pendahuluan (autosaved)

Upload: 41213f

Post on 09-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DIYAKINI

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum tuntas, selain itu semakin banyak pula ditemukan penyakit infeksi baru dan timbulnya kembali penyakit infeksi yang sudah lama menghilang, Sehingga Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat. Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi diabetes melitus tipe 2. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada milenium baru ini. Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa. Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan >4 kg. Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan seringhaus dan sering buang air kecil & jumlah banyak dan berat badan turun.Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik nonfarmakologis maupun farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal. Kontrol glikemik yang optimal sangatlah penting, namun demikian di Indonesia sendiri target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7%. Prevalensi diabetes di Indonesia yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3) persen. Wilayah NTB berdasarkan diagnosis dokter memiliki prevalensi penyakit DM sebesar 0.9 persen, prevalensi ini meningkat dari tahun 2007 yang hanya sebesar 0.6 persen.

Di Puskesmas Gunungsari sendiri, kencing manis atau diabetes merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan dengan jumlah yang semakin meningkat dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Dari data-data tersebut di atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka kejadian penyakit tersebut. Dalam hal ini, Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas Gunungsari

Diabetes MelitusPengertian Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yangtimbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal.

Klasifikasi dan Etiologi Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel dibawah ini,Tipe 1Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut Autoimun Idiopatik

Tipe 2Bervariasi, mulai dari yang dominan resisten insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek Genetik kerja Insulin Penyakit Eksokrin Pankreas Endokrinopati Karena obat dan zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindroma Genetik yang berkaitan dengan DM

Diabetes Melitus Gestational Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada ibu hamil biasanya pada umur kehamilan diatas 24 minggu, dan setelah melahirkan kadar gula darah kembali normal.

Epidemiologi Lebih dari 246 juta orang di seluruh dunia sudah terdiagnosi dengan diabetes, dan 308 juta orang diperkirakan mengalami gangguan toleransi glukosa, sehingga diperkirakan jumlah penderita DM akan meningkat 3.8 juta orang lagi di tahun yang akan datang. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013, memprediksi jumlah penyandang DM sebesar 382 juta orang, dan akan menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Negara-negara yang memiliki jumlah penderita DM terbanyak berdasarkan laporan IDF adalah Cina, India, USA, Brazil dan Mesiko, dengan kejadian DM type-2 sebagai prevalensi tertinggi. Kejadian DM tipe II meningkat bersama dengan peningkatan usia seseorang. Usia yang paling banyak terkena adalah usia antara 40-60 tahun. Peningkatan penderita DM ini akan terjadi pada negara-negara berkembang diakibatkan perubahan pola hidup masyarkat yang menjadi pola hidup gaya barat (diet tinggi kalori dengan penurunan aktivitas fisik). Selain kejadian DM yang meningkat perubahab pola hidup tersebut juga akan menigkatkan kejadian overweight dan obesitas. Prevalensi diabetes di Indonesia yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3) persen. Wilayah NTB berdasarkan diagnosis dokter memiliki prevalensi penyakit DM sebesar 0.9 persen, prevalensi ini meningkat dari tahun 2007 yang hanya sebesar 0.6 persen.

Faktor ResikoFaktor resiko DM erat kaitannya dengan prilaku tidak sehat dan tidak seimbang, yaitu kurang aktifitas fisik, merokok, mempunyai berat badan lebih (obesitas), hipertensi, hipercolesterolemi, dan konsumsi alkohol. Pengendalian DM dilakukan melalui pencegahan dan penanggulangan faktor resiko tersebut.Riskesdas pada tahun 2007 telah menghasilkan angka-angka prevalensi faktor resiko DM sebagai berikut, prevalensi obesitas umumnya pada penduduk umur > 15 tahun sebesar 10.3 %, dan obesitas sentral sebesar 18.8 %, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran pada umur penduduk > 18 tahun sebesar 29.8%, prevalensi merokok pada penduduk berusia > 10 tahun sebesar 23.7 %, dan sebanyak 85.4 % telah merokok di dalam rumah ketika bersama dengan anggota keluarganya. Prevalensi kurang makan buah dan sayur pada penduduk usia > 10 tahun sebesar 93.6 % dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk usia > 10 tahun sebesar 48.2 %, serta prevalensi minum alkohol pada tahun 2007 sebesar 4.6 %.

