1. al qur'an
DESCRIPTION
Pendidikan Agama IslamTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Quran
Secara etimologis, kata Al-Qur’an merupakan mashdar dari kata qa-ra-a, yang
berarti “bacaan” dan “apa yang tertulis padanya”. Sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah:
القيامة . ) : قرانه فاتبع نه قرأ فإذا وقرانه جمعه علينا (18-17ان
Artinya: "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu. (Q.S. Al- Qiyamah, 17-18).
Adapun definisi Al-Qur’an secara terminologi, menurut sebagian ulama’ Ushul
Fiqih adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam Bahasa
Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya
merupakan Ibadah, tertulis dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup
dengan surat An-Nas.
Mengacu kepada definisi di atas, beberapa ulama’ menyimpulkan bahwa Al-
Qur’an memiliki beberapa ciri:
a. Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Apabila bukan kalam Allah dan tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
maka tidak dinamakan Al-Qur’an. Bukti Al-Qur’an adalah kemukjizatan yang
dikandung Al-Qur’an sendiri yaitu dari struktur bahasa, isyarat-isyarat ilmiyah yang
dikandungnya, dan peramalan-peramalan masa depan yang diungkapkan oleh Al-
Qur’an.
b. Al-Qur’an diturunkan dalam Bahasa Arab. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat Al-
Qur’an, seperti:
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
العالمين ( رب لتنزيل ه األمين) (192وإن وح الر به من) 193نزل لتكون قلبك على
مبين) (194المنذرين ( عربي )195بلسان
Artinya: “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-
orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas” (QS
Asyu’ara : 192-195).
c. Al-Qur’an itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir
(dituturkan oleh orang banyak kepada orang banyak sampai sekarang. Mereka tidak
mungkin sepakat untuk berdusta).
d. Membaca setiap kata dalam Al-Qur’an akan mendapat pahala dari Allah, baik bacaan
itu berasal dari hafalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Qur’an.
e. Ciri terakhir dari Al-Qur’an yang dianggap sebagai suatu kehati-hatian bagi para
ulama’ untuk membedakan antara Al-Qur’an dengan kitab-kitab lainnya adalah
bahwa Al-Qur’an dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas. Tata urutan
surat yang terdapat dalam Al-Qur’an, disusun sesuai dengan petunjuk Allah melalui
Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, tidak boleh diubah dan diganti
letaknya.
2.2 Kandungan Al-Quran
2.2.1 Segi Keagamaan
Isi atau kandungan ajaran Al-Qur’an pada hakikatnya mengandung lima
prinsip, sebab tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
untuk diteruskan kepada umatnya yakni untuk menyampaikan lima prinsip yang
terdapat di dalam Al-Qur’an, yaitu sebagi berikut.
a. Tauhid
Untuk meluruskan kepercayaan yang menyimpang dari Tuhan dan untuk
membimbing ke arah yang lurus, maka diutuslah para Nabi/Rasul secara silih
berganti mulai Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup.
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW keadaan manusia pada umunya telah
menyimpang dari ajaran tauhid dan ajaran-ajaran lainnya dari para nabi dan rasul
sebelumnya, sekalipun sebagian mereka ada pula yang masih mengaku percaya
kepada ke-esaan Tuhan(tauhid). Tetapi sebenarnya tauhidnya sudah tidak murni lagi
sebab Tuhan tidak dianggap tidak tunggal sepenuhnya, melainkan ia terdiri dari
beberapa oknum misalnya doktrin trimurti atau trinitas dari agama hindu dan
Kristen.
b. Tadzkir (Wa’du dan Wa’id)
Tadzkir adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman
Allah SWT berupa siksa neraka. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-
orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga.
c. Ibadah
Ibadah merupakan buah atau hasil dari tauhid. Seseorang yang berkeyakinan adanya
Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat kesempunaannya, maka orang
tersebut akan terdorong untuk menyembahNya atau beribadah hanya kepadaNya.
