pemeriksaan urin khusus

Upload: isninmn

Post on 10-Jan-2016

91 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

PEMERIKSAAN URIN KHUSUS

TRANSCRIPT

PEMERIKSAAN URIN KHUSUSUrobilinogenPemeriksaan urobilin dilakukan untuk mendeteksi urin yang berubah warna,dan biasanya berwarna cokelat karena urobilinogen telah berubah menjadiurobilin melalui oksidasi. Untuk dasar melaksanakan pemeriksaan urobilinsebenarnya sama yaitu untuk membantu mendekteksi adanya kerusakan heparbaikdaripenurunanfungsinyaatauabnormalitasbentuksehinggamenyebabkankelainan klinis (Sacher, 2005).Pemeriksaan urobilin untuk menilai kadar ekskresi urobilinogen yang sudahteroksider, kalau hasil positif berarti menunjukkan ekskresi urobilinogenteroksidasi meningkat dan mempunyai makna yang sama seperti peningkatanpada urobilinogen sebelum teroksidasi (Sacher, 2005).

BilirubinBilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin yang terjadi dalam sel-sel RES dan sel-sel poligonal hati. Bilirubin yang terjadi tidak larut dalam plasma, oleh karena itu untuk memungkinkan terjadinya transportasi ke dalam hepar maka pigmen tersebut berikatan dengan protein plasma terutama albumin. Bilirubin yang berasal dari sel-sel RES dilepas kedalam peredaran darah untuk kemudian memasuki hepar. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas (Sacher, 2002).Pembentukan bilirubin pada keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari,eritrosit mengalami lisis 1-2108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini (Sacher, 2002).Urobilinogen dan beberapa macam zat lain yang mungkin terdapat dalam urin bereaksi dengan reagen Ehrlich menyusun zat warna yang merah. Reagen Ehrlich : paradimethylamino-benzaldehida 2g; asam hidrochlorida pekat 20ml; aquadest 80ml. Simpan dalam botol berwarna coklat (Gandasoebrata, 2007).Karena urobilinogen dioxidasi oleh sinar matahari menjadi urobilin yang tidak dapat bereaksi dengan reagen Ehrlich itu, maka penting untuk memakai urin segar atau memakai urin yang diawetkan dengan natriumkarbonat untuk pemeriksaan ini (Gandasoebrata, 2007).Jika akan melakukan pemeriksaan urobilinogen menggunakan urin sewaktu, lebih baik memilih urin yang dikeluarkan pada sore hari karena ekskresi urobilinogen paling tinggi pada sore hari (Gandasoebrata, 2007).

KalsiumPemeriksaan terhadap jumlah calcium yang dikeluarkan dengan urin dapat dilakukan dengan cara mudah memakai reagen Sulkowitch (asam oxalat 2,5g, amoniumoxalat 2,5g , asam acetat glacial 5,0 ml dan aquadest ad 150ml). Untuk pemeriksaan ini diperlukan urin 24 jam, sedangkan penderita diberi makan yang tidak mengandung calcium (Gandasoebrata, 2007).Reagen sulkowitch mengendapkan kalsium dalam bentuk kalsiumocalat tanpa kalsiumfosfat oleh pH reagens itu. Percobaan menurut Sulkowitch ini berguna dalam faal glandula paratiroid dan gangguan metabolisme kalsium pada umumnya (Gandasoebrata, 2007).

