pemeriksaan urin fix

28
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN..................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................3 BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM.................9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................11 BAB V PENUTUP...............................18 1

Upload: gamal-al-isra

Post on 31-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

frgd

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Urin Fix

DAFTAR ISIBAB I

PENDAHULUAN...............................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................3

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM........................................9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................11

BAB V PENUTUP............................................................................18

1

Page 2: Pemeriksaan Urin Fix

BAB I

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang

kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin

diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal

dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun ada juga beberapa spesies yang

menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal,

dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui

uretra.

Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan

dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini

berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing

yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal

dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan

hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa dikatakan bahwa urin itu

merupakan zat yang steril. Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak

menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi

akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau coklat.

Sistem urinaria bertanggung jawab untuk berlangsungnya ekskresi bermacam-

macam produk buangan dari dalam tubuh. Sistem ini juga penting sebagai faktor untuk

mempertahankan homeostasis, yaitu suatu keadaan yang relative konstan dari lingkungan

internal di dalam tubuh, yang mencakup faktor-faktor seperti keseimbangan air, pH,

tekanan osmotik, tingkat elektrolit, konsentrasi zat terlarut dalam plasma. Pengendalian

ini dilanjutkan dengan penyaringan sejumlah besar plasma dan molekul-molekul kecil

melalui glomerulus. Jumlah yang bervariasi dari setiap zat kemudian diabsorpsi baik

secara pasif dan difusi atau secara aktif oleh transport sel tubuler.

1.1. Tujuan Praktikum

1. Menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin

2. Memeriksa adanya indikan dalam urin

3. Memeriksa adanya zat keton dalam urin

4. Mengetahui kadar kreatinin dalam urin

2

Page 3: Pemeriksaan Urin Fix

5. Mengetahui keberadaan protein dalam urin.

3

Page 4: Pemeriksaan Urin Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih

Dalam ekskresi urin terdiri dari susunan sistem urinaria sebagai

berikut:

a. Ginjal, yang mengeluarkan sekret urin

b. Ureter, yang menyalurkan urin dari ginjal ke kandung kemih

c. Kandung kemih, yang bekerja sebagai penampung

d. Uretra, yang mengeluarkan urin dari kandung kemih

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah

kanan dan kiri tulang belakang, dan dibungkus lapisan lemak yang tebal di belakang

peritoneum (Pearce, 1989). Selain mengatur volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam

batas normal, ginjal juga berfungsi untuk:

- Mengatur volume plasma dan cairan tubuh lain

- Menjaga keseimbangan asam basa darah

- Mengeluarkan rennin

- Mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme

- Mempertahankan keseimbangan ion-ion dalam plasma

- Menghasilkan eritroprotein yang berguna dalam proses eritropoesis (Pearce, 1989).

Uretra adalah sebuah saluran dari leher kandung kemih ke lubang luar dan dilapisi

membran mukosa yang tersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Wanita

memiliki panjang uretra 2 sampai 3 cm, sedangkan pada pria 17 sampai 22 cm (Pearce,

1989).

Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot, merupakan tempat urin

mengalir dari ureter (Gibson, 1995). Kandung kemih mempunyai 2 fungsi, yaitu:

a. Tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh

b. Mendorong urin keluar dari tubuh dengan bantuan uretra (Pearce, 1989).

4

Page 5: Pemeriksaan Urin Fix

2.2 Definisi Urin

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Ekskresi urin diperlukan untuk

membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga

homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat

penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin (Iqbal

Ali, 2008).

2.3 Komposisi zat dalam Urin

Komposisi zat-zat dalam urin bervariasi tergantung jenis makanan serta air yang

diminum. Urin normal berwarna jernih transparan, sedang warna kuning muda pada urin

berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal pada manusia terdiri

dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida,

garam-garam terutama garam dapur, dan zat-zat yang berlebihan di dalam darah, misalnya

vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan materi pembentuk urin tersebut berasal dari

darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika

molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui

molekul pembawa (Kus Irianto, Kusno Waluyo, 2004).

pH urin berkisar antara 4,8 – 7,5. Urin akan menjadi lebih asam jika mengonsumsi

banyak protein, begitu pula sebaliknya. Berat jenis urin 1,002 – 1,035. Volume urin normal

per hari adalah 1200 – 1500 ml. Volume tersebut dipengaruhi banyak faktor, antara lain suhu,

zat-zat diuretika (the, alkohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi.

Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang

(Girindra, 2010).

5

Page 6: Pemeriksaan Urin Fix

2.4 Mekanisme Pembentukan Urin

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar (±96%) air dan

sebagian kecil zat terlarut (±4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam

kandung kemih dan dibuang melalui proses mikronutrisi (Evelyn C. Pearce, 2002).

Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal melalui

glomerulus yang berfungsi sebagai ultrafiltrasi dan pada simpai Bowman berfungsi untuk

menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan

kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus. Kemudian, sisa cairan akan diteruskan

ke piala ginjal dan terus berlanjut ke ureter (Syaifuddin, 2003).

Tahap Pembentukan Urin:

1. Penyaringan (Filtrasi)

Capsula Bowman dari badan malpigi menyaring darah dalam glomerulus yang

mengandung air, garam, gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)

sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat

seperti glukosa, asam amino, dan garam-garam.

2. Penyerapan kembali (Reabsorpsi)

6

Page 7: Pemeriksaan Urin Fix

Dalam tubulus kontortus proksimal, zat dalam urin primer yang masih berguna akan

direabsorpsi sehingga menghasilkan filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea

yang tinggi.

3. Pengeluaran (Sekresi/Augmentasi)

Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak

digunakan dan terjadi reabsorpsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.

Selanjutnya, urin akan disalurkan ke tubulus kolektifus, lalu ke pelvis urenalis (Roger

Watson, 2002).

2.5 Macam-macam Sampel Urin

a. Urin Sewaktu

Adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus.

Urin sewaktu ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan

badan tanpa pendapat khusus (R. Gandasoebrata, 2006).

b. Urin Pagi

Adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin

ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan siang hari, sehingga baik untuk pemeriksaan

sedimen, berat jenis, protein, tes kehamilan, dan lain-lain (Pusdiknakes, 1989).

c. Urin Postprandial

Adalah urin pertama kali dilepaskan 1,5 - 3 jam sehabis makan. Urin ini berguna

untuk pemeriksaan terhadap glukosuria (Pusdiknakes, 1989).

d. Urin 24 Jam

Adalah urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Urin yang pertama keluar dari jam 7

pagi dibuang, selanjutnya ditampung termasuk juga urin jam 7 pagi esok harinya (R.

Gandasoebrata, 2006).

e. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas pada laki-laki

Urin ini dipakai pada pemeriksaan urologic yang dimaksudkan untuk

mendapatkan gambaran tentang letaknya radang atau lesi yang mengakibatkan adanya

nanah atau darah dalam urin laki-laki.

Urin 3 gelas adalah urin yang waktu keluar langsung ditampung ke dalam 3 gelas

sedimen (gelas yang dasarnya menyempit) tanpa menghentikan aliran urinnya. Ke

dalam gelas pertama ditampung 20-30 ml urin yang mula-mula keluar, ke dalam gelas

kedua dimasukkan urin berikutnya, beberapa ml terakhir ditampung dalam gelas

ketiga.

7

Page 8: Pemeriksaan Urin Fix

Untuk mendapat urine 2 gelas, caranya sama seperti urine 3 gelas, dengan

perbedaan: gelas ketiga ditiadakan dan ke dalam gelas pertama ditampung 50-70 ml

urine (R. Gandasoebroto, 2006).

2.6 Pemeriksaan Urin

1) Uji Glukosa dalam Urin

Pengukuran sejumlah glukosa dalam sekresi urin dalam waktu 24 jam adalah

salah satu uji diagnosa untuk diabetes (Albert, 1982). Deteksi penyakit ini dapat

dilakukan dengan urinalisis menggunakan beberapa metode pengujian glukosa,

seperti uji Fehling, uji Benedict, dan metode Dipstick. Pengujian ini bersifat semi-

kuantitatif, artinya pengujian kadar suatu senyawa atau analit secara kasar sehingga

jumlah senyawa tersebut hanya dapat diperkirakan dan tidak dapat diketahui secara

tepat. Pada urin normal, tidak terdapat glukosa sama sekali atau terdapat dalam

jumlah yang sangat kecil (kurang dari 0,1%). Apabila kadar glukosa dalam darah

melebihi batas normal (70-90 mg/100 mL) dan telah melebihi batas ambang ginjal,

yaitu 140-170 mg/100 mL, maka glukosa akan diekskresi dalam urin sehingga

sejumlah glukosa dapat dideteksi keberadaannya (Lehninger, 1982).

