pemicu 3 blok 17

16
1. Jelaskan etiologi dan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan trauma gigi terutama pada anak secara umum dan bagaimana dengan kasus ini! Etiologi & Faktor Predisposisi Trauma : Fraktur dental pada umumnya terjadi pada kelompok usia anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 2/3 : 1 Etiologi : benturan atau trauma terhadap gigi yang menyebabkan disrupsi atau kerusakan enamel, dentin, atau keduanya. Faktor Predisposisi : Dari penelitian terhadap 1610 anak-anak, faktor predisposisi fraktur dental antara lain : 1. postnormal occlusion 2. overjet yang melebihi 4 mm 3. bibir atas yang pendek 4. bibir yang inkompeten 5. pernapasan melalui mulut (Peng, 2007) 6. umur 7. aktivitas olahraga ( 1 tahun, jarang. 1-3thn, pada saat belajar berjalan. dewasa, trauma fisik, olahraga dll) 8. riwayat medis 9. anatomi gigi 10. child abuse (kekerasan pada anak) 11. anak yang mengalami retardasi mental & serebral palsi 12. penyalahgunaan obat Etiologi & Faktor Predisposisi Trauma 2 Kebanyakan cedera disebabkan karena terjatuh dan kecelakaan ketika bermain. Cedera yang menyebabkan gigi atas berputar sering terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan karena mereka sering terjatuh selama bermain dan ketika belajar berjalan. Secara umum cedera lebih sering terjadi pada anak laki. Trauma yang tumpul cenderung menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan lunak dan jaringan pendukung, sedangkan kecepatan yang tinggi atau luka tusuk menyebabkan gigi berputar dan fraktur. Ellis dan Davey membagi penyebab trauma menjadi dua yaitu : 1. Langsung : yaitu gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma. 2. Tidak langsung : Gigi secara tidak langsung terkena benda penyebab trauma, misalnya trauma mengenai rahang bawah yang kemudian menyebabkan kerusakan gigi di rahang bawah

Upload: deasy-faradita

Post on 25-Nov-2015

105 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

bahan pemicu 3 blok 17 maksilofasial

TRANSCRIPT

1. Jelaskan etiologi dan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan trauma gigi terutama pada anak secara umum dan bagaimana dengan kasus ini! Etiologi & Faktor Predisposisi Trauma : Fraktur dental pada umumnya terjadi pada kelompok usia anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 2/3 : 1 Etiologi : benturan atau trauma terhadap gigi yang menyebabkan disrupsi atau kerusakan enamel, dentin, atau keduanya.Faktor Predisposisi : Dari penelitian terhadap 1610 anak-anak, faktor predisposisi fraktur dental antara lain : 1. postnormal occlusion 2. overjet yang melebihi 4 mm 3. bibir atas yang pendek 4. bibir yang inkompeten 5. pernapasan melalui mulut (Peng, 2007)6. umur 7. aktivitas olahraga ( 1 tahun, jarang. 1-3thn, pada saat belajar berjalan. dewasa, trauma fisik, olahraga dll)8. riwayat medis 9. anatomi gigi 10. child abuse (kekerasan pada anak) 11. anak yang mengalami retardasi mental & serebral palsi12. penyalahgunaan obat

Etiologi & Faktor Predisposisi Trauma 2 Kebanyakan cedera disebabkan karena terjatuh dan kecelakaan ketika bermain. Cedera yang menyebabkan gigi atas berputar sering terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan karena mereka sering terjatuh selama bermain dan ketika belajar berjalan. Secara umum cedera lebih sering terjadi pada anak laki. Trauma yang tumpul cenderung menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan lunak dan jaringan pendukung, sedangkan kecepatan yang tinggi atau luka tusuk menyebabkan gigi berputar dan fraktur.

Ellis dan Davey membagi penyebab trauma menjadi dua yaitu :1. Langsung : yaitu gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma. 2. Tidak langsung : Gigi secara tidak langsung terkena benda penyebab trauma, misalnya trauma mengenai rahang bawah yang kemudian menyebabkan kerusakan gigi di rahang bawah

Trauma yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada gigi depan anak dapat disebabkan oleh :1.Terjatuh dan berkelahi (pukulan/dorongan) merupakan penyebab yang paling utama dari kerusakan gigi. 2.Kecelakaan olah raga / permainan dan kecelakaan lalu lintas 3.Luka karena sengatan listrik atau hewan 4.Khusus untuk trauma yang terjadi secara langsung mengenai gigi dapat disebabkan oleh aksi pengunyahan yang disebut fraktur spontan. Fraktur spontan dapat terjadi sebagai akibat tekanan pengunyahan pada gigi yang mengalami karies besar, sehingga gigi dapat retak atau patah pada waktu menggigit benda yang keras.