Pokok ajaran tentang ibadah dalam surat Al Fatihah
نستعين اك وإي نعبد اك إي
Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5)
Ayat tersebut mengandung pokok ajaran tentang tauhid, juga mengandung ajaran
tentang ibadah, yaitu menyembah dan mengabdi yang hanya ditujukan kepada Allah
SWT. Ibadah bagi manusia adalah berfungsi sebagai manifestasi manusia bersyukur
kepada Tuhan pencipta atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan
kepada manusia, dan juga berfungsi sebagai realisasi dan konsekuensi manusia atas
kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab tidaklah cukup bagi manusia
hanya beriman tanpa disertai dengan amal ibadah, sebagaimana pula tidak cukup
bagi manusia beramal tanpa dilandasi dengan iman.
d. Jalan dan cara mencapai kebahagiaan
Setiap orang yang beragama pasti bercita-cita ingin mendapatkan kebahagiaan di
dunia maupun di akhirat. Untuk bisa mencapai cita-citanya itu, Tuhan dalam Al-
Qur’an memberikan petunjuk-petunjuk-Nya bahwa manusia harus menempuh jalan
yang lurus, jalan yang dirihai oleh Allah SWT dengan cara menghayati dan
mematuhi segala aturan agama yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-
Nya.
e. Cerita-cerita / sejarah-sejarah umat manusia sebelum Nabi Muhammad SAW
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang
mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami
kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari
sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.
2.2.2 Segi Keilmuan
Tidak sedikit kita dapati di dalam Al-Qur’an pesan-pesan penting yang
merujuk kepada fenomena-fenomena kealaman (keilmuan). Al-Qur’an adalah sumber
segala pelajaran dan pengetahuan, di dalamnya pembicaraan-pembicaraan dan
kandungan isinya tidak semata-mata terbatas pada bidang-bidang keagamaan, ia
meliputi berbagai aspek hidup dan kehidupan manusia. Al-Qur’an bukanlah kitab
filsafat atau ilmu pengetahuan yang lain, akan tetapi di dalamnya terdapat bahasan-
bahasan mengetahui ilmu pengetahuan. Sekarang banyak ditemukan orang yang
mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’an dalam sorotan pengetahuan ilmiah
modern dengan tujuan untuk menunjukan mu’jizat Al-Qur’an dalam lapangan
keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan keunikan
Al-Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki Al-Qur’an ini.
2.3 Al-Quran Sebagai Wahyu
2.3.1 Pengertian wahyu
Dalam syariat Islam, wahyu adalah qalam atau pengetahuan dari Allah, yang
diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya dengan perantara malaikat ataupun secara
langsung (Wikipedia, 2015). Al-wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitive) dan
materi kata itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh
karena itu, dikatakan bahwa wahyu ialah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat
yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain
(“Definisi Wahyu”, t.t.).
Sebenarnya kata wahyu memiliki definisi tertentu yang kebanyakan bukanlah
definisi sesungguhnya. Pada dasarnya, manusia seperti kita tidak dapat melakukan
pendefinisian terhadap hakikat dan esensi wahyu, karena wahyu bukanlah hubungan
seperti biasanya yang memungkinkan kita untuk mendefinisikannya (Amini, t.t).
Pendefinisian yang telah terjadi pada kata wahyu tidak lebih hanya sekadar penjelasan
kata. Berikut beberapa pendapat mengenai definisi kata wahyu:
a. Ustad Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalah at-Tauhid adalah
pengetahuan yang didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai
keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah melalui perantara ataupun tidak
(Wikipedia, 2015).
b. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy mendefinisikan bahwa wahyu secara terminologi adalah
nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-
nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk Al-Quran. Wahyu yang dimaksud
di sini adalah khusus untuk Nabi, sedangkan ilham adalah khusus pula selain Nabi.
Jadi, beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini
jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari
mana datangnya (Jalius, 2013). Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar, haus,
sedih dan senang.
2.3.2 Cara wahyu diterima Nabi SAW
Cara-cara turunnya wahyu kepada Nabi SAW menurut Islamquest (2015)
memiliki tiga bentuk, yaitu:
a. Percakapan khafi (tersembunyi) tanpa ada perantara antara Allah SWT dengan Nabi
SAW. Bentuk wahyu seperti ini kadang terjadi ketika Nabi SAW sedang terjaga
(terbangun). Dan kadang terjadi ketika sedang tertidur.
b. Pembicaraan di balik tabir, yang dalam istilah al-Qur’an disebut min waraai
hijaabin. Pada bentuk wahyu ini, Allah SWT berbicara dengan nabi SAW tanpa
perantara malaikat. Nabi pun mendengar kalam Allah SWT. Namun, kalam Allah itu
muncul dari sebuah tempat khusus atau sesuatu yang khusus. Seperti yang terjadi
pada Nabi Musa AS ketika berdialog dengan pohon (Wahyu, t.t.). Pada bentuk
wahyu ini terdapat sebuah perantara yang dikenal dengan istilah hijab atau tabir.
