penanganan pasien di lapangan
DESCRIPTION
penanganan pasien di lapanganTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. KASUS
“Goro-Goro”
Desa A mengalami hujan deras, 60 menit kemudian suara gemuruh sangat keras
dating. Kejadian terjadi malam hari. Tiba-tiba tanah menerjang setiap rumah yang ada di
bawahnya dan disaat berbarengan terjadi banjir bandang, warga masyarakat desa A pada
lari berhamburan. 45 menit kemudian bantuan dating. Ditemukan warga yang mengalami
patah tulang tertutup sebanyak 45 orang, yang terbuka 37 orang, tidak sadarkan diri
sebanyak 39 orang akibat tertimbun tanah dan terseret arus banjir. Warga yang
mengalami lecet-lecet sebanyak 110 jiwa. Dan korban yang dilaporkan hilang ± 98 orang.
Ketika anda datang ketempat kejadian sebagai tim medis, apa tindakan anda !
B. DAFTAR KATA SULIT
1. Banjir Bandang
C. DAFTAR PERTANYAAN
Pertanyaan dari kasus
1. Sebagai tim medis tindakan apa yang dilakukan ?
2. Siklus penanggulangan bencana ?
3. Pembagian Triage ?
4. Tindakan apa yang dilakukan pada pasien dengan patah tulang tertutup ?
5. Bagaimana penanganan pada patah tulang terbuka ?
6. Perannya masyarakat dalam menangani korban bencana ?
7. Pembagian Triage berdasarkan kasus ?
8. Bagaimana penanganan korban pasca bencana ?
9. Siapa saja yang dapat memberikan bantuan kepada para korban bencana ?
Pertanyaan dari LO
1. Konsep Triage ?
2. Siklus penanggulangan bencana ?
3. Alur penanganan korban ?
1
4. Alur transportasi korban ?
5. Perawatan korban di lapangan ?
2
BAB II
HASIL
A. KLASIFIKASI ISTILAH
1. Banjir Bandang adalah banjir besar yang datang dengan tiba-tiba dan mengalir deras
menghanyutkan benda-benda besar (kayu dan sebagainya) ; air bah. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia)
B. JAWABAN PERTANYAAN
1. Pertanyaan dari kasus
a. Sebagai tim medis tindakan apa yang dilakukan ?
Jawab : Mempersiapkan diri terlebih dahulu, mengkoordinir teman-teman medis
yang laen, ada yang mengetuai, mempersiapkan alat-alat yang diperlukan, melihat
korban yang tak sadarkan diri dan memilah-milah pasien yang paling emergency,
memperhatikan keamanan lingkungan, tetap tenang, mengkaji kemampuan diri
sendiri.
b. Siklus penanggulangan bencana ?
Jawab :
- Pra bencana : memberikan pelatihan dan meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam mengahadapi bencana.
- Bencana : saat terjadi bencana menyelamatkan diri dan harta benda.
- Pasca bencana : melakukan rekontruksi yaitu memperbaiki sarana dan
prasarana umum seperti, puskesmas, sekolah dan fasilitas umum lainnya, dan
rehabilitasi yaitu mengembalikan kondisi psikis korban.
c. Pembagian Triage ?
Jawab :
- Warna merah : emergency perlu ditolong segera.
- Warna kuning: pasien tidak gawat tidak darurat.
- Warna hijau : pasien dapat berjalan.
- Warna hitam: pasien meninggal.
d. Tindakan apa yang dilakukan pada pasien dengan patah tulang tertutup ?
Jawab : dilakukan pembidaian dengan alat seadanya.
3
e. Bagaimana penanganan pada patah tulang terbuka ?
Jawab : menghentikan pendarahan, dan bisa dilakukan pembidaian.
f. Perannya masyarakat dalam menangani korban bencana ?
Jawab : membantu korban pada saat bencana, membantu secara psikologis
(menenangkan korban yang lain), sebagai kader bantuan dari pemerintah
menyelamatkan diri sendiri.
g. Pembagian Triage berdasarkan kasus ?
Jawab :
- Warga dengan patah tulang tertutup sebanyak 45 orang : warna kuning.
- Warga dengan patah tulang terbukas sebanyak 37 orang : warna merah.
- Warga yang tidak sadarkan diri sebanyak 39 orang: warna merah.