Faktor predisposisi- Klas II divisi 1 - Penutupan bibir atas dan bawah yang kurang sempurna. - Frekuensi trauma pada gigi depan lebih sering dengan overjet 3 6 mm. Overjet > 6 mm, menunjukkan resiko tiga kali lebih tinggi

2. Anamnese terhadap Mery tidak lengkap. Sebutkan dan jelaskan apa informasi lain yang harus ditanyakan!

3. Jelaskan penatalaksanaan pemeriksaan ada perdarahan pada hidung pada kasus ini!History - important features to note are:

Mechanism of the injury - high-impact accidents are more likely to be associated with multiple facial and head injuries.Timing of the injury - obvious deformities are easier to visualise within hours after the injury. After about four hours, swelling may obscure accurate diagnosis.Patient age.Previous nasal procedures, trauma, ENT problems and use of intranasal decongestant or steroids

Examination - should start distally and move proximally. It should include an intranasal examination.

Important features to note are:Significant rhinorrhoea (evaluate for a CSF leak) or haemorrhage.Epistaxis implies mucosal disruption which increases suspicion of fracture, including possible nasal septum fracture.The typical history of a CSF leak is that of clear, usually unilateral, watery discharge.Septal haematoma or haemorrhage.Septal deviation or malposition.Lacerations, ecchymoses, swelling and bruising.Crepitus and instability.Facial/mandibular fracture.Ophthalmoplegia.Facial anaesthesia.

ImagingThe diagnosis of nasal fracture is generally made on clinical grounds and imaging is usually unnecessary during the initial assessment. The Royal College of Radiologists Guidelines state the following. "XRs are unreliable in the diagnosis of nasal fractures and even when positive do not usually affect patient management. XR or further imaging could be considered only after ENT/maxillofacial assessment, depending on local policy."[4]

Management[5]

Patients without significant swelling or deformity may be discharged. For those with significant swelling:

Give advice on using ice/simple analgesia. These will decrease the oedema and pain.Discharge - review in five days by A&E, GP or by phone.Patients with significant nasal deviation should be referred to ENT within 7-10 days of the injury.Adhesions to the surrounding soft tissue can occur in as few as 5-10 days. Fractured nasal bones usually heal in 2-3 weeks.Fracture reduction can be performed when it is possible to assess and manipulate the mobile nasal bones. This is usually within 5-10 days in adults and 3-7 days in children.Patients with little swelling may be suitable for immediate reduction.Closed reduction is preferred by most surgeons.Antibiotics are indicated if there is a laceration overlying the fracture, or if a septal haematoma has been incised.

penatalaksanaan pemeriksaan

Pemeriksaan DiagnostikFoto nasalRadiografi nasalPemeriksaan hidung bagian dalamSinar X untuk menilai ductus nasolakrimalis

PenatalaksanaanOperatif Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.Tindakan yang dilakukan pada deviasi septum biasanya dengan septoplasty. Selain itu seiring dengan perkembangan bedah plastic untuk komestika, maka dapat dilakukan rhinoplasty.Rhinoplasty adalah operasi plastic pada hidung. Ada 2 macam :- Augmentasi rhinoplasty : penambahan pada hidung. Yang harus diperhatikan tidak boleh menambahkan injeksi silicon. Yang boleh digunakan adalah bahan dari luar, misalnya silicon padat maupun bahan dari dalam tubuh sendiri misal tulang rawan, flap kulit/dermatograft.- Reduksi rhinoplasty : pengurangan pada hidung.Tempat terjadinya bleeding seharusnya diidentifikasi dan jika dari sphenopalatine maka eksplorasi septal dikeluarkan dan ketika arteri dibebaskan dari segmen fraktur biasanya dihentikan dengan packing (balutan). Jika arteri ethmoidal masih terjadi bleeding setelah fraktur ethmoidal maka dilakukan clip dengan ethmoid eksternal yang sesuai.Drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase

4. Jelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada THT pada kasus ini!

5. Jelaskan mengapa perlu dilakukan pemeriksaan adanya double vision dan pergerakan mata yang terbatas pada kasus trauma! Post Trauma Vision Syndrome Sensory problems are common after traumatic brain injury. The problems these children have with their vision is referred to as Post Trauma Vision Syndrome or PTVS. Over half of the children who have experienced brain injury have vision problems, such as blurred or double vision and visual field defects. Blurred or double vision may improve during the first six months after the trauma event, but the field abnormalities are more likely to persist (Mira, Tucker, & Tyler, 1992).