Namun, media ini tidak berbicara, tapi suara itu muncul dan terdengar dari balik
hijab atau tabir tersebut. Yang dimaksud di balik tabir disini bukan di belakang, akan
tetapi di luar sesuatu dan meliputi hal tersebut.
c. Dengan mengirim utusan, melalui malaikat penyampai wahyu. Pada bentuk wahyu
ini, hubungan antara Allah SWT dengan nabi terjalin melalui perantara malaikat
Jibril AS. Malaikat Jibril datang dari sisi Allah membawa ilmu pengetahuan,
makrifat, serta pesan-pesan Ilahi, kemudian disampaikan ke dalam hati mulia nabi
dan nabi pun mendengarnya melalui hati (Wahyu, t.t.). Ketika turun untuk
menyampaikan wahyu menurut Mahadteebee (2011) malaikat Jibril juga terkadang
menyerupai seorang manusia yang berparas tampan dan hal ini paling sering terjadi.
Malaikat Jibril AS juga terkdanag datang dalam bentuk aslinya, tapi hal ini jarang
terjadi.
2.3.3 Al -Quran Diturunkan Secara Berangsur-Angsur
Sebagaimana kita tahu, bahwa Al-Quran tidak turun sekaligus kepada
Rasulullah SAW. Al-Quran diturunkan secara berangsur angsur selama 22 tahun, 2
bulan, 22 hari atau 23 tahun. Melalui dua masa perjalanan Rasul, di Mekkah dan di
Madinah dimana 13 tahun turun di Makkah dan 10 tahun turun di Madinah, yang
menimbulkan adanya klasifikasi yang disebut surat Makiyah dan surat Madaniah.
Menurut artikel “Sejarah Turunnya Al-Quran” turunnya Al-Quran pada suatu
waktu, kadang hanya terdiri dari beberapa ayat saja dan kadang-kadang terdiri dari
beberapa ayat, lima sampai sepuluh ayat bahkan ada yang hanya satu ayat. Tetapi ada
pula yang sekali turun terdiri dari satu surat lengkap yaitu terdiri dari beberapa surat
yang pendek, seperti Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, Al-Alaq, dan sebagainya.
Kita tahu bahwa Allah mencipatakan sesuatu tanpa sia-sia. Begitupun dengan
sistem penurunan Al-Quran yang berangsur-angsur ini juga pasti memiliki hikmah.
Hikmah-hikmah tersebut menurut Islampos dalam artikel yang berjudul “Hikmah di
Balik Turunnya Al-Quran Secara Berangsur-angsur” yaitu:
a. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan
suruhan dan larangan, sekiranya suruhan dan larangan itu sekaligus banyak.
b. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan
kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus.
(ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh)
c. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih
mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
d. Memudahkan penghafalan. Orang orang musyrik yang telah menanyakan mengapa
Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, sebagaimana tersebut dalam surat Al-Furqon :
32, ‘Mengapakah Al-Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus?’ Kemudian
dijawab dalam di dalam ayat itu, Demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak
menetapkan hati.
e. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau
penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas
r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur’an diturunkan sekaligus.
2.4 Kedudukan dan Fungsi Al-Quran
2.4.1 Kedudukan Al-Quran
a. Al-Qur’an sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman. Disiplin ilmu yang
bersumber dari Al-Qur’an di antaranya yaitu ilmu tauhid (teologi), ilmu hukum, ilmu
tasawuf, ilmu filasafat islam, ilmu sejarah islam, dan ilmu pendidikan islam.
b. Al-Quran sebagai Wahyu Allah SWT, yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu
Allah; tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran Nabi.
c. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar) arinya, Al-Qur’an merupakan khabar
yang di bawah nabi yang datang dari Allah dan di sebarkan kepada manusia.
d. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), sudah seharusnya setiap Muslim menjadikan Al-
Qur’an sebagai rujukan terhadap setiap problem yang di hadapi.