- Warga yang mengalami lecet-lecet sebanyak 110 orang : warna hijau.
h. Bagaimana penanganan korban pasca bencana ?
Jawab : memperhatikan sirkulasi, psikologis, spiritual, pengungsian yang layak,
rehabilitasi, rekontruksi.
i. Siapa saja yang dapat memberikan bantuan kepada para korban bencana ?
Jawab : tim reaksi cepat yaitu siap siaga 24jam, tim penilaian cepat yaitu ikut tim
yang pertama, bagaimanan kondisi bencana, tim medis yaitu segera memberikan
pertolongan dengan segera ditempat bencana, masy yang sudah mendapatkan
pelatihan, pemerintah.
2. Pertanyaan dari LO
a. Konsep Triage
- Pengertian triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan
prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
- Tujuan utama triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam
nyawa. Tujuan kedua adalah memprioritaskan pasien menurutkan ke
akutannya. Tujuan triage pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber
4
daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin dengan
kebijakan :
Memilah korban berdasarkan : Beratnya cidera, besarnya kemungkinan
hidup, dan fasilitas yang ada tau kemungkinan keberhasilan tindakan.
Triage dilakukan tidak lebih dari 60 detik per pasien dan setiap
pertolongan harus dilakukan sesegera mungkin.
- Prinsip triage menurut Brooker (2008) adalah “Time Saving is Life Saving,
The Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care
Provider”.
1. Triage seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu : kemampuan
berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam
kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di department
kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat : ketelitian dan keakuratan
adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian : keselamatan dan perawatan
pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi yang
adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dan kondisi : tanggung jawab
utama seorang perawat triage adalah mengkaji secara akurat seorang
pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas
terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien :
Perawat triage seharusnya memenuhi semua yang ada diatas saat
menetapkan hasil secara serempak dengan pasien.
Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan
yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada
seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga atau temannya.
5
- Klasifikasi triage :
1. Klasifikasi triage menurut Wijaya (2010)
Gawat darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat.
Gawat tidak darurat adalah keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien kanker
tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya.
Darurat tidak gawat adalah keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive.
Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, otitis media dan lainnya.
Tidak gawat tidak darurat adalah keadaan tidak mengancam nyawa
dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.
2. Klasifikasi Triage Internasional :
Warna merah adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa,
memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat,
dengan waktu tunggu (0) nol. Contoh : Pasien dengan asfiksia,
cedera cervical, cedera maxilla, trauma kepala dengan koma dan
proses shock yang cepat, fraktur terbuka, luka bakar > 30%, dan
shock tipe apapun.
Warna kuning adalah pasien dengan penyakit akut, mungkin
membutuhkan kursi roda atau masih mampu untuk berjalan,
dengan waktu tunggu 30 menit. Contoh : Fraktur tertutup pada
tulang panjang, Trauma thorax non asfiksia, luka bakar < 30%, dan
cedera pada bagian / jaringan lunak.
6
Warna hijau adalah pasien yang biasanya dapat berjalan dengan
masalah medis yang minimal, luka lama, dan kondisi yang timbul
sudah lama. Contoh : Minor injuries dan kasus-kasus ambulant /
jalan .
Warna hitam adalah pasien dengan kasus meninggal, seperti tidak
ada respon terhadap semua rangsangan, tidak ada respirasi spontan,
tidak ada bukti aktivitas jantung, dan tidak ada respon pupil
terhadap cahaya.
b. Siklus penanggulangan bencana :
Pencegahan (Prevention) adalah Upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya :
melarang pembakaran hutan, melarang penambangan batu didaerah yang
curam, dan melarang membuang sampah sembarangan.
Mitigasi bencana (Mitigation) adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan untuk meminimalkan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Ada dua jenis mitigasi yaitu
mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah
tahan gempa, dll) dan mitigasi non struktural (peraturan perundang-
undangan, pelatihan, dll.)
Kesiapsiagaan (Preparedness) adalah Serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007).
Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi
evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman
penanggulangan bencana.
Peringatan Dini (Early Warning) adalah Serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU
7
24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana
kemungkinan akan segera terjadi.
Tanggap Darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama
berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
Bantuan Darurat adalah Merupakan upaya untuk memberikan bantuan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa :
Pangan.
Sandang.
Tempat tinggal sementara.
Kesehatan, sanitasi dan air bersih.