Binocular vision is what allows us to blend the two images seen by each of the eyes into only one perceived image. Long-term difficulties with binocular vision are common. These include:strabismus (misalignment of the eye caused by muscle imbalance),ocular motor dysfunction (difficulty with eye movement),convergence (simultaneous movement of both eyes toward each other usually made in an effort to maintain a single image as an object approaches),accommodative abnormalities (problems in the focusing of the lens to produce a clear image as objects move closer),and double vision (perceiving two images of a single object).

Characteristics of PTVSThe characteristics of post trauma vision syndrome include:Difficulty with binocular vision functionDifficulties with accommodationLow blink rateInability to perceive spatial relationships between and among objectsDifficulty fixating on an object and pursuing the object visually when it movesAbnormal postureDouble visionClumsinessObjects appear to move when they are not actually movingPoor concentration and attentionPoor visual memoryInability to perceive the entire picture or to integrate its partsInability to read despite the ability to writeFailure to attend to objects presented in a particular placeInability to recognize objects with their vision aloneInability to distinguish colorsInability to visually guide their arms, legs, hands, and feetVisual field loss

6. Jelaskan tindakan pendahuluan yang harus dilakukan sebelum dilakukan perawatan trauma gigi Mery! 7. Jelaskan interprestasi foto periapikal diatas! interpretasi radiografi periapikal : - hilangnya gigi 11 (avulsi) tetapi ada fraktur akar gigi yang tertinggal, di sokte gigi 11tampak gambaran radiopak yang d suspect sebagai patahan akar gigi 11. - bagian interdental dari gigi 11 & 21 tampak tidak beraturan (vulnus laserasi). bisa kita simpulkan juga jaringan pendukung gigi pada gigi 21 bagian mesial telah mengalami trauma- gigi 12 tampak terdorong keluar, bisa dilihat dari posisi akar yang tampak, seharusnya posisi akar berada lbh di dalam soket seperti yang terlihat pada gigi 21.- pada gigi 8. Jelaskan perawatan pada interdental gingiva regio 11 dan 12!

9. Jelaskan perawatan untuk gigi 13,12,11 dan 21 sampai selesai dan jelaskan alasannya. perawatan dan alasan : 53, konkusi (yaitu trauma yang mengenai j aringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi/yaitu trauma yang mengenai ajringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi. perawatan : Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma. Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1-2 minggu. Gigi yang mengalami concusion sering memberikan respon positif bila dilakukan pekusi. Tidak diperlukan perawatan yang segera namun pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan untuk memastikan tidak terjadi jejas pada pulpa. Gigi harus di istirahatkan12, ekstruksi luksasi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.perawatan : Prinsip perawatan yang diberikan adalah reposisi segera dan fiksasi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

(1). Lakukan anestesi lokal.

(2). Reposisi gigi dengan menggunakan jari perlahan-lahan dan tekanan ringan sampai batas insisal sama dengan gigi kontralateral.

(3). Periksa posisi dengan membuat foto rontgen.

(4). Lakukan stabilisasi dengan menggunakan splint.

(5). Pertahanakan splint selama 2-3 minggu.11, avulsi (yaitu lepasnya gigi secara keseluruhan dari soketnya)perawatan :

INITIAL MANAGEMENT1. Management at Site of Accident

1.1 If telephone advice is sought, and re-implantation is appropriate (see Additional Considerations) advise re-implantation of the tooth immediately. If the tooth is contaminated, rinse in milk or tap water prior to re-implantation. The tooth may be held in place by gently biting on a cleanfoldedhandkerchief untilsplintingcanbe carried out. Advise to attend a dental surgeon immediately.

1.2 If immediate re-implantation is not possible, place tooth in a vessel containing suitable storage medium - in order of preference:

cold fresh milknormal salinesaliva (in buccal sulcus)

Advise to attend a dental surgeon immediately.