Endapan merah bata yang terbentuk mengindikasikan adanya glukosa dan jumlah

endapan tersebut berbanding lurus dengan kadar glukosa dalam urin. Adanya glukosa

dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion

logam tertentu dalam larutan alkalis. Uji ini tidak hanya spesifik terhadap glukosa,

gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberikan hasil yang positif.

2) Uji Protein dalam Urin (Uji Heller)

Uji Heller digunakan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin. Kehadiran

protein ditunjukkan dengan adanya cincin putih pada batas dua cairan. Uji protein ini

dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memantau fungsi ginjal, mendeteksi, dan

mendiagnosis kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada urin (proteinuria)

menunjukkan kerusakan pada ginjal atau karna konsumsi obat-obatan.

3) Uji Indikan (Obermeyer)

Indikan berasal dari pertumbuhan bakteri, sering di usus kecil. Indikan merupakan

indole yang diproduksi oleh bakteri pada suatu asam amino triptofan dalam usus.

Kebanyakan indol dibuang dalam kotoran, sedangkan sisanya akan diserap dan

dimetabolisme serta diekskresi sebagai indikan dalam urin.

8

Page 9: Pemeriksaan Urin Fix

Dalam usus besar, asam amino akan mengalami dekarboksilasi oleh enzim dan

bakteeri usus menghasilkan amintoksik. Asam amino triptofan akan emmbentuk indol

dan skatol. Indol dan skatol akan diserap dari usus. Selanjutnya dalam hati akan

dioksidasi menjadi indoksil. Indoksil akan berkombinasi dengan sulfat (proses

konjugasi) membentuk indikan (=indoksilsulfat). Indikan akan diekskresi ke dalam

urin dan merupakan salah satu sulfat etereal dalam urin. Reaksi pembentukan indikan

adalah sebagai berikut:

Warna biru indigo yang larut dalam kloroform menandakan bahwa di dalam urin

terkandung indikan (indoksil sulfat).

4) Uji Benda Keton dalam Urin (Uji Rothera)

Benda keton tidak ditemukan dalam urin normal. Pada penderita diabetes mellitus,

alkoholisme dan penderita kelaparan berkepanjangan terjadi gangguan metabolisme

karbohidrat yang disertai peningkatan metabolisme lipid. Pada keadaan ini, terjadi

peningkatan produksi benda keton dalam hati yang selanjutnya akan diekskresikan ke

dalam urin. Adanya badan keton di dalam urin disebut ketonuria.

Benda keton dalam urin dapat diidentifikasi melalui uji Rothera, dimana hasil

positif pada uji ini ditandai dengan terbentuknya warna ungu.

5) Pemeriksaan Kadar Kreatinin Urin

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolism otot

yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi

dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui

kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relative konstan dalam plasma dari hari

ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan

fungsi ginjal (Corwin J.E, 2001).

Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya

penurunan fungsi ginjal sebesar 50%. Demikian juga, peningkatan kadar kreatinin tiga

kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75% (Soeparman dkk,

9

Page 10: Pemeriksaan Urin Fix

2001). Hasil positif ditunjukkan dengan warna merah atau kuning jingga dari senyawa

kompleks tautomer kreatinin pikrat.

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Judul Praktikum : Pemeriksaan Urin

3.2 Waktu dan Tempat

Hari dan Tanggal : Jum’at, 6 November 2015

Waktu : 13.00 s/d selesai

Tempat : Laboratorium Biokimia

3.3 Alat dan Bahan

Alat:

- Tabung reaksi

- Pipet tetes

- Pipet gondok

- Spektrofotometer

Bahan:

- Larutan Benedict

- Urin Sehat

- Urin Patologis

- Pereaksi Obermeyer

- Kloroform

- Kristal amonium sulfat

- Natrium nitroprusid 5 % segar

- Amonium hidroksida pekat

- Standar kreatinin (1 mg/ml)

- Asam pikrat jenuh

- NaOH 10%

- Asam nitrat pekat

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Uji Benedict

1) Larutan benedict diambil sebanyak 2,5 ml dan dimasukkan kedalam tabung

reaksi.

