai

kebenaran yang telah dipelajari (2) untuk mengerti akan sumber perasaan dan

reaksi yang dialami seseorang lewat apa yang dipelajari (3) untuk

memperdalam pemahaman tentang implikasinya baik bagi dirinya sendiri

maupun bagi orang lain (4) untuk mendapat pengertian personal akan

kejadian-kejadian dan ide yang ada.

Tahap Ketiga: Aksi atau Afirmasi

Aksi adalah upaya untuk mengajari peserta didik dalam melakukan

pilihan-pilihan dari berbagai sistem nilai yang ada. Aksi di sini berarti

penentuan pilihan yang mengubah cara pandang lama ke cara pandang baru.

Tahap Keempat: Evaluasi

Evaluasi berarti student centered evaluation. Evaluasi dilakukan dalam

konteks dan pengalaman peserta didik yang melakukan tindakan atau aksi.

Hasil yang ingin diraih dari evaluasi: peserta didik mampu mengerti dengan

kesadarannya sendiri, terlebih tentang posisi dirinya terhadap tindakan yang

dievaluasi.

Apa yang Harus Dilakukan Guru dalam Pendidikan Karakter?

Pengajar harus terlebih dahulu melakukan pengenalan pribadi dengan

peserta didik. Pengenalan pribadi mengandaikan bahwa setiap manusia adalah

pribadi yang unik; latar belakang kehuidupannya, cara belajarnya, dsb. Maka:

Page 17: Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an

(1) pendidik harus mengenali dan memperhatikan pengertian-pengertian yang

dibawa oleh seorang peserta didik ketika memulai proses belajar mengajar; (2)

pendidik perlu tahu kemampuan, pendapat, dna pemahaman yang dimiliki oleh

peserta didik; (3) pengenalan dan pemahaman konteks nyata para peserta didik

akan membantu pendidik untuk merumuskan tujuan, sasaran, metode dan

sarana yang tepat bagi proses pembelajaran.

Syarat utama pendidik adalah mengetahui dan mempraktikkan karakter

yang hendak diajarkan pada peserta didik. Hal utama kedua adalah pendidik

harus memahami dan menguasai seluruh metri yang hendak diajarkan.

Apa yang Harus Disiapkan Lembaga untuk Menerapkan Pendidikan

Karakter?

Lembaga bukanlah ruang hampa makna. Bagi pendidikan karakter

keseluruhan lembaga (fisik dan orang-orangnya) haruslah menjadi sumber

teladan. Karena itu, seluruh proyek riyadhah harus tercatat dan diinformasikan

kepada seluruh pihak yang ada di sekolah.