2. Initial Management by Dental Surgeon

2.1 HistoryDuring examination place tooth in cold fresh milk or normal saline to prevent unnecessary drying. Elicit careful medical, dental and accident history, clearly written. Be alert to concomitant injury including head injury, facial fracture or lacerations. Seek medical examination as necessary. Avoid unnecessary delay before re-implantation.

2.2 Re-implantationReplant as soon as possible if re-implantation is appropriate (see Additional Considerations). Local anaesthesia is required if there is alveolar fracture and manipulation is required. Local anaesthetic is also preferable in some cases to enable accurate re- implantationbutitisstill possibletore-implanta tooth if patient compliance prevents the administra- tion of local anaesthetic.Preparation of socket - avoid unnecessary manipula- tion. If clot is present gently irrigate socket with salineinsyringeand usesuctiontoremoveclot,but avoid curettage.

Handling of tooth - handle by crown NOT root. Do not scrape or scrub root surface. If contaminated wash in normal saline, and only if necessary gently dab with gauze soaked in saline to remove stubborn debris.

If alveolar bone fragments prevent re-implantation withdraw tooth and replace in saline. Introduce a blunt instrument into the socket to reposition bone, and once again attempt re-implantation.

DO NOT COMMENCE ROOT CANAL TREATMENT PRIOR TO RE-IMPLANTATION except in special circumstances-see 4.4AdditionalConsiderations.

2.3 SplintingSplint to adjacent teeth non-rigidly for 7-10 days. Acid etch/resin either alone or in combination with soft arch wire is most commonly recommended, however other types such as a removable acrylic splint or orthodontic brackets and wire are also acceptable.

All patients should be reviewed following re-implantation within 48 hours, at which time the splint is checked and modified if necessary.

Home care advice during splinting includes avoid- ance of biting on splinted teeth, consumptionof a soft diet, and maintenance of good oral hygiene by tooth brushing and rinsing with chlorhexidine mouthwash.

If excessive mobility persists after ten days replace splint until mobility acceptable.

2.4 Antibiotics and TetanusPrescribe appropriate systemic antibiotics to commence as soon as possible. A tetanus booster may be required if environmental contamination has occurred. If in doubt refer to physician within 48 hours.

3. Follow-up Management by Dental Surgeon

3.1 Endodontic Treatment - Open apex teeth in young patients - short extra-oral timeIn open apex teeth in young patients when the tooth has been out of the socket for a short period only it is acceptable to delay endodontic interven- tion to allow for the possibility of pulp revascularisation.

Review in two weeks then at three to four week intervals; at review look for clinical signs of non- vitality (tenderness, tooth discolouration, swelling/sinus), test vitality and take intra-oral radiograph. If clinical and radiographic signs of non- vitality develop commence endodontic treatment.

4. Additional Considerations

4.1 When NOT to replant - in most cases re-implantation of an avulsed tooth is the best treatment. However, in a few cases re-implantation is not appropriate. These are as follows:

Primary tooth Where other injuries are severe and warrant preferential emergency treatment/intensive care

Where medical history indicates that the patient would be put at risk by re-implantation of a tooth

Where an immature permanentt ooth with a short root and wide open apex is involved, and the extra-oral time is extremely prolonged, the prognosis is very poor.

In many of these cases re-implantation may not be warranted (see explanatory notes 4.1).

AvulsiCara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya

trauma:(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya sesegera mungkin.(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.(3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.

Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek: (1). Lakukan anestesi lokal.

(2). Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe.(3). Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis.(4). Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari. (5).Apabilafragmentulangavleolarmenghalangireplantasimakalepaskan kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada posisinya dan ulangi kembali replantasi.

(6). Pembuatan foto rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah posisi sudah benar.(7). Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint.(8). Berikan antibiotika selama 4-5 hari.

(9). Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan sesuatu.

(10). Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1 minggu.

(11). Lepaskan splint setelah 1-2 minggu.

(12). Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila tampak adanya kelainan pada pulpa.

Pertimbangan perawatan saluran akar pada gigi yang mengalami avulsi: (1). Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian atau setelah splint dilepas.(2). Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara.(3). Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan akan terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar hendaknya ditangguhkan.

(4). Apabila pada foto rontgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan adanya gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai resorpsi akar eksternal maka perawatan saluran akar harus segera dilakukan.

(5). Pada gigi dengan apeks bleum tertutup dianjurkan untuk dilakukan pembuatan foto rontgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak nekrosis dan penutupan apeks terjadi.