2) Sebanyak 4 tetes urin ditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut.

3) Kemudian panaskan selama 8 menit dalam air mendidih 100°C lalu dibiarkan

hingga dingin.

10

Page 11: Pemeriksaan Urin Fix

4) Hasil percobaan dibandingkan dengan acuan seri pemeriksaan kadar gula darah

yang telah disiapkan.

Acuan kadar gula:

WARNA PENILAIAN KADAR

Biru jernih - 0

Hijau + < 0,5 %

Kuning kehijauan ++ 0,5 - 1 %

Jingga +++ 1 – 2 %

Merah bata ++++ > 2 %

3.4.2 Uji Obermeyer

1) Dua buah tabung reaksi disiapkan (tabung A dan tabung B)

2) Urin sehat sebanyak 2 ml dimasukkan kedalam tabung A dan urin patologis

sebanyak 2 ml dimasukkan kedalam tabung B

3) Kemudian kedalam kedua tabung ditambahkan pereaksi obermeyer sebanyak 2

ml, dan diamkan selama beberapa menit.

4) Kloroform sebanyak 1 ml ditambahkan kedalam masing – masing tabung. Campur

dengan membalik-balikkan tabung 10 x

5) Lihat dan catat hasil yang terjadi

3.4.3 Uji Rothera

1) Dua buah tabung reaksi disiapkan (tabung A dan tabung B)

2) Urin sehat sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam tabung A dan urin patologis

sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam tabung B

3) Kedalam masing – masing tabung ditambahkan kristal amonium sulfat sampai

jenuh.

4) Kemudian ditambahkan Natrium nitroprusid 5% sebanyak 2-3 tetes kedalam

kedua tabung.

5) Amonium hidrosida pekat dimasukkan sebanyak 1-2 ml kedalam masing-masing

tabung. Campur dan diamkan selama 30 menit.

6) Lihat dan catat hasil yang didapatkan.

3.4.4 Pemeriksaan Kadar Kreatinin Urin (Folin)

1) Empat buah tabung reaksi disiapkan (tabung A, B, C dan D).

11

Page 12: Pemeriksaan Urin Fix

2) Kedalam tabung dimasukkan urin sehat (tabung A), urin patologis (tabung b),

standar kreatinin (tabung C) dan aquades (tabung D) sebanyak 1 ml.

3) Kedalam masing-masing tabung ditambahkan asam pikrat jenuh sebanyak 20 ml

dan NaOH 10% sebanyak 1,5 ml.

4) Kemudian dilakukan pengenceran hingga 100 ml.

5) Hasil pengenceran dicampurkan dan dibaca pada panjang gelombang 540 nm.

6) Lihat dan catat hasil yang didapatkan.

3.4.5 Uji Heller (Protein)

1) Dua buah tabung reaksi disiapkan (tabung A dan tabung B).

2) Kedalam tabung dimasukkan asam nitrat pekat sebanyak 2 ml kedalam masing-

masing tabung.

3) Kemudian ditambahkan urin sehat pada tabung A dan urin patologis pada tabung

B masing – masing sebanyak 2 ml sampai larutan menjadi jenuh.

4) Lihat dan catat hasil yang didapatkan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN1. UJI BENEDICT (SEMI KUANTITATIF)

12

HASIL PENGAMATAN

LARUTAN BIRU Kadar glukosa dalam urin < 0,5 %ENDAPAN HIJAU

   

      

   

   

   

   

   

   

   

   

   

   

   

   

Page 13: Pemeriksaan Urin Fix

2. UJI OBERMAYER

13

HASIL PENGAMATAN

TABUNG A (URIN SEHAT)

TABUNG B (URIN

PATOLOGIS)

Keruh coklat (ada endapan)

Seperti warna normal kuning (ada

endapan)

            

                                    Kesimpulan :Kedua urine negatif (tidak mengandung indikan)

Page 14: Pemeriksaan Urin Fix

4. PEMERIKSAAN KADAR KREATININ DALAM URINE (FOLIN)

HASIL PENGAMATANTABUNG A (URIN SEHAT) TABUNG B (URIN PATOLOGIS)