e. Sebagai salah satu sebab masuknya orang arab ke agama Islam pada zaman
rasulallah dan masuknya orang-orang sekarang dan yang akan datang.
f. Al-Quran sebagai suatu yang bersifat Abadi artinya, Al-Qur’an itu tidak akan
terganti oleh kitab apapun sampai hari kiamat baik itu sebagai sumber hukum,
sumber ilmu pengetahuan dan lain-lain.
g. Al-Qur’an di nukil secara mutawattir artinya, Al-Qur’an disampaikan kepada orang
lain secara terus-menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat
untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal
mereka.
h. Al-Qur’an sebagai sumber hukum, seluruh mazhab sepakat Al-Qur’an sebagai
sumber utama dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa Al-Qur’an
menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. Ini pun ditegaskan
dalam QS An-Nisa,04:59.
2.4.2 Fungsi Al-Quran
a. Al-Huda (petunjuk), Dalam al-Qur'an terdapat tiga kategori tentang posisi al-Qur'an
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, al-Qur'an
adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang
beriman.
b. Al-Furqon (pemisah), Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk
membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara
yang benar dan yang salah.
c. Al-Asyifa (obat). Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi
penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah
penyakit Psikologis).
2.5 Penulisan dan Pembukuan Al-Quran
2.5.1 Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para
Sahabat-Sahabatnya sebagai penulis wahyu Al-Qur'an seperti : Ali bin Abi Tholib,
Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit. Ketika Wahyu atau Ayat Al-Qur’an
turun, Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib,
Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit. menuliskannya dan menunjukkan
tempat Ayat tersebut dalam Surat Al-Qur’an, sehingga penulisan pada lembar itu
membantu penghafalan di dalam hati. Para sahabat juga menuliskan Al-Qur'an yang
telah turun di tempat lainnya seperti pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar,
kulit atau daun kayu, dan lain-lain.
Zaid bin Tsabit, menjelaskan : "Kami menyusun Al-Qur'an dihadapan
Rasulullah pada kulit binatang." Pembukuan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad
SAW tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu
dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di
antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan
Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Al-Qur'an di masa Nabi
Muhammad SAW. Dan Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan
Al-Qur'an di hadapan Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW. wafat ketika Al-Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam
mushaf yang tersusun dalam bentuk : Ayat-ayat dan Surat-surat dipisah-pisahkan, atau
dibukukan Ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah
dalam tujuh huruf.
Pembukuan Al-Qur'an pada masa ini belum dikumpulkan dalam satu mushaf
yang lengkap. karena Nabi Muhammad SAW masih selalu menunggu turunnya Wahyu
berikutnya .Ketika Wahyu turun, para Sahabat dan para Qurra ( pembaca Al-Qur’an )
segera menghafalnya dan para Sahabat segera menulisnya.
Kadang–kadang dalam Wahyu yang turun mengandung Ayat Nasikh dan
Mansukh . Terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun
sebelumnya ( Mansukh ) Bentuk penulisan Al-Qur'an itu tidak menurut tertib urutan
turunnya /nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai
dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW. Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini
dinamakan:
a. Penghafalan
b. Pembukuan yang pertama
2.5.2 Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Ia
dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian
orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk
memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun
12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh
puluh Qorri ( Sahabat yang hafal Al Qur’an ) gugur. Umar bin Khatab merasa sangat
khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul
kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan
musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qorri'.
Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah
membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu
Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, untuk membukukan Al Qur’an. Abu Bakar
menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak
seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai
akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an itu.
Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada
dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-
lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13
H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya
hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada
permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.
2.5.3 Pembukuan Al-Qur'an pada masa Usman bin Affan
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah,
dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim
kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-
beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Al-Qur'an diturunkan. Apabila
mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka
merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa
puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada
Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan
kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan
bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan
menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan
permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara
orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak
melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an. Sebagian bacaan itu bercampur
dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada
bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan
mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap
Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga
memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada
orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh,
sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat
memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan
menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin
lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat
Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan
mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-
lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit , Abdullah bin
Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ini
adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak
mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga
orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat
mereka.
Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi
beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah.
Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut pada setiap
wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di
Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".
Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat
dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk
semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk
membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang
qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat
dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan
tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga
menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat
dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib
ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah
yang terjadi.