21, subluksasi ( yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi/mobilitas abnormal tapi tidak berpindah tempat, sensitive terhadap perkusi, keadaan pulpa normal, gambaran radiografi tidak jelas, sering terjadi perdarahan pada sulkus itu menunjukan kerusakan pada pembuluh darah dan sobeknya ligamen periodontal)

Perawatan :

Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.

Lakukan splinting dan pasien diminta untuk memakan makanan lunak selama selama 1-2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin. Splintnya yg sementara. 10. Jelaskan proses penyembuhan gigi 11 yang avulsi! 11. Jelaskan komplikasi gigi 11 yang mungkin terjadi ComplicationsComplications after replantation of avulsed teeth are common and have a reported prevalence rate ranging from 57% to 80%,32 though reported to be as high as 84% in one study.16 Certain complica- tions, including ankylosis (lack of mobility of the tooth), excessive mobility of the tooth, and resorption, may occur during the next several years of dental follow-up. Most replanted teeth will be lost in 5 to 7 years even if a root canal is completed after replantation..

Pendapat banyak ahli mengatakan bahwa jika terjadi avulsi pada gigi sulung sebaiknya tidak dilakukan replantasi karena dapat menyebabkan dampak buruk terhadap benih gigi permanen berupa infeksi kronis dan perubahan distrofi pada benih gigi permanen (Dummet, 2000). Replantasi pada gigi sulung dapat menyebabkan perubahan posisi koagulum ke arah folikel gigi permanen. Inflamasi periapikal akan menyebabkan nekrosis pulpa yang berakibat pada gangguan mineralisasi gigi permanen (Andreasen, 2007). Replantasi menjadi tindakan yang kontraindikasi ketika masih dalam tahap perkembangan dental pada anak (risiko ankylosis saat pertumbuhan alveolar), kondisi medical compromise, membahayakan integritas gigi avulsi atau jaringan pendukung.

12. Jelaskan prognosis gigi 11! 13. Jelaskan waktu kontrol pada trauma gigi tersebut dan tindakan yang dilakukan! Pasien dengan perawatan replantasi harus selalu dikontrol secara periodik selama 2-3 tahun setelah replantasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa replantasi yang dilakukan segera (yaitu kurang dari 5 menit), penyembuhan ligamen periodontal akan berhasil sampai dengan 73 %. Ini membuktikan bahwa faktor waktu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perawatan. Secara biologis kondisi ligamen periodontal adalah rawan apabila dilekatkan kembali, terutama bila terdapat cedera atau ada sementum yang terbuka karena kemungkinan besar akan terjadi ankilosis (penyatuan antara tulang alveolar dan sementum).9Satu minggu pasca perawatan trauma dilakukan kontrol untuk melihat hasil perawatan avulsi. Pada saat kontrol yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan, dan bila perlu dilanjutkan dengan perawatan konservatif.Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan subjektif yaitu anamnesis mengenai ada atau tidaknya keluhan setelah perawatan. Dilanjutkan dengan pemeriksaan ojektif untuk melihat kondisi intra oral apakah terdapat suatu kelainan baik pada gigi yang dirawat maupun gigi lain dan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan roentgen foto juga diperlukan sebagai penunjang untuk melihat apakah terdapat kelainan pada kondisi akar, tulang alveolar ataupun kemungkinan terdapatnya periapikal rarefying. Keseluruhan pemeriksaan ini penting untuk menghindari kondisi yang akan memberi dampak yang buruk pada kesehatan gigi anak.1Untuk kasus-kasus tertentu, tindakan perawatan yang dapat dilakukan 7-10 hari pasca perawatan yaitu setelah splint dilepaskan, pada gigi dengan apeks terbuka tujuan perawatan selanjutnya adalah revaskularisasi pulpa, bila waktu extraoral kurang dari 60 menit tidak diperlukan perawatan endodontik. Evaluasi dilakukan setiap 3-4 minggu untuk melihat apakah terdapat kelainan patologis. Sedangkan bila apeks terbuka dan waktu ekstra alveolar lebih dari 60 menit dan gigi sudah nonvital, perawatan selanjutnya adalah apeksifikasi dengan menggunakan bahan kalisium hidroksida. 1Untuk gigi dengan apeks tertutup tetapi nonvital perawatan yang dapat dilakukan adalah pulpektomi. Pasien diminta datang setiap 3-4 minggu untuk dilakukan tes vitalitas gigi. Jika hasil perawatan tidak menunjukkan suatu progress yang positif, gigi sebaiknya dicabut. Apabila dibutuhkan suatu perawatan restorasi pasca perawatan replantasi, untuk restorasi sementara dilakukan sebelum obturasi dengan melapisi bahan zinc oxide eugenol atau resin komposit. Sedangkan untuk restorasi permanen dilakukan langsung setelah obturasi dengan dentin bonding agent atau etsa asam komposit resin.114. Jelaskan tindakan preventif untuk mencegah trauma gigi anak!