= 4

Kesimpulan :Kadar kreatinin urine sehat lebih tinggi dibandingkan urine patologis, karena kreatinin seharusnya dikeluarkan melalui urin. Jadi urin sehat kadar kreatininnya lebih besar dibandingkan dengan urine patologis. (SESUAI TEORI)

14

HASIL PENGAMATAN

BLANKO 0,590

STANDAR 0,603

UJI (-) 0,953

UJI (+) 0,597

Page 15: Pemeriksaan Urin Fix

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Uji Benedict (semi kuantitatif)

Uji Benedict pada urin dilakukan dengan tujuan untuk menghitung secara kasar kadar

glukosa dalam urin. Prosedur kerjanya adalah memasukkan larutan benedict (2,5 ml) ke

dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 4 tetes urin yang akan diujikan Setelah itu

dipanaskan dalam air mendidih 100◦C dan dibiarkan dingin. Reaksi yang terjadi pada uji

benedict adalah cuprisulfat dalam larutan tembaga alkali akan direduksi oleh glukosa menjadi

cuprooksida membentuk endapan merah bata. Jumlah endapan merah bata yang terbentuk

berbanding lurus dengan kadar glukosa dalam urin. Hasil yang didapatkan dari pengujian

adalah warna urin berubah menjadi kehijauan, sehingga berdasarkan penilaian, kadar glukosa

yang terdapat dalam urin uji tersebut adalah < 0,5 %.

Glukosa adalah jenis gula yang ditemukan dalam darah. Biasanya glukosa sangat

sedikit atau tidak ada dalam urin. Ketika tingkat gula darah sangat tinggi– seperti pada

diabetes yang tidak terkontrol– ginjal mengekskresikan glukosa ke dalam urin untuk

mengurangi konsentrasinya di darah. Keberadaan glukosa dalam urin, yang disebut

glukosuria, juga dapat disebabkan oleh gangguan hormonal, penyakit hati, obat-obatan, dan

kehamilan. Ketika terjadi glukosuria, tes lain seperti tes glukosa darah biasanya dilakukan

untuk mengidentifikasi penyebab yang lebih spesifik.

Darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil

penyaringan (filtrat) berisi produk-produk limbah (mis. urea), elektrolit (mis. natrium,

kalium, klorida), asam amino, dan glukosa. Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk

direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang diperlukan (termasuk glukosa) diserap kembali

dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali diekskresikan ke dalam urin.

Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang

dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang

ginjal terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau

daya reabsorbsi tubulus yang menurun.

15

Page 16: Pemeriksaan Urin Fix

Seseorang yang menderita diabetes mengalami kondisi di mana jumlah glukosa dalam

darah terlalu tinggi (hiperglikemia). Hal ini terjadi karena tubuh tidak memproduksi insulin

yang cukup, atau bahkan tidak sanggup menghasilkan insulin lagi, atau sel-selnya tidak lagi

merespon dengan baik terhadap pankreas untuk memproduksi insulin. Dengan demikian

jumlah glukosa dalam darah menjadi tinggi. Glukosa darah yang berlebihan tersebut akhirnya

dikeluarkan dari tubuh bersama urin. Jadi, meskipun darah mengandung banyak glukosa,

namun sel-sel tidak mendapatkan asupan energi yang cukup untuk melakukan pertumbuhan.

Dalam praktikum kali ini didapatkan hasil pemeriksaanya itu hasil berwarna biru

kehijauan yang berarti kadar glukosa pada urin sebesar < 0,5%. Hasil tersebut menunjukkan

hasil negative glukosa dalam urin atau dapat dikatakan negative diabetes mellitus.

4.2.2 Uji Obermeyer

Uji Obemeyer adalah pengujian yang bertujuan untuk memerikasa adanya indikasi

dalam urin. Prosedur kerjanya dalah memasukkan urin uji kedalamtabung dan ditambahkan

pereaksi obermeyer. Setelah itu didiamkan beberapa menit dan ditambahkan kloroform

sebanyak 1 ml dan dicampur dengan membalik-baikkan tabung 10 x. Reaksi yang terjdi

adalah gugus indoksil dari indikan oleh pereaksi obermeyer yang mengandung FeCl3 dalam

HCl pekat akan membentuk warna biru yang larut dalam kloroform.