APKLIN1. Dubin Johnson-SyndromeDubin-johnson syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1954, Penyakit ini merupakan penyakit dengan gangguan metabolisme bilirubin yang diatur oleh kromosom autosom, penampakan pada hati terlihat gelap, dengan ditandai hiperbilirubinia terkonjugasi dan dengan transaminase hati yang normal (Habashi, 2006).Cacat utama dalam Dubin-Johnson syndrome adalah mutasi pada protein membran apikal canalicular bertanggung jawab untuk ekskresi bilirubin, dan anion garam organik non empedu lainnya. Awalnya disebut anion transporter beberapa canalicular organik (cMOAT), juga dikenal sebagai multidrug resistensi protein 2 (MRP2) dan merupakan anggota dari superfamili transporter ABC. gen yang mengkodekan transporter yang ABCC2 dan ditemukan pada kromosom 10 (Kruh,2001).Defek resesif autosomal protein pengangkut yang berperan dalam ekskresi hepatoseluler bilirubin glukoronidamelewati membran kanalikulus mengakibatkan para pasien memperlihatkan hiperbilirubinemia terkojugasi. Selain memiliki hati yang berwarna gelap(akibat metabolit epinefrin polimer, bukan bilirubin) dan hepatomegali, pasien tidak mengalami gangguan fungsi(Crawford,2007).Hiperbilirubinemia terkonjugasi yang diamati pada Sindrom Dubin-Johnson merupakan hasil dari cacat transportasi bilirubin glukuronida melintasi membran yang memisahkan hepatosit dari canaliculi empedu. Pigmen yang tidak dikeluarkan dari hepatosit disimpan dalam lisosom dan menyebabkan hati berwatna hitam,yang merupakan tanda dari sindrom Dubin-Johnson, mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami, adalah kebalikan dari rasio yang biasa antara produk sampingan biosintesis heme: kemih coproporphyrin I, tingkat yang lebih tinggi dari tingkat coproporphyrin III. Pada individu terpengaruh, rasio coproporphyrin III untuk coproporphyrin I adalah sekitar 3-4:1 (Frank,1990).Protein cMOAT/MRP2 dikodekan oleh gen tunggal-salinan kromosom terletak pada 10q24, MRP2 memainkan peran penting dalam detoksifikasi dari banyak obat yang dengan mengangkut berbagai senyawa, terutama konjugat glutathione, glucuronate, dan sulfat., yang secara kolektif dikenal sebagai produk tahap II biotransformasi. Tidak seperti anggota lain dari keluarga MRP / ABCC, MRP2 hanya diekspresikan pada domain membran apikal sel terpolarisasi. Selain hepatosit, MRP2 terletak di sel-sel tubulus proksimal ginjal, enterosit, dan syncytiotrophoblasts plasenta. Energi yang berasal dari ATP Sangat penting untuk fungsi sekresi dari MRP2. Mutasi di wilayah ATP-mengikat mewakili proporsi yang signifikan dari cacat genetik yang diakui di Dubin-Johnson syndrome (Jedlitschky,2006)Pemahaman yang disempurnakan tentang biologi molekul sindrom Dubin-Johnson berasal dari investigasi dari mutasi missense Delta (R, M). Hal ini menyebabkan hilangnya 2 asam amino dari domain ATP-mengikat kedua MRP2. Para MRP2 bermutasi Delta (R, M) dikaitkan dengan tidak adanya glikoprotein MRP2 dari membran apikal hepatosit. Dalam mutasi ini, glikosilasi protein hanya terjadi di inti, yang nantinya mengganggu transportasi dari retikulum endoplasma ke membran hepatosit canalicular. Protein bermutasi sensitif terhadap pencernaan endoglycosidase H di retikulum endoplasma. selain itu proteasomes juga terlibat dalam degradasi protein bermutasi (Keitel,2000).Mekanisme diatas mengakibatkan defisiensi pengangkutan bilirubin dihati, sehingga bilirubin terkonjugasi beredar dalam tubuh dan mengakibatkan ikterus berkepanjangan, bilirubin terkonjugasi ini bersifat larut air, nonoksik, dan hanya berikatan secara lemah dengan albumin, kelebihan bilirubin terkonjugasi dalam plasma akan dikeluarkan melalui sistem ginjal dan mengakibatkan bilirubinuria (Crawford,2007).