penanganan pada gigi avulsi (Flores, et.al., 2007):1. Avulsi dengan apeks tertutup

1) Gigi sudah direplantasi sebelum datang ke klinik

(1) Bersihkan area dengan semprotan air, salin, atau klorheksidin. Jangan mengekstraksi gigi. Jahit jika terdapat laserasi jaringan lunak. Kembalikan gigi pada posisi normal baik secara klinis maupun radiografi. Gunakan alat stabilisasi fleksibel selama 2 minggu.

(2) Berikan antibiotik sistemik (Doxycycline 2x per hari selama 7 hari, dosis disesuaikan dengan usia dan berat badan. Berikan pula profilaksis tetanus.

(3) Inisiasi perawatan kanal akar selama 7-10 hari setelah replantasi dan sebelum pelepasan alat stabilisasi. Gunakan kalsium hidroksida sebagai medikasi intra kanal.

(4) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan sikat gigi yang lembut setelah makan.

(5) Berkumur dengan klorheksidin 0,1% 2 kali sehari selama 1 minggu.

2) Gigi direndam dalam media penyimpanan (HBSS, susu, salin, atau saliva). Waktu di luar soket kurang dari 1 jam.(1) Jika terkontaminasi, bersihkan permukaan akar dan foramen apikal dengan salin dan simpan gigi dalam salin. Bersihkan koagulum dari soket dengan salin. (2) Periksa soket alveolar, jika terdapat fraktur pada dindingnya lakukan reposisi dengan instrumen yang sesuai.(3) Replantasi gigi perlahan dengan tekanan digital. Jahit jika ada laserasi.(4) Tempatkan gigi pada posisi normal baik secara klinis maupun radiografi. Gunakan alat stabilisasi fleksibel selama 2 minggu.(5) Berikan antibiotik sistemik (Doxycycline 2x per hari selama 7 hari, dosis disesuaikan dengan usia dan berat badan. Berikan pula profilaksis tetanus.(6) Inisiasi perawatan kanal akar selama 7-10 hari setelah replantasi dan sebelum pelepasan alat stabilisasi. Gunakan kalsium hidroksida sebagai medikasi intra kanal.(7) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan sikat gigi yang lembut setelah makan. 3) Gigi berada diluar soket lebih dari 1 jam Replantasi yang lambat memiliki prognosis buruk. Ligamen periodontal akan mengalami nekrosis dan sulit sembuh. Tujuan pada replantasi yang lambat adalah untuk menyiapkan perkembangan tulang alveolar agar memfiksasi gigi yang akan direplantasi. Hasil yang biasa terjadi adalah ankylosis dan resorpsi akar. Ankylosis yang terjadi pada anak usia di bawah 15 tahun direkomendasikan untuk dekoronasi untuk mempertahankan alveolar ridge, ini juga dilakukan jika infraposisi mahkota gigi lebih dari 1mm.

Teknik untuk delayed replantation adalah:(1) Hilangkan jaringan lunak yang nekrotik dengan kain

.(2) Perawatan kanal akar dapat dilakukan 7-10 hari setelah replantasi

.(3) Hilangkan koagulum dari soket dengan salin. Periksa soket alveolar, jika terdapat fraktur dinding soket lakukan reposisi dengan instrumen yang sesuai.

.(4) Rendam gigi di larutan sodium flouride 2% selama 20 menit.

.(5) Replantasi gigi tersebut secara perlahan dengan tekanan digital. Jahit jika ada laserasi. Pastikan posisi sudah kembali normal secara klinis dan radiografi.

.(6) Stabilisasi gigi tersebut dengan alat stabilisasi fleksibel selama 4 minggu

.(7) Berikan antibiotik dan profilaksis tetanus

.(8) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan sikat gigi yang lembut setelah makan.