Hasil yang diperoleh dari urin sehat adalah warna keruh sebelum ditambahkan

kloroform dan setelah ditambahkan kloroorm berwarna keruh coklat, sedangkan pada urin

patologis sebelum diberikan kloroform muncul endapan dan setelah ditambah kloroform

muncul warna kekuningan- bening (tidak berubah, seperti awal).

Indikan berasal dari pertumbuhan bakteri, sering diusus kecil. Indikan merupakan

indol yang diproduksi oleh bakteri pada suatu asam amino trytophan dalam usus. Kebanyakn

indol dibunag dalam kotoran. Sisanya akan diserap dan dimetabolisme serta diekskresi

sebagai indikan dalam urin. Dalam usus besar, asam amino akan mengalami dekarboksilasi

oleh enzim dan bakteri usus menghasilkan aminotoksi. Asam amino triptofan akan

membentuk indol dan skatol. Indol dan skatol akan diserap dari usus, selanjutnya dalam hati

akan dioksidasimenjadi indoksil. Indoksil akan berkombinasidengan sulfat (proses konjugasi)

membentuk indikan (=indoksilsulfat). Indikan akandieksresi kedalam urin dan merupakan

salah satu sulfat eteral dalam urin. Indikan dalam urin berasal dari proses pembusukan asam

amino triptofan dalam usus.

16

Page 17: Pemeriksaan Urin Fix

4.2.3 Uji Rothera (Zat Keton)

Tujuan dari Uji Rothera pada urin adalah untuk mengetahui adanya senyawa keton

dalam urin. Pereaksi yang digunakan dalam percobaan ini dapat bereaksi dengan senyawa

keton dan akan membentuk kompleks berwarna hijau. Prosedur kerja yang dilakukan adalah

memasukkan 5 ml urin yang akan diujikan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan

kristal amonium sulfat sampai jenuh, setelah itu ditambahkan natrium nitroprussid 5 %

sebanyak 2-3 tetes dan amonium hidroksida pekat 1-2 ml. Hasil untuk urin sehat membentuk

warna jingga keruh dan ada endapan keruh sedangkan, urin patologis membentuk warna ungu

dengan endapan ungu setelah didiamkan 30 menit. Maka urin patologis positif mengandung

keton.

Benda keton (asam β hidroksibutirat, asam asetoasetat dan aseton) tidak ditemukan dalam

urin normal. Pada penderita diabetes mellitus, pada alkoholisme dan yangmenderita

kelaparan yang berkepanjangan terjadi gangguan metabolism karbohidrat yang disertai

peningkatan metabolism lipid. Pada keadaan ini terjadi peningkatan produksi benda keton

dalam hati yang selanjutnya akan diekskresikan ke dalam urin. adanya badan keton didalam

urin ini disebut Ketonuria.

4.2.4 Pemeriksaan Kadar Kreatinin (Folin)

Uji follin pada urin bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin dalam urin. Prosedur

kerjanya dengan membuat empat macam tabung yang berisikan urin uji, urin patologis,

standar dan blanko. Urin yang akan diujikan ( 1 ml ) dimasukkan kedalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan asam pikart jeniuh sebanyak 20 ml dan NaOH 10% sebanyak 1,5 ml.

Selain itu urin patologis perlu juga untuk diuji, untuk membandingkan antara urin uji dengan

urin patologis. Sedangkan standar yang digunakan pada adalah standar kreatinin, selain itu

blankonya adalah aquades. Kadar yang didapatkan pada urin uji adalah sebesar

sedangkan pada urin patologis sebesar .

17

Page 18: Pemeriksaan Urin Fix

Kreatinin adalah produk katabolisme dari keratin fosfat yang ada di dalam otot. Hasil

katabolisme tersebut memiliki nilai yang konstan dalam tiap individu setiap harinya.