Patofisiologi Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll). b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer.Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan; a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel - kelaparan di lumbung padi. b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan glukosuria. c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih). d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat. e. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan sel kelaparan akibatnya nafsu makan (appetite) meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan). g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. g. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan (Sherwood, 2001).DiagnosisDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanitaLangkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi Glukosa dapat dilihat pada bagan dibawah. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Pemeriksaan PenyaringanPemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan1. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel dibawah

Tatalaksana Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitaspenyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Perubahan prilaku penderita DMDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Terapi Nutrisi Medis Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total 30 Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : Jenis Kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB. Umur Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat. Berat Badan Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 23 porsi makanan ringan.Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 23 porsi makanan ringan (1015%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Pilihan Makanan Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida makanan untuk penyandang diabetes (lihat pada lampiran1) II.2.3.3. Latihan jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (34 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Terapi farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tia zolidindion C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. E. DPPIV inhibitor

Pemicu Sekresi Insulin Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjur kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Peningkat sensitivitas terhadap insulinTiazolidindionTiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas IIV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. *golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.

Penghambat glukoneogenesisMetforminObat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan latulens. E. DPP-IV inhibitor Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase4 (DPP4), menjadi metabolit GLP1(9,36)amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4 (penghambat DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon. Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 5, sedang kan nama obat, berat bahan aktif (mg) per tablet, dosis harian, lama kerja, dan waktu pemberian dapat dilihat pada lampiran 2. Cara Pemberian OHO, terdiri dari: OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan. DPPIV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Suntikan Insulin Agonis GLP1/incretin mimetic1. InsulinInsulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah premixed insulin).

Jenis dan lama kerja insulin dapat dilihat pada lampiran 3.

Efek samping terapi insulin Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin isiologis terdiri dari sekresi basal dansekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampumeniru pola sekresi insulin yang isiologis. Deisiensi insulin mungkin berupa deisiensi insulinbasal, insulin prandial atau keduanya. Deisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemiapada keadaan puasa, sedangkan deisiensi insulinprandial akan menimbulkan hiperglikemia setelahmakan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untukmelakukan koreksi terhadap deisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalahmengen dalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oralmaupun insulin. Insulin yang dipergunakan untukmencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawatjalan dapat dilakukan dengan menambah 24 unitsetiap 34 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telahtercapai, sedangkan A1C belum mencapai target,maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (mealrelated). Insulin yang dipergunakan untukmencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek(short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulinprandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kaliinsulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kalibasal + 3 kali prandial (basal bolus). Insulin basal juga dapat dikombinasikan denganOHO untuk menurunkan glukosa darah prandial

seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerjapendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose). Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikandengan kebutuhan pasien dan respons individu,yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosadarah harian.Cara Penyuntikan Insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawahkulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurusterhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atauintravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin)antara insulin kerja pendek dan kerja menengah,dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabilatidak terdapat sediaan insulin campuran tersebutatau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapatdilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenisinsulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihatdalam buku panduan tentang insulin. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun carainsulin harus dilakukan dengan benar, demikian pulamengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpananterjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakailebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yangsama. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulindalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprityang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yangtersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mlAgonis GLP-1Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP1 dapat bekerja sebagai perangsang peng lepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau 9kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun ixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2).Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 610 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

Daftar pustaka.1. PB PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes MelitusTipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: PERKENI,2. KEMENKES RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.3. KEMENKES RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.4. Anonim. 2014. Laporan Tahunan (Laptah) Puskesmas Gunung Sari Tahun 2014. Kabupaten Lombok Barat.5. Kardika, IBW, et al. 2010. Preanalitik Dan Interpretasi Glukosa Darah Untuk Diagnosis Diabetes Melitus. Udayana: Universitas udayana6. Ceriello, A & Colagiuri.2008. International Diabetes Federation Guideline for Management of Postmeal Glucose: a Review of Recommendations. Diabet. Med. 25, 11511156.7. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines TaskForce. Global guideline for Type 2 diabetes. Brussels. 2012.8. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines TaskForce. Managing Older People with Type 2 Diabetes Global Guideline. Brussels. 2013.9.