BAB IIMETODE PRAKTIKUM1. Alat0. Tabung Reaksi0. Gelas Kimia0. Tabung Eppendorf0. Tabung Ukur0. Pembakar bunsen0. Penjepit tabung0. Saringan0. Kertas Saring0. Pipet Tetes0. Rak Tabung Reaksi0. Sentrifugator1. Bahan0. Urin0. Reagen Benedict (Pemeriksaan Reduksi)0. Asam Asetat 6% (Pemeriksaan Protein)0. Asam Sulfosalisilat (Pemeriksaan Protein)0. BaCl 10% (Pemeriksaan Bilirubin)0. Reagen Fouchet (Pemeriksaan Blilirubin)0. Reagen Elrich (Pemeriksaan Urobilinogen)0. Lugol (Pemeriksaan Urobilin)0. Reagen Schlesinger (Pemeriksaan Urobilin)0. FeCl3 10% (Pemeriksaan Benda keton)0. Reagen Sulkowitch (Pemeriksaan Kalsium)1. Cara Kerja1. Pemeriksaan Makroskopis & Mikroskopis0. Pemeriksaan Makroskopis1. Amati warna, kekeruhan, bau dan adanya buih dari urin.1. Catat hasilnya0. Pemeriksaan Mikroskopis1. Pusingkan 10 15 ml urin yang dicampur dengan baik dengan kecepatan 1500- 2000 rpm selama 5 10 menit.1. Buang filtratnya, sisakan 0,5 ml selanjutnya kocok dengan hati hati supaya sedimen larut dan tercampur rata.1. Teteskan pada kaca obyek lalu tutup dengan kaca penutup secara hati hati dan jangan ada gelembung udaranya.1. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x untuk melihat unsur sedimen dan pembesaran 400 x untuk identifikasi unsur unsur yang ada.0. Pemeriksaan Reduksi (Tes Benedict)1. Masukanlah 5 ml reagen Benedict kedalam tabung Reaksi.1. Teteskan sebanyak 5 8 tetes ( jangan lebih ) urin kedalam tabung itu.1. Panaskan diatas api selama 5 menit.1. Angkatlah tabung, kocoklah isinya dan bacalah hasil reduksi.0. Pemeriksaan Protein (Metode Rebus)1. Masukan urin kedalam tabung reaksi 2/3 penuh.1. Miringkan dan panaskan bagian permukaan urin di atas api spirtus sampai mendidih selama 30 detik.1. Amati hasilnya dan bandingkan dengan bagian bawah yang tidak dipanasi sebagai kontrol negatif.1. Apabila terjadi kekeruhan teteskan 3 5 tetes asam asetat 6 %. Jika kekeruhan hilang urin menghandung protein, bila kekeruhan menetap kemungkinan protein positif.1. Panasi lagi sampai mendidih, berilah penilaian pada kekeruhan yang menetap tadi.0. Pemeriksaan Protein (Metode Asam Sulfosalisilat)1. Sediakan 2 tabung reaksi masing-masing diisi dengan 2 ml urin jernih.1. Tambahkan pada tabung pertama 8 tetes larutan asam Sulfosalisilat 20 % kocok.1. Bandingkanlah isi tabung pertama dengan yang kedua; kalau tetap sama jernihnya hasil test berarti negative.1. Jika tabung pertama lebih keruh daripada tabung kedua, panasilah tabung pertama diatas api sampai mendidih dan kemudian dinginkan.1. Jika kekeruhan tetap ada pada waktu proses pemanasan dan tetap ada setelah didinginkan kembali, berarti test positif.1. Jika kekeruhan itu hilang pada saat pemanasan, tetapi muncul setalah dingin, mungkin sebabnya protein Bence Jones.0. Pemeriksaan Bilirubin Metode Test Busa1. Kocoklah kuat-kuat kira-kira 5 ml urin segar dalam tabung reaksi.1. Amati busa yang timbul.0. Pemeriksaan Bilirubin Metode Test Fauchet1. Campurkan 5 ml urin segar dengan 5 ml larutan bariumchlorida 10% kemudian disaring.1. Angkat kertas saring dari corong dan biarkan agak kering.1. Teteskan 2 3 tetes reagen Fouchet ke atas presipitat pada kertas saring dan amati hasilnya.0. Pemeriksaan Urobilinogen1. Campurkan 10 20 tetes reagen Ehrlich dengan 5 ml urin.1. Biarkan tegak pada rak tabung 3 5 menit, amati hasilnya.1. Perhatikan bila timbul warna merah samara-samar, tes dianggap selesai, dan bila warna merah tampak jelas, lakukan pengenceran urin dan kerjakan pemeriksaan seperti semula.0. Pemeriksaan Urobilin1. Masukkan 5 ml urin ( filtrate pemeriksaan bilirubin ) dalam tabung reaksi, tambahkan 4 5 tetes lugol 2% campur, diamkan selama 5 menit.1. Tambahkan 5 ml reagen Schlesinger kocok baik-baik kemudian saring, perhatikan filtratnya dengan latar belakang gelap.0. Pemeriksaan Kalsium1. Masukkan dalam 2 tabung reaksi masing-masing 3 ml urin untuk tes dan control.1. Masukkan dalam tabung tes 3 ml reagen Sulkowitch, campur dan biarkan selama 2 3 menit.1. Amati hasilnya.

Frank M, Doss M, de Carvalho DG. Diagnostic and pathogenetic implications of urinary coproporphyrin excretion in the Dubin-Johnson syndrome. Hepatogastroenterology. Feb 1990;37(1):147-51.

Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.

Habashi SL, Lambiase L R. Dubin-Johnson Syndrome. eMedicine from WebMD [serial online]. October 2006;Available access at http://emedicine.medscape.com/article/173517-overview. Recently access : 10 September 2015).

Jedlitschky G, Hoffmann U, Kroemer HK. Structure and function of the MRP2 (ABCC2) protein and its role in drug disposition. Expert Opin Drug Metab Toxicol. Jun 2006;2(3):351-66.

Keitel V, Kartenbeck J, Nies AT, Spring H, Brom M, Keppler D. Impaired protein maturation of the conjugate export pump multidrug resistance protein 2 as a consequence of a deletion mutation in Dubin-Johnson syndrome. Hepatology. Dec 2000;32(6):1317-28.

Kruh GD, Zeng H, Rea PA, Liu G, Chen ZS, Lee K, et al. MRP subfamily transporters and resistance to anticancer agents. J Bioenerg Biomembr. Dec 2001;33(6):493-501.

Sacher, Ronald A. 2005. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta :penerbit buku kedokteran.