Kreatinin sangat bergantung dari massa otot. Secara kimiawi, kreatinin merupakan derivat

dari kreatin. Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh tubulus

proksimal ginjal. Berat molekulnya kecil sehingga dapat secara bebas masuk dalam filtrat

glomerulus. Kreatinin yang diekskresi dalam urin terutama berasal dari metabolisme

kreatinin dalam otot sehingga jumlah kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh

dan relatif stabil pada individu sehat (Levey,2003; Remer et al . 2002; Henry, 2001)

Kadar kreatinin memiliki nilai normal yaitu : 0,6 – 1,2 mg% untuk sampel urin sewaktu

dan 1 – 1.5 mg% untuk sampel urin 24 jam. Apabila hasil kadar kreatinin lebih tinggi dari

pada normalnya menunjukkan bahwa orang tersebut terkena akut tubularnekrosis, dehidrasi,

diabetes neforpati, eklamia (suatu kehamilan yang meliputi kejang), glomerulonefritis, gagal

ginjal, penyakit otot menyusun, preeclampsia (kehamilan – induced hipertensi), pielonefritis,

ginjal berkurangnya aliran darah (syok, gagal ginjal, jantung kongestif), rhabdomyolysis,

obstruksi saluran kemih. Sedangkan kadar kreatinin lebih rendah dari normal dapat

menunjukkan: muscular clystrophy (tahapakhir) dan myasthenia gravis. (National Institutes

of Health, 2007). Hasil praktikum kali ini menunjukan bahwa kadar kreatinin sebesar 0,028

gram/24jam untuk urin sehat, sedangkan 0,000538 gram/24jam pada urin patologis . Ini

menandakan kedua sampel masih memiliki kadar kreatinin yang normal.

4.2.5 Uji Heller (Protein)

Uji heller pada urin dilakukan bertujuan untuk mengetahui keberadaan protein dalam

urin. Protein dalam urin akan mengalami denaturasi dengan penambahan asam nitrat pekat

dalam bentuk cincin putih pada perbatasan kedua cairan. Uji heller dilakukan dengan

memasukkan asam nitrat pekat kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan urin uji / urin

patologis sebanyak 2 ml. Hasil yang diperoleh untuk urin sehat yakni terbentuknya cincin

putih yang sangat tebal dan untuk urin patologis juga terbentuk cincin putih tetapi tipis maka

dapat dikatakan kedua urin tersebut positif mengandung protein atau proteinuria.

Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai

normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.Dalam

keadaan normal, protein didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional.

Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat

18

Page 19: Pemeriksaan Urin Fix

menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius.Walaupun

penyakit ginjal yang penting jarang tanpa adanya proteinuria, kebanyakan kasus proteinuria

biasanya bersifat sementara, tidak penting atau merupakan penyakit ginjal yang tidak

progresif.Lagipula protein dikeluarkan urin dalam jumlah yang bervariasi sedikit dan secara

langsung bertanggung jawab untuk metabolisme yang serius.adanya protein di dalam urin

sangatlah penting, dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan adanya

penyebab/penyakit dasarnya.Adapun proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring

rutin pada orang sehat sekitar 3,5%.Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi

kelainan ginjal.

Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari.pada beberapa

kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika

protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit

diatas nilai normal.Dikatakan proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500

mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin. Dalam keadaan normal, walaupun

terdapat sejumlah protein yang cukup besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui

nefron setiap hari, hanya sedikit yang muncul didalam urin.Ini disebabkan 2 faktor utama

yang berperan yaitu: Filtrasi glomerulus dan reabsorbsi protein tubulus.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan Uji benedict pada urin mengandung glukosa < 0.5% (glikosuria).

Uji obermayer pada urin sehat dan patologis tidak mengandung indikan.

Uji rothera urin sehat tidak mengandung keton, dan pada urin patologis mengandung keton.

Kadar kreatinin orang sehat lebih tinggi daripada kadar kreatnin patologis.

Uji heller pada urin sehat mengandung protein lebih banyak daripada urin patologis .

Seharusnya protein tidak dikeluarkan melalui urin.

19

Page 20: Pemeriksaan Urin Fix

5.2 Daftar Pustaka

- Corwin, E. J. 2001. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

- C. Pearce, Evelyn. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

- C. Pearce, Evelyn. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

- Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.

- Gibson John, 1995. Anatomi dan Fisiologi Modern Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta:

EGC.

- Girindra A. 2010. Biokimia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

- Irianto, Kus. & Waluyo, Kusno. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV.

- Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

- Poedjiadi A. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press

- Roger Watson. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: ECG.

- Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

- Syaifuddin. 2003. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.

20