Pemulihan (Recovery) dibagi menjadi dua :
Rehabilitasi adalah upaya langkah yang diambil setelah kejadian
bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya,
fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan
kembali roda perekonomian.
Rekontruksi adalah program jangka menengah dan jangka panjang
guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan
kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari
sebelumnya. (http://maysandi.blogspot.com/2012/04/manajemen-
bencanamanajemen-bencana.html)
c. Alur penanganan korban
Alur penanganan korban masal dengan menggunakan alogritma START.
Metode START dikembangkan untuk pertolongan pertama yang bertugas
memilah pasien pada korban musibah atau masal dengan waktu 30 detik atau
kurang berdasarkan tiga pemeriksaan primer yaitu : Respirasi, Perfusi (menegecek
nadi radialis), dan Status Mental. Tugas utama penolong triage adalah untuk
memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah atau memprioritaskan pasien
berdasarkan berat ringannya cedera. Pasien akan diberi label sehingga akan
mudah dikenali oleh penolong lain saat tiba di tempat kejadian. Alogritma ini
mengklasifikan korban berdasarkan :
8
1. Korban kritis / immediate diberi label merah / kegawatan yang mengancam
nyawa (prioritas 1), untuk mendeskripsikan pasien perlu dilakukan
transportasi segera ke rumah sakit. Kriteria pengkajian adalah :
a. Respirasi > 30x/menit.
b. Tidak ada nadi radialis.
c. Tidak sadar atau penurunan tekanan darah.
2. Korban delay / tunda diberi label kuning / kegawatan yang tidak mengancam
nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2), untuk mendeskripsikan cedera yang
tidak mengancam nyawa dan dapat menunggu pada periode tertentu untuk
penatalaksanaan dan transportasi dengan kriteria sebagai berikut :
a. Respirasi < 30x/menit.
b. Nadi teraba.
c. Status mental normal.
3. Korban terluka yang masih bias berjalan diberi label hijau / tidak terdapat
kegawatan / penanganan dapat ditunda (prioritas 3).
Penolong pertama akan memberika intruksi verbal untuk ke lokasi aman dan
mengkaji korban dari trauma, serta mengirim ke rumah sakit. Meninggal diberi
label hitam / tidak perlu penanganan. (Jurnal Sistem Informasi Triage Untuk
Penanggulangan Korban Bencana). Selengkapnya tentang alogritma START pada
Gambar 1.1
9
Gambar 1.1
d. Perawatan korban di lapangan
Jika didaerah dimana terjadi bencana tidak tersedia fasilitas kesehatan
yang cukup untuk menampung dari merawat korban bencana massal (misalnya
hanya tersedia satu Rumah Sakit tipe C atau tipe B), memindahkan korban
kesarana tersebut hanya akan menimbulkan hambatan bagi perawatan yang harus
segera diberikan kepada korban dengan cedera serius maka tim medis dapat
mendirikan Rumah Sakit Lapangan atau posko. Dalam mengoperasikan Rumah
Sakit Lapangan diperlukan tenaga medis paramedic dan non medis. (Jurnal
Kesehatan Masyarakat, September 2008 - Maret 2009, Vol.3, No.1)
e. Alur transportasi korban
Alur transportasi korban sebagai berikut (Oman, Chatleen Jane, Koziol M &
Linda, 2008) :
1. Mempersiapkan korban untuk ditransportasikan :
Lakukan penilaian berkala (tanda vital).
Pastikan tandu terikat dengan baik.
Pastikan juga korban diikat dengan baik diatas tandu.
Kendorkan pakaian dan periksa bidai.
10
Tenangkan korban jika sadar, jaga ketenangan penolong.
2. Prosedur transportasi :
Persiapan ambulans gawat darurat di rumah sakit maupun di lokasi
pengungsian.
Menerima dan menanggapi panggilan emergensi dari lokasi bencana.
Mengoperasikan ambulans gawat darurat apabila ada korban yang
membutuhkan pengangkutan.
Memindahkan korban / pasien dari tempat kejadian ke ambulans.
Transportasi pasien ke rumah sakit lapangan atau rumah sakit terdekat.
Pengiriman pasien ke rumah sakit menggunakan ambulans harus
sesuai dengan peraturan penggunaan ambulans di jalan raya.
Memindahkan pasien ke unit gawat darurat untuk dilakukan
penanganan secara cepat.
11